Hari-hariku selama dalam Pengurungan

27 Juli 2022

Oleh Saudari Yang Qing, Tiongkok

Pada Juli 2006, aku menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa pada akhir zaman. Suamiku mendukung kepercayaanku kepada Tuhan, dan dia menerima saudara-saudari yang datang ke rumah kami dengan hangat. Beberapa waktu kemudian, dia mendengar bahwa orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa akan menghadapi penindasan dan penangkapan oleh pemerintah, dan dia pergi menanyakan hal ini kepada sepupuku, yang bekerja di kantor kejaksaan. Sesampainya di rumah, dia berkata kepadaku, "Sepupumu berkata bahwa pemerintah sedang menindak keras kepercayaan beragama, terutama orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Selain itu, satu orang percaya akan melibatkan seluruh keluarganya. Kau tak boleh lagi percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Jika kau ingin tetap percaya, hadiri saja gereja Tiga-Pendirian." Aku dapat melihat bahwa suamiku tidak memahami masalah iman. "Gereja Tiga-Pendirian didirikan oleh Partai Komunis," kataku kepadanya. "Mereka mengutamakan patriotisme dan cinta kepada Partai, baru setelah itu kasih kepada Tuhan. Mereka menganggap Partai lebih besar daripada Tuhan. Itu bukan kepercayaan kepada Tuhan. Aku tidak akan pergi ke gereja Tiga-Pendirian." "Aku tahu percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa itu baik," katanya dengan pasrah, "tetapi kau harus mengerti situasinya dengan jelas. Sekarang, dunia adalah milik Partai Komunis, dan jika kau tetap percaya kepada Tuhan, kita bisa kehilangan pekerjaan. Apakah kau bersedia melepaskan pekerjaanmu di rumah sakit? Selain itu, kita masih harus melunasi kredit rumah dan kita membutuhkan uang untuk membesarkan putri kita. Bagaimana kita bisa hidup tanpa uang? Jika kau dijatuhi hukuman penjara, orang akan memandang rendah diriku dan putri kita akan diejek oleh teman sekelasnya. Kau harus memikirkan kami juga! Kau harus berhenti percaya." Aku tahu sebagai orang yang tidak percaya, tidak bisa dihindari bahwa suamiku akan memiliki kekhawatiran ini, jadi aku berkata kepadanya, "Partai Komunis itu ateis dan selalu menganiaya orang yang percaya kepada Tuhan. Aku tidak akan melepaskan imanku karena penganiayaan Partai. Orang yang takut tidak dapat masuk ke dalam kerajaan surga—tidakkah kau tahu itu? Kini bencana makin parah. Tuhan Yang Mahakuasa sang Juruselamat telah mengungkapkan kebenaran dan melakukan pekerjaan penghakiman pada akhir zaman, yaitu untuk mentahirkan dan menyelamatkan umat manusia sepenuhnya sehingga kita dapat selamat dari bencana dan dibawa masuk ke dalam kerajaan Tuhan. Ini adalah kesempatan yang tidak akan pernah datang lagi! Kepercayaan kepada Tuhan berarti akan ada penderitaan dan bahaya untuk sementara waktu, tetapi melalui ini kita dapat memperoleh kebenaran dan diselamatkan oleh Tuhan. Itulah yang penting." Suamiku berkata, "Masuk ke dalam kerajaan Tuhan masih jauh. Hal yang paling realistis saat ini adalah menjalani kehidupan yang baik. Aku tidak khawatir tentang apa yang mungkin terjadi di masa depan, dan aku tidak akan memikirkannya." Belakangan, dia berdebat denganku setiap kali melihatku menghadiri pertemuan dan melaksanakan tugasku. Dia berkata: "Selalu merasa gelisah seperti ini bukanlah cara hidup yang baik. Jika kau terus percaya, keluarga kita akan hancur." Kupikir: "Mungkin keluarga ini benar-benar akan hancur jika aku tetap teguh pada kepercayaanku. Putriku baru berusia sembilan tahun, dan tidak memiliki keluarga yang lengkap akan sangat menyakitinya!" Pada waktu itu, aku tak mau kehilangan keluargaku, tetapi suamiku menghalangi imanku, dan jika terus seperti ini, bagaimana aku bisa melaksanakan tugasku? Putriku, keluargaku, dan Tuhan—aku belum siap untuk melepaskan satu pun dari mereka. Saat bergumul dengan dilema ini, aku teringat perkataan Tuhan Yesus: "Dia yang mengasihi ayah atau ibunya lebih dari Aku, tidak layak bagi-Ku: dan Dia yang mengasihi anak lelaki atau anak perempuannya lebih dari Aku tidak layak bagi-Ku. Dan siapa yang tidak memikul salibnya, dan mengikuti Aku, ia tidak layak bagi-Ku" (Matius 10:37-38). Aku merenungkan tentang semua orang kudus di sepanjang zaman yang menyerahkan segalanya untuk memenuhi amanat Tuhan dengan mengabarkan Injil dan bersaksi bagi Tuhan, dan bagaimana aku, yang telah dibekali begitu banyak kebenaran dari Tuhan, harus memperhatikan maksud Tuhan dan tidak boleh meninggalkan iman dan tugasku hanya demi melindungi keluargaku. Aku merenungkan tentang Tuhan, yang datang berinkarnasi untuk menyelamatkan kita sepenuhnya dari kekuasaan Iblis, yang secara diam-diam mengungkapkan kebenaran untuk menyirami dan membekali kita sembari menanggung penindasan, penangkapan, fitnah, dan kutukan oleh si naga merah yang sangat besar serta penolakan dan fitnah oleh masyarakat beragama. Begitu besarnya kasih Tuhan bagi manusia! Aku telah menerima begitu banyak dari Tuhan, tetapi selama ini aku begitu menghargai keluarga dan putriku dan tidak memikirkan cara membalas kasih Tuhan. Di manakah hati nuraniku? Saat memikirkan hal ini, aku merasa sangat berutang kepada Tuhan dan bertekad, bagaimanapun suamiku menghalangi jalanku atau menekanku, aku akan mengikuti Tuhan; aku akan mengabarkan Injil dan memberi kesaksian tentang Tuhan.

Selanjutnya, penindasan Partai Komunis terhadap gereja menjadi makin parah dan penentangan suamiku makin meningkat. Pada sekitar pertengahan tahun 2007, dengan dalih menjaga stabilitas Olimpiade, Partai menindak keras kepercayaan beragama dan menindas gereja, dan banyak saudara-saudari ditangkap. Suatu pagi pada bulan September, ketika aku sedang bersiap-siap untuk pergi memberitakan Injil, suamiku menghentikanku dan tidak membiarkanku pergi. Dia memanggil kakak laki-lakiku, dan berkata, "Beberapa hari yang lalu sepupumu berkata bahwa Komite Urusan Politik dan Hukum mengoordinasikan operasi gabungan beberapa badan keamanan dan keadilan, dengan mengerahkan banyak personel untuk melakukan penangkapan massal terhadap orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Setelah ditangkap, mereka dipenjara. Jadi, berhentilah percaya kepada Tuhan, ya?" Kakak laki-lakiku juga mendesakku, "Aku tahu bahwa iman adalah hal yang baik, tetapi Partai tidak mengizinkan orang untuk percaya kepada Tuhan. Kita tak punya kekuatan untuk melawan mereka, jadi jika kau ingin menerapkan imanmu, lakukanlah di rumah. Berhentilah keluar untuk mengabarkan Injil. Apa yang akan kaulakukan jika kau ditangkap?" Aku berkata: "Aku tahu kau menginginkan yang terbaik untukku, tetapi hal yang paling adil untuk orang lakukan adalah percaya kepada Tuhan dan memberitakan Injil sehingga lebih banyak orang dapat diselamatkan oleh Tuhan dan bertahan hidup. Ini adalah perbuatan baik terbesar yang dapat orang lakukan. Bukankah aku sangat egois jika berhenti memberitakan Injil hanya demi melindungi diriku sendiri?" Mendengar perkataanku, suamiku berlutut dan berkata, "Kumohon kepadamu. Demi keluarga kita, demi anak kita, berhentilah percaya kepada Tuhan. Beriman berarti putri kita tidak bisa masuk universitas atau mencari pekerjaan yang bagus. Masa depannya akan hancur! Kita hanya punya satu anak—kau harus memikirkan dia! Jika kau ditangkap, orang akan diam-diam membicarakanku saat aku keluar rumah. Katakan kepadaku, akankah aku masih punya harga diri?" Melihat suamiku seperti itu, aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Dia selalu sangat angkuh, tetapi di sini dia memohon kepadaku dengan berlutut di depan kakak laki-lakiku. Jika aku tetap mempertahankan imanku, aku hanya akan lebih menyakitinya. Dan apa yang akan terjadi pada putriku jika Partai pada akhirnya menghalanginya untuk masuk universitas karena kepercayaanku, membuatnya tidak bisa menemukan pekerjaan yang baik dan meniti kariernya? Bahkan kakak laki-lakiku pun menentang imanku. Keluargaku mungkin akan menghalangi imanku jika mereka tahu itu menyebabkan keretakan antara aku dan suamiku. Itu akan membuat jalan imanku menjadi makin sulit. Namun, jika aku menyerah pada suamiku dan berjanji untuk melepaskan imanku, bukankah itu berarti mengkhianati Tuhan? Makin kupikirkan, makin aku menjadi cemas, jadi aku berdoa dalam hati memohon agar Tuhan melindungi hatiku. Pada waktu itu, aku teringat satu bagian firman Tuhan yang telah kubaca sebelumnya: "Dalam setiap langkah pekerjaan yang Tuhan lakukan pada manusia, di luarnya pekerjaan itu terlihat seperti interaksi antara manusia, seolah-olah itu lahir karena pengaturan manusia atau dari gangguan manusia. Namun di balik layar, setiap langkah pekerjaan, dan semua yang terjadi, adalah pertaruhan yang Iblis buat di hadapan Tuhan, dan menuntut orang-orang untuk berdiri teguh dalam kesaksian mereka bagi Tuhan" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Hanya Mengasihi Tuhan yang Berarti Sungguh-Sungguh Percaya kepada Tuhan"). Benar! Di luarnya tampak seolah-olah keluargaku menghalangi jalanku, tetapi sebenarnya Iblis sedang mencobaiku. Dengan percaya kepada Tuhan dan melaksanakan tugasku, aku sedang menempuh jalan yang benar. Iblis menggunakan keluargaku untuk menghalangi jalanku dan membuatku mengkhianati Tuhan. Aku tak boleh tertipu oleh tipu muslihat Iblis, melainkan harus tetap teguh, menjadi kesaksian, dan mempermalukan Iblis. Dengan pemikiran ini, aku dengan sungguh-sungguh berkata kepada mereka, "Tuhan menentukan segalanya. Pekerjaan dan masa depan kita diatur oleh Tuhan, apa pun yang dikatakan Partai Komunis. Bangkit dan jatuhnya negara dan partai politik, apalagi nasib satu orang yang tidak penting, semuanya berada di tangan Tuhan. Kalian berdua tahu betapa parahnya penyakitku sebelum menjadi orang percaya, dan aku pasti sudah lama mati jika bukan karena Tuhan. Tuhan memberiku hidup ini dan aku telah menerima begitu banyak dari-Nya. Bagiku, tidak percaya kepada Tuhan ataupun melaksanakan tugasku berarti tidak memiliki hati nurani. Akankah aku masih bisa disebut manusia? Akankah hidupku memiliki makna?" Kakak laki-lakiku mengerutkan dahi dan berkata, "Benar, kau sembuh setelah percaya kepada Tuhan. Namun, kita sekarang hidup di bawah kekuasaan Partai Komunis, dan mereka ingin menangkap orang percaya. Bukankah pergi memberitakan Injil hanya akan menempatkan dirimu dalam bahaya?" Suamiku mengiakan. Namun, apa pun yang mereka katakan, aku bersikeras untuk tetap percaya. Melihatku tetap bersikeras, mereka beralih ke taktik yang lebih kasar. Kira-kira sebulan kemudian, suatu hari, saat aku pulang dari pertemuan, suamiku menampar wajahku dan berkata dengan marah, "Partai sedang gila-gilaan menangkap orang percaya, tetapi kau tetap menghadiri pertemuan. Sudah kukatakan untuk tidak percaya, tetapi kau tetap bersikeras untuk percaya! Selama bertahun-tahun aku telah menghormatimu, tak pernah memukulmu. Kakak dan adik iparmu berkata aku telah memanjakanmu, tetapi sekarang mereka ingin agar kau menurutiku, dan tidak memberimu kesempatan untuk terus percaya kepada Tuhan." Aku menatapnya, heran dengan perilakunya. Karena takut menatap mataku, dia menundukkan kepalanya dan berkata, "Sebenarnya aku tak ingin memukulmu. Aku tak ingin kau ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara karena imanmu kepada Tuhan. Ini demi kebaikanmu sendiri." Mendengar perkataannya benar-benar menjengkelkan. Selama ini suamiku selalu bersikap sangat baik terhadapku, tetapi karena takut dianiaya, dia telah menjadi alat Partai Komunis. Dia berusaha membuatku mengkhianati Tuhan. Bagaimana itu bisa dikatakan demi kebaikanku sendiri? Beberapa waktu kemudian, melihatku bertekad untuk mempertahankan imanku, dia sama sekali berhenti pergi bekerja. Dia terus menguntitku, tidak mengizinkanku membaca firman Tuhan, pergi ke pertemuan, atau melaksanakan tugasku. Ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan di gereja pada waktu itu, tetapi dia mengurungku di rumah dan aku tak bisa melaksanakan tugasku. Aku mendesaknya untuk tidak menghalangi imanku. Aku berkata, "Tuhan telah melindungimu saat kau hampir mengalami kecelakaan mobil, ketika dahulu kau mendukung imanku. Tuhan telah menganugerahkan begitu banyak kasih karunia kepada kita, bagaimana kau bisa menentang dan menolak Dia?" Dia berkata, "Dahulu, imanmu kepada Tuhan bermanfaat, tetapi sekarang tidak sama. Selama kau percaya kepada Tuhan, Partai tidak akan melepaskanmu dan keluarga kita akan menderita. Dapatkah kita bertahan hidup jika kita beriman?" Beberapa waktu kemudian, karena tidak ingin dilibatkan, dia berkata kami harus bercerai. Aku sangat terpukul, tetapi kebencianku terhadap si naga merah yang sangat besar lebih besar. Suamiku telah menganiaya dan memukuliku dan sekarang dia ingin bercerai. Semua ini berasal dari penindasan Partai Komunis. Aku teringat bagian firman Tuhan ini: "Sekaranglah saatnya: manusia sudah lama mengumpulkan seluruh kekuatannya, ia telah mencurahkan segenap upayanya dan membayar harga apa pun untuk ini, untuk menyingkapkan wajah setan ini dan membuat orang-orang, yang selama ini telah dibutakan dan yang telah mengalami segala macam penderitaan dan kesulitan untuk bangkit dari rasa sakit mereka dan memberontak melawan si Iblis tua yang jahat ini. Mengapa bersusah payah merintangi pekerjaan Tuhan? Mengapa menggunakan segala macam tipu muslihat untuk menipu umat Tuhan? Di manakah kebebasan sejati serta hak dan kepentingan yang sah? Di manakah keadilan? Di manakah penghiburan? Di manakah kehangatan? Mengapa menggunakan rencana licik untuk menipu umat Tuhan?" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pekerjaan dan Jalan Masuk (8)"). Partai adalah setan yang menentang dan membenci Tuhan. Mereka menangkap dan menganiaya orang percaya untuk menghalangi dan menghancurkan pekerjaan Tuhan. Mereka mengarang segala macam kabar bohong untuk memfitnah pekerjaan Tuhan dan mengelabui orang agar mereka juga menentang Tuhan dan pada akhirnya dimusnahkan. Mereka bahkan menindas dan menganiaya keluarga-keluarga Kristen sehingga seluruh keluarga menderita karena iman satu orang. Awalnya keluargaku mendukung imanku, tetapi penganiayaan dan kabar bohong Partai telah menyesatkan mereka, mengubah mereka menjadi kaki tangan Partai yang menentang Tuhan. Partai ini sangat licik dan kejam! Aku teringat bagian lain firman Tuhan: "Sebagai seseorang yang normal, dan yang mengejar kasih kepada Tuhan, masuk ke dalam kerajaan untuk menjadi salah satu dari antara umat Tuhan adalah masa depanmu yang sejati dan suatu kehidupan paling berharga dan bermakna; tidak ada yang lebih diberkati dari dirimu. Mengapa Kukatakan demikian? Sebab mereka yang tidak percaya kepada Tuhan hidup untuk daging, dan mereka hidup untuk Iblis, tetapi sekarang, engkau hidup untuk Tuhan, dan hidup untuk mengikuti kehendak Tuhan. Itu sebabnya Kukatakan bahwa hidupmu adalah hidup yang paling bermakna. Hanya sekelompok orang ini, yang telah dipilih oleh Tuhan, yang dapat hidup dalam kehidupan yang paling bermakna: tidak ada orang lain di dunia ini yang dapat hidup dalam kehidupan yang sedemikian berharga dan bermakna" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Kenalilah Pekerjaan Terbaru Tuhan dan Ikutilah Jejak Langkah-Nya"). Merenungkan firman Tuhan mencerahkanku. Aku telah menerima pekerjaan Tuhan pada akhir zaman. Aku telah menikmati begitu banyak penyiraman dan makanan dari firman-Nya, melaksanakan tugasku sebagai makhluk ciptaan, memberitakan Injil dan bersaksi bagi Tuhan, dan membantu lebih banyak orang untuk datang ke hadapan Tuhan dan diselamatkan. Ini adalah hal yang paling adil dan paling berharga untuk dilakukan, dan aku tidak boleh melepaskan iman dan tugasku demi melindungi keluargaku. Aku harus mengikuti Tuhan sampai akhir, sekalipun itu berarti bercerai. Jadi, aku berkata kepada suamiku, "Aku berkomitmen untuk menempuh jalan ini. Karena kau bersikeras untuk bercerai, aku setuju."

Kami pergi ke Biro Urusan Sipil untuk mengurus perceraian hari itu juga. Tepat saat aku hendak mengisi surat cerai, kakak laki-lakiku dan istrinya tiba-tiba masuk, menyeretku ke dalam mobil mereka tanpa sepatah kata pun dan membawaku ke toko mereka. Ayahku sudah berada di sana, dan begitu dia melihatku, dia mengangkat tangannya untuk memukulku, tetapi pegawai toko bergegas datang untuk menghentikannya. Dia berteriak, "Kukira pemerintah mendukung kepercayaanmu. Aku tidak tahu kau bisa saja ditangkap dan keluargamu akan dilibatkan. Kau tidak boleh terus percaya kepada Tuhan. Aku tak akan mengakuimu sebagai anak jika kau melakukannya!" Aku berkata, "Ayah, kita diciptakan oleh Tuhan, Dia mengendalikan segalanya. Manusia harus percaya kepada Tuhan dan beribadah kepada-Nya." Sebelum aku bisa menyelesaikan ucapanku, kakak laki-lakiku membentak, "Kau tetap mau percaya meskipun itu artinya kehilangan keluargamu?" Aku berkata dengan tegas, "Tak ada yang salah dengan imanku. Dia yang mau bercerai—bukan aku yang meninggalkan keluarga." Kakak laki-lakiku berteriak, "Temanku yang bekerja untuk pemerintah berkata mereka telah mengeluarkan dokumen yang menetapkan orang yang percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa sebagai sasaran utama penindasan. Dia menyuruh kami mengawasimu dan menghalangimu agar tidak percaya kepada Tuhan agar kami tidak dilibatkan bersamamu." Setelah selesai berbicara, dia mengambil sebatang bambu dan menggunakannya untuk memukul mataku, sambil berkata, "Biar kuberi kau pelajaran agar kau bisa melihat keadaan yang sebenarnya!" Sungguh menyakitkan diperlakukan seperti itu oleh keluargaku. Aku menggunakan segenap tenagaku untuk membebaskan diri dari mereka dan berlari keluar. Aku menangis tersedu-sedu sepanjang perjalanan pulang. Aku merasa sangat tak berdaya dan sendirian, dan benar-benar tidak tahu bagaimana tetap berada di jalan ini. Dengan berlinang air mata, aku berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan, kini seluruh keluarga menentangku, menghalangi jalanku, menyuruhku untuk tidak percaya kepada-Mu. Ini sangat sulit bagiku. Tuhan, kumohon bimbinglah aku untuk memahami maksud-Mu, agar aku tahu bagaimana melewati keadaan ini." Setelah berdoa, aku teringat satu bagian firman Tuhan: "Karena dimulai di sebuah negeri yang melawan Tuhan, semua pekerjaan Tuhan menghadapi rintangan-rintangan yang luar biasa, dan memenuhi sekian banyak firman-Nya membutuhkan waktu; akibatnya, orang-orang dimurnikan sebagai hasil dari firman Tuhan, yang juga adalah bagian dari penderitaan. Teramat sulit bagi Tuhan untuk menjalankan pekerjaan-Nya di negeri si naga merah yang sangat besar—tetapi lewat kesulitan inilah Tuhan mengerjakan satu tahap pekerjaan-Nya, membuat hikmat-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya yang menakjubkan menjadi nyata, dan menggunakan kesempatan ini untuk melengkapi kelompok orang ini" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Apakah Pekerjaan Tuhan Sesederhana yang Manusia Bayangkan?"). Melalui firman Tuhan, aku mengerti bahwa Tuhan sedang bekerja pada akhir zaman di negeri si naga merah yang sangat besar, di mana Dia ditentang dengan sangat keras, dan bahwa kita yang mengikuti Dia pasti akan mengalami penindasan dan pengucilan. Tuhan bekerja dengan cara seperti ini agar kita dapat mengetahui yang sebenarnya mengenai si naga merah yang sangat besar dan esensi jahatnya yang menentang Tuhan, dan tidak lagi disesatkan olehnya. Ini juga bertujuan untuk menyempurnakan iman kita agar kita dapat belajar untuk mengandalkan Tuhan melalui kesukaran, dan mengikuti Tuhan tanpa dikekang oleh kekuatan Iblis, dan memiliki iman yang sejati kepada Tuhan. Namun, setelah mengalami sedikit penderitaan, aku merasa memiliki iman itu terlalu sulit. Aku hidup dalam kenegatifan dan ingin keluar dari situasi ini. Aku benar-benar tidak memiliki iman. Menghadapi kesukaran ini, aku tahu aku harus menerima bahwa hal ini adalah dari Tuhan. Aku harus berdoa dan mencari kebenaran, dan tetap teguh dalam kesaksianku bagi Tuhan. Sebagai makhluk ciptaan, itulah yang seharusnya kulakukan. Aku tidak merasa begitu sedih lagi setelah memahami maksud Tuhan. Beberapa waktu kemudian, aku mengetahui bahwa suamiku sebenarnya tidak menginginkan perceraian, tetapi telah membicarakannya dengan keluargaku dan mereka mengira ini akan membuatku terpaksa melepaskan imanku.

Tak lama kemudian, ketika suamiku mengantarku berbelanja dengan mobil, tiba-tiba dia berbelok masuk ke jalan bebas hambatan dan langsung menuju rumah sakit jiwa. Dia menyeretku ke ruang konsultasi dan berkata kepada dokter, "Dia percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa dan telah menginjili orang. Kau harus mengurungnya dan memisahkannya dari orang percaya lainnya. Beri dia perawatan detoksifikasi. Dia hanya boleh keluar setelah tidak lagi percaya kepada Tuhan dan tidak lagi menginjil." Betapa menyedihkannya hal ini. Dia ingin memasukkanku ke rumah sakit bersama pasien sakit jiwa untuk menghalangi imanku kepada Tuhan. Dikurung di sana bisa membuat seseorang menjadi gila! Aku langsung berkata kepada dokter, "Aku juga seorang dokter. Tentukan terlebih dahulu apakah aku memiliki masalah kesehatan mental sebelum menerimaku." Lalu aku memberikan penjelasan lengkap tentang bagaimana aku mengatur urusan rumah tangga kami selama beberapa tahun sebelumnya. Setelah mendengarkanku, dokter berkata kepada suamiku, "Dia tidak sakit jiwa. Kami tidak bisa menerimanya. Kami tidak bisa menjamin keselamatannya jika kau bersikeras meninggalkannya di sini." Suamiku terus memaksa agar dokter menerimaku. Aku berkata, "Jika kau mengurungku, aku akan bunuh diri di sini." Karena takut itu akan menjadi tanggung jawabnya, dokter itu tidak mau menerimaku. Suamiku tidak punya pilihan selain membawaku pulang.

Aku melihat dengan jelas dari apa yang terjadi bahwa walaupun suamiku selalu berkata dia melakukan yang terbaik untukku, itu hanyalah kepura-puraan. Dari waktu ke waktu, dia sedang melindungi kepentingannya sendiri, sembari menyakiti dan mempermalukanku. Dia bahkan ingin memasukkanku ke rumah sakit jiwa. Dia mampu melakukan apa pun untuk menghalangiku agar tidak percaya kepada Tuhan. Sikapnya yang menentang Tuhan dan sejalan dengan Partai memperlihatkan bahwa dia juga mencintai kejahatan, memuja kekuasaan dan membenci kebenaran. Firman Tuhan katakan: "Orang percaya dan orang tidak percaya sama sekali tidak sesuai; sebaliknya mereka saling bertentangan satu sama lain" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tuhan dan Manusia akan Masuk ke Tempat Perhentian Bersama-sama"). Kami berada di dua jalan yang berbeda. Aku sangat kecewa terhadapnya, dan hanya demi anak kamilah aku tidak bercerai. Setelah itu, dia tidak pernah berhenti berdebat dan berteriak, dan menuntut agar aku melepaskan imanku. Terutama menjelang Olimpiade, karena sepupuku berkata bahwa pemerintah sedang berfokus untuk menangkap orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa, dan bahwa orang percaya sedang dihukum dengan keras dan tak seorang pun mampu menyelamatkan mereka, suamiku terus mengawasiku dan mengikuti setiap gerakanku. Dia mengurungku di rumah selama 11 hari. Tidak mungkin bagiku untuk menerapkan imanku di rumah. Untuk menerapkan imanku dan melaksanakan tugas, aku harus meninggalkan keluarga ini. Namun, aku benar-benar tak sanggup untuk berpisah dengan putriku. Akan sangat sulit baginya jika aku pergi! Tanpa aku di sisinya dan tanpa seorang pun menjaganya dengan baik, apa yang akan terjadi jika dia tersesat? Air mata mengalir dari mataku setiap kali aku memikirkannya. Dalam penderitaan, aku teringat satu bagian firman Tuhan: "Engkau harus menderita kesukaran demi kebenaran, engkau harus mengabdikan diri kepada kebenaran, engkau harus menanggung penghinaan demi kebenaran, dan untuk memperoleh lebih banyak kebenaran, engkau harus mengalami penderitaan yang lebih besar. Inilah yang harus engkau lakukan. Janganlah membuang kebenaran demi kehidupan keluarga yang damai, dan janganlah kehilangan martabat dan integritas seumur hidupmu demi kesenangan sesaat. Engkau harus mengejar segala yang indah dan baik, dan engkau harus mengejar jalan dalam hidup yang lebih bermakna. Jika engkau menjalani kehidupan yang vulgar dan tidak mengejar tujuan apa pun, bukankah engkau menyia-nyiakan hidupmu? Apa yang dapat engkau peroleh dari kehidupan semacam itu? Engkau harus meninggalkan seluruh kenikmatan daging demi satu kebenaran, dan jangan membuang seluruh kebenaran demi sedikit kenikmatan. Orang-orang seperti ini tidak memiliki integritas atau martabat; keberadaan mereka tidak ada artinya!" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pengalaman Petrus: Pengetahuannya tentang Hajaran dan Penghakiman"). Setelah membaca firman Tuhan, aku mengingat kembali kepercayaanku selama bertahun-tahun. Iblis selalu menggunakan kerabatku untuk menindas dan menggangguku, untuk mendorongku menjauh dari Tuhan dan membuatku mengkhianatinya Dia. Aku hidup bersama keluargaku tetapi aku tidak bahagia, dan suamiku tidak mengizinkanku membaca firman Tuhan atau memberitakan Injil dan melaksanakan tugasku. Ini adalah cara hidup yang menyakitkan. Tuhan mengatur agar aku dilahirkan pada akhir zaman dan menerima Injil-Nya agar aku dapat mengejar kebenaran, diselamatkan, dan melaksanakan tugasku sebagai makhluk ciptaan. Itulah yang harus kukejar. Aku teringat firman Tuhan: "Nasib manusia dikendalikan oleh tangan Tuhan. Engkau tidak mampu mengendalikan dirimu sendiri: meskipun manusia selalu terburu-buru dan menyibukkan diri mewakili dirinya sendiri, dia tetap tidak mampu mengendalikan dirinya sendiri. Jika engkau dapat mengetahui prospekmu sendiri, jika engkau mampu mengendalikan nasibmu sendiri, apakah engkau akan tetap menjadi makhluk ciptaan?" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Memulihkan Kehidupan Normal Manusia dan Membawanya ke Tempat Tujuan yang Mengagumkan"). Benar. Bagi setiap orang yang dilahirkan ke dalam dunia ini, Tuhan sudah sejak lama menentukan jalan mana yang akan kita tempuh dan seberapa banyak kita akan menderita. Tak seorang pun mampu membantu orang lain. Aku melahirkan putriku, tetapi nasibnya berada di tangan Tuhan. Tuhan telah lama memutuskan berapa banyak penderitaan yang akan dia alami dan berapa banyak berkat yang akan dia nikmati dalam hidupnya. Meskipun aku berada di sisinya, aku tak mampu memikul penderitaan apa pun yang ditakdirkan untuknya. Aku bahkan tak mampu mengendalikan nasibku sendiri, apalagi nasibnya. Aku hanya harus memercayakan putriku kepada Tuhan dan tunduk pada pengaturan-Nya. Kemudian suatu hari, ketika suamiku sedang tidur, aku berhasil menyelinap keluar dari rumah.

Di luar dugaan, hanya beberapa minggu kemudian, seorang pemimpin memberitahuku bahwa suamiku mengganggu saudara-saudari setiap hari dan berkata jika aku tidak pulang, dia akan melaporkan mereka ke polisi. Aku harus pulang agar mereka tidak mendapat masalah. Kali ini, suamiku mengawasiku dengan lebih ketat. Dia mengurungku di dalam rumah, mengunci pintu dan menyembunyikan kuncinya, serta selalu berada dalam jarak beberapa meter dariku. Dia mengawasi bahkan saat aku sedang memasak dan ketika aku pergi ke kamar mandi. Dia menyalakan TV dari pagi hingga malam, memaksaku menonton berita dan film patriotik bersamanya setiap hari, berkata bahwa dia ingin mencuci otakku. Dia berkata bahwa sepupuku menyuruhnya agar tidak memberiku kesempatan untuk berdoa atau membaca firman Tuhan, dan bahwa untuk membuatku melepaskan imanku, dia harus terus memaksakan apa pun yang ditayangkan di TV memengaruhi diriku sehingga tidak ada ruang di pikiranku tentang kepercayaan kepada Tuhan. Dia juga berkata kepadaku bahwa dia tidak boleh memberiku waktu tenang, karena saat aku berdoa, Tuhan akan memberiku jalan keluar, lalu aku akan pergi ke pertemuan dan kembali menginjil. Dengan marah, kukatakan kepadanya, "Memiliki kepercayaan adalah kebebasanku. Mengapa kau mengikuti Partai Komunis, menindasku dan merampas kebebasanku? Kau telah menikmati banyak anugerah Tuhan berkat imanku, dan kau telah melihat apa yang mampu Tuhan lakukan. Kini kau menghalangi imanku dan menindasku. Itu bukan saja menindasku, tapi juga menentang Tuhan!" Di luar dugaan, dia balas berteriak, "Aku memang menentang Tuhan, jadi suruh Dia datang menghukumku!" Aku benar-benar terkejut. Bagaimana dia bisa mengatakan hal seperti itu? Dia sudah benar-benar tak bernalar. Dia mengurungku seperti ini selama kira-kira seminggu, sampai aku bahkan tak bisa keluar rumah. Aku tidak bisa membaca firman Tuhan, pergi ke pertemuan, atau melaksanakan tugasku. Ini benar-benar menyengsarakan. Aku tidak nafsu makan dan tidak bisa tidur. Aku berpikir bagaimana orang lain melaksanakan tugas, sementara aku tetap dikurung di dalam rumah oleh suamiku, bahkan tidak diperbolehkan untuk berdoa. Jika itu terus berlanjut, bukankah aku akan makin jauh dari Tuhan? Selain itu, semua anggota keluargaku memihak suamiku, menindasku. Aku hampir tak tahan lagi! Makin kupikirkan, makin buruk perasaanku. Aku sendirian, dan tak berdaya.

Suatu malam, ketika suamiku sedang tidur, aku berdoa dalam hati kepada Tuhan. Aku berdoa, "Tuhan, aku tak bisa membaca firman-Mu. Hatiku merasa sangat lemah. Ya Tuhan, tingkat pertumbuhanku sangat rendah. Kumohon berilah aku iman dan kekuatan." Setelah berdoa, aku teringat satu bagian firman-Nya: "Mereka yang Tuhan sebut 'para pemenang' adalah mereka yang tetap teguh dalam kesaksian mereka dan mempertahankan keyakinan dan pengabdian mereka kepada Tuhan ketika berada di bawah pengaruh Iblis dan dikepung oleh Iblis, yaitu saat mereka mendapati diri mereka berada di tengah kekuatan kegelapan. Jika engkau tetap mampu menjaga hati yang murni di hadapan Tuhan dan mempertahankan kasih yang tulus kepada Tuhan apa pun yang terjadi, engkau tetap teguh dalam kesaksianmu di hadapan Tuhan, dan inilah yang Tuhan maksudkan sebagai 'pemenang'" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Engkau Sudah Seharusnya Mempertahankan Kesetiaanmu kepada Tuhan"). Firman Tuhan memperlihatkan kepadaku bahwa pada akhir zaman, Dia ingin membuat sekelompok orang menjadi pemenang, yang, di bawah serangan dan penganiayaan Iblis, tidak akan menyerah pada kekuatan kegelapan. Sebaliknya, mereka akan berpegang teguh pada iman dan kesetiaan mereka, dan menjadi kesaksian yang luar biasa bagi Tuhan. Aku merasa terinspirasi, dan siap untuk tunduk dan memetik pelajaran. Bagaimanapun suamiku menghalangi dan menindasku, aku akan tetap teguh dalam kesaksianku dan memuaskan Tuhan. Beberapa waktu kemudian, ketika suamiku sedang tidur, aku merenungkan firman Tuhan, berdoa dalam hati atau menyanyikan lagu pujian, dan ini membuatku bersukacita. Pada hari kesembilan belas pengurunganku, suamiku mulai mengalami sakit kepala, sakit leher dan sakit punggung saat dia bertengkar denganku. Makin marah dia, makin sakit tubuhnya, sampai menangis kesakitan, hingga dia tidak berani berdebat lagi. Akhirnya dia berkata: "Aku tak tahan lagi! Makin lama aku mengurungmu, makin bersemangat dirimu. Aku sendiri malah makin sakit." Keesokan harinya, dia pergi bekerja meninggalkanku terkunci di dalam rumah. Suatu hari, aku kebetulan menemukan kuncinya, dan menyelinap keluar rumah saat dia tidak berada di rumah. Aku sangat bersyukur kepada Tuhan karena memberiku jalan keluar, dan akhirnya aku bisa menghadiri pertemuan dan kembali melaksanakan tugasku.

Setelah itu, suamiku tidak mengawasiku dengan ketat seperti sebelumnya. Terkadang, ketika dia berusaha keras untuk menentang dan menghentikanku, dia pasti jatuh sakit dan merasakan sakit yang luar biasa di lehernya. Suatu hari, pada Maret 2012, dia berkata kepadaku, "Selama ini aku ingin kau memilih antara keluarga kita dan imanmu, tetapi kau tidak pernah melepaskan imanmu. Mari kita akhiri hari ini. Ada dua jalan di depanmu. Jika kau tinggal di rumah ini, kau tidak boleh mengikuti Tuhan, dan jika kau mengikuti Tuhan, kau tak pernah boleh kembali ke rumah ini." Aku berkata kepadanya dengan penuh keyakinan, "Aku telah memilih jalan kepercayaan kepada Tuhan, dan aku tak akan pernah berbalik." Lalu aku mengemasi koperku dan pergi meninggalkan rumah, bergabung dengan semua orang yang melaksanakan tugas mereka. Syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa!

Sebelumnya: Kisah Joy
Selanjutnya: Mengapa Aku Takut Kalah?

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Mengapa Aku Begitu Angkuh?

Oleh Saudara Frank, Korea SelatanBaru-baru ini, aku bertanggung jawab atas pekerjaan video gereja. Ketika memulainya, setelah berlatih...

Menembus Kabut

Zhenxi Kota Zhengzhou, Provinsi Henan Sepuluh tahun yang lalu, didorong oleh sifat saya yang angkuh, saya tidak pernah bisa sepenuhnya...

Mengapa Aku Begitu Congkak

Oleh Saudari Joanne, Korea SelatanSuatu hari dua orang pemimpin gereja melaporkan masalah kepadaku. Mereka berkata, Isabella, yang memimpin...

Kurangi Ukuran Huruf
Tambah Ukuran Huruf
Masuk Layar Penuh
Keluar Layar Penuh