Penderitaan karena Berbohong

14 Desember 2022

Oleh Saudara Ni Qiang, Myanmar

Pada Oktober 2019, aku menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa pada akhir zaman. Di pertemuan, aku melihat saudara-saudari mampu mempersekutukan pengalaman dan pemahaman mereka. Mereka mampu membuka diri tentang semua kerusakan dan kekurangan mereka tanpa rasa khawatir, dan aku sangat iri. Aku juga ingin menjadi orang yang jujur dan mudah membuka diri seperti mereka, tapi saat harus membuka diri, aku tak mampu berkata jujur. Suatu ketika, saudara-saudariku bertanya kepadaku, "Kau masih muda, apakah kau masih pelajar?" Sebenarnya aku sudah cukup lama tak bersekolah, dan hanya memasak dan membersihkan di restoran, tapi aku takut orang lain akan memandang rendah diriku begitu mereka mengetahui hal ini, jadi kuberi tahu mereka aku masih pelajar. Aku tak terlalu memikirkan jawabanku itu, dan hanya terus bekerja. Suatu hari, aku melihat satu bagian firman Tuhan dalam video kesaksian yang membuatku merenungkan diriku sendiri. "Engkau harus tahu bahwa Tuhan menyukai mereka yang jujur. Secara hakikat, Tuhan adalah setia, jadi firman-Nya selalu bisa dipercaya; tindakan-tindakan-Nya, terlebih lagi, tidak mengandung kesalahan dan tidak dapat disangkal, inilah sebabnya Tuhan menyukai mereka yang sepenuhnya jujur kepada-Nya. Kejujuran berarti memberikan hatimu kepada Tuhan, bersungguh-sungguh kepada Tuhan dalam segala sesuatu, terbuka kepada-Nya dalam segala sesuatu, tidak pernah menyembunyikan yang sebenarnya, tidak berusaha menipu mereka yang di atas dan di bawahmu, dan tidak melakukan sesuatu semata-mata demi mengambil hati Tuhan. Singkatnya, jujur berarti kudus dalam tindakan dan perkataanmu, dan tidak menipu baik Tuhan maupun manusia" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tiga Peringatan"). Setelah membaca firman Tuhan, aku mengerti, Tuhan menyukai orang yang jujur, orang yang jujur mampu dengan mudah membuka diri kepada Tuhan, tegas dalam segala sesuatu yang mereka lakukan dan katakan, dan mereka tak berusaha menipu Tuhan atau orang lain. Sedangkan aku, ketika orang lain bertanya kepadaku "Apakah kau masih pelajar?" Aku bahkan tak mampu berkata jujur karena takut dipandang rendah, apalagi menjadi orang yang jujur di hadapan Tuhan. Aku sama sekali tidak jujur. Jadi, aku ingin berterus terang kepada orang lain, tapi aku takut mereka akan mengejekku, tapi, pada saat yang sama, tak berkata jujur membuatku merasa sangat gelisah. Jadi, aku berdoa kepada Tuhan, memohon Dia membantuku berlatih mengatakan yang sebenarnya dan menjadi orang yang jujur. Di pertemuan berikutnya, aku membuka diri tentang kerusakanku dan menyingkapkan kebohongan dan penipuanku. Orang lain bukan saja tak memandang rendah diriku, mereka juga mengirimiku pesan yang berkata pengalamanku baik. Hal ini membuatku makin percaya diri untuk menjadi orang yang jujur. Meskipun telah berlatih menjadi orang yang jujur ​​dan mengatakan yang sebenarnya pada kesempatan ini, aku tetap tak menyadari watak jahatku, dan jika berkenaan dengan hal-hal yang menyangkut reputasi dan kepentinganku, aku tak berdaya selain menyingkapkan watak curangku untuk menyamarkan diri.

Kemudian, aku dipilih untuk menjadi pengkhotbah dan bertanggung jawab atas pekerjaan tiga gereja. Selama pertemuan rekan kerja, seorang pemimpin ingin mengetahui secara spesifik cara petobat baru disirami di setiap gereja, dan mengapa beberapa petobat baru tak disokong dengan baik. Aku mulai agak bingung, karena aku hanya tahu keadaan di salah satu gereja dan tidak di dua gereja lainnya. Jadi, apa yang harus kukatakan? Jika aku mengatakan yang sebenarnya, apa pendapat semua orang tentang diriku? Akankah mereka bertanya-tanya apakah aku mampu menjadi pengkhotbah jika aku bahkan tak bisa mengetahui hal ini? Atau akankah mereka berkata aku tak melakukan pekerjaan nyata dan tak mampu melaksanakan tugas ini? Akan sangat memalukan jika aku dipindahkan atau diberhentikan. Aku hanya ingin melarikan diri, tapi jika aku keluar, semua orang akan menyadari aku takut mereka mengetahui aku tak melakukan pekerjaan nyata. Jadi aku tak punya pilihan selain tinggal dan mendengarkan ketika pengkhotbah lain berbicara tentang pekerjaan yang menjadi tanggung jawab mereka Aku sangat gelisah dan tak tahu harus berbuat apa. Ketika pemimpin memanggil namaku, aku sangat gugup, dan pura-pura tak mendengarnya, "Apa katamu?" Pemimpin berkata, "Kami baru saja berbicara tentang penyiraman petobat baru, ceritakan kepada kami tentang para petobat barumu?" Aku sangat terkejut. Aku tak punya pilihan selain berbicara tentang satu gereja yang kuketahui, tapi tak mau membicarakan dua gereja lainnya. Namun, aku khawatir semua orang akan tahu aku belum menindaklanjuti, jadi kupaksakan diriku untuk bicara dan berbohong, "Banyak petobat baru di gereja kedua yang tak disokong dengan baik, dan karena pandemi, kami tak bisa menghubungi mereka. Aku tak tahu terlalu banyak tentang keadaan di gereja ketiga karena selama ini aku hanya menindaklanjuti pekerjaan dua gereja lainnya." Aku merasa sangat gelisah setelah mengatakan hal ini, dan takut semua orang mengetahui kebohonganku yang sebenarnya, yang pasti jauh lebih memalukan. Aku merasa tegang di sepanjang pertemuan dan baru bisa bernapas lega setelah pertemuan selesai. Di luar dugaaku, pemimpin itu lalu meneleponku dan bertanya, "Tentang petobat baru yang tak disokong dengan baik karena pandemi, sudahkah kau meminta staf penyiraman untuk menelepon dan memeriksa keadaan mereka?" Aku bingung dengan pertanyaan pemimpin itu. Aku tak tahu keadaannya secara spesifik. Jika aku mengatakan yang sebenarnya, akankah pemimpin tahu aku telah berbohong? Aku tak boleh berkata aku tak tahu. Jadi aku terus berbohong, "Aku sudah berbicara dengan mereka tentang hal itu, tapi beberapa petobat baru tak menjawab telepon mereka." Pemimpin kemudian bertanya, "Petobat baru yang mana?" Kupikir dalam hati, "Apakah pemimpin terus menanyaiku karena dia tahu aku berbohong?" Aku segera menjawab, "Sepertinya beberapa dari mereka yang baru saja menerima pekerjaan Tuhan." Melihatku tak mampu menerangkan dengan jelas, pemimpin berkata, "Baiklah, jika kau sudah tahu, beri tahu aku." Setelah menutup telepon, aku merasa sangat bersalah. Aku kembali berbohong dan menipu. Jadi Aku harus banyak berbohong untuk menutupi kebohongan pertama. Betapa repotnya harus berbohong untuk menutupi kebohongan lainnya. Mengingat kembali pertemuan itu, seorang pengkhotbah berkata bahwa dari tiga gereja yang menjadi tanggung jawabnya, dia tak menyelidiki salah satu darinya. Dia bisa mengatakan yang sebenarnya, jadi mengapa aku sama sekali tak mampu berkata jujur? Berbohong, menipu, dan memberi kesan palsu seperti ini tak bisa menutupi yang sebenarnya. Tuhan melihat segalanya, dan cepat atau lambat, aku akan tersingkap dan terungkap, jadi aku berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan, dalam pertemuan hari ini, ketika pemimpin menanyakan pekerjaan, aku tak mengatakan yang sebenarnya dan berbohong. Aku takut semua orang akan memandang rendah diriku jika tahu aku tak melakukan pekerjaan nyata. Tuhan, kumohon bimbinglah aku untuk mengenal diriku sendiri dan menyingkirkan watakku yang rusak."

Kemudian aku membaca satu bagian firman Tuhan. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Dalam kehidupan sehari-hari mereka, orang banyak mengatakan hal-hal yang tidak berguna, tidak benar, dungu, bodoh, dan membela diri. Pada dasarnya, mereka mengatakan hal-hal ini demi kebanggaan mereka sendiri, untuk memuaskan kesombongan mereka sendiri. Perkataan mereka yang berupa kepalsuan ini adalah penyingkapan watak mereka yang rusak. Menyelesaikan kerusakan ini akan mentahirkan hatimu, dan dengan demikian membuatmu semakin suci dan semakin jujur. Sebenarnya, semua orang tahu mengapa mereka berbohong: itu adalah demi kepentingan, reputasi, kesombongan, dan status mereka. Dan dalam membandingkan diri mereka dengan orang lain, mereka berbohong dengan melebih-lebihkan kemampuan mereka yang sebenarnya. Akibatnya, kebohongan mereka terbongkar dan diketahui yang sebenarnya oleh orang lain, yang malah mengakibatkan kehilangan muka, karakter, dan martabat. Inilah akibatnya jika terlalu banyak kebohongan. Ketika engkau terlalu banyak berbohong, setiap perkataan yang kauucapkan itu tercemar. Semuanya itu palsu, dan tidak ada yang benar atau sesuai kenyataan. Meskipun engkau mungkin tidak kehilangan muka ketika berbohong, engkau sudah merasa malu di dalam hatimu. Engkau akan merasa dipersalahkan oleh hati nuranimu, dan engkau akan meremehkan dan memandang rendah dirimu sendiri. 'Mengapa aku hidup dengan sangat menyedihkan? Apakah sangat sulit untuk mengatakan satu saja hal yang jujur? Apakah aku perlu berbohong hanya untuk reputasi? Mengapa begitu melelahkan hidup seperti ini?' Engkau bisa hidup dengan cara yang tidak melelahkan. Jika engkau berlatih menjadi orang yang jujur, engkau dapat hidup dengan mudah dan bebas, tetapi jika engkau memilih berbohong untuk melindungi reputasi dan kesombonganmu, hidupmu sangat melelahkan dan menyakitkan, yang berarti ini adalah penderitaan yang ditimbulkan oleh diri sendiri. Reputasi apa yang kauperoleh dari berbohong? Itu adalah sesuatu yang hampa, sesuatu yang sama sekali tidak berharga. Ketika engkau berbohong, engkau mengkhianati karakter dan martabatmu sendiri. Semua kebohongan ini membuat orang kehilangan martabat mereka, merusak karakter mereka, dan Tuhan tidak berkenan dan membenci mereka. Apakah semua itu layak? Sama sekali tidak. Apakah ini jalan yang benar? Bukan. Orang-orang yang sering berbohong hidup dengan terperangkap dalam watak jahat mereka dan berada di bawah wilayah kekuasaan Iblis, tidak hidup dalam terang atau tidak hidup di hadapan Tuhan. Sering kali engkau harus memikirkan cara untuk berbohong, dan setelah engkau berbohong, engkau harus memikirkan cara untuk menutupinya, dan jika engkau tidak menutupinya dengan cukup baik, kebohongan itu akan terbongkar, jadi engkau harus memeras otakmu untuk menutupi kebohonganmu. Bukankah ini cara hidup yang melelahkan? Ini terlalu melelahkan. Layakkah hidup seperti itu? Sama sekali tidak. Apa gunanya memeras otakmu untuk berbohong dan menutupinya hanya demi kesombongan dan status? Pada akhirnya, engkau akan merenungkannya dan berkata pada dirimu sendiri, 'Mengapa aku menyusahkan diriku sendiri? Terlalu melelahkan untuk berbohong dan menutupinya. Melakukan segala sesuatu dengan cara ini tidak akan berhasil. Lebih mudah menjadi orang yang jujur.' Engkau ingin menjadi orang yang jujur, tetapi engkau tak mampu melepaskan reputasi, kesombongan, dan kepentinganmu. Engkau hanya bisa berbohong dan menggunakan kebohongan untuk mempertahankan hal-hal ini. ... Engkau mungkin berpikir bahwa menggunakan kebohongan dapat melindungi reputasi, status, dan kesombongan yang kaudambakan, tetapi ini adalah kesalahan besar. Kebohongan tidak hanya gagal melindungi kesombongan dan martabat pribadimu, tetapi yang lebih serius, juga menyebabkanmu kehilangan peluang untuk menerapkan kebenaran dan menjadi orang yang jujur. Meskipun engkau mempertahankan reputasi dan kesombonganmu pada waktu itu, yang hilang darimu adalah kebenaran, dan engkau mengkhianati Tuhan, yang berarti engkau sama sekali kehilangan kesempatan untuk mendapatkan keselamatan Tuhan dan disempurnakan. Ini adalah kerugian terbesar dan penyesalan abadi. Orang yang curang tidak pernah melihat hal ini dengan jelas" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya dengan Bersikap Jujur Orang Dapat Hidup sebagai Manusia Sejati"). Firman Tuhan menyingkapkan keadaanku. Pemimpin ingin tahu tentang keadaan penyiraman di setiap gereja, yang jelas adalah hal sepele, dan sebenarnya tak masalah jika mengatakan yang sebenarnya, tapi bagiku itu lebih sulit. Aku penuh kekhawatiran, dan takut setelah pemimpin dan pengkhotbah lain mengetahui yang sebenarnya, mereka akan memandang rendah diriku, berkata aku tak melakukan pekerjaan nyata, dan bahkan tak mampu mengatasi masalah sepele ini. Dan jika aku diberhentikan, itu akan memalukan. Untuk melindungi reputasi, status, dan kesan baik orang lain terhadapku, aku berbohong telah menyelidiki keadaan dua gereja, padahal hanya mengetahui keadaan satu gereja. Aku bahkan menjelaskan gereja kedua dengan rinci, berkata para petobat baru di sana tak disokong karena pandemi. Bukankah ini hanya kebohongan yang tak tahu malu? Ketika pemimpin bertanya kepadaku apakah aku telah meminta staf penyiraman untuk menelepon petobat baru, aku takut pemimpin mengetahui kebohongan yang baru saja kukatakan, jadi aku kembali berbohong untuk menutupi yang pertama, dan mengarang alasan untuk menipunya. Untuk melindungi reputasi dan statusku, aku kembali berbohong untuk menutupi kebohongan lainnya. Aku sangat curang! Aku teringat percakapan antara Tuhan dan Iblis yang tercatat dalam Alkitab. Tuhan bertanya kepada Iblis dari mana dia, dan Iblis menjawab, "Dari mengelilingi dan menjelajah bumi" (Ayub 1:7). Iblis sangat licik. Dia tak menjawab pertanyaan Tuhan secara langsung dan berbicara dengan bertele-tele. Tak mungkin bisa mengetahui dari mana Iblis berasal. Mulutnya hanya dipenuhi kebohongan, tak pernah bicara dengan jujur, dan hanya berbicara secara samar-samar dan ambigu. Dengan kebohongan dan tipu dayaku, bukankah aku sama seperti Iblis si setan? Meskipun aku menjawab tentang pekerjaan yang ingin diketahui pemimpin, semua itu kebohongan dan penipuan. Setelah mendengar jawabanku, pemimpin masih belum jelas tentang keadaan pekerjaan penyiraman yang menjadi tanggung jawabku, dan dia tak bisa menilai apakah aku menindaklanjuti dengan benar atau tidak. Sebenarnya, kebohongan dan penipuanku seperti ini hanya melindungi reputasi dan statusku untuk sementara, tapi sebenarnya aku kehilangan karakter, martabat, dan kepercayaan dari orang lain. Jika aku terus seperti ini, cepat atau lambat, semua orang akan melihat aku bukanlah orang yang jujur dan tak dapat dipercaya. Tak seorang pun akan percaya kepadaku, dan terlebih lagi, Tuhan pasti tak memercayaiku. Bukankah aku akan kehilangan karakter dan martabat sepenuhnya? Bukankah aku bodoh?

Kemudian, aku membaca satu bagian firman Tuhan: "Bahwa Tuhan meminta manusia untuk bersikap jujur membuktikan bahwa Dia benar-benar membenci orang yang curang, dan bahwa Dia tidak menyukai orang yang curang. Ketidaksukaan Tuhan terhadap orang yang curang adalah ketidaksukaan terhadap cara mereka melakukan segala sesuatu, watak mereka, motif mereka, dan metode kecurangan mereka; Tuhan tidak menyukai semua hal ini. Jika orang yang curang mampu menerima kebenaran, mengakui watak mereka yang curang, dan bersedia menerima keselamatan Tuhan, maka mereka juga memiliki harapan untuk diselamatkan, karena Tuhan memperlakukan semua orang sama, dan kebenaran memperlakukan semua orang sama. Karena itu, jika kita ingin menjadi orang-orang yang dikasihi Tuhan, hal pertama yang harus kita lakukan adalah mengubah prinsip keberadaan kita: kita tak boleh lagi hidup berdasarkan falsafah Iblis, kita tak boleh lagi hidup dengan kebohongan dan kecurangan, kita harus meninggalkan semua kebohongan dan menjadi jujur, dan dengan melakukan ini, pandangan Tuhan tentang kita akan berubah. Sebelumnya, orang selalu mengandalkan kebohongan, kepura-puraan, dan tipu daya untuk hidup di antara orang-orang, dan menggunakan falsafah Iblis sebagai dasar keberadaan, hidup, dan fondasi yang dengannya mereka berperilaku. Ini adalah sesuatu yang Tuhan benci. Di antara orang tidak percaya, jika engkau berbicara terus terang, mengatakan yang sebenarnya, dan menjadi orang yang jujur, engkau akan difitnah, dihakimi, dan ditolak, jadi engkau mengikuti tren duniawi, hidup berdasarkan falsafah Iblis, menjadi semakin ahli dalam berbohong, dan semakin curang. Engkau juga belajar menggunakan cara-cara jahat untuk mencapai tujuanmu dan melindungi dirimu sendiri. Engkau menjadi semakin makmur di dunia Iblis, dan sebagai akibatnya, engkau tenggelam semakin dalam ke dalam dosa sampai engkau tak mampu melepaskan dirimu sendiri. Di rumah Tuhan justru sebaliknya. Semakin banyak engkau berbohong dan melakukan tipu muslihat, semakin umat pilihan Tuhan akan muak terhadapmu dan menolakmu. Jika engkau menolak untuk bertobat dan tetap berpegang teguh pada falsafah dan logika Iblis, dan menggunakan persekongkolan dan rencana licik untuk menyamarkan dirimu sendiri dan mengemas dirimu, maka sangatlah mungkin engkau akan tersingkap dan disingkirkan. Ini karena Tuhan membenci orang yang curang, hanya orang jujur yang bisa makmur di rumah Tuhan, dan orang yang curang pada akhirnya akan ditolak dan disingkirkan. Semua ini sudah ditentukan Tuhan dari semula. Hanya orang-orang yang jujur yang dapat memperoleh bagian dalam kerajaan surga, jadi jika engkau tidak berusaha menjadi orang yang jujur, dan jika engkau tidak mengalami dan melakukan penerapan ke arah mengejar kebenaran, jika engkau tidak menyingkapkan keburukanmu sendiri, dan tidak memperlihatkan dirimu yang sebenarnya, engkau tidak akan pernah mampu menerima pekerjaan Roh Kudus dan mendapatkan perkenanan Tuhan" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Pengamalan Paling Mendasar untuk Menjadi Orang Jujur"). Setelah merenungkan firman Tuhan, aku sadar, Tuhan tak menyukai orang yang curang, dan Dia tidak menyelamatkan mereka. Ini karena mereka milik Iblis. Orang yang curang menggunakan pengkhianatan dan tipu daya dalam segala sesuatu yang mereka lakukan, dan mereka berbohong semuanya untuk melindungi reputasi, status, dan kepentingan mereka. Niat orang-orang ini dan metode yang mereka gunakan memuakkan dan menjijikkan bagi Tuhan. Meskipun aku percaya kepada Tuhan, aku belum memperoleh kebenaran sedikit pun dan masih hidup berdasarkan falsafah Iblis seperti, "Tiap orang memperjuangkan kepentingannya sendiri", dan "Seperti pohon hidup untuk kulitnya, manusia hidup untuk martabat dan nama baiknya". Falsafah Iblis ini telah berakar di hatiku, menyesatkan dan merusakku, dan membuatku menempuh jalan mengejar reputasi dan status. Aku menganggap orang harus hidup untuk diri mereka sendiri, menonjol di antara orang lain, dan memperoleh ketenaran dan keuntungan, dan hanya dengan begitu orang takkan dipandang rendah. Kupikir jika orang hanya mengatakan yang sebenarnya dan tak pernah berbohong, artinya orang itu bodoh dan tak berguna. Karena itu, aku selalu menipu, dan mengarang kebohongan demi kepentinganku sendiri, menjadi makin curang, munafik, dan tak memiliki keserupaan dengan manusia normal. Aku selalu memandang reputasi dan status lebih penting daripada kebenaran, dan rela berbohong dan menentang kebenaran untuk melindungi reputasi dan statusku. Iblis adalah penipu, dan ketika aku berbohong dan menipu seperti ini, bukankah aku sama? Di dunia yang jahat ini, menjadi orang yang jujur ​​dan terus terang tidaklah tepat. Namun, di rumah Tuhan justru sebaliknya. Di rumah Tuhan, keadilan dan kebenaran berkuasa, dan makin orang menipu, makin besar kemungkinan mereka jatuh, dan akhirnya, semua penipu disingkapkan dan disingkirkan oleh Tuhan. Tuhan berfirman: "Jika orang ingin diselamatkan, mereka harus memulainya dengan bersikap jujur" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Enam Indikator Pertumbuhan dalam Hidup"). "Hanya orang-orang yang jujur yang dapat memperoleh bagian dalam kerajaan surga ...." (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Pengamalan Paling Mendasar untuk Menjadi Orang Jujur"). Tuhan itu kudus, dan orang yang najis tak diizinkan masuk ke dalam Kerajaan surga. Ketika menyadari hal ini, aku merasa watak Tuhan yang kudus dan benar tidak menoleransi pelanggaran, dan aku benar-benar menyesal telah berbohong kepada saudara-saudariku. Aku sangat membenci diriku sendiri dan tak pernah mau lagi berbohong atau menipu. Aku ingin menerapkan kebenaran, menjadi orang yang jujur, dan berkata jujur dengan semua orang. Aku ingin menarik kebohongan dari mulutku dan kecurangan dari hatiku, dan dengan demikian layak mendapat perkenanan Tuhan dan masuk ke dalam Kerajaan surga.

Dalam salah satu perenunganku, aku membaca satu bagian firman Tuhan: "Berlatih bersikap jujur mencakup banyak aspek. Dengan kata lain, standar bersikap jujur tidak hanya dicapai melalui satu aspek; engkau harus memenuhi standar dalam banyak aspek sebelum bisa bersikap jujur. Ada orang-orang yang selalu berpikir bahwa mereka hanya perlu berusaha tidak berbohong agar dapat bersikap jujur. Benarkah pandangan ini? Apakah bersikap jujur semata-mata berarti tidak berbohong? Tidak—ini juga berkaitan dengan beberapa aspek lainnya. Pertama, apa pun yang kauhadapi, entah itu sesuatu yang telah kaulihat dengan mata kepalamu sendiri atau sesuatu yang telah orang lain katakan kepadamu, baik berinteraksi dengan orang lain maupun menyelesaikan masalah, baik tugas yang harus kaulaksanakan maupun sesuatu yang telah Tuhan percayakan kepadamu, engkau harus selalu melakukan pendekatan terhadap hal tersebut dengan hati yang jujur. Bagaimana seharusnya orang berlatih untuk melakukan pendekatan terhadap segala sesuatu dengan hati yang jujur? Katakanlah apa yang kaupikirkan dan bicaralah dengan jujur; jangan berbicara omong kosong, mengucapkan kosakata lingkup tertentu, atau kata-kata yang terdengar menyenangkan, jangan mengatakan hal-hal yang menyanjung atau munafik, tetapi ucapkanlah kata-kata yang ada di dalam hatimu. Inilah arti menjadi orang yang jujur. Mengungkapkan pemikiran dan pandangan sebenarnya yang ada di dalam hatimu—inilah yang seharusnya dilakukan oleh orang yang jujur. Jika engkau tidak pernah mengatakan apa yang kaupikirkan, dan kata-kata itu membusukkan hatimu, dan apa yang kaukatakan selalu bertentangan dengan apa yang kaupikirkan, itu bukanlah apa yang dilakukan oleh orang yang jujur" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya dengan Bersikap Jujur Orang Dapat Hidup sebagai Manusia Sejati"). Firman Tuhan memberiku jalan penerapan. Entah itu berinteraksi dengan orang lain atau menangani tugasku, aku harus memiliki hati yang jujur dalam pendekatanku. Karena aku belum melakukan pekerjaan tindak lanjut, aku harus jujur tentang hal itu. Aku tak boleh memikirkan apakah reputasiku akan dirugikan atau tidak. Berlatih menjadi orang yang jujur sangatlah penting.

Di pertemuan rekan kerja berikutnya, aku ingin berinisiatif menyingkapkan kerusakanku, tapi khawatir tentang apa pendapat semua orang tentang diriku. Aku sadar kembali ingin melindungi reputasi dan statusku, jadi aku berdoa dalam hati kepada Tuhan, memohon Dia membimbingku, memberiku kekuatan, dan memberiku keberanian menyingkapkan kerusakanku. Aku teringat satu bagian firman Tuhan yang pernah kubaca sebelumnya: "Jika engkau tidak menerapkan sesuai dengan firman Tuhan, tidak pernah memeriksa rahasia dan kesulitanmu, tidak pernah membuka diri dalam persekutuan dengan orang lain, tidak pernah mempersekutukan, menganalisis, atau mengungkapkan kerusakan dan kesalahan fatalmu kepada mereka, engkau tidak akan dapat diselamatkan" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Pengamalan Paling Mendasar untuk Menjadi Orang Jujur"). Aku sadar jika aku bukan orang yang jujur, terus menutupi kerusakan dan kekuranganku, tak membuka diri, menyingkapkan, atau menganalisis diriku sendiri, maka aku takkan pernah menyingkirkan watakku yang rusak, dan aku takkan pernah diselamatkan. Aku berdoa lagi kepada Tuhan, "Tuhan! Kumohon berilah aku kekuatan agar aku bisa membuka diri dan menjadi orang yang jujur." Setelah berdoa, aku berinisiatif untuk berterus terang kepada yang lain: "Aku telah berbohong di pertemuan terakhir ketika pemimpin bertanya tentang penyiraman para petobat baru. Sebenarnya aku hanya mengetahui keadaan salah satu gereja, dan tidak mengetahui keadaan dua gereja lainnya. Aku takut jika mengatakan yang sebenarnya, kalian akan memandang rendah diriku, jadi aku berbohong dan berkata aku mengetahui keadaan kedua gereja itu. Aku telah menipu kalian semua." Setelah mengatakan ini, yang lainnya tak mencela atau memandang rendah diriku. Sebaliknya, mereka berkata itu bagus karena aku mampu membuka diri dan menjadi orang yang jujur. Setelah menerapkan seperti ini, aku merasa jauh lebih tenteram dan tenang. Jika terus menyimpan kebohongan, aku takkan memiliki kesadaran dan keuntungan ini.

Tak lama kemudian, seorang pemimpin tingkat atas bertanya kepadaku, "Apakah saat ini kau telah mengetahui keadaan para pemimpin gereja?" Aku merasa sedikit tak percaya diri dengan pertanyaan ini, karena hanya mengetahui keadaan seorang pemimpin gereja, tapi tidak mengetahui keadaan dua pemimpin lainnya. Kupikir dalam hatiku, "Jika aku mengatakan yang sebenarnya, akankah pemimpin berkata aku belum melakukan pekerjaan nyata?" jadi aku ingin berkata aku telah mengetahuinya. Lalu aku sadar kembali ingin berbohong, jadi aku berdoa kepada Tuhan dan mengatakan yang sebenarnya, "Aku hanya mengetahui keadaan seorang pemimpin gereja, dan tidak mengetahui keadaan dua pemimpin lainnya." Pada saat ini, pemimpin tak mengkritikku, dan malah memberiku beberapa saran, berkata aku harus menelepon secara lebih teratur tentang keadaan para pemimpin gereja, dan segera membantu menyelesaikan kesulitan mereka, dan dia juga memberiku beberapa arahan untuk diikuti. Aku sadar, makin aku mengatakan yang sebenarnya, menjadi orang yang jujur, dan berani menyingkapkan kerusakan dan kekuranganku, makin aku bisa dibantu oleh saudara-saudariku dan mendapatkan keuntungan. Sebelumnya, aku berbohong dan menipu untuk melindungi reputasi dan statusku, tapi setelah berbohong, hatiku merasa terbebani dan hati nuraniku merasa tertuduh, dan yang terpenting, aku kehilangan karakter dan martabatku. Melalui pengalaman ini, aku mulai memahami, orang yang jujur disukai oleh Tuhan dan manusia, dan makin kau jujur, makin harmonis hubunganmu dengan orang lain, dan kau akan menjadi lebih tenang dan damai. Orang lain bukan saja tak memandang rendah dirimu, tapi kau juga akan dibantu oleh saudara-saudarimu. Menjadi orang yang jujur itu benar-benar bagus. Hanya dengan menjadi orang yang jujur, kita dapat menerima berkat dan keselamatan Tuhan dan masuk ke dalam Kerajaan surga!

Jika Tuhan telah membantu Anda, apakah Anda mau belajar firman Tuhan, mendekat kepada Tuhan dan terima berkat Tuhan?

Konten Terkait

Belajar dari Kritik

Oleh Saudari Song Yu, Belanda Pada Mei tahun ini, seorang saudari melapor kepadaku bahwa Saudari Lu berkata kepadanya setidaknya tiga...

Mengapa Aku begitu congkak?

Oleh Saudara Rui Zhi, Korea Aku bertanggung jawab atas pekerjaan video gereja. Setelah berlatih beberapa waktu, aku mulai memahami beberapa...