Kesulitan Tidak Dapat Menghalangiku untuk Melakukan Tugasku

20 Januari 2022

Oleh Saudari Yan Ping, Tiongkok

Aku ingat ini terjadi tepat setelah aku terpilih menjadi pemimpin gereja. Pada waktu itu, PKT baru saja meluncurkan babak baru penangkapan massal terhadap jemaat Gereja Tuhan Yang Mahakuasa. Mau tak mau, aku merasa sedikit khawatir—dengan keadaan yang buruk seperti itu, jika aku pergi ke pertemuan di berbagai tempat setiap hari, kemungkinan besar aku bisa ditangkap polisi. Jika ditangkap, aku pasti akan mengalami siksaan dan kekejaman. Sejak kecil tubuhku lemah dan tidak pernah harus menanggung penderitaan apa pun, jadi bagaimana mungkin aku bisa menanggung siksaan? Memikirkan semua ini membuatku merasa takut dan tidak mau menerima tugas itu. Namun, ketika teringat tentang bagaimana saudara-saudariku telah memilihku menjadi pemimpin, dan betapa ini menunjukkan kepercayaan mereka kepadaku, rasanya tidak benar jika aku tidak menerima amanat ini hanya karena aku merasa takut. Jadi, dengan diplomatis aku menjawab: "Apakah aku benar-benar mampu melakukan tugas ini? Aku belum pernah memegang posisi kepemimpinan sebelumnya, jika aku menghadapi masalah tertentu yang tak mampu kuselesaikan, bukankah aku akan menunda pekerjaan Gereja?" Pemimpin itu menjawabku dalam persekutuan, "Tugas-tugas yang diberikan kepada kita merupakan kesempatan untuk melatih diri kita sendiri. Cobalah lakukan semaksimal mungkin." Setelah mendengar persekutuan pemimpin, aku menerima tugas itu. Namun, segera setelah itu, pesan mulai berdatangan satu per satu dari pemimpinku, memberitahuku bahwa rekan sekerjaku Saudari Li dan Saudari Wu serta beberapa jemaat lainnya telah ditangkap, bersama enam pemimpin dan rekan-rekan sekerja dari gereja lain, dan meminta agar kami semua tetap berjaga-jaga dan waspada. Aku langsung merasa panik, bagaimana mungkin begitu banyak saudara-saudari telah ditangkap? Aku menyadari bahwa aku baru saja bertemu Saudari Li beberapa hari yang lalu, apakah polisi juga sedang mengawasiku? Jika mereka mulai memantauku, hanya masalah waktu sebelum aku tertangkap, karena ada kamera CCTV di mana-mana. Melakukan tugasku dalam keadaan semacam ini benar-benar berbahaya … aku benar-benar takut setiap kali memikirkannya. Aku takut bahwa suatu hari aku tiba-tiba ditangkap saat bekerja. Di luarnya, sepertinya aku sedang melakukan tugasku, tetapi aku tak mampu melakukan tugasku dengan sungguh-sungguh, dan aku jarang merenung untuk memikirkan cara terbaik untuk melakukan tugasku. Terkadang, ketika saudara-saudari datang kepadaku dengan masalah, aku bahkan tidak berminat untuk membantu.

Tak lama kemudian, aku mendapat pesan lain dari pemimpinku, mengatakan bahwa polisi meminta saudara-saudari yang ditangkap untuk mengidentifikasi jemaat gereja dari setumpuk foto, dan memasang penghalang jalan di persimpangan jalan dan menggeledah isi tas orang. Dia mengingatkan kami untuk lebih berhati-hati setiap kali kami keluar. Mendengar hal ini, aku menjadi makin khawatir. Tampaknya polisi telah mengumpulkan banyak informasi tentang saudara-saudariku. Apakah kami telah difoto saat terakhir kali pergi untuk bertemu dengan Saudari Li? Jika itu telah difoto, maka polisi pasti akan mengetahui bahwa akulah yang memimpin pekerjaan gereja saat mereka melihatku di seluruh rekaman CCTV. Jika aku benar-benar ditangkap, mereka pasti akan menyiksaku untuk memberikan pengakuan! Pulang dengan mengendarai skuter listrikku, aku merasa tegang dan gelisah di sepanjang perjalanan—pesan pemimpin telah membuat suasana hatiku terasa sangat berat. Meskipun sudah larut malam, aku tidak berani melepas kacamata hitamku. Aku tidak akan mengambil risiko terekam kamera CCTV dan ditangkap sewaktu-waktu oleh polisi. Pemikiran yang sangat egois muncul di benakku pada saat itu. Kupikir, "Mungkin aku bisa bernegosiasi dengan pemimpinku, dan meminta saudari yang lebih tua itu untuk melakukan pekerjaanku. Dia sudah berusia lima puluhan—sekalipun dia ditangkap, polisi mungkin tidak akan menggunakan taktik penyiksaan terhadapnya." Namun, aku segera menyadari betapa egoisnya ide ini. Karena aku takut ditangkap dan disiksa serta merasa situasinya berbahaya, aku ingin menyerahkan pekerjaan itu kepada saudariku yang lebih tua. Betapa buruk dan hinanya diriku! Namun, pada saat yang sama, mau tidak mau aku merasa sedikit gugup dan takut. Sering kali terbayang gambaran-gambaran ini di benakku tentang saudara-saudari yang disiksa. Aku makin merasa takut saat memikirkan hal ini dan hanya bisa mengeluh dalam hati: "Mengapa mereka membuatku melakukan pekerjaan berbahaya semacam itu? Bagaimana jika aku ditangkap, lalu apa yang akan terjadi? Aku masih sangat muda, akankah aku harus menghadapi siksaan dikurung di penjara untuk menderita selama sisa tahun hidupku?" Aku merasa sangat gelisah dan takut, jadi aku berdoa kepada Tuhan, memberi tahu Dia tentang keadaanku: "Ya, Tuhan Yang Mahakuasa! aku terus-menerus merasa takut akan ditangkap dan dipenjara, serta disiksa. Aku tak mampu menenangkan hatiku saat melakukan tugasku dan bahkan ingin menyerahkan tugasku kepada orang lain, dan aku selalu dengan egois memikirkan dagingku sendiri. Aku tidak ingin menjalani hidup dalam ketakutan dan keseganan. Aku tidak mau ditipu oleh Iblis. Ya Tuhan, aku berdoa agar Engkau mencerahkanku dan memampukanku memahami kehendak-Mu. Aku juga memohon agar Engkau memberiku kekuatan agar aku dapat berdiri teguh dalam situasi yang sulit ini."

Saat itu, aku teringat sebuah lagu pujian firman Tuhan yang berjudul "Teladanilah Tuhan Yesus." "Dalam perjalanan menuju Yerusalem, Yesus merasakan kesakitan, seolah-olah pisau sedang ditusuk dan dipelintir di jantung-Nya, namun Dia tidak memiliki niat sedikit pun untuk mengingkari perkataan-Nya; selalu ada kekuatan dahsyat yang mendorong-Nya menuju ke tempat Dia akan disalibkan. Akhirnya, Dia dipaku di kayu salib dan menjadi serupa dengan daging yang berdosa, menyelesaikan pekerjaan penebusan umat manusia. Dia melepaskan belenggu kematian dan alam maut. Di hadapan-Nya, kematian, neraka, dan alam maut kehilangan kuasa mereka, dan ditaklukkan oleh-Nya. Dia hidup selama tiga puluh tiga tahun, dan selama itu Dia selalu melakukan yang terbaik untuk memenuhi kehendak Tuhan sesuai dengan pekerjaan Tuhan pada saat itu, tidak pernah memikirkan keuntungan atau kerugian pribadi-Nya sendiri, dan selalu memikirkan kehendak Bapa. Karena pelayanan-Nya di hadapan Tuhan selaras dengan kehendak Tuhan, Tuhan meletakkan beban berat untuk menebus semua umat manusia di kedua bahu-Nya dan membuat-Nya menyelesaikannya, dan Dia layak serta berhak untuk menyelesaikan tugas penting ini. Di sepanjang hidup-Nya, Dia menanggung penderitaan yang tak terkira bagi Tuhan, dan Dia dicobai oleh Iblis berkali-kali, tetapi Dia tidak pernah tawar hati. Tuhan memberi-Nya tugas yang sedemikian besar karena Dia memercayai-Nya, dan mengasihi-Nya. Jika, seperti Yesus, engkau semua mampu memberikan kepedulian penuh pada beban Tuhan dan menyangkali dagingmu, Tuhan akan memercayakan tugas penting-Nya kepadamu, sehingga engkau semua akan memenuhi persyaratan melayani Tuhan. Hanya dalam keadaan seperti itulah engkau semua akan berani berkata bahwa engkau semua sedang melakukan kehendak Tuhan dan menyelesaikan amanat-Nya, dan baru pada saat itulah engkau semua akan berani mengatakan bahwa engkau semua benar-benar melayani Tuhan" (Ikuti Anak Domba dan Nyanyikan Lagu Baru). Aku benar-benar tersentuh saat menyanyikan lagu ini. Menghadapi rasa sakit dan penderitaan dari penyaliban, Tuhan Yesus tidak menunjukkan tanda-tanda penyesalan atau mundur meskipun daging-Nya lemah. Sebaliknya, Dia berjalan dengan teguh menuju salib, menanggung semua penderitaan untuk menjadi korban penghapus dosa, dan menebus seluruh umat manusia dari cengkeraman Iblis, kasih Tuhan bagi umat manusia begitu besar. Dan sebaliknya, bagaimana caraku memperlakukan Tuhan? Dalam melaksanakan amanat Tuhan, aku hanya memikirkan keselamatan pribadiku sendiri, dan selalu takut ditangkap, dipenjara, dan disiksa. Aku hidup dalam keseganan dan ketakutan, dan hanya melakukan tugasku dengan asal-asalan, tidak pernah mencapai dampak nyata apa pun. Melihat betapa berbahaya situasinya, aku bahkan berpikir untuk menyerahkan tugasku kepada saudariku yang lebih tua. Betapa egois dan hinanya diriku! Dalam masa-masa sulit itu, aku tidak berpikir sedikit pun untuk menjadi saksi bagi Tuhan dan mempermalukan Iblis. Aku hanya memikirkan dagingku sendiri, dan bagaimana melakukan tugasku dengan aman tanpa harus mengalami penderitaan atau berkorban, agar pada akhirnya aku memperoleh keselamatan Tuhan dan menerima berkat-Nya beserta semua yang dijanjikan-Nya. Dalam menghadapi kesulitan, aku ingin melepaskan tugasku demi keselamatan diriku sendiri, dan bahkan bernalar dengan Tuhan dan memberontak terhadap Dia, tetapi menyadari bahwa gagasan yang kumiliki dalam kepercayaanku kepada Tuhan ini bersifat transaksional, aku tak bisa memaksakan diriku untuk mengatakan apa pun. Aku teringat Petrus, yang telah tunduk sepenuhnya kepada Tuhan di tengah-tengah kesulitan. Dia tidak pernah khawatir tentang kesejahteraan dirinya, sebaliknya mengabdikan dirinya untuk memenuhi kehendak Tuhan, dan menghibur hati Tuhan. Akhirnya, dia disalibkan terbalik sebagai kesaksian yang berkumandang bagi Tuhan. Membandingkan tindakanku dengan Petrus, aku merasa malu dan bersalah, jadi aku datang ke hadapan Tuhan dan berdoa kepada-Nya: "Ya Tuhan! Situasi ini telah menyingkapkan keegoisan dan kehinaan diriku. Aku takut masuk penjara dan menderita, dan tidak pernah berpikir bagaimana aku bisa menjadi kesaksian bagi-Mu. Ya Tuhan, aku tidak mau lagi memikirkan keuntungan dan kerugian pribadi. Aku hanya ingin melakukan tugasku untuk memuaskan-Mu. Jika aku benar-benar ditangkap dan dianiaya, aku bersedia untuk tunduk. Aku bersumpah demi hidupku, aku tidak akan menjadi Yudas dan mengkhianati saudara-saudariku dan akan menjadi saksi bagi-Mu." Setelah mengakhiri doaku, aku benar-benar merasa damai dan tenang.

Saat itu, aku teringat bagian firman Tuhan lainnya: "Dari segala sesuatu yang ada di alam semesta, tidak ada satu pun yang mengenainya Aku tidak mengambil keputusan yang terakhir. Apakah ada sesuatu, yang tidak berada di tangan-Ku?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Firman Tuhan kepada Seluruh Alam Semesta, Bab 1"). Semuanya tiba-tiba menjadi jelas. Tentu saja! Meskipun menghadiri pertemuan dan melakukan tugasku setiap hari, aku tidak akan ditangkap kecuali dengan seizin Tuhan. Jika Tuhan telah menetapkan bahwa aku harus mengalami penganiayaan dan kesulitan, maka sekalipun aku bersembunyi di rumah sepanjang hari, aku tetap akan ditangkap. Semuanya berada di tangan Tuhan, jadi aku harus menerima situasi apa pun yang kuhadapi. Aku akan melakukan yang terbaik untuk menerapkan strategi keamanan kami, tetapi dalam hal ditangkap atau tidak, aku rela tunduk pada pengaturan dan penataan Tuhan. Pencerahan dan penerangan yang kuterima dari firman Tuhan memberiku kekuatan dan iman, dan aku segera merasa terbebaskan. Sejak saat itu, ketika pergi ke pertemuan, aku merasa lebih tenang dan makin tidak merasa takut. PKT melanjutkan kampanye penangkapan mereka yang gila-gilaan, tetapi melihat bagaimana firman Tuhan memberi iman kepada saudara-saudariku, memampukan mereka melanjutkan pekerjaan mereka, aku sangat terinspirasi, dan mampu berfokus dan berkorban dalam tugasku. Aku dapat dengan jelas merasakan bahwa Tuhan sedang memimpinku, dan aku mampu menyelesaikan beberapa masalah saudara-saudariku. Pekerjaan gereja juga berjalan dengan normal. Ini menunjukkan kepadaku bahwa sekejam dan sejahat apa pun Iblis, dia tidak akan pernah bisa mengganggu pekerjaan Tuhan. Imanku kepada Tuhan bertumbuh makin kuat.

Kupikir setelah mengalami semua itu, aku mungkin telah mencapai sedikit tingkat pertumbuhan, jadi aku tidak pernah membayangkan bahwa ketika Tuhan kembali mengatur skenario untukku, aku sekali lagi akan sepenuhnya tersingkap.

Bulan Juli lalu, aku menerima pesan dari pemimpinku, mengatakan bahwa Saudari Liu, yang sering berhubungan denganku, telah dibuntuti oleh polisi selama dua hingga tiga bulan terakhir. Dua puluhan lebih saudara-saudari yang telah dihubungi oleh Saudari Liu juga diawasi oleh polisi, dan itu termasuk diriku. Dia juga mengatakan bahwa polisi kemungkinan besar telah memotret tempat pertemuan di mana Saudari Liu menghadiri pertemuan. Karena itu, pemimpin menasihatiku agar aku jangan berhubungan dengan saudara-saudariku. Setelah membaca ini, aku tidak bisa lagi tetap merasa tenang, Kupikir: "Aku cukup sering bertemu Saudari Liu, dan aku bahkan pergi bersepeda dengannya ke daerah tersebut baru-baru ini. Jalan itu dipenuhi dengan kamera CCTV; jika kamera CCTV merekam wajah kami, aku akan berada dalam masalah. PKT menangkap dan menganiaya orang-orang Kristen dengan makin gila-gilaan. Jika aku tertangkap selama masa genting ini, siapa yang tahu siksaan macam apa yang akan diberikan polisi kepadaku. Akankah mereka memukuliku sampai mati?" Makin kupikirkan, makin aku merasa takut dan tidak mampu menenangkan diriku ataupun membaca firman Tuhan. Tak lama kemudian, aku mengetahui bahwa buku-buku firman Tuhan disimpan di apartemen yang disewa Saudari Liu. Jika buku-buku itu tidak segera dipindahkan, polisi akan menemukannya, dan rumah Tuhan akan mengalami kerugian. Namun, aku mengalami konflik batin: lagi pula, polisi sedang berada di tengah kampanye perburuan dan penangkapan orang-orang percaya. Jika aku kebetulan bertemu polisi saat memindahkan buku-buku tersebut, bukankah mereka akan memiliki semua bukti yang mereka butuhkan? Dalam hal ini, interogasinya pasti termasuk penyiksaan, dan bahkan mungkin nyawaku taruhannya. Mempertimbangkan semua ini, aku tidak mau pergi. Namun, aku juga berpikir tentang bagaimana jika aku tidak pergi, apakah aku benar-benar mengabaikan kenyataan bahwa rumah Tuhan akan mengalami kerugian? Aku bergumul dengan pemikiran-pemikiran ini selama beberapa waktu, tetapi tidak mampu mengambil keputusan.

Keesokan harinya, aku melihat satu bagian firman Tuhan. "Para antikristus sangat egois dan kejam. Mereka tidak memiliki iman yang sejati kepada Tuhan, apalagi pengabdian kepada Tuhan; ketika mereka menghadapi masalah, mereka hanya melindungi diri mereka sendiri, mereka hanya memikirkan diri mereka sendiri. Bagi mereka, tidak ada yang lebih penting daripada kelangsungan hidup dan keselamatan mereka sendiri. Mereka tidak peduli seberapa banyak kerugian yang terjadi pada rumah Tuhan—asalkan mereka masih hidup dan tidak ada apa pun yang terjadi pada diri mereka, itulah yang terpenting. Watak orang semacam itu kejam, mereka tidak memikirkan saudara-saudari ataupun rumah Tuhan, mereka hanya memikirkan diri mereka sendiri. Mereka adalah para antikristus. Jadi, jika hal-hal semacam itu menimpa orang-orang yang setia kepada Tuhan dan memiliki iman yang sejati kepada Tuhan, bagaimana mereka menangani hal-hal tersebut? (Mereka akan memikirkan cara apa pun untuk melindungi kepentingan rumah Tuhan, untuk melindungi persembahan rumah Tuhan dari kerugian, dan akan membuat pengaturan yang diperlukan untuk saudara-saudari. Sebaliknya, hal pertama yang para antikristus lakukan adalah melindungi diri mereka sendiri dan mengabaikan pekerjaan rumah Tuhan. Jadi, ketika si naga merah yang sangat besar melakukan penangkapan, kerusakan pada gereja-gereja sangat menyedihkan.) Yang para antrikristus lakukan sama saja dengan menyerahkan pekerjaan dan persembahan rumah Tuhan kepada si naga merah yang sangat besar, itu adalah pengkhianatan dalam bentuk lain—dan mereka tidak peduli. Orang-orang yang setia kepada Tuhan tahu dengan jelas bahwa akan ada risiko, dan bersedia menanggung risiko tersebut untuk menangani buntut peristiwa yang terjadi dan meminimalkan kerugian rumah Tuhan sebelum mereka sendiri mengungsi. Mereka tidak mengutamakan keselamatan diri mereka sendiri. Bagaimana menurutmu: mungkinkah orang bahkan tidak peduli sedikit pun terhadap keselamatan diri mereka sendiri? Siapa yang tidak tahu akan bahaya lingkungan mereka? Namun, engkau harus mengambil risiko untuk melakukan tugasmu. Ini adalah tanggung jawabmu. Engkau tidak boleh mengutamakan keselamatan pribadimu sendiri. Pekerjaan rumah Tuhan dan apa yang Tuhan percayakan kepadamu adalah yang terpenting, dan itu menjadi prioritas di atas segalanya. Para antikristus menjadikan keselamatan pribadi mereka sebagai prioritas utama; mereka percaya bahwa hal lain tidak ada kaitannya dengan mereka. Mereka tidak peduli jika sesuatu terjadi pada orang lain, siapa pun itu. Asalkan tidak ada hal buruk yang terjadi pada antikristus itu sendiri, mereka merasa tenang. Mereka tidak memiliki loyalitas. Inilah esensi antikristus" ("Mereka Melakukan Tugas Mereka Hanya untuk Membedakan Diri Mereka Sendiri ... (Bagian Dua)" dalam "Menyingkapkan Antikristus"). Bagian firman Tuhan ini benar-benar menusuk hatiku. Watak antikristus adalah jahat serta sangat egois dan hina. Jika menyangkut keselamatan pribadinya, mereka lebih suka pekerjaan rumah Tuhan mengalami kerugian daripada menempatkan diri mereka dalam bahaya. Mereka tidak memiliki hati nurani atau nalar sedikit pun, mereka juga sama sekali tidak memiliki kesetiaan kepada Tuhan. Adapun aku, ketika menghadapi bahaya, aku hanya selalu berpikir tentang bagaimana melindungi diriku sendiri dan bagaimana menghindari risiko. Ketika mendengar bahwa buku-buku firman Tuhan itu masih berada di apartemen, aku tahu betul bahwa jika aku tidak memindahkannya, buku-buku itu mungkin akan disita oleh polisi dan rumah Tuhan akan mengalami kerugian. Seharusnya aku mengutamakan kepentingan rumah Tuhan dan segera memindahkan buku-buku tersebut, tetapi aku takut jika memperlihatkan wajahku, aku akan ditangkap oleh polisi dan mengalami siksaan, dan bahkan mungkin berisiko kehilangan nyawa, jadi aku tidak mau pergi. Bukankah berarti aku menyerahkan buku-buku firman Tuhan itu begitu saja kepada polisi? Apa pun situasinya, aku selalu mengutamakan keselamatan diriku sendiri dan tidak terlalu memperhatikan kepentingan rumah Tuhan. Aku ingin mencari aman dalam tugasku, tetapi dengan melakukan itu, aku sedang mengkhianati kepentingan rumah Tuhan. Betapa tidak manusiawinya diriku! Meskipun, di luarnya, sepertinya aku tidak sama berdosanya seperti antikristus, watakku tidak ada bedanya dengan watak antikristus. Aku egois, hina dan bertindak hanya untuk kepentingan diriku sendiri. Jika aku tidak bertobat, aku pasti akan terkena murka dan penolakan Tuhan. Orang yang benar-benar percaya dan setia kepada Tuhan tidak memikirkan keselamatan pribadi mereka. Di saat-saat genting, mereka mengabaikan kepentingan pribadi dan melindungi kepentingan rumah Tuhan. Mereka sehati sepikir dengan Tuhan. Saat itulah aku tahu dengan pasti bahwa aku harus meninggalkan watak jahatku, dan betapapun berbahaya situasinya, atau sebanyak apa pun kesulitan yang mungkin kuhadapi, aku harus siap mempertaruhkan segalanya demi melindungi kepentingan rumah Tuhan. Aku bersedia menaruh imanku kepada Tuhan dan memindahkan buku-buku itu untuk mengurangi kerugian sebanyak mungkin. Setelah itu, doaku terus berputar di sekitar masalah ini, dan aku juga memohon kepada Tuhan untuk memberiku iman dan melepaskanku dari semua rasa segan dan takut. Aku teringat film yang kutonton dua hari sebelumnya yang berjudul Bekas Luka Abadi. Sang tokoh utama mengalami penangkapan dan penganiayaan oleh PKT sejak usia 13 tahun. Selama 28 tahun, dia ditangkap tiga kali dan menjadi sasaran berbagai macam penganiayaan. Namun, betapapun menyakitkan dan sulitnya hal itu dan bahkan ketika hidupnya dipertaruhkan, dia mengandalkan firman Tuhan untuk berdiri teguh di setiap langkah, dan akhirnya mengalahkan Iblis dan menjadi saksi. Bahkan, setelah keluar dari penjara, dia terus melaksanakan tugasnya sebagai makhluk ciptaan. Aku juga teringat kepada banyak saudara-saudari yang telah ditangkap, disiksa, dan dicuci otaknya oleh PKT, dan bagaimana mereka memakai firman Tuhan untuk mengatasi paksaan dan penganiayaan Iblis. Aku menyadari bahwa sejahat dan sekejam apa pun Iblis, asalkan kita bisa dengan tulus mengandalkan Tuhan dan dibimbing oleh firman Tuhan, kita dapat mengalahkan Iblis dan menjadi saksi. Semua ini sangat membesarkan hati dan membantu memperbarui imanku–aku tidak lagi merasa takut.

Setelah itu, aku juga merenungkan diriku sendiri: Alasan mengapa aku sangat tidak mau menerima tugas berbahaya semacam ini, adalah karena aku takut disiksa oleh polisi. Aku tidak mau mengalami penderitaan, apalagi mati. Saat itu, aku teringat satu bagian firman Tuhan: "Jalan yang ditempuh Tuhan dalam memimpin kita bukanlah jalan yang lurus, melainkan jalan berliku yang penuh lubang; lebih lanjut Tuhan mengatakan bahwa semakin berbatu-batu suatu jalan, semakin jalan itu dapat menyingkapkan hati kita yang penuh kasih. Namun tak seorang pun dari kita bisa membuka jalan seperti itu. Dalam pengalaman-Ku, Aku telah menempuh banyak jalan berbatu dan berbahaya, dan Aku telah menanggung penderitaan yang besar; terkadang Aku benar-benar dirundung kesedihan hingga Aku ingin menjerit, meskipun demikian Aku telah menempuh jalan ini sampai pada hari ini. Aku percaya bahwa ini adalah jalan yang dipimpin oleh Tuhan, karena itu Aku menanggung siksaan dari semua penderitaan itu dan terus maju. Karena inilah yang telah Tuhan tetapkan, jadi siapakah yang dapat menghindarinya? Aku tidak meminta untuk menerima berkat apa pun; yang Kuminta hanyalah agar Aku bisa menempuh jalan yang seharusnya Kutempuh sesuai dengan kehendak Tuhan. Aku tidak berusaha untuk meniru orang lain, menempuh jalan yang mereka tempuh; yang Kuusahakan hanyalah agar Aku bisa memenuhi pengabdian-Ku untuk menempuh jalan yang telah ditetapkan bagi-Ku sampai akhir. ... Besarnya penderitaan yang harus ditanggung seseorang dan jarak yang harus mereka tempuh di jalan mereka, semua itu ditetapkan oleh Tuhan, dan sesungguhnya tak seorang pun dapat membantu orang lain" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Jalan ... (6)"). Aku juga teringat firman Tuhan menyatakan: "Karena barangsiapa ingin menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangannya, namun barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan mendapatkannya" (Matius 16:25). Saat itulah aku menyadari, nasib setiap orang berada di tangan Tuhan, begitu pula hidup dan matinya. Entah aku akan ditangkap dan dijebloskan ke penjara atau disiksa, semuanya terserah Tuhan. Aku harus tunduk sepenuhnya. Sama seperti dalam kisah pencobaan Iblis terhadap Ayub, harta Ayub dirampas, anak-anaknya dibunuh dan sekujur tubuhnya dipenuhi bisul yang parah. Tuhan tidak mengizinkan Iblis mengambil nyawa Ayub, jadi Iblis tidak berani menentang Dia. Ini adalah otoritas Tuhan. Ayub sadar akan kedaulatan Tuhan, jadi meskipun berada dalam cengkeraman penderitaan yang luar biasa, dia tidak menyalahkan Tuhan dan bahkan berkata: "Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil; terpujilah nama Yahweh" (Ayub 1:21). Pada akhirnya, Ayub benar-benar mempermalukan Iblis dan mendapatkan berkat dua kali lipat dari Tuhan. Sejak Tuhan memulai pekerjaan-Nya, Dia telah menetapkan dan merencanakan siapa yang akan mati demi iman mereka, siapa yang akan dipenjara dan penderitaan macam apa yang harus dialami setiap orang, dan, dalam setiap kasus, maksud baik Tuhan ada di dalamnya. Pada Zaman Kasih Karunia, banyak orang kudus mati saat mengabarkan Injil Tuhan Yesus. Petrus misalnya: dia kelihatannya telah disalibkan, tetapi jiwanya naik ke kerajaan surga dan memperoleh pujian dan berkat kekal Tuhan. Banyak dari saudara-saudari kita yang telah menerima pekerjaan Tuhan pada akhir zaman, telah ditangkap oleh PKT dan mengalami berbagai macam penyiksaan dan perlakuan yang kejam, tetapi mereka tidak menyerah pada Iblis. Setelah keluar dari penjara, mereka terus mengejar kebenaran dan menempuh bahaya untuk melaksanakan tugas mereka, memberi banyak kesaksian yang indah dan berkumandang bagi Tuhan. Mereka semua adalah para pemenang yang telah disempurnakan oleh Tuhan. Daging mereka mungkin telah menderita, tetapi mereka telah memperoleh kebenaran dan menerima pujian dan berkat Tuhan. Namun, ada juga yang setelah ditangkap, takut disiksa, jadi mereka mengkhianati Tuhan dan saudara-saudari mereka dan dipermalukan seperti Yudas. Mereka sangat menyinggung watak Tuhan dan kehilangan keselamatan dari Tuhan selamanya. Beberapa orang juga merasa takut dipenjara, sehingga mereka hidup dalam ketakutan dan tidak berani melaksanakan tugas mereka. Mereka makin terpisah dari Tuhan dan mengkhianati-Nya, serta menjadi lalang dan orang tidak percaya. Sebenarnya, penangkapan dan penganiayaan PKT telah menyingkapkan siapa orang percaya sejati dan siapa orang percaya palsu, menggolongkan setiap orang menurut jenisnya. Dari sini, kita bisa melihat betapa bijaksana dan adilnya Tuhan! Kemudian aku mengerti bahwa memindahkan buku-buku rumah Tuhan adalah cara Tuhan mengujiku untuk melihat apakah aku setia kepada Tuhan dan apakah aku akan menjadi saksi bagi Dia atau tidak. Setelah menyadari hal ini, aku bertekad untuk melakukan yang terbaik dalam melaksanakan tugasku. Jika aku benar-benar ditangkap, aku akan mempertaruhkan segalanya, termasuk hidupku sendiri, untuk menjadi saksi bagi Tuhan, dan tidak akan menyerah pada Iblis meskipun itu berarti kematianku. Aku merasa sangat damai dan tenang. dan bersyukur kepada Tuhan dari lubuk hatiku atas keselamatan, pencerahan, dan bimbingan-Nya, yang telah memampukanku untuk memahami sedikit kebenaran melalui kesulitan-kesulitan ini, dan mengajariku pelajaran yang lebih nyata. Keesokan harinya, aku bangun dan berdoa kepada Tuhan, memohon agar Dia memberiku iman dan keberanian serta mengatakan kepada-Nya bahwa aku bersedia untuk tunduk pada bimbingan-Nya. Hari itu kebetulan sedang hujan; tak seorang pun yang keluar, jadi aku mengambil kesempatan ini untuk menyelinap masuk ke dalam apartemen, dan memindahkan semua buku firman Tuhan dari dalam.

Setelah pengalaman itu, aku merasa sangat bahagia dan tenang. Melewati semua itu telah menyingkapkan dan menyempurnakanku. Ini menyingkapkan betapa egois dan tidak manusiawinya diriku, dan itu menyempurnakan iman dan ketundukanku. Bimbingan firman Tuhan-lah yang memberiku pemahaman baru tentang kemahakuasaan, kedaulatan, dan hikmat Tuhan, dan memampukanku untuk menerapkan kebenaran untuk melindungi kepentingan rumah Tuhan. Aku mungkin tidak tahu skenario apa yang ada kelak, tetapi aku tidak lagi merasa sangat segan dan takut. Aku bersedia tunduk pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan, serta melaksanakan tugas dan tanggung jawabku. Syukur kepada Tuhan karena telah menyelamatkanku!

Jika Tuhan telah membantu Anda, apakah Anda mau belajar firman Tuhan, mendekat kepada Tuhan dan terima berkat Tuhan?

Konten Terkait

Jalan Penginjilan

Aku ingat ketika pertama kali aku belajar untuk memberitakan Injil, aku bertemu dengan Saudara Xu di Hubei, seorang anggota Gereja Great...

Kelahiran Kembali

Oleh Saudara Yang Zheng, Provinsi Heilongjiang Aku dilahirkan dalam keluarga miskin di pedesaan yang pemikirannya terbelakang. Sejak muda...