Kenapa Aku Terlalu Berhati-hati dalam Menjalankan Tugasku?

02 Januari 2023

Oleh Saudari Han Xi, Tiongkok

Maret 2021, aku bekerja di gereja sebagai desainer grafis. Karena angkuh saat bertugas dan tak bisa harmonis saat bekerja sama, aku mengganggu pekerjaan, dan akhirnya diberhentikan. Dua bulan kemudian, seorang pengawas mengatur agar aku bisa terus memproduksi gambar. Aku sangat tersentuh, sekaligus gelisah. Setelah kembali bekerja, jika watak angkuhku kembali mengganggu, bukankah aku akan disingkapkan dan disingkirkan? Jika itu terjadi, bukankah karierku akan tamat? Jadi, aku bertekad: "Setelah kembali, aku harus berhati-hati menyikapi segala hal. Aku tak boleh bertindak berdasarkan watak angkuhku lagi."

Saat baru mulai, para saudari mengetahui pengalamanku di bidang grafis dan sering menghampiriku saat mereka kesulitan, dan aku berusaha sebaik mungkin memberikan solusi. Tapi saat terlalu banyak bicara, aku lantas berpikir: "Jika banyak bicara, apa aku akan dianggap pamer? Bagaimana jika aku salah bicara? Seorang saudari pernah berkata, saat aku menjadi pemimpin kelompok, aku bergantung pada pengalamanku yang luas, dan sering membimbing pekerjaan orang lain berdasarkan pengalaman pribadi alih-alih memahami prinsipnya. Itu menyebabkan beberapa gambar berulang kali dikembalikan untuk revisi, yang menunda proses pengerjaan. Kali ini, jika aku kembali menyesatkan seorang saudari dan mengganggu pekerjaan, saat pengawasku tahu, akankah dia memberhentikanku? Lupakan saja. Aku tak akan banyak bicara agar tak salah ucap, dan tak perlu bertanggung jawab." Suatu saat kami sedang membahas rancangan konsep untuk sebuah gambar. Setelah meninjaunya, aku merasa komposisinya tak masuk akal. Tapi aku bimbang, dan berpikir: "Jika konsepnya bermasalah, akan timbul masalah besar, dan seluruh gambar harus dirancang dan disesuaikan ulang. Haruskah aku bicara? Jika aku diam dan benar terjadi masalah, maka gambarnya perlu dikerjakan kembali. Tapi kami sudah membahas gambar ini selama dua hari. Jika aku bilang ada masalah, bagaimana pandangan para saudari terhadapku? Akankah mereka bilang aku mencari perhatian dan menyebabkan masalah? Bagaimana jika ideku salah? Bukankah itu akan menunda pekerjaan? Jika pengawasku tahu, akankah dia menganggapku belum bertobat?" Saat itu, aku ragu-ragu, dan tak berani bersuara. Beberapa hari kemudian, kami selesai merancang proposal gambar, tapi saat pengawas melihatnya, dia bilang konsepnya bermasalah, jadi harus dirancang ulang. Saat melihat hasilnya, aku terhenyak dan berpikir, "Andai waktu itu aku membicarakan masalah ini, semua orang akan bersekutu dan menyelesaikannya, dan kami tak perlu membuang waktu." Aku dipenuhi perasaan menyesal, tapi kemudian aku berpikir: "Waktu itu aku belum sepenuhnya yakin dengan ideku, mungkin keputusanku untuk diam waktu itu tak salah?" Jadi, begitulah akhirnya. Aku tak memikirkan atau merenungkannya lagi, dan melupakannya.

Lalu, setiap kali kelompok membahas masalah dan meminta kami berpendapat, aku sangat berhati-hati, khawatir pendapatku akan berbeda dengan orang lain, dan takut dianggap angkuh serta tak bisa menerima ide orang lain. Jadi, setiap kali memberikan saran, aku selalu menambahkan: "Itu pendapat pribadiku, mungkin itu salah. Kalian harus memeriksanya sendiri." Terkadang para saudari memberi saran untuk gambar yang sedang kurancang, dan aku yakin beberapa saran tersebut tak sesuai prinsip. Tapi aku khawatir, jika aku menolak saran mereka, aku akan dianggap angkuh atau keras kepala. Jadi, aku menerima saran mereka dengan setengah hati, sambil berpikir bahwa aku tak perlu bertanggung jawab jika ada kesalahan. Akibatnya, setelah menerapkan perubahan, beberapa saran memang tak sesuai dan gambarnya harus dikerjakan ulang, dan akhirnya menunda proses pengerjaan. Begitulah situasinya. Jadi, setiap hari aku merasa enggan saat melaksanakan tugas dan merasakan kelelahan fisik serta emosi. Tapi, agar pengawas dan para saudari tahu bahwa aku telah berubah, aku tetap memilih untuk berhati-hati. Jadi setelah itu, aku selalu melaksanakan tugas dengan cara seperti itu. Namun, gambar grafis kelompok selalu memiliki masalah, dan kami harus memperbaikinya berulang kali. Efektivitas kerja kami terus menurun sebelum akhirnya hatiku yang mati rasa sadar bahwa keadaanku tak benar, dan aku harus merenung. Jadi, aku berdoa kepada Tuhan, dan meminta pencerahan-Nya agar aku bisa memahami masalah pribadiku.

Pada satu pertemuan, aku membaca kutipan firman Tuhan, dan mendapatkan pemahaman mengenai keadaanku. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Sebagai pemimpin dan pekerja, ketika masalah-masalah muncul saat engkau semua melaksanakan tugasmu, engkau cenderung mengabaikannya, dan bahkan mungkin mencari berbagai dalih dan alasan untuk menghindari tanggung jawab. Ada beberapa masalah yang mampu kauselesaikan, tetapi tidak kauselesaikan, dan masalah yang tidak mampu kauselesaikan, engkau juga tidak melaporkannya kepada atasanmu, seolah-olah masalah-masalah itu tak ada kaitannya dengan dirimu. Bukankah ini adalah pengabaian terhadap tugasmu? Apakah memperlakukan pekerjaan gereja dengan cara demikian adalah hal yang bijak atau hal yang bodoh untuk dilakukan? (Bodoh.) Bukankah pemimpin dan pekerja semacam itu adalah orang yang curang? Bukankah mereka tidak memiliki rasa tanggung jawab? Ketika mereka mengabaikan masalah di depan mereka, bukankah ini menunjukkan bahwa mereka tidak berperasaan dan curang? Orang yang curang adalah orang yang paling bodoh. Engkau harus menjadi orang yang jujur, engkau harus memiliki rasa tanggung jawab ketika menghadapi masalah, dan engkau harus menemukan cara untuk mencari kebenaran untuk menyelesaikan masalah. Jangan menjadi orang yang curang. Jika engkau melalaikan tanggung jawab dan tidak mau terlibat ketika masalah muncul, bahkan orang tidak percaya akan mengutukmu. Apa kaukira rumah Tuhan tidak akan mengutukmu? Umat pilihan Tuhan membenci dan menolak perilaku seperti itu. Tuhan mengasihi orang yang jujur, tetapi membenci orang yang curang dan licik. Jika engkau adalah orang yang licik dan berusaha melakukan tipu muslihat, bukankah Tuhan akan membencimu? Akankah rumah Tuhan membiarkanmu lolos begitu saja? Cepat atau lambat, engkau akan dimintai pertanggungjawaban. Tuhan menyukai orang yang jujur dan tidak menyukai orang yang curang. Semua orang harus memahami hal ini dengan jelas, dan berhentilah menjadi bingung dan melakukan hal-hal bodoh. Ketidaktahuan sesaat dapat dimengerti, tetapi sama sekali menolak untuk menerima kebenaran berarti bersikap keras kepala" (Firman, Vol. 5, Tanggung Jawab Para Pemimpin dan Pekerja). Firman Tuhan mengungkapkan bahwa orang yang tak bertanggung jawab dalam pekerjaan dan lepas tangan saat terjadi masalah adalah orang yang curang. Setelah merenungi firman Tuhan, aku sadar bahwa keadaanku juga seperti itu. Aku tak bertanggung jawab dan tak setia dalam tugasku, dan setiap kali terjadi masalah yang melibatkan tanggung jawab, atau harapan serta tujuan akhirku, aku enggan bertindak, dan justru melakukan hal-hal curang. Saat meliha masalah, aku menutup mulut, membuat alasan, atau mengatakan sesuatu yang ambigu. Setelah kembali melakukan pekerjaan grafis, aku takut saudara-saudari akan menganggap watak angkuhku belum berubah. Aku takut watakku yang rusak akan menyebabkan gangguan lagi, dan aku akan diberhentikan. Jadi, aku sangat berhati-hati dalam bertindak dan berucap, serta selalu menyembunyikan pemikiran asliku. Saat para saudari bertanya, aku takut salah menjawab dan diminta bertanggung jawab, jadi, aku berkelit untuk menolak. Setiap kali kelompok membahas masalah, dan terdapat perbedaan, aku lebih sering diam dan mengikuti arus. Aku bisa melihat masalahnya dengan jelas, tapi karena takut dianggap angkuh dan haus perhatian, aku lebih memilih mengulang pekerjaan karena masalah daripada berpendapat. Aku bahkan tak berani berdiskusi dengan semua orang. Aku sangat egois. Saat para saudari memberi saran untuk gambar yang sedang kukerjakan, aku tahu beberapa sarannya tak sesuai prinsip, tapi karena takut dianggap angkuh, aku hanya berpura-pura setuju dan selalu menerapkan saran mereka. Aku tak peduli dengan kesalahan dan revisi, yang penting aku tak perlu bertanggung jawab. Dalam bertindak, aku hanya mengutamakan kepentingan pribadiku, dan takut mengemban tanggung jawab. Aku penuh tipu daya! Tuhan melihat hati manusia, dan karena aku terlalu egois, penuh tipu daya, dan tak bertanggung jawab dalam tugas, bagaimana mungkin aku mendapatkan pencerahan dan bimbingan Roh Kudus? Pantas saja efektivitasku dalam bertugas menurun. Itu adalah penyingkapan Tuhan untukku.

Saat itu, aku ingat kutipan dari firman Tuhan. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Jika orang mencintai kebenaran, mereka akan memiliki kekuatan untuk mengejar kebenaran, dan dapat berusaha keras untuk menerapkan kebenaran. Mereka mampu meninggalkan apa yang harus ditinggalkan, dan melepaskan apa yang harus dilepaskan. Secara khusus, hal-hal yang berkaitan dengan ketenaran, keuntungan, dan statusmu sendiri harus dilepaskan. Jika engkau tidak melepaskan semua itu, artinya engkau tidak mencintai kebenaran dan tidak memiliki kekuatan untuk mengejar kebenaran. Ketika sesuatu terjadi padamu, engkau harus mencari kebenaran. Jika, pada saat-saat engkau seharusnya menerapkan kebenaran, engkau selalu memiliki hati yang egois dan tidak mampu melepaskan kepentingan dirimu sendiri, engkau tidak akan mampu menerapkan kebenaran. Jika engkau tidak pernah mencari atau menerapkan kebenaran dalam keadaan apa pun, engkau bukanlah orang yang mencintai kebenaran. Seberapa pun lamanya engkau telah percaya kepada Tuhan, engkau tidak akan memperoleh kebenaran. Ada orang-orang yang selalu mengejar ketenaran, keuntungan, dan kepentingan pribadi. Pekerjaan apa pun yang gereja atur untuk mereka, mereka selalu berpikir, 'Apakah ini akan menguntungkanku? Jika menguntungkan, aku akan melakukannya; jika tidak, aku tidak akan melakukannya.' Orang semacam ini tidak menerapkan kebenaran—jadi dapatkah mereka melaksanakan tugas mereka dengan baik? Tentu saja tidak. Meskipun engkau tidak melakukan kejahatan, engkau tetap bukan orang yang menerapkan kebenaran. Jika engkau tidak mengejar kebenaran, tidak menyukai hal-hal yang positif, dan apa pun yang menimpamu, engkau hanya memedulikan reputasi dan statusmu sendiri, kepentingan dirimu sendiri, dan apa yang baik untukmu, artinya engkau adalah orang yang hanya didorong oleh kepentingan diri sendiri, dan engkau egois dan hina. Orang semacam ini percaya kepada Tuhan untuk mendapatkan sesuatu yang baik atau bermanfaat bagi mereka, bukan untuk memperoleh kebenaran atau keselamatan Tuhan. Jadi, orang semacam ini adalah orang tidak percaya. Orang yang benar-benar percaya kepada Tuhan adalah orang yang mampu mencari dan menerapkan kebenaran, karena mereka mengakui dalam hati mereka bahwa Kristus adalah kebenaran, dan bahwa mereka harus mendengarkan firman Tuhan dan percaya kepada Tuhan seperti yang Dia tuntut. Jika engkau ingin menerapkan kebenaran ketika sesuatu terjadi padamu, tetapi mempertimbangkan reputasi, status, dan nama baikmu sendiri, menerapkan kebenaran akan sulit. Dalam situasi seperti ini, melalui doa, mencari, dan merenungkan dirinya dan setelah mulai mengenal dirinya sendiri, mereka yang mencintai kebenaran akan mampu melepaskan apa yang menjadi kepentingan mereka atau apa yang baik bagi mereka, menerapkan kebenaran, dan menaati Tuhan. Orang semacam itu adalah orang yang benar-benar percaya kepada Tuhan dan mencintai kebenaran. Dan apa akibatnya jika orang selalu memikirkan kepentingan dirinya sendiri, jika mereka selalu berusaha untuk melindungi harga diri dan kesombongan mereka, jika mereka memperlihatkan watak yang rusak, tetapi tidak mencari kebenaran untuk memperbaikinya? Ini karena mereka tidak memiliki jalan masuk ke dalam kehidupan, karena mereka tidak memiliki pengalaman dan kesaksian nyata. Dan ini berbahaya, bukan? Jika engkau tidak pernah menerapkan kebenaran, jika engkau tidak memiliki pengalaman dan kesaksian, maka pada waktunya, engkau akan disingkapkan dan diusir. Apakah orang yang tidak memiliki pengalaman dan kesaksian ada gunanya di rumah Tuhan? Mereka pasti akan melakukan tugas apa pun dengan buruk; mereka tidak dapat melakukan apa pun dengan benar. Bukankah mereka hanya sampah? Jika orang tidak pernah menerapkan kebenaran setelah bertahun-tahun percaya kepada Tuhan, mereka adalah salah satu dari antara orang-orang tidak percaya, mereka jahat. Jika engkau tidak pernah menerapkan kebenaran, jika pelanggaranmu makin banyak, maka kesudahanmu telah ditentukan. Jelaslah bahwa semua pelanggaranmu, jalan salah yang kautempuh, dan penolakanmu untuk bertobat—semua ini jika digabungkan akan menjadi sekumpulan besar perbuatan jahat; dengan demikian, kesudahanmu adalah engkau akan masuk neraka, engkau akan dihukum" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Terpenting dari Percaya kepada Tuhan adalah Menerapkan Kebenaran"). Setelah membaca firman tersebut, aku sangat tersentuh. Sebelumnya, aku berpikir keenggananku berpendapat dan keputusanku untuk mengikuti arus bukan masalah besar. Namun, setelah membaca firman Tuhan, aku paham bahwa memikirkan diri sendiri dan selalu memiliki tujuan egois saat menghadapi masalah, selalu melindungi diri saat terjadi konflik antara kepentingan pribadi dan kepentingan gereja, serta membiarkan pekerjaan terdampak alih-alih menerapkan kebenaran adalah kejahatan sejati! Aku memikirkan waktu dan usaha yang dihabiskan di setiap gambar, mulai dari proses perancangan hingga penggambaran, tapi saat melihat masalah, aku diam, yang berujung revisi dan penundaan pekerjaan. Bukankan itu mengganggu? Perbuatan jahatku menggunung, dan jika tak bertobat, aku akan hancur. Setelah memahami itu, aku takut, dan sadar bahwa saat menghadapi masalah, mengesampingkan diri sendiri dan menerapkan kebenaran adalah hal sangat penting!

Aku membaca kutipan firman Tuhan: "Jika engkau berkata, 'Antikristus sangat fokus dan keras kepala. Aku takut menjadi antikristus dan tidak mau mengikuti jalan antikristus. Jadi, aku akan menunggu sampai semua orang telah mengungkapkan pendapat mereka, lalu aku akan merangkumnya, mencari cara untuk merumuskan kesimpulan yang merupakan jalan tengah.' Bolehkah bertindak seperti itu? (Tidak.) Mengapa tidak boleh? Jika hasilnya tidak sesuai dengan prinsip kebenaran, meskipun engkau melakukannya, akankah itu efektif? Akankah Tuhan dipuaskan olehnya? Jika itu tidak efektif dan Tuhan tidak puas, masalahnya akan parah. Jika engkau tidak melakukan segala sesuatu sesuai dengan prinsip kebenaran, ceroboh dan tidak bertanggung jawab dalam tugasmu, dan melakukan segala sesuatu berdasarkan falsafah Iblis, berarti engkau tidak setia kepada Tuhan, dan sedang menipu Tuhan! Untuk menghindari agar orang tidak mencurigaimu dan menganggapmu antikristus, engkau bahkan tidak mampu memenuhi tanggung jawab yang seharusnya kaupenuhi; engkau menggunakan falsafah Iblis 'mencari jalan tengah'. Akibatnya, engkau telah merugikan umat pilihan Tuhan dan memengaruhi pekerjaan gereja. Bukankah ini tidak berprinsip? Bukankah ini egois dan hina? Engkau adalah pemimpin dan pekerja; engkau harus berprinsip dalam apa yang kaulakukan. Segala sesuatu yang kaulakukan harus efektif dan efisien. Lakukanlah apa pun yang bermanfaat bagi rumah Tuhan, dan lakukanlah apa pun yang sesuai dengan prinsip kebenaran" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, Bab Enam). Berkat firman tersebut, aku paham bahwa Tuhan tak ingin kita terus bersikap pasif dan waspada karena takut diungkapkan dan disingkirkan. Tuhan justru ingin kita bertanggung jawab dalam tugas dan mencari prinsip kebenaran di setiap kegiatan kita. Sikap seperti itu menguntungkan pekerjaan gereja, dan merupakan satu-satunya cara untuk memenuhi tanggung jawab pribadi. Dalam kasusku, saat aku kembali bekerja sebagai desainer, aku berjanji untuk melaksanakan tugas dengan baik, tapi saat tiba waktunya bertanggung jawab, aku terlalu berhati-hati. Demi tak dicap angkuh dan sombong, aku diam saat melihat masalah, dan tak memenuhi tanggung jawab pribadiku, dan akhirnya merugikan pekerjaan gereja. Bukankah aku berusaha membodohi dan menipu Tuhan? Aku juga paham bahwa berbeda pendapat saat menghadapi masalah adalah hal normal, dan jika niatku adalah mengutamakan kepentingan gereja, mencari kebenaran, serta melaksanakan tugas berdasarkan prinsip, maka sebaiknya aku berpendapat selama diskusi berlangsung. Itu bentuk keseriusan dan tanggung jawab dalam bertugas, bukan mencari perhatian atau menyebabkan gangguan. Meski berbuat salah karena watak angkuhku, selama aku berani mengakui, menerima persekutuan dan perbaikan orang lain, serta menerapkan perubahan, gereja tak akan memberhentikan atau mengeluarkanku karena kerusakan sesaat. Setelah memahami semua hal tersebut, jika menemukan sesuatu yang melanggar prinsip selama melaksanakan tugas, aku akan membicarakan dan membahasnya bersama orang lain. Dengan menerapkan hal itu, jumlah penyimpangan di pekerjaan makin sedikit. Suatu waktu, kami sedang membahas konsep rancangan gambar, dan aku menemukan bahwa bahan dan temanya tak serasi, selain itu temanya tak terlalu jelas. Aku berpikir, "Ini akan menjadi masalah serius, dan jika itu terjadi, maka seluruh proposal rancangan gambar akan gagal." Aku dipenuhi keragu-raguan, "Bagaimana pandangan para saudari jika aku salah ucap? Lupakan saja, aku tetap tak ingin mengambil risiko." Tapi aku juga khawatir, "Jika ada masalah terkait prinsip, kami harus melakukan perubahan. Bukankah itu akan menunda pekerjaan?" Karena kekhawatiran tersebut, aku mengutarakan pendapatku. Setelah berdiskusi, para saudari menyetujui pendapatku. Lalu kami mengirimkan saran kepada pengawas mengenai perubahan gambar. Setelah melihat saran kami, pengawas bilang rancangan konsep yang awal masih bisa diwujudkan, dan hanya memerlukan beberapa penyesuaian bahan. Saat mendengarnya, jantungku berdegup: "Apa mungkin pendapatku bermasalah lagi? Apa pandangan pengawas terhadapku? Akankah dia bilang bahwa aku tetap angkuh dan merasa diriku benar, serta tak berubah meski telah diberhentikan?" Dalam hati aku berdoa kepada Tuhan, menyatakan bahwa aku bersedia menghadapi masalah dengan jujur. Jadi, aku berinisiatif untuk bicara kepada pengawas dan membagikan ide-ideku, serta mencari prinsip dari semua masalah tersebut. Pengawas memberikan persekutuan yang detail kepada kami. Setelah mendengarnya, hatiku terasa ringan dan aku memahami semua penyimpanganku. Aku melihat bahwa pengawas tak menanganiku. Dia justri bersekutu bersama kami dengan sabar. Aku merasa sedikit sedih: aku selalu waspada saat bersama saudara-saudari, dan juga waspada terhadap rumah Tuhan, takut diberhentikan dan disingkirkan karena mengungkapkan kerusakan, meski sebenarnya, rumah Tuhan memperlakukan orang sesuai prinsip kebenaran, dan tak menangani atau memberhentikan orang begitu mereka melakukan kesalahan. Jika kau menyebabkan penyimpangan di pekerjaan hanya karena tak memahami prinsip, tapi setelah persekutuan kau bisa mengakui dan memperbaiki kesalahanmu, kau tak akan diberhentikan atau disingkirkan. Jika kau angkuh dan merasa dirimu benar, mempertahankan pendapat untuk melindungi reputasi serta status, tak mencari prinsip-prinsip kebenaran, dan mengganggu pekerjaan, maka kau akan dipangkas dan ditangani. Jika masalahnya serius, kau akan diberhentikan atau disingkirkan. Aku mengingat saat aku diberhentikan. Aku bergantung pada fakta bahwa aku sudah lama bekerja di bidang grafis dan memiliki banyak pengalaman. Saat membahas masalah dengan orang lain, aku bersikap angkuh dan bersikeras mempertahankan pendapat pribadiku. Aku tak menerima perbedaan pendapat atau mencari prinsip. Itu menyebabkan beberapa gambar dikembalikan dan direvisi, atau bahkan dihapus. Tapi saat dihadapkan dengan kegagalan dan disingkapkan, aku tak mencari kebenaran untuk memperbaiki watakku yang rusak. Aku justru selalu salah paham dan waspada. Aku tak melaksanakan tugas dengan serius dan tak mengejar kebenaran! Setelah itu, aku juga memikirkan cara agar aku bisa berhenti terlalu berhati-hati, salah paham, dan waspada. Aku membaca firman Tuhan. "Beberapa orang mengikuti kehendak mereka sendiri saat mereka bertindak. Mereka melanggar prinsip, dan setelah dipangkas dan ditangani, mereka hanya mengakui bahwa mereka congkak, dan bahwa mereka melakukan kesalahan hanya karena mereka tidak memiliki kebenaran. Namun, di dalam hatinya, mereka tetap mengeluh, 'Tidak ada orang lain yang berani mengambil risiko, hanya aku—dan pada akhirnya, ketika ada masalah, mereka menganggap akulah yang harus bertanggung jawab. Bukankah ini adalah kebodohanku? Aku tidak akan melakukan hal yang sama lain kali, tidak akan lagi mengambil risiko seperti itu. Paku yang menonjollah yang akan dipalu!' Bagaimana menurutmu sikap seperti ini? Apakah ini sikap yang bertobat? (Tidak.) Sikap apakah itu? Bukankah mereka telah menjadi licin dan curang? Di dalam hatinya mereka berpikir, 'Kali ini aku beruntung hal itu tidak menjadi bencana. Ini pelajaran bagiku agar tidak lagi melakukan kesalahan yang sama. Aku harus lebih berhati-hati di masa depan.' Mereka tidak mencari kebenaran, menggunakan kepicikan dan rencana licik mereka untuk mengatasi dan menangani masalah tersebut. Dapatkah mereka memperoleh kebenaran dengan cara ini? Mereka tidak dapat, karena mereka belum bertobat. Hal pertama yang harus kaulakukan ketika bertobat adalah mengetahui kesalahan apa yang telah kaulakukan: menyadari kesalahanmu, esensi dari masalah tersebut, dan watak yang telah kausingkapkan; engkau harus merenungkan hal-hal ini dan menerima kebenaran, lalu lakukan penerapan sesuai dengan kebenaran. Hanya inilah sikap yang bertobat itu. Sebaliknya, jika engkau memikirkan cara-cara licik secara mendalam, engkau menjadi lebih licin dari sebelumnya, taktikmu lebih pintar dan tersembunyi, dan engkau memiliki lebih banyak metode untuk menangani sesuatu, itu berarti masalahnya tidaklah sesederhana sekadar bersikap curang. Engkau sedang menggunakan cara-cara licik dan engkau memiliki rahasia yang tidak dapat kauberitahukan. Ini adalah jahat. Engkau bukan saja tidak bertobat, engkau telah menjadi makin licin dan licik. Tuhan menganggapmu orang yang terlalu keras hati dan jahat, orang yang di luarnya saja mengakui bahwa mereka telah berbuat salah dan menerima untuk ditangani serta dipangkas, padahal sebenarnya, tidak sedikit pun memiliki sikap yang bertobat. Mengapa kita mengatakan ini? Karena ketika peristiwa ini terjadi atau setelahnya, engkau tidak mencari kebenaran, dan engkau tidak melakukan penerapan sesuai dengan kebenaran. Sikapmu adalah sikap yang menggunakan falsafah, cara berpikir, dan metode Iblis untuk menyelesaikan masalah. Pada kenyataannya, engkau menghindari masalah, dan membungkusnya dalam paket yang rapi sehingga orang lain tidak dapat melihat jejak masalahnya, tidak membiarkan apa pun terlihat. Pada akhirnya, engkau merasa bahwa engkau cukup pintar. Hal-hal inilah yang Tuhan lihat, Tuhan tidak melihatmu benar-benar merenungkan, mengakui dan bertobat dari dosamu saat menghadapi masalah yang telah menimpamu, kemudian mencari kebenaran dan melakukan penerapan sesuai dengan kebenaran. Sikapmu bukanlah sikap yang mencari kebenaran atau menerapkan kebenaran, juga bukan sikap yang tunduk pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan, tetapi sikap yang menggunakan taktik dan metode Iblis untuk menyelesaikan masalahmu. Engkau membuat orang memiliki kesan yang salah tentang dirimu, dan engkau bersikap defensif dan menentang mengenai keadaan yang telah Tuhan aturkan untukmu. Hatimu lebih tertutup daripada sebelumnya dan terpisah dari Tuhan. Dengan demikian, adakah hasil yang baik dari sikap seperti ini? Dapatkah engkau tetap hidup dalam terang, menikmati damai dan sukacita? Tidak bisa. Jika engkau menjauhi kebenaran dan menjauhi Tuhan, engkau pasti akan jatuh ke dalam kegelapan, meratap dan menggertakkan gigimu. Apakah keadaan seperti itu lazim di dalam diri orang-orang? (Ya.) Beberapa orang sering kali mengingatkan diri mereka sendiri dengan berkata, 'Aku ditangani kali ini. Lain kali, aku harus lebih pintar dan berhati-hati. Menjadi pintar adalah dasar kehidupan—dan orang-orang yang tidak pintar adalah orang-orang bodoh.' Jika engkau selalu membimbing dan menegur dirimu sendiri seperti itu, akankah engkau membuat kemajuan? Akankah engkau mampu memperoleh kebenaran? Jika suatu masalah menimpamu, engkau harus mencari dan memahami suatu aspek kebenaran dan mendapatkan aspek kebenaran itu. Apa yang dapat dicapai dengan memahami kebenaran? Jika engkau memahami suatu aspek kebenaran, engkau akan memahami suatu aspek kehendak Tuhan; engkau akan memahami mengapa Tuhan melakukan hal ini kepadamu, mengapa Dia menuntutmu seperti itu, mengapa Dia mengatur keadaan itu untuk menghajar dan mendisiplinkanmu dengan cara demikian, mengapa Dia menggunakan masalah ini untuk memangkas dan menangani dirimu, dan mengapa engkau telah jatuh, gagal, dan disingkapkan dalam hal ini. Jika engkau memahami hal-hal ini, engkau akan mampu mengejar kebenaran dan akan mencapai jalan masuk kehidupan. Jika engkau tidak memahami hal-hal ini dan tidak menerima fakta-fakta ini, tetapi bersikeras melawan dan menentangnya, menggunakan taktikmu sendiri untuk menutupi kesalahanmu, untuk menghadapi semua orang dan Tuhan dengan wajah palsu, maka engkau selamanya tidak akan bisa mendapatkan kebenaran" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya dengan Mengejar Kebenaran Orang Bisa Meluruskan Gagasan dan Kesalahpahaman Mereka tentang Tuhan"). Firman Tuhan sangat jelas. Jalan terbaik untuk berhenti salah paham dan waspada adalah mencari kebenaran dalam hal-hal yang relevan. Saat dihadapkan pada kegagalan dan kesulitan, jika kau tak mencari kebenaran untuk menyelesaikan masalah, dan justru mencari cara menyembunyikan pemikiranmu, serta menangani masalah dengan cara picik dan licik, maka itu bukan sekadar tipu daya, tapi juga watak jahat. Orang seperti itu tak akan pernah mendapatkan kebenaran. Aku ingat saat diberhentikan, pemimpin menyingkapkan keangkuhanku, sifat membenarkan diri sendiri, dan keenggananku mendengarkan pendapat orang lain. Saat itu, aku mengakui dan menerimanya, tapi setelahnya, aku tak mencari kebenaran untuk memperbaiki kerusakan watakku. Kali ini, saat kembali melakukan pekerjaan grafis, aku takut diberhentikan dan disingkirkan karena mengganggu pekerjaan gereja akibat bersikap angkuh lagi, jadi aku menganut filosofi Iblis, yaitu "Lindungi dirimu, jangan sampai disalahkan," dan "Lebih baik selamat daripada menyesal" demi melindungi diri sendiri. Aku jarang berpendapat atau mengajukan saran yang berbeda, dan aku tak pernah mengawali pembicaraan setiap kali ada masalah. Aku makin sering melakukan tipu daya. Aku lihat proposal rancangan bermasalah, tapi aku diam. Aku tahu beberapa saran dari para saudari tak sesuai prinsip, tapi aku tutup mulut. Dari luar, aku tampak taat, tapi sebenarnya aku belum sepenuhnya bertobat. Aku hanya berpura-pura tunduk dan berubah. Bukankah aku menipu saudara-saudari, serta Tuhan? Saat itu aku baru sadar bahwa aku bukan hanya belum bertobat setelah diberhentikan, tapi aku terus bersikap perhitungan dan penuh tipu daya, mencari cara melindungi diri sendiri, serta menyembunyikan watakku yang rusak. Aku makin licik dibandingkan sebelumnya. Watakku sangat jahat. Aku merasa diriku pintar, dan ingin menggunakan tipu daya manusia agar tak mengungkapkan kerusakanku. Tapi berkat pengalaman, aku sadar bahwa kerusakan watak orang tak bisa diatasi dengan usaha manusia, atau dengan bergantung pada filosofi Iblis dan menyembunyikan emosi. Hanya dengan penghakiman Tuhan dan hajaran Tuhan, serta pemangkasan dan penanganan seseorang bisa mengalami perubahan kecil. Tuhan mengizinkan kita mengungkapkan kerusakan kita, dan Dia tahu bahwa kita memiliki kegagalan dalam tugas, tapi Dia tak ingin kita menyembunyikan diri atau berpura-pura saat mengalami masalah. Sebagai gantinya, Tuhan ingin agar kita bersikap sederhana dan terbuka, serta menghadapi kegagalan dengan baik, dan sungguh-sungguh bertobat serta berubah. Setelah menyadari kehendak Tuhan, aku tak lagi bersikap pasif atau salah paham, dan bersedia menerapkan kebenaran serta bertobat kepada Tuhan. Setelah itu, aku membaca kutipan firman Tuhan, dan memahami jalan penerapan. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Lalu, bagaimana engkau menyelesaikan masalah sikapmu yang semaunya dan gegabah ini? Misalnya, katakanlah sesuatu terjadi pada dirimu dan engkau memiliki gagasan dan rencanamu sendiri; sebelum menentukan apa yang harus dilakukan, engkau harus mencari kebenaran dan engkau setidaknya harus bersekutu dengan semua orang tentang apa yang kaupikirkan dan yakini tentang hal ini, mintalah semua orang untuk memberitahukan kepadamu apakah pemikiran dan rencanamu benar dan sejalan dengan kebenaran atau tidak, mintalah semua orang melakukan pemeriksaan terakhir untukmu. Inilah cara terbaik untuk menangani sikapmu yang semaunya dan gegabah. Pertama, engkau dapat menjelaskan pandanganmu dan mencari kebenaran; inilah langkah pertama yang harus kaulakukan agar dapat mengatasi sikapmu yang semaunya dan gegabah. Langkah kedua terjadi ketika orang lain menyuarakan pendapat yang berbeda, penerapan apa yang dapat kaulakukan untuk membuatmu tidak bersikap semaunya dan gegabah? Engkau harus terlebih dahulu memiliki sikap rendah hati, mengesampingkan apa yang kauyakini benar, dan membiarkan semua orang menyampaikan persekutuan. Meskipun engkau percaya jalanmu itu benar, engkau tidak boleh tetap bersikeras mempertahankannya. Itu adalah semacam peningkatan; hal itu menunjukkan sikap yang mencari kebenaran, menyangkal dirimu sendiri, dan memenuhi kehendak Tuhan. Begitu engkau memiliki sikap ini, pada saat yang sama ketika engkau tidak mengikuti pendapatmu sendiri, engkau harus berdoa, mencari kebenaran dari Tuhan, dan kemudian mencari dasar di dalam firman Tuhan—menentukan bagaimana bertindak berdasarkan firman Tuhan. Inilah penerapan yang paling cocok dan akurat" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Setelah membaca firman Tuhan, aku memahami bahwa saat kau memiliki ide dan pendapat selama diskusi berlangsung, hatimu harus berkeinginan mencari. Mengutarakan pendapat bukan berarti memaksa orang lain menyetujuimu. Tujuannya adalah agar pendapatmu dibicarakan dan dibahas oleh semua orang, lalu mencari prinsip kebenaran bersama-sama. Ini satu-satunya pendekatan yang masuk akal. Perilaku semacam ini yang melindungi pekerjaan gereja. Jika bertindak berdasarkan watak angkuhmu, kau akan cenderung bersikap keras kepala dan memaksa orang lain mendengarkanmu, tanpa rasa takut terhadap Tuhan atau ketaatan kepada-Nya. Setelah itu, saat membahas konsep bersama saudara-saudari, aku dengan terbuka bersekutu tentang segala pendapat dan ide yang kumiliki, dan meski merasa ideku benar, aku tak akan berkeras hati tanpa alasan. Saat menemukan saran berbeda, aku akan berdoa dan mencari. Aku menerima dengan rendah hati saat seseorang menyampaikan sesuatu yang sejalan dengan prinsip. Tapi jika tidak, aku akan mempertahankan pendapatku, dan bersekutu serta membahasnya bersama mereka. Ini satu-satunya cara untuk melaksanakan tugas yang berkenan di hati Tuhan.

Aku terus membaca firman Tuhan lainnya, yang makin memperjelas cara berhenti melakukan tipu daya dan waspada berlebihan. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Aku sangat menghargai orang-orang yang tidak menaruh curiga terhadap orang lain, dan Aku juga sangat menyukai mereka yang siap menerima kebenaran; terhadap kedua jenis manusia ini Aku menunjukkan perhatian yang besar, karena di mata-Ku mereka adalah orang-orang yang jujur" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Cara Mengenal Tuhan yang di Bumi"). "Apa ungkapan dari orang yang jujur? Pertama adalah tidak memiliki keraguan terhadap firman Tuhan. Ini adalah salah satu ungkapan dari orang yang jujur. Selain itu, ungkapan terpenting dari orang yang jujur adalah mencari dan menerapkan kebenaran dalam segala hal; inilah yang terpenting dari semuanya. Jika engkau mengatakan bahwa engkau jujur, tetapi engkau selalu mengesampingkan firman Tuhan dan melakukan apa pun yang kauinginkan, apakah ini adalah ungkapan dari orang yang jujur? Engkau berkata, 'Kualitasku rendah, tetapi aku memiliki hati yang jujur.' Namun, ketika engkau menerima sebuah tugas, engkau takut bahwa tugas itu mungkin melelahkan atau engkau tidak dapat melakukannya dengan baik, dan karenanya engkau mencari-cari alasan untuk menghindarinya dan merekomendasikan orang lain untuk melakukannya. Apakah ini ekspresi dari seseorang yang jujur? Jelas tidak. Bagaimanakah seharusnya orang yang jujur bersikap? Mereka harus menerima dan menaati, dan kemudian sungguh-sungguh mengabdikan diri dalam melakukan tugas mereka dengan sebaik mungkin, berjuang untuk memuaskan kehendak Tuhan. Ini diungkapkan dalam beberapa cara. Salah satunya adalah engkau harus menerima tugasmu dengan hati yang jujur, tidak memikirkan tentang kepentingan dagingmu, dan tidak bersikap setengah hati mengenainya. Jangan berkomplot demi keuntunganmu sendiri. Inilah ungkapan kejujuran itu. Cara lainnya adalah melaksanakan tugasmu dengan segenap hati dan segenap kekuatanmu, melakukan segala sesuatu dengan benar, mengerahkan segenap hati dan kasihmu dalam pelaksanaan tugasmu untuk memuaskan Tuhan. Inilah yang harus diungkapkan ketika orang yang jujur melaksanakan tugasnya. Jika engkau tidak melakukan apa yang kauketahui dan yang telah kaupahami, jika engkau hanya memberikan 50 atau 60 persen dari upaya terbaikmu, artinya engkau tidak sedang mengerahkan segenap hati dan kekuatanmu, engkau sedang mencari cara untuk mengendur. Apakah orang yang licin saat melaksanakan tugas mereka jujur? Sama sekali tidak. Tuhan tidak memakai orang yang licin dan curang seperti itu; mereka harus diusir. Tuhan hanya memakai orang yang jujur untuk melaksanakan tugas. Bahkan pelaku pelayanan yang setia pun harus jujur. Orang yang selalu ceroboh dan asal-asalan, yang selalu mencari cara untuk mengendur—orang-orang ini semuanya adalah orang yang curang, mereka semua adalah setan-setan, tak seorang pun dari mereka yang benar-benar percaya kepada Tuhan, dan mereka semua akan diusir" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Saat merenungi firman Tuhan, aku sadar bahwa watak Tuhan adalah kudus dan benar. Tuhan cinta pada orang yang jujur. Di hadapan Tuhan, orang jujur memiliki hati yang tulus, di hadapan orang lain dan Tuhan, mereka tak waspada atau curiga, dan mereka dapat menerima pengawasan Tuhan di segala aspek. Mereka tak bersikap licin atau menyesatkan dalam melaksanakan tugas, dan mereka berusaha semaksimal mungkin menjalankan kewajiban. Bahkan saat harus bertanggung jawab, mereka dapat mengesampingkan kepentingan pribadi, menjunjung prinsip, dan melaksanakan tugas dengan baik untuk memenuhi kehendak Tuhan. Hanya orang yang melaksanakan tugas dengan cara seperti itu yang dapat menerima persetujuan Tuhan, dan hanya mereka yang sungguh-sungguh bijak! Tapi demi melindungi kepentingan pribadi, aku tutup mulut saat menemukan masalah, yang akhirnya menurunkan kualitas kerja. Meski tampaknya aku tak bertanggung jawab secara langsung, semua terjadi akibat aku tak menerapkan kebenaran. Aku juga tak memahami banyak prinsip kebenaran, dan hanya dapat melihat masalah dari satu sisi, jadi, sudah pasti ada penyimpangan dalam saranku. Tapi, orang jujur memperlakukan kerusakan dan kelemahan mereka dengan tepat, menerima kebenaran serta persekutuan dan perbaikan dari orang lain, dan mereka dapat merangkum penyimpangan mereka serta memahami prinsip utama. Jika kesalahan mereka menurunkan kualitas kerja, mereka dapat mengakuinya dengan berani dan berubah. Setelah menyadari semua hal tersebut, hatiku terasa lebih ringan, dan aku makin memahami prinsip yang harus diterapkan dalam tugasku.

Setelah itu, saat membahas masalah bersama para saudari lagi, aku berdoa kepada Tuhan, menyelaraskan niat, dan bertindak berdasarkan prinsip kebenaran. Suatu waktu, aku sedang membahas konsep rancangan gambar bersama tiga saudari, lalu ketiganya berkata bahwa rancangannya tak dapat dikerjakan, tapi aku memiliki pendapat berbeda. Aku pun berpikir: "Pendapat mereka bertiga sama. Jika aku mengutarakan pendapat yang berbeda, akankah mereka menganggapku angkuh? Atau sebaiknya aku menahan diri saja?" Tapi konsep gambar itu segar dan baru, temanya pun jelas. Berdasarkan prinsip, itu dapat dikerjakan. Jika mengikuti pendapat mereka bertiga, bukankah itu berarti aku membuang proposal rancangan yang bagus? Aku ingat bahwa orang jujur melaksanakan tugas dengan cermat dan menjunjung prinsip. Jadi, aku menyampaikan pendapatku serta beberapa prinsip yang relevan. Melalui diskusi kami, semua setuju bahwa ideku lebih sesuai dengan prinsip. Saat itu terjadi, aku sangat bersyukur atas bimbingan Tuhan, dan merasakan kedamaian karena bertindak sesuai dengan prinsip.

Jadi saat ini, aku perlahan membebaskan diri dari sikap yang terlalu berhati-hati dan waspada. Aku bisa membahas semua pendapatku dengan orang lain, dan hatiku terasa lebih suci dan terbuka dalam melaksanakan tugas. Kinerjaku saat melaksanakan tugas makin efektif. Pengetahuan tersebut dan kemampuanku untuk berubah adalah berkat bimbingan firman Tuhan.

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait