Apakah Tindakan yang Bijaksana untuk Mendiamkan atas Kesalahan Orang Lain?

10 Februari 2025

Pada bulan April 2023, aku secara tidak sengaja melihat evaluasi pemimpin terhadapku, yang mengatakan bahwa aku adalah penyenang orang dan bahwa aku tidak memiliki rasa keadilan. Evaluasi itu menyebutkan bahwa aku telah melihat beberapa rekan kerja hidup dalam watak rusak yang memengaruhi pekerjaan mereka, tetapi aku tidak bersekutu atau menunjukkannya; evaluasi itu menyatakan bahwa aku tidak melindungi kepentingan gereja dan bahwa kemanusiaanku tidak begitu baik. Aku merasa agak kecewa saat melihat evaluasi pemimpin itu. Kupikir, "Aku dan rekan-rekanku selalu memiliki hubungan harmonis dan tidak pernah melakukan apa pun untuk menyiksa dan menekan siapa pun. Terkadang aku bersekutu dan menunjukkan masalah yang kuamati pada rekan kerjaku. Meskipun kemanusiaanku tidak sempurna, tentu setidaknya itu tergolong rata-rata. Mereka hidup dalam watak yang rusak dan gagal mengenali diri sendiri karena mereka tidak berjuang untuk kebenaran; bagaimana itu menjadi tanggung jawabku? Bagaimana mungkin pemimpin mengatakan bahwa aku memiliki kemanusiaan yang buruk?" Sulit untuk menggambarkan betapa dalamnya rasa sakit yang kurasakan; seperti menumpahkan botol berisi campuran rasa; aku tidak bisa mengatakan perasaan apa itu. Meskipun aku telah bertahun-tahun beriman kepada Tuhan, pemimpin telah mengevaluasi kinerjaku yang konsisten sebagai penyenang orang yang tidak melindungi kepentingan rumah Tuhan dan memiliki kemanusiaan yang buruk. Jika demikian, apakah watakku masih bisa diubah? Selama hari-hari itu, setiap kali aku memikirkan kata-kata pemimpin, rasanya seperti pisau yang menusuk jantungku. Aku tidak bisa menghentikan air mata yang mengalir dan aku kehilangan motivasi untuk melakukan apa pun. Namun, aku menyadari bahwa masih ada banyak masalah dalam pekerjaanku; bukankah dengan mundur ke dalam hal-hal negatif pada saat ini akan makin mengungkapkan bahwa aku tidak memiliki kemanusiaan? Jadi, aku memaksa diriku untuk melaksanakan tugasku dan berdoa kepada Tuhan, bertekad untuk tunduk terlebih dahulu pada situasi yang kuhadapi seperti ini dan merenungkan diriku sendiri untuk memetik pelajaran darinya.

Kemudian, aku merenungkan mengapa orang lain mengatakan bahwa aku adalah penyenang orang yang tidak melindungi kepentingan rumah Tuhan. Aku teringat kembali pada kejadian beberapa tahun lalu, saat aku berinteraksi dengan beberapa rekan kerja. Pada tahun 2019, aku bekerja sama dengan Xiaozhen, yang bertanggung jawab atas pekerjaan tulis-menulis. Selama waktu itu, Xiaozhen hidup dengan sikap defensif, merasa bahwa wataknya yang congkak itu serius, dan jika dia terus mengacaukan serta mengganggu pekerjaan berdasarkan watak rusaknya, tidak akan ada kesudahan dan tempat tujuan yang baik untuknya. Akibatnya, dia sangat pasif dalam melaksanakan tugasnya dan jarang berpartisipasi dalam diskusi kami. Aku tahu Xiaozhen bersikap defensif dan salah paham. Dia sebenarnya memiliki beberapa kemampuan kerja dan dapat melakukan beberapa pekerjaan jika keadaannya normal. Aku ingin menunjukkan masalah-masalahnya. Namun, kupikir, karena dia baru saja mulai melakukan penerapan, bukankah dengan menunjukkan masalahnya akan membuatku tampak tidak pengertian dan menuntut? Jika dia memiliki pikiran negatif tentangku, bagaimana kami akan rukun di masa depan? Jadi, aku hanya memberinya nasihat sederhana, "Kita tidak boleh selalu hidup dalam watak yang rusak; kita harus secara aktif dan proaktif belajar tentang keterampilan kerja kita dan berusaha untuk terus berkembang." Kemudian, melihat keadaannya tidak kunjung membaik, kupikir, "Aku sudah mengingatkanmu, tetapi jika kau tidak masuk, tidak ada yang bisa kulakukan." Jadi, aku tidak bersekutu lebih lanjut. Akhirnya, kondisi Xiaozhen tidak kunjung membaik, dan dia diberhentikan karena tidak efektif dalam tugasnya. Ada seorang saudari lain, Lin Lin, yang melihat rekan barunya, Saudara Yang Zhi, lebih terampil dalam pekerjaannya dan memahami beberapa prinsip, jadi merasa rendah diri dan kurang proaktif dalam tugasnya. Dalam sebuah persekutuan, dia berterus terang tentang keadaannya dan bahkan menangis. Ketika melihat bahwa dia terlalu peduli dengan reputasi dan status, awalnya aku ingin menganalisis natur dan konsekuensi dari mengejar hal-hal ini baginya, tetapi kupikir dia sudah sangat tertekan, dan jika aku menunjukkan masalahnya secara langsung, mungkin akan mempermalukannya dan membuatnya berpikir bahwa aku tidak bersimpati. Bagaimana kami akan rukun di masa depan? Jadi, dengan entengnya kukatakan, "Jangan selalu terpaku pada reputasi dan status; cobalah untuk belajar dari kelebihan orang lain saat bekerja sama." Belakangan, Lin Lin masih belum mendapatkan banyak pemahaman tentang natur dan konsekuensi dari mengejar reputasi serta status. Keadaannya terkadang baik dan terkadang buruk. Dia sangat pasif dalam tugasnya dan akhirnya diberhentikan juga.

Ketika mengingat kembali berbagai momen saat bekerja sama dan berkumpul dengan beberapa saudari serta merenungkan diriku sendiri sesuai firman Tuhan, aku memperoleh pemahaman tentang keadaanku sendiri. Aku membaca satu bagian dari firman Tuhan: "Kebanyakan orang ingin mengejar dan menerapkan kebenaran, tetapi seringkali mereka hanya memiliki tekad dan keinginan untuk melakukannya; kebenaran belum menjadi hidup mereka. Akibatnya, saat mereka bertemu kekuatan jahat atau menghadapi orang-orang jahat dan tidak baik yang melakukan perbuatan jahat, atau para pemimpin palsu dan antikristus melakukan sesuatu dengan cara yang melanggar prinsip—sehingga mengganggu pekerjaan gereja, dan merugikan umat pilihan Tuhan—mereka kehilangan keberanian untuk berdiri dan angkat bicara. Apa artinya saat engkau tidak punya keberanian? Apakah itu berarti bahwa engkau malu atau sukar berbicara? Atau apakah engkau tidak memahami hal itu sepenuhnya, dan karenanya tidak memiliki kepercayaan diri untuk berbicara? Bukan keduanya; ini terutama adalah akibat dirimu dikekang oleh watak yang rusak. Salah satu watak rusak yang kauperlihatkan adalah watak licik; ketika sesuatu terjadi padamu, hal pertama yang kaupikirkan adalah kepentinganmu sendiri, hal pertama yang kaupertimbangkan adalah akibatnya, apakah ini akan bermanfaat bagimu atau tidak. Ini adalah watak licik, bukan? Yang lainnya adalah watak yang egois dan hina. Engkau berpikir, 'Apa hubungannya dirugikannya kepentingan rumah Tuhan dengan diriku? Aku bukan pemimpin, jadi mengapa aku harus peduli? Itu tidak ada hubungannya denganku. Itu bukan tanggung jawabku.' Pemikiran dan perkataan seperti itu bukanlah sesuatu yang secara sadar kaupikirkan, tetapi dihasilkan oleh alam bawah sadarmu—yaitu watak rusak yang tersingkap ketika orang menghadapi suatu masalah. Watak yang rusak seperti ini mengendalikan caramu berpikir, itu mengikat tangan dan kakimu, dan mengendalikan apa yang kaukatakan. Di dalam hatimu, engkau ingin berani bertindak dan angkat bicara, tetapi engkau memiliki keraguan, dan bahkan ketika berbicara, engkau bertele-tele, dan perkataanmu bisa saja berubah sesuai keadaan, atau engkau berbohong dan tidak mengatakan yang sebenarnya. Orang yang berpandangan jernih bisa melihat hal ini; sebenarnya, engkau tahu di dalam hatimu bahwa engkau belum mengatakan semua yang seharusnya kaukatakan, bahwa apa yang telah kaukatakan tidak ada efeknya, bahwa engkau hanya asal-asalan, dan bahwa masalahnya belum teratasi. Engkau belum memenuhi tanggung jawabmu, tetapi engkau berkata secara terang-terangan bahwa engkau telah memenuhi tanggung jawabmu, atau bahwa apa yang sedang terjadi tidak jelas bagimu. Apakah ini benar? Dan apakah ini yang sebenarnya kaupikirkan? Bukankah itu berarti engkau sepenuhnya berada di bawah kendali watak Iblis dalam dirimu?" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Setelah merenungkan firman Tuhan, aku merasa bahwa Tuhan benar-benar memeriksa kedalaman hati manusia dan telah menyingkapkan niat terdalamku. Aku teringat ketika bekerja sama dengan beberapa rekan kerja, aku tidak benar-benar menunjukkan masalah mereka. Bahkan ketika bersekutu, aku terkadang hanya memberikan beberapa nasihat sederhana atau menganggap remeh permasalahan mereka. Aku tidak berani untuk menunjukkan dengan jelas bahwa masalah mereka sebenarnya disebabkan oleh hidup dalam watak yang licik, karena takut hal itu akan merusak hubungan kami dan menyulitkan kami untuk rukun di masa depan. Misalnya, saat aku bekerja sama dengan Xiaozhen dan Lin Lin, aku melihat bahwa Xiaozhen selalu mengkhawatirkan prospek serta nasibnya sendiri, dan tidak bisa mengabdikan dirinya untuk tugasnya, sementara Lin Lin sibuk dengan reputasi dan statusnya, serta tidak memiliki kecenderungan untuk melaksanakan tugasnya. Aku menyadari masalah-masalah yang mereka miliki, tetapi mengingat kami menghabiskan waktu setiap hari bersama, dari pagi hingga malam, dan bertemu satu sama lain sepanjang waktu, bukankah dengan menunjukkan masalah mereka akan membuat mereka berpikir bahwa aku tidak berperasaan, terlalu keras, dan tidak bersimpati terhadap kesulitan mereka sehingga menyebabkan mereka memiliki prasangka buruk terhadapku? Karena khawatir akan sulit rukun dengan mereka di masa depan, aku tidak menyoroti natur dan akibat dari masalah mereka. Sebenarnya, wajar saja jika masalah seseorang ditunjukkan oleh orang lain. Mereka yang benar-benar menerima kebenaran akan merenungkan diri mereka sendiri dalam cahaya pembenaran semacam itu, mengenali masalah mereka, dan mampu merasakan penyesalan serta mengubah diri mereka sendir—ini adalah bantuan yang tulus bagi mereka. Namun, aku telah hidup dalam watak yang licik dan suka berbohong, dan ketika aku menyadari adanya masalah dalam tugas mereka yang memengaruhi pekerjaan gereja, yang kulakukan hanyalah menyebutkannya secara singkat. Ketika pada akhirnya mereka diberhentikan, aku bahkan berpikir dengan hati nurani yang jernih bahwa itu disebabkan karena mereka tidak berjuang dan tidak mengejar kebenaran, dan aku sama sekali tidak merenungkan masalah-masalahku sendiri—aku benar-benar sangat egois dan licik!

Setelah itu, aku terus merenungkan diriku sendiri. Mengapa aku selalu berbicara dengan lembut tentang masalah yang kulihat pada rekan kerjaku dan tidak bisa secara langsung mengungkapkan masalah mereka? Aku membaca bagian lain dari firman Tuhan: "Ada prinsip dalam falsafah duniawi tentang cara berinteraksi dengan orang lain yang berbunyi, 'Lindungi pertemananmu dengan tak pernah menunjukkan kesalahan orang lain.' Itu berarti untuk menjaga hubungan persahabatan, orang harus tutup mulut tentang masalah teman mereka, meskipun mereka melihatnya dengan jelas—bahwa mereka harus menaati prinsip untuk tidak memukul wajah orang atau mengkritik kekurangan mereka. Mereka harus saling menipu, saling menyembunyikan, saling terlibat dalam persekongkolan; dan meskipun mereka tahu betul orang macam apa orang lain itu, mereka tidak mengatakannya secara langsung, tetapi menggunakan cara-cara licik untuk menjaga hubungan persahabatan mereka. Mengapa orang ingin menjaga hubungan seperti itu? Ini karena orang tidak mau menciptakan musuh di tengah masyarakat atau di dalam kelompoknya, karena melakukan ini berarti dia akan sering menempatkan dirinya dalam situasi berbahaya. Karena engkau tahu seseorang akan menjadi musuhmu dan menyakitimu setelah engkau mengkritik kekurangannya atau menyakiti hatinya, karena engkau tidak ingin menempatkan dirimu dalam situasi seperti itu, engkau menggunakan prinsip falsafah duniawi tentang cara berinteraksi dengan orang lain yang berbunyi, 'Jika engkau memukul orang lain, jangan pukul wajah mereka; jika engkau menyingkapkan orang lain, jangan singkapkan kekurangan mereka.' Berdasarkan falsafah ini, jika dua orang berada dalam hubungan seperti itu, dapatkah mereka dianggap sebagai sahabat sejati? (Tidak.) Mereka bukan sahabat sejati, apalagi orang kepercayaan dari masing-masing mereka. Jadi, sebenarnya hubungan macam apakah ini? Bukankah ini adalah hubungan sosial yang dangkal? (Ya.) Dalam hubungan sosial semacam itu, orang tidak dapat mengungkapkan perasaan mereka, tidak bisa berbicara dari hati ke hati, tidak dapat mengatakan apa pun yang ingin mereka katakan. Mereka tidak dapat menyampaikan apa yang ada dalam hati mereka, atau mengemukakan masalah yang mereka lihat dalam diri orang lain, atau mengucapkan perkataan yang akan bermanfaat bagi orang lain. Sebaliknya, mereka memilih mengucapkan perkataan yang menyenangkan, untuk menyenangkan hati orang lain. Mereka tidak berani mengatakan yang sebenarnya ataupun menjunjung tinggi prinsip, agar orang lain jangan sampai memusuhi mereka. Ketika tak seorang pun mengancam seseorang, bukankah orang tersebut akan hidup relatif tenang dan damai? Bukankah inilah tujuan orang dalam mengucapkan pepatah, 'Jika engkau memukul orang lain, jangan pukul wajah mereka; jika engkau menyingkapkan orang lain, jangan singkapkan kekurangan mereka'? (Ya.) Jelas, ini adalah cara hidup yang licik dan menipu yang mengandung unsur kewaspadaan, yang tujuannya adalah untuk melindungi diri sendiri. Orang yang hidup seperti ini tidak memiliki sahabat karib, yang dengannya mereka dapat membicarakan apa pun. Mereka bersikap waspada terhadap satu sama lain, saling memanfaatkan, dan bersikap strategis, masing-masing mengambil apa yang mereka butuhkan dari hubungan tersebut. Bukankah begitu? Kesimpulannya, tujuan dari 'Jika engkau memukul orang lain, jangan pukul wajah mereka; jika engkau menyingkapkan orang lain, jangan singkapkan kekurangan mereka' adalah untuk menjaga agar tidak menyinggung orang lain dan menciptakan musuh, untuk melindungi diri sendiri dengan tidak menyakiti siapa pun. Ini adalah teknik dan metode yang orang gunakan untuk menjaga dirinya agar tidak dirugikan" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Apa yang Dimaksud dengan Mengejar Kebenaran (8)"). Firman Tuhan membuatku melihat dengan jelas bahwa kerjasama dan interaksiku dengan orang lain terikat oleh falsafah Iblis tentang cara berinteraksi dengan orang lain "Lindungi pertemananmu dengan tak pernah menunjukkan kesalahan orang lain" dan "Jika engkau memukul orang lain, jangan pukul wajah mereka; jika engkau menyingkapkan orang lain, jangan singkapkan kekurangan mereka." Aku percaya bahwa saat berinteraksi dengan orang lain, aku harus belajar untuk melindungi diri sendiri; aku juga percaya bahwa mengungkapkan masalah orang lain adalah hal yang menyinggung mereka serta dapat dengan mudah membuat mereka memiliki prasangka buruk terhadapku, membuat mereka bermusuhan denganku, dan membuatku berada dalam posisi yang tidak nyaman. Akibatnya, aku tidak berani mengungkapkan masalah orang lain. Saat memikirkan kembali, aku menyadari bahwa aku telah hidup dengan falsafah tentang cara berinteraksi dengan orang lain sejak masa kecilku, tidak pernah secara langsung menunjukkan masalah yang kulihat pada orang lain karena takut menyinggung mereka. Sepintas, aku terlihat berhubungan baik dengan orang dan menjaga hubungan di antara orang-orang. Interaksi dengan orang lain dengan cara ini tidak terlihat menyinggung siapa pun, tetapi hal ini menghalangi komunikasi yang tulus dengan orang lain dan menciptakan semacam penghalang yang terus ada di antara kami. Akibatnya, aku tidak memiliki keyakinan sejati. Di gereja, aku terus hidup dengan falsafah-falsafah ini. Ketika bekerja sama dengan Xiaozhen dan Lin Lin, aku telah melihat bahwa mereka hidup dalam watak rusak dan kurang terbebani dalam melaksanakan tugasnya. Aku khawatir bahwa menunjukkan masalah mereka akan melukai perasaan mereka dan membuatku tampak tidak bersimpati, jadi aku tetap diam tentang pemahamanku, membiarkan mereka hidup dalam watak rusak mereka dan menunda-nunda tugas mereka, yang pada akhirnya berujung pada pemecatan mereka. Dahulu aku menganggap falsafah tentang cara berinteraksi dengan orang lain seperti "Lindungi pertemananmu dengan tak pernah menunjukkan kesalahan orang lain" dan "Jika engkau memukul orang lain, jangan pukul wajah mereka; jika engkau menyingkapkan orang lain, jangan singkapkan kekurangan mereka," sebagai hal yang positif, berpikir bahwa dengan melakukan hal tersebut, aku dapat melindungi diriku sendiri agar tidak bermusuhan dengan orang lain, dan itu adalah langkah yang cerdas. Aku baru sadar sekarang bahwa dengan hidup berdasarkan falsafah tentang cara berinteraksi dengan orang lain, meskipun aku mungkin tampak tidak menyinggung siapa pun dan tetap berhubungan baik dengan rekan sekerjaku, aku telah menjadi sangat egois dan licik, serta kerja sama dan interaksiku dengan orang lain menjadi sangat dingin dan tidak membawa manfaat bagi jalan masuk kehidupan mereka, dan juga menyebabkan kerusakan pada pekerjaan gereja. Saat melihat bahwa hidup berdasarkan falsafah tentang cara berinteraksi dengan orang lain tidak hanya merugikan orang lain dan diriku sendiri, tetapi yang terutama adalah merusak pekerjaan gereja, aku menyadari bahwa ini sungguh bukanlah jalan yang baik untuk ditempuh.

Kemudian, aku terus merenung dan menyadari bahwa ada perspektif lain yang salah di dalam diriku saat aku mencoba untuk menjadi penyenang orang. Kupikir, pemberhentian beberapa rekan kerja disebabkan karena mereka sendiri yang tidak mengejar kebenaran dan tidak ada hubungannya denganku, jadi aku tidak merasa menyalahkan diri sendiri ketika mereka diberhentikan. Kemudian, aku membaca sebuah bagian firman Tuhan: "Apakah itu kerja sama? Engkau harus mampu saling mendiskusikan hal-hal, dan mengungkapkan pandangan dan pendapatmu; engkau harus saling melengkapi dan mengawasi, dan saling mencari, saling bertanya, dan saling mengingatkan. Itulah arti bekerja sama secara harmonis. Katakanlah, misalnya, engkau menangani sesuatu sesuai dengan keinginanmu sendiri, dan seseorang mengatakan, 'Kau melakukan kesalahan, sepenuhnya bertentangan dengan prinsip-prinsip. Mengapa kau menanganinya semaumu, tanpa mencari kebenaran?' Menanggapi ini, engkau menjawab, 'Itu benar—aku senang kau memperingatkanku! Jika tidak, itu akan menjadi bencana!' Itulah artinya saling mengingatkan. Lalu apa artinya saling mengawasi? Setiap orang memiliki watak rusak, dan mungkin bersikap asal-asalan dalam melaksanakan tugasnya, hanya menjaga status dan harga diri mereka sendiri, bukan kepentingan rumah Tuhan. Keadaan seperti itu ada dalam diri setiap orang. Jika engkau mengetahui seseorang punya masalah, engkau hendaknya berinisiatif untuk bersekutu dengannya, mengingatkannya untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan prinsip-prinsip, seraya menjadikan itu sebagai peringatan untukmu sendiri. Itulah saling mengawasi. Apa fungsi dari saling mengawasi? Maksudnya adalah untuk menjaga kepentingan rumah Tuhan dan juga untuk mencegah orang mengambil jalan yang salah" (Firman, Jilid 4, Menyingkapkan Antikristus, "Bab Delapan: Mereka akan Menyuruh Orang Lain Hanya Tunduk kepada Mereka, Bukan kepada Kebenaran atau Tuhan (Bagian Satu)"). Firman Tuhan membuatku memahami bahwa gereja mengatur agar beberapa orang bekerja sama untuk saling melengkapi kelebihan dan kekurangan masing-masing, serta untuk saling mengingatkan dan mengawasi. Terutama saat melihat seseorang hidup dalam keadaan yang salah dan berdampak pada pekerjaannya, kita harus mengingatkan, menolong, atau bahkan memangkasnya untuk mencegah mereka menempuh jalan yang salah, yang dapat menyebabkan kerugian bagi pekerjaan gereja. Melakukan hal ini juga untuk melindungi kepentingan gereja dan merupakan tanggung jawab kami. Saat aku bekerja sama dengan beberapa saudari dan melihat mereka hidup dalam watak rusak yang memengaruhi pekerjaan mereka, aku seharusnya maju untuk menawarkan persekutuan serta bantuan kepada mereka, dan jika perlu, aku seharusnya menyingkapkan serta memangkas mereka. Jika mereka adalah orang-orang yang menerima kebenaran, melalui persekutuan dan penyingkapan ini, mereka dapat mengenali masalah mereka sendiri, berbalik dari keadaan mereka tepat pada waktunya, dan menghentikan kerugian terjadi dalam hidup mereka. Setelah membalikkan keadaan mereka, mereka juga bisa melaksanakan tugas mereka dengan lebih baik. Jika mereka tidak menerima kebenaran, hati nuraniku akan menjadi jernih karena aku telah memenuhi tanggung jawabku dengan terlibat dalam persekutuan dan menolong mereka. Belakangan, aku mengetahui bahwa setelah diberhentikan, Xiaozhen dan Lin Lin telah merenung dan mulai menyadari masalah mereka, kemudian kembali melaksanakan tugasnya. Ini menunjukkan bahwa mereka bukanlah orang-orang yang tidak menerima kebenaran, melainkan hanya selama beberapa waktu hidup dalam keadaan yang rusak dan menempuh jalan yang salah. Namun, aku hanya diam saja melihat mereka terikat oleh watak yang rusak, memengaruhi pekerjaan gereja tanpa menawarkan persekutuan dan bantuan kepada mereka. Aku sungguh tidak bertanggung jawab!

Dahulu kupikir bahwa aku bisa rukun dengan orang lain dan tidak pernah melakukan sesuatu yang jelas-jelas menekan atau menyiksa orang lain, jadi aku percaya bahwa kemanusiaanku lumayan baik. Namun, setelah membandingkan diriku dengan firman Tuhan, aku mulai memahami diriku sendiri. Aku membaca lebih banyak firman Tuhan: "Harus ada standar untuk memiliki kemanusiaan yang baik. Ini bukan masalah mengambil jalan yang biasa-biasa saja, bukan masalah berpegang pada prinsip-prinsip, berusaha keras untuk tidak menyinggung siapa pun, menyanjung semua orang ke mana pun engkau pergi, menjadi licin dan licik dengan siapa pun yang kaujumpai, dan membuat semua orang berbicara baik tentangmu. Ini bukanlah standarnya. Jadi, apa standarnya? Standarnya adalah mampu tunduk kepada Tuhan dan kebenaran. Standarnya adalah orang harus memperlakukan tugasnya dan segala macam orang, peristiwa, dan hal-hal sesuai prinsip dan dengan rasa tanggung jawab. Ini jelas untuk dilihat semua orang; semua orang jelas tentang hal ini di dalam hati mereka. Selain itu, Tuhan memeriksa hati orang dan mengetahui situasi mereka, masing-masing dan setiap orang; siapa pun mereka, tak seorang pun yang bisa membodohi Tuhan. Sebagian orang selalu membual bahwa mereka memiliki kemanusiaan yang baik, bahwa mereka tidak pernah menjelek-jelekkan orang lain, tidak pernah merugikan kepentingan orang lain, dan mereka mengaku tidak pernah mengingini milik orang lain. Ketika terjadi konflik kepentingan, mereka bahkan lebih memilih menderita kerugian daripada memanfaatkan orang lain, dan semua orang menganggap mereka orang yang baik. Namun, ketika melakukan tugas-tugas mereka di rumah Tuhan, mereka licik dan licin, selalu membuat rencana kotor bagi diri mereka sendiri. Mereka tidak pernah memikirkan kepentingan rumah Tuhan, mereka tidak pernah menganggap mendesak apa yang Tuhan anggap mendesak atau memikirkan apa yang Tuhan pikirkan, dan mereka tidak pernah bisa menyingkirkan kepentingan diri mereka sendiri untuk melakukan tugas mereka. Mereka tidak pernah meninggalkan kepentingan diri mereka sendiri. Bahkan ketika mereka melihat orang jahat melakukan kejahatan, mereka tidak menyingkapkannya; mereka sama sekali tidak memiliki prinsip. Kemanusiaan macam apa ini? Ini bukanlah kemanusiaan yang baik" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Dengan Menyerahkan Hatinya kepada Tuhan, Orang Dapat Memperoleh Kebenaran"). Dari firman Tuhan, aku menyadari bahwa orang dengan kemanusiaan yang benar-benar baik memiliki hati yang tulus kepada Tuhan, penuh kasih kepada saudara-saudari, bekerja sama dengan orang lain sesuai dengan prinsip-prinsip, mengambil sikap, dan saat melihat seseorang mengganggu atau memengaruhi pekerjaan gereja, mereka dapat menghadapinya dengan menyingkap dan melindungi kepentingan rumah Tuhan. Namun, demi menjaga hubungan dengan orang-orang, aku melihat orang lain hidup dalam watak rusak dan mengambil jalan yang salah, tetapi aku tidak bersekutu dengan mereka untuk menolong, yang menyebabkan beberapa kerugian pada pekerjaan. Baru sekarang aku melihat dengan jelas bahwa kemanusiaanku memang tidak baik, dan dengan sepenuh hati, aku tulus menerima penilaian pemimpin atas diriku.

Kemudian, aku membaca sebuah bagian dari firman Tuhan, yang memberikan sebuah jalan penerapan untuk menyelesaikan masalah menjadi penyenang orang. Tuhan berfirman: "Jika engkau memiliki motivasi dan sudut pandang penyenang orang, engkau tidak akan mampu menerapkan kebenaran dan mematuhi prinsip dalam segala hal, dan engkau akan selalu gagal dan jatuh. Jika engkau tidak sadar dan tidak pernah mencari kebenaran, berarti engkau adalah pengikut yang bukan orang percaya, dan engkau tidak akan pernah memperoleh kebenaran dan hidup. Lalu, apa yang harus kaulakukan? Ketika menghadapi hal-hal semacam itu, engkau harus berdoa kepada Tuhan dan berseru kepada-Nya, memohon keselamatan, dan memohon agar Tuhan memberimu lebih banyak iman dan kekuatan dan memampukanmu untuk mematuhi prinsip, melakukan apa yang harus kaulakukan, menangani segala sesuatu berdasarkan prinsip, tetap teguh pada pendirianmu, melindungi kepentingan rumah Tuhan, dan mencegah kerugian apa pun terjadi pada pekerjaan rumah Tuhan. Jika engkau mampu memberontak terhadap kepentingan diri sendiri, kesombonganmu, dan pendirianmu tentang penyenang orang, dan jika engkau melakukan apa yang harus kaulakukan dengan hati yang jujur dan seutuhnya, engkau akan mengalahkan Iblis dan memperoleh aspek kebenaran ini" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Setelah membaca firman Tuhan, aku memahami bahwa setiap kali aku memiliki pola pikir dan niat untuk menjadi penyenang orang, aku harus lebih banyak berdoa kepada Tuhan, memohon kepada-Nya agar memberiku kekuatan untuk memberontak terhadap diriku sendiri. Alih-alih menjaga hubungan dengan orang lain, aku harus menerapkan kebenaran, mematuhi prinsip-prinsip, dan menjadi seseorang yang menjunjung pekerjaan gereja. Dengan cara ini, perlahan-lahan aku bisa memasuki kenyataan kebenaran dalam aspek ini.

Kemudian, aku ditugaskan untuk mengawasi pekerjaan di gereja lain. Beberapa hari setelah aku tiba, aku menyadari bahwa saudara-saudari yang bekerja sama denganku sangat sibuk dengan berbagai pekerjaan setiap hari, dan terkadang mereka sangat sibuk sehingga tidak bersekutu. Kehidupan bergereja mereka tidak normal. Kupikir, "Tanggung jawab utama menjadi seorang pemimpin dan pekerja adalah memastikan kehidupan bergereja yang baik, memimpin saudara-saudari untuk makan dan minum, serta memahami firman Tuhan untuk memasuki kebenaran kenyataan. Namun, jika setiap hari semua orang sibuk dengan pekerjaan dan tidak berfokus pada jalan masuk kehidupan mereka sendiri, bagaimana mungkin mereka dapat memimpin saudara-saudari untuk menjalani kehidupan bergereja yang baik?" Aku sungguh ingin menunjukkan masalah ini kepada semua orang, tetapi aku ragu-ragu, "Aku baru saja tiba di sini dan jika aku menunjukkan masalah ini sekarang, mungkin aku akan terlihat seperti berusaha menunjukkan betapa tekunnya aku mengejar kebenaran. Selain itu, ada banyak pekerjaan yang harus ditangani setiap hari, yang merupakan masalah nyata. Jika aku membahasnya sekarang, akankah mereka berpikir bahwa aku tidak pengertian dan hanya mencari-cari kesalahan, sehingga memiliki kesan yang buruk terhadapku? Hal itu akan membuat kerja sama dan interaksi kami di masa depan menjadi sangat canggung!" Saat berpikir seperti ini, aku tidak mampu membuka mulutku, tetapi tidak berbicara juga membuatku merasa menyalahkan diri sendiri. Aku merasa bahwa meskipun kami sibuk setiap hari, dengan perencanaan yang tepat, kami masih bisa meluangkan waktu untuk berkumpul. Selain itu, sebagai pemimpin dan pekerja, jika kita tidak memperhatikan kehidupan bergereja dan tidak berjuang untuk kebenaran, kita akan mudah tersesat. Aku tidak dapat terus mempertahankan hubungan dengan orang lain seperti yang kulakukan sebelumnya karena gagal menunjukkan masalah yang kutemukan. Itu akan merugikan orang lain serta diriku sendiri, dan juga menunda pekerjaan gereja. Lalu aku memikirkan firman Tuhan: "Jika engkau mampu memberontak terhadap kepentingan diri sendiri, kesombonganmu, dan pendirianmu tentang penyenang orang, dan jika engkau melakukan apa yang harus kaulakukan dengan hati yang jujur dan seutuhnya, engkau akan mengalahkan Iblis dan memperoleh aspek kebenaran ini" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Saat memikirkan hal ini, aku menunjukkan masalah yang kuperhatikan di depan semua orang dan bersekutu tentang konsekuensi dari tidak berfokus dalam menjalani kehidupan bergereja. Beberapa rekan kerja juga menyebutkan bahwa akhir-akhir ini mereka tidak lagi memperhatikan untuk menjalani kehidupan bergereja. Meskipun mereka sibuk setiap hari, mereka merasa hampa di dalam diri mereka dan tidak dapat melihat keadaan mereka sendiri atau masalah dalam pekerjaan mereka. Mereka bersedia berbalik dari keadaan ini. Setelah itu, kami merencanakan waktu kami dengan bijak, rutin bertemu untuk bersekutu, merenungkan keadaan kami masing-masing sesuai dengan firman Tuhan, dan segera bersekutu serta meringkas masalah atau penyimpangan apa pun dalam pekerjaan kami. Dengan menerapkan seperti ini, semua orang memperoleh sejumlah manfaat. Kami tidak hanya memperoleh pemahaman akan watak rusak kami dan pandangan kami yang keliru tentang berbagai hal, tetapi kami juga melihat dengan lebih jelas tentang masalah dan penyimpangan dalam pekerjaan kami.

Setelah melewati pengalaman ini, aku mendapatkan pemahaman yang benar tentang arti kemanusiaan yang baik. Bukan hanya dengan tidak berkelahi, berdebat, menekan, atau menyiksa orang lain yang membuat kita memiliki kemanusiaan yang baik. Kemanusiaan yang baik dan sejati mencakup kemampuan untuk menunjukkan dan bersekutu tentang masalah yang dilihat seseorang dalam diri orang lain, membantu orang dalam melaksanakan tugas dan jalan masuk kehidupan mereka, mengambil sikap terhadap hal-hal yang dilihatnya tidak sesuai dengan kebenaran, menjunjung prinsip-prinsip untuk menunjukkannya, dan menjaga pekerjaan gereja. Sementara itu, aku juga makin memahami natur serta konsekuensi dari menjadi penyenang orang, dan aku dapat secara sadar memberontak terhadap diriku sendiri serta bertindak sesuai dengan firman Tuhan. Perubahan kecil dan pemahaman yang kudapatkan ini adalah karena keselamatan dari Tuhan. Terima kasih Tuhan!

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Setelah Kebohongan

Oleh Saudari Chen Shi, TiongkokTuhan Yang Mahakuasa berkata: "Engkau harus tahu bahwa Tuhan menyukai mereka yang jujur. Secara hakikat,...

Kurangi Ukuran Huruf
Tambah Ukuran Huruf
Masuk Layar Penuh
Keluar Layar Penuh