Berbohong Hanya Membawa Penderitaan

31 Januari 2022

Oleh Saudara Kenneth, Korea Selatan

Suatu hari pada Mei 2021, kami sedang bersiap untuk syuting video Saudara Luka yang akan bernyanyi solo, dan aku bekerja di bagian pencahayaan. Awalnya aku sangat berhati-hati, dan tidak ada masalah dalam beberapa pengambilan gambar pertama jadi secara berangsur aku sedikit tenang. Kami hampir selesai syuting ketika sutradara mengatakan dia ingin mengambil beberapa gambar lagi dengan beberapa cara berbeda. Aku tidak memperhatikan, jadi saat kami mulai mengambil gambar, aku masih melihat monitor lain, dan tidak memperhatikan sampai Luka berjalan keluar dari area pencahayaan. Aku segera menggerakkan lampu, tetapi tidak cukup cepat, sehingga kepala Luka keluar dari pencahayaan lalu masuk kembali. Hasil syuting tersebut tidak dapat digunakan. Biasanya, ketika terjadi masalah di atas panggung, kami harus segera memberi tahu sutradara untuk langsung mengulang pengambilan gambar, tetapi aku hanya memegang walkie-talkie, takut untuk berbicara. Aku tak mampu berkata-kata dan benar-benar merasakan konflik batin. Kupikir bukan hanya sutradara, tetapi ada banyak saudara-saudari lainnya di sana. Jika kuberitahukan kepada mereka bahwa aku telah melakukan kesalahan yang sangat mendasar, apa yang akan mereka pikirkan tentangku? Akankah mereka mengatakan aku lalai dalam tugasku? Ini pasti sangat memalukan! Namun, jika tidak mengatakan apa pun, itu berarti aku tidak melakukan tugasku. Ini akan berdampak langsung pada kualitas video jika rekaman itu digunakan dalam pengeditan. Saat aku bergumul tentang apakah aku harus bicara atau tidak, aku mendengar sutradara berkata, "Hasilnya sudah bagus, mari kita ambil gambar berikutnya." Aku melihat saudara yang melakukan syuting telah mengganti peralatannya, dan sedang menunggu, jadi aku mulai mencari-cari alasan, kupikir, "Syuting sudah selesai, jika aku mengatakan sesuatu sekarang, semua orang harus mengganti peralatan mereka lagi dan itu pasti sangat merepotkan. Mungkin aku tak perlu mengatakan apa pun, lagi pula itu hanya yang pertama dari dua pengambilan gambar, dan bahkan mungkin tidak akan digunakan. Selain itu, jika orang tidak melihatnya dengan saksama, mereka bahkan tidak akan mengetahuinya." Aku terus memikirkannya, tetapi akhirnya kuputuskan untuk diam saja. Setelah syuting, aku makin merasa bersalah, kupikir, "Bukankah aku dengan sengaja menipu? Aku bisa menipu orang, tetapi dapatkah aku menipu Tuhan?" Jadi, aku menemui sutradara dan memberitahukan kesalahanku kepadanya. Dia berkata, "Kita sudah selesai syuting dan semua orang sudah berkemas. Apa gunanya memberitahuku sekarang? Mengapa tadi kau tidak memberitahuku? Jika tadi kau mengatakannya, pasti tak butuh waktu lama untuk mengulang pengambilan gambar." Melihat kekecewaan di wajah sutradara membuatku merasa makin buruk dan benar-benar ingin menampar diriku sendiri. Mengapa begitu sulit bagiku untuk mengakui kesalahan di depan semua orang? Mengapa butuh begitu banyak upaya untuk bersikap jujur? Dalam penderitaanku, aku datang ke hadapan Tuhan dan berdoa: "Tuhan, aku melakukan kesalahan saat melaksanakan tugasku, dan tidak berani mengakuinya di depan semua orang karena takut mereka akan mengkritikku dan memandang rendah diriku. Sekarang aku diliputi rasa bersalah. Kumohon bimbinglah aku untuk mengenal diriku sendiri."

Setelah itu, aku membaca firman Tuhan yang berbunyi: "Katakanlah engkau harus memilih di antara dua jalan. Jalan yang pertama adalah memilih untuk menjadi orang yang jujur, mengatakan yang sebenarnya, dan mengatakan apa yang ada di dalam hatimu, membuka dirimu kepada orang lain, atau mengakui kesalahanmu dan mengatakan fakta apa adanya, memperlihatkan kepada orang lain keburukanmu dan mempermalukan dirimu. Jalan yang kedua adalah memberikan nyawamu untuk menjadi martir bagi Tuhan dan masuk ke dalam Kerajaan Surga ketika engkau mati. Jalan mana yang kaupilih? Ada orang-orang yang mungkin berkata, 'Aku memilih untuk menyerahkan nyawaku bagi Tuhan. Aku bersedia mati untuk Dia; setelah mati, aku akan mendapatkan upahku, dan masuk ke dalam Kerajaan Surga.' Menyerahkan nyawa untuk Tuhan dapat dicapai dalam satu dorongan yang kuat, oleh mereka yang bertekad untuk melakukannya. Namun, dapatkah menerapkan kebenaran dan menjadi orang yang jujur dicapai dalam satu dorongan seperti itu? Itu tidak bisa, bahkan dalam dua dorongan. Jika engkau memiliki tekad ketika melakukan sesuatu, engkau akan mampu melakukannya dengan baik dalam satu dorongan; tetapi dalam hal menjadi orang yang jujur, satu upaya mengatakan yang sebenarnya tanpa kebohongan, tidak membuatmu menjadi orang yang jujur sekali untuk selamanya. Menjadi orang yang jujur berkaitan dengan perubahan watakmu, dan ini membutuhkan sepuluh atau dua puluh tahun pengalaman. Engkau harus membuang watak licikmu yang suka berbohong dan bermuka dua sebelum engkau dapat memenuhi standar dasar menjadi orang yang jujur. Bukankah ini sulit bagi semua orang? Ini adalah tantangan yang sangat besar. Sekarang ini, Tuhan ingin menyempurnakan dan mendapatkan sekelompok orang, dan semua orang yang mengejar kebenaran harus menerima penghakiman dan hajaran, ujian dan pemurnian, yang bertujuan untuk mengubah watak mereka yang licik dan menjadikan mereka orang yang jujur, orang yang tunduk kepada Tuhan. Ini bukan sesuatu yang dapat dicapai dalam satu dorongan; ini membutuhkan iman yang sejati, dan orang harus mengalami banyak ujian dan banyak pemurnian sebelum mereka mampu mencapainya. Jika sekarang ini Tuhan memintamu untuk menjadi orang yang jujur dan mengatakan yang sebenarnya, sesuatu yang melibatkan fakta, masa depanmu dan nasibmu, yang akibatnya mungkin tidak menguntungkanmu, di mana orang lain tidak akan lagi menghormatimu, dan engkau merasakan sendiri bahwa reputasimu telah hancur—dalam keadaan seperti itu, mampukah engkau untuk berterus terang dan mengatakan yang sebenarnya? Mampukah engkau tetap jujur? Ini hal tersulit untuk kaulakukan, jauh lebih sulit daripada menyerahkan nyawamu. Engkau mungkin berkata, 'Membuatku mengatakan yang sebenarnya tidak akan bisa. Aku lebih baik mati bagi Tuhan daripada mengatakan yang sebenarnya. Aku sama sekali tak ingin menjadi orang jujur. Aku lebih baik mati daripada semua orang memandang rendah diriku dan berpikir aku adalah orang biasa.' Ini menunjukkan hal apa sebenarnya yang paling orang hargai? Yang paling orang hargai bukanlah nyawa mereka, melainkan status dan reputasi mereka—hal-hal yang dikendalikan oleh watak Iblis di dalam diri mereka. Hidup bukanlah hal yang terpenting. Jika keadaan itu terpaksa mereka alami, mereka mengerahkan kekuatan untuk menyerahkan nyawa mereka, tetapi status dan reputasi tidaklah mudah untuk dilepaskan. Bagi orang yang percaya kepada Tuhan, menyerahkan nyawa mereka bukanlah yang terpenting; Tuhan menuntut orang untuk menerima kebenaran, dan benar-benar menjadi orang yang jujur yang mengatakan apa pun yang ada di dalam hati mereka, membuka diri dan memperlihatkan diri mereka yang sebenarnya kepada semua orang. Mudahkah melakukannya? (Tidak.) Sebenarnya, Tuhan tidak memintamu untuk menyerahkan nyawamu. Bukankah nyawamu diberikan kepadamu oleh Tuhan? Apa gunanya nyawamu bagi Tuhan? Tuhan tidak menginginkannya. Dia ingin engkau berbicara dengan jujur, mengatakan orang seperti apakah dirimu dan apa yang kaupikirkan dalam hatimu. Mampukah engkau mengatakan hal-hal ini? Di sini, hal-hal di atas menjadi sulit untuk kaulakukan, dan engkau mungkin berkata, 'Mintalah kepadaku untuk bekerja keras, dan aku pasti memiliki kekuatan untuk melakukannya. Mintalah kepadaku untuk mengorbankan semua hartaku, dan aku bisa melakukannya. Aku bisa dengan mudah meninggalkan orang tuaku dan anak-anakku, pernikahanku, dan karierku. Semua ini mudah untuk dikorbankan. Namun, mengatakan apa yang ada di hatiku, berbicara dengan jujur—itulah satu-satunya hal yang tak mampu kulakukan.' Apa alasanmu tidak mampu melakukannya? Alasannya adalah, begitu engkau melakukannya, siapa pun yang mengenalmu atau akrab denganmu akan memandangmu secara berbeda. Mereka tidak akan lagi menghormatimu. Engkau akan kehilangan reputasi dan benar-benar dipermalukan, dan integritas serta martabatmu tidak akan ada lagi. Statusmu yang tinggi dan gengsimu di hati orang lain tidak akan ada lagi. Itulah sebabnya, dalam keadaan seperti itu, apa pun yang terjadi, engkau tidak akan mengatakan yang sebenarnya. Ketika orang menghadapi hal ini, ada peperangan dalam hati mereka, dan ketika peperangan itu berakhir, ada orang-orang yang pada akhirnya menerobos kesulitan mereka, sementara yang lain tidak menerobosnya, dan tetap dikendalikan oleh watak rusak Iblis dalam diri mereka, oleh status dan reputasi mereka sendiri, dan oleh apa yang mereka sebut martabat. Ini adalah kesulitan, bukan? Hanya berkata jujur dan mengatakan yang sebenarnya bukanlah tindakan yang hebat, tetapi ada begitu banyak pahlawan pemberani, ada begitu banyak orang yang telah berjanji untuk mengabdikan diri mereka, mengorbankan diri mereka untuk Tuhan dan mengorbankan nyawa mereka bagi Tuhan, dan ada begitu banyak orang yang telah mengatakan hal-hal muluk kepada Tuhan yang mendapati bahwa hal-hal itu mustahil untuk dilakukan" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Penyelesaian Tugas yang Benar Membutuhkan Kerja Sama yang Harmonis"). Firman Tuhan menggambarkan keadaanku yang sebenarnya. Aku terlalu mementingkan reputasi dan status. Aku tak mampu mengucapkan sepatah kata pun untuk mengakui kesalahanku, takut terlihat buruk di depan semua orang. Aku takut semua orang akan berkata aku tidak melakukan pekerjaanku jika aku sampai bisa melakukan kesalahan sesederhana itu. Betapa memalukan. Demi melindungi citra dan statusku, aku menyembunyikan kesalahanku, berpikir jika aku tidak mengatakan apa pun, tak seorang pun akan tahu dan mereka tidak akan mengkritikku karenanya. Maka harga diri dan citraku akan tetap utuh. Meskipun aku merasa bersalah dan sangat tidak nyaman, aku masih mencari-cari alasan untuk menghibur diriku sendiri: "Itu hanya satu kali pengambilan gambar, mungkin mereka bahkan tidak akan menggunakannya." Mengapa aku berbohong pada diriku sendiri dan orang lain? Dengan pemikiran ini, aku merasa sangat menyesal karena menipu saudara-saudariku hanya demi melindungi reputasiku dan mempertahankan statusku. Aku berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan, aku tidak mengakui kesalahanku karena aku ingin melindungi reputasiku dan mempertahankan statusku. Aku tahu itu bertentangan dengan kehendak-Mu, tetapi aku merasa disesatkan oleh Iblis dan tak mampu melepaskan diri dari watakku yang rusak. Tuhan, kumohon bimbinglah aku agar bisa terbebas dari kekangan dan ikatan watak rusakku."

Kemudian, aku membaca beberapa bagian firman Tuhan yang memberiku beberapa jalan penerapan. Tuhan berfirman: "Hanya orang-orang jujur yang dapat memperoleh bagian dalam kerajaan surga. Jika engkau tidak berusaha menjadi orang yang jujur, dan jika engkau tidak mengalami dan melakukan penerapan ke arah mengejar kebenaran, jika engkau tidak menyingkapkan keburukanmu sendiri, dan jika engkau tidak memberitahukan tentang dirimu yang sebenarnya, engkau tidak akan pernah mampu menerima pekerjaan Roh Kudus dan mendapatkan perkenanan Tuhan. Apa pun yang kaulakukan atau tugas apa pun yang kaulaksanakan, engkau harus memiliki sikap yang jujur. Tanpa sikap yang jujur, engkau tidak akan dapat melaksanakan tugasmu dengan baik. Jika engkau selalu melaksanakan tugasmu dengan asal-asalan, dan engkau gagal melakukan sesuatu dengan baik, maka engkau harus merenungkan dirimu, mengenal dirimu sendiri, dan membuka diri untuk menelaah dirimu sendiri. Kemudian engkau harus mencari prinsip-prinsip kebenaran dan berusaha melakukan tugas dengan lebih baik di waktu-waktu selanjutnya, bukannya bersikap asal-asalan. Jika engkau tidak berusaha memuaskan Tuhan dengan hati yang jujur, dan selalu berusaha memuaskan dagingmu sendiri atau kesombonganmu sendiri, akankah engkau mampu melakukan pekerjaan dengan baik? Akankah engkau mampu melaksanakan tugasmu dengan baik? Tentu saja tidak" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Penerapan Paling Mendasar untuk Menjadi Orang Jujur"). "Jika, setelah melakukan sebuah kesalahan, engkau dapat memperlakukannya dengan benar, dan dapat membiarkan orang lain membicarakannya, mengizinkan mereka memberi komentar dan pemahaman mereka tentang hal itu, dan engkau dapat membuka diri tentang itu serta menganalisisnya, akan seperti apa pendapat semua orang tentang dirimu? Mereka akan menganggapmu orang yang jujur, karena hatimu terbuka kepada Tuhan. Melalui tindakan dan perilakumu, mereka akan dapat melihat hatimu. Namun, jika engkau berusaha menyamarkan dirimu dan menipu semua orang, orang akan memandang rendah dirimu, dan menganggapmu orang yang bodoh dan tidak bijak. Jika engkau tidak berusaha berpura-pura atau membenarkan dirimu, jika engkau mampu mengakui kesalahanmu, semua orang akan berkata engkau jujur dan bijak. Dan apa yang membuatmu bijak? Semua orang melakukan kesalahan. Semua orang memiliki kelemahan dan kekurangan. Dan sebenarnya, semua orang memiliki watak rusak yang sama. Jangan menganggap dirimu lebih mulia, lebih sempurna, dan lebih baik daripada orang lain; itu berarti bersikap sama sekali tak masuk akal. Setelah engkau memahami tentang watak rusak manusia, serta esensi dan kerusakan manusia yang sebenarnya, engkau tidak akan berusaha menutupi kesalahanmu sendiri, engkau juga tidak akan memanfaatkan kesalahan orang untuk menindas mereka—engkau akan mampu memperlakukan kedua hal ini dengan tepat. Hanya setelah itulah, engkau akan berwawasan luas dan tidak melakukan hal-hal bodoh, yang akan membuatmu menjadi bijak" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Prinsip-Prinsip yang Seharusnya Menuntun Perilaku Orang"). Aku mengerti dari firman Tuhan bahwa semua orang melakukan kesalahan dalam tugas mereka. Itu hal yang normal. Kita tidak boleh menyembunyikan hal-hal ini, kita harus bersikap jujur, berinisiatif untuk mengakui kesalahan kita, dan membuka diri kepada orang lain tentang kerusakan dan kekurangan kita. Kita tidak boleh memedulikan reputasi dan status kita, tetapi harus menjadi orang jujur sebagaimana yang Tuhan tuntut. Inilah satu-satunya cara untuk menjalani hidup yang berkarakter dan bermartabat, dan mendapat perkenanan dan berkat Tuhan. Namun, aku terlalu memedulikan apa yang orang lain pikirkan tentangku saat melakukan tugasku, selalu ingin mempertahankan status dan citraku. Karena ini, aku selalu ingin menyembunyikan kesalahan yang kulakukan dan takut orang lain mengetahuinya. Aku tidak punya keberanian untuk berterus terang sekalipun aku merasa bersalah. Aku sama sekali tidak memikirkan kerugian yang diakibatkan hal ini terhadap pekerjaan gereja. Aku tidak melindungi pekerjaan gereja ketika melaksanakan tugasku, dan aku sama sekali tidak jujur. Bagaimana aku bisa melakukan tugasku dengan baik dengan cara seperti ini? Aku merasa sangat bersalah saat menyadari hal ini dan ingin memperbaiki keadaanku dalam melaksanakan tugasku.

Setelah itu, ketika aku terkadang melakukan kesalahan dalam syuting dan merasa bingung apakah aku harus mengakuinya atau tidak, aku sadar bahwa aku sedang kembali berusaha melindungi status dan citraku di mata semua orang. Aku akan berdoa kepada Tuhan dan memohon Dia untuk membimbingku menerapkan kebenaran dan menjadi orang yang jujur, agar aku bisa mengakui kesalahanku di depan semua orang. Ketika melakukannya, saudara-saudari tidak menyalahkanku dan mampu menangani kesalahanku dengan tepat. Aku merasa jauh lebih rendah hati, dan merasakan kedamaian dan sukacita yang muncul karena menerapkan kebenaran.

Suatu hari, kami sedang mengerjakan video nyanyian solo lainnya. Sebelum kami memulai syuting, sutradara bertanya apakah lampu-lampunya sudah siap. Kupikir aku telah memeriksanya, jadi kukatakan dengan penuh percaya diri, "Semuanya siap, tidak ada masalah!" Namun, setelah satu pengambilan gambar, aku tiba-tiba sadar bahwa aku lupa menyalakan beberapa lampu. Aku panik. Aku ingin mengatakan sesuatu tetapi ragu-ragu, kupikir, "Aku telah menegaskan kepada semua orang dengan percaya diri bahwa semuanya sudah siap sebelum syuting, jadi jika kuakui aku melakukan kesalahan sekarang, apa yang akan mereka pikirkan tentangku? Akankah mereka kehilangan keyakinan terhadapku? Lupa menyalakan lampu adalah kesalahan pemula. Bagaimana aku bisa menunjukkan wajahku lagi jika aku mengakuinya? Akankah saudara-saudari menganggapku tidak berguna, telah mengacaukan tugas yang begitu sederhana?" Emosi yang saling bertentangan bergolak dalam diriku, dan aku merasa sangat tidak nyaman. Aku ingin mengakui kesalahanku, tetapi kami sudah melakukan beberapa pengambilan gambar. Jika sekarang kukatakan ada masalah pencahayaan, akankah semua orang mengkritikku karena menunggu hingga sekarang untuk mengatakan sesuatu, bukannya langsung mengatakannya? Setelah memeras otak, aku menemukan solusinya: aku bisa menunggu sampai kami selesai syuting, lalu akan berbicara secara pribadi dengan saudara yang mengedit video dan memintanya untuk menyesuaikan pencahayaan. Dengan demikian, aku tak perlu mengakui kesalahanku di depan semua orang. Solusi ini tidak akan memengaruhi kualitas video dan pada saat yang sama, aku dapat melindungi reputasiku dan mempertahankan statusku. Jadi, setelah selesai syuting, aku berbicara dengan saudara yang melakukan pengeditan dan mengecilkan masalahnya dengan berkata: "Aku mengalami masalah pencahayaan pada pengambilan gambar pertama, tetapi aku telah membandingkannya dengan yang lain dan perbedaannya tidak terlalu jelas. Hanya ada sedikit perbedaan dalam tingkat kecerahannya. Aku akan senang jika kau bisa membantuku menyesuaikannya." Dia memercayai perkataanku dan berkata akan membantuku menyesuaikan pencahayaannya. Aku merasa bersalah begitu perkataan itu keluar dari mulutku karena apakah lampu itu menyala atau tidak, itu sebenarnya menghasilkan perbedaan yang besar, tetapi kukatakan perbedaannya sedikit. Bukankah aku terang-terangan berbohong kepada saudaraku? Akhirnya saudara itu menghabiskan lebih dari tiga jam untuk mendapatkan pencahayaan yang tepat pada gambar itu. Hal pertama keesokan paginya, sutradara mengirimiku pesan dan bertanya, "Apa kau tidak memperhatikan masalah pencahayaan sebesar itu kemarin?" Aku tidak menyangka sutradara bisa mengetahuinya begitu cepat, dan untuk sesaat aku tak tahu harus berkata apa, jadi aku berusaha mencari-cari alasan untuk membenarkan diriku. Dia berkata, "Ini pernah terjadi sebelumnya, kau menemukan masalah di tempat tetapi tidak mengatakan apa pun. Ini menunda pekerjaan kita. Kau benar-benar perlu merenungkan apa yang telah kaulakukan." Aku merasa sangat bersalah saat dia mengatakan itu. Aku benci bahwa aku telah dikendalikan dan diikat oleh watakku yang rusak dan kembali gagal menerapkan kebenaran. Aku berlutut dan berdoa, "Tuhan, aku terlalu mementingkan reputasi dan statusku. Kali ini, aku tak hanya menolak untuk angkat bicara tentang kesalahanku, tetapi aku juga berusaha sebaik mungkin untuk menyembunyikannya. Aku benar-benar licik! Tuhan, aku mau bertobat. Kumohon bimbing dan selamatkanlah aku."

Kemudian, aku membaca bagian firman Tuhan ini: "Kemanusiaan antikristus itu tidak jujur, yang berarti mereka sama sekali tidak dapat dipercaya. Semua yang mereka katakan dan lakukan tercemar dan mengandung maksud dan tujuan mereka sendiri, dan semua yang tersembunyi di dalamnya adalah tipu daya dan siasat yang sangat jahat dan memalukan. Jadi, perkataan dan tindakan antkristus terlalu tercemar dan terlalu penuh kepalsuan. Sebanyak apa pun mereka berbicara, tidak mungkin untuk mengetahui mana dari perkataan mereka yang betul dan mana yang keliru, mana yang benar dan mana yang salah. Ini karena mereka tidak jujur dan pikiran mereka sangat rumit, penuh dengan rencana licik dan sarat dengan tipu daya. Tak satu pun dari apa yang mereka katakan bersifat terus terang. Mereka tidak mengatakan satu adalah satu, dua adalah dua, ya adalah ya, dan tidak adalah tidak. Sebaliknya, dalam segala hal, mereka bertele-tele dan memikirkan berkali-kali segala sesuatu dalam pikiran mereka, menimbang untung ruginya dari semua aspek. Kemudian, mereka mengubah apa yang ingin mereka katakan dengan menggunakan bahasa mereka sehingga semua yang mereka katakan terdengar sangat janggal. Orang yang jujur tidak pernah memahami apa yang orang-orang itu katakan dan dengan mudah ditipu dan diperdaya oleh mereka, dan siapa pun yang berbicara dan berkomunikasi dengan orang-orang semacam itu mendapati bahwa pengalaman itu melelahkan dan berat. Mereka tidak pernah mengatakan satu adalah satu dan dua adalah dua, mereka tidak pernah mengatakan apa yang sedang mereka pikirkan, dan mereka tidak pernah menjelaskan segala sesuatu sebagaimana adanya. Semua yang mereka katakan tidak dapat dipahami, dan tujuan serta niat dari tindakan mereka sangat rumit. Jika kebenaran terungkap—jika orang lain mengetahui diri mereka yang sebenarnya, dan mengetahui kebohongan mereka—mereka dengan segera mengarang kebohongan lain untuk menutupi kebohongan itu. Orang semacam ini sering kali berbohong, dan setelah berbohong, mereka harus lebih banyak berbohong untuk mempertahankan kebohongan itu. Mereka menipu orang lain untuk menyembunyikan niat mereka, dan mengarang segala macam dalih dan alasan untuk mendukung kebohongan mereka sehingga sangat sulit bagi orang untuk mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar, dan orang tidak tahu kapan mereka sedang bersikap jujur, dan terutama kapan mereka sedang berbohong. Ketika mereka berbohong, mereka tidak tersipu atau gugup, seolah-olah mereka sedang mengatakan yang sebenarnya. Bukankah ini berarti mereka terbiasa berbohong? Sebagai contoh, terkadang antikristus tampak bersikap baik kepada orang lain, memperhatikan mereka, dan berbicara dengan nada yang terdengar ramah dan menggugah. Namun, bahkan saat mereka berbicara seperti ini, tak seorang pun tahu apakah mereka sedang bersikap tulus, dan orang harus selalu menunggu sampai sesuatu terjadi beberapa hari kemudian untuk mengetahui apakah mereka sedang bersikap tulus. Antikristus selalu berbicara dengan maksud serta tujuan tertentu, dan tak seorang pun bisa mengetahui apa niat mereka sebenarnya. Orang-orang semacam itu sudah biasa berbohong dan tidak memikirkan akibat dari kebohongan mereka. Asalkan kebohongan itu menguntungkan mereka dan dapat menipu orang lain, asalkan itu dapat mencapai tujuan mereka, mereka tidak peduli akibatnya. Begitu mereka tersingkap, mereka akan terus menyembunyikan, berbohong, dan menipu. Prinsip dan cara yang digunakan orang-orang ini untuk berperilaku dan menghadapi dunia adalah menipu orang dengan kebohongan. Mereka bermuka dua dan berbicara menyesuaikan dengan audiens mereka; mereka memainkan peran apa pun yang sesuai dengan keadaan yang ada. Mereka licik dan licin, mulut mereka penuh dengan kebohongan, dan mereka tidak dapat dipercaya. Siapa pun yang berhubungan dengan mereka selama beberapa waktu menjadi tersesat atau terganggu dan tidak dapat menerima perbekalan, bantuan, atau didikan rohani. Entah perkataan dari mulut orang semacam itu memuakkan atau menyenangkan, masuk akal atau tidak masuk akal, sesuai atau tidak sesuai dengan kemanusiaan, kasar atau beradab, pada dasarnya semua itu adalah kepalsuan, kata-kata yang tercemar, dan kebohongan" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, "Lampiran Empat: Meringkas Karakter Para Antikristus dan Esensi Watak Mereka (Bagian Satu)"). Firman Tuhan menyingkapkan natur antikristus yang licik dan curang. Mereka tidak jujur dalam perkataan dan tindakan mereka. Tak ada satu pun perkataan kebenaran yang keluar dari mulut mereka. Untuk menjaga agar diri mereka tidak tersingkap, mereka tanpa malu terus berbohong untuk menyembunyikan motif mereka yang hina. Antikristus sangat jahat. Aku merasa firman Tuhan menegurku. Aku menyebabkan kesalahan karena aku ceroboh dalam melakukan pemeriksaan selama syuting, dan tidak mengakuinya karena takut saudara-saudari akan memandang rendah diriku. Aku memeras otak mencari cara untuk menyembunyikan kesalahanku. Aku berbicara kepada saudara yang mengedit secara pribadi untuk memintanya memcahkan masalah itu dan menciptakan ilusi, dengan sengaja berbohong kepadanya bahwa masalah itu tidak terlihat jelas, agar dia berpikir itu bukan masalah besar. Aku terlalu licik. Bukankah watakku sama jahatnya dengan watak antikristus? Tuhan menyukai orang yang jujur, tetapi aku begitu licik. Bagaimana mungkin Tuhan tidak benci dan jijik akan hal ini? Aku teringat Tuhan Yesus berkata: "Hendaknya perkataanmu demikian, Jika ya katakan ya, jika tidak katakan tidak: Karena semua yang di luar itu datangnya dari si jahat" (Matius 5:37). "Engkau adalah anak bapamu yang jahat dan keinginan bapamu itu yang engkau lakukan. Ia adalah pembunuh sejak awal, dan tidak hidup dalam kebenaran, karena tidak ada kebenaran di dalamnya. Ketika ia berbohong, ia berbicara dari dirinya sendiri: karena ia adalah pendusta, dan bapa dari segala dusta" (Yohanes 8:44). Tuhan berkata bahwa kebohongan berasal dari si jahat, dari Iblis, dan orang yang selalu berbohong adalah setan. Dengan kebohonganku yang terus-menerus, dan dengan lebih banyak berbohong untuk menutupi kebohongan sebelumnya, bukankah aku sama seperti Iblis? Apa yang kukatakan mengandung unsur Iblis, itu menipu, dan itu mengganggu pekerjaan gereja. Kesalahan yang kulakukan dalam syuting seharusnya bisa diselesaikan dengan pengakuan yang jujur, dan itu bisa menghindarkan banyak masalah yang tidak perlu. Namun, demi melindungi reputasi dan mempertahankan status, setelah mempertimbangkannya dalam benakku, aku tak mampu mengatakan sepatah kata pun yang jujur. Aku berulang kali berbohong untuk menyembunyikannya, mengelabui saudara-saudariku, dan akibatnya membuat saudara yang mengedit menghabiskan lebih dari tiga jam untuk memperbaiki kesalahanku. Aku tidak memikirkan pekerjaan orang lain atau konsekuensi apa yang mungkin terjadi jika pengambilan gambar yang gagal digunakan dalam hasil akhir video. Betapa egois dan hinanya diriku! Aku sadar telah membiarkan diriku dikendalikan oleh watakku yang rusak dan semua yang kulakukan merugikan diriku sendiri dan orang lain. Itu membuat orang muak dan itu menjijikkan bagi Tuhan. Aku dipenuhi dengan penyesalan dan menyalahkan diriku sendiri. Aku berdoa kepada Tuhan dan tidak ingin lagi melindungi reputasi dan mempertahankan statusku, dan menjadi orang yang sederhana, terbuka dan jujur.

Aku membaca firman Tuhan yang berbunyi: "Engkau harus mencari kebenaran untuk menyelesaikan setiap masalah yang timbul, apa pun masalahnya, dan sama sekali tidak menyamarkan dirimu atau mengenakan kedok di hadapan orang lain. Kekuranganmu, kelemahanmu, kesalahanmu, watakmu yang rusak—terbukalah sepenuhnya mengenai semua itu, dan bersekutulah tentang semuanya itu. Jangan menyembunyikannya di dalam hati. Belajar untuk membuka dirimu sendiri adalah langkah awal menuju jalan masuk kehidupan, dan inilah rintangan pertama, yang paling sulit untuk diatasi. Begitu engkau berhasil mengatasinya, masuk ke dalam kebenaran menjadi mudah. Apa yang ditunjukkan dari mengambil langkah ini? Ini menunjukkan bahwa engkau sedang membuka hatimu dan menunjukkan semua yang kaumiliki, baik atau buruk, positif atau negatif; menelanjangi dirimu agar dilihat oleh orang lain dan oleh Tuhan; tidak menyembunyikan apa pun dari Tuhan, tidak menutupi apa pun, tidak menyamarkan apa pun, bebas dari kecurangan dan tipu muslihat, dan juga bersikap terbuka serta jujur dengan orang lain. Dengan cara ini, engkau hidup dalam terang, dan bukan saja Tuhan akan memeriksamu, tetapi orang lain akan bisa melihat bahwa engkau bertindak dengan prinsip dan dengan suatu tingkat keterbukaan. Engkau tak perlu menggunakan cara apa pun untuk melindungi reputasi, citra, dan statusmu, engkau juga tak perlu menutupi atau menyamarkan kesalahanmu. Engkau tak perlu terlibat dalam upaya yang sia-sia ini. Jika engkau dapat melepaskan hal-hal ini, engkau akan sangat tenang, engkau akan hidup tanpa kekangan atau rasa sakit, dan akan sepenuhnya hidup dalam terang" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Dalam firman Tuhan kutemukan jalan untuk menerapkan kebenaran: aku harus belajar membuka diri, membuka hatiku kepada Tuhan, dan tidak boleh bersikap tidak jujur, licik atau curang demi melindungi citraku. Aku harus membuka diri kepada saudara-saudariku tentang kerusakan, kekurangan, dan kesalahanku, serta motifku yang tersembunyi. Itulah langkah terpenting dalam memasuki kebenaran. Mencapai hal itu adalah satu-satunya cara untuk secara berangsur dibebaskan dari belenggu dan kendali watak rusakku dan hidup dalam keserupaan dengan manusia sejati. Aku tak boleh terus berpura-pura demi melindungi reputasi dan mempertahankan statusku. Aku harus menerima pemeriksaan Tuhan dan pengawasan saudara-saudariku. Jadi, aku berterus terang kepada semua orang tentang kesalahanku dan kerusakan yang telah kusingkapkan selama prosesnya. Aku juga melakukan beberapa hal untuk menghukum diriku sendiri, untuk memastikan aku tidak lupa. Pengalaman ini membuatku menyadari watakku yang licik dan aku bersumpah akan berubah.

Suatu hari selama syuting, aku mengalihkan pandangan sejenak untuk melihat detail di monitor kamera lain, dan seorang penyanyi berjalan keluar dari area pencahayaan. Pada saat aku menyadarinya, dia telah menyanyikan beberapa baris lirik. Akibatnya, terdapat lebih dari 10 detik rekaman yang tidak dapat digunakan karena masalah pencahayaan. Kupikir, "Mengapa aku bisa melakukan lagi kesalahan yang sama? Belakangan ini, aku banyak mengacau. Apa yang akan orang pikirkan jika aku mengakuinya? Akankah mereka mengatakan aku tidak menjalankan tugasku dengan serius?" Saat berpikir tentang apa yang akan kukatakan, tiba-tiba aku sadar bahwa aku sedang kembali berusaha mempertahankan statusku. Aku ingat kerugian yang kusebabkan terhadap pekerjaan gereja di masa lalu karena aku ingin melindungi diriku sendiri dan tidak mengatakan yang sebenarnya. Aku juga teringat betapa memalukannya upayaku untuk menyembunyikan kesalahanku, dan semua penderitaan dan kesengsaraan yang kurasakan karena berbohong. Aku sadar aku tak boleh membohongi dan menipu orang lain, bahwa aku harus menyangkali diriku sendiri dan menerapkan kebenaran. Jadi aku tidak ragu lagi, dan memberi tahu sutradara apa yang terjadi.

Setelah itu, aku mulai secara sadar berlatih untuk menjadi orang yang jujur dalam melaksanakan tugasku, secara proaktif mengakui kesalahanku dan tidak terobsesi untuk melindungi status dan reputasiku. Aku mampu secara sadar melindungi pekerjaan gereja. Meskipun terkadang aku harus menerima diriku ditegur dan dikritik oleh saudara-saudariku setelah mengakui kesalahan, juga perasaan malu yang kurasakan sebagai akibatnya, tetapi menerapkan kebenaran menghindarkan dirugikannya pekerjaan gereja karena kesalahanku. Ini terutama membuatku menjadi rendah hati dan tenang. Aku benar-benar mengalami betapa menderitanya berbohong dan menipu demi melindungi status dan reputasiku sendiri. Menerapkan kebenaran dan menjadi orang yang jujur adalah satu-satunya cara untuk menjadi orang yang berkarakter dan bermartabat dan hidup dalam terang. Syukur kepada Tuhan!

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait