Mengapa Aku Begitu Angkuh?

14 Desember 2022

Oleh Saudara Frank, Korea Selatan

Baru-baru ini, aku bertanggung jawab atas pekerjaan video gereja. Ketika memulainya, setelah berlatih selama beberapa waktu, aku mulai memahami beberapa prinsipnya dan mengalami beberapa kemajuan dalam keterampilanku. Segera saja, aku sering menemukan masalah dalam pekerjaan kami, dan selama mendiskusikan pekerjaan, saranku sering diterima orang lain. Setelah beberapa waktu, aku menjadi agak congkak. Aku makin percaya diri, merasa aku cukup berkualitas, memiliki pemahaman yang cukup murni tentang prinsip, dan sudut pandang yang menyeluruh tentang masalah. Meskipun aku bukan pemimpin gereja dan tidak memimpin pekerjaan besar apa pun, kupikir mampu mengelola proyek tim kami tidaklah buruk.

Kuperhatikan rekan sekerjaku, Saudara Justin, bersikap pasif dalam tugasnya selama beberapa waktu. Akulah yang selalu memimpin dalam diskusi pekerjaan dan pembelajaran tim kami, dan memandang rendah dirinya karena tidak terbeban. Selagi mendiskusikan pekerjaan, aku sering mengabaikan saran Justin dan menolak pandangannya. Kupikir, "Sekalipun aku bekerja sama denganmu, tetapi gagasankulah yang paling sering dipakai pada akhirnya, jadi lebih baik semuanya kulakukan seorang diri." Setelah beberapa waktu, aku sepenuhnya mengambil alih tanggung jawab Justin. Dalam mendiskusikan pekerjaan kami, ketika orang lain tidak memakai saranku, aku menekankan berulang kali bahwa sudut pandangku benar, dan terkadang aku mengeluarkan aturan dan doktrin sebagai bukti, untuk membuat mereka mendengarkanku. Setelah melakukan itu, aku selalu merasa sedikit tidak tenang, merasa aku selalu memaksa orang lain untuk mendengarkanku. Bukankah itu memperlihatkan watak yang congkak? Terkadang, aku berusaha menerima saran orang lain, tetapi pada akhirnya tetap saja pemikiranku yang terbukti benar, jadi aku menjadi makin percaya diri. Sekalipun terkadang, aku sadar aku telah menyingkapkan watak yang congkak, aku tidak terlalu memikirkannya, kupikir, "Aku mungkin sedikit congkak, tapi aku juga benar! Niatku hanyalah menyelesaikan pekerjaan kami dengan baik, jadi sedikit bersikap congkak seharusnya bukan masalah yang terlalu besar, bukan?" Selama waktu itu, aku tidak merasa nyaman dengan apa pun yang orang lain lakukan. Aku merasa mereka tak cukup terampil dan tidak mempertimbangkan gambar keseluruhannya. Jika ide mereka tidak sesuai dengan ideku, aku langsung menolaknya dan meremehkannya. Suatu kali, sebuah video yang dibuat seorang saudari melewati beberapa tahap penyuntingan dan ternyata hasilnya masih belum bagus. Bukannya bertanya kesulitan apa yang dihadapinya, aku malah langsung menegurnya, "Apa kau benar-benar peduli dengan tugas ini? Tak bisakah kau melihat apa yang orang lain lakukan dan belajar dari mereka?" Terkadang, ketika saudara-saudari memberi ide untuk pembuatan video, aku pasti segera menolaknya, bahkan sebelum aku memahami apa maksud perkataan mereka. Akibatnya, semua saudara-saudari takut bekerja denganku, bahkan tak berani mengirimkan video yang selesai mereka buat untuk kutonton. Di lain waktu, seorang saudari mengumpulkan bahan dan mengatur sebuah sesi pembelajaran tim. Aku melihatnya sekilas, dan tanpa mendiskusikannya dengan siapa pun, aku sama sekali meremehkan bahan yang dia temukan, mengatakan semua itu tak layak untuk dipelajari. Sebenarnya, meskipun materi pembelajaran yang dia temukan tidak sempurna, semua itu tetap bermanfaat untuk menambah keterampilan. Seorang saudari kemudian menunjukkan bahwa caraku melakukan segala sesuatu tanpa berdiskusi dengan orang lain menunjukkan watakku yang congkak. Pada waktu itu, aku sama sekali tidak mengenal diriku sendiri, menganggap diriku hanya tak mau meminta saran, dan sudah cukup bagiku untuk lebih memperhatikan hal itu di masa depan. Aku bahkan berpikir, "Akulah yang menangani dan menyelesaikan sebagian besar masalah dalam pekerjaan kami. Akulah penentu keputusan dalam kebanyakan masalah, baik besar maupun kecil, jadi tanpa pengawasanku, pekerjaan tim kami akan berantakan. Meskipun secara teknis aku dipasangkan dengan orang lain, aku lebih merupakan pengawas tim." Pemikiran itu membuatku merasa berbeda dari orang lain, merasa aku berada di pucuk pimpinan. Itu membuatku jauh lebih congkak. Suatu kali, aku dan dua saudari membuat janji dengan tim lain untuk mendiskusikan pekerjaan, tetapi tiba-tiba ada urusan mendadak dan aku tak dapat hadir, jadi kuminta mereka pergi tanpaku. Di luar dugaan, mereka panik begitu mendengarku tak bisa pergi, berkata mereka tak mampu memikul tanggung jawab itu seorang diri, jadi mereka akan menunggu sampai aku punya waktu.

Setelah itu, seorang saudari berkata kepadaku, "Kini kau menjadi penentu keputusan dalam segala hal untuk tim, baik untuk hal besar maupun kecil. Ketika ada yang menghadapi masalah, mereka tidak mencari kebenaran, tetapi mengandalkan dirimu. Mereka merasa tak mampu bekerja tanpamu. Bukankah menurutmu kau seharusnya merenungkan dirimu? Hal seperti ini tak boleh terus terjadi!" Aku tak mampu menenangkan perasaanku selama beberapa waktu setelah mendengar perkataannya, kupikir, "Saudara-saudariku merasa mereka tak mampu bekerja tanpaku; semuanya harus melaluiku. Bukankah itu berarti aku mengendalikan tim? Itu perilaku antikristus! Namun, niatku dalam semua yang kulakukan hanyalah untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Bagaimana bisa berubah menjadi seperti ini? Bagaimana sebaiknya aku memahami hal ini?" Karena merasa bingung dan negatif, aku menyampaikan keadaanku kepada Tuhan, memohon pencerahan dan bimbingan-Nya. Lalu, seseorang mengirimiku satu bagian firman Tuhan yang menyingkapkan watak antikristus yang sangat sesuai dengan keadaanku. Tuhan berfirman: "Fenomena yang paling umum dari kendali antikristus adalah bahwa dalam lingkup otoritasnya, merekalah yang menjadi penentu keputusan akhir. Jika mereka tidak ada, tak seorang pun berani membuat keputusan atau menyelesaikan suatu masalah. Tanpa mereka, orang lain menjadi seperti anak-anak yang tersesat, tidak tahu cara berdoa, mencari, atau berunding satu sama lain, berperilaku seperti boneka atau orang mati. ... Strategi antikristus adalah selalu tampil baru dan unik serta membuat klaim yang muluk-muluk. Betapa pun benarnya pernyataan orang lain, antikristus akan menolaknya. Sekalipun saran orang lain konsisten dengan gagasan mereka, antikristus tidak akan pernah mengakui atau menerapkannya jika usulan tersebut bukan diajukan oleh mereka terlebih dahulu. Sebaliknya, mereka akan melakukan segala cara untuk meremehkannya, lalu menyangkal dan mengutuknya, terus-menerus mengkritiknya sampai orang yang memberikan saran merasa bahwa gagasannya salah dan mengakui kesalahannya sendiri. Baru pada saat itulah antikristus akhirnya akan menghentikan permasalahan tersebut. Antikristus senang meninggikan dirinya sendiri dengan merendahkan orang lain, berusaha membuat orang lain memujanya dan menjadikan mereka sebagai pusat perhatian. Antikristus hanya membiarkan dirinya sendiri untuk menonjol, sementara yang lain hanya bisa berdiri di belakang. Apa pun yang mereka katakan atau lakukan adalah benar, dan apa pun yang dikatakan atau dilakukan orang lain adalah salah. Mereka sering mengemukakan sudut pandang baru untuk menolak sudut pandang dan tindakan orang lain, mencari-cari kesalahan pada saran orang lain, dan menghalangi serta menolak usulan orang lain. Dengan begitu, orang lain harus mendengarkan dan bertindak sesuai dengan rencana mereka. Antikristus menggunakan metode dan strategi ini untuk terus-menerus menyangkal, menyerang, dan membuatmu merasa tidak kompeten. Hasilnya, engkau akan makin tunduk, makin mengagumi, dan makin menghormati antikristus. Dengan begitu, engkau menjadi sepenuhnya dikendalikan oleh mereka. Ini adalah proses di mana antikristus menaklukkan dan mengendalikan orang" (Firman, Jilid 4, Menyingkapkan Antikristus, "Bab Lima: Mereka Menyesatkan, Membujuk, Mengancam, dan Mengendalikan Orang"). Setelah membaca bagian ini, kurenungkan diriku berdasarkan apa yang Tuhan katakan. Selama ini aku bertanggung jawab atas pekerjaan tim, tetapi yang lain tetap tak mampu melaksanakan tugas mereka sesuai prinsip, melainkan bertanya kepadaku tentang semua yang harus mereka lakukan. Tanpaku, mereka tak berani mengambil keputusan akhir atau berkomunikasi dengan tim lain. Mereka semua dikekang olehku. Bukankah aku sedang merugikan mereka? Apa yang telah kulakukan dan kukatakan sehingga hasilnya menjadi seperti ini? Entah kami sedang mendiskusikan pekerjaan atau membahas ide, jika ada yang pandangannya berbeda dengan pandanganku, aku selalu menemukan sejumlah alasan untuk menolaknya, tak pernah mempersekutukan prinsip kebenaran. Aku tidak meninggikan Tuhan ataupun bersaksi tentang Dia, aku hanya memaksa semua orang untuk mendengarkanku. Jika menurutku sesuatu itu benar, aku menjadi agresif dan congkak. Setiap kali melihat kesenjangan dalam keterampilan orang lain, aku meremehkan mereka baik secara terang-terangan maupun di dalam hatiku. Aku ingin memaksa semua orang mendengarkanku, dan jika tidak, aku selalu menekankan bahwa aku terampil dan memahami prinsip-prinsipnya. Setelah beberapa waktu aku selalu menolak dan merendahkan orang lain dan meninggikan diriku sendiri, semua saudara-saudari merasa mereka tidak cakap, dan tidak memiliki sudut pandang selengkap sudut pandangku, jadi mereka selalu menanyakan semuanya kepadaku. Jika direnungkan dengan saksama, sering kali rencana yang mereka sarankan itu cukup baik. Meskipun tidak sepenuhnya sempurna, aku masih bisa membantu memperbaikinya. Namun sebaliknya, aku malah bersikeras menekankan bahwa aku benar dan menolak ide orang lain, berpikir aku melakukannya demi pekerjaan kami. Aku sangat congkak dan tidak mengenal diriku sendiri!

Belakangan, aku membaca bagian lain firman Tuhan: "Setelah memiliki natur dan esensi yang makin congkak, manusia mampu sering kali menentang dan memberontak terhadap Tuhan, tidak mengindahkan firman-Nya, menghasilkan gagasan-gagasan tentang Dia, melakukan hal-hal yang mengkhianati-Nya, dan hal-hal yang meninggikan dan memberi kesaksian tentang diri mereka sendiri. Engkau berkata engkau tidak congkak, tetapi seandainya kepadamu diberikan sebuah gereja dan engkau diizinkan untuk memimpinnya; seandainya Aku tidak memangkasmu, dan tak seorang pun di keluarga Tuhan yang mengkritik atau membantumu: setelah memimpinnya selama beberapa waktu, engkau pasti akan membawa orang kepada dirimu sendiri dan membuat mereka menaatimu, bahkan sampai mengagumi dan menghormatimu. Dan mengapa engkau bisa melakukan itu? Ini pasti ditentukan oleh naturmu; itu pasti tak lain adalah perwujudan dari naturmu. Engkau tidak perlu mempelajari hal ini dari orang lain, dan mereka juga tidak perlu mengajarkannya kepadamu. Engkau tidak perlu orang lain untuk memerintahkanmu atau memaksamu untuk melakukan hal ini; keadaan seperti ini muncul secara alami. Segala sesuatu yang kaulakukan adalah tentang membuat orang-orang meninggikanmu, memujimu, memujamu, menaatimu, dan mendengarkanmu dalam segala hal. Membiarkanmu menjadi seorang pemimpin tentu saja akan memunculkan situasi seperti ini, dan itu tidak dapat diubah. Dan bagaimana keadaan ini bisa terjadi? Ini ditentukan oleh natur manusia yang congkak. Perwujudan dari kecongkakan adalah pemberontakan dan penentangan terhadap Tuhan. Ketika manusia congkak, sombong, dan merasa diri benar, mereka cenderung membangun kerajaan mereka sendiri dan melakukan hal-hal dengan cara apa pun yang mereka inginkan. Mereka juga membawa orang lain ke dalam tangan mereka sendiri dan menarik mereka ke dalam pelukan mereka. Bagi orang yang mampu melakukan hal-hal yang congkak seperti ini, itu hanya membuktikan bahwa esensi dari natur congkak mereka adalah sama dengan esensi Iblis; itu sama dengan esensi si penghulu malaikat. Ketika kecongkakan dan kesombongan mereka mencapai taraf tertentu, mereka tidak akan lagi memiliki tempat bagi Tuhan di dalam hati mereka, dan Tuhan akan dikesampingkan. Lalu mereka ingin menjadi Tuhan, membuat orang menaati mereka, dan mereka menjadi penghulu malaikat. Jika engkau memiliki natur congkak Iblis seperti itu, Tuhan tidak akan memiliki tempat di hatimu. Meskipun engkau percaya kepada Tuhan, Tuhan tidak akan lagi mengakuimu, akan memandangmu sebagai orang jahat, dan akan menyingkirkanmu" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Natur Congkak adalah Sumber Penentangan Manusia Terhadap Tuhan"). Dari firman Tuhan aku mengerti bahwa naturku yang congkak menghalangiku untuk bekerja sama dengan saudara-saudari. Aku sadar bahwa naturku yang congkak, merasa diri penting ini muncul secara alami, jadi aku tak perlu melakukan atau mempelajari sesuatu secara khusus dan aku tetap dapat membuat semua orang mendengarkanku. Mengingat saat-saat aku melaksanakan tugasku dengan saudara-saudari lainnya, entah kami memberi saran untuk video atau mengatur pekerjaan, aku selalu menganggap ideku yang terbaik. Ketika kulihat Justin bersikap pasif dalam tugasnya, aku tidak membantunya dengan mempersekutukan kebenaran. Sebaliknya, aku memandang rendah dirinya di dalam hatiku karena memiliki kualitas yang buruk dan tidak terbeban, dan mengambil alih tanggung jawabnya, seolah-olah hanya aku yang mampu menyelesaikan segala sesuatu, bukan orang lain. Ketika kulihat orang lain kurang dalam area keterampilan tertentu, aku memandang rendah mereka karena tak punya kualitas dan pemahaman, seolah-olah pemahamanku adalah yang paling akurat, dan aku adalah yang paling tahu prinsip-prinsipnya. Aku selalu meremehkan orang lain dan menempatkan diriku lebih tinggi daripada orang lain, menyampaikan pemikiran dan pendapatku kepada mereka seolah-olah semua itu kebenaran. Setelah beberapa waktu, orang lain merasa mereka tak mampu melakukan apa pun, sampai-sampai mereka menanyakan kepadaku tentang segala sesuatu, dan mengandalkanku sepenuhnya. Jika aku tidak berada di sana, mereka tak berani bergerak maju. Aku membaca dalam firman Tuhan: "Ketika kecongkakan dan kesombongan mereka mencapai taraf tertentu, mereka tidak akan lagi memiliki tempat bagi Tuhan di dalam hati mereka, dan Tuhan akan dikesampingkan. Lalu mereka ingin menjadi Tuhan, membuat orang menaati mereka, dan mereka menjadi penghulu malaikat" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Natur Congkak adalah Sumber Penentangan Manusia Terhadap Tuhan"). Dihadapkan pada penyingkapan firman Tuhan, aku merasa malu dan bersalah. Aku sadar masalahku sangat serius. Aku menempatkan diriku lebih tinggi daripada orang lain, selalu menganggap diriku berbakat dan berkualitas, bahwa aku bukan orang biasa. Aku menganggap diriku secara alami mampu memimpin, mampu bertindak sebagai pemimpin, dan orang lain tidak memiliki kualitas serta harus mendengarkanku. Teringat akan pemikiran dan gagasanku ini membuatku takut dan mual. Aku benar-benar tak tahu malu! Kami bekerja sama untuk melaksanakan tugas kami, semua orang menerima pimpinan Tuhan dan tunduk pada prinsip kebenaran, tetapi aku memaksa semua orang menerima kepemimpinanku dan tunduk kepadaku. Bukankah di sini akulah yang salah? Aku telah menjadi sangat congkak hingga kehilangan seluruh nalarku. Dalam "Sepuluh Ketetapan Administratif yang Harus Ditaati Umat Pilihan Tuhan pada Zaman Kerajaan", Tuhan berfirman: "Manusia tidak boleh membesarkan atau meninggikan dirinya sendiri. Dia harus menyembah dan meninggikan Tuhan" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan). Dalam hatiku, aku selalu merasa berada di level yang lebih tinggi daripada anggota tim lainnya, selalu menempatkan diriku di atas saudara-saudari lainnya. Aku berdiri di posisi yang salah—aku menempatkan diriku di atas mereka. Pemikiran ini benar-benar mengkhawatirkan dan menakutkanku. Aku langsung berdoa, "Tuhan, aku terlalu congkak dan percaya diri. Aku menyinggung watak-Mu tanpa sama sekali menyadarinya. Aku mau bertobat, mengambil posisiku yang seharusnya, dan melaksanakan tugasku dengan baik." Kemudian, atasan menemuiku untuk bersekutu denganku. Dia berkata beberapa saudara-saudari berkata mereka merasa sangat terkekang saat bekerja denganku. Mereka berkata aku meremehkan dan memandang rendah orang lain, dan selalu menolak ide orang lain, beberapa dari mereka bahkan berkata, "Aku pernah bertemu orang yang congkak sebelumnya, tapi tak pernah ada orang yang secongkak ini." Perkataan ini langsung menghunjam hatiku. Aku tak pernah membayangkan saudara-saudari memandangku sebagai orang semacam itu, bahwa aku telah mengekang mereka dan sangat menyakiti mereka. Selama beberapa hari setelah itu, aku merasa seperti ada pisau menghunjam hatiku. Terutama selama mendiskusikan pekerjaan kami, ketika tak seorang pun berani angkat bicara dan suasananya sangat dingin, aku merasa makin tertegur. Aku tahu ini sepenuhnya karena kekangan yang kuberikan kepada mereka. Dalam rasa sakit dan kesengsaraanku, aku datang ke hadapan Tuhan dalam doa, memohon agar Dia membimbing dan menuntunku untuk benar-benar merenungkan diriku dan memberiku jalan masuk.

Dalam perenunganku, aku membaca satu bagian firman Tuhan yang membuatku lebih mengenal diriku sendiri. Firman Tuhan katakan: "Ada para pemimpin yang tak pernah bekerja sesuai prinsip, mereka bertindak sekehendak hatinya, bersikap sewenang-wenang dan gegabah. Saudara-saudari mungkin menunjukkan hal ini, dan berkata, 'Kau jarang berkonsultasi dengan siapa pun sebelum mengambil tindakan. Kami tidak tahu apa penilaian dan keputusanmu sampai kau telah memutuskannya. Mengapa kau tidak berdiskusi dengan siapa pun? Mengapa kau tidak memberi tahu kami sebelum kau mengambil keputusan? Meskipun yang kaulakukan itu benar, dan kualitasmu lebih baik daripada kami, kau tetap harus memberi tahu kami tentang hal itu terlebih dahulu. Setidaknya, kami punya hak untuk tahu apa yang sedang terjadi. Dengan selalu bertindak sekehendak hatimu—berarti kau sedang menempuh jalan antikristus!' Dan apa yang akan kau dengar dari pemimpin seperti itu? 'Di rumahku, akulah pemimpinnya. Semua masalah, baik besar atau kecil, diputuskan olehku. Aku sudah terbiasa seperti itu. Jika ada orang di keluarga besarku yang punya masalah, mereka menemuiku dan memintaku memutuskan apa yang harus mereka lakukan. Mereka tahu aku hebat dalam menyelesaikan masalah. Itulah sebabnya, akulah yang memimpin dalam urusan keluargaku. Ketika bergabung dengan gereja, kupikir aku tak perlu lagi memikirkan urusan apa pun, tetapi kemudian aku dipilih untuk menjadi pemimpin. Mau tak mau aku harus melakukan hal yang sama—ini sudah menjadi takdirku sejak lahir. Tuhan memberiku keterampilan ini. Aku dilahirkan untuk mengambil keputusan dan menjadi penentu keputusan bagi orang lain.' Maksud mereka sebenarnya adalah bahwa mereka sudah ditakdirkan untuk menjadi pejabat, dan orang lain dilahirkan untuk menjadi bawahan dan budak. Mereka menganggap merekalah yang harus menjadi penentu keputusan dan orang lain harus menuruti perkataan mereka. Bahkan ketika saudara-saudari melihat masalah dalam diri pemimpin ini dan menunjukkan masalah itu kepadanya, mereka tidak akan menerimanya, mereka juga tidak akan menerima diri mereka dipangkas. Mereka akan membantah dan menentangnya sampai saudara-saudari menuntut mereka untuk diberhentikan. Pemimpin itu akan selalu berpikir, 'Dengan kualitasku, aku ditakdirkan untuk menjadi pemimpin di mana pun aku berada. Dengan kualitas seperti kalian, kalian akan selalu menjadi budak dan pelayan. Sudah takdir kalian untuk diperintah orang lain.' Watak seperti apa yang mereka ungkapkan dengan sering mengatakan hal-hal seperti itu? Jelas, itu adalah watak yang rusak, itu adalah kecongkakan, kesombongan, dan kecongkakan yang ekstrem, tetapi mereka tanpa tahu malu memamerkannya seolah-olah itu adalah kelebihan dan aset mereka. Ketika seseorang memperlihatkan watak yang rusak, dia seharusnya merenungkan dirinya sendiri, mengenal wataknya yang rusak, bertobat, dan memberontak terhadapnya, dan dia harus mengejar kebenaran sampai dia mampu bertindak berdasarkan prinsip. Namun, tindakan pemimpin ini bukan seperti itu. Sebaliknya, dia tetap tidak mau memperbaiki dirinya, berpaut pada pandangan dan metodenya sendiri. Dari perilaku ini, engkau dapat melihat bahwa dia sama sekali tidak menerima kebenaran dan sama sekali bukan orang yang mengejar kebenaran. Mereka tidak mendengarkan siapa pun yang menyingkapkan dan memangkas mereka, sebaliknya mereka tetap penuh dengan pembenaran diri: 'Hmm—inilah aku! Ini disebut keterampilan dan bakat—apakah ada di antara kalian yang memilikinya? Aku ditakdirkan untuk menjadi pemimpin. Di mana pun aku berada, aku adalah pemimpinnya. Aku sudah terbiasa menjadi penentu keputusan dan mengambil keputusan tentang apa pun tanpa perlu berkonsultasi dengan orang lain. Seperti itulah diriku, itu adalah pesona pribadiku.' Bukankah ini sikap tak tahu malu yang gegabah? Mereka tidak mengakui bahwa mereka memiliki watak yang rusak, dan mereka jelas tidak mengakui bahwa firman Tuhan-lah yang menghakimi dan menyingkapkan manusia. Sebaliknya, mereka menganggap kesesatan dan kekeliruan mereka sendiri sebagai kebenaran, dan berusaha menyuruh semua orang menerima dan mengagumi kesesatan dan kekeliruan tersebut. Di dalam hatinya, mereka yakin bahwa merekalah yang harus berkuasa di rumah Tuhan, bukan kebenaran, bahwa merekalah yang harus menjadi penentu keputusan. Bukankah ini sikap yang benar-benar tidak tahu malu?" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Apa yang Dimaksud dengan Mengejar Kebenaran (1)"). Aku malu menghadapi penyingkapan dari firman Tuhan ini. Bukankah seperti itulah caraku dalam bertindak? Aku memiliki beberapa keterampilan dan tampaknya memiliki sedikit kecerdasan dan kualitas, jadi kupikir aku harus menjadi penentu keputusan. Di mataku, saudara-saudari lainnya tak mampu melakukan apa pun dengan baik, dan aku bahkan tidak menganggap serius ketika seseorang menunjukkan masalahku. Kupikir aku hanya congkak karena memiliki kualitas dan karena saranku benar. Aku sama sekali tidak mengenal diriku sendiri. Sebenarnya, sering kali ketika aku tidak mengerti masalahnya secara akurat atau tidak mempertimbangkan gambar keseluruhannya, seperti ketika aku menolak materi pembelajaran yang saudariku kumpulkan dengan menganggapnya tak berguna, orang lain justru menganggap materi itu sebenarnya layak untuk dipelajari, dan sebagian merupakan saran yang baik. Dan meskipun aku memiliki ide yang tepat dalam beberapa hal, tetap saja aku tak boleh memaksa orang lain untuk menerimanya karena kecongkakanku. Seharusnya aku mempersekutukan prinsip, serta pemahaman dan pandangan pribadiku. Maka, jika semua orang merasa apa yang kukatakan pantas, tentu saja mereka akan menerimanya. Sebaliknya, aku congkak dan percaya diri, dan tidak melihat kelebihan orang lain, dan tidak merenungkan diriku sendiri. Aku sering membuat perhitungan di pikiranku tentang hal-hal apa saja yang tentangnya aku telah membuat keputusan tepat, dan masalah apa saja yang telah kutemukan dan kuselesaikan dalam pekerjaan kami. Makin kuhitung "prestasi" ini, makin aku merasa lebih baik daripada orang lain. Kecongkakanku makin menjadi-jadi dan aku makin memandang rendah orang lain. Aku bahkan berpikir aku dilahirkan untuk berperan sebagai pengawas, jadi aku bersikap seolah diriku jauh lebih penting daripada orang lain, dan ingin menjadi penentu keputusan dalam segala hal. Aku sangat congkak dan tak bernalar dan watak Iblis dalam diriku tak berubah sedikit pun. Aku bahkan tak mampu rukun dengan orang lain secara normal. Untuk apa aku bersikap congkak? Merasa sangat bangga akan diriku sendiri seperti itu benar-benar menyedihkan! Mengingat kembali semua itu, aku sadar betapa agresif dan congkaknya diriku dan aku pun dipenuhi dengan penyesalan.

Ada bagian lain firman Tuhan yang kubaca kemudian: "Menurutmu, apakah sulit untuk orang melaksanakan tugasnya secara memadai? Sebenarnya, tidak sulit; orang hanya harus dapat mengambil sikap rendah hati, memiliki sedikit nalar, dan mengambil posisi yang tepat. Betapa pun terpelajarnya dirimu, penghargaan apa pun yang telah kaumenangkan, atau apa pun yang telah kaucapai, dan setinggi apa pun status dan pangkatmu, engkau harus melepaskan semua hal ini, engkau harus melepaskan kecongkakanmu—semua ini tidak ada artinya. Di rumah Tuhan, sehebat apa pun hal-hal ini, semua itu tidak bisa lebih tinggi daripada kebenaran, karena hal-hal dangkal ini bukanlah kebenaran, dan tak dapat menggantikan posisi kebenaran. Engkau harus jelas mengenai masalah ini. Jika engkau berkata, 'Aku sangat berbakat, aku memiliki pikiran yang sangat tajam, aku memiliki refleks yang cepat, aku orang yang cepat belajar, dan aku memiliki daya ingat yang sangat baik, jadi aku memenuhi syarat untuk menjadi penentu keputusan,' jika engkau selalu menggunakan hal-hal ini sebagai modal, menganggapnya hal berharga, menganggapnya hal positif, maka ini berarti masalah. Jika hatimu dipenuhi hal-hal ini, jika semua ini telah berakar di dalam hatimu, akan sulit bagimu untuk menerima kebenaran—dan akibatnya akan sangat mengerikan. Oleh karena itu, engkau harus terlebih dahulu melepaskan dan menyangkal hal-hal yang kaucintai itu, yang tampaknya baik, yang berharga bagimu. Hal-hal itu bukanlah kebenaran; sebaliknya, semua itu dapat menghalangimu untuk memasuki kebenaran. Hal paling mendesak sekarang ini adalah engkau harus mencari kebenaran dalam melaksanakan tugasmu, dan menerapkan sesuai dengan kebenaran, lakukanlah sedemikian rupa hingga pelaksanaan tugasmu itu menjadi memadai, karena pelaksanaan tugas yang memadai hanyalah langkah pertama menuju jalan masuk kehidupan. Apa arti 'langkah pertama' di sini? Artinya memulai suatu perjalanan. Dalam segala hal, ada sesuatu yang digunakan untuk memulai perjalanan, sesuatu yang paling mendasar, yang paling fundamental, dan mencapai pelaksanaan tugas yang memadai adalah sebuah jalan masuk kehidupan. Jika pelaksanaan tugasmu hanya tampak sesuai dengan cara tugas itu dilaksanakan, tetapi tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran, berarti engkau tidak sedang melaksanakan tugasmu dengan memadai. Jadi, bagaimana seharusnya orang berusaha mencapainya? Orang harus berusaha mencapai dan mencari prinsip-prinsip kebenaran; diperlengkapi dengan prinsip-prinsip kebenaran adalah hal yang terpenting. Jika engkau sekadar memperbaiki perilaku dan temperamenmu, tetapi tidak diperlengkapi dengan kenyataan kebenaran, itu tidak ada gunanya. Engkau mungkin memiliki bakat atau keahlian tertentu. Itu hal yang baik—tetapi hanya dengan menggunakan hal itu dalam pelaksanaan tugasmulah yang berarti bahwa engkau memanfaatkan hal itu dengan tepat. Mampu melaksanakan tugasmu dengan baik tidak menuntut peningkatan dalam kemanusiaan atau kepribadianmu, juga tidak menuntutmu untuk mengesampingkan bakat atau talentamu. Bukan itu yang dituntut darimu. Yang terpenting adalah engkau memahami kebenaran dan belajar untuk tunduk kepada Tuhan. Hampir tak terhindarkan bahwa watak rusakmu akan terlihat pada saat engkau melaksanakan tugasmu. Apa yang harus kaulakukan pada saat-saat seperti itu? Engkau harus mencari kebenaran untuk menyelesaikan masalah dan bertindak sejalan dengan prinsip-prinsip kebenaran. Jika engkau melakukannya, melaksanakan tugas dengan baik tidak akan menjadi masalah bagimu. Di bidang apa pun bakat atau keahlianmu, atau di bidang apa pun pengetahuan kejuruan yang mungkin kaumiliki, menggunakan hal-hal ini dalam melaksanakan tugas adalah yang paling tepat. Itulah satu-satunya cara untuk melaksanakan tugasmu dengan baik. Salah satu pendekatannya adalah dengan mengandalkan hati nurani serta nalar untuk melaksanakan tugasmu, dan pendekatan lainnya adalah engkau harus mencari kebenaran untuk membereskan watak rusakmu. Orang memperoleh jalan masuk kehidupan dengan melaksanakan tugasnya menggunakan cara ini, dan dia menjadi mampu melaksanakan tugasnya secara memadai" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Apa Arti Pelaksanaan Tugas yang Memadai?"). Setelah merenungkan firman Tuhan, aku mengerti bahwa Tuhan tidak mengukur apakah seseorang melaksanakan tugasnya sesuai standar atau tidak berdasarkan seberapa banyak yang kelihatannya telah dia lakukan, dan apakah itu dilakukan dengan benar, tetapi mengukurnya berdasarkan jalan apa yang dia tempuh dalam tugasnya, dan apakah dia mencari dan menerapkan kebenaran atau tidak. Aku juga mengerti bahwa untuk menyelesaikan watak congkak dan melaksanakan tugasku sesuai standar, aku harus terlebih dahulu mengesampingkan bakat dan kelebihan yang kubanggakan, dan datang ke hadapan Tuhan untuk mencari kebenaran. Jika aku terus mengandalkan kualitas dan bakatku untuk melakukan segala sesuatu, tanpa mencari kebenaran atau mengikuti prinsip, Tuhan tidak akan berkenan, sebanyak apa pun yang kulakukan. Dahulu, aku memandang rendah orang lain karena mereka kurang keterampilan dan kualitas. Ketika melihat mereka melakukan kesalahan kecil atau melakukan sesuatu dengan tidak sempurna, aku merendahkan dan meremehkan mereka, baik secara terbuka maupun di dalam hatiku. Namun, ketika video yang kubuat mengalami beberapa revisi dan orang lain memberiku saran, tak seorang pun memandang rendah diriku, sebaliknya mereka dengan sabar memberitahuku apa yang perlu diperbaiki. Selain itu, aku hampir tak pernah menerima saran dari orang yang bekerja denganku, dan meskipun beberapa saudara-saudari tidak memiliki bakat atau kualitas yang baik, mereka mencari prinsip-prinsip dalam tugas mereka, dengan rendah hati mendengarkan saran orang lain, dan mampu bekerja sama secara harmonis. Membandingkan perilakuku sendiri dengan perilaku mereka, aku merasa sangat malu. Aku sadar betapa kurangnya jalan masukku ke dalam kebenaran. Dalam tugasku setelah itu, jika ada perselisihan antara aku dan yang lain, aku berlatih mengesampingkan diriku, berusaha mencari prinsip kebenaran, memandang hal itu sebagai kesempatan untuk menerapkan kebenaran.

Beberapa waktu kemudian, aku mendiskusikan suatu masalah dengan beberapa saudari, dan kami memiliki ide yang berbeda. Menurutku ideku yang terbaik dan berpikir tentang apa yang bisa kukatakan untuk membuktikan bahwa aku benar, bagaimana meyakinkan mereka. Tiba-tiba aku sadar aku sedang kembali menyingkapkan watak yang congkak, ingin menggunakan pendapatku sendiri untuk menolak ide orang lain. Aku segera berdoa, memohon agar Tuhan membimbingku untuk mengesampingkan diriku sendiri dan mendengarkan saran orang lain. Aku teringat firman Tuhan: "Di gereja, mungkin saja pencerahan dan bimbingan Roh Kudus diberikan kepada siapa pun yang memahami kebenaran dan yang memiliki kemampuan untuk memahami. Engkau harus memanfaatkan pencerahan dan penerangan Roh Kudus, mengikutinya dengan saksama dan bekerja sama secara erat dengannya. Dengan melakukannya, engkau akan menempuh jalan yang paling benar; ini adalah jalan yang dibimbing oleh Roh Kudus. Perhatikan dengan saksama bagaimana cara Roh Kudus bekerja dan membimbing orang dalam diri mereka. Engkau harus sering bersekutu dengan orang lain, memberi saran dan mengungkapkan pandanganmu sendiri—ini adalah tugasmu dan kebebasanmu. Namun, pada akhirnya, ketika keputusan harus dibuat, jika hanya engkau sendiri yang menjadi penentu keputusan, memaksa semua orang untuk menuruti perkataanmu dan mengikuti keinginanmu berarti engkau sedang melanggar prinsip. Engkau harus menentukan pilihan yang tepat berdasarkan pendapat kebanyakan orang, dan baru setelah itu mengambil keputusan. Jika saran mayoritas orang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran, engkau harus berpaut pada kebenaran. Hanya ini yang sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Dari firman Tuhan aku mengerti bahwa memberikan ide dan membuat video adalah tugasku, tetapi memutuskan rencana mana yang terbaik tidak boleh tergantung pada satu orang. Saudara-saudari harus mendiskusikan dan memutuskannya bersama-sama, kemudian memilih saran yang terbaik. Aku merasa benar-benar tenang setelah menerapkan kesadaran tersebut. Setelah video itu dibuat, sekalipun yang lain pada akhirnya memilih versiku, aku tidak memandang rendah kedua saudari karena hal itu. Aku merasa melalui proses ini, akhirnya aku menerapkan kebenaran tanpa hidup berdasarkan watak congkakku. Aku juga mengalami fakta bahwa Tuhan tidak hanya melihat siapa yang benar atau salah; yang lebih penting adalah melihat berdasarkan watak apa orang menjalani hidupnya. Jika seseorang itu benar tetapi memperlihatkan watak yang congkak, Tuhan membenci hal itu.

Setelah itu, ketika aku berusaha dengan serius mempertimbangkan ide orang lain, aku menyadari saran saudara-saudari sebenarnya memiliki banyak aspek yang dapat digunakan; mereka hanya memandang sesuatu dari sudut pandang yang berbeda dari sudut pandangku. Sebelumnya, aku selalu menganggap orang lain tidak melihat gambar keseluruhannya karena aku hanya memandang segala sesuatu dari sudut pandangku sendiri dan hampir tak pernah sungguh-sungguh mendengarkan ide orang lain. Kemudian, aku sadar bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan ada hal-hal yang dapat kupelajari dari mereka. Aku tak ingin terus dengan angkuh percaya pada diriku sendiri. Sebaliknya, aku siap bekerja dengan baik bersama saudara-saudariku, mencari kebenaran, lebih banyak mendengarkan saran orang lain, dan bekerja sama dalam tugas kami untuk melaksanakannya dengan baik.

Selanjutnya: Emosi Menutupi Hatiku

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Kurangi Ukuran Huruf
Tambah Ukuran Huruf
Masuk Layar Penuh
Keluar Layar Penuh