Penderitaan adalah Berkat Tuhan

15 Oktober 2019

Oleh Saudara Wang Gang, Tiongkok

Suatu sore di musim dingin tahun 2008, saat aku dan dua orang saudari sedang bersaksi mengenai pekerjaan Tuhan pada akhir zaman kepada seorang target penginjilan, kami dilaporkan oleh orang-orang jahat. Enam orang petugas polisi menggunakan alasan perlunya memeriksa izin tinggal kami untuk mendobrak masuk ke dalam rumah target penginjilan tersebut. Saat mereka memasuki pintu, mereka berteriak: "Jangan bergerak!" Dua orang polisi yang jahat itu terlihat tidak waras saat memukuliku; salah satunya menarik baju di dadaku dan yang satunya lagi memegang lenganku dan mengerahkan segenap kekuatannya untuk mengunci tanganku di belakang, lalu dia bertanya dengan galak: "Apa yang sedang engkau lakukan? Siapa namamu? Dari mana asalmu?" Aku pun balas bertanya: "Apa yang engkau lakukan? Untuk apa engkau menangkap aku?" Saat mereka mendengar aku berkata demikian, mereka menjadi sangat marah dan berkata dengan agresif: "Tidak penting apa alasannya, engkaulah yang sedang kami cari dan engkau harus ikut dengan kami!" Setelah itu, petugas polisi itu membawa aku dan kedua saudariku, dan memasukkan kami ke dalam mobil polisi.

Setelah kami sampai di Biro Keamanan Umum, petugas polisi itu membawaku dan mengunciku di dalam ruangan yang kecil; mereka memerintahkan kepadaku untuk meringkuk di lantai dan mengatur empat orang di antara mereka untuk mengawasiku. Karena aku telah jongkok untuk waktu yang lama, aku menjadi sangat lelah dan tidak tahan lagi. Saat aku mencoba berdiri, mereka bergegas ke arahkudan menekan kepalaku ke bawah agar tidak dapat berdiri. Tak berapa lama kemudian, aku mendengar teriakan mengerikan dari seseorang yang sedang disiksa di ruangan sebelah, dan pada saat itu, aku menjadi sangat takut: aku tidak tahu siksaan dan perlakuan kejam apa yang akan mereka lakukan terhadapku nanti! Aku mulai bergegas berdoa kepada Tuhan dalam hatiku: "Ya Tuhan Yang Mahakuasa, sekarang aku sangat takut, tolong beri aku iman dan kekuatan, serta jadikan aku kokoh dan berani. Aku bersedia menjadi saksi bagi-Mu. Jika aku tidak mampu menahan siksaan kejam mereka, lebih baik aku bunuh diri dengan menggigit lidahku sendiri daripada mengkhianati-Mu seperti Yudas!" Setelah berdoa, aku merasakan kekuatan bangkit di dalam diriku, dan ketakutanku mereda.

Sore itu setelah jam 7 malam, mereka memborgol tanganku ke belakang, membawaku ke ruang interogasi di lantai atas dan mendorongku ke lantai. Ada segala jenis alat penyiksaan seperti tali, tongkat kayu, pentungan, cambuk, dll. Seorang polisi memegang pentungan listrik di tangannya, yang mengeluarkan bunyi "aliran listrik dan letupan" yang berisik, dan dia menanyakan informasi dengan nada mengancam: "Berapa banyak orang di gerejamu? Di mana kalian bertemu? Siapa pemimpinnya? Berapa banyak orang di wilayah ini yang mengabarkan Injil? Ayo bicara! Kalau tidak, engkau akan merasakan akibatnya!" Aku melihat bahaya yang mengancam dari pentungan listrik dan sekali lagi melihat sekeliling ruangan yang dipenuhi dengan alat-alat penyiksaan; aku tidak kuasa menahan perasaan gugup dan takut. Aku tidak tahu apakah aku akan sanggup menahan siksaan ini, jadi aku terus berseru kepada Tuhan. Melihat aku tidak mengatakan apa-apa, dia menjadi kesal dan dengan ganas meninju sebelah kiri dadaku dengan pentungan listrik. Dia menyetrumku selama hampir satu menit. Aku langsung merasa seakan-akan darah di dalam tubuhku mendidih; aku merasakan kesakitan yang luar biasa dari ujung kepala hingga kaki, dan aku berguling-guling di lantai sambil berteriak tanpa henti. Ia masih belum mau berhenti dan tiba-tiba dia menarikku berdiri dan menggunakan pentungan untuk mengangkat daguku, sambil berteriak: "Ayo bicara! Engkau tidak mau mengakui apa-apa?" Dalam menghadapi siksaan luar biasa oleh setan-setan ini, aku hanya takut bahwa aku tidak akan dapat menahan siksaan mereka dan oleh karenanya aku mengkhianati Tuhan, maka aku dengan sungguh-sungguh berdoa kepada Tuhan di dalam hati. Pada saat itu, aku teringat akan firman Tuhan, "Para penguasa mungkin tampak ganas dari luar, tetapi jangan takut, karena ini disebabkan engkau semua memiliki sedikit iman. Asalkan imanmu bertumbuh, tidak akan ada yang terlalu sulit" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 75"). Firman Tuhan kembali memberiku iman dan kekuatan, dan aku sadar bahwa meskipun petugas polisi jahat di hadapanku bertindak membabi-buta dan tak terkendali, mereka sebenarnya diatur oleh tangan Tuhan. Tanpa izin Tuhan, mereka tidak bisa membunuhku. Selama aku bersandar pada iman dan mengandalkan Tuhan serta tidak menyerah kepada mereka, mereka pasti akan gagal dan merasa malu. Saat memikirkan hal ini, aku menghimpun segenap kekuatan di tubuhku dan menjawab dengan lantang: "Mengapa engkau membawaku ke sini? Mengapa engkau menyetrumku dengan pentungan listrik? Memang kejahatan apa yang telah kulakukan?" Polisi jahat itu tiba-tiba tidak bisa berkata apa pun dan hati nuraninya merasa bersalah. Dia terbata-bata dan tidak bisa berkata apa pun. Lalu, mereka pergi dengan menunduk malu. Saat melihat situasi memalukan dari dilema si Iblis, hatiku tergerak dan aku pun menangis. Dalam keadaan yang berat ini, aku benar-benar mengalami kuasa dan otoritas firman Tuhan Yang Mahakuasa. Asalkan aku menerapkan firman Tuhan, maka aku akan melihat perbuatan Tuhan. Dua petugas polisi datang lima atau enam menit kemudian, tetapi kali ini mereka mencoba taktik lain. Seorang petugas kurus berkata kepadaku dengan sangat hangat, "Bersikaplah baik. Jawab pertanyaan kami, jika tidak, kami tidak akan bisa melepaskanmu." Aku tidak mengatakan sepatah kata pun, jadi dia membawakan selembar kertas untuk aku tanda tangani. Melihat kata-kata "pendidikan ulang melalui kerja paksa" tertulis di atasnya, aku menolak. Petugas lainnya menampar telinga kiriku, cukup keras sampai aku hampir jatuh ke lantai. Telingaku berdenging beberapa saat dan butuh beberapa saat untuk mendapatkan kembali kejernihannya. Mereka memborgolku lagi dan mengurungku di kamar kecil itu.

Setelah kembali ke ruangan kecil, aku memar-memar dan remuk redam, dan rasa sakitnya tak tertahankan. Aku mau tidak mau merasa sakit hati dan lemah: Aku memberitakan Injil dengan maksud baik, aku menunjukkan kepada orang-orang bahwa Sang Juruselamat telah datang dan bahwa mereka harus bergegas dan mengejar kebenaran dan diselamatkan, tetapi secara tak terduga, aku menderita penganiayaan ini. Saat memikirkannya, aku semakin merasa diperlakukan tidak adil. Aku berseru kepada Tuhan dalam doa dalam penderitaanku, berkata, "Oh Tuhan, tingkat pertumbuhanku terlalu kecil dan aku terlalu lemah. Tuhan, aku ingin bersandar pada-Mu dan menjadi saksi bagi-Mu. Tolong bimbing aku." Kemudian, aku teringat dengan lagu pujian firman Tuhan: "Jangan berkecil hati, jangan lemah, maka Aku akan menjadikan segalanya jelas bagimu. Jalan menuju kerajaan tidaklah mulus; tidak ada yang sesederhana itu! Engkau ingin berkat datang dengan mudah. Sekarang, semua orang akan mengalami ujian pahit yang harus dihadapi. Tanpa ujian semacam itu, hati penuh kasih yang engkau miliki bagi-Ku tidak akan tumbuh lebih kuat, dan engkau tidak akan memiliki kasih yang sejati bagi-Ku. Bahkan jika ujian itu hanya berupa peristiwa-peristiwa kecil, semua orang harus menjalaninya; hanya saja tingkat kesulitan ujian-ujian itu berbeda-beda untuk masing-masing orang. Ujian merupakan berkat dari-Ku, dan berapa banyak dari antaramu sering datang ke hadapan-Ku dan berlutut untuk meminta berkat-Ku? Engkau selalu mengira bahwa beberapa kata kemujuran merupakan berkat-Ku, tetapi tidak menyadari bahwa kepahitan merupakan salah satu berkat-Ku" ("Rasa Sakit Ujian adalah Berkat dari Tuhan" dalam "Ikuti Anak Domba dan Nyanyikan Lagu Baru"). Aku memahami dari firman Tuhan bahwa menghadapi penganiayaan dan kesulitan ini adalah agar Dia dapat menyempurnakan iman dan kasihku. Lingkungan itu adalah berkat Tuhan. Bagaimana aku bisa mengeluh dan menyalahkan Tuhan? Aku ditangkap dan disiksa, tetapi sepanjang ujian berat itu Tuhan membimbingku dengan firman-Nya; ini adalah kasih Tuhan. Aku menyanyikan lagu pujian itu di dalam hatiku, dan semakin lama aku menyanyikannya, aku semakin merasa bersemangat. Itu juga memulihkan imanku dan aku bersumpah kepada Tuhan: "Tuhan, tidak peduli bagaimana polisi menyiksaku, aku ingin menjadi saksi dan tidak pernah mengkhianati-Mu. Aku bertekad untuk mengikuti-Mu sampai akhir."

Di rumah tahanan, para petugas polisi terus menggunakan segala jenis metode penyiksaan terhadapku dan sering menghasut narapidana lainnya untuk memukuli aku. Di tengah-tengah hawa musim dingin yang menusuk, mereka menyuruh para narapidana menyiramiku dengan air dingin dan memaksaku mandi dengan air dingin. Aku gemetar kedinginan dari ujung kepala hingga ujung kaki. Mengalami jantung yang berdebar kencang dan berkeringat, jantungku sakit sampai-sampai punggungku juga ikut sakit. Para narapidana di sana adalah mesin penghasil uang bagi Partai Komunis Tiongkok dan tidak memiliki hak hukum. Mereka tidak punya pilihan selain bertahan hidup di sel yang penuh sesak dan dimanfaatkan layaknya budak. Saat siang hari, para penjaga penjara memaksaku mencetak uang kertas yang digunakan sebagai sesajen bakaran untuk orang mati. Awalnya, mereka membuat aturan bahwa aku harus mencetak 1.000 lembar kertas setiap harinya, lalu mereka menaikkannya menjadi 1.800 lembar kertas per hari, dan akhirnya 3.000 lembar kertas. Jumlah ini mustahil dicapai oleh orang yang sudah berpengalaman, apalagi olehku yang tidak punya pengalaman. Pada kenyataannya, mereka sengaja mengatur agar aku tidak bisa menyelesaikannya sehingga mereka punya alasan untuk menyiksa dan menghancurkanku. Setiap kali aku tidak bisa memenuhi kuota, para petugas polisi yang jahat itu akan memasang belenggu seberat lebih dari 5 kg pada kakiku, dan mereka memborgol tangan dan kakiku menjadi satu. Aku hanya bisa duduk sambil menundukkan kepala dan membungkuk, tidak bisa bergerak. Yang lebih hina adalah para petugas polisi yang tidak manusiawi dan tidak punya perasaan itu tidak bertanya atau memedulikan kebutuhan dasarku. Meskipun ada toilet di dalam sel penjara, aku sama sekali tidak bisa berjalan ke situ dan menggunakannya; aku hanya bisa memohon kepada teman satu selku untuk mengangkatku ke atas toilet. Kalau mereka narapidana yang agak baik, mereka akan menarikku berdiri; tetapi jika tidak ada yang membantuku, aku tidak punya pilihan lain selain menahannya. Waktu yang paling menyakitkan adalah saat makan, karena tangan dan kakiku diborgol jadi satu. Aku hanya bisa menundukkan kepalaku sekuat tenaga dan mengangkat tangan serta kakiku. Hanya inilah caraku bisa memasukkan roti kukus ke dalam mulutku. Aku menghabiskan banyak energi untuk setiap gigitan. Borgol-borgol itu membuat tangan dan kakiku lecet dan sangat sakit. Setelah beberapa lama, kulit pergelangan tangan dan kakiku menjadi hitam mengilap dan kapalan. Sering kali aku tidak bisa makan saat diborgol, dan jarang-jarang para narapidana akan memberiku dua roti kukus kecil. Mereka lebih sering memakan bagianku dan aku terpaksa bertahan dengan perut kosong. Jatah minumku bahkan lebih sedikit lagi; awalnya, setiap orang hanya diberi dua mangkuk air per hari, tetapi aku diborgol dan tidak dapat bergerak, jadi aku jarang bisa minum air. Aku mengalami penyiksaan yang tidak manusiawi semacam itu sebanyak empat kali, yang berlangsung selama sepuluh hari. Bahkan dalam kondisi seperti itu, para petugas menyuruh aku bekerja pada shift malam. Aku sudah lama sekali tidak makan sampai kenyang; rasa laparku sering membuatku mengalami jantung berdebar, mual, dan sesak di dadaku. Aku juga tinggal tulang dan kulit. Ketika rasa laparku sampai pada titik di mana aku benar-benar tidak bisa menahannya, aku memikirkan apa yang Tuhan Yesus balas katakan kepada Iblis di tengah pencobaan: "Manusia hidup bukan hanya dari roti, melainkan dari setiap firman yang keluar dari mulut Tuhan" (Matius 4:4). Itu memberiku perasaan lega, dan aku merasa siap untuk secara pribadi mengalami kata-kata Tuhan itu dalam penganiayaan Iblis terhadapku. Aku menenangkan diri di hadapan Tuhan untuk berdoa dan merenungkan firman-Nya, dan sebelum aku menyadarinya, rasa sakit dan laparku telah mereda. Suatu ketika, seorang tahanan berkata kepadaku: "Ada seorang muda yang diborgol dan dibiarkan kelaparan sampai mati seperti ini sebelumnya. Aku telah melihat bahwa engkau belum makan banyak selama beberapa hari dan engkau masih bersemangat seperti itu." Mendengar kata-katanya, aku diam-diam bersyukur kepada Tuhan. Aku sangat merasakan bahwa inilah kekuatan hidup dalam firman Tuhan yang mendukungku. Ini benar-benar membuatku merasa bahwa firman Tuhan adalah kebenaran, jalan, dan hidup, dan tentunya fondasi tempatku bergantung untuk bertahan hidup. Oleh karena itu, imanku kepada Tuhan tanpa sadar meningkat. Dalam lingkungan kesengsaraan ini, aku mampu benar-benar mengalami kenyataan kebenaran bahwa "Manusia hidup bukan hanya dari roti, melainkan dari setiap firman yang keluar dari mulut Tuhan." Ini benar-benar harta kehidupan paling berharga yang telah Tuhan berikan kepadaku, dan juga karunia bagiku yang tak ada duanya. Selain itu, aku tidak akan mungkin bisa memperoleh karunia ini dalam lingkungan di mana aku tidak perlu khawatir tentang pakaian ataupun makanan. Penderitaan ini begitu bermakna dan berharga!

Pengalaman dianiaya dan disiksa ini meningkatkan kebencian yang kumiliki di hatiku terhadap Partai Komunis. Aku ditangkap dan mengalami segala macam penyiksaan hanya karena percaya kepada Tuhan. Itu adalah penganiayaan yang tidak manusiawi; itu benar-benar jahat! Aku teringat dengan satu bagian firman Tuhan yang pernah kubaca sebelumnya: "Permukaan jurang yang dalam ini kacau dan gelap, sementara rakyat yang menderita penderitaan seperti itu, berseru kepada surga dan mengeluh kepada bumi. Kapankah manusia akan mampu mengangkat kepalanya tinggi-tinggi? Manusia kurus kering dan kerempeng, bagaimana ia mampu melawan Iblis yang kejam dan tiran ini? Mengapa ia tidak mempersembahkan hidupnya kepada Tuhan secepat yang ia bisa? Mengapa ia masih bimbang? Kapan ia bisa menyelesaikan pekerjaan Tuhan? Karena tanpa tujuan ditindas dan ditekan, seluruh hidupnya pada akhirnya dihabiskan dalam kesia-siaan; mengapa ia begitu terburu-buru datang dan begitu buru-buru untuk pergi? Mengapa ia tidak menyimpan sesuatu yang berharga untuk diberikan kepada Tuhan? Apakah ia sudah lupa akan ribuan tahun kebencian?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pekerjaan dan Jalan Masuk (8)"). Pengalaman ini menunjukkan kepadaku esensi sebenarnya dari Partai Komunis sebagai musuh Tuhan, musuh kebenaran. Mereka memperkuat tekadku untuk menjadi saksi bagi Tuhan.

Satu bulan kemudian, polisi PKT menjatuhkan tuntutan tak beralasan terhadapku, yaitu "mengganggu ketertiban masyarakat dan menghancurkan penerapan hukum"; dan aku dihukum selama satu tahun kerja paksa. Begitu aku memasuki kamp kerja paksa, para petugas polisi memaksaku bekerja setiap hari. Saat aku ada di bengkel menghitung karung, aku harus menghitung 100 karung dan mengikatnya menjadi satu. Para narapidana dengan sengaja datang dan mengambil satu karung dari setiap ikat yang sudah aku hitung, lalu berkata bahwa aku salah menghitung dan menjadikannya kesempatan untuk memukul dan menendangku. Saat kapten tim melihat aku dipukuli, dia akan menghampiri aku dan dengan munafik bertanya apa yang sedang terjadi, lalu para narapidana akan menunjukkan bukti palsu bahwa aku tidak menghitung cukup banyak karung. Lalu, aku harus tahan dihujani kata-kata kritik yang pedas dari kapten tim. Kapan pun aku merasa dirugikan dan kesakitan, aku akan menyanyikan lagu pujian firman Tuhan saat aku bekerja: "Selama akhir zaman ini engkau semua harus menjadi saksi bagi Tuhan. Seberapa besarnya pun penderitaanmu, engkau harus menjalaninya sampai akhir, dan bahkan sampai helaan napasmu yang terakhir, engkau tetap harus setia kepada Tuhan, dan berada dalam pengaturan Tuhan; hanya inilah yang disebut benar-benar mengasihi Tuhan, dan hanya inilah kesaksian yang kuat dan bergema" ("Berusahalah Mengasihi Tuhan Tidak Peduli Seberapa Besar Penderitaanmu" dalam "Ikuti Anak Domba dan Nyanyikan Lagu Baru"). Saat aku bernyanyi dan bernyanyi, aku mulai merasa terharu dan terinspirasi, dan aku tidak dapat menghentikan air mata mengalir di pipiku. Aku menetapkan tekadku bahwa tidak peduli seberapa banyak aku menderita, aku akan menjadi saksi bagi Tuhan. Ada saudara lain yang seumuran denganku yang kebetulan dikurung denganku saat itu. Kami tidak diizinkan untuk berbicara ketika kami bekerja pada siang hari, tetapi pada malam hari kami diam-diam menuliskan bagian dari firman Tuhan dan lagu pujian yang kami hafal dan saling bertukar. Setelah beberapa lama, kami ditugaskan untuk bekerja sama, jadi kami akan berbagi persekutuan secara diam-diam, saling membantu dan menyemangati. Itu sangat membantu meringankan penderitaan.

Selain itu, aku dipaksa untuk menghafal "tata tertib" setiap pagi, dan jika aku tidak menghafalnya, aku akan dipukuli; mereka juga memaksaku menyanyikan lagu-lagu yang memuji Partai Komunis. Jika mereka melihat aku tidak bernyanyi atau bibirku tidak bergerak, aku pasti akan dipukuli malam harinya. Mereka juga menghukum aku dengan memaksaku mengepel lantai, dan jika mereka tidak puas dengan hasil mengepelku, aku akan dipukuli dengan kejam. Suatu waktu, beberapa narapidana tiba-tiba mulai memukuli dan menendangku. Setelah memukuliku, mereka bertanya kepadaku: "Hei anak muda, engkau tahu mengapa engkau dipukuli? Itu karena engkau tidak berdiri dan memberi salam kepada sipir saat dia datang." Setiap kali sehabis dipukuli, aku menjadi marah, tetapi tidak berani berkata apa-apa; aku hanya bisa menangis dan diam-diam berdoa kepada Tuhan, bercerita kepada-Nya mengenai kebencian dan kesedihan dalam hatiku. Di tempat yang tidak tanpa hukum dan tidak masuk akal ini, tidak ada rationalitas, hanya ada kekerasan. Tidak ada manusia di sini, hanya ada setan-setan gila! Aku merasa begitu kesakitan dan tertekan hidup dalam perjuangan ini setiap hari; aku tidak mau tinggal semenit lebih lama. Setiap kali aku jatuh dalam kondisi yang lemah dan sakit, aku pun teringat akan firman Tuhan: "Pernahkah engkau semua menerima berkat-berkat yang diberikan kepadamu? Pernahkah engkau mencari janji-janji yang dibuat untukmu? Di bawah bimbingan terang-Ku, engkau semua pasti akan menerobos cengkeraman kekuatan kegelapan. Engkau pasti tidak akan kehilangan terang yang membimbingmu di tengah kegelapan. Engkau pasti akan menjadi penguasa atas seluruh ciptaan. Engkau pasti akan menjadi seorang pemenang di hadapan Iblis. Saat runtuhnya kerajaan si naga merah yang sangat besar, engkau pasti akan berdiri di tengah kumpulan besar orang banyak untuk menjadi saksi bagi kemenangan-Ku. Engkau semua pasti akan berdiri teguh dan tak tergoyahkan di tanah Sinim. Melalui penderitaan yang kautanggung, engkau akan mewarisi berkat-berkat-Ku, dan pasti akan memancarkan kemuliaan-Ku ke seluruh alam semesta" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Firman Tuhan kepada Seluruh Alam Semesta, Bab 19"). Firman Tuhan membangkitkan semangatku. Aku mengerti bahwa segala sesuatu yang telah Tuhan lakukan di dalam diriku adalah untuk membekaliku dan menyelamatkanku, dan untuk menempatkan kebenaran ke dalam diriku dan menjadikan kebenaran sebagai hidupku. Tuhan mengizinkan penganiayaan dan kesengsaraan datang ke atasku, Dan meskipun fisikku sangat menderita, hal tersebut memungkinkanku untuk melihat dengan jelas esensi jahat si naga merah yang sangat besar, yaitu melawan dan membenci Tuhan, membenci dan meninggalkannya, sepenuhnya lepas dari pengaruh Iblis, dan sepenuhnya berpaling kepada Tuhan, dan dijadikan pemenang oleh Tuhan. Hal tersebut juga memungkinkanku untuk benar-benar mengalami bahwa Tuhan ada bersamaku, membuatku sungguh-sungguh menikmati firman Tuhan yang menjadi roti kehidupan dan pelita bagi kakiku serta terang bagi jalanku, yang membimbingku berjalan langkah demi langkah melalui lubang neraka yang gelap ini. Inilah kasih dan perlindungan Tuhan yang aku nikmati dan peroleh selama penganiayaan dan kesengsaraan. Saat itu, aku mampu menyadari bahwa aku begitu buta. Dalam percaya kepada Tuhan, aku hanya tahu bagaimana menikmati kasih karunia dan berkat Tuhan, tetapi tidak sedikit pun mengejar kebenaran dan hidup. Begitu dagingku mengalami sedikit saja kesusahan, aku tidak henti-hentinya mengeluh; aku sama sekali tidak memahami kehendak Tuhan dan tidak berupaya memahami pekerjaan Tuhan. Aku selalu menyebabkan Tuhan merasa sedih dan sakit karena diriku. Aku benar-benar tidak memiliki hati nurani! Saat merasakan sesal dan menyalahkan diri sendiri, aku diam-diam berdoa kepada Tuhan: "Ya Tuhan Yang Mahakuasa, aku dapat melihat bahwa segala sesuatu yang Engkau lakukan adalah untuk menyelamatkan dan memperoleh diriku. Aku hanya benci karena aku begitu memberontak dan buta. Aku selalu salah memahami-Mu dan tidak memedulikan kehendak-Mu. Ya Tuhan, saat ini firman-Mu telah membangkitkan hati dan semangatku yang sudah mati rasa dan membuatku memahami kehendak-Mu. Aku tidak mau lagi memiliki keinginan dan tuntutan pribadi; aku hanya akan tunduk pada pengaturan-Mu. Sebanyak apa pun penderitaan yang harus kutanggung, aku akan menjadi kesaksian bagi-Mu di sepanjang penganiayaan oleh Iblis." Setelah berdoa, aku pun memahami maksud baik Tuhan, dan aku tahu bahwa setiap lingkungan yang Tuhan izinkan untuk kualami adalah kasih dan penyelamatan terbesar Tuhan bagiku. Oleh karena itu, aku tidak akan lagi berpikir untuk lari dari Tuhan atau salah memahami-Nya. Meskipun keadaan saat ini tetap sama, hatiku benar-benar dipenuhi kebahagiaan dan sukacita; aku merasa terhormat untuk dapat mengalami kesusahan dan penganiayaan karena kepercayaanku kepada Tuhan, dan itu adalah karunia yang tak ada duanya bagi orang yang rusak seperti diriku; ini adalah berkat dan kasih karunia Tuhan yang istimewa bagiku.

Setelah mengalami kesusahan selama setahun di penjara, aku melihat bahwa tingkat pertumbuhanku begitu kecil dan aku tidak banyak memiliki kebenaran. Tuhan Yang Mahakuasa benar-benar telah menutupi kekuranganku melalui lingkungan yang unik ini dan memungkinkanku untuk bertumbuh. Dalam kesengsaraanku, Dia telah memampukanku untuk memperoleh harta paling berharga dalam hidup, untuk memahami banyak kebenaran yang sebelumnya tidak kupahami, dan untuk melihat dengan jelas kejahatan keji PKT dalam menganiaya Tuhan dan menyiksa orang Kristen. Aku telah mengenali penampakan menjijikan Iblis, si setan serta esensi penentangannya yang reaksioner terhadap Tuhan. Aku telah sungguh mengalami penyelamatan yang agung dan belas kasih Tuhan Yang Mahakuasa bagiku, orang yang rusak ini, dan aku merasakan bahwa kuasa dan kehidupan dalam firman Tuhan Yang Mahakuasa dapat memberiku terang dan menjadi hidupku serta membimbingku untuk mengalahkan Iblis dan dengan gigih berjalan keluar dari lembah kekelaman. Syukur kepada Tuhan!

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Tinggalkan Balasan