Hari-hariku dalam Penahanan

27 Juli 2022

Oleh Saudari Yang Qing, Tiongkok

Juli 2006, aku menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa pada akhir zaman. Suamiku mendukung dan menyambut hangat saudara-saudari yang datang. Namun, saat dengar orang percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa bisa ditangkap, dia bertanya tentang itu kepada sepupuku di kejaksaan, lalu pulang dan memberitahuku, "Sepupumu bilang pemerintah memberantas agama, terutama orang percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Juga, satu orang percaya di sebuah rumah akan melibatkan seluruh keluarganya. Jangan ikuti Tuhan Yang Mahakuasa lagi—pergi saja ke gereja Tiga Pendirian." Melihat suamiku tak memahami iman, kuberi tahu dia, "Gereja Tiga Pendirian didirikan Partai Komunis. Mereka mengutamakan patriotisme, lalu Tuhan. Mereka menganggap Partai lebih tinggi dari Tuhan, dan itu bukan beriman. Aku tak akan pergi ke Tiga Pendirian." Dia menjawab pelan, "Aku tahu percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa itu hal baik, tapi lihatlah situasinya baik-baik. Partai Komunis berkuasa sekarang, jadi pekerjaan kita terancam jika kau pertahankan imanmu. Apa kau bersedia melepaskan pekerjaanmu di rumah sakit? Kita juga punya hipotek dan butuh uang untuk membesarkan putri kita. Bagaimana mungkin kita bisa hidup tanpa uang? Jika kau dipenjara, orang akan memandangku rendah dan putri kita akan diejek teman-teman sekelasnya. Kau harus pikirkan kami juga! Lepaskan imanmu." Aku tahu suamiku yang bukan orang percaya pasti punya kekhawatiran, jadi kuberi tahu dia, "Partai Komunis adalah ateis dan selalu mempersekusi orang percaya. Aku tak akan melepaskan imanku kepada Tuhan karena persekusinya. Apa kau tak tahu pengecut tak bisa masuk kerajaan surga? Bencana kian hebat sekarang, dan Juruselamat, Tuhan Yang Mahakuasa telah mengungkapkan kebenaran dan melakukan pekerjaan penghakiman pada akhir zaman. Ini demi sepenuhnya mentahirkan dan menyelamatkan manusia agar selamat dari bencana dan dibawa ke kerajaan Tuhan. Ini kesempatan sekali seumur hidup! Memiliki iman berarti menderita dan menghadapi bahaya untuk sementara, tapi kita bisa mendapatkan kebenaran dan diselamatkan sepenuhnya. Inilah yang terpenting." Tanggapannya adalah, "Masuk ke kerajaan Tuhan masih jauh. Menjalani kehidupan yang baik adalah hal paling nyata. Aku tak peduli yang mungkin terjadi di masa depan, juga tak memikirkannya." Setelah itu, melihatku masih ikut pertemuan dan melakukan tugas, kami mulai banyak bertengkar, lalu dia bilang, "Selalu ketakutan bukanlah cara untuk hidup. Jika kau mempertahankan agamamu, keluarga kita akan hancur." Kupikir jika mempertahankan imanku, rumah kami mungkin akan bercerai-berai. Putriku baru berusia sembilan tahun, dan tak punya keluarga lengkap akan sangat menyakitinya! Saat itu aku tak ingin kehilangan keluargaku, tapi jika suamiku terus menghalangi imanku, bagaimana aku bisa melakukan tugasku? Putriku, keluargaku, dan Tuhan—aku tak siap untuk melepaskan satu pun. Saat merasa bimbang, aku teringat firman Tuhan Yesus: "Dia yang mengasihi ayah atau ibunya lebih dari Aku, tidak layak bagi-Ku: dan Dia yang mengasihi anak lelaki atau anak perempuannya lebih dari Aku tidak layak bagi-Ku. Dan siapa yang tidak memikul salibnya, dan mengikuti Aku, ia tidak layak bagi-Ku" (Matius 10:37-38). Aku teringat semua orang suci selama berabad-abad yang mengorbankan segalanya untuk menyebarkan Injil dan memenuhi amanat Tuhan. Karena Tuhan memilihku, mengizinkanku menikmati begitu banyak makanan dari kebenaran, aku harus pikirkan kehendak-Nya. Aku tak bisa melepaskan iman dan tugasku hanya agar keluargaku utuh. Tuhan telah berinkarnasi dan datang ke dunia untuk sepenuhnya menyelamatkan kita dari kekuatan Iblis, mengalami begitu banyak pengejaran, desas-desus, dan kutukan naga merah yang sangat besar serta penolakan dan fitnah dunia agama, diam-diam mengungkapkan kebenaran demi menyirami dan menopang kita. Kasih Tuhan bagi umat manusia begitu besar! Aku telah menikmati banyak rahmat Tuhan, sambil memuja keluarga dan putriku, tak memikirkan cara membalas kasih Tuhan. Di mana hati nuraniku? Memikirkan ini, aku merasa sangat berutang budi kepada Tuhan, lalu bertekad bagaimanapun dihalangi, aku akan ikuti Tuhan dan menyebarkan Injil untuk bersaksi bagi Tuhan.

Setelah itu, penindasan PKT terhadap gereja makin parah dan penentangan suamiku makin kuat. Pada akhir 2007, PKT menyerang agama dengan keras dan menindas gereja, berkedok menjaga stabilitas Olimpiade. Beberapa saudara-saudari ditangkap. Suatu pagi di bulan September saat bersiap-siap membagikan Injil, suamiku menghalangiku dan tak mengizinkanku pergi, memanggil kakak lelakiku, dan bilang, "Beberapa hari lalu sepupu kita bilang Partai Komunis memobilisasi penangkapan massal orang percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Mereka dihukum setelah ditangkap. Kau harus lepaskan imanmu." Kakakku juga mendesakku, "Aku tahu iman adalah hal baik, tapi Partai tak mengizinkannya. Lengan tak bisa bergulat dengan kaki, jadi jika harus, percaya saja di rumah. Jangan keluar rumah untuk menyebarkan Injil. Bagaimana jika kau ditangkap?" Kuberi tahu mereka, "Aku tahu kalian ingin yang terbaik untukku, tapi beriman dan membagikan Injil itu perbuatan yang benar, agar lebih banyak orang bisa diselamatkan oleh Tuhan. Ini adalah perbuatan baik paling besar. Jika aku berhenti membagikan Injil untuk melindungi diriku, bukankah itu sangat egois?" Anehnya, begitu mengatakan itu, suamiku berlutut di depanku. Dia bilang, "Kumohon. Demi rumah kita, anak kita, tinggalkan agamamu. Jika kau pertahankan imanmu, putri kita tak akan pernah kuliah atau menemukan pekerjaan bagus. Masa depannya akan hancur! Dia satu-satunya anak kita—kau harus pikirkan dia! Jika kau ditangkap, orang akan bicara buruk tentangku. Bagaimana aku bisa hidup seperti itu?" Melihat suamiku seperti itu, aku tak tahu harus bagaimana. Dia selalu menjaga harga diri, tapi dia berlutut memohon kepadaku di depan kakakku. Melihat dia seperti itu, kupikir bersikeras mempertahankan imanku akan lebih menyakitinya. Lalu, bagaimana jika Partai mencabut hak putriku untuk kuliah dan dia tak bisa mendapatkan pekerjaan bagus karena imanku? Bahkan kakakku menentang imanku, jadi jika keluargaku tahu aku dan suamiku ribut karena imanku, mereka mungkin akan menghalangi jalanku. Aku akan lebih sulit lagi mengikuti Tuhan. Namun, jika kuturuti suamiku dan beri tahu dia bahwa aku akan melepaskan imanku, itu mengkhianati Tuhan. Aku makin cemas saat memikirkannya, jadi aku berdoa dalam hati, meminta Tuhan menjaga hatiku. Saat itu, aku teringat sebuah kutipan firman Tuhan: "Dalam setiap langkah pekerjaan yang Tuhan lakukan di dalam diri manusia, dari luar pekerjaan itu terlihat seperti interaksi antara manusia, seolah-olah lahir karena pengaturan manusia atau dari campur tangan manusia. Namun di balik layar, setiap langkah pekerjaan, dan semua yang terjadi, adalah pertaruhan yang Iblis buat di hadapan Tuhan, dan menuntut orang-orang untuk berdiri teguh dalam kesaksian mereka bagi Tuhan" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Hanya Mengasihi Tuhan yang Berarti Sungguh-Sungguh Percaya kepada Tuhan"). Dari luar sepertinya keluargaku yang menghalangi jalanku, tapi sebenarnya, itu Iblis yang mengujiku. Beriman dan melakukan tugas, aku ada di jalan yang benar. Iblis memakai keluargaku untuk menghalangiku dan membuatku mengkhianati Tuhan. Aku tak boleh teperdaya, aku harus berdiri teguh dalam kesaksianku dan permalukan Iblis. Memikiran itu, aku berkata kepada mereka dengan sungguh-sungguh, "Tuhan mengatur segalanya. Dia mengatur pekerjaan dan masa depan kita, bukan Partai Komunis yang memutuskan. Bangkit dan hancurnya negara serta partai politik ada di tangan Tuhan, bukan satu orang. Kalian tahu aku sakit parah sebelum menjadi orang percaya, dan pasti sudah lama mati jika bukan karena Tuhan. Tuhan memberiku hidup ini, dan aku menikmati begitu banyak dari Dia. Tidak punya iman atau tak melakukan tugas itu tak berbudi. Apa aku bahkan manusia? Apa hidupku berarti?" Kakakku mengerutkan kening dan berkata pelan, "Memang benar kau sembuh setelah menjadi orang percaya, tapi kita hidup di bawah Partai Komunis, dan mereka menangkapi orang percaya. Bukankah keluar untuk membagikan Injil membahayakan dirimu?" Suamiku menepi, setuju. Namun, aku bersikeras mempertahankan imanku apa pun perkataan mereka. Melihatku tak goyah, mereka mencoba taktik lebih jahat untuk menghalangiku. Suatu hari sekitar sebulan kemudian saat aku pulang dari sebuah pertemuan, suamiku mendatangiku, menamparku dua kali, dan berkata dengan marah, "Partai menangkapi orang percaya, tapi kau tetap ke pertemuan, bersikeras beriman! Aku menghormatimu selama ini, tak pernah ringan tangan terhadapmu. Kakakmu dan istrinya bilang aku memanjakanmu dan harus mendisiplinkanmu, memastikan kau tak bisa beriman." Aku terkejut melihat itu darinya dan hanya menatapnya kaget. Tak berani menatapku, dia menunduk dan bilang, "Aku tak ingin memukulmu. Aku tak ingin kau dijebloskan ke penjara karena imanmu, ini untuk kebaikanmu." Mendengar penjelasan ini sangat menjengkelkan. Suamiku selalu sangat baik kepadaku, tapi dia menjadi alat bagi Partai Komunis, takut dipersekusi. Dia mencoba segala cara untuk membuatku mengkhianati Tuhan. Bagaimana itu demi kebaikanku? Dia bahkan berhenti pergi bekerja, melihatku bertekad mempertahankan iman. Dia mengikutiku ke mana-mana, tak izinkan membaca firman Tuhan, menghadiri pertemuan, atau melakukan tugas. Ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan di gereja saat itu, tapi aku ditawan di rumah, dan tak bisa melakukan tugas. Aku bilang kepadanya dia tak boleh menjauhkanku dari imanku. Aku berkata, "Saat kau dulu mendukung imanku, bukankah kau melihat banyak nikmat Tuhan? Kau nyaris mengalami beberapa kecelakaan mobil, tapi Tuhan melindungimu. Bagaimana kau bisa melawan Tuhan, setelah semua kasih karunia dan berkat dari-Nya?" Dia menjawab, "Imanmu dulu bermanfaat, tapi banyak hal telah berubah. Partai tak akan melepaskanmu selama kau percaya, keluarga kita juga akan menderita. Hidup kita akan sulit." Tak ingin terlibat, setelah itu dia menyarankan kami bercerai. Itu sungguh menyesakkan bagiku, tapi aku membenci naga merah yang sangat besar lebih dari apa pun. Dia terus menindasku dan ringan tangan terhadapku, lalu meminta cerai. Itu semua karena penindasan Partai Komunis. Aku ingat kutipan firman Tuhan ini: "Sekaranglah saatnya: manusia sudah lama mengumpulkan seluruh kekuatannya, ia telah mencurahkan segenap upayanya dan membayar harga apa pun untuk ini, untuk menyingkapkan wajah Iblis dan membuat orang-orang, yang selama ini telah dibutakan dan yang telah mengalami segala macam penderitaan dan kesulitan untuk bangkit dari rasa sakit mereka dan berpaling dari si Iblis tua yang jahat ini. Mengapa bersusah payah merintangi pekerjaan Tuhan? Mengapa menggunakan segala macam tipu muslihat untuk menipu umat Tuhan? Di manakah kebebasan sejati serta hak dan kepentingan yang sah? Di manakah keadilan? Di manakah penghiburan? Di manakah kehangatan? Mengapa menggunakan rencana licik untuk menipu umat Tuhan?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pekerjaan dan Jalan Masuk (8)"). Partai adalah iblis yang anti-Tuhan dan membenci Tuhan. Ia menangkap dan mempersekusi orang percaya untuk menghalangi dan memusnahkan pekerjaan Tuhan. Mengarang berbagai rumor untuk memfitnah pekerjaan Tuhan dan membodohi orang agar mereka juga melawan Tuhan dan akhirnya hancur. Partai bahkan melibatkan berbagai generasi, sehingga seluruh keluarga hancur karena iman satu orang. Keluargaku awalnya mendukung imanku, tapi persekusi dan rumor Partai menyesatkan mereka, mereka menjadi kaki tangan, melawan Tuhan. Partai Komunis sangat jahat! Aku teringat kutipan lain dari firman Tuhan: "Sebagai seorang yang normal dan yang berupaya keras untuk mengasihi Tuhan, masuk ke dalam kerajaan untuk menjadi salah satu dari antara umat Tuhan adalah masa depanmu yang sejati dan suatu kehidupan yang paling berharga dan penting; tidak ada yang lebih diberkati dari dirimu. Mengapa Kukatakan demikian? Sebab mereka yang tidak percaya kepada Tuhan hidup untuk daging, dan mereka hidup untuk Iblis, tetapi sekarang, engkau hidup untuk Tuhan, dan hidup untuk melakukan kehendak Tuhan. Itu sebabnya Kukatakan bahwa hidupmu adalah hidup yang paling bermakna. Hanya sekelompok orang ini, yang telah dipilih oleh Tuhan, yang dapat hidup dalam kehidupan yang paling bermakna: tidak ada orang lain di dunia ini yang dapat hidup dalam kehidupan yang sedemikian berharga dan bermakna" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Kenalilah Pekerjaan Terbaru Tuhan dan Ikutilah Jejak Langkah-Nya"). Merenungkan firman Tuhan mencerahkanku. Kini aku telah dipilih Tuhan untuk datang ke hadapan takhta-Nya. Aku bisa menikmati banyak penyiraman dan makanan dari firman-Nya, melakukan tugas sebagai makhluk ciptaan, membantu lebih banyak orang datang ke hadapan Tuhan dan mendapatkan penyelamatan-Nya. Ini hal yang paling benar, paling berharga. Aku tak bisa melepaskan iman dan tugasku untuk melindungi keluargaku. Aku harus ikuti Tuhan sampai akhir, meski berarti perceraian. Jadi, aku beri tahu suamiku, "Aku berkomitmen di jalan ini. Karena kau bersikeras bercerai, aku setuju."

Kami pergi ke Kantor Catatan Sipil untuk mengurusnya hari itu juga. Saat hendak menandatangani dokumen, kakakku dan istrinya menerobos masuk, menyeretku ke mobil tanpa sepatah kata pun, lalu membawaku ke toko mereka. Ayahku sudah ada di sana, dan dia melayangkan tangan saat melihatku. Karyawan di sana bergegas menghentikan dia. Ayahku memakiku, "Kupikir pemerintah mendukung imanmu. Aku tak tahu kau bisa ditangkap dan keluargamu akan terlibat. Kau tak boleh percaya Tuhan ini lagi, jika tak mau, aku takkan mengakuimu anak." Melihat betapa marahnya dia, aku bilang kepadanya, "Ayah, kita diciptakan oleh Tuhan dan Dia mengatur segala sesuatu. Manusia harus percaya Tuhan dan menyembah Dia. PKT tak percaya Tuhan itu ada. Mereka serta merta menentang Dia dan telah dihukum oleh-Nya. Kenapa bencana begitu mengerikan di Tiongkok? Itu karena Partai melawan Tuhan dan mempersekusi orang percaya. Kita tak punya harapan jika tak punya iman." Sebelum selesai bicara, kakakku bertanya lantang, "Jika imanmu berarti kehilangan keluargamu, apa kau masih mau percaya?" Aku berkata dengan tegas, "Tak ada yang salah dengan imanku. Dia menginginkan perceraian ini—bukan aku yang meninggalkan keluarga." Kakakku berteriak marah, "Temanku yang pegawai pemerintahan bilang mereka telah mengeluarkan dokumen yang menandai orang percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa sebagai target pemberantasan utama. Dia menyuruh kami mengawasi dan menjauhkanmu dari imanmu agar tak terlibat denganmu." Sambil mengatakan ini, dia ambil batang bambu dan memukul mataku, lalu berkata, "Aku akan memberimu pelajaran karena tak memahami keadaan!" Pedih rasanya melihat keluargaku memperlakukanku seperti itu. Kukerahkan semua tenagaku untuk melepaskan diri dari cengkeraman mereka dan berlari keluar. Berjalan pulang ke rumah, aku menangis tanpa henti. Aku merasa tak berdaya dan kesepian, juga tak tahu bagaimana bertahan di jalan ini. Dengan berlinang air mata, aku berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan, kini seluruh keluargaku menentangku, menghalangi jalanku, berkata aku tak boleh beriman. Ini sangat sulit bagiku. Tuhan, tolong bimbing aku untuk memahami kehendak-Mu dan tahu cara melewati situasi ini." Aku teringat kutipan firman Tuhan setelah berdoa. "Mungkin engkau semua ingat kata-kata ini: 'Sebab penderitaan ringan kami, yang hanya sementara, mengerjakan bagi kami kemuliaan yang lebih besar dan kekal.' Engkau semua pernah mendengar kata-kata itu sebelumnya, tetapi tak satu pun darimu yang memahami arti sebenarnya dari kata-kata tersebut. Hari ini, engkau sadar sepenuhnya akan makna penting sejatinya. Kata-kata ini akan dipenuhi oleh Tuhan pada akhir zaman, dan akan dipenuhi dalam diri orang-orang yang telah dianiaya secara brutal oleh si naga merah yang sangat besar di negeri tempatnya berbaring melingkar. Si naga merah yang sangat besar itu menganiaya Tuhan dan ia adalah musuh Tuhan, dan karenanya, di negeri ini, mereka yang percaya kepada Tuhan dipaksa menanggung penghinaan dan penindasan, dan sebagai hasilnya, perkataan-perkataan ini terpenuhi dalam diri engkau semua, sekelompok orang ini. Karena dimulai di sebuah negeri yang melawan Tuhan, semua pekerjaan Tuhan menghadapi rintangan-rintangan yang luar biasa, dan memenuhi sekian banyak firman-Nya membutuhkan waktu; akibatnya, orang-orang dimurnikan sebagai hasil dari firman Tuhan, yang juga adalah bagian dari penderitaan. Teramat sulit bagi Tuhan untuk menjalankan pekerjaan-Nya di negeri si naga merah yang sangat besar—tetapi lewat kesulitan inilah Tuhan mengerjakan satu tahap pekerjaan-Nya, membuat hikmat-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya yang menakjubkan menjadi nyata, dan menggunakan kesempatan ini untuk menyempurnakan kelompok orang ini" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Apakah Pekerjaan Tuhan Sesederhana yang Manusia Bayangkan?"). Melalui firman Tuhan aku mengerti Tuhan bekerja di negara naga merah yang sangat besar pada akhir zaman, tempat Dia paling ditentang, kita yang mengikuti Dia pasti ditindas dan ditolak. Tuhan bekerja dengan cara ini agar kita bisa tahu jati diri naga merah yang sangat besar dan esensi anti-Tuhannya yang jahat, tak teperdaya olehnya lagi. Juga untuk menyempurnakan iman kita agar bisa belajar bersandar kepada Tuhan dalam kesulitan, lalu kita bisa mengikuti Tuhan tanpa ditahan kekuatan iblis dan memiliki iman sejati. Namun, aku merasa beriman terlalu sulit setelah sedikit menderita. Aku hidup dalam kenegatifan dan ingin lepas dari situasi itu. Imanku sangat lemah. Menghadapi masalah itu, aku harus menerimanya dari Tuhan, berdoa dan mencari kebenaran, serta bersaksi bagi Tuhan. Itulah yang harus kulakukan sebagai makhluk ciptaan. Kesengsaraanku berkurang setelah memahami kehendak Tuhan. Belakangan aku tahu suamiku sebenarnya tak ingin bercerai, tapi dia membicarakannya dengan keluargaku dan mereka pikir bisa memaksaku melepaskan iman dengan cara itu.

Tak lama setelah itu, suamiku bilang akan mengantarku pergi belanja, tapi tiba-tiba dia masuk jalan bebas hambatan, lalu menuju rumah sakit jiwa. Dia membawaku ke ruang diagnostik dan bilang kepada dokternya, "Dia percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa dan sering menginjil. Kau harus kurung dan jauhkan dia dari orang percaya lain. Itu seperti detoks. Dia bisa keluar saat dia bebas dari imannya dan tak mau menginjil." Aku merinding saat mendengar dia mengatakan itu. Dia memasukkanku ke rumah sakit jiwa agar aku berhenti percaya Tuhan. Terkurung di sana bisa membuat orang gila! Aku langsung bilang ke dokter, "Aku juga dokter. Evaluasi dulu kesehatan mentalku untuk memastikan apa aku harus dirawat di rumah sakit." Aku lalu memberi dokter itu ikhtisar mendetail bagaimana aku menangani semua urusan rumah tangga kami selama beberapa tahun terakhir. Setelah mendengarkanku, dokter memberi tahu suamiku, "Dia tak sakit jiwa. Kami tak bisa menerima dia. Jika kau bersikeras meninggalkan dia di sini, kami tak bisa menjamin keselamatannya." Suamiku terus bersikeras agar dokter merawatku. Aku bilang, "Jika kau bersikeras mengurungku, aku akan bunuh diri di sini." Takut akan bertanggung jawab, dokter tak berani menerimaku. Suamiku membawaku pulang, tak bisa berbuat apa-apa.

Aku melihat dengan jelas dari yang terjadi saat itu bahwa suamiku mengaku berkorban untukku, tapi itu palsu. Dia melindungi kepentingannya sendiri, menyakitiku dan terus mempermalukanku. Bahkan ingin memasukkanku ke rumah sakit jiwa. Dia mampu melakukan apa pun untuk menjauhkanku dari imanku. Dia melawan Tuhan bersama Partai, membuktikan dia juga menyukai kejahatan, memuja kekuasaan, dan membenci kebenaran. Firman Tuhan katakan: "Orang percaya dan orang tidak percaya sama sekali tidak sesuai; sebaliknya mereka saling bertentangan satu sama lain" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tuhan dan Manusia akan Masuk ke Tempat Perhentian Bersama-sama"). Jalan kami berbeda. Aku benar-benar kecewa kepadanya dan tak bercerai hanya demi anak kami. Setelah pulang dari rumah sakit jiwa, dia selalu mendebat atau mencacimakiku, juga memaksaku melepaskan iman. Terutama menjelang Olimpiade, sepupuku bilang pemerintah fokus menangkapi orang percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa, mereka dihukum dengan keras, dan tak ada yang bisa membebaskan mereka. Suamiku makin ketat mengawasi dan membuntutiku. Dia mengurungku di rumah selama 11 hari. Aku tak bisa menerapkan imanku di rumah—aku harus pergi untuk itu dan melakukan tugas. Namun, aku tak tahan berpisah dengan putriku. Jika aku pergi, keadaannya akan sangat sulit bagi putriku! Jika aku tak di sisinya dan tak ada yang merawatnya, bagaimana jika dia gagal? Air mataku tak bisa berhenti mengalir saat memikirkan itu. Saat merasa sangat sengsara, aku teringat sebuah kutipan firman Tuhan. "Engkau harus menderita kesukaran demi kebenaran, engkau harus menyerahkan diri kepada kebenaran, engkau harus menanggung penghinaan demi kebenaran, dan untuk memperoleh lebih banyak kebenaran, engkau harus mengalami penderitaan yang lebih besar. Inilah yang harus engkau lakukan. Janganlah membuang kebenaran demi kehidupan keluarga yang damai, dan janganlah kehilangan martabat dan integritas hidupmu demi kesenangan sesaat. Engkau harus mengejar segala yang indah dan baik, dan engkau harus mengejar jalan dalam hidup yang lebih bermakna. Jika engkau menjalani kehidupan yang vulgar dan tidak mengejar tujuan apa pun, bukankah engkau menyia-nyiakan hidupmu? Apa yang dapat engkau peroleh dari kehidupan semacam itu? Engkau harus meninggalkan seluruh kenikmatan daging demi satu kebenaran, dan jangan membuang seluruh kebenaran demi sedikit kenikmatan. Orang-orang seperti ini tidak memiliki integritas atau martabat; keberadaan mereka tidak ada artinya!" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pengalaman Petrus: Pengetahuannya tentang Hajaran dan Penghakiman"). Setelah membaca firman Tuhan, aku merenungkan masa-masa aku beriman. Iblis selalu menggunakan kerabatku untuk menindas dan menggangguku, membuatku meninggalkan dan mengkhianati Tuhan. Aku bersama keluargaku, tapi tak bahagia, suamiku tak mengizinkanku membaca firman Tuhan atau membagikan Injil dan melakukan tugasku. Itu cara hidup yang menyakitkan. Tuhan mengatur agar aku dilahirkan pada akhir zaman dan menerima Injil-Nya sehingga bisa mengejar kebenaran, mendapatkan penyelamatan Tuhan, dan melakukan tugasku sebagai makhluk ciptaan. Itu yang harus kukejar. Aku teringat firman Tuhan: "Nasib manusia dikendalikan oleh tangan Tuhan. Engkau tidak mampu mengendalikan dirimu sendiri: meskipun manusia selalu terburu-buru dan menyibukkan diri mewakili dirinya sendiri, dia tetap tidak mampu mengendalikan dirinya sendiri. Jika engkau dapat mengetahui prospekmu sendiri, jika engkau mampu mengendalikan nasibmu sendiri, apakah engkau akan tetap menjadi makhluk ciptaan?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Memulihkan Kehidupan Normal Manusia dan Membawanya ke Tempat Tujuan yang Mengagumkan"). Benar. Untuk setiap orang yang datang ke dunia ini, Tuhan sudah lama menentukan jalan apa yang kita ambil dan sebanyak apa kita menderita. Tak seorang pun bisa membantu orang lain. Aku melahirkan putriku, tapi hidupnya ada di tangan Tuhan. Tuhan memutuskan berabad-abad lalu sebanyak apa dia akan menderita dan diberkati. Meski berada di sisinya, aku tak bisa menanggung penderitaannya untuk dia. Aku bahkan tak punya kendali atas nasibku sendiri, bagaimana aku bisa mengendalikan nasibnya? Aku harus memercayakan putriku kepada Tuhan dan tunduk kepada aturan-Nya. Lalu, suatu hari, aku menyelinap keluar rumah saat suamiku tidur.

Tak disangka, beberapa minggu setelah aku meninggalkan rumah, seorang pemimpin memberitahuku suamiku membuat masalah dengan saudara-saudari setiap hari, berkata jika aku tak pulang, dia akan melaporkan mereka ke polisi. Aku harus pulang agar mereka tak mendapat masalah. Saat itu, suamiku terus mengawasiku. Dia mengurungku dan selalu ada di dekatku. Dia mengunci pintu dari luar dan menyembunyikan kuncinya. Dia mengikuti dan mengawasiku, bahkan saat aku memasak atau ke kamar mandi. Dia menyalakan TV, pagi sampai malam, memaksaku menonton berita dan film patriotik bersamanya setiap hari, lalu berkata ingin mencuci otakku. Suamiku bilang sepupuku menyuruh dia tak memberiku kesempatan berdoa atau membaca firman Tuhan. Dia harus terus mencekokiku apa yang ada di TV agar tak punya kesempatan memikirkan agama, dan itulah cara membuatku melepaskan iman. Dia juga memberitahuku dia tak bisa memberiku sedikit pun waktu damai, karena saat aku berdoa, Tuhan akan memberiku jalan keluar, lalu aku akan ikut pertemuan dan menginjil lagi. Dengan marah, aku beri tahu dia, "Aku punya kebebasan beragama. Kenapa kau mengikuti Partai, menindas dan melucuti kebebasan pribadiku? Kau telah menikmati banyak kasih karunia Tuhan dari imanku, juga melihat perbuatan Tuhan. Kini kau menghalangi dan menindasku. Itu bukan hanya menindas, tapi melawan Tuhan!" Aku terkejut saat dia berteriak balik, "Aku melawan Tuhan, jadi mintalah Dia menghukumku!" Aku sangat kaget mendengar itu. Bagaimana dia bisa mengatakan itu? Dia telah kehilangan nalar. Jadi, aku dikurung olehnya selama seminggu atau lebih, bahkan tak bisa meninggalkan rumah. Aku tak bisa baca firman Tuhan, ikut pertemuan, atau melakukan tugasku. Aku hidup sengsara—tak punya nafsu makan dan tak bisa tidur. Aku sangat kesakitan saat itu, dan berpikir semua orang melakukan tugas, tapi aku dikurung oleh suamiku, bahkan tak bisa berdoa kepada Tuhan. Jika berlanjut, bukankah aku akan makin jauh dari Tuhan? Semua keluargaku memihak suamiku, menindasku, dan aku hampir tak tahan lagi. Makin dipikir, makin sengsara, aku merasa kesepian dan tak berdaya.

Suatu malam saat suamiku tidur, aku berdoa dalam hati kepada Tuhan. Aku berdoa, "Tuhan, aku ditawan di rumah oleh suamiku dan tak bisa membaca firman-Mu. Aku merasa sangat lemah. Ya Tuhan, tingkat pertumbuhanku sangat kecil, berilah aku iman dan kekuatan." Aku teringat kutipan firman-Nya setelah berdoa. "Mereka yang Tuhan sebut 'para pemenang' adalah mereka yang tetap mampu menjadi kesaksian dan mempertahankan keyakinan dan pengabdian mereka kepada Tuhan ketika berada di bawah pengaruh Iblis dan dikepung oleh Iblis, yaitu saat mereka mendapati diri mereka berada di tengah kekuatan kegelapan. Jika engkau tetap mampu menjaga hati yang murni di hadapan Tuhan dan mempertahankan kasih yang tulus kepada Tuhan apa pun yang terjadi, engkau sedang menjadi kesaksian di hadapan Tuhan, dan inilah yang Tuhan maksudkan sebagai 'pemenang'" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Engkau Sudah Seharusnya Mempertahankan Kesetiaanmu kepada Tuhan"). Firman Tuhan menunjukkan kepadaku bahwa di akhir zaman Dia ingin membuat sekelompok pemenang, lalu di bawah serangan dan persekusi Iblis, mereka tak akan menyerah pada penindasan kekuatan gelap, tapi mampu mempertahankan iman dan kesetiaan kepada Tuhan. Kesengsaraanku berkurang setelah memahami maksud Tuhan. Aku merasa siap untuk tunduk dan belajar. Bagaimanapun suamiku menghalangi dan menindasku, aku akan berdiri teguh dan memuaskan Tuhan. Kemudian, saat suamiku tidur, aku memikirkan firman Tuhan, berdoa dalam hati atau menyanyikan lagu pujian untukku sendiri, dan itu memberiku sedikit sukacita. Pada hari ke-19 tahanan rumahku, suamiku mengalami sakit kepala, sakit perut, sakit punggung saat bertengkar denganku. Makin marah, makin kesakitan, sampai-sampai dia menangis. Dia tak berani berdebat denganku lagi. Lalu, dia berkata, dengan kelimpungan, "Aku tak tahan lagi! Aku telah lama mengurungmu, tapi kau makin bersemangat. Akulah yang menjadi gila." Esok harinya, dia mengunciku di rumah dan pergi bekerja. Aku kebetulan menemukan kunci dan sangat bersyukur kepada Tuhan karena akhirnya bisa menghadiri pertemuan. Itu benar-benar Tuhan yang membuka jalan.

Suamiku tak mengawasiku dengan ketat setelah itu. Saat bersikap sangat keras, dia akan sakit dan lehernya begitu menyiksanya. Suatu hari di bulan Maret 2012, dia bilang, "Selama ini aku ingin kau memilih antara keluarga kita dan imanmu. Kau belum melepaskan imanmu. Mari kita akhiri ini hari ini. Ada dua jalan di depanmu. Jika tinggal di rumah ini, kau tak bisa mengikuti Tuhan, dan jika mengikuti Tuhan, kau tak akan pernah bisa kembali ke sini." Aku berkata kepadanya dengan sangat tegas, "Aku telah memilih jalan mengikuti Tuhan, jadi tak akan pernah mundur dari itu." Lalu, aku mengemasi tas dan meninggalkan rumah. Aku berterima kasih kepada Tuhan Yang Mahakuasa!

Sebelumnya: Kisah Joy
Selanjutnya: Mengapa Aku Takut Kalah?

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait