Dibebaskan Dari Belenggu Rumah

20 Januari 2022

Oleh Saudara Cheng Shi, Tiongkok

Tidak lama setelah menerima pekerjaan Tuhan pada akhir zaman, aku mengkhotbahkan Injil kepada suamiku. Aku terkejut, setelah dia mendengarnya, dia menemukan berbagai laporan berita palsu tentang Gereja Tuhan Yang Mahakuasa di internet, yang semuanya adalah fitnah dan rumor yang dibuat PKT terhadap Gereja Tuhan Yang Mahakuasa. Setelah itu, dia memelototiku dan berteriak, "Lihat ini! Yang kau percayai adalah 'Kilat dari Timur' yang telah diburu PKT selama bertahun-tahun. Begitu mereka menangkapmu, kau akan divonis dan dikirim ke penjara. Kau tidak boleh percaya lagi!" Lalu, dia merobek semua buku firman Tuhanku. Saat itu aku murka, tetapi aku lalu berpikir saat ini suamiku mungkin menentangku percaya karena dia tertipu rumor PKT, tetapi dia akan mengerti nanti. Namun, aku tahu, apa pun yang terjadi, percaya kepada Tuhan adalah jalan yang benar dalam hidup, dan aku tidak akan pernah melepaskannya. Setelah itu, suamiku meneleponku setiap hari untuk melacak pergerakanku. Saat itu, aku adalah mahasiswa pascasarjana, jadi untuk menghindari pengawasannya, aku menghadiri pertemuan di dekat kampusku, dan hanya pulang pada akhir pekan. Pada akhir tahun 2012, saat PKT meluncurkan kampanye penindasan dan penangkapan lebih agresif terhadap Gereja Tuhan Yang Mahakuasa di internet, televisi, dan surat kabar, ada rumor dan kekeliruan yang mengutuk serta memfitnah Gereja Tuhan Yang Mahakuasa di mana-mana, dan mereka menangkap para orang percaya kepada Tuhan di seluruh tempat. Suamiku takut aku akan ditangkap karena percaya kepada Tuhan, yang mungkin memengaruhi dia dan keluarganya, pengekangan dia terhadapku menjadi makin parah. Dia juga mengancamku, berkata akan menceraikanku jika terus percaya kepada Tuhan. Mendengar dia mengatakan itu membuatku sangat kesal. Di Tiongkok, percaya kepada Tuhan tidak hanya berisiko divonis dan dipenjara, kita juga menderita penganiayaan dari keluarga. Keadaan kita sangat sulit! Aku pikir, jika kami bercerai, bagaimana dengan putri kami? Selama beberapa hari itu, aku tidak tertarik melakukan tugas. Aku sangat sengsara.

Setelah itu, saat salah satu saudariku tahu tentang keadaanku, dia membacakan sebuah kutipan firman Tuhan untukku. "Dalam setiap langkah pekerjaan yang Tuhan lakukan di dalam diri manusia, dari luar pekerjaan itu terlihat seperti interaksi antara manusia, seolah-olah lahir karena pengaturan manusia atau dari campur tangan manusia. Namun di balik layar, setiap langkah pekerjaan, dan semua yang terjadi, adalah pertaruhan yang Iblis buat di hadapan Tuhan, dan menuntut orang-orang untuk berdiri teguh dalam kesaksian mereka bagi Tuhan. Misalnya, ketika Ayub diuji: di balik layar, Iblis bertaruh dengan Tuhan, dan yang terjadi kepada Ayub adalah perbuatan manusia, dan campur tangan manusia. Di balik setiap langkah pekerjaan yang Tuhan lakukan di dalam dirimu adalah pertaruhan antara Iblis dengan Tuhan—di balik semua itu ada peperangan" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Hanya Mengasihi Tuhan yang Berarti Sungguh-Sungguh Percaya kepada Tuhan"). Firman Tuhan membuatku mengerti di permukaan, keadaan sulit ini adalah suamiku membatasi dan menganiayaku, tetapi sebenarnya ini gangguan iblis. Tuhan ingin menyelamatkan manusia, dan Iblis menyebabkan segala macam gangguan dan kekacauan membuatku mengkhianati Tuhan, kehilangan penyelamatan-Nya, dan akhirnya terseret ke neraka bersamanya. Iblis sangat jahat dan keji! Saat itu, aku berdoa kepada Tuhan, "Tuhan, tingkat pertumbuhanku terlalu kecil, jadi berikanlah aku iman. Meskipun harus menceraikan suamiku, aku tidak akan mengkhianati-Mu, dan aku tidak akan teperdaya rencana jahat Iblis." Setelah berdoa, bebanku terasa lebih ringan, dan aku terus menyebarkan Injil serta menggenapi tugasku.

Kudengar pada akhir tahun itu, kau ditangkap di sebuah pertemuan. Polisi juga menuduhku atas "mengganggu ketertiban sosial" dan menahanku selama 30 hari. Saat interogasi, polisi dari Biro Keamanan Nasional mengancamku, "Kampusmu sudah tahu kau ditangkap karena percaya kepada Tuhan dan mereka berencana mengeluarkanmu. Namun, jika kau bekerja sama dengan kami dan memberi tahu yang kau ketahui, kami akan berbicara dengan dekan untukmu, dan studi pascasarjanamu bisa dilanjutkan. Pikirkan baik-baik!" Setelah mereka pergi, aku melihat ke jeruji besi sel yang dingin, merasa sangat tertekan dan sengsara. Jika dikeluarkan dari kampus karena percaya kepada Tuhan, itu adalah masalah politik. Tanda itu akan tertulis di catatan mahasiswa dan catatan kepolisianku, tidak akan ada rumah sakit yang mempekerjakanku, dan mimpiku menjadi dokter akan hancur. Pada usia 30 tahun, studi, pekerjaan, dan masa depanku akan lenyap. Bagaimana aku akan hidup di masa depan? Bagaimana aku bisa menghadapi diskriminasi dari kerabatku dan ejekan orang-orang di sekitarku? Selama beberapa hari, aku tidak bisa makan atau tidur nyenyak. Selama itu, aku berdoa kepada Tuhan tentang ini setiap hari. Suatu pagi, aku menemukan diriku tanpa sadar menyenandungkan sebuah lagu pujian firman Tuhan: "Engkau adalah makhluk ciptaan—engkau tentu saja harus menyembah Tuhan dan mengejar kehidupan yang bermakna. Karena engkau adalah manusia, engkau harus mengorbankan dirimu bagi Tuhan dan menanggung semua penderitaan! Engkau harus dengan senang hati dan tanpa ragu-ragu menerima sedikit penderitaan yang engkau alami sekarang dan menjalani kehidupan yang bermakna, seperti Ayub dan Petrus. Engkau semua adalah orang-orang yang mengejar jalan yang benar dan yang mencari peningkatan. Engkau semua adalah orang-orang yang bangkit di negara si naga merah yang sangat besar, mereka yang Tuhan sebut orang benar. Bukankah itu kehidupan yang paling bermakna?" ("Hidup yang Paling Berarti" dalam "Ikuti Anak Domba dan Nyanyikan Lagu Baru"). Saat menyanyikan lagu pujian firman Tuhan itu, aku merasa sangat tersentuh dan air mataku tidak bisa berhenti mengalir. Aku makhluk ciptaan. Aku harus percaya dan menyembah Tuhan. Itu hal yang wajar dan benar. Tuhan menetapkan aku dilahirkan dalam keluarga yang percaya kepada Tuhan agar mengetahui keberadaan Tuhan sejak usia dini. Pada akhir zaman, Tuhan memilihku dan mengizinkanku mendengar suara Tuhan serta menerima Dia. Dia mengizinkanku menerima penyiraman dan suplai firman Tuhan, menerima penghakiman dan penyuciannya, serta menerima penyelamatan Tuhan. Ini berkat yang luar biasa! Aku teringat banyak orang dari generasi ke generasi yang telah mengikuti Tuhan. Untuk menyebarkan Injil Tuhan, mereka menderita persekusi dan kesulitan, bahkan banyak yang kehilangan nyawa. Mereka semua menciptakan kesaksian yang indah dan bergema bagi Tuhan. Itu sangat menginspirasi bagiku. Aku berpikir, jika berhenti percaya kepada Tuhan untuk melindungi kepentingan dan masa depanku, apa aku masih punya hati nurani? Apakah aku layak disebut manusia? Pikiran itu memberiku kekuatan, dan aku bersumpah entah aku dikeluarkan atau seperti apa pun masa depan dan nasibku nanti, bagaimanapun orang-orang di sekitarku menolak atau memfitnahku, aku tidak akan mengkhianati Tuhan, dan menjadi saksi bagi Tuhan. Di interogasi terakhirku, aku dengan sangat tenang memberi tahu polisi, "Jika kampus mengeluarkanku, aku hanya memintamu memberi tahu suamiku agar pergi ke kampus untuk mengambil barang-barangku." Saat polisi melihat betapa bertekadnya aku, mereka pergi, tampak putus asa. Aku sangat berterima kasih kepada Tuhan.

Setelah dibebaskan dan dipulangkan, suamiku dengan marah berkata, "Polisi memberitahuku jika kau ditangkap lagi karena percaya kepada Tuhan, hukumannya bukan hanya kurungan satu bulan. Itu akan memengaruhiku dan putri kita juga. Putri kita tidak akan bisa kuliah, mendapatkan pekerjaan bagus, atau bekerja di pelayanan publik. Apa kau tidak mengerti? Aku juga menderita selama sebulan akibat kau ditangkap karena percaya kepada Tuhan. Entah berapa kali aku menangis dan hampir mengalami kecelakaan mobil. Untuk membebaskanmu, aku pontang-panting memohon bantuan dan benar-benar mempermalukan diriku. Aku tidak bersedia menderita seperti itu lagi." Dia juga bertanya apakah aku bisa berhenti percaya dan lebih memikirkan keluargaku. Selain itu, untuk menghentikanku menghubungi saudara-saudariku, dia mengawasiku seolah-olah aku penjahat. Dia tidak mengizinkanku meninggalkan rumah dan tidak memberiku kebebasan sama sekali. Saat pergi bekerja, dia menyuruh ibunya mengawasiku. Dia terus menelepon untuk menanyakan keberadaanku dan apa yang kulakukan. Dia juga tak henti-hentinya memberitahuku tentang berbagai gerakan revolusioner PKT dan metode pemulihan keras yang digunakan agar aku tahu konsekuensi tidak mematuhi PKT dan menghilangkan pemikiranku tentang percaya kepada Tuhan. Dia juga berkata, "Aku tahu rumor yang dibuat PKT tentang gerejamu itu salah. Kau ingin percaya kepada Tuhan, dan mereka tidak mengizinkannya. Namun, jika kau tidak patuh, mereka menghancurkan hidupmu. Lihatlah orang-orang yang meninggal begitu tragis selama Revolusi Kebudayaan dan insiden Empat Juni. Jika menyinggung PKT, kau bahkan tidak bisa melarikan diri ke luar negeri." Ibu mertuaku bergabung, berkata, "PKT tidak baik, tetapi mereka berkuasa. Kita hanya orang biasa dan tidak cukup kuat untuk melawan mereka." Setelah itu, aku dikeluarkan karena keyakinanku kepada Tuhan, dan suamiku menyalahkan semua hal buruk yang terjadi kepada keluarga kami pada kepercayaanku kepada Tuhan. Setiap kali ada hal yang mengganggunya, dia akan memarahi, mengejek, dan menghinaku. Kehidupan seperti itu membuatku sangat tertekan, dan selain itu, aku tidak bisa membaca firman Tuhan atau menghubungi saudara-saudariku, jadi aku sangat sengsara dan tidak tahu kapan masa itu akan berakhir.

Selama periode itu, aku sering berdoa kepada Tuhan untuk meminta Dia mencerahkan, membimbing, dan mengizinkanku memahami kehendak-Nya. Suatu hari, aku teringat sebuah kutipan firman Tuhan: "Mungkin engkau semua ingat kata-kata ini: 'Sebab penderitaan ringan kami, yang hanya sementara, mengerjakan bagi kami kemuliaan yang lebih besar dan kekal.' Engkau semua pernah mendengar kata-kata itu sebelumnya, tetapi tak satu pun darimu yang memahami arti sebenarnya dari kata-kata tersebut. Hari ini, engkau sadar sepenuhnya akan makna penting sejatinya. Kata-kata ini akan dipenuhi oleh Tuhan pada akhir zaman, dan akan dipenuhi dalam diri orang-orang yang telah dianiaya secara brutal oleh si naga merah yang sangat besar di negeri tempatnya berbaring melingkar. Si naga merah yang sangat besar itu menganiaya Tuhan dan ia adalah musuh Tuhan, dan karenanya, di negeri ini, mereka yang percaya kepada Tuhan dipaksa menanggung penghinaan dan penindasan, dan sebagai hasilnya, perkataan-perkataan ini terpenuhi dalam diri engkau semua, sekelompok orang ini. Karena dimulai di sebuah negeri yang melawan Tuhan, semua pekerjaan Tuhan menghadapi rintangan-rintangan yang luar biasa, dan memenuhi sekian banyak firman-Nya membutuhkan waktu; akibatnya, orang-orang dimurnikan sebagai hasil dari firman Tuhan, yang juga adalah bagian dari penderitaan. Teramat sulit bagi Tuhan untuk menjalankan pekerjaan-Nya di negeri si naga merah yang sangat besar—tetapi lewat kesulitan inilah Tuhan mengerjakan satu tahap pekerjaan-Nya, membuat hikmat-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya yang menakjubkan menjadi nyata, dan menggunakan kesempatan ini untuk menyempurnakan kelompok orang ini" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Apakah Pekerjaan Tuhan Sesederhana yang Manusia Bayangkan?"). Ya, dari firman Tuhan, aku mengerti karena naga merah yang sangat besar membenci Tuhan dan sangat menentang-Nya, sebagai orang percaya kepada Tuhan di Tiongkok, kita pasti akan menanggung banyak penderitaan, tetapi penderitaan ini penuh arti. Tuhan menggunakan penderitaan dan kesengsaraan ini untuk menyempurnakan iman kita dan memberi kita kearifan. Aku berpikir, hanya karena percaya kepada Tuhan, PKT mengurungku, membuat kampusku mengeluarkanku, serta menggunakan pekerjaan dan masa depan keluargaku untuk mengancam dan memaksaku melepaskan jalan yang benar. PKT benar-benar jahat! Suamiku mencoba menghentikanku percaya kepada Tuhan karena memercayai rumor dan kebohongan PKT, serta takut akan tindakan pemulihan mereka yang keras. Secara pribadi, mengalami persekusi PKT memungkinkanku melihat esensi jahat PKT yang sangat keji dan membenci kebenaran. Aku pikir, makin PKT mempersekusiku, makin aku akan menolaknya, meninggalkannya, dan mengikuti Tuhan sampai akhir. Meskipun tidak bisa membaca firman Tuhan atau menghubungi saudara-saudariku, aku percaya Tuhan itu setia dan akan membukakan jalan bagiku.

Sepuluh bulan kemudian, aku akhirnya menemukan kesempatan menghubungi gereja. Saat akhirnya bisa membaca firman Tuhan lagi, aku sangat bersemangat dan makin merasakan betapa berharganya firman Tuhan. Makin aku membaca, makin tajam dan segar perasaanku. Suatu hari beberapa bulan kemudian, suamiku menemukan buku catatan saat teduhku di kamarku. Saat tahu aku masih percaya kepada Tuhan, dia kehilangan kesabaran dan membuatku tersungkur dengan satu pukulan, lalu memukulku setidaknya 20 kali lagi di kepala. Aku dalam keadaan setengah sadar dan pusing, serta ada benjolan sebesar telur burung di kepalaku. Aku ingat kemurkaan dingin di wajah suamiku dan bagaimana putriku yang berusia 6 tahun sangat ketakutan sehingga mulai meratap. "Jangan pukul Ibu! Jangan pukul Ibu!" Suamiku mencengkeram kerahku dan melemparku keluar pintu sambil berkata dengan marah, "Jika kau tetap percaya kepada Tuhan, keluarlah dari rumahku!" Saat melihat bagaimana suamiku telah berubah, betapa kejam dan kejinya dia, serta tidak memedulikan kebersamaan kami selama bertahun-tahun, aku merasa hatiku hancur. Yang paling tak tertahankan adalah melihat betapa takutnya putriku akan temperamen ayahnya yang kasar. Begitu ayahnya mendekatiku, dia pikir ayahnya akan memukuliku, jadi dia berlari ke depanku, mengangkat tangan kecilnya untuk melindungiku, dan berkata, "Menjauhlah dari Ibu!" Terkadang, saat aku di lantai atas, begitu suamiku mendekati tangga, putriku berteriak kepadanya agar tidak naik tangga. Setiap kali melihat wajah putriku begitu penuh ketakutan dan kecemasan, kerusakan psikologis akibat kekerasan dalam rumah tangga di usia yang begitu muda, rasanya seperti ada pisau tertancap di hatiku, dan aku makin membenci naga merah yang sangat besar. Semua bencana ini disebabkan oleh persekusi Partai Komunis.

Suatu hari, saat suamiku pulang kerja, dia mengeluarkan ponselnya dan berkata dengan marah, "Dengar, PKT telah menangkap sangat banyak orang lagi. Apa kau masih ingin percaya? Apa kau masih ingin mati? Kau boleh percaya kepada Tuhan, tetapi jangan seret aku dan putri kita. Jika kau ditangkap lagi, hidup kami akan sangat sulit. Jika tahu kau akan mengambil jalan percaya kepada Tuhan, aku tidak akan pernah menikahimu." Yang dikatakan suamiku sangat menyakitiku. Aku teringat masa lalu, bagaimana dia memberiku kebebasan lebih sedikit daripada penjahat hanya karena percaya kepada Tuhan, seberapa sering dia memukuliku, dan bagaimana ini menyakiti putriku, aku sadar tidak bisa berkompromi lagi, jadi aku setuju dengan permintaan suamiku untuk bercerai. Saat melihatku bersikeras terus percaya kepada Tuhan, dia memanggil kakak lelakiku dan meminta dia membujukku. Kakakku selalu mengasihiku dan selalu bangga kepadaku. Karena ditangkap PKT, aku dikeluarkan dari kampus dan dilarang melanjutkan studi pascasarjana. Jika setelah itu bercerai, selesai sudah transformasiku menjadi bahan tertawaan desa. Kakak lelakiku akan sangat kecewa! Aku tidak tahu bagaimana menghadapi kakakku, aku berseru kepada Tuhan dalam hati dan meminta Dia melindungiku agar bisa menjadi saksi bagi Tuhan, serta bagaimanapun lingkungannya, aku tidak akan pernah melepaskan kepercayaanku kepada Tuhan. Aku lalu teringat sebuah kutipan firman Tuhan, "Engkau harus memiliki keberanian-Ku di dalam dirimu, dan engkau harus memiliki prinsip-prinsip dalam hal menghadapi kerabat yang tidak percaya. Namun demi Aku, engkau juga tidak boleh tunduk pada kekuatan gelap apa pun. Andalkanlah hikmat-Ku untuk berjalan dengan cara yang sempurna; jangan izinkan persekongkolan Iblis apa pun menguasaimu" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 10"). Benar. Tuhan menciptakan manusia, maka kepercayaan kepada Tuhan dan mengikuti Tuhan adalah wajar dan benar. Kita harus teguh dalam jalan pilihan kita dan tidak boleh tertipu Iblis. Kita tidak bisa membiarkan orang terdekat sekalipun ikut campur. Jadi, setelah itu, di depan saudaraku, suamiku menyalahkanku atas semua yang terjadi dengan keyakinanku kepada Tuhan. Saat suamiku melihat betapa tenangnya aku, dia mengangkat tangannya untuk memukulku, tetapi saudaraku menghentikannya. Saudaraku dengan tenang berkata kepadaku, "Kau sudah dewasa dan bisa membuat keputusan sendiri tentang hidupmu. Namun, kau perlu memikirkan apa yang terjadi kepada putrimu jika kau bercerai. Jika kau melihat apa yang terjadi kepada putriku, kau akan tahu apa yang akan terjadi kepada putrimu." Kata-kata saudaraku membuatku sedih untuk sesaat, karena aku teringat perceraian saudaraku, dan putrinya yang sering diejek dan dipandang rendah oleh orang-orang di sekitarnya. Sungguh kasihan jika seorang anak tak punya ibu. Aku berpikir, jika bercerai, bukankah putriku juga akan menjadi anak tanpa ibu? Bukankah dia akan mengalami diskriminasi dan ejekan dari guru dan teman sekelasnya? Tanpa aku di sisinya, jika dia tinggal bersama ayah dan kakek-neneknya yang bukan orang percaya, bisakah dia berjalan di jalan percaya kepada Tuhan? Saat memikirkan dia yang masih sangat kecil, aku merasa tidak kuasa berpisah dengannya.

Sejujurnya aku sangat menderita selama itu, jadi aku berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan, aku tidak bisa melepaskan putriku. Aku selalu merasa sedih memikirkan masa depannya. Tolong cerahkan aku, bimbing aku, dan lindungi hatiku." Setelah itu, aku membaca dua kutipan firman Tuhan, dan di sana, aku menemukan jalan penerapan. "Selain melahirkan dan membesarkan anak, tanggung jawab orang tua dalam hidup anak-anak mereka hanyalah menyediakan bagi mereka lingkungan formal untuk bertumbuh, karena tidak ada hal lain selain penentuan Sang Pencipta yang memiliki pengaruh atas nasib seseorang. Tidak seorang pun dapat mengendalikan masa depan seperti apa yang akan orang miliki; itu telah ditentukan jauh sebelumnya, dan bahkan orang tua tidak bisa mengubah nasib seseorang. Dalam perkara nasib, setiap orang berdiri sendiri, setiap orang memiliki nasib mereka sendiri. Jadi, tidak ada orang tua yang bisa mencegah nasib seseorang dalam hidupnya atau memberi pengaruh sekecil apa pun terhadap peran yang akan orang mainkan dalam hidupnya. ... tidak ada orang tua yang dapat membantu seseorang dalam menyelesaikan misi dalam hidupnya, demikian pula, tidak ada kerabat yang dapat membantu orang untuk mengambil peran dalam hidupnya. Bagaimana orang menyelesaikan misinya dan dalam lingkungan hidup seperti apa ia menjalankan perannya, itu ditentukan oleh nasib hidupnya. Dengan kata lain, tidak ada kondisi objektif lain yang dapat memengaruhi misi seseorang yang telah ditetapkan sejak semula oleh Sang Pencipta. Semua orang menjadi dewasa dalam lingkungan tertentu, di mana mereka bertumbuh; kemudian secara bertahap, langkah demi langkah, mereka menapaki jalan hidup mereka masing-masing dan memenuhi nasib yang telah direncanakan oleh Sang Pencipta bagi mereka. Secara alami, tanpa disadari, mereka memasuki lautan luas manusia dan mengambil posisi mereka sendiri dalam kehidupan, di mana mereka mulai memenuhi tanggung jawab mereka sebagai makhluk ciptaan demi ketetapan Sang Pencipta dari sejak semula, demi kedaulatan-Nya" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik III"). Ada satu kutipan lagi. "Rencana dan fantasi orang itu sempurna; tidakkah mereka tahu bahwa jumlah anak yang mereka miliki, penampilan anak-anak mereka, kemampuan anak-anak mereka, dan hal-hal lainnya tidak bisa mereka tentukan, bahwa nasib anak-anak mereka tidak berada di tangan mereka sama sekali? Manusia bukan tuan atas nasib mereka sendiri, tetapi mereka berharap bisa mengubah nasib generasi yang lebih muda; mereka tidak berdaya melepaskan diri dari nasib mereka sendiri, tetapi mencoba mengendalikan nasib putra-putri mereka. Bukankah mereka terlalu memandang tinggi diri mereka sendiri? Bukankah ini kebodohan dan kebebalan manusia?" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik III"). Ya, Tuhan menciptakan segalanya dan punya kedaulatan atas segalanya, nasib manusia juga ada di tangan Tuhan. Orang tua hanya membesarkan anak, mereka tidak bisa mengubah nasib anak. Aku selalu berpikir bisa memengaruhi dan mengendalikan kehidupan putriku, bahwa dia bisa menemukan kebahagiaan selama aku berada di sisinya dan bisa membimbingnya ke jalan kepercayaan kepada Tuhan. Namun, setelah dipikir-pikir, aku bahkan tidak punya kendali atas nasibku sendiri, bagaimana aku bisa mengendalikan nasib putriku? Aku teringat putriku jatuh sakit dan pingsan beberapa hari yang lalu, dan aku tidak bisa membantu meringankan rasa sakitnya sama sekali, aku hanya bisa berdiri dan menonton. Aku hanya bisa memohon kepada Tuhan untuk melindungi putriku. Putriku tersandung saat mendaki dan hampir jatuh dari tebing. Aku tidak bisa melakukan apa-apa. Dia secara misterius diselamatkan oleh pohon mati di tepi tebing gunung. Fakta-fakta ini membuatku mengerti, meskipun aku merawat putriku sebaik mungkin, tidak ada jaminan dia tidak akan sakit atau mengalami bencana. Begitu memahami hal-hal ini, aku merasakan kelegaan yang luar biasa. Aku sadar harus menyerahkan hidup anakku di tangan Tuhan serta mematuhi kedaulatan dan pengaturan Tuhan. Sebagai makhluk ciptaan, inilah yang harus kulakukan.

Lalu, saat suamiku melihat aku bersikeras untuk percaya kepada Tuhan, dia memutuskan menceraikanku. Dia memintaku keluar dari rumah tanpa apa pun dan menolak memberiku hak asuh atas putri kami. Dia bahkan ingin merenggut hak kunjunganku. Saat bertanya tentang pembagian harta, dia mencoba memukul kepalaku dengan cangkir besi. Aku menggunakan tanganku untuk melindungi diri, seperti ini, tetapi pergelangan tanganku memar, yang membuatku tidak bisa membawa barang berat selama dua bulan. Dia juga memukul punggungku dengan itu beberapa kali, yang menyebabkan aku batuk hebat lebih dari sebulan. Setelah semua itu, dia menyita ratusan ribu tabungan hasil kerjaku. Dia berkata, "Kau percaya kepada Tuhan, bukan? Kalau begitu, pergilah kepada Tuhanmu, minta Tuhanmu memberikan makan dan pakaian untukmu." Saat melihat suamiku bersikap sangat tidak masuk akal, aku teringat firman Tuhan, "Jika seorang manusia menjadi gusar dan meledak kemarahannya ketika membahas tentang Tuhan, apakah orang tersebut sudah melihat Tuhan? Apakah dia mengenal siapa Tuhan? Dia tidak mengenal siapa Tuhan, tidak percaya kepada-Nya, dan Tuhan tidak pernah berbicara kepadanya. Tuhan tidak pernah mengganggu dirinya, jadi mengapa dia marah? Dapatkah kita katakan bahwa orang seperti ini jahat? Tren duniawi, makan, minum, berfoya-foya, dan mengejar-ngejar selebriti—tak satu pun dari hal-hal ini mengganggu orang semacam itu. Akan tetapi, begitu kata 'Tuhan' atau firman Tuhan kebenaran disebut-sebut, amarahnya langsung meledak. Bukankah ini merupakan natur yang jahat? Ini cukup membuktikan bahwa inilah natur jahat manusia" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik V"). Yang diungkapkan oleh firman Tuhan memungkinkanku melihat dengan jelas natur jahat menentang Tuhan pada suamiku. Aku teringat kembali: Pada awalnya, saat suamiku tahu aku percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa, dia sangat agresif, dia bahkan merobek buku-buku firman Tuhanku. Lalu, dia coba menghentikanku percaya kepada Tuhan dan menuntut perceraian. Setelah aku ditangkap dan dibebaskan, dia memperlakukanku seperti tahanan, tidak memberiku kebebasan dan sering memukuliku dengan kejam. Terkadang dia seperti ingin membunuhku. Saat kami bercerai, dia menyita semua asetku untuk menjerumuskanku ke dalam keputusasaan dan membuatku mustahil menjalani hidupku. Tujuannya adalah membuatku mengkhianati Tuhan. Kini aku melihat dengan jelas natur dan esensi suamiku. Dia iblis yang membenci dan menentang Tuhan. Hidup dengan orang seperti itu, kami tidak akan punya kesamaan, aku tidak akan punya kebebasan, aku juga akan dipukuli, dan hidup dalam kekangan. Aku berpikir, bagaimana ini bisa disebut rumah? Ini hanyalah belenggu. Ini neraka.

Setelah bercerai, aku tidak lagi dihalangi dan dikendalikan oleh suamiku. Aku bisa pergi ke pertemuan dan membaca firman Tuhan secara normal, dan segera mengambil tugas di gereja. Aku merasakan kenyamanan dan kelegaan yang dalam, dan bersyukur kepada Tuhan karena telah menyelamatkanku.

Jika Tuhan telah membantu Anda, apakah Anda mau belajar firman Tuhan, mendekat kepada Tuhan dan terima berkat Tuhan?

Konten Terkait