Apakah Sikap Ramah Adalah Kriteria yang Tepat untuk Kemanusiaan yang Baik?

03 April 2023

Oleh Saudara Li Xiang, Filipina

Saat masih kecil, aku selalu dibilang berakal sehat, bersikap baik; singkatnya, anak baik. Aku jarang marah kepada orang lain dan tak pernah membuat masalah. Setelah beriman, aku juga ramah dengan saudara-saudari lain. Aku toleran, sabar, dan penuh kasih. Aku ingat saat mengajari anggota senior cara menggunakan komputer, dengan sabar kuajari mereka berulang kali. Meski kadang mereka lambat mengerti dan aku jadi kesal, aku berusaha keras untuk terlihat sabar, karena takut aku akan dicap tak punya cinta kasih. Jadi, saudara-saudari sering bilang aku punya kemanusiaan yang baik dan pemimpin menugasiku untuk menyirami petobat baru. Dia bilang, hanya orang baik dan sabar yang dapat melakukan tugas itu dengan baik. Mendengar itu, aku puas pada diriku, bahkan makin yakin, bersikap ramah dan menyenangkan itu pertanda kemanusiaan yang baik.

Lalu, aku dan Saudari Li Ming menjadi rekan sebagai pemimpin di gereja. Setelah cukup lama bekerja sama, kuperhatikan Li Ming ingin melakukan segala hal semaunya, dan dia temperamental. Dia sering marah jika ada hal yang tak sesuai kemauannya. Dia juga tak terbuka dalam pekerjaannya dan sering menipu. Dia tak bertindak sesuai prinsip dan tak melindungi pekerjaan gereja. Selama beberapa waktu, dia terus memakai ponselnya untuk menghubungi saudara-saudari. Polisi bisa saja memantau mereka dan itu akan membahayakan gereja. Aku sering berpikir untuk menghentikannya, tapi saat hendak angkat bicara, aku menahan diri. Kupikir jika aku menunjukkan masalahnya secara langsung, dia mungkin akan berpikir meski di luarnya aku bertindak seperti orang yang menyenangkan, ucapan dan tindakanku tak kenal belas kasih, sehingga aku sulit diajak bergaul. Usai merenung, kuputuskan untuk berkompromi dan hanya bertanya apakah dia memakai ponselnya atau tidak. Saat dia tak mau mengaku, aku tahu dia berbohong, tapi aku tak menyingkap dan menghentikannya. Takutnya, itu akan membuat hubungan kami retak dan membuat dia meremehkanku. Lalu, aku tahu masalah Li Ming makin serius. Suatu kali, beberapa saudara-saudari mengatakan suaminya selalu menyebarkan doktrin untuk pamer di pertemuan, tak menyelesaikan masalah nyata, dan memberi tahu orang lain betapa menderitanya dia dalam tugas agar mereka mengaguminya. Setelah investigasi, dia diputuskan tak cocok menjadi pemimpin dan harus diberhentikan. Saat kuberitahu ini, Li Ming jadi sangat kesal. Dia bilang, evaluasi saudara-saudari keliru dan tak adil untuk suaminya. Dia bahkan menanyakan mengapa kami tak menginvestigasi mereka yang melaporkan masalah, dan hanya menginvestigasi suaminya. Aku terkejut—tak menyangka Li Ming punya sikap buruk seperti itu. Untuk mencoba mencairkan suasana, aku bilang: "Tenangkan hatimu dan cari kehendak Tuhan dalam masalah ini. Jangan biarkan emosi mengontrolmu." Namun, dia tak mendengarkanku dan tak mau mundur. Karena Li Ming sengaja menghalangi, masalah suaminya tetap tak teratasi. Lalu, Li Ming menegur saudara-saudari di pertemuan hingga membuat seorang saudari menangis. Masalah Li Ming jadi makin serius. Orang lain telah mengevaluasi suaminya secara adil dan objektif, hanya mengungkap fakta, tapi karena ini mengancam kepentingannya, dia marah dan mengamuk. Kemanusiaannya buruk! Aku ingin melaporkan masalahnya ke pemimpin atas, tapi kupikir: "Bukankan ini hanya mengadu dan menusuk dia dari belakang? Selain itu, pemimpin pasti akan mengajak dia bersekutu jika aku melaporkannya—jika tahu aku yang melaporkannya, dia akan menganggapku apa? Akankah dia bilang aku menjelekkan dia dari belakang dan kemanusiaanku buruk?" Menyadari ini, aku tak jadi melaporkannya, tapi aku merasa tertekan, sedih, dan seakan-akan dimusuhi oleh pengganggu.

Setelah orang lain melaporkannya, Li Ming akhirnya diberhentikan. Lalu, pemimpin atas menyingkapku dan berkata: "Dari luar kau terlihat sangat akrab dengan semua orang, tapi kau tak sungguh setia pada Tuhan. Kenapa kau tak menyingkap dan menghentikan Li Ming saat tahu masalahnya? Bagaimana mungkin kau tak melaporkan masalah sepenting itu? Kau ingin melindungi pekerjaan gereja atau tidak?" Setelah ditangani oleh pemimpinku, barulah aku sadar dan mulai berdoa serta merenung. Kutemukan kutipan firman Tuhan yang berbunyi: "Harus ada standar untuk memiliki kemanusiaan yang baik. Ini bukan masalah mengambil jalan yang biasa-biasa saja, bukan masalah berpegang pada prinsip-prinsip, berusaha keras untuk tidak menyinggung siapa pun, menyanjung semua orang ke mana pun engkau pergi, menjadi licin dan licik dengan siapa pun yang kaujumpai, dan membuat semua orang berbicara baik tentangmu. Ini bukanlah standarnya. Jadi, apa standarnya? Standarnya adalah mampu tunduk kepada Tuhan dan kebenaran. Standarnya adalah orang harus memperlakukan tugasnya dan segala macam orang, peristiwa, dan hal-hal sesuai prinsip dan dengan rasa tanggung jawab. Ini jelas untuk dilihat semua orang; semua orang jelas tentang hal ini di dalam hati mereka. Selain itu, Tuhan menyelidiki hati orang dan mengetahui situasi mereka, masing-masing dan setiap orang; siapa pun mereka, tak seorang pun yang bisa membodohi Tuhan. Sebagian orang selalu membual bahwa mereka memiliki kemanusiaan yang baik, bahwa mereka tidak pernah menjelek-jelekkan orang lain, tidak pernah merugikan kepentingan orang lain, dan mereka mengaku tidak pernah mengingini milik orang lain. Ketika terjadi konflik kepentingan, mereka bahkan lebih memilih menderita kerugian daripada memanfaatkan orang lain, dan semua orang menganggap mereka orang yang baik. Namun, ketika melakukan tugas-tugas mereka di rumah Tuhan, mereka licik dan licin, selalu membuat rencana kotor bagi diri mereka sendiri. Mereka tidak pernah memikirkan kepentingan rumah Tuhan, mereka tidak pernah menganggap mendesak apa yang Tuhan anggap mendesak atau memikirkan apa yang Tuhan pikirkan, dan mereka tidak pernah bisa menyingkirkan kepentingan diri mereka sendiri untuk melakukan tugas mereka. Mereka tidak pernah meninggalkan kepentingan diri mereka sendiri. Bahkan ketika mereka melihat para pelaku kejahatan melakukan kejahatan, mereka tidak menyingkapkannya; mereka sama sekali tidak memiliki prinsip. Kemanusiaan macam apa ini? Ini bukanlah kemanusiaan yang baik. Jangan perhatikan apa yang dikatakan orang-orang semacam itu; engkau harus melihat apa yang mereka jalani, apa yang mereka singkapkan, dan bagaimana sikap mereka ketika mereka melaksanakan tugas, seperti apa keadaan batin mereka dan apa yang mereka cintai. Jika kecintaan mereka akan ketenaran dan keuntungan mereka sendiri melebihi kesetiaan mereka kepada Tuhan, jika kecintaan mereka akan ketenaran dan kekayaan mereka sendiri melebihi kepentingan rumah Tuhan, atau jika kecintaan mereka akan ketenaran dan kekayaan mereka sendiri melebihi perhatian yang mereka tunjukkan kepada Tuhan, maka apakah orang-orang semacam itu memiliki kemanusiaan? Mereka bukanlah orang yang memiliki kemanusiaan" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Dengan Menyerahkan Hatinya kepada Tuhan, Orang Dapat Memperoleh Kebenaran"). Dari firman Tuhan, aku sadar kemanusiaan seseorang tak bisa dinilai berdasarkan karakteristik eksternal seperti apakah dia bertemperamen lembut, membicarakan kejelekan orang lain di belakang mereka, atau dapat bergaul dengan orang lain secara harmonis, tapi berdasarkan sikap dia terhadap Tuhan dan kebenaran, apakah dia bertanggung jawab dalam tugasnya, dan apakah dia berpihak pada Tuhan dan bertindak sesuai kebenaran dan prinsip saat menghadapi masalah. Dulu, kupikir aku punya kemanusiaan yang baik. Dari luar aku baik dan berkepribadian menyenangkan, tapi saat aku tahu Li Ming menggunakan ponsel untuk menghubungi saudara-saudari, yang berisiko bagi keamanan gereja, aku khawatir menanyakannya secara langsung dapat merusak hubungan kami. Jadi, aku hanya memberi peringatan tak langsung. Saat dia tak mengakui perilakunya, aku tak menyingkap atau menghentikannya. Aku pikir: "Jika ada yang berjalan tak semestinya, dia tak boleh bilang bahwa aku tak mengingatkan." Cara bertindak begini tak memengaruhi citraku dan membebaskanku dari tanggung jawab jika ada yang berjalan tak semestinya. Aku hanya memikirkan kepentingan, status, dan citraku, tak ambil pusing dengan pekerjaan gereja atau keselamatan saudara-saudari. Aku sangat egois dan licik! Saat kulihat Li Ming menjadi emosional dan mengamuk ke orang lain karena masalah pada suaminya, seharusnya aku segera melaporkan ini ke pemimpin atas, tapi aku takut dia akan mengira aku menusuknya dari belakang. Jadi, aku hanya diam. Ini berpengaruh buruk pada pekerjaan gereja, dan merugikan saudara-saudari. Di mana kemanusiaanku? Memikirkan tindakanku menurut firman Tuhan tentang penghakiman dan penyingkapan, aku merasa sangat bersalah. Aku selalu berpikir kemanusiaanku baik, tapi melalui penyingkapan firman Tuhan dan disingkap dengan fakta, persepsi diriku berubah drastis. Dari luar aku baik, tapi di balik kebaikanku ada maksud tercela. Aku hanya memedulikan kepentingan pribadiku dan tak melindungi pekerjaan gereja. Aku memamerkan kebaikan palsu dan mencoba menyenangkan semua orang. Aku orang munafik dan licik. Setelah itu, aku takut menggambarkan diriku sebagai orang yang berkemanusiaan baik.

Lalu, kutemukan kutipan firman Tuhan yang lain. "Esensi di balik perilaku 'baik', seperti mudah bergaul dan ramah, dapat digambarkan dengan satu kata: kepura-puraan. Perilaku 'baik' seperti itu tidak lahir dari firman Tuhan, juga bukan hasil dari menerapkan kebenaran atau bertindak sesuai dengan prinsip. Dihasilkan dari apakah perilaku 'baik' ini? Ini berasal dari motif dan rencana licik manusia, dari sikap mereka yang berpura-pura, menipu, dan licik. Ketika orang berpegang teguh pada perilaku 'baik' ini, tujuannya adalah untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan; jika tidak, mereka tidak akan pernah menyusahkan dirinya dengan cara seperti ini, dan hidup bertentangan dengan keinginan mereka sendiri. Apa artinya hidup bertentangan dengan keinginan mereka sendiri? Itu artinya natur mereka yang sebenarnya tidaklah sebaik, sejujur, selembut, seluhur, dan sebajik yang orang bayangkan. Mereka tidak hidup sesuai dengan hati nurani dan akal mereka; sebaliknya mereka hidup untuk mencapai tujuan atau tuntutan tertentu. Seperti apa sebenarnya natur manusia itu? Natur manusia sebenarnya kacau dan bodoh. Tanpa adanya hukum dan perintah yang Tuhan karuniakan, orang tidak akan tahu apa artinya dosa. Bukankah manusia dahulu seperti ini? Hanya setelah Tuhan mengeluarkan hukum dan perintah, barulah orang memiliki sedikit pemahaman tentang dosa. Namun mereka tetap tidak memahami apa yang salah dan apa yang benar, atau apa yang positif dan apa yang negatif. Dan, jika mereka tidak memahami hal-hal ini, bisakah mereka tahu apa prinsip yang tepat untuk berbicara dan bertindak? Bisakah mereka tahu cara bertindak seperti apa, perilaku baik seperti apa, yang seharusnya ditemukan dalam diri manusia yang normal? Bisakah mereka tahu apa yang mampu menghasilkan perilaku yang benar-benar baik, cara seperti apa yang harus mereka ikuti agar hidup dalam keserupaan dengan manusia? Mereka tidak bisa. Karena natur Iblis dalam diri manusia, karena naluri mereka, mereka hanya bisa berpura-pura dan menyamarkan diri untuk hidup terhormat dan bermartabat—dan inilah yang memunculkan perilaku yang menipu seperti bersikap sopan dan bijaksana, santun, berbakti, menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda, bersikap ramah dan mudah bergaul; demikianlah munculnya tipu muslihat dan cara-cara yang menipu ini. Dan begitu itu muncul, orang pun memilih untuk berpegang teguh pada satu atau dua dari cara-cara yang menipu ini. Ada yang memilih bersikap ramah dan mudah bergaul, ada yang memilih bersikap sopan, bijaksana dan santun, ada yang memilih sikap yang berbakti, menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda, ada yang memilih semua sikap ini. Namun, Aku mendefinisikan orang-orang yang berperilaku 'baik' seperti itu dengan satu istilah. Istilah apa itu? 'Batu halus'. Apa yang dimaksud dengan batu halus? Itu adalah batu berpermukaan halus di tepian sungai yang permukaan kasarnya telah digosok dan dipoles oleh air mengalir selama bertahun-tahun. Meskipun jika diinjak batu-batu itu tidak terasa menyakitkan, tetapi jika tidak berhati-hati orang bisa terpeleset ketika menginjaknya. Permukaan dan bentuk batu-batu ini sangat indah, tetapi begitu engkau membawanya ke rumah, batu-batu itu sama sekali tidak berguna. Engkau merasa sayang membuangnya, tetapi menyimpannya juga tidak ada gunanya—inilah yang dimaksud dengan 'batu halus'. Bagi-Ku, orang yang memiliki perilaku yang tampak baik ini adalah orang yang suam-suam kuku. Mereka berpura-pura baik di luarnya, tetapi sama sekali tidak menerima kebenaran, mereka mengatakan hal-hal yang terdengar menyenangkan, tetapi tidak melakukan hal nyata apa pun. Mereka itulah batu-batu yang halus itu. Jika engkau menyampaikan persekutuan kepada mereka tentang kebenaran dan prinsip, mereka akan berbicara kepadamu tentang bersikap lemah lembut dan sopan. Jika engkau berbicara kepada mereka tentang mengenali antikristus, mereka akan berbicara kepadamu tentang menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda, serta bersikap sopan dan bijaksana. Jika engkau memberi tahu mereka bahwa orang harus memiliki prinsip dalam perilakunya, bahwa orang harus mencari prinsip dalam tugasnya dan tidak bertindak dengan sesuka hati, apa yang akan menjadi sikap mereka? Mereka akan berkata, 'Bertindak berdasarkan prinsip kebenaran adalah masalah lain. Aku hanya ingin bersikap sopan dan bijaksana, dan agar orang lain menyetujui tindakanku. Asalkan aku menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda, dan mendapat persetujuan orang lain, itu sudah cukup.' Mereka hanya peduli pada perilaku yang baik, mereka tidak berfokus pada kebenaran" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Apa Arti Mengejar Kebenaran (3)"). Melalui firman Tuhan, aku sadar sikap ramah dan mudah didekati, yang menurut budaya tradisional dianggap baik, pada dasarnya hanyalah kepura-puraan. Orang yang bersikap begini seperti memakai kedok agar dikagumi orang lain, dan menipu mereka supaya dihormati dan dipuji. Ini semua konspirasi dan muslihat. Besikap begini membuatmu jadi penipu. Aku juga sadar bahwa aku masih egois dan licik, meski selama ini mencoba jadi orang baik, itu karena ada maksud jahat di balik semua ini. Aku ingin terlihat baik di mata orang lain agar mereka menghormati dan memujiku. Dari kecil, aku dididik dan dipengaruhi oleh budaya tradisional untuk menghargai perilaku baik. Kupikir berperilaku baik akan membuatku dipuji orang-orang di sekitarku. Setelah beriman, aku terus mencoba jadi orang ramah dan mudah didekati, menjaga status dan citra baik di tengah saudara-saudari, terutama saat aku menjadi rekan Li Ming. Kulihat dia sering memakai ponsel, melanggar prinsip, merugikan saudara-saudari, dan mengabaikan kepentingan gereja. Seharusnya aku menyingkap dan menghentikannya, tapi aku takut kesan dia terhadapku jadi buruk. Jadi, aku hanya membiarkannya. Aku jelas tahu Li Ming melindungi suaminya dan bahkan membuat saudara-saudari tertekan. Ini bukan kasus kerusakan sederhana. Kemanusiaannya jahat, dia tak cocok jadi pemimpin, dan seharusnya dia langsung dilaporkan. Namun, aku kembali memilih diam untuk melindungi status dan citraku. Demi melindungi citraku, aku membalas air susu dengan air tuba. Aku tak melindungi kepentingan gereja. Aku jadi sangat sadar bahwa berusaha bersikap ramah dan mudah didekati tak membantuku mengubah watak rusakku dan justru membuatku makin licik. Aku mengincar perilaku baik bukannya menerapkan kebenaran, memakai kedok untuk menyembunyikan maksud tercelaku dan membuat semua orang mengira aku punya kenyataan kebenaran, penuh kasih dan baik, menipu mereka agar memercayai, menghargai dan menerimaku. Aku menempuh jalan orang Farisi yang munafik dan menentang Tuhan. Jika terus begini, aku akan dikutuk dan disingkirkan Tuhan.

Lalu, aku membaca dua kutipan firman Tuhan lagi. "Dan apa akibatnya jika orang selalu memikirkan kepentingan dirinya sendiri, jika mereka selalu berusaha untuk melindungi harga diri dan kesombongan mereka, jika mereka memperlihatkan watak yang rusak, tetapi tidak mencari kebenaran untuk memperbaikinya? Ini karena mereka tidak memiliki jalan masuk ke dalam kehidupan, karena mereka tidak memiliki pengalaman dan kesaksian nyata. Dan ini berbahaya, bukan? Jika engkau tidak pernah menerapkan kebenaran, jika engkau tidak memiliki pengalaman dan kesaksian, maka pada waktunya, engkau akan disingkapkan dan diusir. Apakah orang yang tidak memiliki pengalaman dan kesaksian ada gunanya di rumah Tuhan? Mereka pasti akan melakukan tugas apa pun dengan buruk; mereka tidak dapat melakukan apa pun dengan benar. Bukankah mereka hanya sampah? Jika orang tidak pernah menerapkan kebenaran setelah bertahun-tahun percaya kepada Tuhan, mereka adalah salah satu dari antara orang-orang tidak percaya, mereka jahat. Jika engkau tidak pernah menerapkan kebenaran, jika pelanggaranmu makin banyak, maka kesudahanmu telah ditentukan. Jelaslah bahwa semua pelanggaranmu, jalan salah yang kautempuh, dan penolakanmu untuk bertobat—semua ini jika digabungkan akan menjadi sekumpulan besar perbuatan jahat; dengan demikian, kesudahanmu adalah engkau akan masuk neraka, engkau akan dihukum. Apakah menurutmu ini masalah sepele? Jika engkau belum dihukum, engkau tidak akan merasakan betapa mengerikannya hal ini. Ketika hari itu tiba dan engkau benar-benar menghadapi bencana, dan engkau dihadapkan dengan kematian, akan terlambat bagimu untuk menyesal. Jika, dalam imanmu kepada Tuhan, engkau tidak menerima kebenaran, jika engkau telah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun, tetapi tidak ada perubahan dalam dirimu, konsekuensi akhirnya adalah engkau akan diusir, engkau akan ditinggalkan" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). "Hanya jika orang bertindak dan berperilaku sesuai dengan firman Tuhan, barulah mereka memiliki dasar yang benar. Jika mereka tidak berperilaku sesuai dengan firman Tuhan, dan hanya berfokus untuk berpura-pura berperilaku baik, dapatkah mereka menjadi orang yang baik sebagai hasilnya? Sama sekali tidak. Perilaku yang baik tidak dapat mengubah esensi orang. Hanya kebenaran dan firman Tuhan-lah yang dapat mengubah watak, pemikiran, dan pendapat orang, dan menjadi hidup mereka. ... Apa yang seharusnya menjadi dasar dari perkataan dan tindakan orang? Firman Tuhan. Jadi, apa tuntutan dan standar Tuhan bagi perkataan dan tindakan orang? (Perkataan itu harus membangun orang lain.) Benar. Yang paling mendasar, engkau harus mengatakan yang sebenarnya, berbicara jujur, dan bermanfaat bagi orang lain. Paling tidak, perkataanmu haruslah mendidik kerohanian orang lain, dan tidak menipu, mengolok-olok, menyesatkan, menyindir, menghina, mempersulit, menyakiti, menyingkapkan kelemahan orang, atau mengejek orang. Inilah yang diungkapkan oleh manusia normal. Inilah kebajikan manusia. ... Selain itu, dalam beberapa percakapan khusus, sangatlah penting untuk secara langsung menyingkapkan kesalahan orang lain dan menangani seta memangkas mereka, sehingga mereka memperoleh pengetahuan tentang kebenaran dan ingin bertobat. Hanya dengan cara demikianlah, hasil yang diinginkan akan tercapai. Cara penerapan ini sangat bermanfaat bagi orang-orang. Ini adalah bantuan yang nyata bagi mereka, dan ini membangun mereka, bukan?" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Apa Arti Mengejar Kebenaran (3)"). Firman Tuhan membuatku gentar. Jika seseorang memilih untuk menjunjung kepentingannya sendiri di segala situasi dan tak pernah menerapkan kebenaan, pelanggarannya makin bertumpuk, dan akhirnya dia akan disingkap dan disingkirkan Tuhan. Bahkan saat aku tahu keselamatan saudara-saudari terancam dan pekerjaan gereja terpengaruh, aku tak menjunjung prinsip dan melindungi pekerjaan gereja, tapi selalu berusaha menjadi orang yang katanya baik. Meski dihormati dan diterima oleh orang lain, aku penjahat di mata Tuhan dan akhirnya akan dibenci dan dihukum oleh-Nya. Aku takut saat menyadari konsekuensi ini dan siap memperbaiki pengejaran sesatku. Firman Tuhan juga menunjukkanku jalan penerapan yang benar. Hanya dengan bertindak dan berkata sesuai firman Tuhan, kita dapat menguntungkan dan membangun orang lain. Tak soal bagaimana kita berbicara, entah dengan suara keras atau lembut, atau sebijak apa pun perkataan kita. Yang terpenting, bicaralah dengan cara yang membangun bagi saudara-saudari. Selama itu orang yang tepat, seseorang yang dapat menerima kebenaran, harus kita bantu dengan kasih. Jika dia tak memahami kebenaran dan merugikan pekerjaan, kita bisa bersekutu dengannya untuk memberi bimbingan dan dukungan. Jika tak ada perbaikan nyata setelah persekutuan, kita bisa menangani dan memangkas dia, menyingkap esensi masalahnya. Meski terdengar kejam dan terlihat tak memedulikan perasaan orang, cara bersikap seperti ini sungguh bisa menguntungkan dan mendukung mereka. Jika mereka antikristus dan penjahat yang mengganggu pekerjaan gereja, kita harus ambil posisi untuk menyingkap dan menghentikan mereka atau melapor ke pemimpin untuk menjunjung pekerjaan gereja dan melindungi saudara-saudari agar tak diganggu dan ditipu. Hanya dengan begitu, kita sungguh menerapkan kebenaran, memperlihatkan kebaikan dan kemanusiaan sejati. Aku juga memperbaiki pandanganku yang keliru. Kupikir, melaporkan seseorang yang melanggar prinsip sama dengan mengadu, menusuk dari belakang, atau tak setia. Ini pandangan yang keliru. Melakukan itu sebenarnya melindungi pekerjaan gereja dan perbuatan baik. Nyatanya, saat aku tahu Li Ming punya masalah serius yang mengekang dan merugikan saudara-saudari, ini adalah masalah prinsip yang merugikan pekerjaan gereja dan seharusnya aku segera memberi tahu pemimpin atas atau bahkan melaporkan dia. Ini bukan menusuk dari belakang, tapi melindungi pekerjaan gereja. Setelah kusadari ini, banyak kekhawatiranku lenyap dan aku jauh lebih tenang.

Lalu, seorang saudara dilaporkan karena dia malas-malasan terus dan menghindari kesulitan apa pun. Setelah orang lain menunjukkan ini dan berulang kali menanganinya, dia masih tak mau menerima. Sesuai prinsip, kami memutuskan dia harus diberhentikan, dan kami harus membedah masalahnya agar dia bisa merenungi diri. Saat itu, kupikir: "Mengungkap masalah seseorang bisa menyinggungnya. Mungkin sebaiknya rekan kerjaku saja yang bersekutu dengannya dan aku bisa lepas tangan. Jika tidak, aku bisa memberinya kesan buruk." Lalu tiba-tiba aku sadar aku mencoba melindungi status dan citraku lagi. Kuingat firman Tuhan, yang berbunyi: "Bagi semua orang yang melaksanakan tugas mereka, sedalam atau sedangkal apa pun pemahaman mereka akan kebenaran, cara penerapan paling sederhana yang dapat digunakan untuk masuk ke dalam kenyataan kebenaran adalah dengan memikirkan kepentingan rumah Tuhan dalam segala sesuatu, dan melepaskan keinginan yang egoistis, niat, motif, kesombongan, dan status pribadi. Prioritaskan kepentingan rumah Tuhan—inilah setidaknya yang harus orang lakukan" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Kebebasan dan Kemerdekaan Hanya Dapat Diperoleh dengan Menyingkirkan Watak yang Rusak"). Firman Tuhan menunjukkanku jalan penerapan. Saat menghadapi masalah, kita harus mengesampingkan keinginan dan reputasi kita, mengutamakan kepentingan gereja dan mengindahkan kehendak Tuhan. Hanya inilah cara bertindak yang jujur dan akan dipuji Tuhan. Setelah memahami tuntutan Tuhan, aku merasa termotivasi. Jadi, aku mengungkap perilaku saudara itu secara detail sesuai firman Tuhan. Aku jauh lebih tenang setelah menerapkan cara ini. Aku sadar hanya dengan menerapkan kebenaran, kita dapat mencapai kedamaian dan kebahagiaan sejati.

Usai mendapat pengalaman ini, aku sangat bersyukur kepada Tuhan. Firman Tuhan-lah yang membantuku melihat betapa konyolnya budaya tradisional yang menekankan untuk bersikap ramah dan mudah didekati serta bahaya yang ditimbulkannya pada orang-orang. Ini juga memungkinkanku mengalami kebebasan karena melepaskan diri dari belenggu budaya tradisional. Syukur kepada Tuhan atas penyelamatan-Nya!

Jika Tuhan telah membantu Anda, apakah Anda mau belajar firman Tuhan, mendekat kepada Tuhan dan terima berkat Tuhan?

Konten Terkait

Tinggalkan Balasan