Firman Tuhan Menaklukkan Segala Kebohongan

03 April 2023

Oleh Saudari Ye Qiu, Tiongkok

Pada Juni 2022, aku terpilih menjadi diaken penyiraman. Suatu hari, aku dan Saudari Cheng Lin mengadakan pertemuan petobat baru. Setelah baru saja menerima pekerjaan Tuhan pada akhir zaman, orang-orang yang baru percaya masih memiliki banyak gagasan. Aku takut persekutuan yang kusampaikan tak jelas dan masalah mereka tak terselesaikan, jadi aku meminta pemimpin untuk membantuku mencari beberapa bagian firman Tuhan tentang gagasan mereka. Pada hari pertemuan, setelah kupersekutukan firman Tuhan yang telah kupersiapkan tentang gagasan orang percaya baru, gagasan mereka dapat diluruskan. Saat kami hampir selesai, Cheng Lin bertanya kepadaku, "Tanggapanmu terhadap pertanyaan petobat baru sangat detail hari ini. Apa sebelumnya kau bersekutu tentang hal ini dengan pemimpin?" Mendengar ini, pikiranku mulai berpacu. Karena aku masih baru dalam tugas itu, apa dia curiga kinerjaku hari ini tidak mencerminkan levelku yang sebenarnya? Jika kuberitahu dia bahwa aku mendapatkan sebagian besar dari persekutuan itu dari pemimpin, apa dia akan tetap menghormatiku? Bukankah dia akan menganggapku pekerja yang tidak mampu? Aku pikir aku tak bisa berkata jujur kepadanya. Jadi, kubilang, "Tidak." Segera setelah mengatakan itu, aku merasa menentang nuraniku. Tentu saja aku dan pemimpin sudah bersekutu tentang ini, tapi aku menatap matanya dan berkata tidak. Bukankah aku sengaja berbohong? Jika pemimpin suatu hari datang dan Cheng Lin bertanya tentang itu, kebohonganku akan terungkap—sungguh memalukan! Mereka semua akan berkata aku sungguh licik. Makin kupikirkan, aku merasa makin tak nyaman. Malam itu aku berbaring di ranjang, tidur dengan gelisah. Esok harinya aku bersiap-siap untuk jujur kepadanya, tapi lidahku kelu dan tak bisa berkata-kata. Aku takut Cheng Lin akan meremehkanku jika aku jujur, lalu berpikir aku tak terampil, terlalu fokus pada pengakuan dan status. Dia mungkin bilang aku sangat licik karena berbohong untuk hal kecil. Aku tak mengatakan apa-apa setelah memikirkan semua itu. Aku teringat firman Tuhan dalam perjalanan pulang: "Engkau harus tahu bahwa Tuhan menyukai mereka yang jujur" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tiga Peringatan"). Aku makin merasa bersalah. Aku tak bisa berkata jujur. Bagaimana aku bisa menjadi orang jujur yang disukai Tuhan? Aku merasa beban berat menindih hatiku—rasanya sangat tak enak. Aku bertanya kepada diriku: Aku tahu betul Tuhan membenci pembohong yang licik, jadi kenapa begitu sulit untuk bicara jujur?

Sambil merenung, terlintas di kepalaku bahwa aku tak hanya berbohong tentang satu hal. Aku sering melakukan itu dengan hal lain. Suatu kali, pemimpin bertanya berapa banyak petobat baru yang bisa kami sirami tiap bulan. Aku baru dalam pekerjaan itu dan tak sepenuhnya memahami prinsip, jadi tak bisa mengambil terlalu banyak. Namun, jika jujur, aku takut pemimpin akan bilang aku kurang terampil dan tak layak untuk pekerjaan itu. Jadi, aku menaikkan angkaku sedikit. Angkaku cukup tinggi, tapi aku masih merasa tak nyaman. Aku takut itu akan menunjukkan bahwa aku kurang mengenal diriku sendiri dan tak mampu menyirami orang percaya baru dengan baik, sehingga jalan masuk kehidupan mereka tertunda. Namun, aku sudah mengatakannya, dan malu untuk terbuka kepada pemimpin. Mau tak mau, aku harus melanjutkan. Lalu, beberapa hari sebelumnya, pemimpin bertanya berapa lama waktu yang kuperlukan untuk menyelesaikan masalah petobat baru. Awalnya aku tak sepenuhnya memahami gagasan petobat baru itu, jadi aku bersekutu beberapa kali. Saat pemimpin menanyakan itu, aku takut jika berkata jujur, pemimpin akan bilang kualitasku kurang. Masalah sekecil itu yang butuh banyak persekutuan bisa membuatku tampak tak terampil dan tak efisien. Untuk menjaga citraku, aku berbohong dan bilang itu selesai dengan satu persekutuan. Aku merasa gelisah sesudahnya, takut suatu hari akan disingkap. Merenungkan perilakuku, kulihat aku banyak berbohong untuk menjaga citraku dan memberikan kesan baik kepada orang-orang. Aku hidup dalam kegelapan dan rasa sakit, sangat jauh dari standar Tuhan untuk menjadi orang jujur. Aku memikirkan saudara-saudari yang berusaha menjadi orang jujur dan menyelesaikan natur curang. Beberapa bahkan telah menulis kesaksian pribadi. Namun, setelah bertahun-tahun beriman, aku masih banyak berbohong, sungguh tak punya kejujuran. Jika terus seperti itu dalam beriman, aku pasti akan disingkirkan oleh Tuhan. Aku segera berdoa: "Tuhan, aku sudah percaya kepada-Mu bertahun-tahun. Bahkan sekarang, aku masih berbohong dan menipu saat kepentinganku terlibat, yang membuat-Mu muak. Aku tak ingin terus begini. Tolong bimbing aku untuk menghilangkan kebiasaan berbohongku."

Ada satu bagian firman Tuhan yang kubaca selama perenunganku. "Dalam kehidupan mereka sehari-hari, orang sering kali berbicara omong kosong, berbohong, dan mengatakan hal-hal yang dungu, bodoh, dan membela diri. Kebanyakan dari hal-hal tersebut diucapkan demi kesombongan dan harga diri, untuk memuaskan ego mereka sendiri. Mengatakan kebohongan seperti itu memperlihatkan watak rusak mereka. Jika engkau membereskan unsur-unsur rusak ini, hatimu akan disucikan, dan engkau akan secara berangsur menjadi makin suci dan makin jujur. Sebenarnya, semua orang tahu mengapa mereka berbohong. Demi keuntungan pribadi dan harga diri, atau demi kesombongan dan status, mereka berusaha bersaing dengan orang lain dan berpura-pura menjadi orang yang bukan diri mereka. Namun, kebohongan mereka akhirnya terungkap dan disingkapkan oleh orang lain, dan mereka akhirnya kehilangan muka, serta kehilangan martabat dan reputasi mereka. Semua ini disebabkan karena kebohongan yang berlebihan. Kebohonganmu sudah terlalu banyak. Setiap perkataan yang kauucapkan ditambah dan dikurangi serta tidak tulus, dan tak sepatah kata pun dapat dianggap benar atau jujur. Meskipun saat berbohong engkau tidak merasa telah kehilangan muka, jauh di lubuk hatimu, engkau merasa malu. Hati nuranimu menegurmu, dan engkau merasa betapa hinanya dirimu, berpikir, 'Mengapa aku menjalani kehidupan yang begitu menyedihkan? Apakah begitu sulit untuk mengatakan yang sebenarnya? Haruskah aku berbohong demi harga diriku? Mengapa hidupku begitu melelahkan?' Engkau tidak perlu menjalani kehidupan yang melelahkan. Jika engkau mampu melakukan penerapan menjadi orang yang jujur, engkau akan dapat menjalani kehidupan yang santai, bebas, dan merdeka. Namun, engkau memilih untuk melindungi harga diri dan kesombonganmu dengan berbohong. Akibatnya, engkau menjalani kehidupan yang melelahkan dan menyedihkan, yang disebabkan oleh perbuatanmu sendiri. Orang mungkin merasa bangga dengan berbohong, tetapi untuk apa perasaan bangga tersebut? Itu hanyalah sesuatu yang kosong, sesuatu yang sama sekali tidak berharga. Ketika orang berbohong, orang itu sedang merusak reputasi dan harga dirinya sendiri. Berbohong membuat orang kehilangan martabat dan reputasinya, dan berbohong memuakkan dan menjijikkan bagi Tuhan. Apakah ini bermanfaat? Tidak. Apakah ini jalan yang benar? Tidak. Orang yang sering berbohong hidup berdasarkan watak Iblis dalam diri mereka; mereka hidup di bawah kuasa Iblis. Mereka tidak hidup dalam terang, juga tidak hidup dalam hadirat Tuhan. Engkau selalu memikirkan cara berbohong dan kemudian setelah berbohong, engkau harus memikirkan cara menutupi kebohongan tersebut. Dan ketika engkau tidak menutupinya dengan cukup baik dan kebohongan itu tersingkap, engkau harus memutar otak untuk berusaha meluruskan perkataanmu yang bertolak belakang dan menjadikannya terdengar masuk akal. Bukankah hidup dengan cara seperti ini melelahkan? Melelahkan. Apakah itu sepadan? Tidak, itu tidak sepadan. Memutar otak untuk berbohong lalu menutupinya, semua demi harga diri, kesombongan, dan status, apa gunanya semua itu? Akhirnya, engkau merenung dan berpikir, 'Apa gunanya? Terlalu melelahkan untuk berbohong dan harus menutupinya. Berperilaku dengan cara seperti ini sangat melelahkan; akan lebih mudah jika aku menjadi orang yang jujur.' Engkau ingin menjadi orang yang jujur, tetapi engkau tidak mampu melepaskan harga diri, kesombongan, dan kepentingan pribadimu. Jadi, engkau hanya bisa berbohong untuk melindungi hal-hal ini. ... Jika engkau mengira bahwa kebohongan dapat melindungi reputasi, status, kesombongan, dan harga diri yang kaudambakan, engkau salah besar. Sebenarnya, dengan berbohong, engkau bukan saja tidak melindungi kesombongan dan harga diri, serta martabat dan reputasimu, yang lebih parah lagi, engkau kehilangan kesempatan untuk menerapkan kebenaran dan menjadi orang yang jujur. Sekalipun engkau berhasil melindungi reputasi, status, kesombongan, dan harga dirimu pada saat itu, engkau telah mengorbankan kebenaran dan mengkhianati Tuhan. Ini berarti engkau telah benar-benar kehilangan kesempatanmu untuk diselamatkan dan disempurnakan oleh-Nya, yang merupakan kerugian terbesar dan penyesalan seumur hidup" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya dengan Bersikap Jujur Orang Dapat Hidup sebagai Manusia Sejati"). Semua firman Tuhan menggambarkan keadaanku yang sebenarnya. Aku selalu berbohong dan menipu untuk menjaga gengsi dan harga diriku. Aku bersandiwara. Itu adalah cara hidup melelahkan yang membuatku sengsara. Saat aku pertama kali menyirami orang percaya baru, Cheng Lin melihat persekutuanku tak buruk dan bertanya apakah aku bersekutu dengan pemimpin. Itu pertanyaan yang sangat wajar. Aku bisa langsung menjawab "Ya." Namun, aku takut dia akan meremehkanku jika aku bicara jujur. Memikirkan reputasiku, aku sengaja berbohong. Lalu, saat pemimpin bertanya berapa petobat baru yang bisa kami sirami, aku tak menjawab berdasarkan kemampuanku yang sebenarnya. Aku takut pemimpin akan bilang aku tak kompeten jika memberi angka rendah, jadi aku sengaja menaikkannya. Lalu, aku khawatir tak akan bisa mengatasinya—tekanan dalam tugasku sangat melelahkan. Aku juga menyirami orang percaya baru dengan cara itu. Dengan pemahaman dangkalku akan kebenaran, aku butuh banyak persekutuan untuk menyelesaikan masalah petobat baru. Namun, aku memikirkan pendapat pemimpin tentangku, jadi aku bilang hanya butuh sekali persekutuan. Aku sering berbohong dan menipu untuk menjaga gengsi dan harga diriku, agar orang lain menyetujuiku. Aku sangat licik dan palsu! Kupikir jika tak mengatakan yang sebenarnya, orang lain dan pemimpin tak akan tahu tingkat keterampilanku sesungguhnya, dan aku bisa menjaga citraku. Namun, Tuhan melihat semuanya. Aku bisa menipu orang lain, tapi Tuhan tak akan tertipu. Setelah beberapa saat, semua orang akan mendapatkan ketajaman atas diriku. Mereka akan melihat aku tak punya kenyataan kebenaran dan terus berbohong. Aku sungguh merasa buruk setelah berbohong. Aku takut saat kebohonganku terungkap dan jati diriku tersingkap. Selain mukaku tercoreng, orang lain tak akan memercayaiku lagi. Dalam jangka panjang, kekhawatiran dan kegelisahan menyiksaku. Itu melelahkan. Aku diselimuti kegelapan dan rasa sakit. Dengan terus berbohong dan menipu, tak menerapkan kebenaran atau menjadi orang jujur, aku bukan hanya merugikan hidupku, tapi juga hidup tanpa harga diri, yang membuat Tuhan jijik. Aku teringat apa yang Tuhan Yesus katakan: "Hendaknya perkataanmu demikian, Jika ya katakan ya, jika tidak katakan tidak: Karena semua yang di luar itu datangnya dari si jahat" (Matius 5:37). "Engkau adalah anak bapamu yang jahat dan keinginan bapamu itu yang engkau lakukan. Ia adalah pembunuh sejak awal, dan tidak hidup dalam kebenaran, karena tidak ada kebenaran di dalamnya. Ketika ia berbohong, ia berbicara dari dirinya sendiri: karena ia adalah pendusta, dan bapa dari segala dusta" (Yohanes 8:44). Tuhan menyukai orang jujur dan membenci penipu. Seharusnya aku bicara dan bertindak sesuai firman Tuhan, selalu bicara jujur. Ya berarti ya, dan tidak berarti tidak. Namun, aku berbohong berulang kali untuk menjaga citraku. Apa bedanya itu dengan Iblis? Iblis selalu berbohong—dia tak pernah berkata jujur. Aku juga banyak berbohong saat itu. Jika tak bertobat, aku pasti akan disingkirkan oleh Tuhan. Aku memeras otak untuk kebohongan dan kedokku demi menjaga citraku dan menikmati keuntungan instan. Namun, akibatnya, Tuhan muak, orang-orang mengelak, dan aku menderita. Itu bodoh.

Aku terus merenungkan diri dan membaca sesuatu dalam firman Tuhan. "Jika orang melakukan tipu daya, berasal dari watak apakah niat tersebut? Tujuan apa yang ingin mereka capai? Tentu saja, tujuan mereka adalah untuk mendapatkan gengsi, keuntungan, dan status; singkatnya, tujuannya adalah untuk kepentingan diri mereka sendiri. Dan apa yang menjadi sumber dari pengejaran kepentingan diri sendiri? Sumbernya adalah orang-orang memandang kepentingan mereka sebagai sesuatu yang lebih penting daripada apa pun. Mereka melakukan kecurangan agar dapat menguntungkan diri mereka sendiri, dan karena itu watak licik mereka tersingkap. Bagaimana seharusnya masalah kecurangan ini diselesaikan? Pertama, engkau harus mengenali dan memahami apa yang dimaksud dengan kepentingan, apa sebenarnya akibatnya terhadap orang, dan apa konsekuensinya jika orang mengejar kepentingan. Jika engkau tidak dapat memahaminya, maka melepaskan kepentingan akan lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Jika orang tidak memahami kebenaran, tidak ada yang lebih sulit bagi mereka untuk melepaskan daripada kepentingan mereka sendiri. Itu karena falsafah hidup mereka adalah 'Tiap orang memperjuangkan kepentingannya sendiri' dan 'Manusia mati demi mendapatkan kekayaaan sama seperti burung mati demi mendapatkan makanan.' Jelas, mereka hidup untuk kepentingan mereka sendiri. Orang mengira tanpa memiliki kepentingan mereka sendiri—jika mereka harus kehilangan kepentingan mereka—mereka tak akan mampu bertahan hidup. Ini seolah-olah kelangsungan hidup mereka tidak dapat dipisahkan dari kepentingan mereka sendiri, jadi kebanyakan orang buta terhadap segala hal kecuali kepentingan mereka sendiri. Mereka memandang kepentingan mereka sendiri lebih tinggi daripada apa pun, mereka hidup demi kepentingan mereka sendiri, dan meminta mereka untuk melepaskan kepentingan mereka sendiri adalah seperti meminta mereka untuk menyerahkan nyawa mereka" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Mengetahui Watak Orang adalah Landasan untuk Mengubahnya"). "Seandainya seseorang yang licik menyadari bahwa dirinya licik, menyadari dirinya suka berbohong dan tidak suka mengatakan yang sebenarnya, dan menyadari dirinya selalu menyembunyikan sesuatu saat berinteraksi dengan orang lain, tetapi dia menikmati hal ini, berpikir dalam hatinya, 'Hidup seperti ini luar biasa. Aku selalu mengelabui orang lain, tetapi mereka tidak dapat melakukan hal yang sama terhadapku. Sejauh menyangkut kepentingan, harga diri, status, dan keangkuhanku, aku hampir selalu puas. Segala sesuatunya berjalan sesuai dengan rencanaku, tanpa cela, mulus, dan tak seorang pun yang dapat mengetahui yang sebenarnya.' Apakah orang semacam itu mau bersikap jujur? Dia tidak mau. Orang ini menganggap kecurangan dan kebengkokan sebagai kecerdasan dan kebijaksanaan, sebagai hal yang positif. Dia menghargai hal-hal ini dan tidak bisa hidup tanpanya. 'Ini adalah cara berperilaku yang sempurna, dan satu-satunya cara hidup yang memuaskan,' pikirnya. 'Ini adalah satu-satunya cara hidup yang bernilai, satu-satunya cara hidup yang menyebabkan orang lain iri terhadapku dan menghormatiku. Tentu saja aku bodoh dan dungu jika tidak hidup berdasarkan falsafah Iblis. Aku akan selalu dirugikan—diintimidasi, didiskriminasi, dan diperlakukan seperti pesuruh. Tidak ada gunanya hidup seperti itu. Aku tidak akan pernah menjadi orang yang jujur!' Apakah orang semacam ini akan melepaskan wataknya yang licik dan bertindak dengan jujur? Sama sekali tidak. ... Karena mereka tidak menyukai hal-hal yang positif, mereka tidak merindukan terang, dan mereka tidak mencintai jalan Tuhan atau kebenaran. Mereka suka mengikuti tren-tren duniawi, mereka terpikat oleh gengsi, keuntungan, dan status, mereka senang menjadi lebih unggul dari orang lain, mereka memuja gengsi, keuntungan, dan status, dan mereka memuja tokoh-tokoh besar dan ternama, tetapi mereka sebenarnya memuja setan-setan dan Iblis. Yang mereka kejar di dalam hatinya bukanlah kebenaran; sebaliknya, mereka mengejar pengetahuan. Dalam hatinya, dia tidak menyetujui orang-orang yang mengejar kebenaran dan bersaksi tentang Tuhan; sebaliknya, mereka menyetujui dan mengagumi orang-orang yang memiliki bakat dan karunia khusus. Dalam kepercayaan mereka kepada Tuhan, mereka tidak menempuh jalan mengejar kebenaran, melainkan jalan mengejar gengsi, keuntungan, status, dan dan kekuasaan; mereka berusaha menjadi seseorang sangat licik, yang menang karena menggunakan siasat yang brillian; mereka berusaha menggabungkan diri ke tingkat kekuasaan tinggi di masyarakat untuk menjadi tokoh besar dan ternama. Mereka ingin disambut dengan penuh pemujaan dan diterima di semua kesempatan yang mereka hadiri; mereka ingin menjadi berhala bagi orang-orang. Menjadi orang yang semacam itulah yang mereka inginkan. Cara macam apakah ini? Ini adalah cara setan, jalan kejahatan. Ini bukanlah cara yang dipakai oleh orang yang percaya kepada Tuhan. Mereka menggunakan falsafah Iblis, logika Iblis, mereka menggunakan setiap taktiknya, setiap tipu muslihatnya, setiap siasatnya untuk menipu orang melalui kepercayaan pribadi orang terhadap mereka, untuk membuat orang memuja dan mengikuti mereka. Ini bukanlah jalan yang boleh ditempuh oleh orang yang percaya kepada Tuhan; orang semacam itu bukan saja tidak akan diselamatkan, tetapi mereka juga akan menghadapi hukuman Tuhan—tidak ada keraguan sedikit pun mengenai hal ini" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Orang Tidak Dapat Diselamatkan oleh Kepercayaan pada Agama atau Terlibat dalam Upacara Keagamaan"). Firman Tuhan menunjukkan kepadaku alasanku bisa berbohong dan menipu berulang kali, juga kenapa aku tak pernah berani terbuka dan menjadi orang jujur. Itu karena aku punya natur penipu. Aku muak dengan kebenaran dan tak menyukai hal-hal positif. Aku tak memprioritaskan untuk mencari kebenaran, menjadi orang yang menyenangkan Tuhan. Sebaliknya, aku menghargai falsafah iblis "Jaga diri sendiri," "Seperti pohon hidup untuk kulitnya, manusia hidup untuk martabat dan nama baiknya," dan "Manusia tidak bisa mencapai apa pun tanpa berbohong," serta citra dan kepentinganku sendiri. Saat kecil, aku punya kerabat yang hanya mengenyam pendidikan SMP, tapi bilang dia lulusan perguruan tinggi. Meski jelas terlihat tak punya keterampilan, dia akan meninggikan diri, dia bilang sudah mempelajarinya. Saat dia berbohong dan bersandiwara seperti itu, orang-orang bukan hanya tak meremehkannya, tapi mereka menghormati dan mengaguminya. Aku melihat banyak contoh serupa saat beranjak dewasa, dan aku terpengaruh olehnya. Tanpa kusadari, aku menyetujui pendekatan iblis itu dalam hati. Aku merasa kadang kebohongan bisa menyelesaikan masalah. Kau bukan hanya bisa dikagumi, tapi bisa mendapatkan yang kau mau. Jadi, aku terus hidup berpedoman pandangan ini setelah datang ke rumah Tuhan. Jika ada sesuatu yang melibatkan citra atau kepentinganku, aku hanya bisa berbohong, menipu, dan bersandiwara. Bahkan saat merasa bersalah setelah berbohong, aku tetap tak berani terbuka kepada semua orang, takut jika aku terus terang, mereka akan melihat jati diriku dan berpikir buruk tentangku. Jika dipermalukan seperti itu—sekalian saja bunuh aku! Aku lebih suka hidup dalam kegelapan dan kesengsaraan daripada bicara jujur, bersikap makin palsu dan menipu. Seperti itulah Partai Komunis. Sekeji dan sejahat apa pun tindakan mereka, itu tak pernah membawa mereka ke dalam terang, justru menipu dunia dengan kebohongannya. PKT menampilkan citra orang hebat, mulia, dan benar untuk menyesatkan orang, membodohi orang awam. Itu sangat tercela dan jahat. Bukankah kebohongan dan tipu dayaku pada dasarnya sama dengan Partai Komunis? Itu mengingatkanku pada firman Tuhan: "Cara macam apakah ini? Ini adalah cara setan, jalan kejahatan. Ini bukanlah cara yang dipakai oleh orang yang percaya kepada Tuhan. Mereka menggunakan falsafah Iblis, logika Iblis, mereka menggunakan setiap taktiknya, setiap tipu muslihatnya, setiap siasatnya untuk menipu orang melalui kepercayaan pribadi orang terhadap mereka, untuk membuat orang memuja dan mengikuti mereka. Ini bukanlah jalan yang boleh ditempuh oleh orang yang percaya kepada Tuhan; orang semacam itu bukan saja tidak akan diselamatkan, tetapi mereka juga akan menghadapi hukuman Tuhan—tidak ada keraguan sedikit pun mengenai hal ini." Tuhan itu setia. Tuhan menuntut kita menjadi orang jujur untuk mendapatkan penyelamatan Dia pada akhirnya. Namun, Iblis menggunakan segala macam falsafah dan kesesatan untuk menyesatkan serta merusak manusia, membuat kita terus berbohong dan menipu demi reputasi dan status, menjadi makin palsu dan licik. Pada akhirnya, kita akan masuk neraka dan dihukum bersamanya. Saat itu aku dengan jelas melihat motivasi Iblis yang licik dan kejam. Aku membencinya dari lubuk hatiku dan bersedia mencoba menjadi orang jujur.

Lalu, kubaca firman Tuhan yang lain. "Bahwa Tuhan meminta manusia untuk bersikap jujur membuktikan bahwa Dia benar-benar membenci dan tidak menyukai orang yang curang. Ketidaksukaan Tuhan terhadap orang yang curang adalah ketidaksukaan terhadap cara mereka melakukan segala sesuatu, watak mereka, niat mereka, dan cara-cara mereka yang penuh tipu muslihat; Tuhan tidak menyukai semua hal ini. Jika orang yang curang mampu menerima kebenaran, mengakui watak mereka yang curang, dan bersedia menerima keselamatan Tuhan, maka mereka juga memiliki harapan untuk diselamatkan—karena Tuhan, sebagaimana juga kebenaran, memperlakukan semua orang secara sama. Karena itu, jika kita ingin menjadi orang-orang yang menyenangkan hati Tuhan, hal pertama yang harus kita lakukan adalah mengubah prinsip kita dalam berperilaku. Kita tak boleh lagi hidup berdasarkan falsafah Iblis, juga tak boleh lagi hidup dengan kebohongan dan tipu muslihat. Kita harus membuang semua kebohongan kita dan menjadi orang yang jujur. Dengan demikian pandangan Tuhan tentang kita akan berubah. Sebelumnya, orang selalu mengandalkan kebohongan, kepura-puraan, dan tipu muslihat ketika hidup di antara orang-orang, dan menggunakan falsafah Iblis sebagai dasar keberadaan mereka, hidup mereka, dan landasan bagi cara mereka berperilaku. Ini adalah sesuatu yang Tuhan benci. Di antara orang tidak percaya, jika engkau berbicara terus terang, mengatakan yang sebenarnya, dan menjadi orang yang jujur, engkau akan difitnah, dihakimi, dan ditinggalkan. Jadi, engkau mengikuti tren duniawi dan hidup berdasarkan falsafah Iblis; engkau menjadi semakin ahli dalam berbohong, dan semakin curang. Engkau juga belajar menggunakan cara-cara jahat untuk mencapai tujuanmu dan melindungi dirimu sendiri. Engkau menjadi makin makmur di dunia Iblis, dan sebagai akibatnya, engkau jatuh semakin dalam ke dalam dosa sampai engkau tak mampu melepaskan dirimu sendiri. Di rumah Tuhan justru sebaliknya. Semakin banyak engkau berbohong dan melakukan tipu muslihat, semakin umat pilihan Tuhan akan menjadi muak terhadapmu dan meninggalkanmu. Jika engkau menolak untuk bertobat dan tetap berpegang teguh pada falsafah dan logika Iblis, jika engkau menggunakan taktik dan rencana licik untuk menyamar dan menyembunyikan dirimu yang sebenarnya, maka sangatlah mungkin engkau akan disingkapkan dan diusir. Ini karena Tuhan membenci orang yang curang. Hanya orang jujur yang mampu sejahtera di rumah Tuhan, dan orang yang curang pada akhirnya akan ditinggalkan dan diusir. Semua ini sudah ditentukan Tuhan dari semula" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Penerapan Paling Mendasar untuk Menjadi Orang Jujur"). "Menerima kebenaran dan mengenal dirimu sendiri adalah jalan menuju pertumbuhan dalam hidup dan jalan untuk memperoleh keselamatan, itu adalah kesempatan bagimu untuk datang ke hadapan Tuhan untuk menerima pemeriksaan, penghakiman, dan hajaran-Nya, dan untuk memperoleh kebenaran dan hidup. Jika engkau tidak mau mengejar kebenaran demi mengejar reputasi dan status serta kepentinganmu sendiri, ini sama saja dengan melepaskan kesempatan untuk menerima penghakiman dan hajaran Tuhan, serta memperoleh keselamatan. Engkau memilih gengsi, keuntungan, dan status, serta kepentinganmu sendiri, tetapi yang engkau lepaskan adalah kebenaran, dan yang hilang darimu adalah hidup, dan kesempatan untuk diselamatkan. Yang mana yang lebih berarti? Jika engkau memilih kepentinganmu sendiri dan melepaskan kebenaran, bukankah hal ini bodoh? Dalam ungkapan sehari-hari, ini adalah mengalami kerugian besar hanya untuk mendapatkan keuntungan yang kecil. Gengsi, keuntungan, status, uang, dan kepentingan, semua itu sementara, semua itu bersifat fana, sedangkan kebenaran dan hidup bersifat kekal dan tidak berubah. Jika orang membereskan watak rusak mereka yang menyebabkan mereka mengejar gengsi, keuntungan, dan status, mereka memiliki harapan untuk memperoleh keselamatan. Selain itu, kebenaran yang orang peroleh bersifat kekal; Iblis tak mampu merebut kebenaran ini dari mereka, begitu pun orang lain. Engkau melepaskan kepentinganmu, tetapi yang kauperoleh adalah kebenaran dan keselamatan; semua hasil ini adalah milikmu, dan engkau memperolehnya untuk dirimu sendiri. Jika orang memilih untuk menerapkan kebenaran, maka meskipun mereka telah kehilangan kepentingan mereka, mereka sedang memperoleh keselamatan Tuhan dan hidup yang kekal. Orang-orang itu adalah orang yang paling cerdas. Jika orang melepaskan kebenaran demi kepentingan mereka sendiri, maka mereka akan kehilangan hidup dan keselamatan dari Tuhan; orang-orang itu adalah orang yang paling bodoh" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Mengetahui Watak Orang adalah Landasan untuk Mengubahnya"). Firman Tuhan mengingatkanku bahwa hanya orang jujur yang bisa diselamatkan dan masuk kerajaan surga. Orang-orang yang penuh tipu daya akhirnya akan disingkapkan dan disingkirkan oleh Tuhan. Jalan mana yang dipilih seseorang dan orang seperti apa dia berdampak langsung pada tempat tujuan akhirnya. Namun, dulu aku sangat buta. Alih-alih mencintai kebenaran, aku hanya fokus menjaga citraku, sampai-sampai berbohong berulang kali dan bersandiwara. Setelahnya, aku tak punya keberanian untuk jujur, dan aku masih belum menyelesaikan kebohongan paling dasar sekalipun. Aku tak mengubah watak hidupku sedikit pun. Jika terus beriman seperti ini, bagaimana aku bisa diselamatkan oleh Tuhan? Aku sadar memedulikan reputasi dan mengejar keuntungan pribadi tak ada gunanya. Kau bisa dikagumi dan didukung orang lain dengan cara itu, tapi membuat Tuhan jijik dengan terus berbohong dan kehilangan kesempatan untuk diselamatkan itu tak sepadan.

Saat mencari jalan untuk menjadi orang jujur, aku melihat ini dalam firman Tuhan: "Engkau harus mencari kebenaran untuk menyelesaikan setiap masalah yang timbul, apa pun masalahnya, dan sama sekali tidak menyamarkan dirimu atau mengenakan kedok di hadapan orang lain. Kekuranganmu, kelemahanmu, kesalahanmu, watakmu yang rusak—terbukalah sepenuhnya mengenai semua itu, dan bersekutulah tentang semuanya itu. Jangan menyembunyikannya di dalam hati. Belajar untuk membuka dirimu sendiri adalah langkah awal untuk masuk ke dalam hidup, dan inilah rintangan pertama, yang paling sulit untuk diatasi. Begitu engkau berhasil mengatasinya, masuk ke dalam kebenaran menjadi mudah. Apa yang ditunjukkan dari mengambil langkah ini? Ini menunjukkan bahwa engkau sedang membuka hatimu dan menunjukkan semua yang kaumiliki, baik atau buruk, positif atau negatif; menelanjangi dirimu agar dilihat oleh orang lain dan oleh Tuhan; tidak menyembunyikan apa pun dari Tuhan, tidak menutupi apa pun, tidak menyamarkan apa pun, bebas dari kecurangan dan tipu muslihat, dan juga bersikap terbuka serta jujur dengan orang lain. Dengan cara ini, engkau hidup dalam terang, dan bukan saja Tuhan akan memeriksamu, tetapi orang lain akan bisa melihat bahwa engkau bertindak dengan prinsip dan dengan suatu tingkat keterbukaan. Engkau tak perlu menggunakan cara apa pun untuk melindungi reputasi, citra, dan statusmu, engkau juga tak perlu menutupi atau menyamarkan kesalahanmu. Engkau tak perlu terlibat dalam upaya yang sia-sia ini. Jika engkau dapat melepaskan hal-hal ini, engkau akan sangat tenang, engkau akan hidup tanpa belenggu atau rasa sakit, dan akan sepenuhnya hidup dalam terang" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Dari firman Tuhan aku tahu untuk menjadi orang jujur dan bicara apa adanya, saat sesuatu melibatkan harga diri atau kepentinganku, aku harus berdoa dan menerima pengawasan Tuhan lebih dulu. Apa pun kekurangan atau kelemahan yang kumiliki, atau kerusakan yang kutunjukkan, aku tak bisa menyembunyikan atau menyamarkannya. Hanya dengan membuka jati diriku dan mencari kebenaran yang bisa menyelesaikan masalah kebiasaan berbohong ini, sedikit demi sedikit. Apa pun kerusakan yang kutunjukkan, juga kekurangan dan kelemahanku, Tuhan bisa melihat dengan sangat jelas, jadi aku tak bisa menutupinya dengan kebohongan dan kepura-puraan. Meski awalnya orang lain tak mengenalku dengan baik, seiring berjalannya waktu, semua orang akan melihatku dengan jelas. Lalu, meskipun aku bertanggung jawab untuk pekerjaan penyiraman, aku baru dalam tugas itu dan masih punya banyak kekurangan. Saat aku tak punya pemahaman yang baik tentang gagasan atau masalah petobat baru, atau tak bisa bersekutu dengan jelas tentang kebenaran yang tak kukuasai, mencari bantuan pemimpin adalah hal wajar, tak memalukan sama sekali. Aku harus menghadapi kekuranganku secara terbuka dan berani bicara jujur, menerapkan kebenaran, dan menjadi orang jujur. Itu adalah jalan yang benar. Hatiku berbinar saat aku memikirkan ini. Aku berdoa dan bertobat kepada Tuhan. Aku akan berhenti bicara dan bertindak demi reputasi dan kepentinganku, serta menerapkan sesuai dengan firman Tuhan. Aku lalu bertemu Saudari Cheng Lin dan menceritakan masalah kebiasaan berbohongku. Aku merasa sangat lega dan bebas. Aku tahu aku sangat memedulikan citra, juga selalu peduli pendapat orang tentangku. Saat masalah muncul, aku cenderung menjaga reputasi dan kepentinganku, serta tak bisa menahan diri untuk berbohong. Aku terus berdoa kepada Tuhan, meminta Dia menjaga hatiku, agar aku sadar saat hendak berbohong, dan bisa cepat mengubah arah, menjadi orang yang terbuka dan jujur.

Suatu kali dalam pertemuan dengan seorang pemimpin, dia meminta semua orang untuk membagikan pendapat mereka tentang masalah orang percaya baru. Aku merasa sangat gugup. Pemimpin itu tahu lebih banyak tentang prinsip daripada aku. Pasti akan langsung terlihat apa aku bisa mengidentifikasi masalah itu, apa aku benar atau salah, dan apa ada penyimpangan. Jika aku tak bisa melihat inti masalahnya atau menyelesaikannya, pemimpin akan menganggapku apa? Aku makin gugup saat memikirkannya, tak bisa menenangkan diri dan berpikir. Lalu, aku teringat firman Tuhan: "Engkau tak perlu menggunakan cara apa pun untuk melindungi reputasi, citra, dan statusmu, engkau juga tak perlu menutupi atau menyamarkan kesalahanmu. Engkau tak perlu terlibat dalam upaya yang sia-sia ini. Jika engkau dapat melepaskan hal-hal ini, engkau akan sangat tenang, engkau akan hidup tanpa belenggu atau rasa sakit, dan akan sepenuhnya hidup dalam terang" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Setelah merenungkan firman Tuhan, aku mengerti bahwa aku harus menjadi orang jujur dan mengatakan yang sebenarnya. Entah aku bisa melihat masalahnya atau aku salah paham, aku harus tetap berterus terang, tak menutupi, menyamar atau berpura-pura, atau memikirkan pendapat pemimpin tentangku. Yang penting adalah menerapkan kebenaran dan menjadi orang jujur di hadapan Tuhan. Pikiran-pikiran ini memungkinkanku menenangkan diri. Kemudian, aku bisa membagikan pendapatku. Setelah mendengarkan, pemimpin menambahkan persekutuannya sendiri tentang hal-hal yang kami lewatkan. Aku mendapatkan banyak wawasan dengan cara ini. Dalam penyiraman setelah itu, saat menghadapi masalah yang tak kumengerti, aku mencari pemimpin, yang membantuku berdasarkan kekuranganku. Aku belajar sangat banyak dari cara ini. Melalui pengalaman ini, aku merasakan betapa luar biasanya berbicara jujur, seperti yang diperintahkan Tuhan. Itu sangat menenangkan dan melegakan. Aku tak lagi hidup dalam kegelisahan dan rasa sakit karena berbohong. Aku sangat bersyukur kepada Tuhan! Jika aku tak diungkap dalam situasi ini, atau dihakimi dan disingkapkan oleh firman Tuhan, aku tak akan pernah paham dan berubah.

Jika Tuhan telah membantu Anda, apakah Anda mau belajar firman Tuhan, mendekat kepada Tuhan dan terima berkat Tuhan?

Konten Terkait

Persimpangan

Oleh Saudari Wang Xin, Korea Dahulu aku memiliki keluarga yang bahagia, dan suamiku sangat baik kepadaku. Kami membuka restoran keluarga...

Tinggalkan Balasan