Aku Menjadi Mampu Membedakan dengan Jelas antara Kasih dan Kebencian dengan Menjalani Pahitnya Penganiayaan
Oleh Saudara Zhao Zhi, Provinsi HebeiNamaku Zhao Zhi dan usiaku 52 pada tahun ini. Aku telah menjadi pengikut Tuhan Yang Mahakuasa selama...
Kami menyambut semua pencari yang merindukan penampakan Tuhan!
Suatu hari pada Juli 2009, seorang saudari bergegas ke rumahku untuk memberitahuku bahwa pemimpin gereja kami telah ditangkap dan polisi telah menyita sebagian tanda terima uang gereja. Ketika mendengar hal ini, aku menjadi sangat cemas, berpikir, "Keluargaku memegang sebagian uang gereja. Namaku dan nama suamiku tercantum di tanda terima uang itu. Jika semua itu jatuh ke tangan polisi, kami pasti akan ditangkap dan uangnya akan disita." Jadi kami segera memindahkan uang gereja ke tempat lain.
Beberapa hari kemudian, kepala keamanan publik desa membawa lebih dari 20 petugas untuk menggerebek rumah kami. Salah seorang petugas menunjukkan sebuah tanda terima dan bertanya, "Apa kau yang menulis ini? Serahkan 250.000 yuan yang kausimpan untuk gereja sekarang!" Aku menjadi sedikit panik, jadi aku langsung berdoa dalam hati kepada Tuhan, "Ya Tuhan, kumohon berilah aku iman dan kekuatan. Aku tak akan menjadi Yudas dan mengkhianati-Mu." Setelah berdoa, aku teringat firman Tuhan: "Dari segala sesuatu yang ada di alam semesta, tidak ada satu pun yang mengenainya Aku tidak mengambil keputusan yang terakhir. Apakah ada sesuatu, yang tidak berada di tangan-Ku?" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Firman Tuhan kepada Seluruh Alam Semesta, Bab 1"). Kupikir dalam hatiku, "Segala sesuatu berada di tangan Tuhan, aku harus mengandalkan Tuhan untuk menghadapi cobaan ini." Petugas polisi kemudian menekan kami, "Siapa yang memberimu uang untuk disimpan? Serahkan uangnya kepada kami sekarang!" Aku sangat kesal, berpikir, "Uang itu adalah persembahan umat pilihan Tuhan kepada Tuhan. Apa hakmu atas uang itu? Mengapa aku harus menyerahkannya kepadamu?" Seorang petugas polisi melihat bahwa kami tidak bicara, lalu dia merenggut kepala suamiku dan membenturkannya ke dinding sambil bertanya lagi di mana uang itu berada. Aku marah dan kesal. Suamiku memiliki beberapa masalah kesehatan terkait dengan kecelakaan mobil sebelumnya, jadi dia benar-benar tak bisa menanggung penyiksaan semacam itu. Kepala keamanan publik berkata kepada petugas itu, "Yang ini sedang sakit, dan bisa langsung pingsan." Tak ingin ada pembunuhan di tangannya, petugas itu akhirnya berhenti. Kemudian mereka membawaku ke kamar lain, memborgolku ke sebuah skuter dan dengan kasar menginterogasiku, "Di mana kau simpan 250.000 yuan itu? Jika kauberitahu kami, kami takkan menangkapmu dan reputasimu tidak akan rusak. Namun, jika kau tidak memberi tahu kami, rasakan akibatnya!" Karena aku tidak menjawab, lebih dari sepuluh petugas mulai dengan gila-gilaan menggeledah rumah kami. Mereka memeriksa bagian dalam dan luar rumah kami, semua lemari dan di bawah tempat tidur, dan bahkan membuka penutup belakang TV dan mesin cuci untuk melihat ke bagian dalamnya. Beberapa petugas merangkak di lantai sambil mengetuk ubin lantai, sementara yang lainnya berpencar dan mengetuk semua dinding. Jika mereka mengira sebuah area terdengar kosong, mereka akan menghancurkannya untuk diperiksa. Segera setelah itu, aku mendengar seseorang berteriak senang, "Kami menemukannya, kami menemukannya!" Seorang petugas berlari dengan tas penuh uang di tangannya dan kemudian mereka mulai menghitung. Total, mereka menemukan 121.500 yuan. Aku berkata kepada para petugas itu, "Itu tabungan keluargaku." Namun, petugas-petugas itu hanya mengabaikanku. Karena mereka masih belum menemukan 250.000 yuan, mereka terus mencari. Mereka menggeledah setiap sudut. Mereka membongkar rumah anjing dan menghancurkan meja marmer kami hingga berkeping-keping. Bahkan cerobong asap di atap kami dihancurkan. Mereka membongkar lantai di beberapa ruangan dan menggali semua tanah di bawah pepohonan di halaman hanya untuk mencari uang itu. Aku menyaksikan dengan pasrah saat mereka memorakporandakan seluruh isi rumah kami. Aku sangat marah. Tidak ada tindakan hina yang terlalu rendah bagi PKT dalam upaya mereka untuk menyita uang gereja. Benar-benar gerombolan setan! Aku marah, tetapi pada saat yang sama, aku merasa khawatir. Setelah kecelakaan mobilnya, suamiku selama ini tak mampu terus melakukan pekerjaan fisik yang berat sehingga aku menjadi pencari nafkah utama keluarga kami. Selama bertahun-tahun itu, kami berusaha berhemat sebisa mungkin dan telah berupaya sangat keras untuk menabung uang itu. Apa yang harus kami lakukan sekarang setelah polisi menyita semuanya? Putra kami sekarang sudah dewasa dan sedang bersiap untuk menikah. Sekarang kami bahkan tak punya uang untuk mengadakan pesta pernikahan untuknya. Aku benar-benar tidak tahu bagaimana aku akan menghadapi kemunduran ini. Yang bisa kulakukan hanyalah berdoa kepada Tuhan dan memohon bimbingan-Nya. Setelah berdoa, aku teringat ketika Iblis mencobai Ayub. Dalam semalam, semua ternaknya yang memenuhi gunung-gunung diambil. Kekayaan yang telah dia kumpulkan selama bertahun-tahun lenyap dalam sekejap dan kesepuluh anaknya meninggal. Sekujur tubuhnya juga dipenuhi barah, tetapi dia tidak pernah mengeluh, dan bahkan berkata: "Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil; terpujilah nama Yahweh" (Ayub 1:21). Ayub melewati ujian yang begitu besar, dan dia menjadi kesaksian dan mempermalukan Iblis. Penggeledahan rumah kami secara gila-gilaan oleh para petugas dan penyitaan uang kami adalah pencobaan dan serangan Iblis. Aku harus mengikuti teladan Ayub, mengandalkan Tuhan, dan menggunakan imanku untuk melewati keadaan ini. Apa pun yang terjadi, aku tak boleh menyerahkan uang gereja itu dan harus tetap teguh dalam kesaksianku bagi Tuhan.
Polisi menggeledah rumahku sampai pukul 2 atau 3 keesokan paginya. Mereka menghabiskan waktu lebih dari 7 jam mengubrak-abrik rumahku, tetapi tidak dapat menemukan uang lagi. Suamiku dipukul hingga tak sadarkan diri, dan aku dibawa ke kantor pusat kepolisian untuk diinterogasi. Di sana sudah ada empat atau lima polisi berpakaian preman yang menunggu di ruangan tempat aku dibawa. Mereka semua berwajah garang dan terlihat galak, dan menatapku dengan seringai sinis. Aku merasa ketakutan dan tanganku gemetar tak terkendali. Aku segera berdoa kepada Tuhan dan memohon agar Dia memberiku iman. Setelah berdoa, aku teringat tentang bagaimana Daniel dijebak dan dilemparkan ke dalam gua singa, tetapi, berkat perlindungan Tuhan, singa-singa itu tidak memakannya. Semuanya berada di tangan Tuhan. Iblis mungkin kejam dan ganas, tetapi Tuhan menetapkan batas-batasnya. Tanpa seizin Tuhan, mereka tak akan bisa menyakitiku. Aku harus mengandalkan Tuhan dan tetap teguh dalam kesaksianku. Kemudian, seorang komisaris politik dari Biro Keamanan Publik masuk, memegang secarik kertas. Tanpa memberitahuku apa yang tertulis di kertas itu, dia menyuruhku untuk menandatanganinya. Aku tak mau menandatanganinya, jadi dia mengambil tongkat plastik sepanjang 30 cm dan mulai memukuli tangan dan mulutku. Setelah beberapa pukulan saja, tangan dan mulutku bengkak. Kemudian, dia berkata kepada dua petugas yang berdiri di sampingku, "Jangan biarkan dia tidur. Dalam dua hari dia akan patah semangat dan kemudian dia akan buka mulut." Kemudian dia berbalik ke arahku dan mengancam, "Jika kau tidak memberi tahu kami di mana uang itu, akan kurobohkan rumahmu!" Ini membuatku sangat khawatir. Rumah yang kami bangun dengan susah payah ini telah diporak-porandakan oleh polisi hanya dalam hitungan jam. Para petugas ini kejam dan mampu melakukan apa pun—jika aku tidak memberi tahu mereka di mana uang gereja itu berada, akankah mereka benar-benar merobohkan rumahku? Apakah mereka akan menyiksaku sampai mati? Semakin kupikirkan, semakin aku ketakutan. Aku terus-menerus berdoa kepada Tuhan, dan kemudian firman Tuhan Yesus muncul di benakku: "Dan jangan takut kepada mereka yang membunuh tubuh, tetapi tidak mampu membunuh jiwa: sebaliknya, takutlah kepada Dia yang mampu menghancurkan tubuh dan jiwa di neraka" (Matius 10:28). Firman Tuhan memberiku iman dan keberanian. Hidupku berada di tangan Tuhan. Sekejam apa pun polisi itu, mereka hanya dapat menghancurkan tubuhku, dan tanpa seizin Tuhan, mereka tidak dapat melakukan apa pun terhadapku. Jika Tuhan mengizinkan polisi mengambil nyawaku dan menghancurkan rumahku, aku bersedia untuk tunduk. Setelah menyadari hal ini, aku tidak merasa takut lagi. Para petugas kemudian menyeretku ke sebuah kursi dan memborgolku ke kursi itu. Begitu mataku mulai menutup, mereka pasti menendang kakiku dengan keras. Aku tak bisa tidur sepanjang malam itu.
Keesokan paginya, beberapa petugas bergantian menginterogasiku tentang lokasi uang gereja. Terlihat jengkel, komisaris itu bertanya kepadaku, "Apa yang terjadi dengan uang yang kaupegang? Ini jelas tertulis 250.000 yuan di tanda terima, mengapa hanya sebagian yang ditemukan? Mana sisa uangnya?" Aku menundukkan kepalaku dan tidak mengatakan apa pun. Dia terus mendesakku, "Apa kau menghabiskan sisa uangnya? Katakan sekarang!" Kupikir dalam hatiku, "Kami tidak akan pernah mencuri uang gereja. Itu adalah persembahan yang diberikan oleh umat pilihan Tuhan kepada Tuhan. Orang-orang yang mencuri persembahan kepada Tuhan adalah setan-setan dan akan dikutuk dan dihukum di neraka!" Komisaris itu kemudian mencoba membujukku dengan nada bicara yang lebih lembut agar aku memberitahukan lokasi uang tersebut. Dia berkata, "Kau seharusnya sudah memberi tahu kami. Segera setelah kau memberi tahu kami, kau dapat bersatu kembali dengan keluargamu." Kemudian dia berkata, "Aku pernah berdinas militer di daerah tempat tinggalmu, kita sebenarnya adalah sesama warga kota. Katakan saja kepada kami sekarang dan kau tidak akan mendapat masalah." Kupikir dalam hatiku bahwa petugas ini punya segala macam rencana licik. Aku tak boleh tertipu oleh tipu muslihat mereka. Lalu petugas lainnya bertanya kepadaku, "Bukankah kau memegang 250.000 yuan? Hanya tersisa 121.500 yuan, jadi berapa tahun kau berencana untuk mengembalikan sisa uang itu kepada kami? Asalkan kau menulis surat jaminan, kami akan membebaskanmu sekarang. Bagaimana?" Mendengar hal ini, aku dipenuhi dengan kemarahan dan kebencian. Para petugas ini telah mencuri semua uang kami dan masih menginginkanku membuat surat hutang? Sungguh menggelikan!
Sekitar pukul 1 pagi, polisi berulang kali menginterogasiku tentang lokasi uang gereja, mengatakan, "Apa kau tahu dari mana uang ini berasal? Ini adalah uang rakyat yang diperoleh dengan susah payah, dan harus dikembalikan kepada rakyat." Melihat wajahnya yang buruk, aku merasa sangat mual. Uang ini jelas diperoleh melalui kerja keras umat pilihan Tuhan yang telah menerima kasih karunia Tuhan dan kemudian mempersembahkannya kepada Tuhan. Berarti jelas uang ini adalah persembahan kepada Tuhan. Uang ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan "uang rakyat yang diperoleh dengan susah payah". Bukankah ini hanya kebohongan yang terlihat jelas? Perbuatan polisi PKT ini memungkinkanku melihat wajah jahat mereka dengan jauh lebih jelas lagi. Mereka membuatku jijik dan aku membenci mereka. Aku makin ingin mengabaikan mereka lebih daripada sebelumnya. Ketika aku tetap tak mau buka mulut, dua petugas secara bergantian menampar wajahku tak terhitung banyaknya. Mereka menamparku sampai kelelahan dan kemudian mulai memukuliku dengan map plastik. Kepalaku pusing, pandanganku kabur dan ada rasa sakit yang membakar di pipiku. Kemudian mereka menyetrum borgolku dengan tongkat listrik. Listrik berdenyut melalui sekujur tubuhku dan sepertinya setiap sarafku mati rasa. Aku merasa lebih baik mati. Namun, mereka tetap tidak melepaskanku. Mereka menendang tulang keringku dengan ujung sepatu kulit dan menginjak-injak kakiku dengan sol sepatu bot mereka. Rasanya sakit sekali. Setelah pemukulan dan penyiksaan itu, aku merasa sangat lelah dan kepalaku terasa berputar-putar seperti berada di ambang kematian. Aku terus-menerus berdoa kepada Tuhan, memohon agar Dia memberiku tekad untuk menanggung penderitaan dan tetap teguh dalam kesaksianku. Setelah berdoa, sebuah lagu pujian firman Tuhan "Cara Agar Disempurnakan" muncul di benakku: "Ketika menghadapi penderitaan, engkau harus mampu untuk tidak memedulikan daging dan tidak mengeluh kepada Tuhan. Ketika Tuhan menyembunyikan diri-Nya darimu, engkau harus mampu memiliki iman untuk mengikuti-Nya, menjaga kasihmu kepada-Nya yang dari dulu tanpa membiarkan kasih itu berubah atau menghilang. Apa pun yang Tuhan lakukan, engkau harus tunduk pada pengaturan-Nya, dan lebih memilih untuk mengutuki dagingmu sendiri daripada mengeluh kepada-Nya. Ketika dihadapkan pada ujian, engkau harus memuaskan Tuhan, meskipun engkau mungkin menangis getir atau merasa enggan berpisah dengan beberapa objek yang engkau kasihi. Hanya inilah kasih dan iman yang sejati" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Mereka yang Akan Disempurnakan Harus Mengalami Pemurnian"). Benar. Dagingku memang menderita sampai taraf tertentu ketika aku disiksa, tetapi Tuhan menggunakan penderitaan ini untuk menyempurnakan imanku. Bagaimanapun polisi menyiksa dan menganiayaku, aku harus mengandalkan Tuhan dan tetap teguh dalam kesaksianku untuk-Nya. Kemudian seorang petugas menyuruhku berdiri, tetapi tanganku diborgol ke sandaran tangan kursi, jadi aku tidak bisa bangun. Yang bisa kulakukan hanyalah membungkukkan pinggangku dengan kursi seberat lebih dari 13 kg terikat di pergelangan tanganku. Petugas itu kemudian menggoyang-goyangkan kursi itu dengan kuat, menyebabkan borgol itu menancap ke pergelangan tanganku. Rasanya sangat menyakitkan. Dia tersenyum sinis dan berkata, "Ini salahmu sendiri, kau tak bisa menyalahkan kami." Aku memejamkan mata dan berusaha menahan rasa sakit itu. Mendengar tawa mereka yang terbahak-bahak, aku membenci sekawanan setan itu.
Pada waktu itu, aku telah diborgol ke kursi itu seharian. Kepalaku berdenyut-denyut dan pusing dan punggungku terasa sakit dan nyeri. Pinggangku terasa mau patah dan aku tak tahu berapa lama lagi aku mampu bertahan. Aku berseru kepada Tuhan dalam hatiku, "Ya Tuhan! Aku tidak tahu berapa lama lagi aku mampu bertahan. Kumohon berilah aku iman dan kekuatan untuk tetap teguh dalam kesaksianku, sebesar apa pun kesukarannya." Setelah berdoa, satu bagian firman Tuhan muncul di benakku: "Pekerjaan-Ku di antara kelompok manusia di akhir zaman adalah usaha yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan oleh karena itu, supaya kemuliaan-Ku dapat memenuhi seluruh alam semesta, semua manusia harus menderita kesulitan terakhir bagi-Ku. Apakah engkau memahami maksud-Ku? Ini adalah persyaratan terakhir yang Aku minta dari manusia, yaitu Aku berharap semua manusia bisa memberikan kesaksian kuat yang gemilang tentang Aku di hadapan naga merah besar, sehingga mereka bisa memberikan diri mereka kepada-Ku terakhir kalinya dan menggenapi persyaratan-Ku untuk yang terakhir. Bisakah engkau semua benar-benar melakukannya?" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Firman Tuhan kepada Seluruh Alam Semesta, Bab 34"). Aku bisa merasakan pengharapan dan dorongan Tuhan melalui firman-Nya. Di tengah kesukaran inilah aku harus menjadi kesaksian di hadapan Iblis. Aku harus menanggung rasa sakit dan penderitaan, tetap teguh dalam kesaksianku, dan mempermalukan Iblis. Dengan bimbingan firman Tuhan, aku merasa seolah-olah Tuhan selalu menyertaiku dan rasa sakit itu sedikit berkurang. Setelah semalaman mengalami penyiksaan dan pemukulan, sekujur tubuhku babak belur dan memar. Wajahku penuh memar dan kakiku bengkak. Aku berada dalam kondisi yang sangat lemah. Petugas yang bekerja pada giliran berikutnya tidak tahan melihatku, dan berkata, "Orang-orang ini keterlaluan. Para petani sudah cukup sulit untuk mencari nafkah, dan sekarang sebagian besar uang mereka telah dicuri."
Pada hari ketiga, komisaris itu datang untuk menginterogasiku lagi tentang imanku, serta lokasi 250.000 yuan itu. Aku berkata, "250.000 yuan telah dipindahkan. Yang kau ambil itu uang keluargaku." Komisaris itu segera berbalik dan berkata kepada orang yang mencatat, "Jangan tulis itu." Aku bertanya, "Mengapa jangan ditulis?" Dia marah dan bangkit dari kursinya, menggebrak meja dan berteriak, "Siapa yang melakukan interogasi di sini? Siapa nama orang yang mengambil uang itu? Ke mana mereka pergi?" Karena aku tetap tidak mengatakan apa pun, dia berkata dengan kejam, "Jika kau tidak memberitahuku sekarang, akan kupastikan anak-anakmu tak akan pernah mendapatkan pekerjaan. Keluargamu tak akan pernah selamat dari hal ini!" Aku sangat khawatir ketika mendengar ini. Anak-anakku masih muda—jika PKT benar-benar merampas pekerjaan mereka, bagaimana mereka akan menghidupi diri mereka kelak? Setelah berdoa, aku teringat firman Tuhan: "Nasib manusia dikendalikan oleh tangan Tuhan. Engkau tidak mampu mengendalikan dirimu sendiri: meskipun manusia selalu terburu-buru dan menyibukkan diri mewakili dirinya sendiri, dia tetap tidak mampu mengendalikan dirinya sendiri. Jika engkau dapat mengetahui prospekmu sendiri, jika engkau mampu mengendalikan nasibmu sendiri, apakah engkau akan tetap menjadi makhluk ciptaan?" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Memulihkan Kehidupan Normal Manusia dan Membawanya ke Tempat Tujuan yang Mengagumkan"). Setelah merenungkan firman Tuhan, aku merasa jauh lebih tenang. Masa depan anak-anakku berada di tangan Tuhan. Si naga merah yang sangat besar tidak memiliki kuasa dalam hal ini. Aku harus mengandalkan Tuhan untuk tetap teguh dama kesaksianku. Tentang masa depan anak-anakku dan nasib keluargaku, Tuhan telah menentukan semua itu dari sejak semula. Aku bersedia tunduk pada pengaturan dan penataan Tuhan.
Keesokan harinya mereka membawa putraku bersama kepala keamanan publik. Ketika putraku melihat wajahku memar dan bengkak, dia mulai menangis dan berkata, "Ibu, jangan khawatir. Kita tidak akan mengadakan pesta pernikahan sekarang dan aku akan mencari cara untuk meminjam sedikit uang untuk mengeluarkanmu dari sini." Saat mendengarnya mengatakan itu, hatiku bergetar dan merasa sangat tidak enak. Setelah itu, komisaris itu memberi perintah kepada kepala keamanan public, "Kau juga harus membantu menyelesaikan masalah uang ini." Dan kemudian, dia dengan aneh menambahkan, "Apakah mereka punya kerabat? Cari tahu apakah mereka dapat meminjam uang dari kerabat." Kepala keamanan publik itu mengangguk dan membungkuk sambil berkata, "Kalau aku kembali ke sana, aku akan bicara dengan saudara perempuan dan laki-lakinya dan menyuruh suaminya memikirkan cara." Melihat betapa rakusnya mereka, aku dengan marah menjawab, "Aku tidak berhubungan dengan saudara laki-laki dan perempuanku. Jangan menghubungi mereka." Petugas lainnya berteriak, "Bukankah tanda terima uangnya tertulis 250.000 yuan? Kami hanya menemukan 120.000 yuan, jadi apa pun yang terjadi, kau harus mencari sisanya." Posisiku sangat sulit dan tak punya pilihan lain, jadi aku berkata, "Kalau begitu, jual saja rumahku." Kepala keamanan publik menatapku dengan tatapan mencemooh dan berkata, "Rumahmu itu tidak terlalu berharga. Apa kau benar-benar berpikir kau dapat melunasi sisanya dengan menjualnya?" Ketika petugas itu mendengar ini, dia kembali memaksa anakku untuk meminjam uang. Anakku tak punya pilihan selain mengiakan. Dia pergi sambil menangis. Aku sangat marah saat itu—si naga merah yang sangat besar itu sangat rendah dan hina. Mereka selalu berkata mendukung kebebasan beragama, tetapi kenyataannya mereka menekan, menangkap, dan menganiaya orang percaya. Mereka menggunakan segala cara yang diperlukan untuk mencuri uang kami, menjarah persembahan Tuhan, membuat orang menjadi miskin. Aku melihat dengan jelas bahwa si naga merah yang sangat besar hanyalah setan yang menentang Tuhan dan menyiksa umat manusia. Semua ini memperkuat tekadku untuk mengikut Tuhan. Mau tak mau, aku mulai menyanyikan sebuah lagu pujian di benakku: "Lewat ujian dan sengsara, aku akhirnya terbangun. Aku melihat Iblis keji, jahat, dan hina. Api kemarahan menyala dalam hatiku. Aku memberikan hidupku untuk memberontak terhadap si naga merah besar dan menjadi saksi bagi Tuhan" (Ikuti Anak Domba dan Nyanyikan Lagu Baru, "Aku Berjanji Setia Sampai Mati untuk Mengikuti Tuhan"). Sekejam apa pun Iblis menyiksaku, aku akan tetap teguh dalam kesaksianku dan mempermalukan Iblis.
Beberapa hari kemudian, mereka menggunakan bentuk penyiksaan yang berbeda. Mereka memborgolku ke sebuah kursi dan tidak membiarkanku tidur atau makan sambil berulang kali menginterogasiku tentang keberadaan uang itu. Aku merasa sangat gugup dan gelisah sepanjang hari, setiap hari. Pada hari kedelapan, ketika komisaris itu tetap tak mampu membuatku buka mulut, dia membawa putraku lagi dan mengatakan kepadanya bahwa mereka tidak akan membiarkanku pergi sampai dia mendapatkan 130.000 yuan itu. Sambil mengerutkan kening dengan cemas, putraku mengatakan kepadanya bahwa dia tak mampu mengumpulkan uang sebanyak itu. Aku dengan marah berkata, "Kami hanyalah keluarga petani sederhana dan suamiku telah sakit selama bertahun-tahun, dari mana kami bisa mendapatkan uang sebanyak itu?" Namun, dia hanya mengabaikanku dan memelototi putraku, berkata, "Pulang sana dan cari cara untuk mendapatkan uang itu."
Pada hari kesepuluh, mereka menyadari bahwa mereka tidak akan mendapatkan apa pun yang berharga dariku, jadi mereka membiarkanku pulang. Ketika aku akan pergi, mereka juga memperingatkanku agar aku sebaiknya memberi mereka sisa dari 250.000 yuan itu sesegera mungkin. Mereka juga berkata, "Tentang orang yang memintamu untuk memegang uang itu, jika kau menemukannya untuk kami, kami akan mengembalikan uangmu." Kupikir dalam hatiku, "Mereka tahu ini adalah uang keluargaku, bahwa ini bukan uang gereja, dan mereka ingin menggunakan ini untuk berusaha memaksaku mengkhianati saudara-saudariku. Aku tak akan membiarkan itu terjadi!" Baru kemudian kuketahui bahwa putraku telah menyogok polisi lebih dari 80.000 yuan untuk membebaskanku.
Kami bukan berasal dari keluarga kaya, jadi ketika polisi mengambil tabungan kami, hidup kami menjadi jauh lebih sulit. Sebelumnya tanganku sudah sering gemetaran, dan setelah disiksa oleh polisi, keadaannya semakin parah. Aku bahkan tak mampu menyiapkan makanan, apa lagi pergi keluar dan bekerja, dan suamiku jauh lebih tak bisa diandalkan. Tanpa sumber penghasilan, kami hampir tidak punya cukup uang untuk membeli sayur, mie, dan kebutuhan sehari-hari. Suatu kali, aku ingin membeli tisu toilet, tetapi aku tak punya uang sepeser pun. PKT telah mengambil semua uang kami dan sekarang kami bahkan tak punya cukup uang untuk bertahan hidup. Bagaimana kami bisa hidup jika seperti ini? Setiap kali memikirkan hal ini, aku merasa sangat tertekan. Selain itu, polisi selalu menelepon kami dari waktu ke waktu untuk memanggil kami. Itu membuatku gugup dan tertekan setiap kali aku mendengar telepon berdering. Lebih buruk lagi, kerabat dan teman kami menghindari kami seakan kami wabah karena mereka tidak mau dilibatkan. Dan orang-orang di desa selalu mengkritik kami. Aku merasa sangat sedih dan tertekan. Ini lebih daripada yang mampu kutanggung, dan aku pergi sendirian ke ladang dan menangis. Sambil menangis, aku berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan! Aku merasa sangat lemah dalam situasi ini dan tidak tahu bagaimana harus melewatinya. Aku berdoa kiranya Engkau membimbingku dan memberiku iman dan kekuatan." Setelah berdoa, aku teringat satu bagian firman Tuhan: "Jalan yang ditempuh Tuhan dalam memimpin kita bukanlah jalan yang lurus, melainkan jalan berliku yang penuh lubang; lebih lanjut Tuhan mengatakan bahwa semakin berbatu-batu suatu jalan, semakin jalan itu dapat menyingkapkan hati kita yang penuh kasih. Namun tak seorang pun dari kita bisa membuka jalan seperti itu. Dalam pengalaman-Ku, Aku telah menempuh banyak jalan berbatu dan berbahaya, dan Aku telah menanggung penderitaan yang besar; terkadang Aku benar-benar dirundung kesedihan hingga Aku ingin menjerit, meskipun demikian Aku telah menempuh jalan ini sampai pada hari ini. Aku percaya bahwa ini adalah jalan yang dipimpin oleh Tuhan, karena itu Aku menanggung siksaan dari semua penderitaan itu dan terus maju. Karena inilah yang telah Tuhan tetapkan, jadi siapakah yang dapat menghindarinya? Aku tidak meminta untuk menerima berkat apa pun; yang Kuminta hanyalah agar Aku bisa menempuh jalan yang seharusnya Kutempuh sesuai dengan maksud-maksud Tuhan. Aku tidak berusaha untuk meniru orang lain, menempuh jalan yang mereka tempuh; yang Kuusahakan hanyalah agar Aku bisa memenuhi pengabdian-Ku untuk menempuh jalan yang telah ditetapkan bagi-Ku sampai akhir" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Jalan ... (6)"). Saat aku merenungkan firman Tuhan, air mata mengalir di wajahku. Aku menyadari bahwa percaya dan mengikut Tuhan di negeri di mana PKT berkuasa pasti akan disertai dengan segala macam kesukaran dan penindasan. Keluargaku mungkin telah kehilangan tabungan kami dan kesukaran kami telah mencapai tahap ini karena aku ditangkap dan dianiaya oleh PKT. Namun, ini diizinkan oleh Tuhan. Aku harus tunduk dan tetap teguh dalam kesaksianku bagi Tuhan untuk mempermalukan Iblis dalam situasi ini.
Pada hari-hari selanjutnya, aku dan suamiku saling memberi banyak dorongan, sering menyanyikan lagu pujian bersama-sama. Dan kemudian, saudara-saudari di gereja mulai membantu kami. Beberapa dari mereka memberi kami uang, yang lain sering memberi kami hal-hal yang kami butuhkan. Yang lain lagi akan mempersekutukan kebenaran dengan kami, memberi kami bantuan dan dukungan. Kasih Tuhan dan firman-Nyalah yang membimbing kami melewati hari-hari tergelap itu.
Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.
Oleh Saudara Zhao Zhi, Provinsi HebeiNamaku Zhao Zhi dan usiaku 52 pada tahun ini. Aku telah menjadi pengikut Tuhan Yang Mahakuasa selama...
Oleh Saudari Shu Chang, KoreaIbuku mengalami masalah kesehatan pada 1993, dan sebagai akibatnya, seluruh keluargaku percaya kepada Tuhan...
Oleh Saudari Yang Li, Provinsi JiangxiIbuku meninggal saat aku masih kecil, jadi aku harus menanggung beban berat tanggung jawab rumah...
Oleh Saudari Xu Hui, TiongkokAkhir Juli 2018, aku ditangkap karena percaya kepada Tuhan dan memberitakan Injil. Suatu hari pada bulan...