Kesombongan dan Reputasi Merugikanku

20 Januari 2022

Pada tahun 2017, aku terpilih untuk posisi kepemimpinan dan bertanggung jawab atas pekerjaan beberapa gereja. Aku perhatikan semua pemimpin gereja itu telah menjadi orang percaya lebih lama dariku. Saudari Gao dan Saudari Sun telah bertahun-tahun melayani sebagai pemimpin dan kami menghadiri pertemuan rekan kerja di masa lalu, jadi mereka cukup tahu apa yang diharapkan dariku. Saudari Yuan, seorang pemimpin dari gereja lain, menyiramiku tepat setelah aku menerima pekerjaan Tuhan. Aku sama sekali tidak tahu apa-apa saat itu, tetapi setiap kali memiliki masalah, dia selalu membantuku dengan persekutuan tentang kebenaran. Jadi, baik itu pengalaman kerja atau jangka waktu percaya, mereka mengalahkanku dalam setiap aspek. Aku merasa jika mencoba mengambil alih pekerjaan mereka dan membantu mereka memecahkan masalah, aku hanya akan mempermalukan diriku. Namun, aku juga tahu amanat ini berarti Tuhan meninggikan kita. Aku tidak bisa menolak tugas ini hanya untuk menyelamatkan muka dan mempertahankan status. Aku harus menerima dan tunduk.

Jadi, aku menulis surat kepada para pemimpin gereja meminta pertemuan untuk membiasakan diri dengan gereja-gereja sesegera mungkin. Aku biasanya menulis surat dengan sangat cepat, tetapi tidak saat menulis kepada Saudari Gao. Aku terus menulis dan menulis ulang beberapa baris itu, merevisinya berkali-kali. Aku terus khawatir akan gagal berkomunikasi dengan jelas dan dia akan meremehkanku. Saat tiba saatnya untuk pertemuan itu, aku kian cemas. Benakku berpacu dengan pikiran: Kami sering mengadakan pertemuan bersama sebagai rekan kerja, jika aku tidak bersekutu dengan baik atau tidak bisa menyelesaikan masalah mereka, apa yang akan mereka pikirkan tentang aku? Akankah mereka berkata, "Siapa dirimu mengadakan pertemuan dan mencoba menyelesaikan masalah kami dengan tingkat pertumbuhan sepertimu?" Tidak bisa, aku harus memberikan persekutuan yang berkualitas untuk menunjukkan aku mampu melakukan pekerjaan ini. Mencoba tampil tenang, aku mulai mengetahui keadaan pekerjaan mereka. Aku mencatat setiap masalah yang muncul dan mencari firman Tuhan untuk menyelesaikannya. Namun karena sangat gugup, aku kehabisan kata-kata setelah bersekutu beberapa lama. Saat itu, aku melihat Saudari Gao memiliki semacam ekspresi muram. Aku berpikir, "Apa itu karena aku tidak menyelesaikan masalah mereka dengan persekutuanku?" Mencoba menyelamatkan muka, aku memaksakan diri untuk terus bersekutu. Seraya bicara, aku terus memantau ekspresi mereka untuk melihat apakah mereka menjadi tidak sabar. Jantungku berdebar dengan perubahan sekecil apa pun dalam sikap mereka. Menjelang akhir pertemuan, semua orang diam dan hanya aku yang berbicara. Waktu terasa berhenti—pertemuan itu berlangsung sangat lambat. Akhirnya, pertemuan itu berakhir dan aku pulang, benar-benar kehabisan tenaga. Rasanya seperti baru saja menuntaskan satu hari yang sangat melelahkan, dan aku hanya ingin istirahat, tetapi aku ingat telah menjadwalkan pertemuan esok hari dengan Saudari Yuan dan beberapa saudari lain. Jika ternyata mereka memiliki masalah yang tidak bisa kuselesaikan, apa yang akan mereka pikirkan tentangku? Tidak, aku harus membuat persiapan. Aku mengambil laporan kerja gereja mereka dan mulai membaca, tetapi sebelum menyadarinya, aku tertidur. Aku terbangun dengan kaget pukul 9 malam. Aku berpikir: "Aneh. Biasanya aku tidak pernah mengantuk sesore ini." Jadi, aku datang ke hadapan Tuhan dan berdoa kepada-Nya, berkata: "Ya Tuhan, menggenapi tugas ini memberiku banyak tekanan. Aku sangat khawatir para pemimpin gereja akan meremehkanku jika aku tidak memberikan persekutuan yang baik. Aku merasa sangat terkekang dan tidak tahu bagaimana melewati situasi ini. Aku berdoa agar Kau mencerahkan dan membimbingku untuk mengenal diriku."

Lalu, aku membaca kutipan firman Tuhan ini: "Semua manusia yang rusak mengalami masalah yang sama: ketika mereka tidak memiliki status, ketika mereka adalah saudara-saudari biasa tanpa status, mereka tidak bertingkah seolah-olah mereka lebih baik dari orang lain saat berinteraksi atau berbicara dengan siapa pun, mereka juga tidak menggunakan gaya atau nada suara tertentu saat berbicara; mereka sama sekali biasa dan normal, serta tidak perlu 'mengemas' diri mereka agar terlihat baik. Mereka tidak merasakan tekanan psikologis apa pun, dan dapat bersekutu secara terbuka serta dari hati. Mereka mudah didekati dan mudah diajak berinteraksi; orang lain merasa bahwa mereka adalah orang-orang yang sangat baik. Namun, segera setelah mereka memperoleh status, mereka menjadi tinggi dan berkuasa, seolah-olah tak seorang pun dapat meraih mereka; mereka merasa bahwa mereka terhormat, dan bahwa mereka berbeda dengan orang-orang biasa. Mereka memandang rendah orang biasa dan berhenti bersekutu secara terbuka dengan orang lain. Mengapa mereka tidak lagi bersekutu secara terbuka? Mereka merasa sekarang mereka memiliki status, dan mereka adalah pemimpin. Mereka berpikir bahwa pemimpin harus memiliki citra tertentu, sedikit lebih tinggi dari orang biasa, dan memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi serta mampu memikul lebih banyak tanggung jawab; mereka yakin jika dibandingkan dengan orang biasa, pemimpin harus memiliki kesabaran yang lebih besar, mampu untuk lebih menderita dan mengorbankan diri untuk Tuhan, dan mampu menahan pencobaan apa pun. Mereka bahkan berpikir pemimpin tidak boleh menangis, sebanyak apa pun anggota keluarga mereka yang meninggal, dan jika mereka memang ingin menangis, mereka harus melakukannya secara diam-diam, agar tidak ada yang melihat kekurangan, ketidaksempurnaan, atau kelemahan apa pun di dalam diri mereka. Mereka bahkan merasa bahwa pemimpin tidak boleh membiarkan siapa pun tahu jika mereka telah menjadi negatif; sebaliknya, mereka harus menyembunyikan semua hal semacam itu. Mereka percaya inilah seharusnya cara bertindak orang yang memiliki status. Jika mereka menekan diri mereka sendiri sampai sejauh ini, bukankah status telah menjadi Tuhan atau tuan mereka? Dan dengan demikian, apakah mereka masih memiliki kemanusiaan yang normal? Jika mereka memiliki pemikiran ini—jika mereka menempatkan diri mereka ke dalam batasan ini dan melakukan tindakan semacam ini—bukankah mereka telah terpikat dengan status?" ("Untuk Menyelesaikan Watak Rusak Seseorang, Dia Harus Memiliki Jalan Penerapan yang Spesifik" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Firman Tuhan dengan tajam menyingkap keadaanku saat itu. Aku merasa mengadakan semua pertemuan ini sangat melelahkan dan menyiksa karena aku terlalu mementingkan martabat dan status. Mengingat masa sebelum terpilih sebagai pemimpin, tidak ada hambatan dalam pertemuanku dengan Saudari Gao dan saudari lain. Aku bersekutu sesuai yang kupahami dan percaya tidak akan ada yang meremehkanku karena persekutuan yang dangkal lantaran belum lama menjadi orang percaya. Namun, setelah menggenapi tugas sebagai pemimpin, aku merasa karena memiliki posisi lebih tinggi daripada mereka, mereka akan meremehkanku jika aku tidak bersekutu dengan baik dan tidak bisa menyelesaikan masalah mereka. Aku berusaha keras untuk pamer dan menonjolkan diri dalam pertemuan agar orang lain menghormatiku dan berkata aku layak untuk jabatan itu. Aku tidak memiliki banyak pengalaman nyata, tetapi tidak mau membuka diri tentang kekuranganku. Aku hanya terus melaju. Aku meninggikan diriku, berpikir pemimpin harus memiliki tingkat pertumbuhan tertentu dan lebih baik daripada orang lain dalam segala hal. Aku menyembunyikan semua kekurangan dan kelemahanku, tidak secara terbuka mencari yang tidak kupahami dan berpura-pura paham karena takut dipandang rendah. Aku sendiri yang membuat diriku menderita karena terlalu terpikat status. Tuhan memberiku kesempatan melatih diri dengan meninggikanku melalui posisi kepemimpinan ini, memungkinkan aku belajar cara bersekutu dengan kebenaran dan menyelesaikan masalah. Namun, aku tidak memikirkan sedikit pun cara menggenapi tugasku dengan baik dan membantu orang lain menyelesaikan masalah dan kesukaran mereka. Sebaliknya, aku menganggap tugasku sebagai kesempatan mempromosikan diri, membuat orang lain menghormatiku. Aku bahkan berpura-pura dan menipu saudara-saudariku. Aku tidak punya nalar sedikit pun—benar-benar tidak tahu malu. Aku datang ke hadapan Tuhan dan berdoa kepada-Nya dalam pertobatan, meminta agar Dia membimbingku untuk melepaskan jeratan reputasi dan status.

Setelah berdoa, aku membaca kutipan firman Tuhan ini. "Misalnya, engkau berpikir bahwa sekali engkau memiliki status, engkau perlu memiliki wibawa dan berbicara dengan gaya tertentu. Setelah engkau menyadari bahwa ini adalah cara berpikir yang salah, engkau harus meninggalkannya; jangan menempuh jalan itu. Ketika engkau memiliki pemikiran seperti ini, engkau harus keluar dari keadaan itu dan tidak membiarkan dirimu terjebak di dalamnya. Begitu engkau terjebak di dalamnya dan pemikiran serta pandangan itu terbentuk di dalam dirimu, engkau akan menyamarkan dirimu, engkau akan mengemas dirimu, melakukannya dengan rapi dan baik sehingga tak seorang pun bisa melihat dirimu yang sebenarnya atau meraba hati dan pikiranmu. Engkau akan berbicara dengan orang lain seolah-olah dari balik topeng. Mereka tidak akan bisa melihat hatimu. Engkau harus belajar untuk membiarkan orang lain melihat hatimu; belajarlah untuk membukanya kepada mereka dan mendekat kepada mereka—ambil saja pendekatan yang berlawanan. Bukankah ini prinsipnya? Bukankah ini jalan untuk melakukan penerapan? Mulailah dari dalam pemikiran dan kesadaranmu: saat engkau merasa ingin mengemas diri, engkau harus berdoa seperti ini: 'Ya Tuhan! Aku ingin menyamarkan diriku lagi dan hampir sekali lagi terlibat dalam rencana jahat dan penipuan. Aku ini seperti iblis! Aku membuat-Mu sangat membenciku! Saat ini aku sangat jijik terhadap diriku sendiri. Kumohon disiplin aku, tegur aku, dan hukum aku.' Engkau harus berdoa dan menyingkapkan sikapmu. Ini melibatkan bagaimana engkau melakukan penerapan. Aspek manusia apa yang dituju penerapan ini? Ini ditujukan pada pemikiran dan gagasan serta niat yang telah disingkapkan orang sehubungan dengan suatu masalah, serta jalan yang mereka tempuh dan arah yang mereka ambil. Artinya, segera setelah gagasan semacam itu muncul dalam dirimu dan engkau ingin menindaklanjutinya, engkau harus membatasinya, lalu menganalisisnya. Segera setelah engkau membatasi dan menganalisis pemikiranmu, bukankah engkau akan mengungkapkan dan bertindak berdasarkan pemikiran tersebut jauh lebih sedikit? Selain itu, bukankah watak rusak di dalam batinmu mengalami kemunduran?" ("Untuk Menyelesaikan Watak Rusak Seseorang, Dia Harus Memiliki Jalan Penerapan yang Spesifik" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Membaca firman Tuhan ini juga memberiku jalan penerapan. Aku mungkin terpilih menjadi pemimpin, tetapi tingkat pertumbuhanku tidak berubah. Bukan berarti dengan menggenapi tugas ini, aku tiba-tiba mengerti semua kebenaran dan bisa memahami segalanya, juga menyelesaikan semua masalah. Aku harus menghadapi kekuranganku—jika tidak bisa menyelesaikan suatu masalah, aku harus jujur mengakui bahwa aku tidak mengerti. Lalu, aku bisa mencari kebenaran bersama yang lain untuk menyelesaikan masalah itu. Dalam pertemuan berikutnya, para pemimpin gereja mengemukakan masalah yang mereka hadapi untuk persekutuan. Aku agak khawatir saat itu. Jika tidak bisa menyelesaikan masalah mereka, apakah mereka akan meremehkanku? Jadi, aku berdoa dalam hati kepada Tuhan, meminta Dia memperbaiki sikapku dan mengizinkanku menghadapi kekuranganku dengan tenang. Meskipun mereka melihat kemampuanku yang sebenarnya dan meremehkanku, aku tetap harus menerapkan kebenaran. Itu bukan masalah selama kami menyelesaikan semua masalah dan pekerjaan kami berjalan dengan lancar. Setelah itu, aku hanya bersekutu hal yang kupahami, dan jika mengalami kesulitan menuntaskannya, aku akan membicarakannya dengan saudara-saudariku, dan kami akan mencari jalan keluar bersama. Aku merasakan kelegaan dari penerapan seperti ini. Perlahan-lahan, aku berhenti terpaku pada wajah dan status, serta merasa jauh lebih santai dalam pertemuan. Aku sering merasakan Tuhan mencerahkan dan membimbingku, aku juga bisa mengidentifikasi masalah dalam pekerjaan serta menemukan cara menyelesaikannya dengan firman Tuhan. Aku merasa membumi dan damai dengan melakukan tugasku seperti ini.

Kemudian, beberapa hal lain terjadi yang membuatku merenungkan diri lebih dalam lagi. Pada tahun 2019, aku menjalankan tugas penyuntingan di gereja. Kami perlu mengatur kelompok belajar tentang prinsip-prinsip relevan yang terdiri dari saudara-saudari dari beberapa gereja. Aku belum pernah mengatur kelompok belajar sebesar ini, dan merasa sangat tertekan—benar-benar merasa seperti ada batu besar di atas dadaku. Aku khawatir akan kehilangan muka jika tidak bisa memberikan persekutuan yang jelas. Suatu kali, pemimpin kelompok memintaku berpartisipasi aktif dalam persekutuan untuk kelompok belajar yang akan datang. Aku tercekat—ini bukan pertemuan kecil berisi segelintir orang. Bagaimana jika aku tidak bisa memberikan persekutuan yang jelas di depan begitu banyak saudara-saudari? Apa yang akan mereka pikirkan tentangku? Akankah mereka bertanya-tanya bagaimana orang dengan kualitas seperti ini diizinkan menggenapi tugas penyuntingan? Makin memikirkannya, makin aku cemas. Sebelum pertemuan, aku membaca prinsip berulang kali. Aku memutar otak, mencoba memikirkan cara paling jelas dan paling terorganisasi untuk bersekutu dengan mereka. Aku berdoa kepada Tuhan tanpa henti di dalam hati, meminta Dia membawa kedamaian dan ketenangan di hatiku. Namun, saat hari pertemuan tiba, aku masih gugup. Aku terus menghitung menit sampai giliranku untuk bersekutu. Aku tidak mampu merenungkan prinsip saat itu. Aku sungguh tidak tahu bagaimana aku bisa melewati pertemuan itu. Aku merasakan tekanan yang sangat besar—aku tidak ingin mengatur kelompok belajar semacam itu. Aku berpikir dalam hati: "Mungkin aku seharusnya membatalkan kelompok belajar ini dan meminta semua orang belajar masing-masing. Maka aku tidak perlu khawatir memberikan persekutuan yang buruk dan mempermalukan diri di depan semua orang." Aku mendatangi pemimpin dan berkata kelompok belajar dalam bentuknya saat ini tidak efektif. Itu akhirnya dibatalkan. Tidak seorang pun menyadari niat tercelaku, tetapi Tuhan mengawasi. Tuhan kemudian merancang skenario untukku. Seorang saudari bertanya kepadaku beberapa kali: "Kenapa kau tidak mengatur kelompok belajar saudara-saudari untuk membahas prinsip?" Dia juga bilang sangat ingin menghadiri kelompok belajar semacam itu. Mendengarnya mengatakan ini membuatku merasa sedikit bersalah. Aku bertanggung jawab atas pekerjaan penyuntingan gereja. Membimbing saudara-saudariku mempelajari prinsip adalah tugasku. Namun, aku membatalkan kelompok belajar untuk menyelamatkan muka dan menjaga statusku, tanpa sedikit pun memikirkan kebutuhan orang lain atau apa yang terbaik untuk pekerjaan gereja. Bukankah aku merugikan saudara-saudariku? Aku sangat egois dan rendah!

Aku kemudian melihat kutipan firman Tuhan yang sangat mengharukan saat Dia menyingkap antikristus. Dengan begitu mementingkan status dan reputasi, aku sebenarnya menyingkap watak antikristusku sendiri. Firman Tuhan berkata: "Kecintaan para antikristus akan status dan gengsi melampaui apa yang dirasakan oleh manusia normal, dan merupakan sesuatu yang ada dalam watak dan esensi mereka; itu bukanlah kepentingan yang sifatnya sementara ataupun efek sementara dari lingkungan mereka—itu adalah sesuatu yang ada dalam hidup mereka, dalam naluri mereka, dan dengan demikian, itulah esensi mereka. Dengan kata lain, dalam segala sesuatu yang antikristus lakukan, pertimbangan pertama mereka adalah status dan gengsi mereka sendiri, tidak ada yang lain. Bagi antikristus, status dan gengsi adalah hidup dan tujuan mereka di sepanjang hidup. Dalam segala hal yang mereka lakukan, pertimbangan pertama mereka adalah: 'Apa yang akan terjadi dengan statusku? Dan apa yang akan terjadi dengan gengsiku? Apakah melakukan hal ini akan memberiku kehormatan? Apakah melakukan hal ini akan meningkatkan statusku di benak orang?' Itulah hal pertama yang mereka pikirkan, yang merupakan bukti yang cukup bahwa mereka memiliki watak dan esensi para antikristus; mereka tidak mau berjuang untuk hal yang lain selain untuk kedua hal itu" ("Mereka Melakukan Tugas Mereka Hanya untuk Membedakan Diri Mereka Sendiri ... (Bagian Dua)" dalam "Menyingkapkan Antikristus"). Mencermati perilakuku berdasarkan firman Tuhan, aku melihat obsesiku belakangan ini dengan reputasi dan status adalah manifestasi watak antikristusku. Saat mengatur kelompok belajar, aku khawatir tidak memiliki pemahaman yang baik tentang prinsip dan orang lain akan merendahkanku jika tidak bersekutu dengan baik. Sebelum pertemuan, aku membaca prinsip berulang kali, memusingkan cara terbaik untuk mengungkapkan diriku. Namun, semua kerja keras itu bukan untuk memahami kebenaran dan prinsip atau membantu saudara-saudariku mempelajari sesuatu yang nyata dan berguna, melainkan membentuk citraku sebagai "profesional yang cakap" dan memenangkan kekaguman orang lain. Aku terlalu mementingkan reputasi dan status, serta hanya menganggap pertemuan itu sebagai kesempatan membangun reputasiku. Aku tahu benar itu cara belajar yang efektif, tetapi aku takut kehilangan muka dengan tidak bersekutu dengan baik, jadi aku melalaikan tugasku, bahkan membuat alasan untuk membatalkan kelompok belajar. Setiap hari aku menghabiskan sepanjang hari memikirkan cara tidak kehilangan muka dan cara dikagumi orang lain. Aku memprioritaskan keuntungan pribadiku di atas segalanya. Amanat Tuhan tidak memiliki tempat di hatiku, dan aku tidak mempertimbangkan tindakan terbaik untuk saudara-saudariku, yang terbaik untuk pekerjaan rumah Tuhan. Aku sangat egois dan rendah! Dari luar, aku mungkin tidak melakukan kejahatan yang jelas sebagai antikristus, tetapi secara esensi watakku tidak berbeda. Aku berjalan di jalan antikristus. Jika punya status sungguhan, aku pasti akan bertindak seperti antikristus, menghalangi dan mengganggu pekerjaan rumah Tuhan untuk memuaskan kepentingan pribadiku. Nantinya aku akan melakukan segala macam kejahatan dan disingkirkan oleh Tuhan. Setelah menyadari semua ini, aku merasa sangat takut dan menyesal. Jadi, aku berdoa kepada Tuhan: "Ya Tuhan, Iblis telah sangat merusakku. Aku selalu berusaha menjaga reputasi dan status, serta tak mengabdi atau bertanggung jawab dalam tugasku. Ya Tuhan, aku tak ingin memberontak terhadap-Mu lagi—aku ingin bertobat. Tolong cerahkan dan bimbing aku!"

Dalam pencarianku, aku menemukan video pembacaan firman Tuhan. Tuhan Yang Mahakuasa berkata: "Engkau harus mencari kebenaran untuk menyelesaikan setiap masalah yang timbul, apa pun masalahnya, dan sama sekali tidak menyamarkan dirimu atau mengenakan kedok di hadapan orang lain. Kekuranganmu, kelemahanmu, kesalahanmu, watakmu yang rusak—terbukalah sepenuhnya mengenai semua itu, dan bersekutulah tentang semuanya itu. Jangan menyembunyikannya di dalam hati. Belajar untuk bersikap terbuka adalah langkah awal untuk masuk ke dalam kebenaran, dan inilah rintangan pertama, yang paling sulit untuk diatasi. Begitu engkau berhasil mengatasinya, masuk ke dalam kebenaran menjadi mudah. Mengambil langkah ini menandakan bahwa engkau sedang membuka hatimu dan menunjukkan semua yang kaumiliki, baik atau buruk, positif atau negatif; menelanjangi dirimu agar dilihat oleh orang lain dan oleh Tuhan; tidak menyembunyikan apa pun dari Tuhan, tidak menutupi apa pun, tidak menyamarkan apa pun, bebas dari kecurangan dan tipu muslihat, dan juga bersikap terbuka serta jujur dengan orang lain. Dengan cara ini, engkau hidup dalam terang, dan bukan saja Tuhan akan memeriksamu, tetapi orang lain juga akan bisa melihat bahwa engkau bertindak dengan prinisp dan dengan suatu tingkat keterbukaan. Engkau tidak perlu menutupi apa pun juga, melakukan perubahan, atau menggunakan cara apa pun demi reputasi, harga diri, serta statusmu sendiri, dan ini juga berlaku untuk kesalahan apa pun yang telah kaubuat; pekerjaan sia-sia seperti itu tidak diperlukan. Jika engkau tidak melakukan hal-hal itu, engkau akan hidup dengan mudah serta tanpa merasa lelah, dan sepenuhnya berada dalam terang. Hanya orang seperti itulah yang dapat memperoleh pujian dari Tuhan" ("Hanya Mereka yang Menerapkan Kebenaran yang Takut akan Tuhan" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Aku melihat bagaimana Tuhan berharap kita semua bisa menerapkan kebenaran dan menjadi orang yang jujur. Entah itu kekurangan, kelemahan, atau pengungkapan kerusakan, kita harus terbuka tentang semua itu. Kita tidak boleh menyimpan hal-hal di dalam atau menyamarkan diri kepada orang lain atau Tuhan. Kita harus bersedia menyerahkan segala perkataan dan tindakan kita pada pengawasan Tuhan. Hanya dengan begitu kita bisa mendapatkan pujian Tuhan. Sebenarnya, bagaimanapun aku menyamar, aku tidak bisa mengubah tingkat pertumbuhanku. Meskipun bisa membodohi saudara-saudariku untuk menghormatiku, aku tidak bisa membodohi Tuhan. Aku harus secara terbuka dan tulus menyerahkan diri pada pengawasan Tuhan dan menjadi orang yang jujur.

Kemudian, kami mengadakan lebih banyak pertemuan untuk belajar dengan saudara-saudari dari beberapa gereja. Aku ingin pertemuan ini efektif dan menjadi bantuan nyata bagi saudara-saudariku, jadi setiap kali mempersiapkan bahan pelajarannya, aku akan dengan sungguh-sungguh berdoa kepada Tuhan dan meminta bimbingan-Nya. Aku akan mengajukan pertanyaan apa pun yang belum kupahami untuk didiskusikan bersama oleh kelompok. Pada pertemuan sebelumnya, aku memeras otak memikirkan cara memastikan orang lain akan menghormatiku, yang akhirnya hanya membuatku sangat gugup dan lelah. Sekarang, aku tidak lagi mencari status atau mencoba menyelamatkan muka, dan merasa jauh lebih santai dan bebas. Aku juga menyadari agar pertemuan efektif, kita butuh kerja sama semua orang dan yang menjadi kunci adalah pencerahan dan penerangan Roh Kudus. Saat mendekati tiap pertemuan dengan sikap yang benar, aku merasakan pencerahan dan bimbingan Tuhan. Terkadang saat semua orang saling menambahkan ide selama persekutuan, aku merasa mendapat banyak hal dari pertemuan itu. Melalui pengalaman ini, aku benar-benar merasakan betapa bodohnya mengejar status dan martabat. Aku hanya menyiksa diri dan, di atas semua itu, Tuhan merasa jijik karena aku tidak menggenapi tugasku. Hanya dengan menerapkan sesuai firman Tuhan, berusaha menjadi makhluk Tuhan, serta dengan jujur dan sungguh-sungguh menggenapi tugas, barulah aku bisa hidup dengan gembira dan tanpa rasa khawatir.

Selanjutnya: Belajar Dari Masa Sulit

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Yang Disebut Pengetahuan Diri

Setelah menerima pekerjaan Tuhan pada akhir zaman, aku selalu berkumpul dengan saudara-saudari yang sudah lama percaya kepada Tuhan. Ketika...