Engkau Akan Menghancurkan Dirimu Sendiri Karena Sikapmu yang Tidak Dingin Atau Panas dalam Imanmu

22 November 2024

Di awal Februari 2024, aku melaksanakan tugas tulis-menulis di gereja. Awalnya, aku cukup termotivasi, aku merasa jalan masuk kehidupanku agak dangkal dan aku kurang pandai dalam segala bidang, jadi kupikir dengan melakukan penerapan dalam tugas tulis-menulisku serta lebih memahami kebenaran dan prinsip, pertumbuhan kehidupanku akan lebih cepat. Kemudian, pengawas memintaku bekerja sama dengan seorang saudari bernama Qin Lan untuk mengelola pekerjaan meninjau khotbah dan kajian anggotanya. Qin Lan sudah melaksanakan tugas tulis-menulis lebih lama dariku dan telah memahami prinsip-prinsip dan keterampilan profesional. Aku sangat senang, karena bekerja bersama dia berarti aku dapat mempelajari lebih banyak hal dan bertumbuh lebih cepat dalam tugasku. Tahu kalau aku baru saja memulai tugas ini, Qin Lan memberiku bimbingan yang cukup mendetail dalam pekerjaan kami. Saat memeriksa khotbah, dia akan meminta pendapatku terlebih dahulu tentang khotbah tersebut, dan jika aku tidak memahami sesuatu, dia akan bersekutu denganku poin demi poin. Aku belajar dengan giat dan membuat catatan, aku merasa cukup santai melaksanakan tugasku dengan cara ini. Kemudian, saat meninjau pekerjaan ini, aku menyadari ada banyak tugas yang harus dikerjakan. Selain memilih khotbah, kami harus tetap mengikuti situasi terkini dan kemajuan pekerjaan anggota kelompok, dan jika hasil pekerjaan menurun, kami harus meninjau semua penyimpangan dan masalah. Kami juga harus mempelajari keterampilan profesional, mengembangkan bakat, dan sebagainya. Aku berpikir, "Menangani semua proyek yang bermacam-macam ini rumit sekali, berapa besar energi dan pikiran yang harus kukerahkan dan berapa banyak harga yang harus kubayar untuk melakukan semua pekerjaan ini dengan baik?" Begitu hal-hal tersebut terlintas di benakku, aku merasa sangat pusing dan tubuhku sangat lelah. Ketika aku dan saudari-saudari meninjau penyimpangan dalam pekerjaan, aku ingin berpartisipasi dan terlibat, tetapi ketika aku berpikir bahwa aku masih baru dalam tugas ini dan belum memahami banyak hal, Qin Lan juga sudah terbiasa dengan semua aspek pekerjaan ini, sepertinya lebih baik aku mengandalkannya, dan tidak masalah bagiku jika aku hanya menjadi pendengar. Saat menulis surat tentang memperbaiki penyimpangan, aku hanya menyusun poin-poin utama yang telah dibahas Qin Lan, ini membantuku terhindar dari banyak kesulitan. Jika hasil pekerjaan tidak memuaskan, saudari-saudari menjadi sangat khawatir dan mereka akan merenungi diri serta merangkum penyimpangan dalam pekerjaannya, tetapi aku tetap tidak peduli dan menganggap bahwa hasil pekerjaan kami tidak ada kaitannya denganku. Karena aku masih baru dalam tugas ini, tidak memahami atau tidak dapat melakukan apa pun, dan memandang masalah secara dangkal, aku mulai merasa nyaman menjadi semacam pesuruh. Setiap hari, aku hanya memeriksa pekerjaan secara rutin, tak ingin terlalu memikirkannya. Terkadang, aku mulai mengantuk bahkan sebelum pukul 9 malam.

Di awal Maret, lututku cedera parah dan dadaku terasa sakit selama beberapa hari berturut-turut. Seorang saudari mengingatkanku dan berkata, "Akhir-akhir ini, kau sepertinya tidak merasa memiliki beban terhadap tugasmu. Kini kau sudah jatuh sakit, sudah waktunya bagimu untuk mengevaluasi diri." Dia juga menceritakan pengalaman saudari lainnya untuk bersekutu denganku dan menceritakan bagaimana saudari itu selalu mendengarkan dan mengandalkan orang lain dalam tugasnya, tidak memiliki pandangannya sendiri dalam segala hal, dan kemudian diberhentikan karena tidak melakukan tugasnya secara efektif. Begitu diberhentikan, barulah dia menyesalinya dan menyadari betapa penting tugasnya. Aku merasa sangat sedih setelah mendengarkan persekutuan saudari ini, aku berpikir, "Bukankah seperti itu keadaanku selama ini? Aku tidak mau repot dengan hal apa pun dan aku hanya bertindak seperti seorang pesuruh." Aku memikirkan satu bagian firman Tuhan yang kubaca beberapa hari yang lalu: "Ada orang-orang yang kelihatannya tunduk ketika melaksanakan tugas mereka, mengerjakan apa pun yang diatur oleh Yang di Atas untuk mereka. Namun ketika ditanya, 'Apakah kau melakukan tugasmu dengan sikap asal-asalan? Apakah kau melakukannya berdasarkan prinsip-prinsip?' mereka tidak dapat memberikan jawaban yang pasti, dan hanya berkata, 'Aku melakukan seperti yang diperintahkan Yang di Atas dan tidak berani berbuat buruk secara ceroboh.' Ketika ditanya apakah mereka telah memenuhi tanggung jawabnya, mereka berkata, 'Pokoknya, aku melakukan apa yang seharusnya kulakukan.' Lihat? Mereka selalu memiliki sikap seperti ini ketika melaksanakan tugasnya. Mereka tidak tergesa-gesa, melakukan segala sesuatunya dengan lambat, dan tidak memiliki perasaan urgensi. Engkau benar-benar tidak dapat menemukan kesalahan pada diri mereka, tetapi jika engkau mengukur kinerja mereka dalam melaksanakan tugas berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran, itu tidak efisien dan tidak memadai. Meskipun itu tidak memadai, mereka tetap dapat melakukan sesuatu, tetapi mereka tidak berinisiatif untuk melakukannya. Bukankah mereka keras kepala tanpa tahu malu? Mereka selalu mempertahankan sikap ini: 'Sekalipun kau memukuli atau memarahiku, aku akan tetap seperti ini. Aku akan berdiri di sini. Mari kita lihat apa yang dapat kaulakukan terhadapku. Inilah sikapku!' Mereka tidak melakukan banyak perbuatan jahat, tetapi mereka juga tidak melakukan banyak perbuatan baik. Menurutmu, jalan apa yang sedang mereka tempuh? Apakah sikap mereka terhadap kepercayaan mereka kepada Tuhan dan tugas mereka baik? (Tidak.) Dalam Alkitab, Tuhan berkata: 'Jadi karena engkau suam-suam kuku dan tidak panas atau dingin, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku' (Wahyu 3:16). Menjadi suam-suam kuku, tidak panas atau dingin; apakah ini sikap yang baik? (Tidak.) Ada orang-orang yang berpikir, 'Jika aku melakukan kejahatan dan menyebabkan kekacauan, aku akan segera dikutuk; ini tidak bertahan lama. Namun, jika aku melakukan sesuatu secara positif dan proaktif, aku akan menjadi lelah, dan jika aku melakukan kesalahan ketika melakukan sesuatu, aku mungkin akan dipangkas, atau bahkan diberhentikan, yang mana akan sangat memalukan! Jadi, aku tetap bersikap suam-suam kuku, tidak panas maupun dingin. Apa pun yang kauminta untuk kulakukan, aku akan melakukannya sedikit. Namun, jika kau tidak memintaku untuk melakukan sesuatu, aku tidak akan ikut campur. Dengan demikian, aku tidak akan menjadi lelah, dan terlebih lagi, orang-orang tidak akan dapat menemukan kesalahan pada diriku. Pendekatan ini hebat!' Apakah cara berperilaku seperti ini baik? (Tidak.)" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran II, "Cara Mengejar Kebenaran (11)"). Firman Tuhan berdampak besar terhadapku. Dia telah menyingkapkan kondisiku dalam tugasku. Secara lahiriah, aku bersedia melakukan apa pun yang diperintahkan pengawas; aku memeriksa pekerjaan dan memilih khotbah, melakukan semua hal ini, dan aku tidak melakukan kejahatan atau menimbulkan kekacauan. Namun, aku bersikap pasif dalam tugasku. Aku telah melakukan pekerjaan tulis-menulis selama lebih dari sebulan, dan kulewati setiap harinya layaknya orang bingung yang tidak memiliki rasa urgensi. Aku hanya bertindak seperti seorang pesuruh dalam tugasku, mengikuti sudut pandang Qin Lan dalam surat balasanku, dan tidak ikut terlibat dalam meninjau pekerjaan. Saat pekerjaan tidak mengalami kemajuan, aku tidak merasa khawatir maupun cemas dan hanya berdalih, "Aku tidak bisa melakukannya", atau "Aku tidak memahaminya". Aku bersikap sembrono terhadap segala hal dan sedikit pun tidak merasa memiliki beban dalam tugasku. Mereka yang memiliki beban dalam tugasnya pasti mampu mempertimbangkan maksud Tuhan dan memikirkan cara melakukan pekerjaan dengan cepat, dan mereka mampu mencari kebenaran untuk membereskan masalah pekerjaan, memikirkan hal-hal yang pantas, dan bersikap proaktif. Sedangkan diriku, aku hanya memikirkan cara untuk menjauhkan dagingku dari penderitaan. Dalam semua pekerjaanku, aku mengandalkan saudari yang bekerja denganku dan tidak memenuhi satu pun tanggung jawabku. Baru setelah itulah aku sadar bahwa pengingat saudari ini mengandung maksud Tuhan. Jika aku terus bersikap seperti ini, itu akan sangat berbahaya dan merugikanku. Setelah memahaminya, aku merasa seperti sangat menderita dan berdoa kepada Tuhan untuk bertobat: "Ya Tuhan, aku terlalu mengandalkan orang lain dan hanya ingin menjadi pesuruh. Aku tak pernah mau peduli dengan segala hal atau menderita dan tidak merasa memiliki beban sedikit pun dalam tugasku. Ya Tuhan, aku tidak ingin selalu berada dalam keadaan 'tidak panas atau dingin' dan dilenyapkan oleh-Mu. Aku ingin berubah—tolong bimbinglah aku." Setelah itu, aku secara sadar mengubah sikapku dalam tugasku, mementingkan hal-hal yang serius dan tak lagi tertidur di sore hari.

Namun, karena sebelumnya aku tidak melakukan pekerjaan dengan baik atau memiliki beban dalam tugasku, tak lama setelah itu, aku menerima akibatnya. Pekerjaan yang kuawasi sama sekali tidak membuahkan hasil, dan beberapa saudara-saudari menjadi negatif dan pasif dalam tugasnya. Seperti kata pepatah, "Produktivitas peleton bergantung pada komandannya." Di kelompok kajian keterampilan profesional yang kukelola, belum ada seorang pun yang mengalami kemajuan. Karena itu, beberapa hari kemudian pengawas akhirnya menunjuk Qin Lan untuk bertanggung jawab dalam tugas ini. Aku merasa sangat menyesal setelah mendengarnya, dan sadar bahwa aku tidak mampu mengatur waktu untuk belajar dan hanya menunggu secara pasif setiap kali Qin Lan melakukan pengaturan. Tentu saja, Qin Lan memiliki keterampilan profesional, tetapi aku bahkan belum memenuhi tanggung jawab dasar sebagai pengawas dan tidak memberikan pengingat kepada kelompok. Seandainya saja aku memberikan sedikit banyak perhatian, memikul sedikit banyak beban, dan mengawasi kajian secara tepat waktu, aku tidak akan dipindahtugaskan. Tuhan telah menyingkapkan diriku melalui hal ini, aku merasa sedih dan menyalahkan diriku sendiri, aku pun berpikir, "Bisa-bisanya aku melaksanakan tugas dengan cara seperti ini? Apakah aku tidak dapat dipercaya? Di manakah integritas dan martabatku?" Kemudian, aku melihat dua bagian firman Tuhan ini. "Bagaimana seharusnya manusia bertindak, atau dalam kondisi dan keadaan seperti apa mereka harus melakukan hal-hal yang adil, agar dapat dianggap sedang mempersiapkan perbuatan baik? Setidaknya, mereka harus memiliki sikap yang positif dan proaktif, setia ketika melaksanakan tugas mereka, mampu bertindak berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran, dan melindungi kepentingan rumah Tuhan. Bersikap positif dan proaktif adalah kuncinya; jika engkau selalu pasif, itu adalah masalah. Seolah-olah engkau bukanlah anggota rumah Tuhan dan engkau tidak sedang melaksanakan tugasmu, seolah-olah engkau tidak punya pilihan selain melakukannya untuk mendapatkan gaji berdasarkan tuntutan seorang majikan, bukan secara sukarela, tetapi dengan sangat pasif. Jika bukan karena hal ini melibatkan kepentinganmu, engkau tidak akan melakukannya sama sekali. Atau jika tak ada seorang pun yang memintamu untuk melakukannya, engkau sama sekali tidak akan melakukannya. Karena itu, melakukan segala sesuatu dengan pendekatan seperti ini bukanlah melakukan perbuatan baik. Jadi, orang-orang yang menggunakan pendekatan ini sangatlah bodoh; mereka bersikap pasif dalam segala sesuatu yang mereka lakukan. Mereka tidak melakukan apa yang dapat mereka lakukan, mereka juga tidak melakukan apa yang dapat mereka capai dengan waktu dan usaha. Mereka hanya menunggu dan mengamati. Ini menyusahkan dan sangat menyedihkan. ... Tuhan telah memberimu kualitas dan banyak kondisi yang unggul, yang memungkinkanmu untuk memahami yang sebenarnya mengenai hal ini dan menjadi cakap untuk pekerjaan ini. Namun, engkau tidak memiliki sikap yang benar, engkau tidak memiliki kesetiaan dan ketulusan, serta tidak mau berusaha sekuat tenaga untuk melakukannya dengan baik. Ini sangat mengecewakan Tuhan! Jadi, ketika dihadapkan dengan banyak situasi, jika engkau malas dan selalu merasa terganggu serta tidak bersedia melakukan segala sesuatu, dan engkau menggerutu dalam hati, 'Mengapa aku diminta untuk melakukannya dan bukan orang lain?' berarti ini adalah pemikiran yang bodoh. Ketika sebuah tugas diberikan kepadamu, itu bukanlah peristiwa yang tidak menguntungkan; itu adalah suatu kehormatan, dan engkau seharusnya dengan senang hati menerimanya. Pekerjaan ini tidak akan membuatmu lelah atau membuatmu kehabisan tenaga sampai mati. Sebaliknya, jika engkau menangani pekerjaan ini dengan benar dan berusaha sekuat tenaga untuk melakukannya dengan baik, engkau akan memiliki kedamaian dan kestabilan di dalam hatimu. Engkau tidak akan mengecewakan Tuhan, dan ketika engkau datang ke hadapan Tuhan, engkau dapat menjadi percaya diri dan berdiri tegak. Namun, jika engkau tidak melaksanakan tugas ini atau tidak melaksanakannya dengan baik, dan malah memilih untuk menyimpan tenaga serta kekuatanmu, meskipun orang lain mampu melaksanakan tugas ini dan engkau tidak melakukannya, itu tidak akan menyebabkan kerugian apa pun. Bagimu secara pribadi, itu akan menjadi penyesalan seumur hidup! Itu akan menjadi lubang hitam, yang menyebabkan engkau merasakan kesakitan dan kegelisahan di sepanjang hidupmu. Setiap kali disinggung bahwa manusia harus setia dan tulus ketika melaksanakan tugas mereka dan harus berusaha sekuat tenaga, hatimu akan terasa seperti ditusuk-tusuk jarum. Engkau tidak akan merasa senang, bangga, atau terhormat tentang hal ini. Sebaliknya, penderitaan ini akan menyertaimu di sepanjang hidupmu. Jika seseorang memiliki kepekaan hati nurani, dia akan merasakan kesedihan seperti ini. Dan bagaimana dari sudut pandang Tuhan? Tuhan menggunakan prinsip-prinsip kebenaran untuk mendefinisikan hal ini, yang naturnya jauh lebih serius daripada apa yang kaurasakan. Kurasa engkau mengerti. Jadi, Tuhan akan mempertimbangkan secara keseluruhan perilakumu sehari-hari, sikapmu terhadap kebenaran, dan sikapmu terhadap tugasmu untuk mengevaluasi jalan yang sedang kautempuh. Misalkan sikapmu terhadap kebenaran dan tugasmu adalah selalu asal-asalan dan mengelak, serta engkau setuju untuk melakukan sesuatu dari luarnya, tetapi terlalu malas untuk melakukannya di balik layar, dan engkau menunda-nunda, serta tidak memiliki perasaan urgensi dan sikap positif untuk memikirkan maksud Tuhan. Meskipun engkau tidak mengacaukan dan mengganggu, tidak melakukan kejahatan, atau bertindak dengan sewenang-wenang serta tidak melakukan kesalahan yang ceroboh, dan engkau tampak sebagai orang yang lugu serta berperilaku baik, engkau tidak mampu secara positif dan proaktif melakukan apa yang Tuhan minta darimu, tetapi engkau malah dengan licik menghindari tanggung jawab dan menghindar agar tidak perlu melakukan pekerjaan nyata. Dalam hal itu, jalan manakah yang sebenarnya sedang kautempuh? Sekalipun itu bukan jalan antikristus, setidaknya, itu adalah jalan pemimpin palsu" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran II, "Cara Mengejar Kebenaran (11)"). "Tak seorang pun ingin binasa dan masuk ke neraka, tetapi banyak orang mendapati diri mereka berulang kali menempuh jalan menuju kehancuran meskipun mereka sendiri tidak menginginkannya. Ada orang-orang yang telah berulang kali mengabaikan kesempatan untuk melaksanakan tugas yang diberikan oleh rumah Tuhan, mengabaikan jamahan dan teguran Roh Kudus, serta mengabaikan pengharapan Tuhan. Mereka bersikeras bersikap asal-asalan, melakukan kesalahan yang ceroboh, bertindak dengan sewenang-wenang, mengacaukan dan mengganggu, bersikap lihai dan licik, serta melakukan kejahatan. Tak ada seorang pun yang memaksa mereka untuk melakukan hal-hal ini, itu juga bukan pengharapan Tuhan terhadap mereka, apalagi tuntutan-Nya terhadap mereka. Jelaslah bahwa itu adalah pilihan pribadi mereka; itu adalah apa yang mereka ingin lakukan, apa yang mereka suka lakukan, dan apa yang mereka antusias untuk lakukan. Ketika dikatakan bahwa jalan yang sedang mereka tempuh membawa ke neraka dan kehancuran, mereka merasa sakit hati dan negatif. Mengapa mereka merasa negatif? Bukankah ini adalah kesalahan mereka sendiri? Bukankah itu adalah kesalahan yang mereka akibatkan sendiri? Bukankah itu pantas? Ada orang-orang yang berkata, 'Ketika aku melakukan kejahatan, itu karena aku tidak mampu menahan diriku. Aku ingin berbuat baik di setiap kesempatan, tetapi setelah melakukan sesuatu, aku menyadari bahwa apa yang kulakukan tidak terlalu baik.' Engkau melakukan kejahatan dan menyebabkan kekacauan serta gangguan, yang menyebabkan kerugian dalam pekerjaan gereja. Engkau mungkin tidak dimintai pertanggungjawaban atas pelanggaranmu, tetapi pelanggaranmu menciptakan risiko tersembunyi, dan engkau akhirnya mengulangi pelanggaranmu di kemudian hari; ini sangat berbahaya. Ini seperti seseorang yang melintasi sepanjang jalan; setiap langkah meninggalkan jejak. Apakah engkau menyadari pelanggaran yang telah kaulakukan? Apakah engkau merasa menyesal atas pelanggaran tersebut? Apakah engkau merasa berutang dan sedih? Apakah engkau menangis dengan getir karenanya? Sudahkah engkau berbalik? Apakah engkau benar-benar membenci perbuatan jahatmu? Sudahkah engkau melepaskan kejahatanmu dan sungguh-sungguh bertobat kepada Tuhan? ... Jika engkau tidak dapat sungguh-sungguh bertobat dan terus menipu Tuhan dengan sumpahmu, berarti jalan yang sedang kautempuh adalah jalan yang menuju kehancuran. Setiap perbuatan jahatmu adalah ketukan di pintu gerbang neraka; sulit untuk mengatakan ketukan mana yang akhirnya akan membukanya, tetapi ketika pintu itu terbuka, akhir hidupmu telah tiba. Dapat dikatakan bahwa ada orang-orang yang, sejak mereka mulai percaya kepada Tuhan sampai sekarang, telah terus-menerus mengumpulkan perbuatan jahat dan mengetuk pintu gerbang neraka dengan semua tindakan dan perilaku mereka, sambil juga mengumpulkan murka Tuhan; mereka sedang menunggu hukuman Tuhan turun pada mereka" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran II, "Cara Mengejar Kebenaran (11)"). Setelah mendengarkan firman Tuhan, aku merasa sangat tidak tenang. Tuhan berkata bahwa mereka yang bersikap pasif dalam tugasnya, tidak bekerja sesuai kemampuan mereka, dan bertindak asal-asalan serta tidak bertanggung jawab atas tugasnya adalah orang yang tidak melakukan pekerjaan yang nyata, menempuh jalan antikristus, dan dikutuk oleh Tuhan. Aku merenungkannya dan berpikir: Sekalipun melaksanakan tugas, aku tak merasa diriku adalah anggota rumah Tuhan. Bukan saja tidak setia dalam melaksanakan tugas, aku bahkan tidak memenuhi tanggung jawab yang paling mendasar. Saudari yang bekerja denganku merangkum pekerjaan untuk memperbaiki penyimpangan-penyimpangan dan melaksanakan tugas kami dengan lebih baik, sedangkan diriku, aku tidak berpartisipasi maupun menanyakan hal itu. Aku tidak merespons surat-surat dengan rajin dan hanya menulis berdasarkan perkataan saudari itu layaknya robot yang tak berotak. Aku juga tidak memanfaatkan kajian semua orang tentang keterampilan profesional dengan serius dan menunda kemajuan mereka. Itu semua karena aku takut memikirkan tugasku dan tidak merasa memiliki beban. Melaksanakan tugas dengan cara seperti ini adalah sesuatu yang dibenci Tuhan dan orang-orang merasa jijik akan hal itu, dan tentu saja aku tidak layak mendapatkan kepercayaan mereka. Aku hanya mempertimbangkan dagingku sendiri dalam segala hal yang kuperbuat, tidak mau memikirkan tugas dan membayar harga, hanya ingin menjadi pesuruh, dan menginginkan agar orang lain mengatur segalanya untukku, tak sedikit pun mempertimbangkan pekerjaan gereja dan tidak memedulikan maksud Tuhan. Sikapku terhadap tugasku ini membuat Tuhan sangat kecewa. Aku mengandalkan saudari yang bekerja denganku dalam segala hal. Saat dagingku mungkin merasa santai, aku kehilangan kesempatan yang Tuhan berikan padaku untuk melakukan perbuatan baik dan tak akan pernah mendapatkannya kembali. Aku merasa berhutang dan menyesal! Khususnya firman Tuhan yang berbunyi, "Setiap perbuatan jahatmu adalah ketukan di pintu gerbang neraka;" kalimat ini sangat menyentuh hatiku. Dahulu, aku menganggap bahwa hanya Yudas dan pelaku kejahatanlah yang bisa membuka pintu neraka, tetapi faktanya, Tuhan telah membuat catatan setiap kali aku mendambakan kenyamanan, tidak merasa memiliki beban dalam tugasku, serta tidak mau bertobat, dan setiap catatan yang Tuhan buat membuka pintu neraka sedikit lebih lebar. Pintu neraka pun terbuka karena aku sudah gagal menerapkan kebenaran berulang kali. Konsekuensi ini sungguh mengerikan! Setelah merenungkannya, akhirnya aku tersadar bahwa aku benar-benar dalam bahaya dan aku merasa sedikit menderita. Kupikir, "Tuhan masih memberiku kesempatan untuk bertobat. Aku harus menghargai kesempatan untuk melaksanakan tugasku ini dan menebus semua kesalahanku." Aku berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan, aku tidak memiliki kemanusiaan dan nalar sedikit pun. Aku hanya memedulikan kenyamanan dagingku dan belum melaksanakan satu pun tugas yang semestinya kukerjakan dengan baik. Aku sudah membuat-Mu sangat kecewa! Ya Tuhan, aku tahu bahwa melaksanakan tugas dengan cara seperti ini akan menghancurkan diriku dan merusak pekerjaan gereja. Aku ingin bertobat dan menerima pemeriksaan-Mu. Tolong disiplinkan aku dan bantulah aku mengenali diriku sendiri serta membuang watak rusakku."

Kemudian, aku berpikir, "Mengapa aku selalu takut untuk memikirkan berbagai hal dan mengerahkan pikiranku? Apa sumber penyebabnya?" Aku membaca dua bagian firman Tuhan: "Orang malas tidak bisa melakukan apa pun. Untuk meringkasnya dalam satu kata, mereka adalah sampah; mereka memiliki kecacatan kelas dua. Sehebat apa pun kualitas yang dimiliki oleh para pemalas, itu tidak lebih dari sekadar riasan luar; meskipun mereka memiliki kualitas yang bagus, tetapi tidak ada gunanya. Mereka terlalu malas, mereka tahu apa yang harus mereka lakukan, tetapi mereka tidak melakukannya; sekalipun mereka tahu ada sesuatu yang menjadi masalah, mereka tidak mencari kebenaran untuk menyelesaikannya; mereka tahu kesulitan apa yang harus mereka tanggung agar pekerjaan menjadi efektif, tetapi mereka tidak mau menanggung kesulitan yang berharga ini. Akibatnya, mereka tidak memperoleh kebenaran apa pun, dan mereka tidak dapat melakukan pekerjaan nyata apa pun. Mereka tidak ingin menanggung kesukaran yang seharusnya orang alami; mereka hanya tahu memanjakan diri dengan kenyamanan, menikmati saat bersenang-senang dan bersantai, serta kenikmatan hidup yang bebas dan santai. Bukankah mereka sampah? Orang yang tidak mampu menanggung kesukaran tidak layak untuk hidup. Mereka yang selalu menjalani hidup sebagai parasit adalah orang-orang yang tidak berhati nurani atau tidak bernalar; mereka adalah binatang buas, dan orang-orang seperti itu bahkan tidak layak untuk berjerih payah. Karena mereka tidak mampu menanggung kesukaran, bahkan ketika mereka berjerih payah, mereka tidak mampu melakukannya dengan benar, dan jika mereka ingin memperoleh kebenaran, bahkan harapan untuk itu makin kecil. Orang yang tidak mampu menderita dan tidak mencintai kebenaran adalah sampah; mereka tidak memenuhi syarat bahkan untuk berjerih payah. Mereka adalah binatang buas, tanpa sedikit pun kemanusiaan. Agar sesuai dengan maksud Tuhan, orang-orang seperti itu harus disingkirkan" (Firman, Vol. 5, Tanggung Jawab Para Pemimpin dan Pekerja, "Tanggung Jawab Para Pemimpin dan Pekerja (8)"). "Orang macam apakah yang disebut sampah? Orang yang bingung, orang yang menyia-nyiakan hari-harinya. Orang semacam ini tidak bertanggung jawab atas apa pun yang mereka lakukan, mereka juga tidak menganggapnya serius; mereka mengacaukan segalanya. Mereka tidak mengindahkan perkataanmu bagaimanapun engkau mempersekutukan kebenaran kepada mereka. Mereka berpikir, 'Aku akan terus hanyut tanpa tujuan jika aku mau. Apa masalahnnya? Bagaimanapun, aku melaksanakan tugasku dan memiliki makanan untuk dimakan saat ini, itu sudah cukup. Setidaknya aku tak harus menjadi pengemis. Jika suatu hari aku tak punya apa pun untuk dimakan, aku akan memikirkannya nanti. Surga akan selalu membukakan pintu. Kau mengatakan aku tak memiliki hati nurani atau nalar, dan bahwa aku bingung, memangnya kenapa? Aku tidak melanggar hukum. Paling-paling, aku hanya sedikit kurang berkarakter, tetapi itu tidak merugikanku. Asalkan aku punya makanan untuk dimakan, itu sudah cukup.' Apa pendapatmu tentang cara pandang ini? Kukatakan kepadamu, orang bingung seperti ini yang menyia-nyiakan hari-harinya ditakdirkan untuk disingkirkan, dan tidak mungkin mereka dapat memperoleh keselamatan" (Firman, Vol. 5, Tanggung Jawab Para Pemimpin dan Pekerja, "Tanggung Jawab Para Pemimpin dan Pekerja (8)"). Firman Tuhan yang tegas telah menggugah hatiku yang mati rasa dan menyingkapkan esensi orang-orang malas. Orang-orang malas tidak mau berkorban dan membayar harga, dan selalu ingin menjalani hidup tanpa beban. Orang-orang semacam ini tidak mampu meraih apa pun, sehingga akan lebih mustahil bagi mereka untuk memperoleh kebenaran maupun keselamatan. Tuhan berkata bahwa orang malas adalah orang yang tidak berguna, seperti binatang buas, dan harus disingkirkan, dan aku bertindak seperti orang yang tidak berguna itu. Aku tidak mau memikirkan tugasku dan membayar harga serta menjalani hidup bak parasit, mengandalkan orang lain dalam segala hal dan hanya mengikuti arus. Saat memulai tugas tulis-menulis, tidak ada siapa pun yang bisa kuandalkan, mampu bersandar pada Tuhan, belajar dengan giat, dan membuahkan prestasi. Setelah mulai bekerja dengan saudariku, aku tidak begitu giat lagi, menjadi suam-suam kuku dalam tugasku, dan tidak mau memikirkan pekerjaan maupun membayar harga, hanya ingin bersikap asal-asalan dalam melewati hari-hariku dengan bersenang-senang dan bersantai-santai. Karena tidak merasa memiliki beban dalam tugas, aku tidak menerima pekerjaan apa pun yang ditugaskan padaku. Saudari-saudari lainnya mengkhawatirkanku dan mau tidak mau harus mengambil pekerjaanku. Meskipun begitu, aku tidak sadar. Aku selalu bergantung pada saudariku. Bahkan setelah melaksanakan tugas tulis-menulis selama lebih dari sebulan, aku tetap berdalih bahwa aku baru saja sampai dan tidak tahu atau tidak mampu melakukan hal-hal tertentu, dan aku tidak memeriksa pekerjaan itu. Betapa tak tahu malunya diriku! Aku menjalani hidup dengan falsafah Iblis: "Isi harimu dengan kesenangan karena hidup ini singkat," dan "Makan, minum, dan bersenang-senanglah karena hidup itu singkat." Pandangan dan gagasan yang dekaden dan bobrok ini mengubahku menjadi orang yang tak berakhlak. Aku hanya memikirkan cara menjauhkan dagingku dari penderitaan dan kekhawatiran, dan tak sedikit pun memikirkan cara melaksanakan tugasku dengan baik. Aku menyebabkan pekerjaan yang sangat penting ini menjadi tertunda. Pada dasarnya, aku sudah mengacaukan pekerjaan gereja dan bertindak layaknya antek Iblis! Tuhan berkata bahwa orang-orang yang tidak memperlakukan tugasnya dengan serius jauh lebih menyedihkan daripada Yudas dan Tuhan jijik terhadap mereka serta membenci mereka. Natur dari pelanggaran semacam ini sangatlah serius. Aku merasa sangat takut ketika memikirkan konsekuensi dari semua hal ini. Seseorang seperti diriku tidak layak dipercaya dan jika aku tetap bersikap masa bodoh seperti sebelumnya, itu akan sangat membahayakan diriku. Terlintas di benakku, bagaimana babi dalam kandang menunggu pemiliknya memberi makan setiap hari, tertidur pulas setelah makan tanpa peduli sedikit pun, yang pada akhirnya hanya akan disembelih oleh si pemilik. Jika aku tetap menjalani hidup seperti sebelumnya, menikmati kenyamanan dagingku, maka aku tidak ada bedanya dengan babi dan Tuhan pasti akan segera menyingkirkanku! Aku tidak ingin terus bermalas-malasan dan menjadi tak berguna, jadi aku berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan, aku tidak ingin terus bersikap asal-asalan. Jalan kehidupanku sungguh buruk dan tak berarti. Bimbinglah diriku agar lebih giat dan mampu melaksanakan tugasku dengan baik."

Kemudian, aku menemukan sebuah jalan penerapan melalui firman Tuhan. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Melaksanakan tugasmu tanpa melakukan kejahatan adalah sesuatu yang harus dicapai sebagai manusia normal. Namun, mempersiapkan perbuatan baik berarti bahwa engkau harus secara proaktif dan positif menerapkan kebenaran dan melaksanakan tugasmu berdasarkan tuntutan Tuhan dan prinsip-prinsip kebenaran. Engkau harus memiliki kesetiaan, bersedia menanggung kesukaran dan membayar harga, bersedia bertanggung jawab, serta mampu bertindak secara positif dan proaktif. Semua tindakan yang dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip ini pada dasarnya adalah perbuatan baik. Entah perbuatan baik itu besar atau kecil, entah itu layak diingat atau tidak, entah itu dihargai oleh orang-orang atau dianggap tidak penting, atau entah orang-orang menganggapnya patut diperhatikan atau tidak, di mata Tuhan, semuanya adalah perbuatan baik. Jika engkau mempersiapkan perbuatan baik, pada akhirnya hal itu akan mendatangkan berkat bagimu, bukan malapetaka. Misalkan engkau tidak mempersiapkan perbuatan baik apa pun dan hanya puas dengan sikap berikut ini: 'Aku melakukan apa pun yang diperintahkan kepadaku dan pergi ke mana pun aku diperintahkan. Aku tidak pernah berbicara atau bertindak dengan gegabah, dan aku tidak pernah dengan jahat menimbulkan masalah atau menyebabkan kekacauan dan gangguan. Aku patuh dan berperilaku baik.' Jika engkau selalu memegang sikap ini tanpa secara proaktif mencari kebenaran dan mematuhi prinsip-prinsip ketika melaksanakan tugasmu, tanpa dengan segera mengoreksi atau mengubah penyimpangan serta kesalahanmu ketika engkau menemukannya, dan tidak pernah secara positif serta proaktif mencari kebenaran untuk membereskan masalah pemberontakan atau watak rusakmu ketika engkau menyadari bahwa dirimu memperlihatkan hal-hal ini, tetapi justru hanya melakukan apa pun sekehendak hatimu, meskipun engkau mungkin tidak menyebabkan kerugian apa pun bagi kepentingan rumah Tuhan atau tidak memengaruhi pekerjaan gereja, yang sedang kaulakukan paling-paling hanya berjerih payah. Secara natur, berjerih payah tidak memenuhi syarat sebagai perbuatan baik. Jadi, bagaimana perbuatan baik pada akhirnya didefinisikan? Itu adalah ketika apa yang kaulakukan setidaknya bermanfaat bagi jalan masuk kehidupanmu sendiri dan saudara-saudari, serta bermanfaat bagi pekerjaan rumah Tuhan. Jika tindakanmu bermanfaat bagi dirimu sendiri, orang lain, dan rumah Tuhan, berarti kinerjamu di hadapan Tuhan itu efektif dan diperkenan oleh Tuhan. Tuhan akan memberimu nilai. Jadi, evaluasilah berapa banyak perbuatan baik yang telah kaupersiapkan selama bertahun-tahun. Dapatkah perbuatan-perbuatan baik ini mengimbangi pelanggaranmu? Setelah mengimbanginya, berapa banyak perbuatan baik yang tersisa? Engkau harus menilai dirimu sendiri dan yakin tentang hal ini di dalam hatimu; engkau tidak boleh bingung tentang hal ini" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran II, "Cara Mengejar Kebenaran (11)"). Firman Tuhan mengandung maksud dan tuntutan-Nya dan Dia juga memberitahukan jalan penerapan itu kepada kita. Memenuhi tugas kita sebagai makhluk ciptaan sangatlah penting. Melaksanakan tugas sesuai dengan prinsip, rajin, membayar harga, dan menanggung beban—seseorang akan mampu melakukan perbuatan baik dan sesuai dengan maksud Tuhan jika dia melakukan tugas secara proaktif dan dengan cara seperti ini. Jika kau hanya bertindak asal-asalan dalam tugasmu dan hanya melakukan yang diperintah, meskipun tampaknya itu bukan merupakan kekacauan atau gangguan, kau gagal melaksanakan tugasmu sepenuh hati, sehingga tidak mendapatkan perkenanan Tuhan. Aku merenungkan sikapku yang selama ini tidak dingin atau panas dalam tugasku, gagal melakukan pekerjaan yang ditugaskan padaku, dan mengganggu serta mengacaukan tugasku. Bukan saja tidak melakukan perbuatan baik, aku juga sudah melakukan pelanggaran. Tugasku adalah memilih khotbah-khotbah Injil yang baik untuk membantu menyebarkan Injil, memberikan kesaksian tentang Tuhan, dan membimbing lebih banyak orang ke hadapan Tuhan agar mendapatkan keselamatan. Tanggung jawab ini sangat penting dan aku tak boleh sedikit pun bermalas-malasan. Aku baru saja memulai penerapan dan masih memiliki banyak kekurangan. Aku harus meluangkan waktu dan berusaha untuk belajar, merenung, dan melaksanakan tugasku sesuai dengan prinsip dan tuntutan Tuhan. Aku juga harus berusaha menunjukkan kepedulianku terhadap pekerjaan, menanyakannya, memperlakukan tugasku dengan bertanggung jawab, dan menanggung beban pekerjaannku. Hanya dengan cara inilah aku akan mampu memenuhi maksud Tuhan!

Setelah itu, aku sering berdoa kepada Tuhan, memberontak terhadap dagingku, tak lagi berpuas diri dan bertindak tanpa pikir panjang, serta mampu memikul tanggung jawabku secara proaktif. Aku juga menyadari bahwa tidaklah mungkin gereja menugaskanku dengan saudariku agar aku dapat menikmati kenyamanan daging. Sebaliknya, ini bertujuan agar kami bisa saling melengkapi kekurangan kami dan berbagi ide-ide cemerlang. Melaksanakan tugas kami dengan cara seperti ini akan mengurangi penyimpangan kami, bermanfaat bagi tugas kami, dan juga memudahkan kami untuk memasuki jalan kehidupan. Aku juga mulai secara sadar ikut serta dalam pekerjaan kelompok, mau berpikir dalam meninjau pekerjaan kami serta menyampaikan ide-ide tertentu, dan saudari-saudariku mau mengisi kekuranganku. Kerja sama seperti ini membuat persekutuan kami lebih sempurna dan terarah dan aku juga memperoleh banyak hal selama proses ini. Aku tidak ceroboh lagi dan telah belajar memikirkan tugasku serta menerapkan pengetahuanku. Aku kini merasa lebih lega. Tak lama kemudian, aku tidak merasa sebingung sebelumnya, memperoleh kebenaran dan keterampilan profesional, serta mampu merasakan pencerahan dan bimbingan Tuhan. Terima kasih Tuhan!

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Melepaskan Status Tidaklah Mudah

Oleh Saudara Li Jun, TiongkokAku lahir di keluarga petani. Ketika kecil, aku kehilangan orangtuaku, jadi aku dan kakakku harus bergantung...