Setelah Mimpiku Hancur
Sejak usia dini, aku selalu sangat suka menari. Ibuku mengatakan kepadaku bahwa ketika aku masih sangat kecil, setiap kali musik dimainkan, aku secara alami akan menari mengikuti irama. Seiring bertambahnya usia, aku terus bersemangat menari, dan sangat tertarik pada segala sesuatu yang berkaitan dengan menari. Terutama ketika aku melihat para penari tampil di panggung di TV dan dengan mudah melakukan gerakan tari yang sulit sementara penonton yang terpesona menyaksikan sambil bertepuk tangan dan bersorak, aku tidak bisa melepaskan pandangan dari mereka dan penampilan mereka memiliki dampak besar pada diriku. Sangat indah! Aku berpikir, "Betapa indahnya jika aku juga bisa menjadi seorang penari, mengekspresikan diri melalui tarian dan mendapatkan tepuk tangan serta pujian dari para penonton!" Untuk mewujudkan impianku, aku mengikuti kelas latihan tari, memulai suatu periode pelatihan profesional. Selama kelas, aku mempelajari gerakan guru dengan sangat cermat dan berusaha untuk melakukan setiap gerakan dengan benar. Guruku mengatakan bahwa aku memiliki potensi besar sebagai seorang penari dan semua temanku mengatakan bahwa aku pasti punya masa depan dalam menari. Aku merasa senang mendengar itu, kupikir aku memiliki bakat sejati sebagai seorang penari dan bahwa aku bisa menjadikan menari sebagai karier. Mungkin langit telah menjadikan tari sebagai misi hidupku.
Kemudian, aku cukup beruntung menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa di akhir zaman, dan dari menonton video gereja, aku jadi tahu bahwa gereja juga memiliki tugas tari. Melihat saudara-saudari bernyanyi, menari, dan memuji Tuhan, aku berpikir, "Menari di dunia sekuler itu untuk orang-orang tidak percaya, manfaatnya pun tidak besar, tetapi menari di gereja adalah sebuah tugas, dan dengan menari aku bisa memuji Tuhan, ini sangat bermakna! Terlebih lagi, video gereja diunggah secara online dan ditonton oleh orang-orang di seluruh dunia. Jika aku bisa menampilkan keterampilan menariku di video-video tersebut bukankah aku akan mendapatkan lebih banyak pujian dan tepuk tangan? Ke depannya, aku harus meluangkan lebih banyak waktu untuk berlatih menari, agar aku bisa mendapatkan tugas tari." Kemudian, gereja kami dipersekusi oleh PKT (Partai Komunis Tionghoa) dan banyak saudara-saudari ditangkap, sehingga kami hampir tidak memiliki kesempatan untuk berkumpul dan menjalankan tugas kami secara normal, apalagi kesempatan untuk memulai kelompok tari. Aku sangat ingin meninggalkan Tiongkok, menerapkan iman, serta melaksanakan tugas di negara yang bebas dan demokratis. Untuk menjaga kelenturan tubuh, setiap kali punya waktu luang, aku melakukan peregangan dan latihan. Kadang-kadang, ketika mendengarkan musik, aku membayangkan diriku di atas panggung dalam sebuah pertunjukan tari. Tak lama setelah itu, ketika sebuah pertemuan berlangsung, polisi tiba-tiba menyerbu masuk dan mulai melakukan penangkapan. Aku ditahan selama 37 hari dan kemudian dibebaskan dengan jaminan sambil menunggu persidangan. Karena takut akan ditangkap lagi, aku meninggalkan rumah dan bersembunyi. Setiap hari aku menatap langit biru yang luas di luar jendela dan termenung, aku berpikir, "Sekarang setelah aku pernah ditangkap, rasanya seperti aku telah dikekang oleh PKT. Ke depannya, aku tidak bisa bebas pergi ke mana pun dan tidak bisa meninggalkan negara ini. Bagaimana aku akan masih bisa memiliki kesempatan untuk tampil di atas panggung? Bukankah ini berarti akhir dari impian tariku?" Pikiran-pikiran ini membuatku merasa sangat tidak enak. Kemudian, gereja menugaskanku untuk menggubah lagu pujian, tetapi meskipun secara lahiriah aku menjalankan tugas, hatiku tidak di sana. Aku bahkan mengira bahwa aku hanya dimaksudkan untuk menjadi seorang penari dan tugas ini tidak cocok untukku. Pemimpinku memberhentikanku setelah melihat bahwa aku terjebak dalam keadaan negatif itu dan tidak berubah.
Setelah diberhentikan, aku menghabiskan setiap hari dalam keadaan bingung. Setiap kali teringat bagaimana impian tariku hancur, aku merasa tersiksa dan tanpa arah. Di tengah ketidakberdayaanku, aku berdoa kepada Tuhan, "Oh Tuhan, karena aku diberhentikan, aku tahu bahwa aku pasti pernah berbuat sesuatu yang membuat-Mu merasa jijik, tetapi aku terlalu tidak peka dan tidak tahu di mana salahku. Tolong bimbing dan terangi aku untuk mengenali diriku sendiri." Aku berdoa kepada Tuhan seperti ini setiap hari. Suatu kali, dalam sebuah saat teduh, aku menemukan sebuah bagian dari firman Tuhan yang memberiku pemahaman tentang masalahku. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Orang-orang mengira tidak ada salahnya mempelajari pengetahuan, bahwa hal itu sepenuhnya alami. Mengatakannya dengan cara lain agar terdengar menarik, menumbuhkan cita-cita luhur atau memiliki ambisi adalah memiliki dorongan, dan ini haruslah menjadi jalan yang benar dalam kehidupan. Bukankah merupakan cara hidup yang lebih mulia bagi manusia jika mereka dapat mewujudkan cita-cita mereka sendiri, atau berhasil membangun karier? Dengan melakukan hal-hal ini, orang tidak hanya dapat menghormati leluhurnya, tetapi juga berkesempatan untuk meninggalkan jejak dirinya dalam sejarah—bukankah ini hal yang baik? Ini adalah hal yang baik di mata orang-orang duniawi, dan bagi mereka hal ini tentunya merupakan hal yang tepat dan positif. Namun, apakah Iblis, dengan motifnya yang jahat, membawa manusia ke jalan semacam ini dan hanya itu tujuannya? Tentu saja tidak. Sebenarnya, seluhur apa pun cita-cita manusia, serealistis apa pun keinginan manusia, atau seberapa pantas tampaknya hal-hal tersebut, semua yang ingin dicapai manusia, semua yang dicari manusia, terkait erat dengan dua kata. Kedua kata ini sangat penting bagi kehidupan setiap orang, dan kedua kata ini adalah hal-hal yang ingin Iblis tanamkan dalam diri manusia. Apakah kedua kata ini? Kedua kata ini adalah 'ketenaran' dan 'keuntungan.' Iblis menggunakan metode yang sangat halus semacam ini, sebuah metode yang sangat selaras dengan gagasan manusia, yang sama sekali tidak radikal, yang melaluinya menyebabkan orang tanpa sadar menerima cara hidup Iblis, aturan-aturan Iblis untuk dijalani, dan untuk menetapkan tujuan hidup serta arah dalam kehidupan mereka, dan tanpa disadari mereka juga memiliki ambisi dalam kehidupan. Sebesar apa pun tampaknya ambisi kehidupan ini, semua itu terkait erat dengan 'ketenaran' dan 'keuntungan'" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik VI"). Tiba-tiba aku tersadar ketika membaca bagian ini dan segera melihat bahwa aku sedang melangkah di jalan mencari ketenaran dan keuntungan. Dahulu aku selalu mengira bahwa mengejar impian adalah jalan yang benar dalam hidup. Aku berpikir bahwa mencapai sesuatu dalam hidup berarti aku memiliki ambisi dan aspirasi, dan mengungguli rekan-rekanku serta membuat diriku terkenal adalah cara menunjukkan harga diriku. Ini membuatku jauh lebih baik daripada mereka yang tidak memiliki impian atau aspirasi dan merasa puas dengan kehidupan yang biasa-biasa saja. Saat itu baru aku sadar bahwa mengejar impian dan aspirasi adalah salah satu cara Iblis merusak manusia dan mendorong mereka untuk melangkah di jalan mencari ketenaran dan keuntungan. Makin seseorang mencari ketenaran dan keuntungan, makin jauh mereka menyimpang dari tuntutan Tuhan. Tuhan meminta kita bertindak jujur dan praktis sebagai makhluk ciptaan dan melaksanakan tugas kita, tetapi mereka yang mencari ketenaran dan keuntungan hanya memikirkan cara untuk mengungguli rekan-rekan mereka dan tidak pernah merasa puas dengan keadaan yang ada. Aku merenungkan mengapa aku berusaha begitu keras menjadi seorang penari. Ketika aku menonton para penari di TV mendapatkan tepuk tangan penonton saat meragakan gerakan yang sulit, aku merasa sangat iri kepada mereka, dan bermimpi suatu hari nanti, aku juga bisa berdiri di panggung utama, menjadi pusat perhatian semua orang, mendapatkan sorakan dan tepuk tangan mereka dan mewujudkan tujuan untuk menonjolkan diri. Untuk mewujudkan impianku, aku berlatih menari dari pagi hingga malam, dan sangat termotivasi. Namun, karena memiliki catatan kriminal setelah ditangkap oleh PKT, aku kehilangan kesempatan untuk pergi ke luar negeri. Ketika menyadari impianku telah hancur, aku menjadi depresi dan putus asa, dan menjadi ceroboh serta tidak fokus dalam melaksanakan tugasku. Sepertinya aku sudah berubah menjadi orang yang berbeda. Saat itulah baru kusadari bahwa ketenaran dan keuntungan adalah cara Iblis menggoda dan merusak manusia. Secara lahiriah, hal itu mungkin membawa pujian dan pengakuan dari orang-orang, tetapi nyatanya, hal itu secara ideologis merusak manusia, membuat manusia hanya memikirkan ketenaran dan keuntungan dan lupa menyembah Tuhan, apalagi mengejar kebenaran dan melaksanakan tugas mereka. Akhirnya, ini membawa manusia menjauh dari Tuhan dan kehilangan sepenuhnya kesempatan untuk memperoleh keselamatan.
Kemudian, aku membaca bagian lain dari firman Tuhan. "Kecintaan antikristus akan reputasi dan status melampaui apa yang dirasakan oleh manusia normal, dan merupakan sesuatu yang ada dalam esensi watak mereka; itu bukanlah kesukaan pribadi yang sifatnya sementara ataupun efek sementara dari lingkungan mereka—itu adalah sesuatu yang ada dalam hidup mereka, dalam naluri mereka, dan dengan demikian, itulah esensi mereka. Dengan kata lain, dalam segala sesuatu yang antikristus lakukan, pertimbangan pertama mereka adalah reputasi dan status mereka sendiri, tidak ada yang lain. Bagi antikristus, reputasi dan status adalah hidup dan tujuan seumur hidup mereka. Dalam segala hal yang mereka lakukan, pertimbangan pertama mereka adalah: 'Apa yang akan terjadi dengan statusku? Lalu apa yang akan terjadi dengan reputasiku? Apakah melakukan hal ini akan memberiku reputasi yang baik? Apakah melakukan hal ini akan meningkatkan statusku di benak orang?' Itulah hal pertama yang mereka pikirkan, yang merupakan bukti yang cukup bahwa mereka memiliki watak dan esensi antikristus; mereka tak akan mempertimbangkan masalah ini dengan cara lain. Dapat dikatakan bahwa bagi antikristus, reputasi dan status bukanlah tuntutan tambahan, apalagi sesuatu yang sepele yang dapat mereka abaikan. Reputasi dan status adalah bagian dari natur para antikristus, kedua hal tersebut ada di dalam tulang mereka, dalam darah mereka, yang sudah menjadi bawaan lahiriah mereka. Para antikristus tidak acuh tak acuh apakah mereka memiliki reputasi dan status atau tidak; ini bukanlah sikap mereka. Lantas, apa sikap mereka terhadap kedua hal ini? Reputasi dan status berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari mereka, dengan keadaan sehari-hari mereka, dengan apa yang mereka kejar dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian bagi antikristus, reputasi dan status adalah hidup mereka. Bagaimanapun cara mereka hidup, di lingkungan mana pun mereka tinggal, pekerjaan apa pun yang mereka lakukan, apa pun yang mereka kejar, apa pun tujuan mereka, apa pun arah hidup mereka, semuanya berpusat pada memiliki reputasi yang baik dan status yang tinggi. Dan tujuan ini tidak berubah; mereka tak pernah mampu melepaskan hal-hal semacam ini. Inilah wajah para antikristus yang sebenarnya dan esensi mereka. Seandainya engkau menempatkan mereka di hutan primer jauh di pedalaman pegunungan, mereka tetap tidak akan mengesampingkan pengejaran mereka akan reputasi dan status. Engkau dapat menempatkan mereka di antara kelompok orang mana pun, dan satu-satunya yang mereka pikirkan tetaplah reputasi dan status. Meskipun para antikristus juga percaya kepada Tuhan, mereka memandang pengejaran akan reputasi dan status setara dengan iman kepada Tuhan dan menganggapnya memiliki bobot yang sama. Artinya, pada saat mereka menempuh jalan iman kepada Tuhan, mereka juga mengejar reputasi dan status mereka sendiri" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, Bab Sembilan (Bagian Tiga)). Tuhan mengungkapkan bagaimana antikristus sangat menghargai reputasi dan status bahkan sampai memandang reputasi dan status sebagai hidup mereka dan tujuan yang mereka kejar dalam hidup. Tidak peduli kapan atau di mana mereka berada, arah pengejaran mereka tidak pernah berubah. Sebenarnya, itulah tepatnya yang terjadi padaku. Sejak kecil, aku suka pamer dan ingin dipuji serta dikagumi oleh orang lain. Saat menyaksikan bagaimana para penari di TV dikagumi dan disanjung oleh penonton mereka, aku mengagumi mereka dan bercita-cita menjadi seperti mereka. Aku bahkan menetapkan tujuan untuk menjadi penari yang luar biasa. Bahkan setelah beriman dan menjalankan tugasku, aku masih tidak mengubah tujuan hidupku, dan ketika aku tidak bisa menjalankan tugas menari di gereja lokal, aku bercita-cita pergi ke luar negeri untuk mewujudkan impian besarku berdiri di atas panggung sebagai seorang penari. Bahkan setelah aku ditangkap oleh PKT dan mendapatkan catatan kriminal, yang membuatku tidak bisa meninggalkan negara, aku tetap tidak bisa berhenti memikirkan impianku untuk menari dan menjadi negatif serta tersiksa karena aku tidak mencapai tujuanku, menjalankan tugasku secara asal-asalan dan bersikap negatif serta bermalas-malasan. Aku sering memikirkan dan merenungkan tentang masa depan dan reputasiku. Aku memandang tugasku sebagai batu loncatan yang akan membantuku menggapai impianku. Aku gagal menjalankan tugasku dengan benar dan malah melawan Tuhan! Menyadari hal ini, aku berdoa kepada Tuhan dan berkata, "Oh Tuhan, melalui penghakiman dan penyingkapan firman-Mu, aku telah melihat betapa dalamnya obsesiku terhadap ketenaran, keuntungan, dan status. Aku selalu berusaha menggapai impianku dan gagal melaksanakan tugasku dengan baik. Aku bersedia untuk bertobat, meninggalkan keinginan berlebihan ini dan hanya berusaha melaksanakan tugasku."
Kemudian, aku menemukan bagian lain dari firman Tuhan: "Engkau harus mampu memenuhi tanggung jawabmu, melaksanakan kewajiban dan tugasmu, serta mengesampingkan keinginan, niat dan motifmu yang egois; engkau harus terlebih dahulu memikirkan maksud-maksud Tuhan, kepentingan rumah Tuhan, pekerjaan gereja, dan tugas yang harus kaulaksanakan. Setelah mengalami hal ini selama beberapa waktu, engkau akan merasa bahwa ini adalah cara berperilaku yang baik. Ini berarti menjalani hidup dengan jujur dan tulus, serta tidak menjadi orang yang hina dan jahat; ini berarti hidup secara adil dan terhormat, bukan hidup dengan tercela, hina dan tidak berguna. Engkau akan merasa bahwa inilah cara orang seharusnya bertindak dan citra diri yang seharusnya mereka jalani" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Kebebasan dan Kemerdekaan Hanya Dapat Diperoleh dengan Menyingkirkan Watak yang Rusak"). Aku merenung bahwa di masa lalu, aku hanya melaksanakan tugasku untuk memuaskan ambisi dan keinginanku sendiri. Aku sama sekali tidak mempertimbangkan maksud Tuhan dan hidup dengan cara yang rendah dan tercela. Aku tahu bahwa jika aku mendapat kesempatan lagi untuk melaksanakan tugas, aku harus menyingkirkan keinginan pribadi dan melaksanakan tugasku dengan baik untuk memuaskan Tuhan. Aku tidak boleh membuat diriku merasakan lebih banyak penyesalan dan rasa bersalah. Setelah merenung selama beberapa waktu, aku mulai kembali melaksanakan tugasku di gereja. Meskipun tugas itu di bagian urusan umum dan tidak ada hubungannya dengan menari, aku tahu ini adalah kesempatan yang diberikan Tuhan kepadaku untuk bertobat, jadi aku bersedia untuk tunduk dan memenuhi tugasku sebagai makhluk ciptaan.
Lebih dari setengah tahun berlalu begitu saja, dan meskipun aku tidak lagi merasa negatif dan tertekan karena tidak bisa mewujudkan impianku, aku masih merasa ada sedikit kebingungan. Terkadang aku bertanya-tanya, "Banyak orang memiliki bakat, minat, dan hobi, apakah semua hal itu negatif? Apakah orang sungguh-sungguh tidak boleh mengejar hal-hal ini?" Suatu hari, aku membaca sebuah bagian dari firman Tuhan mengenai masalah ini yang memberikan beberapa jawaban atas pertanyaanku. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Minat dan hobi orang pada dasarnya tidak salah, dan tentu saja kita tidak dapat mengatakan bahwa itu adalah hal-hal yang negatif. Minat dan hobi tidak boleh dikecam atau dikritik. Orang memiliki minat, hobi, dan bakat di bidang tertentu—setiap orang memilikinya—ini merupakan bagian dari kemanusiaan yang normal. Ada yang suka menari, ada yang suka menyanyi, melukis, berakting, mekanik, ekonomi, teknik, kedokteran, pertanian, berlayar, atau olahraga tertentu. Ada pula yang suka belajar geografi, geologi, atau penerbangan, dan tentu saja, ada pula yang suka mempelajari hal-hal yang tidak jelas. Apa pun minat dan hobi orang, semua itu adalah bagian dari kemanusiaan dan kehidupan manusia normal. Hal-hal tersebut tidak boleh dianggap sebagai hal-hal yang negatif, juga tidak boleh dikritik, apalagi dilarang. Dengan kata lain, minat dan hobi apa pun yang mungkin kaumiliki adalah hal yang dapat dibenarkan. Karena minat atau hobi apa pun yang kaumiliki adalah hal yang dapat dibenarkan dan diperbolehkan ada, bagaimana seharusnya kita memperlakukan hal-hal yang berkaitan dengan cita-cita dan keinginan? Sebagai contoh, ada orang-orang yang menyukai musik. Mereka berkata, 'Aku ingin menjadi seorang musisi atau dirigen,' lalu mengabaikan segala hal lainnya untuk belajar dan mengembangkan diri mereka dalam bidang musik, menetapkan tujuan dan arah hidup mereka untuk menjadi musisi. Apakah ini hal yang benar untuk dilakukan? (Itu bukan hal yang benar untuk dilakukan.) Jika engkau tidak percaya kepada Tuhan, jika engkau adalah bagian dari dunia dan menghabiskan hidupmu dengan mewujudkan cita-cita dan keinginan yang ditetapkan oleh minat dan hobimu sendiri, kita tidak akan mengomentarinya. Sekarang, sebagai orang yang percaya kepada Tuhan, jika engkau memiliki minat dan hobi seperti itu dan ingin mengabdikan seluruh hidupmu, membayar harga seumur hidup untuk mewujudkan cita-cita dan keinginan yang ditetapkan oleh minat dan hobimu sendiri, apakah ini jalan yang baik ataukah buruk? Apakah itu layak untuk dipromosikan? (Ini tidak layak untuk dipromosikan.) Mari kita tidak membahas dahulu apakah itu layak untuk dipromosikan atau tidak; segala sesuatunya harus ditanggapi dengan serius, jadi bagaimana caranya agar engkau dapat mengetahui apakah hal ini benar atau salah? Engkau harus memikirkan apakah pengejaran, cita-cita, dan keinginan yang telah kautetapkan ada hubungannya atau tidak dengan ajaran Tuhan dan keselamatan-Nya serta harapan-Nya bagimu, apakah ada hubungannya atau tidak dengan maksud Tuhan untuk menyelamatkan manusia, dengan misimu, dan dengan tugasmu, apakah hal tersebut akan membantumu menyelesaikan misimu dan melaksanakan tugasmu dengan lebih efektif atau tidak, atau apakah hal tersebut akan meningkatkan peluangmu untuk diselamatkan dan membantumu memenuhi maksud Tuhan atau tidak. Sebagai orang biasa, pengejaran akan cita-cita dan keinginanmu adalah hakmu, tetapi ketika engkau mewujudkan cita-cita dan keinginanmu sendiri dan menempuh jalan ini, akankah hal-hal tersebut membawamu ke jalan keselamatan? Akankah hal-hal tersebut menuntunmu ke jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan? Akankah hal-hal tersebut pada akhirnya akan membuatmu memiliki ketundukan mutlak dan penyembahan kepada Tuhan? (Tidak.) Itu sudah pasti. Karena hal-hal tersebut tidak akan membawamu ke sana, maka sebagai orang yang percaya kepada Tuhan, cita-cita dan keinginan yang ditetapkan karena minat, hobi, bahkan karena bakat dan karuniamu, apakah itu hal yang positif atau negatif? Haruskah engkau memilikinya atau tidak? (Itu adalah hal yang yang negatif; kita seharusnya tidak memilikinya.) Engkau seharusnya tidak memilikinya" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran I, "Cara Mengejar Kebenaran (8)"). Setelah membaca firman Tuhan, aku menyadari bahwa minat dan hobi adalah bagian dari kemanusiaan normal, yang diberikan kepada manusia oleh Tuhan, dan tidak bersifat negatif, tetapi ketika orang mulai melihat hobi dan minat mereka sebagai cita-cita dan keinginan yang harus dikejar, maka natur masalahnya berubah. Segera setelah seseorang memperlakukan hobinya sebagai cita-cita yang harus dikejar, mereka pasti akan menghabiskan banyak waktu dan energi untuk itu. Bagi orang biasa, ini mungkin tampak sebagai kebebasan dan hak mereka, tetapi bagi orang-orang yang percaya kepada Tuhan, mengejar cita-cita dan keinginan hanya akan menghalangi mereka dalam pelaksanaan tugas mereka hingga taraf tertentu. Juga, jika orang berusaha untuk mewujudkan cita-cita mereka, mereka tidak dapat tunduk pada pengaturan dan ketetapan Tuhan dan hanya akan semakin menjauh dari Tuhan. Aku sudah mengalaminya secara langsung. Aku menerima pekerjaan Tuhan di akhir zaman pada usia dini, mulai melaksanakan tugasku dan memiliki kesempatan untuk mengejar kebenaran dan mencapai keselamatan. Namun aku tidak berjalan di jalan yang benar, tidak menghargai kesempatan yang Tuhan berikan kepadaku, dan bersikeras untuk mengejar impian-impianku. Karena aku mencurahkan semua pikiran dan energiku untuk mengejar cita-cita dan keinginan, dan tidak fokus pada mengejar kebenaran, aku tidak membuat kemajuan apa pun dalam tugasku selama periode waktu yang lama. Semua pandangan hidup dan nilai-nilaiku berasal dari Iblis. Setelah ditangkap oleh polisi, aku tidak mencari kebenaran dan belajar dari pengalaman, sebaliknya malah menjadi melawan dan menyalahkan Tuhan karena lingkungan yang Dia atur setelah catatan kriminalku menghalangiku untuk bepergian ke luar negeri dan impianku untuk menjadi seorang penari hancur. Sebagai makhluk ciptaan, seharusnya aku tunduk pada pengaturan Sang Pencipta dan memahami maksud Tuhan melalui pengalamanku. Namun dengan keras kepala, aku berpaut pada impianku, tidak puas dengan kedaulatan dan pengaturan Tuhan, dan menjalankan tugasku dengan setengah hati serta teralihkan. Bagaimana mungkin Tuhan tidak merasa jijik dengan sikap dan perilakuku? Jika aku tidak menyerah mengejar impian dan keinginan, dan suatu hari aku bisa melaksanakan tugas sebagai penari, pasti aku akan bersaksi tentang diriku sendiri dan membuat diriku dikenal untuk mewujudkan impianku. Bersaksi tentang diriku sendiri alih-alih Tuhan dalam melaksanakan tugasku adalah bentuk perlawanan terhadap Tuhan dan pantas menerima kutukan Tuhan!
Aku membaca bagian lain dari firman Tuhan: "Jika seseorang tertarik pada bidang seni, haruskah dia menggeluti pekerjaan ini dan haruskah dia melakukan pekerjaan ini sepanjang hidupnya? Belum tentu. Itu tergantung pada takdir Tuhan, pada bagaimana Tuhan menjalankan kedaulatan-Nya dan mengatur segala sesuatunya. Jika Tuhan mengatur agar dia menekuni bidang seni, dia tidak akan pernah meninggalkan bidang ini seumur hidupnya. Namun, jika Tuhan tidak mengatur atau menakdirkan dia untuk menekuni bidang ini, dia hanya akan memiliki minat dan hobi ini, dan sekalipun dia menikmatinya, dia tidak akan mampu menggeluti pekerjaan itu. Ada orang-orang yang menyukai bidang seni sejak kecil. Melihat bahwa anak mereka memiliki minat dan hobi ini, orang tua mereka berpikir, 'Mari kita kembangkan saja. Mungkin keluarga kita dapat menghasilkan bakat dalam bidang seni. Mungkin mereka bahkan akan menjadi terkenal atau menjadi aktor yang hebat!' Jadi, mereka mulai melatih anak mereka, mengajaknya belajar menari dan menyanyi, dan akhirnya, anak tersebut diterima di sekolah seni. Meskipun minat dan hasrat anak tersebut terhadap bidang seni tidak berkurang setelah lulus, tidak pasti apakah dia mampu menggeluti bidang pekerjaan ini atau tidak. Mungkin saja ketika dia perlu menggeluti pekerjaan ini, suasana hatinya berubah, sikap dan pandangannya terhadap pekerjaan ini berubah, dan mungkin juga karena berbagai alasan dalam lingkungan objektif, dia kehilangan kesempatan untuk menjadi bagian dari bidang ini. Semua hal ini mungkin terjadi; itu tergantung pada takdir Tuhan" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran II, "Cara Mengejar Kebenaran (11)"). Setelah membaca bagian ini, aku merasa sangat lega. Dulu, aku mengira bahwa aku harus mengejar pekerjaan yang berkaitan dengan minat dan hobiku. Kupikir minatku mungkin adalah misi yang dianugerahkan Tuhan kepadaku, dan karena aku sangat bergairah soal menari, aku merasa harus melaksanakan tugas yang berkaitan dengan menari. Jadi, ketika aku diberi tugas yang tidak ada hubungannya dengan tari, aku merasa tugas itu tidak cocok untukku dan tidak ingin melakukannya. Namun dalam kenyataan, aku terus menghadapi kekecewaan, aku tidak pernah mendapatkan tugas yang berkaitan dengan menari. Sekarang aku mengerti bahwa semua ini adalah kedaulatan dan pengaturan Tuhan. Aku teringat bagaimana keponakan dari seorang penari terkenal telah menunjukkan bakat dalam menari sejak usia dini, dan penari itu, yang adalah bibinya, ingin keponakannya sebagai penerus, tetapi meskipun telah melatihnya secara langsung, keponakannya tetap tidak berakhir menjadi penari dan malah menjadi seorang aktris. Juga terdapat banyak contoh orang yang memiliki keterampilan atau bakat tertentu tetapi akhirnya menghabiskan hidup mereka dalam pekerjaan biasa untuk menghidupi keluarga mereka dan tidak dapat bekerja di bidang yang berkaitan dengan minat dan hobi mereka. Dari sini, aku melihat bahwa Tuhan memegang kedaulatan dan mengatur pekerjaan apa yang akan dilakukan orang dalam hidup mereka; orang tidak memiliki kuasa atas hal ini dan tidak dapat memaksakan hal tersebut terjadi. Meskipun aku tidak bisa melaksanakan tugas yang berkaitan dengan minatku, Tuhan memberiku kemampuan untuk melakukan tugas-tugas lainnya. Sekarang aku melakukan pekerjaan berbasis teks, tugas yang tidak pernah aku bayangkan akan aku lakukan di masa lalu. Melalui membaca berbagai artikel dan khotbah, aku telah mempelajari kebenaran-kebenaran tertentu tentang visi, memahami sedikit tentang pekerjaan Tuhan dan mengalami secara langsung bagaimana situasi-situasi yang Tuhan atur untuk kita adalah yang terbaik dan bermanfaat bagi hidup kita. Tidak peduli apakah di masa depan aku akan bisa melaksanakan tugas menari atau tidak, aku bersedia untuk tunduk, dan mengejar kebenaran serta mengalami pekerjaan Tuhan dalam lingkungan apa pun yang diatur Tuhan. Selain itu, di waktu luangku, aku telah mempelajari tarian gereja, jadi aku terus mengembangkan minatku. Kadang-kadang setelah makan malam, aku menari sebentar dan aku selalu merasa sedikit lebih bahagia setelah melakukannya. Aku pikir itulah cara yang benar untuk memperlakukan hobi dan minatku. Aku berterima kasih kepada Tuhan dari lubuk hatiku atas hobi ini, karena itu membuat hidupku sedikit lebih menarik. Aku harus bekerja lebih keras untuk melaksanakan tugasku dan membalas kasih Tuhan.
Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.