Melaksanakan Tugasmu dengan Bertanggung Jawab Berarti Memiliki Hati Nurani
Oleh Saudari Song Yu, Belanda Suatu hari pada Juli tahun lalu, Saudari Li melapor kepadaku bahwa pemimpin tim, Saudara Chen, sangat...
Kami menyambut semua pencari yang merindukan penampakan Tuhan!
Pada Desember 2011, saudara-saudari dari beberapa gereja ditangkap satu per satu. Gereja kami mengatur agar Saudari Chen Xi, Saudari Liang Xin, dan aku menangani buntut peristiwa itu secara terpisah. Pada tanggal 25, tepat setelah makan siang, aku menerima telepon. Suara di seberang telepon berbicara dengan sangat mendesak dan berkata, "Li Xin, kabar buruk!" Mendengar perkataan Chen Xi, jantungku berdegup kencang. Dia memberitahuku dengan bahasa isyarat bahwa pada pagi itu, Liang Xin ditangkap polisi, yang juga menyita uang gereja. Chen Xi berkata dia mungkin sedang diikuti, dan memintaku mencari cara untuk menangani buntut peristiwa itu dan segera pergi.
Tubuhku lemas di sofa dan kupikir, "Polisi pasti sudah mengikuti dan memantau kami selama beberapa waktu, dan mereka datang dengan persiapan. Aku tahu ada sebuah tempat, di mana buku-buku dan barang-barang gereja disimpan. Chen Xi dan Liang Xin keduanya pernah ke sana. Aku harus segera memindahkan barang-barang ini ke tempat aman, atau polisi bisa menyitanya setiap saat." Namun kemudian, kupikir, "Tempat itu mungkin telah ditemukan juga oleh polisi, jika aku ke sana sekarang, bukankah aku hanya akan menyerahkan diriku kepada mereka? Jika aku ditangkap, polisi pasti akan menyiksaku. Jika aku tak tahan dengan siksaan dan mengkhianati Tuhan, aku tak akan memiliki kesudahan dan tempat tujuan yang baik, bukan?" Semakin kupikirkan, semakin aku merasa takut. Kupikir mungkin lebih baik aku tidak ke mana-mana dan menunggu keadaan menjadi tenang. Namun, aku merasa sangat gelisah, karena sekarang kepentingan gereja telah dirugikan, aku bertanggung jawab untuk melindunginya. Bagaimana aku bisa membiarkan diriku menjadi pengecut pada saat ini? Aku bingung memilih antara keselamatanku sendiri dan kepentingan gereja, dan aku tak tahu harus berbuat apa. Namun kemudian, aku teringat satu bagian firman Tuhan: "Saat melakukan tugasmu, engkau memikirkan kepentinganmu sendiri, keselamatanmu sendiri, anggota keluargamu. Apa yang pernah kaulakukan yang adalah untuk-Ku? Kapan engkau pernah memikirkan-Ku? Kapan engkau pernah mengabdikan dirimu, berapa pun harganya, untuk-Ku dan pekerjaan-Ku? Mana bukti kesesuaianmu dengan-Ku? Mana kenyataan kesetiaanmu kepada-Ku?" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Engkau Harus Mencari Cara agar Sesuai dengan Kristus"). Firman Tuhan dengan tepat menyingkapkan keadaanku. Menghadapi kemungkinan diriku ditangkap dan dianiaya si naga merah yang sangat besar, yang kupikirkan bukanlah memikirkan maksud Tuhan atau melindungi pekerjaan gereja. Sebaliknya, aku hanya memikirkan kepentinganku sendiri. Aku takut ditangkap dan disiksa, dan yang bahkan lebih kutakutkan penyiksaan itu akan mematahkan pertahananku, aku akan menjadi seorang Yudas, dan dengan demikian aku tak akan pernah mendapatkan kesudahan dan tempat tujuan yang baik. Semua ketakutanku adalah untuk melindungi kepentinganku sendiri. Pada saat genting ini, demi melindungi diriku sendiri, aku mengabaikan kepentingan gereja dan ingin melalaikan tugasku. Aku sangat egois dan hina! Sekejam apa pun polisi itu, mereka tetap berada di tangan Tuhan, dan tanpa seizin Tuhan, mereka tidak bisa mengambil sehelai rambut pun di kepalaku. Dengan pemikiran ini, aku merasa lebih tenang dan lebih tidak takut. Pada saat ini, aku teringat bagaimana Tuhan Yesus disalibkan untuk menyelesaikan pekerjaan penebusan bagi semua manusia. Mengapa Tuhan Yesus mampu dengan tak tergoyahkan menyerahkan nyawa-Nya untuk melaksanakan amanat Tuhan? Aku membaca bagian yang relevan dari firman Tuhan, yang berkata: "Yesus mampu menuntaskan amanat Tuhan—pekerjaan penebusan seluruh umat manusia—karena Dia memperhatikan maksud-maksud Tuhan, tanpa membuat rencana dan pengaturan apa pun bagi diri-Nya sendiri. Jadi, Dia juga adalah sahabat karib Tuhan—Tuhan itu sendiri—sesuatu yang engkau semua pahami dengan sangat baik. (Sebenarnya, Dia adalah Tuhan itu sendiri yang tentang-Nya Tuhan memberi kesaksian. Aku menyinggungnya di sini untuk menggunakan kenyataan tentang Yesus guna mengilustrasikan perkara tersebut.) Dia mampu menempatkan rencana pengelolaan Tuhan sebagai pusatnya, dan senantiasa berdoa kepada Bapa Surgawi serta mencari kehendak Bapa Surgawi. Dia berdoa, dan berkata: 'Bapa! Selesaikanlah apa yang menjadi kehendak-Mu, dan bertindaklah bukan menurut keinginan-Ku tetapi menurut rencana-Mu. Manusia mungkin lemah, tetapi mengapa Engkau harus peduli terhadapnya? Bagaimana bisa manusia layak Engkau pedulikan, manusia yang seperti seekor semut di tangan-Mu? Dalam hati-Ku, Aku hanya ingin menyelesaikan kehendak-Mu, dan Aku ingin agar Engkau bisa melakukan apa yang akan Engkau lakukan di dalam-Ku sesuai dengan keinginan-Mu sendiri.' Dalam perjalanan menuju Yerusalem, Yesus merasakan kesakitan, seolah-olah pisau sedang dipelintir di jantung-Nya, namun Dia tidak memiliki niat sedikit pun untuk mengingkari perkataan-Nya; selalu ada kekuatan dahsyat yang mendorong-Nya menuju ke tempat Dia akan disalibkan. Akhirnya, Dia dipaku di kayu salib dan menjadi keserupaan dengan daging yang berdosa, menyelesaikan pekerjaan penebusan umat manusia. Dia melampaui belenggu kematian dan alam maut. Di hadapan-Nya, kematian, neraka, dan alam maut kehilangan kuasa mereka, dan ditaklukkan oleh-Nya" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Bagaimana Melayani dalam Keselarasan dengan Maksud-Maksud Tuhan"). Setelah membaca bagian firman Tuhan ini, aku sangat tersentuh. Untuk menebus umat manusia, yang hidup di bawah wilayah kuasa Iblis, Tuhan Yesus membiarkan diri-Nya disalibkan dan menjadi korban penghapus dosa bagi umat manusia, menanggung begitu banyak penderitaan dan penghinaan. Dia memprioritaskan diri untuk melaksanakan amanat Tuhan di atas segalanya, tanpa syarat atau alasan, dan tanpa memikirkan keuntungan atau kerugian bagi diri-Nya. Sedangkan aku, ketika tugas datang kepadaku, aku tidak berusaha memikirkan maksud Tuhan atau memenuhi tanggung jawabku. Aku hanya memikirkan keselamatan dan tempat tujuan akhirku sendiri. Pada saat itu, aku malu akan diriku sendiri, dan merasa sangat menyesal dan berutang kepada Tuhan. Aku segera berlutut dan berdoa kepada Tuhan untuk bertobat.
Pada saat itu, aku teringat sebuah lagu pujian firman Tuhan, yang sering kunyanyikan. Lagu ini adalah doa Petrus ketika dia berada dalam penyiksaan yang luar biasa selama ujiannya.
Aku Ingin Mempersembahkan Seluruh Hidupku kepada Tuhan
1 ... Engkau tahu apa yang dapat kulakukan, dan Engkau lebih tahu peran apa yang dapat kumainkan. Aku ingin tunduk sepenuhnya pada pengaturan-Mu, dan aku akan mempersembahkan segala yang kumiliki kepada-Mu.
2 Hanya Engkau yang tahu apa yang dapat kulakukan untuk-Mu. Walaupun Iblis sering kali memperdayaku dan aku memberontak terhadap-Mu, aku percaya Engkau tidak mengingatku karena pelanggaran-pelanggaran itu, dan Engkau tidak memperlakukanku berdasarkan pelanggaran-pelanggaran itu. Aku ingin mempersembahkan seluruh hidupku kepada-Mu. Aku tidak meminta apa pun, dan tidak memiliki harapan atau rencana lain; aku hanya ingin bertindak sesuai dengan maksud-Mu dan mengikuti kehendak-Mu. Aku akan minum dari cawan-Mu yang pahit, dan aku siap menjalankan perintah-Mu.
—Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Cara Petrus Mengenal Yesus"
Doa Petrus menyentuh dan menginspirasiku. Memang, Tuhan mengetahui tingkat pertumbuhanku dan tugas apa yang mampu kulaksanakan, dan karena tugas ini telah datang kepadaku, aku tahu bahwa aku harus melaksanakannya tanpa keraguan. Pada saat inilah, aku membulatkan tekadku untuk mengesampingkan kepentingan pribadiku dan memikirkan maksud Tuhan. Keesokan harinya, aku bergegas untuk memindahkan buku-buku dan barang-barang itu. Pada waktu itu, aku merasa sangat khawatir. Aku takut ada yang tidak beres di jalan, jadi aku terus berdoa kepada Tuhan. Aku teringat firman Tuhan: "Jangan takut, Tuhan Yang Mahakuasa atas alam semesta pasti akan menyertaimu; Dia berdiri di belakang engkau semua dan Dia adalah perisaimu" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 26"). Firman Tuhan ini segera memberiku keyakinan. Aku sepenuhnya berada di tangan Tuhan, dan terserah Tuhan apakah akan ada bahaya di jalan atau tidak. Pekerjaanku adalah menyelesaikan tugasku dengan kemampuan terbaikku dan melakukan apa yang kubisa. Dengan Tuhan yang mendukungku, tidak ada yang perlu kutakutkan. Kemudian, ketika buku-buku dan barang-barang itu dipindahkan ke tempat yang aman, hatiku akhirnya merasa tenang.
Setahun kemudian, pada Desember 2012, Injil tersebar luas, dan banyak orang di seluruh negeri menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa. Partai Komunis sangat marah. Mereka menggunakan corong medianya untuk menyerang dan memfitnah Gereja Tuhan Yang Mahakuasa, dan dengan gila-gilaan menekan dan menangkap saudara-saudari. Di kota tempatku tinggal, lebih dari sepuluh saudara-saudari ditangkap. Suatu hari, ketika aku berada di luar kota untuk menghadiri pertemuan, tiba-tiba aku menerima telepon dari Saudari Tian Hui. Dia berkata dengan sangat gugup, "Kabar buruk, sesuatu terjadi ...." Aku menyadari dia mungkin tidak bisa memberitahuku dengan jelas melalui telepon, jadi aku menutup telepon dan segera pulang. Setelah bertemu Tian Hui, aku mengetahui bahwa polisi sedang mencari dua saudari yang sedang mengabarkan Injil. Polisi telah menempelkan pemberitahuan untuk menangkap mereka di papan propaganda, tiang telepon, dan pintu gerbang pabrik, dan di semua jalan. Mereka juga menggunakan foto kedua saudari itu untuk memeriksa kendaraan yang lewat dan pejalan kaki satu per satu di persimpangan kota. Tian Hui memberitahuku bahwa saudara-saudari telah membantu kedua saudari ini menemukan tempat persembunyian sementara. Namun, banyak anggota keluarga dari saudara-saudari kami yang mendengar berita bahwa pemerintah sedang meningkatkan penangkapan terhadap orang-orang percaya, dan mereka sangat khawatir anggota keluarga mereka juga akan ditangkap, jadi mereka menahan saudara-saudari itu di rumah dan tidak mengizinkan mereka keluar rumah untuk menghadiri pertemuan. Aku dan Tian Hui mendiskusikan apa yang harus dilakukan, dan kami memutuskan untuk menyirami dan menyokong saudara-saudari secara terpisah, sehingga semua orang dapat memahami kebenaran, tidak dikekang oleh kekuatan gelap si naga merah yang sangat besar, dan dapat berdiri teguh dalam lingkungan semacam itu.
Suatu hari, aku pergi untuk menyokong seorang saudari, dan ketika persekutuan kami selesai, hari sudah lewat tengah malam. Aku berjalan sendirian di jalanan yang sunyi dan sepi, berpikir dalam hatiku, "Aku telah menyokong saudari ini hingga larut malam, dan masih banyak saudara-saudari yang harus disirami dan disokong. Saat ini lingkungan begitu keras, jadi jika aku terus berpindah dari rumah ke rumah seperti ini dan aku tertangkap, aku tidak tahu penyiksaan macam apa yang akan digunakan polisi terhadapku. Akankah Partai Komunis memukuliku sampai mati karena mereka membenci orang-orang yang percaya kepada Tuhan? Jika aku dipukuli sampai mati, aku tak akan bisa melihat keindahan kerajaan, bukan? Melaksanakan tugas ini terlalu berbahaya! Tak seorang pun yang secara jelas mengatur agar aku menyokong saudara-saudariku sekarang ini, jadi untuk apa aku mengambil risiko ini?" Semakin kupikirkan, semakin aku merasa ketakutan. Sesampainya di rumah, aku menerima surat dari seorang saudari. Dia dan puluhan saudara-saudari telah ditangkap karena memberitakan Injil. Dia baru saja dibebaskan. Dia mengatakan dalam surat itu bahwa saudara-saudari di penjara berpesan kepada kami agar tidak mengkhawatirkan mereka. Meskipun mereka ditangkap, dipenjara, dan menderita kesukaran, mereka merasa adalah suatu kehormatan untuk dianiaya karena memberitakan Injil. Saudari itu juga mengatakan bahwa setelah beberapa waktu, setelah dia yakin polisi berhenti mengikuti dan mengawasinya, dia akan terus memberitakan Injil. Ketika membaca suratnya, aku merasa sangat bersalah. Saudara-saudari ini menderita di penjara, tetapi bukannya mengeluh, mereka menganggap dianiaya karena memberitakan Injil adalah kemuliaan. Kemudian aku berpikir tentang diriku sendiri. Aku hanya menyokong saudara-saudariku dan melakukan sedikit pekerjaan untuk menangani hal-hal yang menjadi buntut peristiwa gelombang penangkapan, tetapi aku selalu merasa khawatir bahwa aku akan ditangkap dan dipukuli sampai mati. Yang kupikirkan hanyalah kepentingan, kesudahan, dan tempat tujuanku sendiri. Semakin kupikirkan, semakin aku merasa menyesal dan bersalah. Aku begitu egois dan hina, dan tidak layak mendapatkan penyiraman dan perbekalan Tuhan. Pada saat inilah aku teringat satu bagian firman Tuhan: "Aku mengagumi bunga bakung yang mekar di bukit; bunga dan rerumputan terbentang sepanjang lereng, tetapi bunga bakung menambah kilau kepada kemuliaan-Ku di bumi sebelum datangnya musim semi—bisakah manusia mencapai hal-hal semacam itu? Bisakah ia bersaksi bagi-Ku di bumi sebelum kedatangan-Ku? Bisakah ia mendedikasikan diri bagi nama-Ku di negara naga merah besar?" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Firman Tuhan kepada Seluruh Alam Semesta, Bab 34"). Aku juga membaca bagian lain, "Karena dimulai di sebuah negeri yang melawan Tuhan, semua pekerjaan Tuhan menghadapi rintangan-rintangan yang luar biasa, dan memenuhi sekian banyak firman-Nya membutuhkan waktu; akibatnya, orang-orang dimurnikan sebagai hasil dari firman Tuhan, yang juga adalah bagian dari penderitaan. Teramat sulit bagi Tuhan untuk menjalankan pekerjaan-Nya di negeri si naga merah yang sangat besar—tetapi lewat kesulitan inilah Tuhan mengerjakan satu tahap pekerjaan-Nya, membuat hikmat-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya yang menakjubkan menjadi nyata, dan menggunakan kesempatan ini untuk melengkapi kelompok orang ini" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Apakah Pekerjaan Tuhan Sesederhana yang Manusia Bayangkan?"). Setelah merenungkan firman Tuhan, aku memahami sedikit tentang maksud Tuhan. Tuhan mengizinkan si naga merah yang sangat besar menganiaya kami untuk menyempurnakan iman dan ketundukan kami. Pada akhir zaman, Tuhan menyempurnakan sekelompok orang untuk menjadi para pemenang yang, betapapun berbahaya atau buruk situasinya, mampu untuk terus melaksanakan tugasnya, menerapkan kebenaran, dan berdiri teguh dalam kesaksiannya. Ini adalah waktu yang kubutuhkan untuk berdiri teguh dalam kesaksianku bagi Tuhan, tetapi demi keselamatanku sendiri, aku ingin meninggalkan tugasku dan melarikan diri dari situasi ini. Aku benar-benar egois dan hina! Aku teringat tentang bunga dan tanaman di pinggir jalan. Sedingin atau sepanas apa pun, sekeras apa pun lingkungannya, selama itu adalah musim yang telah Tuhan tetapkan bagi mereka untuk tumbuh, mereka tumbuh dan berbunga, menjadi kesaksian tentang perbuatan Sang Pencipta. Jadi, mengapa aku menjadi tertekan dan lemah begitu situasinya menjadi sedikit sulit? Mengapa aku tak mampu memenuhi sebagian kecil tugas makhluk ciptaan? Aku benar-benar lebih rendah daripada bunga dan tanaman di pinggir jalan. Bagaimana aku bisa layak untuk hidup di hadirat Tuhan? Aku merasa sangat menyesal, jadi aku merenungkan diriku sendiri: mengapa, setiap kali aku menghadapi penangkapan dan penganiayaan si naga merah yang sangat besar dan harus melaksanakan tugasku, aku hanya memikirkan kepentinganku sendiri dan tak mampu melindungi pekerjaan Gereja?
Kemudian, aku membaca satu bagian firman Tuhan: "Tuhan selamanya tertinggi dan selamanya mulia, sedangkan manusia selamanya rendah dan tidak berharga. Ini karena Tuhan selamanya berkorban dan menyerahkan diri-Nya sendiri bagi umat manusia, sedangkan manusia selamanya hanya mengambil dan berjuang demi dirinya sendiri; Tuhan selamanya bersusah payah demi kelangsungan hidup umat manusia, tetapi manusia tidak pernah bersumbangsih apa pun demi keadilan atau terang, dan bahkan jika manusia berupaya selama beberapa waktu, upaya itu tidak sanggup menahan satu hantaman pun, karena upaya manusia selalu demi dirinya sendiri dan bukan untuk orang lain; manusia selalu egois, sedangkan Tuhan selamanya tidak pernah mementingkan diri sendiri. Tuhan adalah sumber segala sesuatu yang adil, baik, dan indah, sedangkan manusia adalah dia yang mewarisi dan mengungkapkan segala keburukan dan kejahatan; Tuhan tidak akan pernah mengubah esensi-Nya yang adalah keadilan dan keindahan, tetapi manusia sangat mampu, kapan pun dan dalam situasi apa pun, mengkhianati keadilan dan menyimpang jauh dari Tuhan" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Sangatlah Penting untuk Memahami Watak Tuhan"). Setelah membaca bagian firman Tuhan ini, aku sangat tersentuh. Untuk menyelamatkan umat manusia dari wilayah kuasa Iblis, Tuhan menjadi daging dua kali, dan sebanyak apa pun penghinaan atau penderitaan yang ditanggung-Nya, Tuhan selalu mengungkapkan kebenaran dan bekerja untuk keselamatan manusia, dan Dia tak pernah menyerah untuk mencapai tujuan-Nya menyelamatkan manusia. Esensi Dia adalah tidak mementingkan diri sendiri dan baik. Sebaliknya, aku hidup menurut falsafah Iblis seperti "Jika orang tidak memikirkan dirinya sendiri, langit dan bumi akan menghukumnya" dan "Jangan pernah bangun pagi kecuali ada untungnya", aku selalu memikirkan dahulu kepentinganku sendiri dalam segala hal, dan aku sama sekali tidak memikirkan pekerjaan gereja. Ketika sesuatu tidak membutuhkan penderitaan besar, dan tidak melibatkan masa depan dan tempat tujuanku, aku mampu mengorbankan diri atau sedikit menyangkali diriku sendiri. Begitu menghadapi ancaman diriku ditangkap dan dianiaya, aku terus-menerus takut tertangkap, takut dipukuli sampai mati, dan takut tak pernah mendapatkan kesudahan dan tempat tujuan yang baik. Berkali-kali, aku ingin meninggalkan tugasku. Aku tidak memikirkan kenegatifan dan kelemahan saudara-saudariku, aku juga tidak memikirkan kekhawatiran Tuhan. Aku hanya memikirkan kepentinganku sendiri. Bagaimana aku bisa dikatakan memiliki hati nurani? Saat memikirkan hal ini, aku merasa sangat malu, jadi aku berlutut dan berdoa kepada Tuhan, "Tuhan! Aku egois, hina, dan aku tidak punya kemanusiaan. Aku mau bertobat kepada-Mu, menyirami dan menyokong saudara-saudariku." Setelah berdoa, aku teringat lagu pujian lain firman Tuhan:
Engkau Harus Meninggalkan Semuanya demi Kebenaran
1 Engkau harus menderita kesukaran demi kebenaran, engkau harus mengabdikan diri kepada kebenaran, engkau harus menanggung penghinaan demi kebenaran, dan untuk memperoleh lebih banyak kebenaran, engkau harus mengalami penderitaan yang lebih besar. Inilah yang harus engkau lakukan. Janganlah membuang kebenaran demi kehidupan keluarga yang damai, dan janganlah kehilangan martabat dan integritas seumur hidupmu demi kesenangan sesaat.
2 Engkau harus mengejar segala yang indah dan baik, dan engkau harus mengejar jalan dalam hidup yang lebih bermakna. Jika engkau menjalani kehidupan yang vulgar dan tidak mengejar tujuan apa pun, bukankah engkau menyia-nyiakan hidupmu? Apa yang dapat engkau peroleh dari kehidupan semacam itu? Engkau harus meninggalkan seluruh kenikmatan daging demi satu kebenaran, dan jangan membuang seluruh kebenaran demi sedikit kenikmatan. Orang-orang seperti ini tidak memiliki integritas atau martabat; keberadaan mereka tidak ada artinya!
—Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pengalaman Petrus: Pengetahuannya tentang Hajaran dan Penghakiman"
Merenungkan firman Tuhan ini membuatku sangat terharu. Sekalipun suatu hari nanti aku benar-benar ditangkap dan dipenjara, atau bahkan disiksa sampai mati, itu tetap adalah kematian sebagai martir demi melaksanakan tugasku sebagai makhluk ciptaan, dan itu adalah hal yang mulia. Mampu melampaui kekangan kematian dan memenuhi tugas makhluk ciptaan adalah kesaksian yang kuat dan berkumandang, seratus kali lebih baik daripada hidup terperangkap dalam watakku yang rusak dan menjalani kehidupan yang tercela dan tanpa tujuan. Begitu menyadari hal-hal ini, aku merasakan kelegaan yang mendalam.
Keesokan harinya, kami mengundang beberapa saudara-saudari untuk berkumpul bersama. Lewat mempersekutukan firman Tuhan, semua orang mulai memahami bahwa hikmat Tuhan dilakukan berdasarkan tipu daya Iblis, bahwa Tuhan mengizinkan penganiayaan dan kesengsaraan menimpa kami untuk menyempurnakan iman kami, dan bahwa si naga merah yang sangat besar hanyalah objek yang melayani dalam pekerjaan Tuhan. Setelah persekutuan ini, semua orang rela melaksanakan tugas mereka untuk menyokong saudara-saudari lainnya. Ketika aku melihat saudara-saudari keluar dari kenegatifan dan kelemahan mereka dan menjadi makin kuat, aku sangat terharu. Aku sadar bahwa tidak ada kekuatan musuh yang dapat menekan otoritas dan kuasa firman Tuhan. Setelah mengalami gelombang penganiayaan dan penangkapan ini, semua orang makin percaya kepada Tuhan, dan aku tahu bahwa semua ini adalah kasih karunia Tuhan. Aku teringat firman Tuhan: "Bukti keruntuhan progresif si naga merah yang sangat besar dapat terlihat dalam kedewasaan yang berlanjut dari umat Tuhan; ini dapat terlihat jelas oleh siapa pun. Kedewasaan umat Tuhan tersebut merupakan tanda kematian musuh" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Penafsiran Rahasia 'Firman Tuhan kepada Seluruh Alam Semesta', Bab 10"). Tuhan menggunakan penangkapan secara gila-gilaan oleh si naga merah yang sangat besar dalam pelayanan-Nya untuk menyempurnakan umat pilihan-Nya. Melalui penganiayaannya, Tuhan menyempurnakan iman dan ketundukan saudara-saudariku, dan semua orang mengalami kemajuan dalam hidup mereka. Inilah efek yang ingin dicapai oleh pekerjaan Tuhan. Saat aku melihat firman Tuhan digenapi, imanku bertumbuh, dan motivasiku untuk melaksanakan tugasku lebih kuat dari sebelumnya.
Tak lama setelah peristiwa ini, aku menerima berita bahwa polisi telah menemukan kota tempat kedua saudari yang diburu bersembunyi melalui penyadapan telepon, dan mereka pergi dari rumah ke rumah untuk mencari mereka. Polisi juga mendirikan pos pemeriksaan di sepanjang jalan tersebut. Beberapa saudara-saudari mengambil risiko untuk membawa kedua saudari itu ke sebuah gua di luar kota. Cuaca sangat dingin dua hari itu, kedua saudari itu sangat kelelahan karena bersembunyi dan hidup dalam pelarian, dan mereka tidak bisa mendapatkan apa pun untuk dimakan, jadi tidaklah mungkin bagi mereka untuk tinggal lama di dalam gua. Kami harus menyelamatkan mereka. Kupikir, "Ada pemberitahuan untuk menangkap saudariku yang dipasang di sepanjang jalan, dan polisi sedang memeriksa kendaraan yang lewat. Jika kami mencoba membawa kedua saudari itu dengan mobil dan ditangkap oleh polisi, kami pasti akan didakwa menyembunyikan buronan. Begitu polisi menangkap kami, kami akan dipukuli hingga nyawa kami terancam, dan jika aku akhirnya dipukuli sampai mati, bagaimana aku akan mengejar kebenaran dan diselamatkan?" Ketika pikiran itu terlintas di benakku, aku menyadari bahwa aku egois, hina, dan kembali hanya memikirkan diri sendiri, jadi dalam hatiku, aku segera berdoa kepada Tuhan dan memohon kepada-Nya untuk melindungi hatiku agar aku dapat berdiri di pihak-Nya tanpa memikirkan kepentingan pribadi. Pada waktu itu, aku teringat satu bagian firman Tuhan: "Tidak ada hubungan antara tugas manusia dan apakah dia menerima berkat atau menderita kemalangan. Tugas adalah apa yang manusia harus penuhi; itu adalah panggilan surgawinya, dan seharusnya tidak bergantung pada imbalan jasa, kondisi, atau nalar. Baru setelah itulah dia bisa dikatakan melakukan tugasnya. Menerima berkat mengacu pada ketika seseorang disempurnakan dan menikmati berkat Tuhan setelah mengalami penghakiman. Menderita kemalangan mengacu pada ketika watak seseorang tidak berubah setelah mereka mengalami hajaran dan penghakiman; mereka tidak mengalami proses disempurnakan tetapi dihukum. Namun terlepas dari apakah mereka menerima berkat atau menderita kemalangan, makhluk ciptaan harus memenuhi tugasnya, melakukan apa yang seharusnya dilakukan, dan melakukan apa yang mampu dilakukannya; inilah yang setidaknya harus dilakukan oleh orang yang mengejar Tuhan. Engkau tidak seharusnya melakukan tugasmu hanya untuk menerima berkat, dan engkau tidak seharusnya menolak untuk bertindak karena takut mengalami kemalangan. Kuberitahukan satu hal kepadamu: pelaksanaan tugas manusia adalah apa yang harus dia lakukan, dan jika dia tidak mampu melaksanakan tugasnya, maka ini adalah pemberontakannya" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perbedaan antara Pelayanan Tuhan yang Berinkarnasi dan Tugas Manusia"). Melaksanakan tugas adalah panggilan makhluk ciptaan, dan kita tak boleh menuntut syarat apa pun dalam melakukannya. Betapapun berbahayanya lingkungan, atau entah kita memiliki kesudahan dan tempat tujuan yang baik atau tidak, kita harus melaksanakan tugas kita. Inilah nalar yang harus dimiliki oleh makhluk ciptaan. Melindungi saudariku adalah tugasku. Sekalipun aku ditangkap saat mengantar saudariku dan dipukuli sampai mati, aku rela mati demi melaksanakan tugasku sebagai makhluk ciptaan, yang merupakan hal mulia! Setelah memahami maksud Tuhan, aku pergi bersama yang lain untuk menyelamatkan kedua saudari itu. Kami menyembunyikan mereka di dalam bagasi mobil, dan karena takut polisi akan menemukan kami, kami menghindari jalan utama dan mengambil jalan kecil melewati hutan. Sepanjang perjalanan, aku terus berdoa kepada Tuhan dan memohon kepada-Nya untuk melindungi kami. Setelah kira-kira satu jam lebih, kami berhasil membawa saudari kami ke tempat tujuan mereka, dan rasanya beban yang sangat berat telah terangkat dari pundakku. Saat kami kembali ke kota, mobil kami dihentikan oleh polisi, tetapi tak seorang pun yang mereka cari ada di dalam mobil, jadi mereka melepaskan kami. Kami nyaris ketahuan!
Melalui pengalamanku, kusadari bahwa untuk meruntuhkan pekerjaan Tuhan, menekan dan menangkap orang-orang yang percaya kepada Tuhan, Partai Komunis telah mencapai titik kegilaan, tetapi segila apa pun mereka, mereka tetap tunduk pada pengaturan kedaulatan Tuhan, dan mereka hanyalah objek yang melayani di tangan Tuhan. Akhirnya aku pun memahami apa yang Tuhan maksudkan dengan berkata: "Dalam seluruh rencana-Ku, si naga merah yang sangat besar adalah kontras-Ku, musuh-Ku, dan juga hamba-Ku; karena itulah Aku tidak pernah mengendurkan 'tuntutan'-Ku terhadapnya. Karena itu, tahap terakhir dari pekerjaan inkarnasi-Ku diselesaikan di dalam rumahnya; ini lebih kondusif bagi si naga merah yang sangat besar untuk melakukan pelayanan bagi-Ku dengan sebaik-baiknya, dan melaluinya Aku akan menaklukkannya serta melengkapi rencana-Ku" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Firman Tuhan kepada Seluruh Alam Semesta, Bab 29"). Pada akhir zaman, makna pekerjaan Tuhan di Tiongkok pada akhir zaman di sarang si naga merah yang sangat besar sangat mendalam. Tuhan menggunakan pelayanan si naga merah yang sangat besar untuk menyempurnakan iman kita dan menyempurnakan sekelompok orang untuk menjadi pemenang. Tuhan benar-benar bijaksana! Syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa!
Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.
Oleh Saudari Song Yu, Belanda Suatu hari pada Juli tahun lalu, Saudari Li melapor kepadaku bahwa pemimpin tim, Saudara Chen, sangat...
Oleh Saudari Han Chen, Tiongkok Beberapa tahun yang lalu, aku ditangkap karena memberitakan Injil. Partai Komunis menghukumku tiga tahun...
Oleh Saudari Shen Xinwei, ItaliaTugasku di gereja pada tahun 2018 adalah menerjemahkan dokumen, bekerja bersama Saudari Zhang dan Saudari...
Oleh Saudari Samantha, JepangSuatu kali, ketika kami sedang merangkum pekerjaan kami, seorang pemimpin gereja menunjukkan bahwa pekerjaan...