Siapa yang Memberiku Kebebasanku?

20 Januari 2022

Oleh Saudara Rui Zhi, Tiongkok

Saat pertama kali memeluk agama, suamiku berkata memiliki iman itu bagus dan terkadang dia pergi ke pertemuan denganku. Lalu, pada tanggal 28 Mei 2014, Partai Komunis merekayasa Kasus Zhaoyuan dan menanamnya di Gereja Tuhan Yang Mahakuasa. Desas-desus itu tersebar di seluruh media—TV, radio, dan surat kabar. Itu masa yang mengerikan. Banyak saudara-saudari ditangkap. Suatu sore, tepat saat aku pulang dari sebuah pertemuan, suamiku berkata dengan panik, "Kau sudah pulang! Kau dilaporkan karena percaya kepada Tuhan." Jantungku melompat dan aku segera bertanya kepadanya, "Siapa yang memberitahumu?" Dia merendahkan suaranya dan berkata, "Pagi ini ketua unit kerja dan sekretaris Komisi Inspeksi Disiplin memanggilku untuk rapat yang sebagian besar tentang agamamu. Mereka berkata Komite Pusat telah menetapkan Gereja Tuhan Yang Mahakuasa sebagai 'sekte' sejak lama, dan mereka benar-benar memberantasnya. Di tingkat nasional, atas ke bawah, dari desa, pabrik, dan tambang hingga perusahaan serta institusi, semua orang mencari orang percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Mereka semua dikeluarkan. Mereka juga bilang anggota Partai dilarang beragama, dan jika ketahuan, mereka akan dikeluarkan dari dinas pemerintah, anak-anak mereka tidak akan masuk universitas, bekerja sebagai pegawai negeri, atau masuk akademi militer." Dia bilang rekan kerjanya, Nona Zhao, adalah orang percaya. Dia tidak hanya diberhentikan, suaminya bahkan dikeluarkan dari dinas pemerintah, dan meskipun anak mereka mendapat nilai bagus dalam ujian masuk perguruan tinggi, dia tidak diterima. Dia bilang jika aku mempertahankan imanku, itu akan memengaruhi seluruh keluarga. Lalu, dia terdiam dan berkata kepadaku dengan muram, "Aku sudah lama memikirkan ini. Percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa tidak akan bagus untuk kita, jadi demi keluarga kita, aku memutuskan untuk melepaskannya. Jika kau tetap percaya, terapkan saja di rumah. Kau tidak bisa melakukan apa pun di luar rumah. Jika kau dilaporkan lagi karena percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa, seluruh keluarga kita akan menderita bersamamu." Aku benar-benar tak menyangka. Awalnya, aku tidak tahu harus berbuat apa dan sangat sedih. Aku pikir sikap suamiku tentang hal ini kuat, dan karena takut dengan ancaman Partai, dia tidak berani percaya lagi. Dia juga tidak ingin aku percaya atau melakukan tugasku. Namun, aku tak bisa tidak percaya kepada Tuhan. Aku yakin ini jalan yang benar, ini adalah penampakan dan pekerjaan Tuhan, Dia mengungkapkan kebenaran demi mentahirkan dan menyelamatkan umat manusia. Aku harus percaya. Namun, aku berpikir, aku sudah dilaporkan dan tidak lagi memiliki dukungan suamiku. Jika terus melakukan tugasku, aku pasti akan menghadapi rintangan, dan jika ditangkap, keluargaku akan terlibat. Aku berpikir akan berhenti pergi ke pertemuan dan melakukan tugasku, hanya menerapkan di rumah. Itu mungkin akan lebih aman dan bisa menyelamatkan keluargaku. Namun, ide itu membuatku merasa bersalah. Beberapa orang percaya baru terbawa oleh desas-desus dan kebohongan yang disebarkan Partai Komunis, jadi mereka butuh persekutuan tentang kebenaran untuk membantu dan mendukung mereka. Jika tidak keluar dan melakukan tugasku, bukankah aku pembelot yang kabur saat menghadapi pertempuran? Itu tidak sejalan dengan kehendak Tuhan. Aku tidak bisa mengabaikan hati nuraniku. Terlintas di benakku bahwa segala sesuatu tidak sesederhana yang kupikirkan dan aku tidak bisa gegabah. Aku memutuskan untuk bicara dengan pemimpinku, Saudari Li, untuk mengetahuinya bersama.

Aku terus memutarnya di kepalaku dalam perjalanan ke sana. Suamiku dahulu berkata iman itu bagus dan dia mendukungku melakukan tugas, tetapi kini dia tiba-tiba mendengarkan pemimpinnya dan berhenti percaya. Dia juga tidak ingin aku percaya. Itu perubahan yang begitu tiba-tiba. Setelah banyak berpikir, aku sadar dia takut hal itu akan memengaruhi jabatannya, hidupnya. Itu penjagaan diri. Ini membuatku sangat tidak nyaman dan aku berpikir, "Manusia diciptakan oleh Tuhan, lalu memiliki iman dan menyembah Tuhan adalah benar dan alami, jadi kenapa Partai tidak membiarkan orang memiliki iman? Kenapa beriman menyebabkan masalah bagi masa depan seluruh keluargamu? Bukankah Konstitusi Nasional menjamin kebebasan berkeyakinan? Lalu, kenapa Partai membabi buta menindas orang-orang percaya?" Aku sangat bingung. Saudari Li menyuruhku membaca sebuah kutipan firman Tuhan. "Di tengah masyarakat yang gelap seperti ini, di mana Iblis begitu kejam dan tidak manusiawi, bagaimana mungkin raja Iblis, yang menghabisi orang-orang tanpa mengedipkan matanya, menoleransi keberadaan Tuhan yang penuh kasih, baik, dan juga kudus? Bagaimana mungkin ia akan menghargai dan menyambut kedatangan Tuhan dengan gembira? Para antek ini! Mereka membalas kebaikan dengan kebencian, mereka sudah lama menghina Tuhan, mereka menyiksa Tuhan, mereka luar biasa buasnya, mereka sama sekali tidak menghargai Tuhan, mereka merampas dan merampok, mereka sudah sama sekali kehilangan hati nurani, mereka sepenuhnya mengabaikan hati nuraninya, dan mereka menggoda orang tidak bersalah agar kehilangan akal sehatnya. Nenek moyang? Pemimpin yang dikasihi? Mereka semuanya menentang Tuhan! Tindakan ikut campur mereka membuat segala sesuatu di kolong langit ini menjadi gelap dan kacau! Kebebasan beragama? Hak dan kepentingan yang sah bagi warga negara? Semua itu hanya tipu muslihat untuk menutupi dosa! ... Mengapa bersusah payah merintangi pekerjaan Tuhan? Mengapa menggunakan segala macam tipu muslihat untuk menipu umat Tuhan? Di manakah kebebasan sejati serta hak dan kepentingan yang sah? Di manakah keadilan? Di manakah penghiburan? Di manakah kehangatan? Mengapa menggunakan rencana licik untuk menipu umat Tuhan? Mengapa menggunakan kekerasan untuk menekan kedatangan Tuhan? Mengapa tidak membiarkan Tuhan melangkah bebas di bumi yang Dia ciptakan? Mengapa memburu Tuhan sampai Dia tidak punya tempat untuk meletakkan kepala-Nya? Di manakah kehangatan di antara manusia? Di manakah penyambutan di antara manusia? Mengapa menyebabkan kerinduan teramat pedih dalam diri Tuhan? Mengapa membuat Tuhan harus memanggil hingga berulang kali? Mengapa memaksa Tuhan mengkhawatirkan Anak-Nya yang terkasih? Di tengah masyarakat yang jahat ini, mengapa anjing-anjing penjaganya tidak membiarkan Tuhan dengan bebas datang dan menjelajahi dunia yang Dia ciptakan?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pekerjaan dan Jalan Masuk (8)"). Setelah kami membacanya, Saudari Li membagikan persekutuan ini: "Tuhan Yang Mahakuasa telah datang pada akhir zaman untuk mengungkapkan kebenaran demi mentahirkan dan menyelamatkan umat manusia. Banyak orang percaya sejati telah mendengar suara Tuhan dan menerima Tuhan Yang Mahakuasa, tetapi Partai takut orang akan mendapatkan iman, lalu mengikuti Tuhan dan menolak Partai. Mereka memakai segala macam taktik untuk mengutuk dan menghujat Gereja Tuhan Yang Mahakuasa, membabi buta menangkap dan menganiaya orang Kristen, serta menyeret begenerasi-generasi keluarga Kristen. Mereka mengarang segala macam rumor untuk menghujat dan memfitnah Gereja, menipu orang-orang agar berdiri bersama mereka melawan Tuhan, mencapai tujuan keji mereka mempertahankan kekuasaan diktator. Partai adalah sekumpulan iblis jahat yang membenci dan menentang Tuhan. Di luar negeri, mereka mengeklaim mendukung kebebasan beragama, tetapi itu hanya untuk membohongi dan memanipulasi orang-orang di dunia. Kasus Zhaoyuan 28 Mei ini adalah ulah PKT yang membuat kasus palsu untuk mengutuk dan menodai Gereja Tuhan Yang Mahakuasa. Itu selalu menjadi taktik mereka untuk melenyapkan pembangkang. Namun, sekeji apa pun, Partai adalah objek pelayanan di tangan Tuhan. Tuhan mengizinkan mereka bertindak seperti ini agar kau mendapatkan pemahaman atas mereka, agar kau melihat esensi jahat mereka dan tidak lagi dikelabui mereka. Pada akhirnya, kau akan bisa sepenuhnya menolak Iblis dan berpaling kepada Tuhan. Ini adalah penyelamatan Tuhan." Penjelasan Saudari Li membantuku memahami esensi jahat PKT yang membenci Tuhan dan kebenaran. Mereka menggunakan masa depan suami dan anakku untuk mengancamku agar aku mengkhianati Tuhan. Aku takkan pernah bernegosiasi dengan Iblis! Sekeras apa pun Partai menindasku atau suamiku menghalangiku, aku harus memiliki iman dan mengikuti Tuhan, serta melakukan tugasku.

Aku melakukannya malam itu juga, tetapi dia tidak mau mendengar. Dia bahkan berkata, "Aku telah bertahun-tahun bekerja dalam sistem ini dan melihat PKT mengarang banyak kasus palsu yang tidak adil. Bukankah aku lebih tahu darimu? Namun, Tiongkok adalah negara otokratis, dan Tiongkok adalah tempat kita dilahirkan. Kau harus mengikuti kebijakan Partai Komunis. Jika tidak, kau akan dihukum. Yang kuat mengalahkan yang lemah. Dahulu aku berpikir imanmu adalah hal bagus, bahwa itu hanya membuat orang mengambil jalan yang benar. Aku tidak pernah membayangkan itu akan dilarang Partai dan bisa membuat orang kehilangan pekerjaan, ditangkap, dan dipenjarakan, atau bahkan dipukuli sampai mati. Konsekuensinya terlalu serius. Jika bersikeras percaya kepada Tuhan, bukan hanya kau yang bisa ditangkap. Aku akan kehilangan pekerjaanku, lalu kita akan makan apa? Minum apa? Anak kita tidak akan pernah kuliah, menjadi pegawai negeri, atau masuk akademi militer. Apa kau benar-benar akan menghancurkan masa depan anak kita untuk Tuhanmu?" Mendengar dia mengatakan semua ini membuatku murka dan juga sangat menyiksa. Jika terus menerapkan imanku, aku akan dikeluarkan dari pekerjaanku, pekerjaan suamiku tidak akan aman, dan putra kami tidak akan pernah bisa kuliah. Hidup kami sebagai keluarga serta masa depan suami dan anakku akan suram. Itu akan menghancurkan keluarga kami dan aku akan menjadi penjahatnya. Bagaimana aku bisa menghadapi mereka setelah itu? Aku berbaring di tempat tidur malam itu dengan gelisah, tidak bisa tidur sedikit pun. Pada saat itu, aku berdoa dalam hati kepada Tuhan, meminta Dia menjaga hatiku, membimbingku, menunjukkan jalan kepadaku.

Kemudian, aku membaca ini dalam firman Tuhan: "Hati dan roh manusia berada di tangan Tuhan, segala sesuatu dalam kehidupannya berada dalam pengamatan mata Tuhan. Entah engkau memercayainya atau tidak, setiap dan segala hal, apakah hidup atau mati, akan berganti, berubah, diperbarui, dan lenyap sesuai dengan pemikiran Tuhan. Begitulah cara Tuhan memimpin segala sesuatu" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tuhan adalah Sumber Kehidupan Manusia"). Setelah membaca ini, aku merasa seperti ada sebuah ruang besar terbuka di dalam diriku. Aku sadar Tuhan berkuasa atas segalanya, lalu hati dan roh manusia sepenuhnya berada dalam genggaman-Nya, begitu pula nasib suami dan anakku. Suamiku kehilangan pekerjaannya atau tidak dan anak kami masuk perguruan tinggi—bukankah Tuhan yang memutuskan? Itu tidak bisa diatur oleh manusia mana pun. Selain itu, memiliki iman adalah mengambil jalan yang benar dalam hidup dan aku tidak melanggar hukum apa pun. Jika keluargaku terseret ke dalam hal ini, itu adalah perbuatan Partai Komunis, itu karena kejahatan Partai. Setelah memahami ini, aku berdoa kepada Tuhan, menyerahkan masa depan suami dan anakku di tangan-Nya. Aku merasa sedikit lebih baik setelah itu. Lalu, aku berkata kepada suamiku dengan tenang, "Manusia diciptakan oleh Tuhan dan percaya serta menyembah Dia adalah hal benar. Aku tidak bisa melepaskan imanku untuk melindungi keluarga kita. Itu adalah mengkhianati Tuhan. Aku tidak bisa berpaling dari Tuhan dan menyakiti-Nya. Kau tidak percaya lagi karena takut akan Partai, kehilangan pekerjaan dan mata pencarianmu. Itu pilihanmu. Namun, aku yakin Tuhan Yang Mahakuasa adalah Tuhan yang benar dan aku telah menikmati begitu banyak kasih karunia, berkat, dan perbekalan-Nya tentang kebenaran. Aku tidak bisa tak tahu terima kasih dan berpaling dari-Nya. Selain itu, Tuhan mengatur nasib manusia, dan semuanya ada di tangan Tuhan. Entah aku dikeluarkan, kau dipecat, putra kita bisa masuk perguruan tinggi, semua ada di tangan Tuhan, dan tidak ada manusia yang bisa menentukan." Tidak senang melihatku tidak menuruti dia, suamiku menaikkan suaranya dan berkata, "Aku tidak peduli apa yang kau katakan—kau tidak boleh pergi ke pertemuan lagi. Terapkan imanmu di rumah." Aku berkata, "Bagaimana bisa disebut iman tanpa pergi ke pertemuan atau melakukan tugas? Apa itu cara mendapatkan kebenaran? Iman di bibir belaka sama dengan orang tidak percaya. Kau bisa bertanggung jawab atas semua urusan keluarga, tetapi aku tidak bisa menurutimu jika menyangkut imanku." Melihat betapa teguhnya aku, dia pergi, membanting pintu dengan marah, dan pergi.

Saat pulang dari pertemuan malam itu, aku melihat ruang tamu kami penuh dengan orang. Ayahku, yang berusia 80-an, telah datang, beserta paman, saudari, saudara ipar, dan saudaraku duduk di sana menatapku. Melihatku, ayahku sangat marah dan berkata, menunjukku dengan satu tangan sambil menopang dirinya di sofa dengan tangan satunya, "Kau pergi ke pertemuan, ya? Bagaimana kau bisa melakukan itu? Partai membabi buta mengumpulkan orang-orang Kristen. Apa kau tidak takut ditangkap? Apa yang akan terjadi kepada putramu jika kau ditangkap? Bagaimana semua orang akan bertahan? Mulai besok, kau tidak diizinkan keluar dari rumah ini. Aku akan tinggal di sini mengawasimu." Pamanku menghela napas dan berkata, terlihat sedih, "Serangan terhadap orang Kristen di Tiongkok benar-benar serius sekarang. Apa gunanya mempertahankan imanmu? Semua orang dalam keluarga akan terlibat jika kau ditangkap. Tidak bisakah kau melakukan hal yang benar untuk keluargamu?" Saudaraku, dengan mata terbelalak, juga menimpali: "Partai ingin sepenuhnya memusnahkan Gereja Tuhan Yang Mahakuasa. Pekerjaanku adalah memantau pergerakan semua karyawan, dan semua orang gelisah. Bagaimana kau berani pergi keluar pada saat seperti ini? Apa kau tidak punya rasa takut? Apa kau tidak takut ditangkap? Mulai besok, aku tidak akan bekerja. Aku akan tinggal di sini untuk mengawasimu." Lalu, saudara iparku menambahkan, "Kau selalu memikirkan kami dalam semua tindakanmu Aku selalu mengagumi kehati-hatianmu dan sangat menghormatimu. Kau seperti orang yang berbeda sekarang. Kenapa kau tidak mau mendengarkan siapa pun? Meskipun kau tidak memikirkan dirimu, setidaknya pikirkan kami. Jika sesuatu terjadi kepadamu, itu akan memengaruhi seluruh keluarga. Aku tidak bisa membiarkanmu menghancurkan seluruh keluarga kita. Mulai besok, aku akan mengikutimu dengan mobil ke mana pun kau pergi." Mereka semua bergantian maju. Itu seperti cercaan di depan umum saat Revolusi Kebudayaan. Melihat arah semua ini, aku bicara dengan tegas dan jujur: "Aku akan dengarkan kalian semua dalam hal lain, tetapi jika menyangkut imanku, aku telah mantap, dan aku tidak bisa melakukan itu. Tuhan Yang Mahakuasa adalah satu-satunya Tuhan yang benar dan pada akhir zaman, Dia telah menyatakan kebenaran untuk mentahirkan dan menyelamatkan umat manusia. Ini kesempatan seumur hidup. Siapa pun yang tidak beriman, tidak menerima kebenaran, akan jatuh ke dalam bencana besar pada akhir zaman. Aku telah membagikan Injil kepada kalian dan kalian tahu iman adalah hal yang baik, jadi kenapa kalian bukan hanya tidak percaya, tetapi mengikuti Partai, menghalangiku untuk membuatku mengkhianati Tuhan? Apakah ini benar-benar untuk kebaikanku sendiri? Kalian tidak bisa membedakan yang baik dari yang jahat, yang benar dari yang salah. Kalian hanya mengikuti Partai Komunis, melakukan kejahatan dan menentang Tuhan. Jika tidak bertobat, kalian akan masuk neraka dan dihukum bersama mereka semua." Mereka tidak mengatakan satu hal pun. Semua orang pergi malam itu, kecuali ayahku yang lanjut usia, yang tinggal untuk mengawasiku. Keesokan paginya aku hendak naik sepeda untuk pergi, tetapi ayahku memegang sepedaku, tidak membiarkanku pergi. Saudaraku juga mulai datang setiap hari untuk memastikan aku tidak keluar. Suatu pagi saat aku mencoba pergi, dia mengangkat bangku, dan hendak memukulku dengan itu, tetapi dia akhirnya membantingnya ke lantai dengan marah, mematahkannya menjadi dua. Melihat keluargaku bertingkah seperti ini sangat mengecewakan. "Orang-orang terkasih" macam apa mereka? Kami dahulu keluarga besar yang bahagia, tetapi penindasan Partai Komunis telah mendorong mereka sampai memperlakukanku seperti musuh. Hatiku mulai benar-benar melemah dan aku berpikir, "Kapan hari-hari yang mengerikan ini akan berakhir? Jika aku berhenti pergi ke pertemuan, mereka tidak akan memperlakukanku seperti ini lagi." Pada saat itu aku sadar bahwa aku telah teperdaya Iblis. Iblis memanfaatkan kasih sayangku untuk membuatku mengkhianati Tuhan. Aku tahu tidak boleh teperdaya oleh itu. Aku berdoa kepada Tuhan, meminta Dia membimbingku untuk memahami kehendak-Nya sehingga aku bisa memberikan kesaksian bagi-Nya.

Dalam sebuah pertemuan, sang pemimpin menemukan sebuah kutipan yang membahas masalahku. "Ketika orang belum diselamatkan, hidup mereka sering diganggu, dan bahkan dikendalikan oleh Iblis. Dengan kata lain, orang yang belum diselamatkan adalah tawanan Iblis, mereka tidak memiliki kebebasan, mereka belum dilepaskan oleh Iblis, mereka tidak layak atau berhak untuk menyembah Tuhan, dan mereka dikejar dengan gigih dan diserang secara kejam oleh Iblis. Orang-orang semacam itu tidak memiliki kebahagiaan untuk ditunjukkan, mereka tidak memiliki hak keberadaan yang normal untuk ditunjukkan, dan bahkan mereka tidak memiliki martabat untuk ditunjukkan. Hanya jika engkau berjuang dan berperang melawan Iblis, menggunakan imanmu kepada Tuhan serta ketaatanmu, dan rasa takutmu akan Tuhan sebagai senjata yang digunakan dalam pertarungan hidup dan mati melawan Iblis, sehingga engkau akan mengalahkan Iblis sepenuhnya dan membuatnya lari terbirit-birit dan menjadi ketakutan kapan pun dia melihatmu, sehingga dia menghentikan serangan dan tuduhannya terhadapmu—baru setelah itulah engkau akan diselamatkan dan menjadi bebas. Jika engkau bertekad untuk benar-benar putus dengan Iblis, tetapi tidak diperlengkapi dengan senjata yang akan membantumu mengalahkan Iblis, maka engkau akan tetap berada dalam bahaya; seiring berjalannya waktu, ketika engkau begitu tersiksa oleh Iblis sehingga engkau tidak memiliki kekuatan lagi dalam dirimu, juga engkau tetap tidak mampu menjadi kesaksian, masih belum sepenuhnya membebaskan dirimu dari tuduhan dan serangan Iblis terhadapmu, maka engkau memiliki harapan yang sedikit untuk memperoleh penyelamatan. Pada akhirnya, saat akhir pekerjaan Tuhan dikumandangkan, engkau akan tetap berada dalam cengkeraman Iblis, tidak mampu membebaskan dirimu, dan dengan demikian engkau tidak akan pernah memiliki kesempatan atau harapan. Maka, implikasinya adalah orang tersebut akan sepenuhnya berada dalam penawanan Iblis" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II"). Setelah persekutuan itu, aku memahami PKT mengerahkan segala daya untuk mengganggu dan merusak pekerjaan Tuhan, bahkan memerdaya anggota keluargaku dengan berbagai rumor agar mereka membelanya, menyerang dan menindas imanku. PKT ingin membuatku dikendalikan dengan kuat di bawah wilayah kekuasaannya agar tidak bisa mengikuti Tuhan dan mengambil jalan yang benar dalam hidup, berakhir dihukum di neraka bersama-sama dengannya. Jika aku mengikuti Iblis, khawatir tentang keluargaku, berhenti menerapkan iman dan melakukan tugas, aku akan teperdaya tipuan Iblis. Iblis akan merebutku dan aku akan kehilangan kesempatanku diselamatkan. Suami dan kerabatku memperlakukanku seperti musuh hanya karena aku percaya kepada Tuhan artinya mereka pengikut naga merah yang sangat besar dan menjadi bonekanya, sampai ke tulang. Aku tidak bisa membiarkan Iblis sukses dengan rencananya. Aku harus bersandar kepada Tuhan, memberikan kesaksian bagi-Nya, dan mempermalukan Iblis. Setelah itu, melihat betapa bertekadnya aku untuk mengikuti Tuhan, keluargaku berpikir aku tak bisa ditolong dan dibiarkan. Aku terus melakukan tugasku.

Saat itu bulan Agustus 2018. Aku ada tugas ke luar kota. Suatu hari saat aku pulang, suamiku berkata, dengan menekan, "Xiaoyu, orang yang kau khotbahkan Injil, tercatat sebagai buronan karena percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Polisi datang untuk mengajukan pertanyaan di tempat kerja. Bosku mencariku, bertanya apa kita berdua punya hubungan dengan dia dan apa aku tahu keberadaannya. Suaminya meneleponku setiap hari menanyakan tentang dia, berkata keluarga mereka berantakan karena kau mengkhotbahkan Injil kepadanya. Aku terjaga sepanjang malam, setiap hari belakangan ini dengan tenggorokan tercekat, mengkhawatirkanmu. Aku takut suatu hari kau akan menjadi buronan dan ditangkap. Lalu, bagaimana dengan putra kita? Bagaimana kita bisa selamat?" Mendengar dia mengatakan ini membuatku mulai cemas juga. Saat itu, dia menangis dan berkata kepadaku, "Apa kau benar-benar harus percaya kepada Tuhan? Apa itu sungguh penting bagimu? Kau harus membuat pilihan hari ini. Apa kau akan memilih Tuhan, atau memilihku, keluarga kita?" Ini benar-benar memilukan, dan pada saat itu, aku merasa tidak kuasa untuk berpisah dengan keduanya. Di satu sisi ada suamiku, yang telah hidup bersamaku lebih dari dua dekade, dan di sisi lain ada Tuhan, yang menganugerahkan kehidupan kepadaku. Untuk sesaat, aku tidak tahu harus berkata apa. Aku segera berdoa kepada Tuhan, meminta Dia melindungi hatiku. Setelah berdoa, aku berkata kepadanya, "Jika kau memaksaku untuk memilih di antara keduanya, aku memilih Tuhan." Dia berkata, "Karena kau memilih Tuhan, kita harus bercerai. Jika kau menginginkan aku, kau harus melepas imanu, lalu kita bisa memiliki kehidupan bahagia bersama." Aku beri tahu dia, "Tuhan menciptakan manusia, jadi manusia harus mengikuti dan menyembah Tuhan. Karena telah memilih untuk memiliki iman, aku akan mengikuti Tuhan sampai akhir. Kau bebas memilih untuk tidak beriman kepada Tuhan dan aku tidak akan memaksamu, tetapi memilih untuk beriman kepada Tuhan adalah kebebasanku juga. Dalam hal bercerai atau tidak, aku menghormati keputusanmu." Setelah mendengarku mengatakan ini, wajahnya muram dan tidak mengatakan apa-apa lagi kepadaku.

Saat putra kami pulang untuk liburan musim dingin, dia berkata kepadaku, "Ayah berkata jika kau berhenti percaya kepada Tuhan, dia tidak akan menceraikanmu, tetapi jika kau tetap percaya, dia tidak punya pilihan selain bercerai. Dari lubuk hatiku, aku tidak ingin kalian bercerai. Aku ingin keluarga yang utuh dan bahagia." Jantungku seperti ditusuk mendengar ini darinya. Aku memikirkan suamiku yang benar-benar bertekad bercerai, bahwa kami bertiga tidak akan bersama lagi, dan putra kami tidak akan memiliki ayah atau tidak memiliki ibu—itu akan menjadi pukulan telak baginya. Mustahil kami bisa mempertahankan keluarga kami jika aku terus menerapkan imanku. Pikiran ini membuatku sangat sedih. Saat itu, sebuah kutipan firman Tuhan muncul di benakku. "Dalam setiap langkah pekerjaan yang Tuhan lakukan di dalam diri manusia, dari luar pekerjaan itu terlihat seperti interaksi antara manusia, seolah-olah lahir karena pengaturan manusia atau dari campur tangan manusia. Namun di balik layar, setiap langkah pekerjaan, dan semua yang terjadi, adalah pertaruhan yang Iblis buat di hadapan Tuhan, dan menuntut orang-orang untuk berdiri teguh dalam kesaksian mereka bagi Tuhan. Misalnya, ketika Ayub diuji: di balik layar, Iblis bertaruh dengan Tuhan, dan yang terjadi kepada Ayub adalah perbuatan manusia, dan campur tangan manusia. Di balik setiap langkah pekerjaan yang Tuhan lakukan di dalam dirimu adalah pertaruhan antara Iblis dengan Tuhan—di balik semua itu ada peperangan. ... Ketika Tuhan dan Iblis berperang di alam roh, bagaimanakah seharusnya engkau memuaskan Tuhan, dan bagaimana engkau harus berdiri teguh dalam kesaksianmu bagi-Nya? Engkau harus tahu bahwa segala sesuatu yang terjadi kepadamu adalah sebuah ujian besar dan merupakan saat ketika Tuhan membutuhkanmu untuk menjadi kesaksian" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Hanya Mengasihi Tuhan yang Berarti Sungguh-Sungguh Percaya kepada Tuhan"). Firman Tuhan membantuku menyadari sepertinya putraku memintaku melakukan sesuatu untuk memberinya keluarga yang utuh dan bahagia, tetapi di balik itu Iblis sedang mencobaiku. Iblis mempermainkan emosiku untuk menyerangku, membuatku mengkhianati Tuhan, tetapi Tuhan menggunakan ini untuk menguji imanku kepada-Nya, melihat apakah itu tulus, dan apa aku bisa menjadi saksi di sisi Tuhan. Dalam pencarianku, aku membaca kutipan firman Tuhan lain: "Engkau harus menderita kesukaran demi kebenaran, engkau harus menyerahkan diri kepada kebenaran, engkau harus menanggung penghinaan demi kebenaran, dan untuk memperoleh lebih banyak kebenaran, engkau harus mengalami penderitaan yang lebih besar. Inilah yang harus engkau lakukan. Janganlah membuang kebenaran demi kehidupan keluarga yang damai, dan janganlah kehilangan martabat dan integritas hidupmu demi kesenangan sesaat. Engkau harus mengejar segala yang indah dan baik, dan engkau harus mengejar jalan dalam hidup yang lebih bermakna" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pengalaman Petrus: Pengetahuannya tentang Hajaran dan Penghakiman"). Firman Tuhan memberiku iman dan kekuatan. Aku tahu harus bisa menderita demi kebenaran, bahwa ini bermakna. Jika aku meninggalkan Tuhan karena perasaanku terhadap keluargaku dan menjalani kehidupan yang sia-sia di bawah wilayah kekuasaan Iblis, aku akan hidup tanpa sedikit pun martabat. Aku teringat bagaimana Partai Komunis menggunakan suami dan keluargaku untuk memaksaku berulang kali, mencoba membuatku melepaskan imanku. Aku merasa negatif dan lemah beberapa kali, mempertimbangkan melepaskan tugas, mempertahankan keluarga kami yang harmonis, dan berkompromi dengan Iblis, tetapi Tuhan tetap di sisiku sebagai kekuatan cadanganku, mencerahkan dan membimbingku dengan firman-Nya, membimbingku memahami kebenaran dan melihat esensi jahat PKT yang anti-Tuhan dan keji agar aku tidak disesatkan dan dipermainkan olehnya lagi. Ini adalah kasih dan penyelamatan Tuhan. Aku tahu tidak boleh mengkhianati Tuhan karena perasaanku, aku harus mengejar dan mendapatkan kebenaran, dan hidup dalam kehidupan yang bermakna. Jadi, aku berkata kepada putraku, "Ayahmu ingin bercerai karena dia takut imanku akan memengaruhi prospek masa depannmu dan dia. Aku tidak ingin kau terseret, tetapi beriman adalah jalan yang benar dan aku yakin akan imanku. Aku tidak mungkin melepaskannya. Namun, kau harus tahu bukan aku yang menghancurkan keluarga kita—itu Partai Komunis." Dia tidak mengatakan apa-apa lagi untuk menanggapi itu.

Beberapa hari kemudian, suamiku membawa pulang surat cerai dan memintaku menandatanganinya. Melihat semua yang kami bangun dalam 25 tahun pernikahan berakhir begitu saja, aku merasakan ngilu muncul di hatiku ... Aku berdoa kepada Tuhan, berkata, "Tuhan, aku tahu semua ini terjadi dengan izin-Mu. Tolong jaga hatiku agar aku bisa memberi kesaksian." Lalu, firman Tuhan terlintas: "Orang percaya dan orang tidak percaya sama sekali tidak sesuai; sebaliknya mereka saling bertentangan satu sama lain." "Siapa pun yang tidak percaya kepada Tuhan yang berinkarnasi adalah orang jahat dan, terlebih lagi, akan dimusnahkan. ... Siapa pun yang tidak mengakui Tuhan adalah musuh; artinya, siapa pun yang tidak mengakuii Tuhan yang berinkarnasi—apakah mereka berada di dalam atau di luar aliran ini atau tidak adalah antikristus! Siapakah Iblis, siapakah setan-setan, dan siapa lagi musuh Tuhan kalau bukan para penentang yang tidak percaya kepada Tuhan?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tuhan dan Manusia akan Masuk ke Tempat Perhentian Bersama-sama"). Suamiku mengekangku berulang kali agar tidak kehilangan statusnya, mata pencariannya, dia juga membuat putra kami dan keluargaku menentangku, agar aku berhenti percaya. Dia ingin bercerai saat melihat dia tidak bisa meyakinkanku, memaksaku memilih di antara Tuhan dan keluarga kami. Dia memutuskan mengikuti Partai Komunis untuk melindungi kepentingan pribadinya. Dia berada di jalan kehancuran. Aku memilih mengikuti Tuhan, untuk mendapatkan kebenaran dan kehidupan, yang merupakan jalan menuju kerajaan surga. Kami berada di jalur yang sangat berbeda. Kami berada di dunia yang berbeda—mustahil pernikahan seperti itu bisa berlanjut dengan bahagia. Memikirkannya dengan cara ini, aku merasa perceraian adalah hal yang benar dan itu akan membebaskan kami berdua. Dia tidak perlu khawatir mendapat masalah karena aku, dan aku bisa fokus melakukan tugasku. Aku membubuhkan tanda tanganku pada surat cerai itu.

Selama ini, aku menjalankan tugas Injil di gereja, dan meskipun kita dipersekusi oleh Partai karena beriman dan melakukan tugas di Tiongkok, juga selalu terancam ditangkap atau kehilangan nyawa, aku tidak pernah menyesal membuat pilihan ini. Aku ingin terus menyebarkan Injil, menjadi saksi, dan mengikuti Tuhan sampai akhir!

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Tawanan Keluargaku Sendiri

Oleh Saudari Jing Xun, Thailand Aku menerima pekerjaan Tuhan pada akhir zaman tahun 2019. Dengan membaca firman Tuhan, kulihat Tuhan Yang...