Dibebaskan dari Keirihatian
Oleh Saudara Claude, PrancisDi awal tahun 2021, aku melayani sebagai pengkhotbah dan berpartner dengan Saudara Matthew untuk memimpin...
Kami menyambut semua pencari yang merindukan penampakan Tuhan!
Saat duduk di sekolah dasar, ada teks yang meninggalkan kesan mendalam pada diriku—kisah tentang Kong Rong yang memberikan buah pirnya. Kong Rong memberikan pir terbesar kepada kakak dan adik lelakinya, sedangkan dia sendiri mengambil pir yang terkecil, sehingga dia dipuji oleh ayahnya. Kisahnya tercatat dalam buku Kitab Tiga Aksara. Pada waktu itu, aku benar-benar mengagumi perilaku moralnya, dan mendorong diriku untuk menjadi anak yang seperti itu. Jadi, sejak kecil, jika aku memiliki sesuatu yang sangat lezat atau menyenangkan, meski aku sangat menginginkannya untuk diriku sendiri, aku selalu meniru Kong Rong dan memberikannya kepada kakak dan adik perempuanku, tak pernah memperebutkannya. Kakak dan adikku sangat menyukaiku karena itu, dan para orang tua sangat memujiku, dan menyuruh anak-anak lain belajar dariku. Ini membuatku menganggap jenis bahwa inilah kualitas manusia yang seharusnya dimiliki manusia. Setelah percaya kepada Tuhan, inilah juga caraku bergaul dengan saudara-saudariku. Dalam tugas dan kehidupanku, aku tak pernah memperebutkan apa pun. Dalam segala hal, aku selalu mendahulukan orang lain. Jadi, aku diterima baik oleh saudara-saudariku, dan semua orang menganggapku mudah bergaul, tidak egois, dan penuh pengertian terhadap orang lain. Aku sangat bangga akan diriku karena berperilaku seperti itu, dan selalu menganggap kemanusiaanku baik. Lalu, setelah disingkapkan oleh fakta-fakta tertentu, akhirnya aku mulai memahami pandanganku yang keliru.
Pada Januari 2022, karena kebutuhan pekerjaan penginjilan, kami harus mencari banyak pekerja penyiraman dan pekerja penginjilan yang baru, jadi, aku diminta untuk terus mencari dan menyirami staf yang sesuai untuk dibina. Terkadang, saat menemukan saudara-saudari yang sesuai untuk tugas penyiraman, staf penginjilan lebih dahulu merekrut mereka. Ini membuatku sangat kecewa, tapi aku terlalu malu untuk mengatakannya, karena kupikir semua orang akan menganggapku bersikap egois dan bersaing. Jadi, aku mencari sebuah cara. Aku sengaja mengirim pesan ke diaken penyiraman, memberitahukan kepadanya bahwa orang yang cocok untuk penyiraman direbut oleh pekerja penginjilan. Pesan itu membuat diaken penyiraman berprasangka buruk terhadap pekerja penginjilan dan membuat kerja sama yang harmonis di antara mereka menjadi tak mungkin terjadi. Ketika pemimpin tingkat atas mengetahui hal ini, dia memangkasku dengan keras dan menyingkapkan diriku karena mengatakan sesuatu untuk menabur benih perselisihan dan mengganggu pekerjaan gereja. Dipangkas membuatku sedih, tetapi aku tetap tidak merenungkan diriku ataupun mengenal diriku sendiri.
Beberapa waktu kemudian, kudengar seorang saudari bernama Lyse memiliki kualitas dan pemahaman yang baik, jadi sangat sesuai untuk pekerjaan penyiraman. Aku menemui pemimpin gereja memintanya memindahkan saudari ini untuk menyirami petobat baru. Namun, karena orang yang memberitakan Injil sedang sangat dibutuhkan, pemimpin gereja mengutus Lyse untuk melaksanakan tugas itu. Saat mendengar kabar itu, aku merasa sangat sedih, dan ingin membahas hal itu dengan pemimpin gereja, tetapi kupikir, jika aku melakukannya, saudara-saudariku pasti akan menganggapku egois dan gemar memperebutkan sesuatu. Kukatakan pada diriku sendiri, "Tidak, aku tak boleh melakukannya. Dengan begitu aku akan tampak murah hati dan memiliki kemanusiaan yang baik." Karena itu, kutekan kebencianku, dengan munafik kukatakan aku bahagia untuk Lyse, bahwa pekerjaan penyiraman dan pekerjaan penginjilan sama-sama pekerjaan gereja. Tak lama kemudian, aku mendengar pemimpin gereja berkata, "Saudara Jerome memiliki kualitas yang baik dan pemahaman yang murni." Aku menginginkan saudara ini untuk menyirami para petobat baru, tetapi tak disangka, pemimpin gereja berkata dia telah mengirim saudara itu untuk menjadi pekerja penginjilan. Aku sudah tak tahan lagi. Waktu itu, dia meminta Lyse untuk memberitakan Injil. Mengapa dia juga menugaskan Jerome untuk pekerjaan penginjilan? Kami butuh orang untuk pekerjaan penyiraman. Jadi, kusampaikan situasi itu kepada pemimpin gereja. Setelah mendengar perkataanku, dia berkata, "Karena dia lebih dibutuhkan untuk pekerjaan penyiraman, aku akan berikan Jerome untukmu." Namun, aku sadar karena pemimpin gereja sudah mengirimnya untuk pekerjaan penginjilan, jika aku bersikeras mengambilnya, para pekerja penginjilan mungkin akan menganggapku egois dan bersikeras mengambil orang-orang yang cakap. Jadi, kuputuskan untuk membiarkannya memberitakan Injil. Ini akan menunjukkan bahwa aku memiliki kemanusiaan yang baik, tidak egois, dan mampu memikirkan orang lain. Di grup pertemanan, aku mengirim pesan bahwa Jerome akan menjadi pekerja penginjilan yang baik dan mengirim rangkaian emoji gembira dan perayaan. Sebenarnya, semua itu pura-pura. Suasana hatiku buruk, dan penuh dengan keluhan. Bagaimana bisa pemimpin berpikir bahwa hanya pekerjaan penginjilan yang butuh personel cakap? Dia tidak melihat kesulitan kami yang sebenarnya. Makin dipikirkan, makin aku merasa sedih.
Beberapa hari kemudian, hal lain terjadi—pemimpin meminta kami melaporkan tentang para personel yang dibina baru-baru ini. Aku melihat pekerja penginjilan membina lebih banyak orang daripada pekerja penyiraman, dan aku pun tak tahan lagi. Ketidakpuasan dan kesedihan langsung memenuhi pikiranku. Aku tak menyangka mereka membina orang sebanyak itu. Aku bahkan membiarkan mereka mengambil Lyse dan Jerome. Itu sangat tidak adil! Sekarang, jumlah pekerja penginjilan lebih banyak daripada pekerja penyiraman. Memikirkan banyaknya pendatang baru kelak, dan betapa sedikitnya pekerja penyiraman yang kami miliki, aku merasakan tekanan yang besar, dan aku juga berprasangka terhadap pemimpinku. Aku merasa dia hanya memikirkan pekerjaan penginjilan, dan tak seorang pun memikirkan pekerjaan penyiraman. Makin dipikirkan, makin aku merasa sedih, dan tak bisa menahan tangisku. Menyaksikan diaken penginjilan dan pemimpin gereja berbicara dengan penuh semangat tentang petobat baru di kelompok membuatku merasa terasing. Aku merasa sangat frustrasi hingga ingin keluar dari kelompok. Tengah hari itu, aku merasa sangat sengsara hingga tak bisa makan. Aku berbaring di kasur sendirian dan menangis terisak-isak; aku merasa jika aku terus seperti ini, aku pasti akan jatuh sakit. Saat seorang saudari melihat keadaanku, dia berkata aku tidak bicara terus terang dan menyamarkan diriku agar orang lain menganggapku murah hati dan menghormatiku. Setelah diingatkan saudariku, akhirnya aku mulai merenungkan diriku. Dalam firman Tuhan, aku membaca bagian-bagiani ini: "Tahukah engkau semua siapa sebenarnya orang Farisi? Adakah orang Farisi di sekitarmu? Mengapa orang-orang ini disebut 'Orang Farisi'? Bagaimana orang Farisi digambarkan? Mereka adalah orang-orang yang munafik, sama sekali palsu dan berpura-pura dalam segala sesuatu yang mereka lakukan. Tindakan berpura-pura apa yang mereka lakukan? Mereka berpura-pura bersikap baik, ramah, dan positif. Seperti inikah diri mereka yang sebenarnya? Sama sekali tidak. Mengingat bahwa mereka adalah orang munafik, segala yang terwujud dan tersingkap pada diri mereka adalah palsu; semuanya kepura-puraan—itu bukan diri mereka yang sebenarnya. Di manakah diri mereka yang sebenarnya disembunyikan? Itu tersembunyi jauh di dalam hati mereka, tidak pernah terlihat oleh orang lain. Segala sesuatu yang tampak di luarnya adalah kepura-puraan, semua itu palsu, tetapi mereka hanya bisa mengelabui orang; mereka tidak bisa mengelabui Tuhan. ... Bagi orang lain, orang-orang semacam itu tampak sangat saleh dan rendah hati, tetapi sebenarnya palsu; mereka tampak toleran, sabar, dan penuh kasih, tetapi itu sebenarnya kepura-puraan; mereka berkata mereka mengasihi Tuhan, tetapi itu sebenarnya adalah kepura-puraan. Orang lain menganggap orang semacam itu kudus, tetapi sebenarnya palsu. Di manakah seseorang yang benar-benar kudus ditemukan? Kekudusan manusia semuanya palsu. Semua itu adalah penipuan, kepura-puraan. Secara lahiriah, mereka tampak setia kepada Tuhan, tetapi sebenarnya mereka melakukannya agar dilihat orang lain. Ketika tak seorang pun yang melihat, mereka tidak sedikit pun setia, dan semua yang mereka lakukan asal-asalan. Secara lahiriah, mereka mengorbankan diri mereka bagi Tuhan dan telah meninggalkan keluarga dan karier mereka. Namun, apa yang sedang mereka lakukan secara diam-diam? Mereka sedang mengurus urusan mereka sendiri dan menjalankan bisnis mereka sendiri di dalam gereja, mendapatkan keuntungan dari gereja dan mencuri persembahan secara diam-diam dengan kedok bekerja untuk Tuhan .... Orang-orang ini adalah orang Farisi modern yang munafik" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Enam Indikator Pertumbuhan dalam Hidup"). "Jika yang kaukejar adalah kebenaran, yang kauterapkan adalah kebenaran, dan dasar ucapan dan tindakanmu adalah firman Tuhan dan prinsip-prinsip kebenaran, dan jika orang lain bisa mendapatkan manfaat dan keuntungan darimu, bukankah itu akan bermanfaat bagimu, juga bagi pendengarmu? Jika hidup dikekang oleh pemikiran budaya tradisional, engkau berpura-pura sementara orang lain juga melakukan hal yang sama, dan engkau berbicara dengan penuh sopan santun sementara mereka berbicara dengan menjilat, masing-masing berpura-pura terhadap yang lain, maka tak seorang pun darimu melakukan hal yang baik. Engkau dan mereka saling menjilat dan berbicara sopan sepanjang hari, tanpa satu pun perkataan kebenaran, sehingga yang terwujud dalam hidup ini hanyalah perilaku baik seperti yang dianjurkan oleh budaya tradisional. Meskipun di luarnya perilaku seperti itu lazim, semua itu adalah kemunafikan, perilaku yang menipu dan menyesatkan orang lain, perilaku yang menjerumuskan orang lain dan menipu mereka, tanpa adanya perkataan yang tulus. Jika engkau berteman dengan orang seperti itu, pada akhirnya engkau pasti akan terjerumus dan tertipu. Tidak ada dari perilaku baik mereka yang akan mendidik kerohanianmu. Yang diajarkan hanyalah kepalsuan dan tipu daya: engkau menipu mereka, mereka menipumu. Pada akhirnya, yang akan kaurasakan adalah terdegradasinya integritas dan martabatmu secara ekstrem, dan inilah yang benar-benar harus kautanggung. Engkau tetap harus menampilkan dirimu yang elegan dan sopan, dengan cara yang terpelajar dan bijaksana, tanpa bertengkar dengan orang lain atau menuntut terlalu banyak dari mereka. Engkau tetap harus bersabar dan toleran, pura-pura bersikap acuh dan berwawasan luas dengan wajah penuh senyum berseri-seri. Berapa tahun engkau harus berupaya keras untuk mencapai kondisi seperti itu? Jika engkau menuntut dirimu sendiri untuk hidup seperti ini di hadapan orang lain, bukankah hidupmu akan melelahkan? Berpura-pura memiliki begitu banyak kasih, padahal tahu betul bahwa engkau tidak seperti itu—kemunafikan seperti itu bukanlah hal yang mudah! Engkau akan merasa makin lelah karena bersikap seperti ini sebagai manusia; engkau akan lebih suka dilahirkan sebagai sapi atau kuda, babi atau anjing di kehidupanmu selanjutnya daripada sebagai manusia. Engkau akan mendapati manusia sangat munafik dan jahat" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Apa yang Dimaksud dengan Mengejar Kebenaran (3)"). Tuhan menyingkapkan bahwa orang yang hidup dengan kemunafikan berdasarkan konsep budaya tradisional, hanya akan mengalami penderitaan, depresi, dan keterasingan. Ini membuat perasaanku bergejolak, karena konsep ini telah sangat melukaiku. Khususnya saat aku membaca: "Berpura-pura memiliki begitu banyak kasih, padahal tahu betul bahwa engkau tidak seperti itu—kemunafikan seperti itu bukanlah hal yang mudah!" Aku merasa sangat malu. Firman Tuhan ini mendeskripsikan diriku. Aku jelas aku tidak terlalu murah hati, tetapi berpura-pura murah hati, dan aku tidak memedulikan pekerjaan gereja, tetapi tetap berpura-pura memedulikannya. Saat Lyse dan Jerome diminta untuk memberitakan Injil, aku jelas merasa sangat enggan, tetapi aku memaksa diri untuk tersenyum, bahkan mengirim pesan aku bahagia jika mereka memberitakan Injil. Aku selama ini sangat palsu dan menyamarkan diriku! Firman Tuhan mengungkapkan bahwa orang Farisi adalah orang-orang munafik yang selalu menyamarkan diri mereka. Di luarnya, mereka tampak memiliki kemanusiaan yang baik, bertoleransi dan sabar, rendah hati dan saleh. Padahal sebenarnya, mereka menggunakan cara-cara ini untuk menyesatkan dan menjerat orang demi melindungi status dan kedudukan mereka. Esensi mereka adalah membenci kebenaran dan Tuhan, dan itu sebabnya Tuhan Yesus mengecam mereka sebagai ular dan menjatuhkan petaka atas mereka. Saat merenungkan semua ini, aku merasa takut. Kepura-puraanku sama persis dengan kepura-puraan orang Farisi. Dalam hal penunjukan staf, aku memperlihatkan bahwa aku tak mau berebut dengan orang lain, dan aku ingin menukar kepura-puraan ini dengan penilaian baik dari orang lain. Aku berkata aku harus mengutamakan kepentingan gereja dalam segala hal, padahal sebenarnya aku memikirkan citraku sendiri. Aku khawatir pekerja penginjilan akan menganggapku egois, memiliki kemanusiaan yang buruk, dan tidak memikirkan pekerjaan gereja, jadi aku harus menahan diri. Meski di luarnya aku tampak murah hati dan dermawan, aku sangat menderita dan memendam kebencian besar, dan aku bahkan berprasangka terhadap pemimpin gereja dan diaken penginjilan. Namun, kusembunyikan semua pemikiran itu di tempat yang tak terlihat, agar saudara-saudariku menganggapku memiliki kemanusiaan yang baik dan mampu menjunjung tinggi pekerjaan gereja. Aku merenungkan niatku dan apa yang telah kusingkapkan ini, dan merasa jijik dengan perilakuku. Aku telah menyesatkan dan memikat orang dengan kedok perbuatan baikku dan membangun citraku sendiri—semua yang telah kukatakan dan kulakukan menjijikkan dan dibenci oleh Tuhan.
Belakangan, aku beberapa kali mendengar persekutuan Tuhan yang menganalisis budaya dan kebajikan tradisional, dan mulai merenungkan diriku dan konsep budaya tradisional mana yang mengendalikanku hingga aku hidup sedemikian munafik dan menderita. Aku membaca beberapa firman Tuhan: "Ada sebuah kisah dalam budaya tradisional tentang Kong Rong yang memberikan buah pir yang lebih besar. Bagaimana menurutmu: apakah orang yang tidak bisa seperti Kong Rong bukanlah orang yang baik? Dahulu, orang berpikir bahwa siapa pun yang bisa seperti Kong Rong adalah orang yang berkarakter mulia dan berintegritas kuat, yang mengorbankan kepentingan mereka sendiri demi orang lain—orang yang baik. Apakah Kong Rong dari kisah bersejarah ini merupakan panutan yang diikuti semua orang? Apakah karakter ini memiliki tempat tertentu di hati orang? (Ya.) Bukan namanya, tetapi pemikiran dan tindakannya, moralitas dan perilakunya, yang menempati tempat di hati orang-orang. Orang menghargai tindakan semacam itu dan menyetujuinya, dan mereka mengagumi perilaku moral Kong Rong di dalam hati mereka" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Apa yang Dimaksud dengan Mengejar Kebenaran (10)"). "Pengaruh budaya tradisional terhadap kaum intelektual sangatlah mendalam. Mereka tidak hanya menerima budaya tradisional, tetapi mereka juga menerima banyak pemikiran dan pandangan dari budaya tradisional ke dalam hati mereka dan memperlakukannya sebagai hal yang positif, bahkan sampai-sampai menganggap beberapa pepatah terkenal sebagai moto, dan dengan melakukannya, mereka menempuh jalan yang salah dalam hidup. Budaya tradisional diwakili oleh doktrin Konfusianisme. Doktrin Konfusianisme memiliki serangkaian teori ideologis, itu terutama menganjurkan budaya moral tradisional, dan itu dihormati oleh kelas penguasa dari dinasti di sepanjang sejarah, yang menghormati Konfusius dan Mencius sebagai orang kudus. Doktrin Konfusianisme menganjurkan bahwa orang harus menjunjung tinggi nilai-nilai kebajikan, keadilan, kesopanan, kebijaksanaan, dan sifat dapat dipercaya, belajar untuk terlebih dahulu bersikap tenang dan sabar setiap kali sesuatu terjadi, tetap tenang dan membicarakan segala sesuatunya, bukan bertengkar atau memperebutkan sesuatu, dan harus belajar mengakomodasi dengan sopan, serta mendapatkan rasa hormat dari semua orang. Inilah yang dimaksud dengan berperilaku sopan. Kaum intelektual ini menempatkan diri mereka pada posisi yang lebih tinggi daripada kebanyakan orang, dan di mata mereka, semua orang adalah objek dari kesabaran dan toleransi mereka. 'Efek' dari pengetahuan sungguh luar biasa! Orang-orang ini sangat menyerupai orang yang pura-pura bermartabat, bukan? Orang-orang yang memperoleh terlalu banyak pengetahuan akan menjadi orang bermartabat yang palsu. Jika kelompok para orang terpelajar yang beradab ini dijelaskan dalam satu frasa, itu adalah keanggunan ilmiah yang beradab. ... Mereka mengkhususkan diri untuk mempelajari dan meniru keanggunan sopan yang diperlihatkan oleh para pria bermartabat. Dengan nada bicara dan cara apa mereka berbicara dan berdiskusi bersama-sama? Ekspresi wajah mereka sangat lembut, dan mereka berbicara dengan sopan dan hati-hati. Mereka hanya mengutarakan pandangan mereka sendiri dan sekalipun mereka mengetahui bahwa pandangan orang lain keliru, mereka tidak mengatakan apa pun. Tak ada seorang pun yang menyakiti perasaan siapa pun, dan perkataan mereka sangat lembut, seolah-olah dibungkus dengan kapas agar mereka tidak menyakiti atau membuat jengkel siapa pun, yang membuat orang merasa muak, gelisah atau marah hanya dengan mendengarkan mereka. Sebenarnya, tak ada seorang pun yang pandangannya jelas, dan tak ada seorang pun yang mengalah dengan siapa pun. Orang-orang semacam ini sangat pandai menyamar. Ketika menghadapi hal yang paling sepele sekalipun, mereka akan menyamar dan menutupi diri mereka sendiri, dan tak seorang pun dari mereka yang memberikan penjelasan yang gamblang. Di hadapan orang-orang biasa, sikap seperti apa yang ingin mereka ambil, dan citra seperti apa yang ingin mereka tampilkan? Yaitu, agar orang biasa melihat bahwa mereka adalah pria bermartabat. Pria bermartabat terlihat lebih unggul daripada orang lain dan dihormati orang-orang. Orang-orang menganggap bahwa mereka memiliki wawasan yang lebih luas daripada orang-orang pada umumnya, dan bahwa mereka memiliki pemahaman yang lebih baik tentang berbagai hal dibandingkan dengan orang-orang pada umumnya, jadi semua orang berkonsultasi dengan mereka setiap kali mereka memiliki masalah. Inilah hasil yang sebenarnya diinginkan kaum intelektual ini, mereka semua berharap untuk dihormati sebagai orang kudus" (Firman, Jilid 4, Menyingkapkan Antikristus, Bab Sembilan (Bagian Satu)). Firman Tuhan menggambarkan masalahku dengan tepat. Mengapa aku menganggap perbuatan baik yang munafik tersebut sebagai hal positif yang patut ditiru? Itu karena aku telah dipengaruhi oleh konsep budaya tradisional Kong Rong yang memberikan pir yang lebih besar. Aku hidup berdasarkan konsep tersebut sejak kecil. Agar dianggap sebagai anak yang baik, aku memberikan banyak mainan dan camilan kesukaanku kepada saudari-saudariku. Saat besar, aku juga menampilkan kemurahan hati dalam segala hal. Meski enggan melakukannya, kupikir hanya orang seperti itulah yang memiliki kemanusiaan yang baik dan memahami tata krama, dan bahwa itulah satu-satunya cara untuk mendapatkan kekaguman dan rasa hormat dari orang lain, jadi dengan enggan aku bertahan. Setelah percaya kepada Tuhan, aku tetap menerapkan gagasan tradisional tersebut sebagai kebenaran. Dalam hal penunjukan kedua staf itu, aku sangat menahan diri. Jelas pekerja penyiraman kurang, tetapi aku berpura-pura mengabdi tanpa pamrih dan membiarkan kedua orang yang sesuai untuk tugas penyiraman, memberitakan Injil. Ini membuatku tampak sangat mulia dan murah hati, padahal sebenarnya, aku sangat negatif hingga beberapa kali menangis diam-diam karena kekurangan staf. Aku berprasangka terhadap pemimpin gereja, dan akhirnya pekerjaan penyiraman menjadi tertunda. Apa gunanya "memberi" seperti itu? Demi citra baikku, aku telah mengikuti sosok mulia seperti Kong Rong, dan tidak peduli meski itu menunda pekerjaan gereja. Aku benar-benar orang munafik. Jika aku sungguh memikirkan pekerjaan gereja, aku tentunya akan mengevaluasi kebutuhan staf kami berdasarkan tuntutan pekerjaan penyiraman, tetapi untuk melindungi citraku, aku sama sekali tidak mengikuti prinsip. Bahkan sekalipun pekerjaan penyiraman terpengaruh karena kekurangan staf, aku tetap bersikeras untuk melepaskan orang dengan "murah hati". Aku menerima pujian dari orang lain dengan membiarkan pekerjaan penyiraman menjadi tertunda. Tak heran Tuhan berkata orang seperti itu munafik. Aku sadar perilakuku selama ini begitu penuh kepalsuan.
Setelah itu, aku membaca beberapa firman Tuhan yang membuat perasaanku bergejolak. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Engkau semua harus memahami dengan jelas bahwa pepatah apa pun tentang perilaku moral bukanlah kebenaran, dan terlebih lagi, semua itu tidak dapat menggantikan kebenaran. Semua itu bahkan bukan hal-hal yang positif. Jadi apa sebenarnya pepatah-pepatah itu? Dapat dikatakan dengan pasti bahwa pepatah-pepatah tentang perilaku moral ini adalah pernyataan menyesatkan yang Iblis gunakan untuk menyesatkan manusia. Hal itu bukanlah kenyataan kebenaran yang harus manusia miliki, juga bukan hal-hal positif yang harus dihidupi oleh kemanusiaan yang normal. Pepatah tentang perilaku moral ini merupakan kepalsuan, kepura-puraan, kekeliruan, dan tipu muslihat—semua itu adalah perilaku yang dibuat-buat, dan sama sekali tidak berasal dari hati nurani dan nalar manusia atau dari pemikiran normal mereka. Oleh karena itu, semua pepatah budaya tradisional tentang perilaku moral adalah kesesatan dan kekeliruan yang tak masuk akal dan konyol. Melalui beberapa kali persekutuan ini, hari ini kita telah sepenuhnya menjatuhkan hukuman mati pada pepatah tentang perilaku moral yang Iblis anjurkan. Jika pepatah itu bahkan bukan hal yang positif, mengapa orang-orang bisa menerimanya? Bagaimana orang bisa hidup berdasarkan gagasan dan pandangan ini? Alasannya adalah karena pepatah tentang perilaku moral ini sangat selaras dengan gagasan dan imajinasi orang. Semua itu membangkitkan kekaguman dan penerimaan, sehingga orang menerima pepatah tentang perilaku moral ini dengan sepenuh hatinya, dan meskipun mereka tidak dapat menerapkannya, di dalam hatinya, mereka mendukung dan memujanya dengan penuh semangat. Jadi, Iblis menggunakan berbagai pepatah tentang perilaku moral untuk menyesatkan manusia, untuk mengendalikan hati dan perilaku mereka, karena di dalam hatinya, orang memuja dan memiliki keyakinan buta akan segala macam pepatah tentang perilaku moral, dan mereka semua ingin menggunakan pernyataan ini untuk berlagak memiliki martabat, kemuliaan, dan kebaikan yang lebih besar, sehingga mencapai tujuan mereka untuk dihormati dan dipuji. Segala macam pepatah tentang perilaku moral, pada dasarnya, menuntut agar orang ketika melakukan hal tertentu, mereka harus memperlihatkan semacam perilaku atau kualitas manusia tertentu dalam hal perilaku moral. Perilaku dan kualitas manusia ini tampaknya cukup luhur, dan semua itu dihormati, sehingga semua orang, di dalam hatinya, sangat menginginkannya. Namun, apa yang tidak mereka pertimbangkan adalah bahwa pepatah tentang perilaku moral ini sama sekali bukan prinsip perilaku yang harus diikuti oleh orang normal; sebaliknya, semua itu adalah berbagai perilaku munafik yang dapat memengaruhi seseorang. Semua itu adalah penyimpangan dari standar hati nurani dan nalar, penyimpangan dari kehendak kemanusiaan normal. Iblis menggunakan pepatah tentang perilaku moral yang palsu dan kepura-puraan untuk menyesatkan manusia, untuk membuat mereka menyembah dirinya, dan dengan demikian, orang-orang munafik yang disebut orang bijak itu menyebabkan orang menganggap kemanusiaan normal dan standar perilaku manusia sebagai hal-hal yang biasa, sederhana, dan bahkan hina. Orang pun memandang rendah hal-hal itu dan menganggapnya tidak berharga. Ini karena pepatah tentang perilaku moral yang dikemukakan Iblis begitu menyenangkan mata dan begitu selaras dengan gagasan dan imajinasi manusia. Namun, faktanya, adalah bahwa semua pepatah tentang perilaku moral, apa pun itu, bukanlah merupakan prinsip yang harus orang ikuti dalam perilaku mereka atau dalam cara mereka menangani apa pun di dunia ini. Coba renungkan—bukankah benar demikian? Intinya, pepatah tentang perilaku moral hanyalah tuntutan agar orang-orang secara dangkal menjalani kehidupan yang lebih bermartabat dan luhur, memungkinkan mereka untuk membuat orang lain memuja atau memuji mereka, agar orang lain tidak meremehkan mereka. Esensi dari pepatah ini menunjukkan bahwa semua itu hanyalah tuntutan agar orang memperlihatkan perilaku moral yang baik, sehingga menutupi dan menahan ambisi serta keinginan berlebihan dari manusia yang rusak, menutupi esensi natur manusia yang jahat dan mengerikan, serta menutupi berbagai perwujudan dari watak rusak mereka. Semua itu dimaksudkan untuk meningkatkan kepribadian seseorang melalui perilaku dan tindakan baik yang dangkal, untuk meningkatkan citra mereka di hati orang lain dan memperluas penilaian dunia tentang diri mereka. Poin-poin ini menunjukkan bahwa pepatah tentang perilaku moral adalah tentang menutupi pikiran, pandangan, tujuan, dan niat batin manusia, dan wajah mereka yang mengerikan, serta esensi natur mereka dengan menggunakan perilaku dan tindakan yang dangkal. Akan berhasilkah hal-hal ini ditutupi? Bukankah mencoba menutupinya malah membuat semua itu makin terlihat? Namun, Iblis tidak peduli akan hal itu. Tujuan Iblis adalah untuk menutupi wajah mengerikan dari manusia yang rusak, untuk menutupi yang sebenarnya tentang kerusakan manusia. Jadi, Iblis menyuruh orang-orang mengadopsi perwujudan perilaku moral untuk menyamarkan diri mereka sendiri, yang berarti Iblis menggunakan aturan dan perilaku moral untuk membuat kemasan penampilan manusia yang rapi, meningkatkan kualitas dan kepribadian orang sehingga mereka dapat membuat orang lain menghargai dan memuji mereka. Pada dasarnya, pepatah-pepatah tentang perilaku moral ini menentukan apakah seseorang itu luhur atau hina berdasarkan perwujudan perilaku dan standar moral mereka" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Apa yang Dimaksud dengan Mengejar Kebenaran (10)"). Setelah membaca firman Tuhan, barulah aku mengerti bahwa selama ini aku memiliki sudut pandang yang keliru, yaitu memperlakukan kebajikan budaya tradisional sebagai standar untuk menentukan baik atau buruknya kemanusiaan seseorang. Aku secara keliru menganggap kebajikan sebagai kebenaran, menganggap orang yang bajik memiliki kemanusiaan yang baik. Sebenarnya, kebajikan bukan prinsip hidup yang harus diikuti manusia. Itu adalah tindakan kemunafikan, dan pada dasarnya, itu adalah taktik dan metode yang Iblis gunakan untuk menyesatkan dan merusak manusia. Iblis menggunakan budaya tradisional untuk menanamkan standar moral untuk dihidupi manusia. Tujuannya agar mereka menggunakan kedok perbuatan baik untuk menyamarkan diri mereka dan menyembunyikan kerusakan dan keburukan diri mereka sebagai cara untuk dihargai orang lain, dan sebagai hasilnya, orang pun menjadi makin munafik dan licik. Aku sadar bahwa aku pun seperti itu. Aku menganggap kebajikan budaya tradisional sebagai patokan bagi tindakanku. Meski di luarnya aku terlihat tak bersaing dengan orang lain, dan bisa akrab dengan mereka, sebenarnya, aku memaksakan diri untuk berbuat baik agar orang-orang menganggapku baik, dan aku dapat menjaga citraku di hati mereka. Namun, aku berkata aku memikirkan pekerjaan gereja. Aku sangat licik!
Beberapa waktu kemudian, aku membaca firman Tuhan: "Seseorang yang memahami kebenaran harus menganalisis berbagai pepatah dan tuntutan budaya tradisional tentang perilaku moral. Engkau harus menganalisis yang mana di antara pepatah itu yang paling kauhargai dan selalu kaupegang, yang selalu berfungsi sebagai dasar dan standar untuk bagaimana engkau memandang orang dan hal-hal, serta bagaimana engkau berperilaku dan bertindak. Kemudian, engkau harus membandingkan hal-hal yang kaupegang itu dengan firman dan tuntutan Tuhan, juga mencari tahu apakah aspek budaya tradisional ini bertentangan atau berlawanan dengan kebenaran yang Tuhan ungkapkan. Jika engkau memang benar-benar menemukan masalah, engkau harus segera menganalisis dimanakah tepatnya aspek-aspek budaya tradisional ini keliru dan tidak masuk akal. Ketika engkau jelas tentang masalah ini, engkau akan tahu apa yang dimaksud dengan kebenaran dan apa yang dimaksud dengan kekeliruan; engkau akan memiliki jalan penerapan dan akan mampu memilih jalan yang harus kautempuh. Carilah kebenaran dengan cara seperti ini dan engkau akan mampu kembali ke jalan yang benar" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Apa yang Dimaksud dengan Mengejar Kebenaran (5)"). Dari firman Tuhan, aku mengerti jika kita tidak mau hidup berdasarkan konsep-konsep tradisional ini, pertama, kita harus memahami dan menganalisis hal-hal ini, mencari tahu letak kesalahannya, kenapa tak masuk akal, bagaimana itu melanggar kebenaran, dan apa akibatnya jika kita hidup berdasarkan hal-hal ini. Setelah kita memahaminya dengan baik, barulah kita bisa melepaskannya dan menerima kebenaran. Aku mulai bertanya-tanya: Apakah "memberi" dalam kisah Kong Rong yang memberikan pir yang lebih besar sesuai dengan prinsip kebenaran? Apakah "memberi" seperti ini adalah salah satu tuntutan Tuhan agar orang memiliki kemanusiaan yang normal? Apakah orang yang sabar dalam segala hal benar-benar orang yang baik? Kesabaranku yang membabi buat telah menyebabkan kekurangan staf serius dalam pekerjaan penyiraman. Untuk menampilkan kemurahan hati dan kesabaran dalam segala hal, aku mengatakan banyak kebohongan munafik. Karena dididik dengan konsep-konsep tradisional itu, alih-alih menjadi orang baik, aku justru menjadi orang munafik dan licik. Saat mendapatkan penghargaan dari orang lain, aku tidak bahagia—aku justru menjadi makin depresi dan sengsara. Inilah akibatnya jika mendewakan budaya tradisional. Jika Tuhan tidak menyingkapkan esensi dari budaya tradisional, aku pasti tak akan menyadarinya seumur hidupku. Aku tak bisa berhenti berterima kasih kepada Tuhan karena mengungkapkan kebenaran dan menganalisis konsep-konsep tradisional, memampukanku untuk menyadarinya.
Setelah itu, aku berpikir, "Karena kebajikan Kong Rong yang memberikan pir yang lebih besar hanyalah kedok perbuatan baik, dan tidak berarti dia memiliki kemanusiaan yang baik, lalu apa artinya kemanusiaan yang benar-benar baik?" Dalam firman Tuhan, aku membaca: "Harus ada standar untuk memiliki kemanusiaan yang baik. Ini bukan masalah mengambil jalan yang biasa-biasa saja, bukan masalah berpegang pada prinsip-prinsip, berusaha keras untuk tidak menyinggung siapa pun, menyanjung semua orang ke mana pun engkau pergi, menjadi licin dan licik dengan siapa pun yang kaujumpai, dan membuat semua orang berbicara baik tentangmu. Ini bukanlah standarnya. Jadi, apa standarnya? Standarnya adalah mampu tunduk kepada Tuhan dan kebenaran. Standarnya adalah orang harus memperlakukan tugasnya dan segala macam orang, peristiwa, dan hal-hal sesuai prinsip dan dengan rasa tanggung jawab. Ini jelas untuk dilihat semua orang; semua orang jelas tentang hal ini di dalam hati mereka. Selain itu, Tuhan memeriksa hati orang dan mengetahui situasi mereka, masing-masing dan setiap orang; siapa pun mereka, tak seorang pun yang bisa membodohi Tuhan. Sebagian orang selalu membual bahwa mereka memiliki kemanusiaan yang baik, bahwa mereka tidak pernah menjelek-jelekkan orang lain, tidak pernah merugikan kepentingan orang lain, dan mereka mengaku tidak pernah mengingini milik orang lain. Ketika terjadi konflik kepentingan, mereka bahkan lebih memilih menderita kerugian daripada memanfaatkan orang lain, dan semua orang menganggap mereka orang yang baik. Namun, ketika melakukan tugas-tugas mereka di rumah Tuhan, mereka licik dan licin, selalu membuat rencana kotor bagi diri mereka sendiri. Mereka tidak pernah memikirkan kepentingan rumah Tuhan, mereka tidak pernah menganggap mendesak apa yang Tuhan anggap mendesak atau memikirkan apa yang Tuhan pikirkan, dan mereka tidak pernah bisa menyingkirkan kepentingan diri mereka sendiri untuk melakukan tugas mereka. Mereka tidak pernah meninggalkan kepentingan diri mereka sendiri. Bahkan ketika mereka melihat orang jahat melakukan kejahatan, mereka tidak menyingkapkannya; mereka sama sekali tidak memiliki prinsip. Kemanusiaan macam apa ini? Ini bukanlah kemanusiaan yang baik. Jangan perhatikan apa yang dikatakan orang-orang semacam itu; engkau harus melihat apa yang mereka jalani, apa yang mereka singkapkan, dan bagaimana sikap mereka ketika mereka melaksanakan tugas, seperti apa keadaan batin mereka dan apa yang mereka cintai. Jika mereka mencintai ketenaran dan keuntungan mereka sendiri melebihi kesetiaan mereka kepada Tuhan, jika mereka mencintai ketenaran dan kekayaan mereka sendiri melebihi kepentingan rumah Tuhan, atau jika mereka mencintai ketenaran dan kekayaan mereka sendiri melebihi perhatian yang mereka tunjukkan kepada Tuhan, maka apakah orang-orang semacam itu memiliki kemanusiaan? Mereka bukanlah orang yang memiliki kemanusiaan. Perilaku mereka dapat dilihat oleh orang lain dan oleh Tuhan. Sangatlah sulit bagi orang-orang semacam itu untuk mendapatkan kebenaran" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Dengan Menyerahkan Hatinya kepada Tuhan, Orang Dapat Memperoleh Kebenaran"). Dari firman Tuhan, aku mengerti bahwa orang dengan kemanusiaan yang benar-benar baik adalah orang yang mencintai kebenaran dan hal-hal positif, bertanggung jawab dalam tugas, berpegang teguh pada prinsip kebenaran, dan menjunjung tinggi pekerjaan gereja. Orang yang di luarnya tampak tidak menyinggung siapa pun, sabar secara membabi buta dan tidak berprinsip, serta memilih menanggung kerugian sendiri daripada memanfaatkan orang lain, meski di luarnya mereka tampak berkarakter baik, dalam tugasnya, mereka selalu ingin melindungi kepentingan pribadi, tak pernah menerapkan kebenaran, dan tak pernah memikirkan pekerjaan gereja. Orang-orang seperti itu sama sekali tidak memiliki kemanusiaan yang baik. Aku tak mau lagi hidup berdasarkan budaya tradisional dan menjadi orang yang terlihat baik di luarnya. Aku ingin hidup dalam keserupaan dengan manusia sesuai dengan tuntutan Tuhan.
Saat membaca firman Tuhan, aku menemukan jalan penerapan. Tuhan berfirman: "Engkau harus mencari kebenaran untuk menyelesaikan setiap masalah yang timbul, apa pun masalahnya, dan sama sekali tidak menyamarkan dirimu atau mengenakan kedok di hadapan orang lain. Kekuranganmu, kelemahanmu, kesalahanmu, watakmu yang rusak—terbukalah sepenuhnya mengenai semua itu, dan bersekutulah tentang semuanya itu. Jangan menyembunyikannya di dalam hati. Belajar untuk membuka dirimu sendiri adalah langkah awal menuju jalan masuk kehidupan, dan inilah rintangan pertama, yang paling sulit untuk diatasi. Begitu engkau berhasil mengatasinya, masuk ke dalam kebenaran menjadi mudah. Apa yang ditunjukkan dari mengambil langkah ini? Ini menunjukkan bahwa engkau sedang membuka hatimu dan menunjukkan semua yang kaumiliki, baik atau buruk, positif atau negatif; menelanjangi dirimu agar dilihat oleh orang lain dan oleh Tuhan; tidak menyembunyikan apa pun dari Tuhan, tidak menutupi apa pun, tidak menyamarkan apa pun, bebas dari kelicikan dan tipu muslihat, dan juga bersikap terbuka serta jujur dengan orang lain. Dengan cara ini, engkau hidup dalam terang, dan bukan saja Tuhan akan memeriksamu, tetapi orang lain akan bisa melihat bahwa engkau bertindak dengan prinsip dan dengan suatu tingkat keterbukaan. Engkau tak perlu menggunakan cara apa pun untuk melindungi reputasi, citra, dan statusmu, engkau juga tak perlu menutupi atau menyamarkan kesalahanmu. Engkau tak perlu terlibat dalam upaya yang sia-sia ini. Jika engkau dapat melepaskan hal-hal ini, engkau akan sangat tenang, engkau akan hidup tanpa kekangan atau rasa sakit, dan akan sepenuhnya hidup dalam terang" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Dari firman Tuhan itu, aku mengerti bahwa aku tak seharusnya menyamarkan diriku untuk menampilkan citra diri yang palsu. Sebaliknya, aku harus menjadi orang yang jujur, apa adanya, dan terbuka, dan aku harus membuka diri dan menyampaikan masalah atau kesulitan yang kuhadapi, agar saudara-saudari dapat membantuku dengan lebih baik. Jika aku tidak mengatakannya, dengan membabi buta bersikap sabar dan menyamarkan diriku, semua orang akan yakin bahwa pekerjaan penyiraman tidak kekurangan staf dan mengira pekerjaan berjalan dengan baik. Padahal sebenarnya, aku menderita, dan pekerjaan gereja dirugikan. Jadi, aku secara sadar menerapkan firman Tuhan dan menyampaikan kesulitanku dengan jelas kepada saudara-saudariku. Setelah itu, mereka semua menyediakan beberapa personel yang cakap dalam melakukan pekerjaan penyiraman. Ini membuatku sadar betapa mudah dan menyenangkan bertindak sesuai firman Tuhan. Hidup berdasarkan budaya tradisional hanya akan membuat kita menjadi makin rusak, makin palsu dan licik, dan makin sengsara. Hanya menerapkan kebenaranlah yang membuat kita bisa hidup dalam keserupaan dengan manusia, menjadi orang yang benar-benar baik, dan mengalami kedamaian dan sukacita sejati. Syukur kepada Tuhan!
Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.
Oleh Saudara Claude, PrancisDi awal tahun 2021, aku melayani sebagai pengkhotbah dan berpartner dengan Saudara Matthew untuk memimpin...
Oleh Saudari Joanne, Korea SelatanSuatu hari dua orang pemimpin gereja melaporkan masalah kepadaku. Mereka berkata, Isabella, yang memimpin...
Oleh Saudari Ye Cheng, Tiongkok Pada Januari tahun ini, aku menyirami petobat baru di gereja. Saudari Liu dan suaminya adalah dua petobat...
Oleh Saudari Xun Qiu, TiongkokTuhan Yang Mahakuasa berkata: "Daging manusia adalah milik Iblis, itu penuh dengan watak pemberontak, itu...