Pelajaran yang Kupetik dari Diberhentikan

21 Januari 2022

Oleh Saudara Riley, Amerika Serikat

Firman Tuhan katakan: "Orang tidak dapat mengubah watak mereka sendiri; mereka harus menjalani penghakiman dan hajaran, penderitaan dan pemurnian oleh firman Tuhan, atau didisiplinkan, dan dipangkas oleh firman-Nya. Hanya setelah itulah mereka dapat mencapai ketundukan dan kesetiaan kepada Tuhan, dan tidak lagi bersikap acuh tak acuh terhadap-Nya. Melalui pemurnian oleh firman Tuhan-lah, watak manusia berubah. Hanya melalui penyingkapan, penghakiman, pendisiplinan, dan pemangkasan oleh firman-Nya mereka tidak akan lagi berani bertindak gegabah, tetapi sebaliknya akan menjadi mantap dan tenang. Hal yang paling penting adalah mereka mampu untuk tunduk pada firman Tuhan zaman sekarang dan pekerjaan-Nya, bahkan sekalipun firman dan pekerjaan itu tidak sejalan dengan pemahaman manusia, mereka mampu menyingkirkan pemahaman tersebut dan dengan rela tunduk" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Orang-Orang yang Wataknya Telah Berubah adalah Orang yang Telah Masuk ke dalam Kenyataan Firman Tuhan"). Firman Tuhan sangat praktis. Hanya dengan dihakimi, dihajar, dan dipangkas oleh firman Tuhan barulah kita dapat mengubah watak jahat kita dan mencapai ketaatan dan kesetiaan kepada Tuhan. Dahulu aku melakukan tugasku dengan watak yang rusak, selalu melindungi reputasi dan statusku. Setelah diberhentikan, aku memperoleh pemahaman yang benar tentang watakku yang rusak dari penghakiman dan penyingkapan firman Tuhan. Aku merasakan penyesalan dan membenci diriku sendiri, dan ketika aku mendapat tugas lain, aku melakukannya lebih baik daripada sebelumnya.

Pada bulan Agustus 2020, aku terpilih sebagai pemimpin gereja dan bertanggung jawab atas pekerjaan gereja bersama beberapa saudara-saudari lainnya. Tugas utamaku menindaklanjuti pekerjaan penyiraman, sambil juga berpartisipasi dalam pengambilan keputusan untuk pekerjaan gereja. Kami telah membagi tanggung jawab, tetapi aku tahu bahwa pekerjaan gereja adalah satu kesatuan yang menyeluruh, dan harus bekerja sama dengan saudara-saudari untuk melindungi kepentingan gereja serta melaksanakan tugasku dengan baik. Pada awalnya, aku sangat penuh perhatian dalam pertemuan mingguan kami. Aku ikut aktif dalam diskusi, dan mengajukan rekomendasi. Kemudian, suatu hari pada bulan Oktober, penyiraman para petobat baru hampir tertunda karena aku tidak menindaklanjuti tepat waktu. Para pemimpin tingkat atas memangkasku dengan keras. Kupikir dalam hatiku, "Ada masalah dalam pekerjaanku, jadi akulah yang dipangkas. Jika lebih banyak masalah muncul, para pemimpin akan melihat diriku yang sebenarnya dan berkata bahwa aku tidak mampu melakukan pekerjaan nyata, dan aku pasti diberhentikan. Lalu, bagaimana aku bisa menunjukkan wajahku lagi? Siapa yang akan menghormatiku? Tidak, aku harus berupaya lebih keras dalam pekerjaan yang menjadi tanggung jawabku, dan tidak boleh lagi melakukan kesalahan."

Setelah beberapa waktu, lingkup tanggung jawabku meluas. Aku tidak ahli dalam beberapa hal, jadi perlu banyak waktu untuk menguasai prinsip-prinsip yang relevan, tetapi ada begitu banyak hal yang harus dibahas dan diputuskan dalam setiap pertemuan rekan kerja, dan ini memakan banyak waktu. Aku bertanya-tanya apakah ini dapat memengaruhi pekerjaan yang menjadi tanggung jawabku setelah beberapa waktu. Jika pekerjaan yang menjadi tanggung jawabku tidak efektif dan ada lebih banyak masalah, aku pasti akan diberhentikan, dan kemudian apa yang akan orang pikirkan tentang diriku? Orang lain yang menindaklanjuti pekerjaan gereja lain. Menurutku mereka bisa berdiskusi, tetapi aku punya banyak pekerjaan. Selain itu, penyelesaian pekerjaan mereka tidak ada hubungannya denganku dan itu tak akan membuatku mendapat pujian. Namun, akulah yang harus bertanggung jawab langsung untuk masalah jika itu muncul dalam lingkup tugasku, jadi aku seharusnya hanya mengurus tanggung jawabku sendiri. Setelah itu, aku mencurahkan lebih banyak waktu dan upaya ke dalam pekerjaan utama yang menjadi tanggung jawabku dan memperlakukan pekerjaan lain seperti beban. Ketika pekerjaan gereja harus didiskusikan dan diputuskan, aku memberikan sudut pandangku tentang apa pun yang melibatkan pekerjaanku, tetapi aku hanya menyibukkan diri dengan tugasku sendiri jika berkaitan dengan segala sesuatu di luar lingkup tugasku. Aku tidak mendengarkan diskusi dengan seksama, jadi ketika sikap atau keputusanku diperlukan, aku hanya mengikuti orang lain. Ketika hal-hal penting membutuhkan diskusi dan keputusan mendesak, segera setelah kulihat bahwa semuanya tidak berkaitan dengan tugasku, aku selalu mengabaikannya dan bersikap masa bodoh.

Setelah beberapa waktu, aku terus mendengar dari saudara-saudari bahwa beberapa hal tidak diperiksa dengan benar dan mereka telah dipangkas oleh para pemimpin kami, dan juga bahwa pengaturan personel tidak sesuai dengan prinsip, menyebabkan kerugian bagi pekerjaan gereja. Beberapa hal mengharuskan semua orang untuk memutuskan dan menandatanganinya. Karena tidak ditangani dengan benar, akhirnya hal ini merugikan kepentingan gereja. Juga, pembelian barang untuk gereja tidak diperiksa dengan benar, mengakibatkan uang gereja dirugikan. Hal-hal seperti ini terus terjadi. Kupikir untungnya tidak ada masalah besar dalam pekerjaanku, dan bahwa ketika pemimpin menyelidiki siapa yang harus disalahkan, kesalahan itu tidak akan mengarah kepadaku. Inilah jenis sikap tidak bertanggung jawab yang kumiliki terhadap tugasku untuk waktu yang cukup lama dan aku tidak melihat ada yang salah dengan hal itu. Suatu hari, seorang saudari yang bekerja bersamaku berkata bahwa aku tidak terbeban dalam tugasku atau melihat gambaran yang lebih besar, tetapi aku hanya memperhatikan pekerjaanku sendiri, dan aku tidak proaktif dalam pengambilan keputusan. Dia berkata itu berbahaya dan jika aku tidak bertobat, cepat atau lambat aku akan disingkirkan oleh Tuhan. Dia berkata aku harus benar-benar merenungkan sikapku terhadap tugasku. Setelah persekutuannya, aku tetap tidak merenungkan diriku sendiri. Sebaliknya, aku berdalih: "Sudahkah kau melihat semua penderitaanku? Aku harus membayar harga untuk melakukan pekerjaan ini dengan baik. Jika ada masalah dengan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabku, itu adalah kesalahanku, lalu apa yang akan orang lain pikirkan tentang diriku? Mereka akan berpikir aku tidak cakap dan aku tidak mampu melakukan pekerjaan nyata. Selain itu, bukankah pekerjaan lain itu adalah tanggung jawab orang lain? Partisipasiku dalam keputusan-keputusan ini tak akan memengaruhi apa pun." Jadi, aku selalu bersikap ceroboh dan tidak bertanggung jawab terhadap pekerjaan gereja, dan aku tidak merenungkan diri atau berusaha mengenal diriku sendiri.

Pada Januari 2021, seorang pemimpin datang kepadaku dan berkata, "Saudara-saudari telah mengatakan bahwa kau tidak terbeban dalam tugasmu, bahwa selama diskusi pekerjaan kau jarang mengungkapkan sudut pandangmu, kau tidak mengajukan rekomendasi yang nyata, dan kau sama sekali tidak merasa bertanggung jawab terhadap pekerjaan gereja. Engkau tidak layak menjadi pemimpin. Setelah berdiskusi, semua orang memutuskan kau harus diberhentikan." Setelah mendengar pemimpin itu, aku merasa sangat terkejut, hampir pingsan. Kupikir, "Aku belum banyak berpartisipasi dalam pekerjaan gereja secara keseluruhan, tetapi aku sangat sibuk setiap hari dengan tanggung jawabku sendiri dan aku sudah sangat menderita. Bagaimana kau bisa mengatakan aku tidak terbeban? Bukankah cukup aku telah menyelesaikan pekerjaanku tanpa masalah?" Selama beberapa waktu, aku tidak bisa menerima hasil ini, tetapi aku tetap percaya bahwa semua yang Tuhan lakukan itu baik, dan aku belum menyadarinya. Aku berdoa kepada Tuhan dan mencari bimbingan-Nya sehingga bisa merenung dan mengenal diriku sendiri.

Kemudian, aku melihat satu bagian dari firman Tuhan yang sangat menyentuhku. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Hati nurani dan nalar kedua-duanya seharusnya menjadi bagian dari kemanusiaan seseorang. Keduanya adalah hal yang paling mendasar dan paling penting. Orang macam apakah yang tidak memiliki hati nurani dan tidak memiliki nalar kemanusiaan yang normal? Secara umum, dia adalah orang yang tidak memiliki kemanusiaan, orang yang memiliki kemanusiaan yang sangat buruk. Secara lebih mendetail, apa perwujudan tidak adanya kemanusiaan yang diperlihatkan orang ini? Cobalah menganalisis ciri-ciri apa yang ditemukan dalam diri orang-orang semacam itu dan perwujudan spesifik apa yang mereka tunjukkan. (Mereka egois dan hina.) Orang-orang yang egois dan hina bersikap asal-asalan dalam tindakan mereka dan menjauh dari apa pun yang tidak berkaitan dengan mereka secara pribadi. Mereka tidak memikirkan kepentingan rumah Tuhan, mereka juga tidak menunjukkan perhatian kepada maksud Tuhan. Mereka tidak terbeban untuk melaksanakan tugas mereka ataupun bersaksi bagi Tuhan, dan mereka tidak memiliki rasa tanggung jawab. Apa yang mereka pikirkan setiap kali mereka melakukan sesuatu? Pemikiran pertama mereka adalah, 'Apakah Tuhan akan tahu jika aku melakukan ini? Apakah ini terlihat oleh orang lain? Jika orang lain tidak melihatku mencurahkan semua upaya ini dan bekerja dengan rajin, dan jika Tuhan juga tidak melihatnya, maka tidak ada gunanya mencurahkan upaya atau menderita untuk ini.' Bukankah ini sangat egois? Ini juga niat yang hina. Ketika mereka berpikir dan bertindak dengan cara ini, apakah hati nurani mereka berperan? Apakah hati nurani mereka merasa tertuduh dalam hal ini? Tidak, hati nurani mereka tidak berperan dan tidak merasa tertuduh. Ada orang-orang yang tidak mau bertanggung jawab dalam tugas apa pun yang sedang mereka laksanakan. Mereka juga tidak segera melaporkan masalah yang mereka temukan kepada atasan mereka. Ketika mereka melihat orang-orang mengacaukan dan mengganggu, mereka mengabaikannya. Ketika mereka melihat orang jahat melakukan kejahatan, mereka tidak berusaha menghentikannya. Mereka tidak melindungi kepentingan rumah Tuhan atau memikirkan apa tugas dan tanggung jawab mereka. Ketika melaksanakan tugasnya, orang-orang semacam ini tidak melakukan pekerjaan nyata apa pun; mereka adalah para penyenang orang dan rakus akan kenyamanan; mereka berbicara dan bertindak hanya demi kesombongan, reputasi, status, dan kepentingan mereka sendiri, dan hanya mau mencurahkan waktu dan upaya mereka untuk hal-hal yang menguntungkan mereka. Tindakan dan niat seseorang seperti itu jelas bagi semua orang: mereka muncul kapan pun ada kesempatan untuk menonjolkan diri atau untuk menikmati berkat. Namun, jika tidak ada kesempatan untuk menonjolkan diri, atau begitu ada masa penderitaan, mereka lenyap dari penglihatan seperti kura-kura yang menarik kepalanya ke dalam tempurung. Apakah orang semacam ini memiliki hati nurani dan nalar? (Tidak.) Apakah seseorang yang tidak memiliki hati nurani dan nalar yang berperilaku seperti ini merasa bersalah? Orang-orang semacam ini tidak memiliki perasaan bersalah; hati nurani orang semacam ini tidak ada gunanya. Hati nurani mereka tidak pernah merasa bersalah, jadi dapatkah mereka merasakan teguran atau pendisiplinan Roh Kudus? Tidak, mereka tidak bisa" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Dengan Menyerahkan Hatinya kepada Tuhan, Orang Dapat Memperoleh Kebenaran"). Aku merasa firman Tuhan menghunjam hatiku. Aku persis seperti yang Tuhan gambarkan. Aku telah bersikap masa bodoh dan acuh tak acuh terhadap tugasku, tidak memperhatikan apa pun di luar tanggung jawabku. Aku hanya mengurus pekerjaanku sendiri. Aku hanya memikirkan apakah keinginanku untuk mendapatkan reputasi dan status dapat dipenuhi atau tidak. Aku sama sekali tidak melindungi pekerjaan gereja. Selama waktu itu, ketika semua orang berdiskusi untuk membuat keputusan, kupikir setiap keberhasilan apa pun di luar tanggung jawabku tak akan membantuku terlihat baik, dan bahwa jika hal-hal ini tidak ditangani dengan baik, aku tak akan dipersalahkan. Jadi aku tidak mau berpartisipasi jika aku bisa menghindarinya. Aku hanya bersikap asal-asalan, mengikuti orang lain. Itu ceroboh dan tidak bertanggung jawab. Aku sangat rajin dan bekerja keras dalam pekerjaan yang menjadi tanggung jawabku, takut dipangkas jika ada masalah dengannya, atau bahwa aku akan diberhentikan dan benar-benar dipermalukan. Untuk mengurus pekerjaanku sendiri dengan baik dan menjaga status dan citraku di benak orang lain, aku memperlakukan pengambilan keputusan seperti sebuah gangguan dan pemborosan waktu, menghalangiku untuk melakukan pekerjaanku sendiri. Merenungkan perilakuku, aku menyadari bahwa tujuan di balik pelaksanaan tugasku adalah untuk memuaskan diriku sendiri, dan bahwa semua penderitaanku adalah untuk diriku sendiri. Aku tak terbeban atau memiliki rasa tanggung jawab apa pun untuk melindungi keseluruhan pekerjaan atau kepentingan gereja. Bukankah aku tidak memiliki kemanusiaan? Aku sama sekali tidak layak menerima pekerjaan yang sepenting itu. Saat itulah aku sepenuhnya menerima pemberhentianku. Meskipun aku sadar bahwa tindakanku tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, aku tetap tidak memahami naturku sendiri dan aku tidak tahu apa yang sebenarnya membuatku tak terbeban untuk tugasku, obsesiku pada reputasi dan status, dan sama sekali mengabaikan kepentingan gereja. Setelah itu, aku membawa masalah ini ke hadapan Tuhan dalam doa, memohon Tuhan membimbingku untuk mengetahui sumber dan esensi dari masalahku, untuk melihat watak jahatku sehingga bisa membenci diriku sendiri dari lubuk hatiku.

Setelah itu, aku membaca satu bagian firman Tuhan Yang Mahakuasa: "Antikristus tidak memiliki hati nurani, nalar, ataupun kemanusiaan. Mereka bukan saja tidak tahu malu, tetapi mereka juga memiliki ciri lain: mereka sangat egois dan keji. Arti harfiah dari 'keegoisan dan kekejian' mereka tidak sulit untuk dipahami: mereka buta terhadap apa pun kecuali kepentingan mereka sendiri. Apa pun yang menyangkut kepentingan mereka sendiri mendapat perhatian penuh, dan mereka rela menderita karenanya, membayar harga, mengerahkan perhatian ke dalamnya, dan mengabdikan diri mereka untuk hal itu. Apa pun yang tidak berkaitan dengan kepentingan diri mereka sendiri, mereka akan berpura-pura tidak tahu dan tidak memperhatikan; orang lain dapat melakukan apa pun sesuka hati mereka—antikristus tidak peduli jika ada orang yang mengacaukan atau mengganggu, dan bagi mereka, ini tidak ada kaitannya dengan mereka. Bahasa halusnya, mereka memedulikan urusan mereka sendiri. Namun, adalah lebih tepat untuk mengatakan bahwa orang semacam ini keji, hina, dan kotor; kita mendefinisikan mereka sebagai 'egois dan keji'. Bagaimana keegoisan dan kekejian antikristus terwujud dengan sendirinya? Dalam apa pun yang menguntungkan status atau reputasi mereka, mereka berupaya melakukan atau mengatakan apa pun yang diperlukan, dan mereka rela menanggung penderitaan apa pun. Namun, jika menyangkut pekerjaan yang diatur oleh rumah Tuhan, atau menyangkut pekerjaan yang bermanfaat bagi pertumbuhan hidup umat pilihan Tuhan, mereka sama sekali mengabaikannya. Bahkan ketika orang-orang jahat mengacaukan, mengganggu, dan melakukan segala macam kejahatan, sehingga sangat memengaruhi pekerjaan gereja, mereka tetap tenang dan tak peduli, seolah-olah hal ini tidak ada kaitannya dengan mereka. Dan jika seseorang menemukan dan melaporkan perbuatan jahat yang dilakukan orang jahat, mereka berkata bahwa mereka tidak melihat apa pun dan berpura-pura tidak tahu. Namun, jika seseorang melaporkan mereka dan menyingkapkan bahwa mereka tidak melakukan pekerjaan nyata dan hanya mengejar ketenaran, keuntungan, dan status, mereka menjadi sangat marah. Rapat diadakan dengan segera untuk membahas bagaimana menanggapinya, penyelidikan diadakan untuk menemukan siapa yang menusuk mereka dari belakang, siapa pemimpin utamanya, dan siapa saja yang terlibat. Mereka tidak akan makan atau tidur sampai mereka menemukan penyebab sebenarnya dan mengakhiri rumor itu; terkadang mereka baru senang setelah mereka menyingkirkan semua orang yang terlibat dalam melaporkan mereka. Ini adalah perwujudan dari keegoisan dan kekejian, bukan? Apakah mereka sedang melakukan pekerjaan gereja? Mereka hanya bertindak demi kekuasaan dan status mereka sendiri. Mereka sedang menjalankan urusan mereka sendiri. Pekerjaan apa pun yang mereka lakukan, antikristus tidak pernah memikirkan kepentingan rumah Tuhan. Mereka hanya mempertimbangkan apakah kepentingan mereka sendiri akan terpengaruh, hanya memikirkan sedikit pekerjaan di depan mereka yang menguntungkan mereka. Bagi mereka, pekerjaan utama gereja hanyalah sesuatu yang mereka lakukan di waktu luang mereka. Mereka sama sekali tidak menganggapnya serius. Mereka hanya bergerak jika mereka didorong untuk bertindak, hanya melakukan apa yang mereka suka, dan hanya melakukan pekerjaan demi mempertahankan status dan kekuasaan mereka sendiri. Di mata mereka, pekerjaan apa pun yang diatur oleh rumah Tuhan, pekerjaan mengabarkan Injil, dan jalan masuk kehidupan umat pilihan Tuhan, semua itu tidak penting. Apa pun kesulitan yang orang lain hadapi dalam pekerjaan mereka, masalah apa pun yang mereka identifikasi dan laporkan kepada mereka, setulus apa pun perkataan mereka, antikristus mengabaikannya, mereka tidak mau terlibat, seolah-olah hal ini tidak ada hubungannya dengan mereka. Sebesar apa pun masalah yang muncul dalam pekerjaan gereja, mereka sama sekali tidak peduli. Sekalipun suatu masalah berada tepat di hadapan mereka, mereka hanya menanganinya dengan asal-asalan. Hanya jika mereka langsung dipangkas oleh Yang di Atas dan diperintahkan untuk menyelesaikan masalah, barulah mereka akan dengan enggan melakukan sedikit pekerjaan nyata dan memberi kepada Yang di Atas sesuatu untuk dilihat; segera setelah itu, mereka akan melanjutkan urusan mereka sendiri. Mengenai pekerjaan gereja dan hal-hal penting dengan konteks yang lebih luas, mereka tidak tertarik dan mengabaikan hal-hal ini. Mereka bahkan mengabaikan masalah yang mereka temukan, dan memberikan jawaban yang asal-asalan atau sekadarnya ketika ditanyakan tentang masalah, hanya menanggapinya dengan sangat enggan. Ini adalah perwujudan dari keegoisan dan kekejian, bukan?" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, "Lampiran Empat: Meringkas Karakter Para Antikristus dan Esensi Watak Mereka (Bagian Satu)"). Firman Tuhan menghunjam hatiku. Antikristus hanya bekerja demi reputasi dan statusnya sendiri, dan mereka rajin dalam apa pun yang berkaitan dengan kepentingannya sendiri. Mereka mampu menderita, dan mengerahkan semua tenaga fisik dan mentalnya untuk hal itu. Mereka mengabaikan apa pun yang tidak akan menguntungkan mereka. Mereka sangat egois dan hina. Aku sadar bahwa perilakuku sama dengan perilaku antikristus, dan aku hanya bekerja demi reputasi dan statusku sendiri. "Biarkan hal-hal berlalu jika tidak memengaruhi seseorang secara pribadi" dan "Semakin sedikit masalah, semakin baik" adalah falsafah iblis yang kuikuti. Aku hanya memperhatikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabku, dan yang dapat memengaruhi reputasi dan statusku, dan aku mengabaikan pekerjaan yang tidak termasuk dalam lingkup tanggung jawabku. Hal ini mengakibatkan pekerjaan dan uang gereja sangat dirugikan. Aku sadar bahwa aku adalah orang yang egois, mementingkan diri sendiri, hina, dan tidak layak dipercaya. Mengingat kembali waktu itu, serangkaian masalah muncul dalam pekerjaan gereja, dan para pemimpin memangkas saudara-saudari lainnya karena tidak melakukan pekerjaan dengan benar. Aku tidak secara langsung dipangkas, tetapi aku juga seorang pemimpin gereja, dan memiliki tanggung jawab yang tidak dapat diabaikan. Jika saja aku rajin memperhatikan dan berpartisipasi dalam diskusi pekerjaan, mungkin saja aku bisa menemukan beberapa masalah. Namun, demi menyelamatkan reputasi dan statusku sendiri, aku hanya mengurus tanggung jawab kecilku sendiri. Aku sama sekali tidak memikirkan keseluruhan pekerjaan atau kepentingan gereja. Melihat berbagai pelanggaranku dalam tugasku dan kerugian yang tak dapat diperbaiki yang kutimbulkan dalam pekerjaan gereja, aku dipenuhi dengan penyesalan dan menyalahkan diri sendiri. Tuhan meninggikanku dan menunjukkan anugerah-Nya kepadaku, memungkinkanku melaksanakan tugas yang sepenting itu, memberiku kesempatan untuk mengasah diri sehingga aku bisa memahami kebenaran dengan lebih cepat. Aku telah menikmati penyiraman dan makanan firman Tuhan selama bertahun-tahun, tetapi aku tak tahu berterima kasih dan tidak mau melakukan tugasku dengan benar atau membalas kasih Tuhan. Yang kupikirkan hanyalah bagaimana melindungi citra dan statusku sendiri serta tanggung jawab kecilku sendiri sehingga aku tak akan dipangkas. Aku bersikap ceroboh dan tidak bertanggung jawab dengan pekerjaan penting ini dan hanya berdiam diri sementara kepentingan gereja dirugikan dan pekerjaan gereja terpengaruh. Aku bersikap masa bodoh dan tidak memiliki kepekaan hati nurani. Bagaimana aku bisa dianggap sebagai manusia? Ketika sebuah keluarga memelihara seekor anjing, anjing itu akan selalu setia. Aku benar-benar lebih buruk daripada binatang. Semakin kupikirkan, semakin aku merasa tidak layak menikmati kasih karunia Tuhan. Pada waktu itu, aku datang ke hadapan Tuhan dan berdoa: "Ya Tuhan, aku salah. Aku hanya memikirkan reputasi dan statusku sendiri dalam tugasku tanpa sedikit pun melindungi pekerjaan gereja. Aku tidak memiliki kemanusiaan, dan aku egois serta mementingkan diri sendiri. Pemberhentianku adalah datangnya keadilan-Mu, dan terlebih lagi, adalah kasih dan keselamatanmu bagiku. Aku siap untuk bertobat kepada-Mu."

Setelah itu, aku membaca satu bagian firman Tuhan: "Standar apa yang digunakan untuk menilai apakah tindakan dan perbuatan seseorang itu baik atau jahat? Lihatlah apakah mereka, dalam pemikiran, penyingkapan, dan tindakan mereka, memiliki kesaksian dalam hal menerapkan kebenaran dan hidup dalam kenyataan kebenaran atau tidak. Jika engkau tidak memiliki kenyataan ini atau tidak hidup di dalamnya, maka tidak diragukan lagi, engkau adalah seorang pelaku kejahatan. Bagaimana Tuhan memandang pelaku kejahatan? Bagi Tuhan, pemikiran dan tindakan lahiriahmu tidak menjadi kesaksian bagi-Nya, juga tidak mempermalukan atau mengalahkan Iblis; sebaliknya, pemikiran dan tindakan lahiriahmu mempermalukan Dia, dan penuh dengan tanda-tanda yang memperlihatkan bahwa engkau tidak menghormati Dia. Engkau tidak bersaksi bagi Tuhan, engkau tidak mengorbankan dirimu untuk Tuhan, engkau juga tidak memenuhi tanggung jawab dan kewajibanmu kepada Tuhan; sebaliknya, engkau bertindak demi kepentinganmu sendiri. Apakah sebenarnya arti 'demi kepentinganmu sendiri'? Tepatnya, itu berarti demi Iblis. Karena itu, pada akhirnya, Tuhan akan berkata, 'Pergilah daripada-Ku, engkau yang melakukan kejahatan.' Di mata Tuhan, tindakanmu tidak akan dianggap perbuatan baik, tetapi akan dianggap perbuatan jahat. Semua itu bukan saja gagal mendapatkan perkenanan Tuhan—semua itu akan dikutuk. Apa yang dapat diperoleh orang yang percaya kepada Tuhan dengan cara seperti itu? Bukankah kepercayaan seperti itu pada akhirnya akan sia-sia?" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Kebebasan dan Kemerdekaan Hanya Dapat Diperoleh dengan Menyingkirkan Watak yang Rusak"). Dari firman Tuhan aku memahami bahwa watak-Nya adalah benar dan tidak menoleransi pelanggaran. Tuhan melihat ke dalam lubuk hati manusia, dan jika orang melaksanakan tugasnya dengan tujuan selain memuaskan Tuhan, tidak memiliki kesaksian dalam menerapkan kebenaran, memuaskan diri mereka sendiri dalam segala hal dan mengejar reputasi dan status, hal ini tidak dipuji oleh Tuhan. Sebanyak apa pun seseorang menderita dalam hal ini, Tuhan tidak mengingatnya, tetapi mereka dikutuk oleh Tuhan sebagai orang jahat. Tujuanku dalam tugasku salah. Bukan untuk memuaskan Tuhan, tetapi mengurus urusanku sendiri. Aku rela menderita dan mengerahkan upaya untuk pekerjaan yang menjadi tanggung jawabku, tetapi itu untuk melindungi status dan citraku di mata orang lain. Aku ingin dikagumi karena terlihat menderita dan bekerja keras, untuk mendapatkan pujian orang dan tempat di hati mereka. Karena kasih karunia Tuhan-lah aku bisa melayani sebagai pemimpin dan mendapat kesempatan untuk mengasah diri. Para pemimpin bertanggung jawab atas keseluruhan pekerjaan gereja, dan ada banyak masalah, kesulitan dan persoalan yang harus diselesaikan. Itu mengharuskan banyak mencari kebenaran dan prinsip. Mereka mungkin melakukan kesalahan dalam pekerjaan dan mereka bisa saja dipangkas, tetapi melalui peninjauan, koreksi, dan perenungan terus-menerus, mereka akan mendapatkan banyak. Semua itu adalah pengetahuan praktis, entah itu tentang watak benar Tuhan atau watak rusak mereka sendiri. Tuhan memampukan orang untuk memperoleh kebenaran melalui pelaksanaan tugasnya, tetapi aku tidak memikirkan kehendak Tuhan ataupun menganggap serius tugasku. Aku memperlakukan tugas seperti sebuah ketidaknyamanan, sehingga kehilangan kesempatan untuk memperoleh kebenaran. Dalam tugas yang begitu penting, tidak bertanggung jawab atau bekerja sama dengan orang lain, dan tak berperan dalam pengambilan keputusan dan pengawasan atau pembatasan, bagaimana aku bisa disebut benar-benar melakukan tugasku? Aku mengelabui dan menipu Tuhan. Aku melakukan kejahatan!

Kemudian, aku membaca satu bagian dari firman Tuhan: "Bagi semua orang yang melaksanakan tugas, sedalam atau sedangkal apa pun pemahaman mereka akan kebenaran, cara paling sederhana untuk masuk ke dalam kenyataan kebenaran adalah dengan memikirkan kepentingan rumah Tuhan dalam segala sesuatu, dan melepaskan keinginan mereka yang egois, niat pribadi, motif, kesombongan, dan status mereka. Prioritaskan kepentingan rumah Tuhan—inilah setidaknya yang harus orang lakukan. Jika seseorang yang melaksanakan tugas bahkan tak mampu berbuat sebanyak ini, lalu bagaimana mungkin dia bisa disebut melaksanakan tugasnya? Itu bukanlah melaksanakan tugas. Engkau harus terlebih dahulu memikirkan kepentingan rumah Tuhan, mempertimbangkan maksud-maksud Tuhan, dan mempertimbangkan pekerjaan gereja. Menempatkan hal-hal ini sebagai yang pertama dan terutama; baru setelah itulah engkau dapat memikirkan tentang stabilitas statusmu atau tentang bagaimana orang lain memandangmu. Bukankah engkau semua akan merasa bahwa akan menjadi sedikit lebih mudah apabila engkau membaginya menjadi kedua langkah ini dan melakukan beberapa kompromi? Jika engkau menerapkan hal ini selama beberapa waktu, engkau akan mulai merasa bahwa memuaskan Tuhan bukan hal yang sesulit itu. Selain itu, engkau harus mampu memenuhi tanggung jawabmu, melaksanakan kewajiban dan tugasmu, dan mengesampingkan keinginanmu yang egois, niat dan motifmu; engkau harus terlebih dahulu memikirkan maksud-maksud Tuhan, dan kepentingan rumah Tuhan, pekerjaan gereja, dan tugas yang harus kaulaksanakan. Setelah mengalami hal ini selama beberapa waktu, engkau akan merasa bahwa ini adalah cara yang baik dalam bertindak. Ini berarti menjalani hidup dengan jujur dan tulus, dan tidak menjadi orang yang hina dan jahat; ini berarti hidup secara adil dan terhormat, bukan hidup dengan tercela, hina dan tidak berguna. Engkau akan merasa bahwa inilah cara orang seharusnya bertindak dan citra diri yang seharusnya mereka jalani. Lambat laun, keinginanmu untuk memuaskan kepentinganmu sendiri akan berkurang" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Kebebasan dan Kemerdekaan Hanya Dapat Diperoleh dengan Menyingkirkan Watak yang Rusak"). Firman Tuhan memberiku jalan penerapan. Kepentingan gereja harus didahulukan dalam tugas kita. Kita harus menerima pemeriksaan Tuhan dan berfokus mencari kebenaran, mengesampingkan reputasi, status, dan kepentingan pribadi kita, serta melindungi pekerjaan gereja dalam segala hal. Inilah satu-satunya cara untuk bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan dan hidup secara terbuka dan terhormat. Aku selalu berpikir bahwa berpartisipasi dalam pengambilan keputusan untuk pekerjaan gereja akan menunda pekerjaanku sendiri, tetapi itu pandangan yang absurd. Sebenarnya, asalkan kita berfokus mencari prinsip-prinsip kebenaran, mempertahankan rasa prioritas, dan mengurus tugas-tugas penting, maka pekerjaan tak akan tertunda. Dan dengan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, kita akan memahami lebih banyak prinsip, menguntungkan tugasmu dan dirimu sendiri. Rumah Tuhan mengatur setiap gereja untuk memilih beberapa pemimpin untuk bersama-sama bertanggung jawab atas pekerjaan gereja sehingga setiap orang dapat saling melengkapi, mengawasi dan membatasi. Terutama dalam beberapa masalah rumit di mana mereka bertindak sebagai pengambil keputusan, ini dapat mencegah kerugian pekerjaan gereja sebagai akibat dari pengambilan keputusan yang sewenang-wenang dan kurangnya wawasan, tetapi aku bersikap ceroboh dan lalai dalam tugas yang begitu penting. Aku benar-benar tidak layak dipercaya, dan aku pantas diberhentikan dan disingkirkan. Ketika aku mengetahui hal ini, aku bertekad bahwa kelak, apakah suatu pekerjaan adalah tanggung jawab utamaku atau bukan, jika itu adalah pekerjaan gereja atau melibatkan kepentingannya, itu adalah tanggung jawab dan tugasku, dan aku harus melakukan yang terbaik untuk melindungi pekerjaan gereja.

Belakangan, aku dipilih sebagai pemimpin untuk gereja lain. Aku tahu bahwa ini adalah peninggian Tuhan. Aku egois dan hina, tetapi gereja masih mengizinkanku untuk melakukan tugas yang begitu penting. Aku berjanji akan melakukannya dengan benar, bahwa aku tak akan bersikap egois hanya memikirkan pekerjaanku sendiri. Aku adalah salah satu dari tiga pemimpin di gereja itu, dan masing-masing bertanggung jawab atas satu bagian pekerjaan. Aku melihat banyak hal dalam pekerjaan yang menjadi tanggung jawabku yang tidak kupahami, yang membutuhkan waktu dan upaya untuk belajar. Setiap hari jadwal kerjaku penuh, dan terkadang merasa tak punya cukup waktu. Suatu hari, seorang saudari yang bekerja bersamaku menemuiku dan berkata dia ingin aku membantunya menangani beberapa masalah. Kupikir, "Beberapa hari sebelumnya, seorang pemimpin tingkat atas meninjau pekerjaanku dan mengatakan ada banyak hal yang belum kulakukan dengan benar. Waktuku sangat berharga. Jika aku pergi dan membantunya dan pekerjaanku tertunda, serta membuatku tidak mendapatkan hasil, apa yang akan pemimpin itu pikirkan tentang diriku? Apakah dia akan mengatakan aku tidak cakap dan tidak mampu melakukan pekerjaan nyata? Akankah aku diberhentikan lagi?" Dengan pemikiran itu, aku menyadari bahwa aku sedang kembali memikirkan reputasi dan statusku, bahwa pekerjaan gereja adalah keseluruhan dan aku tidak boleh memisahkannya. Jika aku hanya mengurus tanggung jawabku sendiri dan mengabaikan yang lainnya, bukankah itu egois dan hina, dan melindungi kepentinganku sendiri? Aku tidak boleh melakukan hal itu. Aku harus mengesampingkan kepentinganku sendiri dan bekerja sama dengan saudari ini untuk menyelesaikan masalah gereja. Jadi, aku setuju untuk membantunya menangani masalah-masalah itu. Ketika aku melakukannya, aku merasa damai dan merasakan kebebasan yang berasal dari menerapkan kebenaran. Meskipun diberhentikan sangat menyakitkan bagiku, itu juga memberiku pelajaran berharga. Itu memberiku pemahaman praktis tentang watak benar Tuhan yang tidak menoleransi pelanggaran. Selain itu, aku agak mengoreksi pandanganku yang keliru dan sikapku yang sembrono terhadap tugasku. Aku bersyukur kepada Tuhan karena menyelamatkanku.

Sebelumnya: Belajar dari Kritik

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait