Renungan tentang Tidak Melakukan Hal kepada Orang Lain yang Tidak Ingin Kau Lakukan kepada Dirimu

27 Februari 2023

Oleh Saudari Bai Xue, Korea

Ada sangat banyak masalah muncul dalam tugasku, baik besar maupun kecil. Beberapa karena terlalu ceroboh, dan beberapa karena tak tahu prinsipnya. Aku sedikit khawatir, takut ditangani pemimpinku atau saudari rekan sekerjaku, mengatakan aku ceroboh dalam tugas, tapi rekan sekerjaku hampir tak menyebutkan masalahnya, hanya menyuruhku lebih berhati-hati. Ini selalu membuatku senang. Belakangan, saat melihat masalah gamblang dalam tugas orang lain, aku merasa mereka terlalu ceroboh dalam pekerjaan mereka, serta ingin bersekutu dengan mereka dan menganalisis masalah itu agar mereka bisa memahami natur dan konsekuensi serius masalah itu jika tak berubah. Namun, aku lalu berpikir, terang-terangan menunjukkan masalah orang lain akan melukai harga diri mereka. Lebih baik jika bicara secukupnya untuk membuat mereka menyadari masalah ini, dan sudahi. Selain itu, aku juga mengalami masalah yang sama, jadi apa hakku angkat bicara? Bagaimana jika aku menangani orang lain karena sesuatu, lalu aku juga melakukannya nanti? Bukankah artinya aku munafik? Kupikir aku sebaiknya bicara hal-hal baik saja. Dengan begitu jika nanti aku melakukan kesalahan, yang lain tak akan membuat keributan. Memaafkan orang lain adalah memaafkan diri sendiri. Saat memikirkannya seperti itu, sedikit kebenaran di hatiku hilang. Aku berkata kepada rekan sekerjaku, "Tak perlu menunjuk orang tertentu yang punya masalah. Kita cukup membicarakan masalahnya." Dia tak memberi tanggapan. Aku merasa sedikit tak nyaman setelah itu. Akankah orang lain sadar punya masalah jika tak ditunjukkan? Apa mereka nantinya akan berubah? Jika tidak, itu bisa memengaruhi pekerjaan. Aku merasa bimbang. Aku ingin bicara, tapi tak berani, dan dengan bungkam, aku merasa tak melakukan tugasku. Setelah itu, aku bertanya-tanya kenapa itu sangat sulit bagiku. Apa yang menghalangiku menyingkap masalah orang lain? Aku berdoa dalam hati, meminta Tuhan membimbingku memahami masalahku.

Kemudian, aku memberi tahu saudari lain tentang keadaanku saat ini, dan dia mengirimiku kutipan firman Tuhan. Membacanya benar-benar membuka mataku, dan aku mendapatkan pemahaman tentang masalahku. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Apakah engkau semua pendukung standar moral, 'Apa yang tidak ingin kaulakukan kepada dirimu sendiri, jangan lakukan kepada orang lain'? Jika seseorang adalah pendukung ungkapan ini, apakah menurutmu orang itu sangat baik dan luhur? Ada orang-orang yang akan berkata, 'Lihat, dia tidak suka memaksa orang lain, dia tidak menyulitkan orang lain, atau menempatkan mereka pada posisi yang sulit. Bukankah dia orang baik? Dia selalu bersikap keras terhadap dirinya sendiri tetapi bersikap lunak terhadap orang lain; dia tak pernah meminta siapa pun untuk melakukan sesuatu yang dia sendiri tak mau melakukannya. Dia memberi banyak kebebasan kepada orang lain, dan membuat mereka merasakan kehangatan dan penerimaan yang berlimpah. Betapa sangat baiknya orang ini!' Benarkah demikian? Maksud dari ungkapan 'Apa yang tidak ingin kaulakukan kepada dirimu sendiri, jangan lakukan kepada orang lain' adalah bahwa engkau hanya boleh memberikan atau menyediakan hal-hal yang kausukai dan nikmati kepada orang lain. Namun, hal-hal apa sajakah yang disukai dan dinikmati oleh orang yang rusak? Hal-hal yang rusak, hal-hal yang tidak masuk akal, dan keinginan yang berlebihan. Jika engkau memberikan dan menyediakan hal-hal yang negatif ini kepada orang-orang, bukankah semua manusia akan menjadi semakin rusak? Hal-hal positif akan menjadi makin berkurang. Bukankah ini yang sebenarnya terjadi? Sebenarnya, umat manusia telah dirusak sedemikian dalamnya. Manusia yang rusak suka mengejar ketenaran, keuntungan, status, dan kenikmatan daging; mereka ingin menjadi orang terkenal, menjadi orang hebat dan manusia super. Mereka menginginkan kehidupan yang nyaman dan enggan bekerja keras; mereka ingin semuanya diberikan kepada mereka tanpa harus bekerja. Sangat sedikit dari mereka yang mencintai kebenaran atau hal-hal yang positif. Jika orang memberikan dan menyediakan kerusakan dan kegemaran mereka kepada orang lain, apa yang akan terjadi? Akibatnya pastilah seperti yang kaubayangkan: manusia hanya akan menjadi makin rusak. Mereka yang mendukung gagasan 'apa yang tidak ingin kaulakukan kepada dirimu sendiri, jangan lakukan kepada orang lain', meminta agar orang-orang menanamkan kerusakan, kegemaran, dan keinginan mereka yang berlebihan kepada orang lain, membuat orang lain mencari kejahatan, kenyamanan, uang, dan promosi. Apakah ini jalan yang benar dalam hidup? Jelas terlihat bahwa 'apa yang tidak ingin kaulakukan kepada dirimu sendiri, jangan lakukan kepada orang lain' adalah ungkapan yang sangat bermasalah. Kelemahan dan kekurangan di dalam ungkapan ini sangat jelas terlihat; bahkan tak ada gunanya menganalisis dan membedakannya. Dengan sedikit pemeriksaan, kekeliruan dan ketidakwajarannya terlihat jelas. Namun, ada banyak di antaramu yang mudah diyakinkan dan dipengaruhi oleh ungkapan ini dan menerimanya tanpa kearifan. Saat berinteraksi dengan orang lain, engkau sering menggunakan standar moral ini untuk menegur dirimu sendiri dan menasihati orang lain. Dengan melakukan hal ini, engkau menganggap karaktermu sangat luhur, dan menganggap dirimu sangat bernalar. Namun tanpa menyadarinya, ungkapan ini telah menyingkapkan prinsip-prinsip yang mendasari tindakanmu dan sikapmu terhadap masalah. Pada saat yang sama, engkau telah menipu dan menyesatkan orang lain agar mereka memperlakukan orang dan keadaan dengan pandangan dan sikap yang sama seperti dirimu. Engkau telah bertindak seperti orang yang tidak berpihak kepada siapa pun, dan sepenuhnya mengambil jalan tengah. Engkau berkata, 'Apa pun masalahnya, tidak perlu menganggapnya serius. Jangan menyulitkan diri sendiri atau orang lain. Jika engkau menyulitkan orang lain, engkau juga akan menyulitkan dirimu sendiri. Bersikap baik kepada orang lain artinya bersikap baik kepada dirimu sendiri. Jika engkau bersikap keras terhadap orang lain, artinya engkau juga bersikap keras terhadap dirimu sendiri. Untuk apa menempatkan dirimu dalam posisi yang sulit? Tidak melakukan kepada orang lain apa yang tidak ingin kaulakukan kepada dirimu sendiri adalah hal terbaik yang dapat kaulakukan untuk dirimu sendiri, dan merupakan hal yang paling penuh toleransi.' Sikap ini jelas merupakan sikap yang tidak teliti dalam hal apa pun. Engkau tidak memiliki sikap atau sudut pandang yang jelas tentang masalah apa pun; engkau memiliki pandangan yang bingung tentang segala sesuatu. Engkau tidak teliti dan hanya berpura-pura tidak melihat apa pun. Ketika akhirnya engkau berdiri di hadapan Tuhan dan harus memberi pertanggungjawaban, itu juga akan menjadi kebingungan besar. Mengapa demikian? Karena engkau selalu berkata bahwa engkau tidak melakukan kepada orang lain apa yang tidak ingin kaulakukan kepada dirimu sendiri. Ini sangat nyaman dan menyenangkan, tetapi pada saat yang sama akan menimbulkan banyak masalah bagimu sehingga membuatmu tidak dapat memiliki pandangan atau sikap yang jelas dalam banyak hal. Tentu saja, itu juga membuatmu tak mampu memahami dengan jelas apa tuntutan dan standar Tuhan bagimu ketika engkau menghadapi situasi tertentu, atau hasil apa yang seharusnya kaucapai. Hal-hal ini terjadi karena engkau tidak teliti dalam apa pun yang kaulakukan; itu disebabkan oleh sikap dan pandanganmu yang bingung. Apakah tidak melakukan kepada orang lain apa yang tidak ingin kaulakukan kepada dirimu sendiri merupakan sikap toleran yang seharusnya kaumiliki terhadap orang dan segala sesuatu? Tidak. Itu hanyalah sebuah teori yang tampak benar, luhur, dan baik di luarnya, tetapi sebenarnya merupakan hal yang sepenuhnya negatif. Terlebih lagi, itu jelas bukanlah prinsip kebenaran yang harus orang patuhi" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Apa Arti Mengejar Kebenaran (10)"). Firman Tuhan menyingkapkan sikapku memperlakukan orang lain. Saat melihat masalah dalam cara seseorang melakukan tugas, aku tak ingin menunjukkannya dengan jelas. Dari luar, aku tampak baik hati, membiarkan orang lain menyelamatkan muka, dan tak mempermalukan mereka, tapi aku punya motivasi tersembunyi. Karena aku juga sering ceroboh dalam tugas dan punya masalah serupa, aku takut menunjukkan masalah pada orang lain, lalu melakukan kesalahan yang sama. Bukankah artinya aku munafik? Bersikap tegas terhadap orang lain juga buruk bagiku, karena jalan keluarku tertutup, jadi aku tak ingin menganggap serius masalah orang lain, lebih suka mengabaikannya. Aku tahu benar jika selalu ceroboh dalam tugas, mereka bukan hanya tak akan mendapatkan hasil baik atau melakukan perbuatan baik, tapi itu juga akan memengaruhi pekerjaan gereja, bahkan menyebabkan gangguan besar. Sebagai pengawas, aku seharusnya bertanggung jawab, bersekutu dan menunjukkan masalah orang lain, lalu bila perlu, menyingkap, menganalisis, dan menanganinya. Namun, untuk menyelamatkan muka dan melindungi statusku, aku bahkan kehilangan seutas keinginan menerapkan kebenaran. Dari luar, aku terlihat bertenggang hati, tapi kenyataannya, aku ingin melindungi diri sendiri dan mencegah orang lain menunjukkan masalahku. Jika bukan karena penyingkapan firman Tuhan, aku tak akan pernah sadar bahwa tak menunjukkan masalah orang lain adalah akibat dari dipengaruhi dan dikendalikan oleh falsafah jahat. Aku tak akan pernah melihat betapa liciknya aku.

Aku membaca ini dalam firman Tuhan. "Secara harfiah, arti ungkapan 'apa yang tidak ingin kaulakukan kepada dirimu sendiri, jangan lakukan kepada orang lain' adalah jika engkau tidak menyukai sesuatu, atau tidak suka melakukan sesuatu, maka engkau juga tidak boleh memaksakannya kepada orang lain. Ini tampaknya cerdas dan masuk akal, tetapi jika engkau menggunakan falsafah Iblis ini untuk menangani setiap keadaan, engkau akan melakukan banyak kesalahan. Kemungkinan besar engkau akan menyakiti, menyesatkan, atau bahkan merugikan orang lain. Ini sama halnya dengan beberapa orang tua yang tidak suka belajar, tetapi suka memaksa anak-anak mereka belajar, dan selalu berusaha bernalar dengan mereka, mendorong mereka untuk belajar dengan giat. Jika engkau ingin menerapkan tuntutan 'tidak melakukan kepada orang lain apa yang tidak ingin kaulakukan kepada dirimu sendiri' ini, maka para orang tua ini tidak boleh memaksa anak mereka belajar, karena mereka sendiri tidak menikmatinya. Ada orang-orang yang percaya kepada Tuhan, tetapi tidak mengejar kebenaran; tetapi di dalam hatinya mereka tahu bahwa percaya kepada Tuhan adalah jalan yang benar dalam hidup. Jika mereka melihat anak-anak mereka tidak berada di jalan yang benar, mereka mendorong anak-anak mereka untuk percaya kepada Tuhan. Meskipun mereka sendiri tidak mengejar kebenaran, mereka tetap menginginkan anak-anak mereka mengejar kebenaran dan diberkati. Dalam situasi ini, jika mereka ingin memperlakukan orang lain sebagaimana mereka ingin diperlakukan, maka para orang tua ini tidak boleh memaksa anak mereka untuk percaya kepada Tuhan. Itu memang sesuai dengan falsafah Iblis ini, tetapi itu juga akan menghancurkan kesempatan anak-anak mereka untuk diselamatkan. Siapa yang bertanggung jawab atas hasil ini? Bukankah prinsip moral tradisional tidak melakukan kepada orang lain apa yang tidak ingin kaulakukan kepada dirimu sendiri merugikan orang lain? ... Bukankah contoh-contoh ini telah sepenuhnya menyanggah ungkapan ini? Ungkapan ini sama sekali tidak benar. Sebagai contoh, ada orang-orang yang tidak menyukai kebenaran; mereka mendambakan kenyamanan daging, dan mencari cara untuk mengendur saat melaksanakan tugas mereka. Mereka tidak mau menderita atau membayar harga. Mereka menganggap ungkapan 'apa yang tidak ingin kaulakukan kepada dirimu sendiri, jangan lakukan kepada orang lain' mendukung sikap mereka, dan berkata kepada orang-orang, 'Engkau semua seharusnya belajar cara bersenang-senang. Engkau tidak perlu melaksanakan tugasmu dengan baik atau mengalami kesukaran atau membayar harga. Jika engkau bisa mengendur, maka mengendurlah; jika engkau dapat bersikap asal-asalan, maka lakukanlah. Jangan mempersulit dirimu sendiri. Lihat, aku hidup dengan cara seperti ini—bagus bukan? Hidupku begitu sempurna! Engkau melelahkan dirimu sendiri dengan hidup seperti itu! Engkau harus belajar dariku.' Bukankah ini memenuhi tuntutan 'tidak melakukan kepada orang lain apa yang tidak ingin kaulakukan kepada dirimu sendiri'? Jika engkau bertindak dengan cara seperti ini, apakah engkau adalah orang yang memiliki hati nurani dan nalar? (Tidak.) Jika seseorang kehilangan hati nurani dan nalarnya, bukankah dia tidak memiliki kebajikan? Ini disebut tidak memiliki kebajikan. Mengapa kita menyebutnya demikian? Karena orang itu mendambakan kenyamanan, dia asal-asalan dalam tugasnya, dan menghasut serta memengaruhi orang lain untuk mengikutinya dalam bersikap asal-asalan dan mendambakan kenyamanan. Apa masalahnya dengan hal ini? Bersikap asal-asalan dan tidak bertanggung jawab dalam tugasmu adalah tindakan tipu muslihat dan sikap yang menentang terhadap Tuhan. Jika engkau terus bersikap asal-asalan dan tidak bertobat, engkau akan disingkapkan dan diusir" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Apa Arti Mengejar Kebenaran (10)"). "Jika orang mencintai kebenaran, mereka akan memiliki kekuatan untuk mengejar kebenaran, dan dapat berusaha keras untuk menerapkan kebenaran. Mereka mampu meninggalkan apa yang harus ditinggalkan, dan melepaskan apa yang harus dilepaskan. Secara khusus, hal-hal yang berkaitan dengan ketenaran, keuntungan, dan statusmu sendiri harus dilepaskan. Jika engkau tidak melepaskan semua itu, artinya engkau tidak mencintai kebenaran dan tidak memiliki kekuatan untuk mengejar kebenaran. Ketika sesuatu terjadi padamu, engkau harus mencari kebenaran. Jika, pada saat-saat engkau seharusnya menerapkan kebenaran, engkau selalu memiliki hati yang egois dan tidak mampu melepaskan kepentingan dirimu sendiri, engkau tidak akan mampu menerapkan kebenaran. Jika engkau tidak pernah mencari atau menerapkan kebenaran dalam keadaan apa pun, engkau bukanlah orang yang mencintai kebenaran. Seberapa pun lamanya engkau telah percaya kepada Tuhan, engkau tidak akan memperoleh kebenaran. Ada orang-orang yang selalu mengejar ketenaran, keuntungan, dan kepentingan pribadi. Pekerjaan apa pun yang gereja atur untuk mereka, mereka selalu berpikir, 'Apakah ini akan menguntungkanku? Jika menguntungkan, aku akan melakukannya; jika tidak, aku tidak akan melakukannya.' Orang semacam ini tidak menerapkan kebenaran—jadi dapatkah mereka melaksanakan tugas mereka dengan baik? Tentu saja tidak. Meskipun engkau tidak melakukan kejahatan, engkau tetap bukan orang yang menerapkan kebenaran. Jika engkau tidak mengejar kebenaran, tidak menyukai hal-hal yang positif, dan apa pun yang menimpamu, engkau hanya memedulikan reputasi dan statusmu sendiri, kepentingan dirimu sendiri, dan apa yang baik untukmu, artinya engkau adalah orang yang hanya didorong oleh kepentingan diri sendiri, dan engkau egois dan hina. ... Jika orang tidak pernah menerapkan kebenaran setelah bertahun-tahun percaya kepada Tuhan, mereka adalah salah satu dari antara orang-orang tidak percaya, mereka jahat. Jika engkau tidak pernah menerapkan kebenaran, jika pelanggaranmu makin banyak, maka kesudahanmu telah ditentukan. Jelaslah bahwa semua pelanggaranmu, jalan salah yang kautempuh, dan penolakanmu untuk bertobat—semua ini jika digabungkan akan menjadi sekumpulan besar perbuatan jahat; dengan demikian, kesudahanmu adalah engkau akan masuk neraka, engkau akan dihukum" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Aku gemetar ketakutan mendengar yang diungkapkan firman Tuhan. Mendasarkan interaksi pada "apa yang tidak ingin kaulakukan kepada dirimu sendiri, jangan lakukan kepada orang lain" membuatku tampak pengertian terhadap orang lain, tapi kenyataannya, aku merugikan mereka. Aku tak menerapkan atau masuk ke dalam firman Tuhan atau tuntutan-Nya. Aku membiarkan masalah orang lain, bukan meminta mereka menerapkan firman Tuhan, seolah-olah mereka harus sepertiku, tak mencari kemajuan, negatif, dan bejat. Bertindak seperti itu tak bertanggung jawab. Artinya menjadi penggembira orang. Itu tak masuk akal dan tak bermoral. Begitulah caraku bersikap. Aku tak menyukai kebenaran dan hanya ingin bersantai. Aku tak ingin menjalankan tugasku dengan serius atau terperinci. Ada banyak masalah dan penyimpangan dalam tugasku, tapi aku takut menyingkap kesalahanku. Aku berharap pemimpin dan rekan sekerjaku tak akan terlalu ketat denganku. Aku juga takut jika terlalu blak-blakan dengan orang lain, aku harus memberi contoh dan menerima pengawasan mereka, yang tak akan memudahkan hidupku. Jadi, aku ingin melindungi orang lain dan menjadikan mereka sepertiku, tak menyebutkan masalah yang mereka lihat dan tak saling mengawasi. Sebelum mendapatkan kebenaran, orang cenderung mengikuti watak rusak mereka dalam hidup, bermalas-malasan dan asal-asalan dalam tugasnya. Inilah saat saling mengawasi dan membimbing paling dibutuhkan. Ini adalah hal yang baik dan melindungi pekerjaan gereja. Sebagai pengawas, aku seharusnya memimpin dalam menerapkan kebenaran, tapi bukan hanya tak menjadi contoh yang baik, aku membiarkan semua orang menjadi ceroboh dan tak berusaha maju, sama sepertiku. Intinya, aku muak dengan kebenaran dan tak mau menerimanya. Aku memimpin dengan ceroboh dan menipu Tuhan. Bukan saja tak melakukan tugasku dengan baik, aku juga merugikan saudara-saudariku. Makin merenungkannya, makin aku sadar itu masalah yang lebih serius daripada dugaanku. Demi melindungi reputasi dan status, aku mengabaikan pekerjaan gereja dan jalan masuk kehidupan saudara-saudari. Aku sangat egois dan keji. Aku juga mengerti kenapa Tuhan berkata orang seperti itu adalah orang tak percaya, orang jahat yang menyusup ke dalam rumah Tuhan. Itu karena yang ada di hati mereka hanyalah diri mereka sendiri—tak memikirkan pekerjaan gereja. Tuhan berharap kita semua bisa menerapkan kebenaran, bicara dan bertindak sesuai prinsip. Namun, aku tak mencintai kebenaran. Aku berharap semua orang saling melindungi dan tak seorang pun menerapkan kebenaran. Aku melakukan kebalikan dari yang Tuhan inginkan—ini adalah melakukan kejahatan. Dulu kupikir perbuatan jahat itu hanya dengan sengaja mengganggu pekerjaan gereja yang akan membuat Tuhan jijik, tapi saat itu kulihat selalu melindungi kepentingan sendiri, bicara dan bertindak berdasarkan kerusakan, serta tak menerapkan kebenaran juga melakukan kejahatan. Menyadari ini, aku segera berdoa kepada Tuhan dalam pertobatan: "Ya Tuhan, aku adalah pengawas, tapi tak menerapkan kebenaran. Untuk melindungi reputasi dan status, aku ingin semua orang saling melindungi. Aku tak punya hati nurani atau nalar, juga tak pantas menerima tugas ini. Tuhan, aku ingin bertobat dan berubah." Setelah berdoa, aku membuat daftar semua masalah yang dialami orang lain dalam tugas akhir-akhir ini. Aku tercengang saat melihat detail dari semua masalah ini. Beberapa orang tak bertanggung jawab dan ceroboh dalam tugas, itu berarti beberapa pekerjaan harus diulang. Melihat masalah yang menumpuk membuatku sangat tak nyaman. Aku tak mengira akan ada begitu banyak masalah dalam tugas setiap orang. Namun, aku masih berpikir bisa membiarkan itu, memanjakan orang lain dan diriku sendiri. Aku tak memikirkan kehendak Tuhan. Jika situasi itu berlanjut, keterlambatan dalam pekerjaan kami adalah kesalahanku.

Malam itu aku membaca kutipan firman Tuhan yang membantuku memahami perilakuku. Firman Tuhan mengatakan, "Apa pun yang mereka lakukan, antikristus terlebih dahulu memikirkan kepentingan mereka sendiri, dan mereka hanya bertindak setelah mereka memikirkan semuanya; mereka tidak menaati kebenaran dengan sungguh-sungguh, dengan tulus, dengan mutlak dan dengan tidak berkompromi, tetapi melakukannya secara selektif dan bersyarat. Lalu apa syaratnya? Syaratnya status dan reputasi mereka harus terlindungi, dan tidak boleh sedikit pun dirugikan. Hanya setelah syarat ini dipenuhi, barulah mereka akan memutuskan dan memilih apa yang harus dilakukan. Artinya, antikristus memikirkan dengan serius bagaimana cara memperlakukan prinsip-prinsip kebenaran, amanat Tuhan, dan pekerjaan rumah Tuhan, atau bagaimana menangani hal-hal yang mereka hadapi. Mereka tidak memikirkan bagaimana memenuhi kehendak Tuhan, bagaimana menjaga agar tidak merugikan kepentingan rumah Tuhan, bagaimana memuaskan Tuhan, atau bagaimana memberi manfaat bagi saudara-saudari; semua ini bukanlah hal-hal yang mereka pikirkan. Apa yang antikristus pikirkan? Mereka memikirkan apakah status dan reputasi mereka sendiri akan terpengaruh, dan apakah gengsi mereka akan menurun atau tidak. Jika melakukan sesuatu sesuai dengan prinsip kebenaran bermanfaat bagi pekerjaan gereja dan saudara-saudari, tetapi akan menyebabkan reputasi mereka sendiri dirugikan dan menyebabkan banyak orang menyadari tingkat pertumbuhan mereka yang sebenarnya serta mengetahui natur dan esensi seperti apa yang mereka miliki, mereka pasti tidak akan bertindak sesuai dengan prinsip kebenaran. Jika melakukan pekerjaan nyata akan membuat lebih banyak orang mengagumi, menghormati, dan memuja mereka, atau memungkinkan perkataan mereka memiliki otoritas dan membuat lebih banyak orang tunduk kepada mereka, maka mereka akan memilih untuk melakukannya dengan cara itu; jika tidak, mereka tidak akan pernah memilih untuk mengabaikan kepentingan mereka sendiri karena memikirkan kepentingan rumah Tuhan atau saudara-saudari. Inilah natur dan esensi antikristus. Bukankah ini egois dan keji? Dalam situasi apa pun, antikristus memandang status dan reputasi mereka sebagai hal yang terpenting. Tak seorang pun yang dapat bersaing dengan mereka. Cara apa pun yang dibutuhkan, asalkan itu dapat memenangkan hati orang dan membuat orang lain memuja mereka, antikristus akan melakukannya. ... Singkatnya, tujuan dan motif di balik segala sesuatu yang dilakukan antikristus berkisar pada dua hal ini—status dan reputasi. Entah itu cara mereka berbicara, bertindak, atau berperilaku di luar, atau semacam pemikiran dan sudut pandang atau cara pengejaran, semuanya itu berkisar pada reputasi dan status mereka. Dengan cara inilah antikristus bekerja" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, Bab Sembilan (Bagian Tiga)). Firman Tuhan sangat jelas. Satu-satunya tujuan antikristus adalah melindungi reputasi dan status mereka sendiri. Mereka tak pernah memikirkan cara melindungi pekerjaan gereja atau apa yang akan menguntungkan saudara-saudari mereka. Mereka lebih suka melihat pekerjaan gereja terdampak daripada membahayakan kepentingan sendiri. Mereka terlalu memedulikan reputasi dan status. Dalam renunganku, kulihat bahwa aku bertindak seperti antikristus. Saat menghadapi sesuatu, aku selalu mengutamakan kepentingan, wajah, dan statusku di atas segalanya. Saat melihat beberapa orang ceroboh dalam tugas, aku tahu harus menunjukkan itu dan menangani mereka agar mereka bisa melihat masalah mereka dan mengenali kerusakan mereka. Namun, aku tak ingin menyinggung siapa pun dan ingin melindungi diri sendiri, jadi aku tak menerapkan kebenaran. Aku tak bisa mengeluarkan sepatah kata pun yang sejalan dengan kebenaran dari mulutku. Sebaliknya, aku memutar otak untuk memastikan punya jalan keluar. Aku sangat licin dan licik, penyenang orang yang memilih cara biasa. Aku terus mengejar ketenaran dan status, melindungi kepentinganku sendiri, membiarkan orang lain melakukan tugas berdasarkan kerusakan, tak memikirkan pekerjaan gereja. Aku menempuh jalan antikristus. Jika terus seperti itu, aku pasti akan disingkap dan disingkirkan oleh Tuhan. Pemikiran ini menunjukkan kepadaku betapa seriusnya masalah ini. Aku berdoa kepada Tuhan, memohon Dia membimbingku agar bisa melepaskan ketenaran dan status, menjunjung pekerjaan gereja, dan memenuhi tanggung jawabku.

Aku membaca lebih banyak firman Tuhan setelah itu. "Tuhan tidak menuntut orang hanya melakukan kepada orang lain apa yang mereka ingin lakukan kepada diri mereka sendiri, sebaliknya Dia menuntut orang untuk menjadi jelas tentang prinsip-prinsip yang harus mereka patuhi ketika menangani berbagai situasi. Jika prinsip itu benar dan sesuai dengan firman Tuhan dan kebenaran, maka engkau harus berpegang teguh padanya. Dan engkau bukan saja harus berpegang teguh padanya, engkau juga harus menasihati, meyakinkan, dan mempersekutukannya kepada orang lain agar mereka mengerti apa sebenarnya yang merupakan kehendak Tuhan, dan apa sebenarnya yang merupakan prinsip kebenaran. Ini adalah tanggung jawab dan kewajibanmu. Tuhan tidak memintamu untuk mengambil jalan tengah, dan Dia terlebih lagi tidak memintamu untuk memamerkan betapa murah hatinya dirimu. Engkau harus berpegang teguh pada hal-hal yang telah Tuhan peringatkan dan ajarkan kepadamu, dan berpegang teguh pada apa yang Tuhan katakan dalam firman-Nya: tuntutan, standar, dan prinsip kebenaran yang harus orang patuhi. Engkau bukan saja harus berpegang pada tuntutan, standar, dan prinsip kebenaran-Nya, tetapi engkau juga harus berpegang pada semua itu selamanya. Engkau juga harus menerapkannya dengan cara menjadi teladan, serta meyakinkan, mengawasi, membantu, dan membimbing orang lain untuk berpegang teguh, mematuhi, dan menerapkan prinsip kebenaran ini dengan cara yang sama seperti yang kaulakukan. Tuhan menuntutmu melakukan hal ini; Dia tidak menuntut agar engkau membiarkan dirimu dan orang lain bebas dari hal-hal ini. Tuhan menuntut agar engkau mengambil sikap yang benar terhadap masalah, berpegang teguh pada aturan yang benar, dan mengetahui dengan tepat apa standar yang ada dalam firman Tuhan, dan agar engkau mengetahui dengan tepat apa yang merupakan prinsip kebenaran. Meskipun engkau tidak mampu mencapainya, meskipun engkau tidak mau, meskipun engkau tidak menyukainya, meskipun engkau memiliki gagasan tertentu, atau meskipun engkau menentangnya, engkau harus memperlakukannya sebagai tanggung jawabmu, sebagai kewajibanmu. Engkau harus mempersekutukan kepada orang-orang hal-hal positif yang berasal dari Tuhan, hal-hal yang benar dan tepat, dan menggunakannya untuk membantu, memengaruhi, dan membimbing orang lain sehingga orang dapat memperoleh manfaat dan dididik kerohaniannya, dan menempuh jalan yang benar dalam hidup mereka. Ini adalah tanggung jawabmu, dan engkau tidak boleh dengan keras kepala berpegang teguh pada gagasan 'apa yang tidak ingin kaulakukan kepada dirimu sendiri, jangan lakukan kepada orang lain' yang telah Iblis tanamkan ke dalam pikiranmu. Di mata Tuhan, ungkapan itu hanyalah falsafah kehidupan; itu adalah salah satu tipu muslihat Iblis; itu bukan jalan yang benar, juga bukan hal yang positif. Yang Tuhan tuntut darimu hanyalah agar engkau menjadi orang yang lurus yang memahami dengan jelas apa yang boleh dan tidak boleh kaulakukan. Dia tidak memintamu untuk menjadi penyenang orang atau orang yang tidak berpihak kepada siapa pun; Dia tidak memintamu untuk mengambil jalan tengah. Dalam hal prinsip kebenaran, engkau harus mengatakan apa yang perlu dikatakan, dan memahami apa yang perlu dipahami. Jika seseorang tidak memahami sesuatu tetapi engkau memahaminya, dan engkau mampu memberikan petunjuk dan membantunya, maka engkau harus memenuhi tanggung jawab dan kewajiban ini. Engkau tidak boleh hanya berpangku tangan dan menonton, dan terlebih lagi, engkau tidak boleh berpegang teguh pada tipu muslihat yang telah Iblis tanamkan ke dalam pikiranmu seperti tidak melakukan kepada orang lain apa yang tidak ingin kaulakukan kepada dirimu sendiri. ... Jika engkau selalu mendukung ungkapan ini, engkau adalah orang yang hidup berdasarkan falsafah Iblis; orang yang sepenuhnya hidup dalam watak yang jahat. Jika engkau tidak mengikuti jalan Tuhan, artinya engkau tidak mencintai atau mengejar kebenaran. Apa pun yang terjadi, prinsip yang harus kauikuti dan hal terpenting yang harus kaulakukan adalah membantu orang sebanyak yang kaubisa. Engkau tidak boleh mematuhi perkataan Iblis dan hanya melakukan kepada orang lain apa yang ingin kaulakukan kepada dirimu sendiri, atau menjadi penyenang orang yang 'cerdas'. Apa arti membantu orang sebanyak yang kaubisa? Itu artinya memenuhi tanggung jawab dan kewajibanmu. Segera setelah engkau memahami bahwa sesuatu adalah bagian dari tanggung jawab dan kewajibanmu, engkau harus mempersekutukan firman Tuhan dan kebenaran. Inilah artinya memenuhi tanggung jawab dan kewajibanmu" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Apa Arti Mengejar Kebenaran (10)"). Dari firman Tuhan kulihat tak melakukan hal kepada orang lain yang tak ingin kau lakukan kepada dirimu. Adalah taktik, siasat yang Iblis gunakan untuk merusak dan mengendalikan pikiran manusia agar mereka hidup dengan falsafah jahat, tak menerapkan kebenaran dalam interaksi mereka. Mereka menjadi toleran dan saling memberi kelonggaran. Jika semua orang hidup dengan watak rusak, Iblis mendapatkan kendali dan kejahatan berkuasa. Pada akhirnya, Roh Kudus meninggalkan mereka. Meskipun belum bisa memenuhi atau menerapkan firman Tuhan dan tuntutan-Nya, aku harus memenuhi tanggung jawabku serta bersekutu dengan yang lain tentang pencerahan dan pemahamanku akan firman Tuhan. Jika melihat orang melawan prinsip kebenaran dalam tugas mereka, alih-alih menampilkan sikap lunak dan toleransi, aku harus berprinsip, membantu orang lain melalui persekutuan dan kritik. Hanya dengan demikian aku menjunjung pekerjaan gereja dan memenuhi tugasku. Aku juga harus menjadi contoh dalam menerapkan kebenaran. Memang benar ada banyak masalah dalam tugasku, tapi aku tak boleh lunak kepada diriku, berpura-pura, atau melarikan diri dari kenyataan. Jika aku melakukannya, aku tak akan pernah membuat kemajuan. Aku harus mengakui masalahku, menerima pengawasan orang lain, dan menjalankan tugasku dengan serius. Aku juga sadar gagasan bahwa kau harus bebas dari kesalahan dan masalah untuk mengkritik orang lain sama sekali tak sejalan dengan kebenaran—itu artinya berpikir dirimu sempurna. Aku hanyalah manusia rusak dengan watak jahat yang parah. Aku sering melawan prinsip kebenaran dalam tugasku, serta harus menjalani penghakiman dan pemangkasan Tuhan. Aku juga perlu pengawasan dari saudara-saudari. Jika lebih banyak masalah muncul, aku harus menghadapinya, bukan terus lari darinya. Menyadari ini membuatku tercerahkan, dan aku menemukan jalan untuk penerapan. Di pertemuan berikutnya, pertama-tama aku membahas masalah yang baru-baru ini kualami dalam tugas, menyingkap dan menganalisis kecerobohanku, serta meminta semua orang untuk mengawasiku. Juga memberi tahu mereka agar menjadikan ini peringatan. Akhirnya, aku juga mengonfrontasi dua saudara-saudari yang ceroboh serta mempersekutukan konsekuensi dari kegagalan berubah. Aku merasa sangat nyaman setelah melakukan itu.

Aku sangat terharu saat seorang saudara yang kutangani mengenali masalahnya karena dia dikonfrontasi seperti itu, dan mengirimiku pesan yang mengatakan, "Jika aku tak disingkap dan ditangani seperti itu, aku tak akan menyadari masalahku. Terima kasih telah membantuku dengan cara ini. Sekarang aku ingin benar-benar merenung dan masuk ke kebenaran." Aku sangat tersentuh oleh pesan ini. Aku dulu benci ditangani dan disingkap, jadi aku makin tak ingin melakukan itu kepada orang lain, tapi pada kenyataannya, itu tak membantu mereka. Aku sangat menyesal melindungi reputasi dan status sendiri, selalu memanjakan dan menoleransi masalah setiap orang dalam tugas, dan tak memenuhi tugas atau tanggung jawabku. Aku merasa berutang kepada Tuhan, juga saudara-saudari. Aku juga menyadari bahwa menerapkan firman Tuhan adalah prinsip yang harus kita jalani. Mampu menunjukkan masalah pada orang lain tanpa berbasa-basi bermanfaat bagi mereka—juga bagi kita sendiri. Namun, tak melakukan hal kepada orang lain yang tak ingin kau lakukan kepada dirimu sebenarnya kekeliruan jahat yang menyakiti orang. Aku juga melihat bahwa selalu takut ditangani saat masalah muncul dalam tugasku berarti aku tak mengerti pentingnya ditangani. Firman Tuhan mengatakan, "Mengawasi orang, mengamati mereka, mengenal mereka—semua ini adalah untuk membantu mereka masuk ke jalur yang benar dalam iman mereka kepada Tuhan, memampukan mereka melaksanakan tugas mereka sesuai perintah Tuhan dan sesuai dengan prinsip, sehingga mereka tidak menimbulkan gangguan atau kekacauan, sehingga mereka tidak membuang waktu. Tujuan melakukan ini sepenuhnya lahir dari rasa tanggung jawab terhadap mereka dan pekerjaan rumah Tuhan; tidak ada yang jahat dalam hal ini" (Firman, Vol. 5, Tanggung Jawab Para Pemimpin dan Pekerja). Benar. Kita semua punya watak rusak, serta cenderung ceroboh dan curang dalam tugas. Jika tak ada yang mengawasi dan memeriksa pekerjaan kita, atau menawarkan persekutuan dan kritik untuk masalah kita, kita tak mungkin melakukan pekerjaan dengan baik. Kita hanya akan mementingkan kenyamanan sendiri, bahkan dengan sembrono melakukan sesuatu yang mengganggu pekerjaan gereja. Jadi, saat pemimpin mengawasi pekerjaan atau memberikan kritik, artinya mereka bertanggung jawab dalam tugas, dan itu untuk mendukung pekerjaan gereja. Ini juga baik untuk jalan masuk kehidupan kita, bukan mempersulit kita. Namun, aku adalah pengawas yang mengikuti gagasan jahat "tak melakukan hal kepada orang lain yang tak ingin kau lakukan kepada dirimu." Aku melihat masalah dalam tugas orang lain, tapi tetap baik kepada semua orang. Aku tak bersekutu, membantu, atau menangani siapa pun, justru memanjakan dan melindungi mereka. Itu tak bertanggung jawab, serta merugikan orang lain dan gereja. Pengalaman ini memperbaiki gagasan keliruku ini, membuatku melihat pentingnya pengawasan dan penyingkapan.

Pengalaman ini membuatku sangat terharu. Aku melihat saat kita hidup dengan falsafah jahat, semua gagasan kita salah. Kita tak bisa membedakan yang benar dari yang salah, serta tak tahu apa yang sejalan dengan prinsip kebenaran dan tuntutan Tuhan. Sangat mudah untuk mengikuti falsafah jahat dan melakukan hal-hal yang mengganggu pekerjaan gereja. Hanya memandang segala sesuatu dan hidup berpedoman firman Tuhan-lah yang sejalan dengan kehendak-Nya. Aku juga merasakan manisnya menerapkan kebenaran dan mendapatkan kepercayaan diri untuk fokus melakukan yang Tuhan tuntut di masa depan. Syukur kepada Tuhan!

Jika Tuhan telah membantu Anda, apakah Anda mau belajar firman Tuhan, mendekat kepada Tuhan dan terima berkat Tuhan?

Konten Terkait

Sadarnya Pemimpin Palsu

Oleh Saudara Yang Fan, Tiongkok Pada tahun 2019, aku memulai tugasku sebagai pemimpin, aku tahu Tuhan mengangkatku, dan aku bersumpah akan...