Memahami Apa Artinya Menjadi Orang Baik

24 November 2022

Oleh Saudari Ye Ying, Myanmar

Sejak kecil, orang tuaku mengajariku untuk berlaku adil, masuk akal, baik kepada orang, memahami kesulitan orang lain, dan tak pilih kasih. Kata orang, itulah yang membuat seseorang menjadi orang baik, dan akan dihormati dan dihargai orang lain. Aku pun pikir itulah cara yang baik menjadi seperti itu, dan sering mengingatkan diriku untuk berbelas kasih dan baik hati. Aku tak pernah berkonflik dengan keluargaku dan warga desa, dan sangat peduli dengan bagaimana orang lain melihatku. Sesama warga desa sering memujiku, katanya aku punya kemanusiaan yang baik dan pengertian, dan tak bertengkar dengan siapa pun saat mereka menyinggungku. Pujian semacam ini membuatku sangat senang. Kupikir bahwa sebagai pribadi, aku harus bersikap ramah seperti itu, dan harus memahami bahkan saat seseorang salah. Aku yakin ini adalah standar untuk menjadi orang baik. Aku terus bertindak seperti itu setelah menjadi orang percaya juga.

Lalu, pada November 2021, aku terpilih sebagai diaken gereja dan mulai menyebarkan Injil dengan beberapa saudara-saudari lainnya. Salah satunya, Saudara Wang, berasal dari desa yang sama denganku. Dia punya kualitas dan nalarnya sangat jelas dalam persekutuannya saat mewartakan Injil. Dia menjelaskan dengan contoh untuk membantu pemahaman orang yang menyelidiki jalan yang benar. Tapi ternyata dia agak congkak dan tidak suka menerima saran orang lain. Juga, sering kali dia tidak mengikuti prinsip dalam tugasnya dan tidak meninggikan dan bersaksi tentang Tuhan dalam pekerjaan Injilnya, tapi berbicara banyak tentang berapa banyak orang yang telah dia tobatkan. Semua saudara-saudari suka mendengarkan dia berkhotbah dan sangat memujanya. Pernah ada yang sedang menyelidiki jalan yang benar memujinya karena kualitasnya baik dan bagus berkhotbah. Aku perhatikan dia meninggikan dirinya dan sedikit pamer, dan dalam pewartaan Injilnya, dia tidak fokus bersaksi tentang pekerjaan Tuhan pada akhir zaman atau memperbaiki gagasan religius orang. Aku ingin menyampaikan ini kepada Saudara Wang, tapi setelah berpikir, kuputuskan untuk menunggu sedikit lebih lama. Aku ingin Saudara Wang tahu bahwa aku ini orang yang baik dan rasional yang tidak menghiraukan setiap masalah kecil yang kulihat. Kupikir aku harus mendorong dan membantunya lebih banyak. Lalu, pemimpin sering mengirimkan kelompok kami prinsip-prinsip yang relevan untuk mewartakan Injil dan aku secara tersirat bersekutu sedikit tentang hal-hal terkait dengan perilaku Saudara Wang. Aku harap dia akan menyadari masalahnya melalui persekutuan itu. Aku ingin mengemukakan masalahnya lagi, tapi kupikir karena dia adalah orang yang agak congkak, mungkin dia tak terima saranku. Aku khawatir dia akan berpikir aku tidak rasional dan tidak baik, dan akan punya kesan buruk tentangku. Jika kami menemui jalan buntu dalam hubungan kami dan tidak bisa bekerja sama dengan baik, citraku sebagai orang baik akan hancur. Pada pemikiran ini, aku hanya diam. Aku merasa agak buruk saat itu, jadi aku berdoa memohon kekuatan kepada Tuhan untuk menerapkan kebenaran. Setelah itu, aku, Saudara Wang, dan beberapa saudara-saudari pergi ke sebuah desa untuk mewartakan Injil. Kuperhatikan Saudara Wang masih pamer dalam persekutuannya, bicara tentang bagaimana dia tak peduli dengan uang dan bekerja keras untuk Tuhan, tapi tak fokus pada mempersekutukan kebenaran. Dalam perjalanan pulang, kuberanikan diri bilang kepadanya, "Kau tak memasuki prinsip-prinsip dalam khotbah dan kesaksianmu. Kau perlu fokus mempersekutukan kebenaran dengan calon penerima Injil, membawa mereka ke hadapan Tuhan—" Sebelum aku selesai bicara, dia menjawab, "Tak ada yang salah dengan persekutuanku. Kau terlalu banyak berpikir." Aku takut melukai harga dirinya jika aku bicara lagi, dan merusak hubungan kami. Aku pun khawatir akan terlihat buruk di matanya dan itu akan merusak citra positifku, jadi aku tidak sambung bicara. Aku rasa itu sudah cukup baik dan dia bisa secara bertahap menyadarinya sendiri. Lalu aku tahu bahwa meski kami sibuk sepanjang waktu, hasil pekerjaan Injil kami tidak baik. Beberapa orang di desa itu tertarik, tapi masih tidak mengerti banyak hal setelah mendengar persekutuan Saudara Wang beberapa kali. Juga, mereka terpengaruh oleh rumor, memiliki gagasan, dan tidak ingin menyelidikinya lagi. Beberapa orang sungguh mengagumi Saudara Wang, hanya ingin mendengarkan persekutuannya, dan tak mau mendengarkan persekutuan orang lain. Melihat ini membuatku sangat tidak nyaman, dan aku merasa sangat bersalah. Masalah-masalah ini banyak berhubungan dengan Saudara Wang. Jika aku mengemukakan masalahnya lebih awal, dia bisa menyadarinya dan berubah, maka pekerjaan Injil kami tidak akan terganggu. Setelah itu, saat aku sungguh ingin mengemukakannya, aku khawatir lagi bahwa itu akan merusak hubungan kami, dan aku merasakan konflik batin. Aku pikir aku bisa bicara dengan pemimpin dan meminta dia bersekutu dengannya, maka kerja sama kami dalam tugas tidak akan terpengaruh, dan kami masih bisa akur. Jadi, aku berbicara dengan pemimpin tentang apa yang terjadi dengan Saudara Wang. Dia menemukan beberapa firman Tuhan yang relevan dan menyuruh kami mendalaminya bersama-sama, dan tampaknya Saudara Wang agak berubah. Jadi, aku biarkan saja.

Suatu kali, kusampaikan masalah ini kepada saudari lain. Dia bilang aku selalu melindungi hubunganku dengan orang lain, dan itu adalah tanda menjadi penyenang orang. Tapi awalnya aku tidak sependapat. Kupikir tak mungkin aku ini penyenang orang, karena mereka licik, dan aku tak pernah bertindak licik, jadi bagaimana aku bisa seperti mereka? Saat itu aku tak mau menerima umpan baliknya, tapi aku juga tahu bahwa ada pelajaran yang bisa kupetik dari perkataannya. Aku berdoa memohon bimbingan Tuhan untuk mengenal diriku. Lalu aku membaca firman Tuhan ini: "Perilaku dan cara orang memperlakukan orang lain haruslah didasarkan pada firman Tuhan; ini adalah prinsip paling dasar bagi perilaku manusia. Bagaimana orang bisa menerapkan kebenaran jika mereka tidak memahami prinsip-prinsip perilaku manusia? Menerapkan kebenaran bukanlah mengucapkan kata-kata kosong dan meneriakkan slogan. Apa pun yang mungkin orang hadapi dalam hidup ini, selama itu melibatkan prinsip-prinsip perilaku manusia, sudut pandang mengenai peristiwa, atau hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas mereka, mereka dihadapkan dengan pilihan, dan mereka harus mencari kebenaran, mereka harus mencari dasar dan prinsip di dalam firman Tuhan, dan kemudian mereka harus mencari jalan penerapannya; orang yang mampu menerapkan dengan cara ini adalah orang yang mengejar kebenaran. Jika orang mampu mengejar kebenaran dengan cara ini, sebesar apa pun kesulitan yang dihadapinya, orang itu sedang menempuh jalan Petrus dan jalan mengejar kebenaran. Sebagai contoh: prinsip apakah yang harus orang ikuti ketika berinteraksi dengan orang lain? Sudut pandangmu yang semula adalah engkau tidak boleh menyinggung siapa pun, tetapi menjaga perdamaian dan menghindari membuat siapa pun dipermalukan sehingga di masa depan semua orang dapat hidup rukun. Jika engkau dibatasi oleh sudut pandang ini, ketika engkau melihat seseorang melakukan sesuatu yang buruk, melakukan kesalahan, atau melakukan tindakan yang bertentangan dengan prinsip, engkau pasti lebih memilih untuk menoleransi hal itu daripada membicarakannya dengan orang tersebut. Karena dibatasi oleh sudut pandangmu, engkau menjadi enggan untuk menyinggung siapa pun. Dengan siapa pun engkau berhubungan, karena terhalang oleh pemikiran tentang reputasi, emosi, atau perasaan yang telah bertumbuh selama bertahun-tahun engkau berinteraksi dengannya, engkau akan selalu mengatakan hal-hal yang baik untuk menyenangkan hati orang tersebut. Ketika ada hal-hal yang kauanggap tidak memuaskan, engkau juga membiarkannya; engkau hanya secara diam-diam melepaskan sedikit kekesalanmu, melontarkan beberapa umpatan, tetapi ketika bertemu langsung dengan mereka, engkau tidak mengatakan apa pun yang menegur mereka dan tetap mempertahankan hubunganmu dengan mereka. Apa pendapatmu tentang perilaku seperti itu? Bukankah itu perilaku orang yang selalu setuju dengan pemimpinnya? Bukankah ini sangat licik? Itu melanggar prinsip berperilaku. Jadi, bukankah bertindak seperti itu hina? Orang yang bertindak seperti ini bukanlah orang baik ataupun mulia. Sebanyak apa pun engkau telah menderita, dan berapa pun harga yang telah kaubayar, jika engkau berperilaku tanpa prinsip, engkau telah gagal dan tidak akan mendapat perkenanan di hadapan Tuhan, ataupun diingat oleh-Nya, ataupun menyenangkan Dia" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Untuk Melaksanakan Tugas dengan Baik, Orang Setidaknya Harus Memiliki Hati Nurani dan Nalar"). Aku merenungkan diriku menurut terang firman Tuhan. Kurasa aku bukan penyenang orang, tapi bagaimana tindakanku sebenarnya? Selama waktu itu, aku telah melihat Saudara Wang banyak pamer dalam pekerjaan Injilnya dan aku seharusnya menunjukkan masalah itu untuk membantunya mengenal dirinya dan bertugas sesuai prinsip, tapi aku khawatir berbicara blak-blakan akan merusak hubungan kami. Jadi aku selalu menjaga perasaannya dan tidak berani bicara terlalu blak-blakan. Aku bahkan ingin lebih menyemangatinya untuk mengesankan dia bahwa aku ini orang baik, dan membuatnya menghormatiku. Tapi sebenarnya aku tahu bahwa saat bekerja sama dengan saudara-saudari dalam suatu tugas, saat melihat masalah, kita perlu menunjukkannya, melengkapi kelemahan orang lain, dan mendukung pekerjaan gereja bersama. Tetapi aku sengaja melakukan hal yang salah dan tidak menerapkan kebenaran. Akibatnya Saudara Wang tidak mengenali masalahnya sendiri dan terus pamer sambil mewartakan Injil tanpa berfokus pada persekutuan tentang kebenaran. Itu berarti gagasan agama dari orang-orang yang mencari jalan yang benar tidak terselesaikan dan beberapa orang berhenti menghadiri pertemuan ketika mereka merasa terganggu. Aku melihat dampaknya pada pekerjaan dan merasa bersalah, tapi aku takut dia menjadi bias terhadapku jika aku berterus terang, dan itu akan merusak hubungan kami. Jadi aku dengan licik meminta seorang pemimpin bersekutu dengannya sehingga aku tak perlu menyinggung perasaannya. Aku sadar aku mencoba melindungi hubungan dengan orang lain dan memanjakan mereka dalam tugasku, sama sekali tak menjunjung tinggi kepentingan gereja dan tak punya rasa kebenaran, dan aku tidak terlalu berprinsip. Aku sama sekali bukan orang yang menerapkan kebenaran. Bukankah itu persis bagaimana penyenang orang bertindak? Setelah itu, kubaca sebuah bagian firman Tuhan yang mengungkap antikristus. "Dilihat dari luar, perkataan antikristus tampak sangat baik, beradab, dan terhormat. Siapa pun yang melanggar prinsip, yang suka ikut campur dan mengganggu dalam pekerjaan gereja, tidak akan disingkapkan atau dikritik, siapa pun mereka; antikristus berpura-pura tidak melihat, membiarkan orang berpikir bahwa mereka murah hati dalam segala hal. Setiap kerusakan dan perbuatan orang yang menjijikkan ditanggapi dengan kebaikan dan toleransi. Mereka tidak menjadi marah, atau meledak dalam kemarahan, mereka tidak akan gusar dan menyalahkan orang ketika mereka melakukan sesuatu yang salah dan merugikan kepentingan rumah Tuhan. Siapa pun yang melakukan kejahatan dan mengganggu pekerjaan rumah Tuhan, mereka tidak mengindahkannya, seolah-olah ini tidak ada kaitannya dengan mereka, dan mereka tidak akan pernah menyinggung orang karena hal itu. Apa yang paling mereka pedulikan? Mereka paling memedulikan berapa banyak orang yang menghormati mereka, dan berapa banyak orang yang melihat mereka ketika mereka menderita, dan mengagumi mereka karenanya. Antikristus yakin bahwa penderitaan tidak boleh sia-sia; seberat apa pun kesukaran yang mereka tanggung, berapa pun harga yang harus mereka bayar, perbuatan baik apa pun yang mereka lakukan, betapa pun peduli, perhatian, dan penuh kasihnya mereka terhadap orang lain, semua ini harus dilakukan di depan orang lain, harus ada lebih banyak orang yang melihatnya. Dan apa tujuan mereka bertindak demikian? Untuk memenangkan hati orang, membuat orang merasa kagum dan setuju atas tindakan mereka, terhadap perilaku mereka, terhadap karakter mereka" (Firman, Vol. 3, Menyingkapkan Antikristus, "Bab Sembilan: Mereka Melakukan Tugas Mereka Hanya untuk Membedakan Diri Mereka Sendiri dan Memuaskan Kepentingan dan Ambisi Mereka Sendiri; Mereka tidak Pernah Mempertimbangkan Kepentingan Rumah Tuhan, dan Bahkan Menjual Kepentingan Tersebut sebagai Ganti Kemuliaan Pribadi (Bagian Sepuluh)"). Aku merasa sangat bersalah setelah membaca firman Tuhan, seolah-olah Tuhan ada tepat di depanku, mengungkapkan watak jahatku. Aku merenungkan aku selalu berusaha menjadi orang yang penyayang dan baik hati karena aku merasa, melakukan itu akan membuat aku dihormati, dipuji, dan disukai oleh orang lain. Aku juga seperti itu saat melakukan tugas dengan saudara-saudari lainnya. Aku tak mau mengatakan apa pun secara terbuka untuk mengungkapkan masalah Saudara Wang, takut aku akan merusak reputasinya dan kami tidak akan akur setelah itu. Tapi nyatanya, yang kulakukan adalah untuk melindungi nama dan statusku sendiri. Aku menggunakan kebaikan munafik untuk menyamar dan membuat diriku terlihat baik, untuk menjilat sehingga orang akan berpikir aku penyayang, sabar, toleran, dan orang yang baik hati. Tapi aku tidak menggubris apakah pekerjaan gereja atau kehidupan saudara-saudari dirugikan. Baru saat itulah aku sadar betapa licin dan liciknya aku. Sepertinya aku tak pernah menyinggung siapa pun, seperti aku adalah orang baik, tapi ternyata, aku punya motif keji di balik tindakanku. Aku mengelabui orang dan menipu Tuhan. Aku sadar aku punya watak yang sama dengan antikristus, menjunjung tinggi citra dan statusku sendiri dengan mengorbankan pekerjaan gereja, dan akan sangat berbahaya bila tetap berada di jalan itu. Aku akan makin jauh dari Tuhan dan akhirnya diusir oleh-Nya! Setelah menyadari hal ini, aku sungguh membenci diriku, dan merasa sangat kesal. Aku berdoa, "Tuhan, aku selalu menyamarkan diri dan membuat diriku terlihat baik, dengan fokus menciptakan citra positif. Aku tak ingin berada di jalan ini. Bimbinglah aku untuk meninggalkan watak rusakku."

Aku membaca lebih banyak firman Tuhan setelah itu. "Standar yang dipergunakan manusia untuk menghakimi manusia lain didasarkan pada perilakunya; orang yang perilakunya baik adalah orang benar, sementara orang yang perilakunya keji adalah orang jahat. Standar yang Tuhan pakai untuk menghakimi manusia didasarkan pada apakah esensi mereka tunduk kepada-Nya atau tidak; orang yang tunduk kepada Tuhan adalah orang benar, sedangkan orang yang tidak tunduk kepada Tuhan adalah musuh dan orang jahat, terlepas dari apakah perilaku orang ini baik atau buruk dan terlepas dari apakah ucapan orang ini benar atau salah" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tuhan dan Manusia akan Masuk ke Tempat Perhentian Bersama-sama"). "Mungkin saja selama bertahun-tahun beriman kepada Tuhan, engkau belum pernah mengutuki siapa pun atau melakukan sesuatu yang jahat, tetapi dalam persekutuanmu dengan Kristus, engkau tidak mampu mengatakan kebenaran, berlaku jujur, atau menaati firman Kristus; dalam hal itu, Kukatakan bahwa engkau orang paling jahat dan berbahaya sedunia. Engkau mungkin sangat ramah dan setia kepada keluarga, sahabat, isteri (atau suami), putra-putri, dan orang tuamu, dan tidak pernah memanfaatkan orang lain, tetapi jika engkau tidak mampu menjadi sesuai dengan Kristus, jika engkau tidak mampu berinteraksi secara harmonis dengan-Nya, maka sekalipun engkau menolong sesamamu dengan semua yang ada padamu atau merawat ayah, ibu, dan anggota keluargamu dengan cermat, Aku akan tetap menyebutmu jahat, dan terlebih lagi, menyebutmu penuh dengan tipu muslihat yang licik" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Semua Orang yang Tidak Mengenal Tuhan adalah Orang-Orang yang Menentang Tuhan"). Dari firman Tuhan aku bisa melihat standar orang untuk mengukur orang lain didasarkan pada seberapa baik mereka berperilaku. Mereka yang berperilaku baik adalah orang baik, sedangkan yang berperilaku jahat adalah orang jahat. Tetapi standar Tuhan untuk itu didasarkan pada apakah seseorang mengikuti jalan Tuhan, dan pada esensi dan sikap mereka terhadap penyerahan diri kepada Tuhan. Seharusnya tidak ditentukan berdasarkan seberapa baik perilaku luar mereka. Penyingkapan firman Tuhan langsung menyentuh hatiku. Sejak masih kecil, dengan anggota keluarga dan dengan orang lain, aku tak pernah berdebat atau memulai konflik dengan siapa pun. Meski seseorang mulai berdebat denganku, aku akan menyelesaikannya dengan menenangkan mereka. Sesama warga desa selalu memujiku sebagai orang yang baik dan aku juga berpikir menjadi seperti itu berarti aku telah mencapai standar orang baik. Sekarang menjadi jelas bagiku bahwa meski tak tampak melakukan kejahatan, aku tak jujur dalam perkataan atau perbuatan. Aku tahu Saudara Wang melakukan tugasnya tanpa prinsip dan selalu pamer, yang memengaruhi efektivitas kerja kami. Dan untuk melindungi citraku sebagai orang baik, aku tidak mengungkapkan atau membantunya, dan tidak menjunjung tinggi kepentingan gereja. Jadi meski orang lain menganggap aku orang baik, di hadapan Tuhan, aku masih menentang Dia dan kebenaran, dan semua yang kulakukan adalah kejahatan. Aku paham bahwa menilai baik-buruknya seseorang berdasarkan perilaku luar bukan standar yang tepat. Beberapa orang tampaknya melakukan banyak hal baik, tapi mereka sangat menentang dan mengutuk pekerjaan dan firman Tuhan. Mereka pelaku kejahatan. Aku ingat seorang saudari yang bekerja denganku. Yang aku tahu, dia tak peduli apa perkataannya hangat atau baik, tapi dia dapat menerima kebenaran dan mencari cara untuk bertugas sesuai dengan prinsip kebenaran. Dia mengatakan apa yang perlu dikatakan saat melihat orang tidak bertindak sesuai dengan kebenaran. Dia mampu menunjukkan masalah kepada orang lain dan memiliki rasa kebenaran. Memikirkan hal ini membuat aku bertekad untuk berhenti mengikuti perspektif keliruku yang mencoba terlihat seperti orang baik, tapi harus hidup sesuai kebenaran firman Tuhan, dan berusaha menjadi orang yang sungguh baik.

Aku membaca firman Tuhan yang memberiku jalan penerapan. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Yang paling harus berusaha untuk dicapai manusia adalah menjadikan firman Tuhan sebagai dasar hidup mereka, dan kebenaran sebagai kriteria mereka; hanya dengan cara demikianlah mereka dapat hidup dalam terang dan hidup seperti manusia normal. Jika engkau ingin hidup dalam terang, engkau harus bertindak sesuai dengan kebenaran; jika engkau ingin menjadi orang yang jujur, engkau harus mengucapkan perkataan yang jujur dan melakukan hal-hal yang jujur. Hanya jika engkau memiliki prinsip kebenaran, barulah ada dasar bagi caramu berperilaku; begitu orang kehilangan prinsip kebenaran, dan hanya berfokus pada perilaku yang baik, ini pasti akan menimbulkan kepalsuan dan kepura-puraan. Jika tidak ada prinsip bagi cara orang berperilaku, maka sebaik apa pun perilaku mereka, mereka adalah orang-orang yang munafik; mereka mungkin mampu menipu orang lain untuk sementara waktu, tetapi mereka tidak akan pernah dapat dipercaya. Hanya jika orang bertindak dan berperilaku sesuai dengan firman Tuhan, barulah mereka memiliki dasar yang benar. Jika mereka tidak berperilaku sesuai dengan firman Tuhan, dan hanya berfokus untuk berpura-pura berperilaku baik, dapatkah mereka menjadi orang yang baik sebagai hasilnya? Sama sekali tidak. Perilaku yang baik tidak dapat mengubah esensi orang. Hanya kebenaran dan firman Tuhan-lah yang dapat mengubah watak, pemikiran, dan pendapat orang, dan menjadi hidup mereka. ... Terkadang, sangat penting untuk menunjukkan dan mengkritik kekurangan, kelemahan, dan kesalahan orang lain secara langsung. Ini sangat bermanfaat bagi orang-orang. Ini adalah bantuan yang nyata bagi mereka, dan ini membangun mereka, bukan? Katakanlah, misalnya, engkau sangat keras kepala dan congkak. Engkau tidak pernah menyadari tentang hal ini, tetapi seseorang yang mengenalmu dengan baik bicara terus terang dan memberitahumu masalahnya. Engkau berkata dalam hatimu, 'Apakah aku ini keras kepala? Apakah aku ini congkak? Tak seorang pun berani memberitahuku, mereka malah memaklumiku. Bahwa orang itu bisa memberitahuku hal seperti itu menunjukkan bahwa itu memang benar. Aku harus meluangkan waktu untuk merenungkan hal ini.' Setelah itu, katakanlah kepada orang itu, 'Orang lain hanya mengatakan hal-hal baik kepadaku, mereka memuji-mujiku, tak pernah seorang pun berterus terang kepadaku, tak pernah seorang pun menunjukkan kekurangan dan masalah dalam diriku ini. Hanya engkaulah yang bisa memberitahukannya kepadaku, mengatakannya dengan terus terang. Ini bagus sekali, sangat membantuku.' Inilah artinya berterus terang, bukan? Sedikit demi sedikit, orang itu menyampaikan kepadamu apa yang ada dalam pikiran mereka, pemikiran mereka tentangmu, dan pengalaman mereka tentang gagasan, imajinasi, kenegatifan dan kelemahan mereka dalam hal ini, dan mampu melepaskan diri darinya lewat mencari kebenaran. Inilah percakapan yang berterus terang itu, inilah percakapan dari hati ke hati. Singkatnya, apa prinsip berbicara? Prinsipnya adalah: katakanlah apa yang ada dalam hatimu, dan suarakan pengalamanmu yang sebenarnya serta apa yang sebenarnya kaupikirkan. Perkataan inilah yang paling bermanfaat bagi orang-orang, yang membekali mereka, yang membantu mereka, perkataan inilah yang positif. Jangan lagi mengatakan perkataan palsu, perkataan yang tidak bermanfaat atau tidak mendidik kerohanian orang; perkataan yang berprinsip tidak akan membahayakan atau menjebak mereka, tidak akan menjerumuskan mereka ke dalam kenegatifan ataupun berdampak negatif. Engkau harus mengatakan hal-hal yang positif. Sebisa mungkin, engkau harus berusaha untuk membantu orang, bermanfaat bagi mereka, membekali mereka, menghasilkan dalam diri mereka iman yang sejati kepada Tuhan; dan engkau harus memungkinkan orang untuk terbantu, dan memperoleh banyak dari pengalamanmu akan firman Tuhan dan dari caramu memecahkan masalah, dan memampukan mereka memahami jalan mengalami pekerjaan Tuhan dan masuk ke dalam realitas kebenaran, memungkinkan mereka masuk ke dalam hidup dan membuat hidup mereka bertumbuh—yang merupakan efek dari perkataanmu yang berprinsip, dan mendidik kerohanian orang-orang" (Firman, Vol. 6, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Apa Arti Mengejar Kebenaran (3)"). Aku menemukan prinsip untuk berperilaku dalam firman Tuhan. Kita harus menjadi orang yang jujur sesuai dengan firman Tuhan. Saat melihat masalah orang, kita harus menunjukkan dan membantu mereka, yang dapat menguntungkan mereka. Kita harus mendukung pekerjaan gereja dan membangun kerohanian orang. Aku ingin segera menerapkan kebenaran begitu aku memahami jalan ini, untuk membicarakan masalah Saudara Wang dari hati ke hati. Aku tahu ini agar dia bisa memperbaiki sikapnya terhadap tugasnya dan belajar tentang watak rusak dan kekurangannya dalam tugasnya. Itu untuk membantunya. Jadi aku mencari dia, siap untuk membicarakan masalahnya dengan dia. Saat itu, aku khawatir lagi tentang apa yang akan dia pikirkan tentangku. Tetapi kupikirkan bagaimana baru-baru ini aku tak menerapkan kebenaran, yang merugikan pekerjaan kami, dan aku merasa sangat bersalah. Aku tahu Tuhan memeriksa pikiran dan perbuatanku dan aku harus menjadi orang yang jujur. Aku tidak boleh melindungi citraku dan menolak kebenaran lagi. Pikiran ini memberiku keberanian untuk meninggalkan watak rusakku dan dengan jujur berbicara dengan Saudara Wang tentang masalahnya. Tak disangka, dia mendengarkanku dan bisa menerimanya, lalu dia berkata, "Aku belum sepenuhnya memahami beberapa prinsip. Nanti tolong beri tahu aku tentang masalah apa pun yang kau lihat. Kita dapat saling membantu dan bertugas dengan baik bersama-sama." Aku senang mendengarnya mengatakan ini, dan sangat bersyukur kepada Tuhan. Aku juga merasa malu dan menyesal karena tidak menerapkan kebenaran sebelumnya. Jika aku membicarakan ini dengannya sebelumnya, kami dapat meningkatkan hasil kerja kami lebih cepat, dan dia akan menyadari watak rusaknya lebih awal. Lalu aku sungguh mengalami bahwa menerapkan kebenaran bermanfaat bagi orang lain, diri kita, dan tugas kita. Sekarang saat melihat masalah saudara-saudari, aku secara proaktif menunjukkannya karena inilah menerapkan kebenaran, dan itu membantu mereka. Aku juga mengalami bahwa hidup sesuai dengan tuntutan Tuhan dan melakukan sesuatu dengan prinsip kebenaran adalah satu-satunya cara untuk menerapkan kebenaran dan menjadi orang baik.

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Rasa Sakit yang Tak Terelakkan

Oleh Saudara Qiu Cheng, Tiongkok Saat berusia 47 tahun, penglihatanku mulai memburuk dengan cepat. Dokter bilang jika tak merawat mataku,...