Kenapa Aku Tidak Bisa Berperilaku Jujur

27 Juli 2022

Oleh Saudari Xiao Fan, Tiongkok

Saat pertama mulai mengawasi pekerjaan menyiram petobat baru, rekan sekerjaku, Saudari Zhang, sering bicara doktrin, meninggikan diri, dan pamer di pertemuan. Banyak masalah di tempat kerja juga tak selesai tepat waktu. Aku melaporkan perilaku Saudari Zhang kepada para pemimpin, dan setelah menyelidiki situasinya, mereka memutuskan dia tak cocok menjadi pengawas dan memecatnya. Setelah itu, aku juga memindahkan beberapa orang yang tak cocok dalam kelompok, dan bersekutu dengan saudara-saudari untuk memecahkan masalah dalam tugas mereka. Dua bulan kemudian, pekerjaan membaik, dan semua orang proaktif dalam tugas. Kami mendapat surat dari para pemimpin yang berkata penyiraman petobat baru kami telah membaik. Rekan-rekan sekerjaku juga berkata aku andal bekerja dan bisa memecahkan masalah nyata saudara-saudari. Saat punya masalah, mereka sering mendatangiku. Melihat pengakuan para pemimpin atas pekerjaanku serta penghargaan dan kekaguman rekan-rekan sekerjaku terhadapku, aku sangat senang. Kupikir, "Sepertinya aku punya kenyataan kebenaran dan bisa melakukan kerja nyata." Perlahan-lahan, aku mulai menganggap diriku tinggi. Kupikir karena aku pengawas dan pemimpin kelompok di antara rekan-rekan sekerjaku, aku harus lebih baik dalam memecahkan masalah.

Saat itu, aku kebanyakan bertanggung jawab atas pekerjaan satu kelompok. Aku sering bertemu dan bersekutu dengan anggotanya untuk memecahkan masalah dan penyimpangan dalam pekerjaan, lalu pekerjaan itu pun langsung meningkat pesat. Namun, kelompok yang diawasi rekan sekerjaku tak banyak berkembang, terutama yang diawasi Saudari Li, para anggotanya tak bisa bekerja sama dengan baik dan masalah tak bisa diselesaikan. Saudari Li sangat cemas dan bertanya kepadaku, "Bagaimana kau bersekutu dengan mereka? Bagaimana kau mencapai hasil yang baik?" Aku menjabarkan metodeku dengan sangat jelas. Saat selesai, aku teringat seorang saudara berwatak congkak yang tak bisa bekerja sama dengan orang lain. Aku belum sepenuhnya menyelesaikan masalah ini, serta perlu mencari dan bersekutu dengan semua orang tentang itu. Namun, kupikir, "Aku pemimpin kelompok, panutan semua orang, jika aku bilang ada masalah yang tak bisa kuselesaikan, apa pendapat para saudariku tentangku? Aku barusan bicara dengan sangat enteng. Bagaimana bisa kubiarkan masalah yang tak bisa kuselesaikan? Bukankah mereka akan meremehkanku jika tahu?" Akhirnya aku tak punya nyali mengangkat masalah ini. Beberapa kali setelah itu, saat membahas pekerjaan bersama-sama, aku selalu membicarakan bagaimana aku memecahkan masalah dan hasil yang kucapai, tapi tak mengatakan apa pun tentang masalah yang belum terpecahkan. Akibatnya, kedua rekan sekerjaku menghormatiku dan berpikir aku bisa menyelesaikan masalah dengan baik. Mereka bahkan bilang, "Kau memahami kebenaran dan punya kenyataannya." Aku sedikit menyadarinya saat itu, jadi aku hanya bilang ada juga yang tak bisa kuselesaikan, dan membiarkan itu berlalu.

Kemudian, ada kelompok yang bekerja tak efektif, dan saudara-saudari mengalami kesulitan dalam tugas. Jadi, Saudari Li memberitahuku, "Aku beberapa kali menemui mereka untuk bersekutu, tapi tetap tak bisa menyelesaikan masalah mereka. Kini aku merasa sangat negatif." Saat mendengar itu, kepalaku tertunduk dan merasa sangat tak nyaman, karena aku juga sudah beberapa kali pergi, tapi tak menyelesaikan masalah itu. Aku merasa sangat tak berdaya saat itu, aku telah mencoba sebaik mungkin, dan tak mengerti kenapa itu tak bisa diselesaikan. Aku ingin menceritakan keadaanku, tapi saat melihat Saudari Li sedang negatif, kupikir jika bicara tentang kesulitanku saat itu, aku bisa menyebarkan kenegatifan. Selain itu, aku pemimpin kelompok. Saat kami punya masalah, aku harus berkuat hati, bertahan, dan tak menjadi negatif. Saat itulah Saudari Li bertanya kepadaku, "Menghadapi kesulitan ini, bagaimana aku harus mengalaminya?" Aku tak tahu cara menjawabnya. Aku tak punya jalan dan tak tahu bagaimana harus bersekutu. Namun, untuk menjaga citra baikku, aku menguatkan diri dan berkata, "Dalam kesulitan seperti ini, kita harus mengandalkan Tuhan. Sulit bagi Nuh untuk membangun bahtera, tapi dia melakukannya dengan mengandalkan Tuhan. Kita harus menjadi seperti Nuh dan menghadapi masalah kita." Lalu, aku menceritakan saat mengalami kesulitan dalam tugasku di masa lalu, serta bagaimana aku memimpin semua orang mengatasi kesulitan dan mencapai hasil baik. Beberapa saudari tanpa ketajaman bahkan memujiku atas pengalamanku, tapi aku sama sekali tak senang. Kami tetap belum memecahkan kesulitan dalam pekerjaan kami baru-baru ini, jadi bukankah aku hanya membodohi orang dengan perkataanku? Namun, aku menghibur diri, berpikir, "Aku bisa apa lagi selain mengatakan ini? Sebagai pemimpin kelompok, apa lagi yang bisa kulakukan? Bagaimanapun, aku harus bertahan!" Meskipun tak mau, aku berkata, "Biar aku yang urus masalah ini." Aku sama sekali tak tahu cara menangani itu. Aku merasa memikul gunung, tanpa jalan keluar, tapi tak berani membuka diri dan bersekutu dengan para saudariku. Saat itulah Saudari Li berkata, "Masalah dalam pekerjaan kita akhir-akhir ini belum terpecahkan. Bukankah kita harus merenungkan ini?" Saudari Xin bilang kepadaku, "Selama ini kami menghormatimu. Kami merasa kau memahami kebenaran dan bisa memecahkan masalah, jadi kami mengandalkanmu untuk segalanya. Keadaan kita ini tak benar." Lalu, Saudari Li berkata, "Itu benar. Selama bekerja bersamamu, kau jarang membicarakan kerusakanmu sendiri. Kau hanya membicarakan jalan masuk positifmu. Namun, pada saat seperti ini, ketika kita punya begitu banyak masalah dan kesulitan dalam pekerjaan, kami berdua dalam keadaan negatif, tapi kau belum menunjukkan kelemahan. Apa kau menyamarkan diri?" Mendengarnya berkata begitu, hatiku mencelus. Apa ini akibat dari aku menyamarkan diri? Namun, aku masih merasa sangat bingung, dan berpikir, "Aku pemimpin kelompok. Jika aku terbuka dan bilang merasa lemah, bukankah ini menyebarkan kenegatifan? Sama seperti dalam perang, jika para jenderal jatuh, bukankah para prajurit akan kalah lebih cepat?" Namun, aku lalu berpikir, karena rekan sekerjaku menghormatiku, dan aku membawa mereka ke hadapanku, pasti ada masalah dengan jalan yang kutempuh. Aku tahu harus merenungkan diri. Saat itu, aku juga tahu beberapa orang lain dalam keadaan negatif dan ingin menyerah, yang sangat memengaruhi pekerjaan. Menghadapi masalah ini, aku merasa sangat negatif. Aku tak bisa menyelesaikan masalah nyata apa pun saat itu. Aku sama sekali tak bisa menerima amanat yang begitu penting. Jika terus begini, aku hanya bisa menghalangi pekerjaan rumah Tuhan. Pada akhirnya, aku tak tahan lagi, jadi aku mengajukan pengunduran diri kepada para pemimpinku.

Setelah mengundurkan diri, aku mulai merenungkan diriku, "Kenapa aku tak bisa terbuka dan bersekutu tentang masalah dan kesulitanku? Kenapa aku selalu menyamarkan diri? Kenapa tak bisa jujur?" Kemudian, aku membaca kutipan firman Tuhan dan mendapatkan pemahaman tentang diriku. Tuhan berfirman: "Tahukah engkau semua siapa sebenarnya orang Farisi? Adakah orang Farisi di sekitarmu? Mengapa orang-orang ini disebut 'Orang Farisi'? Bagaimana orang Farisi digambarkan? Mereka adalah orang-orang yang munafik, sama sekali palsu dan berpura-pura dalam segala sesuatu yang mereka lakukan. Tindakan berpura-pura apa yang mereka lakukan? Mereka berpura-pura bersikap baik, ramah, dan positif. Seperti inikah diri mereka yang sebenarnya? Sama sekali tidak. Mengingat bahwa mereka adalah orang munafik, segala yang terwujud dan tersingkap pada diri mereka adalah palsu; semuanya kepura-puraan—itu bukan diri mereka yang sebenarnya. Di manakah diri mereka yang sebenarnya disembunyikan? Itu tersembunyi jauh di dalam hati mereka, tidak pernah terlihat oleh orang lain. Segala sesuatu yang tampak di luarnya adalah kepura-puraan, semua itu palsu, tetapi mereka hanya bisa mengelabui orang; mereka tidak bisa mengelabui Tuhan. Jika orang tidak mengejar kebenaran, jika mereka tidak menerapkan dan mengalami firman Tuhan, mereka tidak dapat benar-benar memahami kebenaran, dan semuluk apa pun perkataan mereka, perkataan ini bukanlah kenyataan kebenaran, melainkan perkataan doktrin. Ada orang-orang yang hanya berfokus mengulang-ulang perkataan doktrin, mereka meniru siapa pun yang menyampaikan khotbah terbaik. Hasilnya, dalam beberapa tahun saja, pembahasan doktrin mereka semakin tinggi, dan mereka dikagumi dan dipuja oleh banyak orang, yang mana setelah itu, mereka mulai menyamarkan diri mereka sendiri, dan sangat memperhatikan apa yang mereka katakan dan lakukan, memperlihatkan diri mereka sebagai orang yang sangat saleh dan rohani. Mereka menggunakan apa yang disebut teori-teori rohani ini untuk menyamarkan diri mereka sendiri. Hanya inilah yang mereka bicarakan ke mana pun mereka pergi, hal-hal masuk akal yang sesuai dengan gagasan orang, tetapi tidak memiliki kenyataan kebenaran. Dan dengan mengkhotbahkan hal-hal ini—hal-hal yang sejalan dengan gagasan dan selera orang—mereka menipu banyak orang. Bagi orang lain, orang-orang semacam itu tampak sangat saleh dan rendah hati, tetapi sebenarnya palsu; mereka tampak toleran, sabar, dan penuh kasih, tetapi itu sebenarnya kepura-puraan; mereka berkata mereka mengasihi Tuhan, tetapi itu sebenarnya adalah kepura-puraan. Orang lain menganggap orang semacam itu kudus, tetapi sebenarnya palsu. Di manakah seseorang yang benar-benar kudus ditemukan? Kekudusan manusia semuanya palsu. Semua itu adalah kepura-puraan. Secara lahiriah, mereka tampak setia kepada Tuhan, tetapi sebenarnya mereka melakukannya agar dilihat orang lain. Ketika tak seorang pun yang melihat, mereka tidak sedikit pun setia, dan semua yang mereka lakukan asal-asalan. Secara lahiriah, mereka mengorbankan diri mereka bagi Tuhan dan telah meninggalkan keluarga dan karier mereka. Namun, apa yang sedang mereka lakukan secara diam-diam? Mereka sedang mengurus urusan mereka sendiri dan menjalankan bisnis mereka sendiri di dalam gereja, secara diam-diam mendapatkan keuntungan dari gereja dengan kedok bekerja untuk Tuhan.... Orang-orang ini adalah orang Farisi modern yang munafik" ("Enam Indikator Kemajuan dalam Kehidupan" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Firman Tuhan sangat jelas mengungkapkan esensi orang Farisi. Orang Farisi menyamarkan diri dan menipu orang lain dalam semua tindakan mereka. Mereka menggunakan perbuatan baik lahiriah untuk menyesatkan orang dan dihormati. Aku merenungkan bahwa aku berperilaku persis seperti orang Farisi. Sejak mulai mengawasi pekerjaan penyiraman, saat melihat pekerjaan kelompok berjalan dengan lancar dan lebih efektif, para pemimpin dan rekan sekerjaku pun mengagumiku, aku merasa lebih memahami kenyataan kebenaran daripada yang lain, dan tanpa sadar mulai berpikir tinggi tentang diri sendiri. Kupikir sebagai pengawas, aku harus lebih kuat dari yang lain dan tak boleh negatif, juga harus menjadi contoh bagi saudara-saudariku, jadi aku menyamarkan dan menutupi diri dalam semua tindakanku. Saat Saudari Li mengalami kesulitan dan mencari solusi dariku, aku pura-pura mengerti padahal tidak dan memaksa diri menjawab dengan kata-kata doktrin agar beberapa saudari salah sangka aku pahami kebenaran dan punya kenyataannya. Saat mengalami kesulitan dan tak bisa menyelesaikannya, aku merasa sangat tertekan, tapi takut saudara-saudariku akan melihat kelemahanku, jadi aku berpura-pura kuat, yang membuat rekan sekerjaku menghormatiku dan merasa tingkat pertumbuhanku lebih besar, serta bisa memecahkan masalah apa pun. Untuk menciptakan citra baik dan status tinggi di depan saudara-saudariku, aku tak pernah menyebutkan kerusakanku sendiri, menanggung semuanya, sesulit apa pun itu. Aku berusaha menyamarkan dan mengemas diriku, juga memakai doktrin yang terdengar benar untuk membingungkan dan mengelabui orang lain. Untuk ini, aku bukan hanya gagal memecahkan masalah dan kesulitan sendiri, lebih penting lagi, aku menghambat pekerjaan rumah Tuhan. Aku merugikan orang lain dan diri sendiri! Aku menempuh jalan orang Farisi yang munafik. Baru di saat itu aku benar-benar mengerti yang Tuhan firmankan, "Menjadi orang biasa itu bermakna; engkau dapat hidup bebas dari kecemasan, dan memiliki sukacita dan hati yang tenteram. Inilah jalan yang benar dalam hidup. Jika engkau selalu ingin menjadi orang yang menonjol, lebih baik daripada orang lain, itu berarti engkau sedang melemparkan dirimu ke dalam situasi yang sangat sulit dan penuh tekanan, membawamu ke dalam kehancuran, dan membuat hidupmu sendiri sulit" ("Mereka Ingin Mundur Ketika Tidak Ada Status atau Harapan untuk Memperoleh Berkat" dalam "Menyingkapkan Antikristus"). Firman Tuhan begitu nyata. Selalu ingin dihormati orang dan lebih unggul hanya membuat kita dipermainkan Iblis dan hidup dalam kesakitan. Hanya dengan melepaskan ketenaran dan status, menjadi yang orang jujur, biasa-biasa saja dan rendah hati, barulah kita bisa berperilaku dengan kebebasan dan kebebasan, serta merasakan kedamaian dan keamanan.

Melalui renungan, aku juga menyadari sudut pandangku salah. Kupikir membuka kelemahan dan kesulitanku menyebarkan kenegatifan, jadi aku tak berani membuka diri. Sebenarnya, aku tak memahami arti membuka diri dan menyebarkan kenegatifan. Aku salah memahami konsepnya. Kemudian, aku mencari kutipan yang relevan dari firman Tuhan untuk makan dan minum. Firman Tuhan katakan: "Pertama-tama, mari kita melihat bagaimana pelepasan kenegatifan harus dipahami dan dikenali, bagaimana kenegatifan orang harus dikenali, perkataan dan perwujudan apa di dalam diri mereka yang melepaskan kenegatifan. Pertama, kenegatifan yang dilepaskan orang bukanlah hal yang positif, itu adalah hal buruk yang bertentangan dengan kebenaran, itu adalah sesuatu yang dihasilkan dari watak mereka yang rusak. Memiliki watak yang rusak menyebabkan orang sulit menerapkan kebenaran dan menaati Tuhan—dan karena kesulitan-kesulitan inilah, pemikiran negatif dan hal-hal negatif lainnya tersingkap dalam diri orang-orang. Hal-hal negatif ini dihasilkan justru pada saat mereka mereka berusaha menerapkan kebenaran; semua ini adalah pemikiran dan sudut pandang yang memengaruhi dan menghalangi orang-orang ketika mereka berusaha menerapkan kebenaran, dan sepenuhnya merupakan hal-hal yang negatif. Betapapun sesuainya pemikiran-pemikiran negatif itu dengan gagasan manusia dan betapapun masuk akalnya semua itu kedengarannya, itu bukan berasal dari pemahaman akan firman Tuhan, apalagi berasal dari mengalami dan memahami firman Tuhan. Sebaliknya, semua itu dihasilkan oleh pikiran manusia, dan sama sekali tidak sesuai dengan kebenaran—dan karenanya, semua itu adalah hal-hal yang negatif, hal-hal yang buruk. Niat dari orang-orang yang melepaskan kenegatifan adalah untuk menemukan banyak alasan objektif bagi kegagalan mereka menerapkan kebenaran, agar mendapatkan simpati dan pengertian orang lain. Perilaku ini, hingga taraf berbeda, memengaruhi dan menghancurkan inisiatif orang untuk menerapkan kebenaran, dan bahkan dapat menghentikan banyak orang sehingga tidak lagi menerapkan kebenaran. Konsekuensi dan dampak buruk ini membuat hal-hal negatif ini semakin layak untuk didefinisikan sebagai hal yang buruk, menentang Tuhan, dan sepenuhnya memusuhi kebenaran. Ada orang-orang yang tak mampu mengetahui yang sebenarnya mengenai esensi kenegatifan, dan mengira bahwa sering bersikap negatif adalah hal yang normal, bahwa kenegatifan tidak berpengaruh besar bagi pengejaran mereka akan kebenaran. Ini keliru; sebenarnya, kenegatifan memiliki pengaruh yang sangat besar, dan jika kenegatifan menjadi terlalu berat untuk ditanggung, ini dapat dengan mudah berubah menjadi pengkhianatan. Akibat yang mengerikan ini tak lain disebabkan oleh kenegatifan. Jadi, bagaimana seharusnya pelepasan kenegatifan dikenali dan dipahami? Sederhananya, melepaskan kenegatifan berarti menipu orang dan menghentikan mereka agar tidak menerapkan kebenaran; melepaskan kenegatifan berarti menggunakan strategi lunak, metode yang tampaknya normal, untuk menipu orang dan membuat mereka melakukan kesalahan. Apakah ini merugikan mereka? Ini sebenarnya sangat merugikan mereka. Oleh karena itu, melepaskan kenegatifan adalah sesuatu yang buruk, itu dikutuk oleh Tuhan; inilah penjelasan paling sederhana mengenai apa artinya melepaskan kenegatifan. ... Bukankah kenegatifan orang mengandung pembangkangan, ketidakpuasan, keluhan, dan kebencian di dalamnya? Juga ada hal-hal yang sangat serius di dalamnya seperti perlawanan, penentangan, bahkan perselisihan. Perkataan yang mengandung unsur-unsur ini dapat didefinisikan sebagai melepaskan kenegatifan" (Mengenali Para Pemimpin Palsu). "'Berbagi dan menyampaikan pengalaman' berarti mempersekutukan pengalaman dan pengetahuanmu tentang firman Tuhan, menyampaikan setiap pemikiran yang ada dalam hatimu, keadaanmu, dan watak rusak yang terungkap dalam dirimu, dan membiarkan orang lain mengenalinya, dan kemudian memecahkan masalah tersebut dengan mempersekutukan kebenaran. Hanya ketika pengalaman dipersekutukan dengan cara ini, semua orang bisa mendapatkan banyak manfaat dan keuntungan; hanya inilah kehidupan gereja yang sejati" ("Pengamalan Paling Mendasar untuk Menjadi Orang Jujur" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Setelah membaca firman Tuhan, aku mengerti. Menyebarkan kenegatifan berarti menunjukkan, dengan motivasi dan watak rusakmu, ketidakpuasan terhadap pekerjaan rumah Tuhan serta salah memahami dan mengeluh tentang Tuhan, sehingga orang lain mengembangkan gagasan tentang Tuhan, bahkan tak mau mengikuti Tuhan dan memenuhi tugas mereka. Misalnya, jika seseorang dipangkas dan ditangani, dia mungkin mendebat dan mengeluh, sehingga orang lain mengembangkan gagasan dan kesalahpahaman tentang Tuhan. Inilah menyebarkan kenegatifan. Namun, membuka diri adalah menjadi orang jujur. Ini bukan sekadar bersekutu tentang pengalamanmu dalam menerapkan kebenaran. Kau juga harus terbuka tentang kerusakan, kesulitan, kekurangan, serta pemalsuan dan niat salah dalam tugasmu untuk dilihat semua orang, agar semua orang bisa mengenali dan menganalisisnya. Tujuan membuka diri adalah mencari kebenaran untuk menyelesaikan masalah dan kesulitanmu, serta memperbaiki watak rusakmu. Ini adalah penerapan positif. Setelah memahami aspek kebenaran ini, aku secara sadar membuka diri tentang kerusakan dan kekuranganku dalam tugas, lalu mencari kebenaran dengan saudara-saudariku untuk menyelesaikannya. Perlahan-lahan, keadaanku mulai berbalik, dan aku lebih efektif dalam tugas. Kemudian, para pemimpinku melihat aku punya rasa sesal dan pengetahuan diri, jadi mereka bertanya apa aku ingin melanjutkan pekerjaanku sebagai pengawas penyiraman bagi petobat baru. Aku sangat tersentuh. Aku tak menduga akan punya kesempatan melanjutkan tugas ini. Aku menghargai kasih karunia Tuhan untukku dan bersedia untuk memenuhi tanggung jawabku. Setelah itu, aku makin percaya diri untuk menjadi orang jujur, dan membuka diri tak terasa sulit. Setelah beberapa saat, Saudari Xin berkata kepadaku, "Aku merasa kau sudah sedikit berubah sekarang. Sangat bagus kau selalu menerapkan kebenaran dengan membuka diri seperti ini." Aku sangat senang saat mendengar dia mengatakan itu, dan merasa akhirnya berhasil berubah. Namun, masa-masa indah tak pernah bertahan lama. Tak lama, masalahku datang kembali.

Di akhir pertemuan, aku bertanya kepada semua orang apa mereka punya pertanyaan. Seorang saudari bilang dia baru-baru ini mengalami kesulitan dalam tugasnya dan tak tahu harus berbuat apa, jadi dia ingin bantuanku. Pada saat itu, aku tak terpikirkan cara bagus, jadi kutanyakan pendapat semua orang. Seorang saudara memberikan solusi, semua orang mengangguk setuju, dan aku juga memahaminya. Saudari itu berkata dengan gembira, "Solusimu bagus. Kenapa aku tak terpikirkan itu?" Aku ingin menjawab, "Aku juga tak terpikirkan solusi ini." Namun, kupikir, "Aku pengawasnya. Jika aku mengatakan itu, apa pendapat orang tentangku? Apa mereka akan bilang aku tak seandal saudara-saudariku dalam menangani masalah?" Jadi, aku mengambil pujian dari saran yang diberi saudaraku dan menambahkan sedikit saran terperinciku sendiri. Setelah persekutuanku, saudari itu berkata, "Kini aku punya jalan." Setelah mendengar dia mengatakan ini, aku merasa sedikit bersalah, dan berpikir, "Bukankah aku menipu orang? Kenapa aku menyamarkan diri lagi?" Lalu, aku mulai merenungkan diri, serta makan dan minum firman Tuhan yang berhubungan dengan keadaanku. Firman Tuhan katakan: "Watak macam apakah yang sebenarnya dimunculkan ketika orang selalu mengemas dirinya, selalu menyembunyikan diri mereka yang sebenarnya, selalu berpura-pura agar orang lain menghormati mereka dan tidak dapat melihat kesalahan atau kekurangan mereka, ketika mereka selalu berusaha menampilkan sisi terbaik mereka kepada orang-orang? Ini adalah kecongkakan, kepalsuan, kemunafikan, ini adalah watak Iblis, ini adalah sesuatu yang jahat. Sebagai contoh, lihatlah anggota rezim jahat: sebanyak apa pun mereka bertengkar, berseteru, atau membunuh di balik layar, tak seorang pun yang diperbolehkan untuk melaporkan atau menyingkapkan hal ini. Mereka takut orang akan melihat wajah iblis mereka, dan mereka melakukan segala yang mereka bisa untuk menutupinya. Di depan umum, mereka berusaha sekuat tenaga untuk menyembunyikan diri mereka yang sebenarnya, mengatakan betapa mereka mengasihi rakyat, betapa baik, mulia dan benarnya mereka. Ini adalah natur Iblis. Ciri menonjol dari natur Iblis adalah tipu muslihat dan tipu daya. Dan apa tujuan dari tipu muslihat dan tipu daya ini? Untuk menipu orang, untuk menghalangi orang agar tidak melihat esensi dan jati diri mereka yang sebenarnya, dan dengan demikian mencapai tujuan untuk memperlama kekuasaan mereka. ... Iblis menggunakan segala macam metode untuk menipu orang, memperdaya mereka, dan mengelabui mereka demi keuntungannya sendiri, memberi mereka kesan yang salah. Dia bahkan menggunakan intimidasi dan ancaman untuk membuat orang merasa hormat dan takut, dengan tujuan utama membuat mereka tunduk kepada Iblis dan menyembahnya. Inilah yang menyenangkan Iblis; inilah juga tujuannya ketika dia bersaing dengan Tuhan untuk mendapatkan orang-orang. Jadi, ketika engkau semua berjuang untuk mendapatkan status dan reputasi di antara orang lain, apa yang sedang kauperjuangkan? Apakah engkau sebenarnya sedang berjuang untuk reputasi? Tidak. Engkau sebenarnya sedang berjuang untuk mendapatkan manfaat yang kauperoleh dari reputasimu itu" ("Prinsip-Prinsip yang Seharusnya Menuntun Perilaku Orang" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). "Orang-orang yang tidak pernah membuka diri, yang selalu menyembunyikan segala sesuatu, yang selalu berpura-pura jujur, yang selalu berusaha membuat orang lain menganggap tinggi diri mereka, yang tidak mengizinkan orang lain memahami mereka sepenuhnya dan membuat orang lain mengagumi mereka—bukankah orang-orang ini bodoh? Orang-orang semacam itu sangat bodoh! Itu karena yang sebenarnya tentang diri seseorang akan terungkap cepat atau lambat. Jalan apa yang sedang mereka tempuh dalam hidup mereka? Jalan orang Farisi. Apakah orang munafik berada dalam bahaya atau tidak? Mereka adalah orang-orang yang paling Tuhan benci, jadi apakah engkau membayangkan bahwa mereka tidak berada dalam bahaya? Semua orang yang adalah orang Farisi menempuh jalan menuju kebinasaan!" ("Serahkanlah Hatimu yang Sejati kepada Tuhan, maka Engkau Dapat Memperoleh Kebenaran" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Setelah merenungkan firman Tuhan, aku mengerti penyebab utama penyamaran adalah untuk validasi diri dan membuat orang menghormatimu, mendominasi orang, mengendalikan mereka, dan menstabilkan posisi. Ini dikendalikan oleh watak congkak dan jahat, juga berarti menempuh jalan menentang Tuhan. Adapun masalah saudariku, aku jelas tak tahu cara menyelesaikannya, tapi takut saudara-saudariku memandangku rendah jika tahu itu, jadi aku menyamarkan diri, menambahkan ide-ideku ke pengetahuan orang lain dan mengemasnya sebagai milikku sendiri, dan ingin menunjukkan kepada semua orang bahwa aku tanggap, memahami kebenaran, punya kenyataannya. Aku menggunakan kecurangan untuk memenangkan penghargaan semua orang, berharapan mereka akan mengagumiku dan bergantung kepadaku. Aku menempuh jalan orang Farisi. Orang Farisi adalah penipu munafik, mereka dihukum dan dikutuk oleh Tuhan. Watak benar Tuhan tak bisa dilanggar, jadi jika tak bertobat, aku tahu akan dikutuk dan dihukum oleh Tuhan juga. Saat melihat seriusannya masalah ini, aku sedikit takut, jadi aku segera berdoa kepada Tuhan untuk berkata ingin bertobat.

Kemudian, aku membaca sebuah kutipan firman Tuhan yang menunjukkan kepadaku cara tepat menangani dipromosikan menjadi pemimpin atau pekerja. Firman Tuhan katakan: "Beberapa orang dipromosikan dan dibina oleh gereja, dan ini adalah sesuatu yang baik, ini adalah kesempatan yang baik untuk dilatih. Dapat dikatakan bahwa mereka telah ditinggikan dan dianugerahi kasih karunia oleh Tuhan. Lalu, bagaimana seharusnya mereka melaksanakan tugas mereka? Prinsip pertama yang harus mereka patuhi adalah memahami kebenaran. Jika mereka tidak memahami kebenaran, mereka harus mencari kebenaran, dan jika setelah mencari, mereka tetap tidak memahami kebenaran, mereka dapat menemukan seseorang yang benar-benar memahami kebenaran untuk diajak bersekutu dan mencari, yang akan membuat pemecahan masalah menjadi lebih cepat dan tepat waktu. Jika engkau hanya berfokus menghabiskan lebih banyak waktu membaca firman Tuhan sendiri, dan menghabiskan lebih banyak waktu merenungkan firman ini untuk mencapai pemahaman tentang kebenaran dan memecahkan masalah, ini terlalu lambat; seperti kata pepatah, 'Air yang jauh tidak akan memuaskan dahaga yang mendesak.' Jika, dalam hal kebenaran, engkau ingin mengalami kemajuan yang cepat, engkau harus belajar bagaimana bekerja secara harmonis dengan orang lain, dan mengajukan lebih banyak pertanyaan, serta melakukan lebih banyak pencarian. Hanya dengan melakukannya, hidupmu akan bertumbuh dengan cepat, dan engkau akan dapat menyelesaikan masalah tepat waktu, juga tanpa penundaan. Karena engkau baru saja dipromosikan dan masih dalam masa percobaan, dan tidak benar-benar memahami kebenaran atau memiliki kenyataan kebenaran—karena engkau masih kurang memiliki tingkat pertumbuhan ini—jangan mengira bahwa promosimu berarti engkau memiliki kenyataan kebenaran; itu tidak benar. Hanya karena engkau memiliki perasaan terbeban terhadap pekerjaan itu dan memiliki kualitas seorang pemimpin, maka engkau dipilih untuk dipromosikan dan dibina. Engkau harus memiliki perasaan ini. Jika, setelah dipromosikan dan dipakai, engkau duduk di posisi pemimpin atau pekerja dan yakin bahwa engkau memiliki kenyataan kebenaran, dan engkau adalah orang yang mengejar kebenaran—dan jika, apa pun masalah yang saudara-saudari hadapi, engkau berpura-pura mengerti, dan bahwa engkau adalah orang yang rohani—ini adalah cara yang bodoh, dan ini adalah cara yang sama dengan cara orang-orang Farisi yang munafik. Engkau harus berbicara dan bertindak dengan jujur. Jika tidak mengerti, engkau bisa bertanya kepada orang lain atau mencari jawaban dan bersekutu dengan Yang di Atas—tidak perlu malu tentang hal ini. Sekalipun engkau tidak bertanya, Yang di Atas akan tetap mengetahui tingkat pertumbuhanmu yang sebenarnya, dan akan mengetahui bahwa kenyataan kebenaran tidak ada dalam dirimu. Mencari dan bersekutu adalah hal yang harus kaulakukan; inilah hal yang harus ditemukan dalam kemanusiaan yang normal, dan prinsip yang harus dipatuhi oleh para pemimpin dan pekerja. Itu bukan sesuatu yang memalukan. Jika engkau mengira begitu engkau menjadi seorang pemimpin, akan memalukan jika selalu bertanya kepada orang lain atau Yang di Atas, atau jika tidak memahami prinsip-prinsipnya, dan jika akibatnya engkau kemudian menutupi, berpura-pura bahwa engkau mengerti, bahwa engkau tahu, bahwa engkau mampu bekerja, bahwa engkau mampu melakukan pekerjaan gereja apa pun, dan tidak memerlukan siapa pun untuk mengingatkanmu atau bersekutu denganmu, atau siapa pun untuk membekali atau mendukungmu, maka ini berbahaya, dan ini juga berarti terlalu congkak dan merasa benar sendiri, sangat kurang berakal sehat. Engkau bahkan tidak mengetahui tentang dirimu sendiri—dan bukankah ini membuatmu menjadi orang yang idiot? Orang-orang seperti itu sebenarnya tidak memenuhi kriteria untuk dipromosikan dan dibina oleh rumah Tuhan, dan cepat atau lambat mereka akan digantikan atau disingkirkan" (Mengenali Para Pemimpin Palsu). Setelah membaca firman Tuhan, aku mengerti. Tuhan tak ingin aku menjadi ahli atau orang yang tahu segalanya. Tuhan ingin aku punya niat yang benar dalam tugasku, melaksanakan tugas dengan segenap hati dan pikiran, lalu apa pun kekurangan yang kumiliki, bisa mencari dan bersekutu lebih banyak dengan saudara-saudariku, dan bekerja sama secara harmonis. Inilah cara bertindak dengan nalar. Namun, aku congkak dan bodoh, selalu merasa sebagai pengawas, aku harus ada di atas saudara-saudariku, juga bisa menyelesaikan setiap masalah. Akibatnya, aku menyamarkan dan mengemas diri di mana pun dan pura-pura mengerti. Aku membuat diriku lelah dan menghalangi pekerjaan rumah Tuhan. Aku sangat tak tahu malu, pandanganku juga konyol dan tak masuk akal! Aku dipromosikan menjadi pengawas hanyalah kesempatan yang diberikan Tuhan kepadaku untuk berlatih dan dibina. Itu bukan terjadi karena aku lebih memahami kebenaran dari yang lain dan bukan sarana untuk membuktikan identitas dan statusku lebih tinggi dari yang lain. Aku sama dengan saudara-saudariku, ada banyak kebenaran yang tak kumengerti, dan ada banyak masalah yang tak bisa kulihat dengan jelas atau pecahkan. Aku hanya punya sedikit wawasan tentang hal tertentu, bahkan itu adalah pencerahan Tuhan; tak berarti aku punya kenyataan. Namun, aku tak tahu ukuranku sendiri. Untuk menjaga reputasi dan status, aku hanya mencoba menyamarkan dan mengemas diri. Aku bukan hanya gagal memahami kebenaran dan memasuki kenyataannya, tapi menjadi makin jahat, licik, dan congkak. Aku sangat bodoh! Saat menyadari ini, aku bersumpah tak akan menyamarkan atau membodohi diri sendiri lagi. Aku ingin menjadi orang jujur serta memenuhi tanggung jawab dan tugasku dengan baik.

Beberapa hari kemudian, saat kami mendiskusikan pekerjaan, Saudari Xin berkata dia melihat seorang petobat baru yang membuat kemajuan sangat pesat. Aku dengan cepat berkata, "Aku menyirami petobat baru itu." Saat selesai, aku sadar, "Bukankah aku hanya pamer? Aku harus terbuka dan menyingkap diri." Namun, aku lalu berpikir, "Itu akan sangat memalukan. Akankah Saudari Xin pikir aku tak masuk akal dan pamer setiap kali berbuat baik karena takut orang lain tak akan tahu?" Aku sadar bahwa aku hendak menyamarkan diri lagi, jadi aku segera berdoa kepada Tuhan, meminta Dia membimbingku agar bisa meninggalkan diri. Jadi, aku mengumpulkan nyali untuk membuka diri dan menyingkap bahwa tujuan kata-kataku adalah untuk meninggikan dan menonjolkan diri. Saudari Xin berkata, "Kami tahu saat kau mengatakannya. Jika kau bisa membuka diri, kau secara sadar menerapkan menjadi orang jujur." Aku malu saat mendengar perkataannya, tapi juga merasa jika aku tak menyamarkan diri atau menipu, dan selalu terbuka seperti ini, aku akan merasakan rasa aman dan pelepasan.

Setelah mengalami semua ini, aku melihat satu fakta dengan jelas. Dahulu, aku tak pernah ingin menyingkap kerusakanku, selalu ingin menyamarkan diri, berpikir jika orang lain tak bisa melihatnya, aku bisa mempertahankan citraku. Namun, sebenarnya ini menipu diri sendiri, dan itu sangat bodoh. Tuhan melihat segalanya. Bagaimanapun berpura-pura, Tuhan melihat semuanya dengan jelas, cepat atau lambat, aku akan disingkap. Saudara-saudari juga secara bertahap memahami kebenaran setelah mendengar firman Tuhan. Mereka makin cakap membedakan berbagai jenis orang, dan bisa makin jelas melihat manifestasi dari berbagai watak jahat, jadi bagaimanapun aku menyamarkan diri, mereka yang memahami kebenaran akan langsung mengenalinya. Aku kini makin yakin bahwa hanya mereka yang mengejar kebenaran dan menjadi orang jujur yang suci dan terbuka dengan sikap rendah hati adalah orang bijak yang disukai Tuhan dan orang-orang, dan hanya inilah jalan terang yang telah ditunjukkan Tuhan bagi kita.

Jika Tuhan telah membantu Anda, apakah Anda mau belajar firman Tuhan, mendekat kepada Tuhan dan terima berkat Tuhan?

Konten Terkait

Iman: Sumber Kekuatan

Oleh Saudara Ai Shan, Myanmar Musim panas terakhir. Aku mempelajarinya di internet dan orang lain mempersekutukan banyak kebenaran denganku...