Memenuhi Tugasku Adalah Misiku

02 Maret 2025

Ketika aku masih sekolah, guru kami sering mengajarkan bahwa berbakti kepada orang tua dan menghormati penatua kami adalah kebajikan tradisional Tiongkok. Orang tuaku juga sering mengajarkan hal ini kepadaku, dan mereka mempraktikkannya sendiri. Setiap kali ada pekerjaan yang harus dilakukan di rumah nenekku, ayahku akan mengesampingkan tugasnya sendiri untuk membantunya, dan pada akhir pekan, ayah akan mengajak kami untuk membantu pekerjaan pertanian di rumah nenek. Saat itu, orang tuaku sering keluar bekerja di ladang, dan aku serta saudara-saudaraku masih sangat kecil tanpa ada yang menjaga kami, dan nenekku tidak merawat kami. Namun, ibuku tidak merasa iri pada nenekku; malahan ibuku merawatnya. Dia memasak makanan favorit nenekku dan membawanya ke dokter ketika nenek sakit. Kerabat, teman, dan tetangga semua memuji orang tuaku karena bakti dan kemanusiaan mereka yang baik. Saat melihat hal ini, aku berpikir dalam hati, "Aku ingin menjadi seperti orang tuaku kelak, menghormati orang tuaku dan berbakti kepada mertuaku. Inilah yang harus dilakukan oleh orang yang memiliki kemanusiaan yang baik."

Pada tahun 2013, aku menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa. Suamiku, yang dipengaruhi oleh desas-desus tak berdasar dari PKT, menentang imanku dan menceraikanku pada tahun 2014. Setelah perceraian, aku kembali ke rumah orang tuaku, melaksanakan tugasku sambil merawat orang tuaku dan membantu pekerjaan rumah tangga. Pada tahun 2017, aku pergi ke tempat lain untuk melaksanakan tugasku. Tak lama setelah itu, aku menerima surat dari rumah, mengatakan bahwa polisi telah pergi ke rumahku untuk memperingatkan dan mengancam orang tuaku untuk tidak percaya kepada Tuhan lagi. Mereka juga menuntut fotoku dan menginterogasi mereka tentang keberadaanku. Setelah itu, aku tidak berani pulang ke rumah. Ketika aku memikirkan orang tuaku yang hampir berusia enam puluh tahun dengan kesehatan yang buruk, terutama ibuku, yang masih berkutat dengan masalah lama setelah patah tulang kaki yang serius beberapa tahun yang lalu, dan yang mengalami kesulitan bekerja ketika nyeri kakinya kambuh, Aku selalu bertanya-tanya kapan aku bisa pulang untuk menemui mereka.

Pada Agustus 2019, aku mengambil risiko untuk pulang ke rumah. Saat aku melihat orang tuaku, aku perhatikan ada lebih banyak kerutan di wajah mereka, dan rambut mereka mulai memutih di bagian pelipis. Ibuku juga menjadi jauh lebih kurus, dan aku merasakan kepahitan serta ketidaknyamanan di hatiku. Tidak mudah bagi orang tua kami untuk membesarkan kami, dan sekarang, di usia mereka yang sudah tua dan dalam kesehatan yang buruk, mereka masih harus bekerja keras di ladang. Sebagai putri mereka, aku tidak bisa berada di sana untuk merawat mereka dan aku tidak bisa membantu mereka dengan pekerjaan itu, jadi aku merasa tidak berbakti dan sedikit bersalah. Bibiku juga mengkritikku, dengan mengatakan, "Kamu sudah pergi selama beberapa tahun tanpa kembali. Orang tuamu makin tua, dan jika mereka sakit atau mengalami kecelakaan, tidak ada orang di sekitar untuk merawat mereka. Beberapa hari yang lalu, ayahmu sedang menyemprot tanaman, dan dia keracunan karena kepanasan. Andai saja dia tidak sampai ke rumah sakit tepat waktu, dia mungkin sudah mati." Mendengar ini membuatku merasa sangat kesal, dan aku ingat pepatah: "Jangan bepergian jauh saat orang tuamu masih hidup." Namun, aku tidak bisa bersama mereka untuk merawat atau melakukan apa pun untuk mereka. Aku merasa seperti orang tuaku telah menyia-nyiakan waktu mereka untuk membesarkanku. Di masa lalu, aku dipandang oleh kerabat sebagai anak yang bernalar dan berbakti, tetapi sekarang aku menjadi anak yang tidak berbakti, yang tidak tahu berterima kasih. Malam sebelum aku berangkat, ayahku mengatakan bahwa aku adalah kekhawatiran terbesarnya. Dia mengatakan bahwa karena aku tidak punya rumah atau karier sekarang, dia bekerja keras untuk mengumpulkan uang lebih banyak lagi untukku. Dia juga bilang bahwa dia selalu khawatir kalau aku akan ditangkap, bahwa dia sering terbangun sepanjang malam, dan dia menghabiskan hari-harinya dengan gelisah. Setiap kali dia menerima telepon dari komite desa, dia khawatir telepon itu mengenai apakah aku ditangkap oleh polisi. Ayahku mengatakan semua ini dengan berlinang air mata. Hatiku terasa seolah-olah dihantam oleh palu, dan aku tidak bisa menahan air mataku. Aku merasa bahwa pada usia mereka, aku bukan hanya tidak merawat mereka, tetapi juga membuat mereka khawatir tentangku, aku benar-benar tidak berbakti! Setelah kembali ke keluarga tuan rumahku, aku terus teringat kata-kata ayahku dan wajahnya yang lesu, dan hatiku terasa sangat sakit. Jika aku tidak pergi untuk melaksanakan tugasku, apakah aku tidak dapat berbakti kepada orang tuaku? Saat memikirkan hal ini, aku tidak ingin melaksanakan tugasku jauh dari rumah lagi. Aku benar-benar ingin pulang dan merawat orang tuaku, sehingga mereka tidak perlu khawatir atau menderita untukku lagi. Namun, polisi masih mengejarku, dan aku mungkin akan ditangkap jika kembali. Selain itu, aku sangat sibuk dengan tugasku, dan jika aku meninggalkannya, bukankah aku akan mengkhianati Tuhan? Selama hari-hari itu, aku sangat berkonflik dan merasakan rasa sakit serta siksaan yang luar biasa. Hidup dengan keadaan seperti itu, aku tidak bisa fokus pada tugasku, yang mengakibatkan tertundanya tugas-tugas itu. Mengetahui bahwa keadaanku tidak benar, aku berdoa kepada Tuhan, meminta-Nya untuk membimbingku keluar dari keadaan yang salah ini.

Selama waktu teduhku, aku membaca bagian dari firman Tuhan: "Apakah berbakti kepada orang tua adalah kebenaran? (Bukan.) Berbakti kepada orang tua adalah hal yang benar dan positif, tetapi mengapa kita mengatakan bahwa itu bukan kebenaran? (Karena orang tidak berbakti kepada orang tua mereka dengan prinsip dan tidak mampu mengenali orang seperti apa orang tua mereka sebenarnya.) Cara seseorang memperlakukan orang tuanya ada kaitannya dengan kebenaran. Jika orang tuamu percaya kepada Tuhan dan memperlakukanmu dengan baik, haruskah engkau berbakti kepada mereka? (Ya.) Bagaimana engkau berbakti? Engkau memperlakukan mereka secara berbeda dari saudara-saudari. Engkau melakukan semua yang mereka katakan, jika mereka sudah tua, engkau harus tetap berada di sisi mereka untuk merawatnya, yang membuatmu tidak dapat pergi keluar untuk melaksanakan tugasmu. Apakah benar melakukan hal tersebut? (Tidak.) Apa yang sebaiknya kaulakukan pada saat seperti itu? Hal ini bergantung pada situasinya. Jika engkau masih mampu merawat mereka sambil melaksanakan tugasmu di dekat rumah, dan orang tuamu tidak keberatan dengan imanmu kepada Tuhan, engkau harus memenuhi tanggung jawabmu sebagai seorang putra atau putri dan membantu orang tuamu dalam beberapa pekerjaan. Jika mereka sakit, rawatlah; jika ada sesuatu yang mengganggu mereka, hiburlah; jika kondisi keuanganmu memungkinkan, belikan mereka suplemen gizi yang sesuai dengan anggaranmu. Namun, apa yang harus kaulakukan jika engkau sibuk dengan tugasmu, tidak ada yang menjaga orang tuamu, dan mereka juga percaya kepada Tuhan? Kebenaran apa yang harus kauterapkan? Karena berbakti kepada orang tua bukanlah kebenaran, melainkan hanya merupakan tanggung jawab dan kewajiban manusia, lalu apa yang harus kaulakukan jika kewajibanmu itu bertentangan dengan tugasmu? (Prioritaskan tugasku; utamakan tugas.) Kewajiban seseorang belum tentu merupakan tugas orang tersebut. Memilih untuk melaksanakan tugas artinya menerapkan kebenaran, sedangkan memenuhi kewajiban bukan. Jika engkau berada dalam kondisi seperti ini, engkau dapat memenuhi tanggung jawab atau kewajiban ini, tetapi jika lingkunganmu saat ini tidak memungkinkanmu untuk melakukannya, apa yang harus kaulakukan? Engkau harus berkata, 'Aku harus melaksanakan tugasku—yaitu menerapkan kebenaran. Berbakti kepada orang tuaku artinya hidup berdasarkan hati nuraniku dan itu tidak sesuai dengan menerapkan kebenaran.' Jadi, engkau harus memprioritaskan dan menjunjung tinggi tugasmu. Jika sekarang engkau tidak memiliki tugas, dan tidak bekerja jauh dari rumah, dan tinggal dekat dengan orang tuamu, maka carilah cara untuk merawat mereka. Berupayalah sebaik mungkin untuk membantu mereka dengan hidup sedikit lebih baik dan mengurangi penderitaan mereka. Namun, ini juga tergantung pada orang seperti apakah orang tuamu. Apa yang harus kaulakukan jika orang tuamu memiliki kemanusiaan yang buruk, jika mereka selalu menghalangimu agar tidak percaya kepada Tuhan, dan jika mereka terus memaksamu agar tidak percaya kepada Tuhan dan melaksanakan tugasmu? Kebenaran apa yang harus kauterapkan? (Penolakan.) Pada saat seperti ini, engkau harus menolak mereka. Engkau telah memenuhi kewajibanmu. Orang tuamu tidak percaya kepada Tuhan, jadi engkau tidak berkewajiban untuk menunjukkan rasa hormat kepada mereka. Jika mereka percaya kepada Tuhan, artinya mereka adalah keluarga, orang tuamu. Jika mereka tidak percaya kepada Tuhan, artinya engkau dan mereka menempuh jalan yang berbeda: mereka percaya kepada Iblis dan menyembah raja setan, dan mereka menempuh jalan Iblis, mereka adalah orang-orang yang menempuh jalan yang berbeda dengan orang yang percaya kepada Tuhan. Engkau dan mereka bukan lagi sebuah keluarga. Mereka menganggap orang-orang yang percaya kepada Tuhan sebagai lawan dan musuh mereka, jadi engkau tidak memiliki kewajiban lagi untuk merawat mereka dan harus sepenuhnya memutuskan ikatanmu dengan mereka. Manakah yang adalah kebenaran: berbakti kepada orang tua atau melaksanakan tugas? Tentu saja, melaksanakan tugas adalah kebenaran. Melaksanakan tugas di rumah Tuhan bukan sekadar memenuhi kewajiban dan melakukan apa yang seharusnya orang lakukan. Ini adalah tentang melaksanakan tugas makhluk ciptaan. Ini adalah amanat Tuhan; ini adalah kewajibanmu, tanggung jawabmu. Inilah tanggung jawab yang sebenarnya, yaitu memenuhi tanggung jawab dan kewajibanmu di hadapan Sang Pencipta. Ini adalah tuntutan Sang Pencipta terhadap manusia, dan ini adalah masalah hidup yang penting. Sedangkan menunjukkan rasa hormat kepada orang tua, itu hanyalah tanggung jawab dan kewajiban seorang putra atau putri. Itu tentu saja tidak diamanatkan oleh Tuhan, apalagi sesuai dengan tuntutan Tuhan. Oleh karena itu, antara menunjukkan rasa hormat kepada orang tua dan melaksanakan tugas, tidak diragukan lagi bahwa hanya melaksanakan tugaslah yang merupakan penerapan kebenaran. Melaksanakan tugas sebagai makhluk ciptaan adalah kebenaran, dan itu adalah kewajiban yang harus dilaksanakan. Menunjukkan rasa hormat kepada orang tua berarti berbakti kepada manusia. Ketika orang menghormati orang tuanya, itu bukan berarti dia sedang melaksanakan tugasnya, juga bukan berarti dia sedang menerapkan kebenaran" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Apa yang Dimaksud dengan Kenyataan Kebenaran?"). Setelah membaca firman Tuhan, aku merasa sedikit lega, dan aku memahami bahwa berbakti kepada orang tua adalah hal positif dan bagian dari kemanusiaan yang normal, tetapi hal itu tidak menerapkan kebenaran. Melaksanakan tugas sebagai makhluk ciptaan adalah menerapkan kebenaran. Orang tuaku selalu mendukungku dalam iman dan tugasku, dan berbakti kepada mereka adalah tanggung jawabku sebagai anak mereka. Dalam situasi dan kondisi yang sesuai, Aku bisa melakukan yang terbaik untuk merawat mereka, untuk meringankan kekhawatiran dan kesulitan mereka, dan untuk memenuhi tanggung jawabku sebagai anak mereka. Namun, karena aku sedang diburu oleh polisi dan tidak bisa merawat mereka di rumah, dan dengan kesibukan tugasku, saat ini, aku harus memprioritaskan tugasku. Melalui firman Tuhan, aku juga memahami bahwa sebagai makhluk ciptaan, memenuhi tugas sebagai makhluk ciptaan adalah misiku, hal terpenting dalam hidup, dan tugas terikat yang harus diselesaikan. Berbakti kepada orang tua hanyalah memenuhi tanggung jawab seorang anak, dan itu tidak berarti seseorang menerapkan kebenaran, juga tidak berarti seseorang tunduk kepada Tuhan. Ketika berbakti kepada orang tua bertentangan dengan pelaksanaan tugas, aku harus memilih untuk melaksanakan tugas sebagai makhluk ciptaan. Saat menyadari hal-hal ini, aku tidak lagi merasa konflik atau sedih. Aku bersedia untuk tunduk pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan serta menetap untuk melaksanakan tugas-tugasku.

Kemudian, aku membaca bagian lain dari firman Tuhan dan memperoleh sejumlah pemahaman tentang keadaanku. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Karena dipengaruhi oleh budaya tradisional Tiongkok, gagasan tradisional di benak orang Tionghoa adalah mereka yakin bahwa orang haruslah berbakti kepada orang tua mereka. Siapa pun yang tidak berbakti kepada orang tua adalah anak yang durhaka. Gagasan ini telah ditanamkan dalam diri orang sejak masa kanak-kanak, dan diajarkan di hampir setiap rumah tangga, serta di setiap sekolah dan masyarakat pada umumnya. Orang yang pikirannya dipenuhi hal-hal seperti itu akan beranggapan, 'Berbakti kepada orang tua lebih penting dari apa pun. Jika aku tidak berbakti, aku tidak akan menjadi orang yang baik—aku akan menjadi anak yang durhaka dan akan dicela oleh masyarakat. Aku akan menjadi orang yang tidak punya hati nurani.' Benarkah pandangan ini? Orang-orang telah memahami begitu banyak kebenaran yang Tuhan ungkapkan—pernahkah Tuhan menuntut orang untuk berbakti kepada orang tua mereka? Apakah ini adalah salah satu kebenaran yang harus dipahami oleh orang yang percaya kepada Tuhan? Tidak. Tuhan hanya mempersekutukan beberapa prinsip. Dengan prinsip apa firman Tuhan menuntut orang untuk memperlakukan orang lain? Kasihilah apa yang Tuhan kasihi, bencilah apa yang Tuhan benci: inilah prinsip yang harus dipatuhi. Tuhan mengasihi orang yang mengejar kebenaran dan mampu mengikuti kehendak-Nya; orang-orang ini jugalah yang harus kita kasihi. Orang yang tidak mampu mengikuti kehendak Tuhan, yang membenci dan memberontak terhadap Tuhan—orang-orang ini dibenci oleh Tuhan, dan kita juga harus membenci mereka. Inilah yang Tuhan tuntut untuk manusia lakukan. ... Iblis menggunakan budaya tradisional dan gagasan moralitas semacam ini untuk mengikat pemikiran, pikiran, dan hatimu, membuatmu tak mampu menerima firman Tuhan; engkau telah dikuasai oleh hal-hal dari Iblis ini, dan dibuat tak mampu untuk menerima firman Tuhan. Ketika engkau ingin menerapkan firman Tuhan, hal-hal ini menyebabkan gangguan di dalam dirimu, dan menyebabkanmu menentang kebenaran dan tuntutan Tuhan, membuatmu tidak berdaya untuk melepaskan diri dari belenggu budaya tradisional ini. Setelah berjuang selama beberapa waktu, engkau berkompromi: engkau lebih memilih untuk menganggap gagasan tradisional tentang moralitas adalah benar dan sesuai dengan kebenaran dan karena itu engkau menolak atau meninggalkan firman Tuhan. Engkau tidak menerima firman Tuhan sebagai kebenaran dan engkau sama sekali tidak berpikir bagaimana agar engkau diselamatkan, merasa engkau masih hidup di dunia ini, dan hanya bisa bertahan hidup jika engkau mengandalkan orang-orang ini. Karena tidak mampu menanggung kritikan masyarakat, engkau lebih suka memilih melepaskan kebenaran dan firman Tuhan, menyerahkan dirimu kepada gagasan tradisional tentang moralitas dan pengaruh Iblis, lebih memilih untuk menyinggung Tuhan dan tidak menerapkan kebenaran. Katakan kepada-Ku, bukankah manusia begitu menyedihkan? Apakah mereka tidak butuh diselamatkan oleh Tuhan? Ada orang-orang yang telah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun, tetapi masih tidak mengerti masalah tentang berbakti. Mereka sebenarnya tidak memahami kebenaran. Mereka tidak akan pernah mampu menerobos penghalang hubungan duniawi ini; mereka tidak memiliki keberanian ataupun keyakinan, apalagi tekad, jadi mereka tidak mampu mengasihi dan menaati Tuhan" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya dengan Mengenali Pandangannya yang Keliru Barulah Orang Dapat Benar-Benar Berubah"). Saat merenungkan firman Tuhan, aku menyadari bahwa penderitaanku berakar pada budaya tradisional. Sejak kecil, guru-guru kami telah mengajarkan kami untuk berbakti kepada orang tua, dan ini adalah kebajikan tradisional masyarakat Tionghoa, dan orang tuaku juga menanamkan ide ini dalam diriku, bahwa ketika aku tumbuh dewasa, aku harus berbakti kepada orang tua dan penatuaku, dan mereka memberikan contoh dengan melakukannya sendiri, menyebabkan ide ini berakar kuat dalam hatiku yang masih muda. Aku mulai percaya bahwa hanya dengan berbakti kepada orang tua, seseorang dapat dianggap sebagai anak berbakti dan orang yang baik, dan bahwa jika seseorang gagal melakukannya, mereka tidak berbakti dan tidak tahu berterima kasih, dan bahwa mereka akan dihina, dikutuk, dan tidak layak disebut manusia. Ketika aku meninggalkan rumah untuk melaksanakan tugasku dan tidak bisa merawat orang tuaku, aku merasa seperti putri yang tidak berbakti, dan khususnya, ketika aku mendengar orang tuaku khawatir aku akan ditangkap, aku merasa makin tidak berbakti. Aku bukan hanya tidak dapat merawat mereka, tetapi aku juga membuat mereka mengkhawatirkanku, yang membuatku merasa berutang budi kepada mereka. Ide tradisional seperti "Bakti anak kepada orang tua adalah kebajikan yang harus diutamakan di atas segalanya," "Besarkanlah anak-anakmu untuk mendukungmu di hari tua," dan "Jangan bepergian jauh saat orang tuamu masih hidup" mengikat dan mengekangku. Aku selalu merasa bersalah karena tidak dapat berada di sisi orang tuaku untuk merawat mereka, dan aku bahkan menyesal meninggalkan rumah untuk melaksanakan tugasku. Meskipun aku tidak pulang ke rumah, hatiku sudah menjauh dari Tuhan. Aku bersikap asal-asalan dalam tugasku dan tidak memiliki kesetiaan. Pada titik ini, aku akhirnya menyadari bahwa ide tradisional yang ditanamkan oleh Iblis telah membuatku menjauhkan diri dari Tuhan dan mengkhianati-Nya, menyebabkanku tanpa sadar menentang Tuhan. Aku teringat pada Petrus di Zaman Kasih Karunia, yang meninggalkan keluarga dan orang tuanya untuk mengikuti Tuhan Yesus, memberitakan Injil ke berbagai penjuru dunia, dan menggembalakan gereja. Aku juga memikirkan para misionaris Barat yang mempertimbangkan maksud Tuhan, dan yang meninggalkan keluarga, orang tua, dan anak-anak mereka untuk membawa lebih banyak orang untuk menerima keselamatan Tuhan. Mereka melakukan perjalanan ribuan mil ke Tiongkok untuk menyebarluaskan Injil Tuhan dan menyelesaikan misi mereka. Mereka adalah individu dengan kemanusiaan dan hati nurani. Sekarang, ketika bencana menjadi makin parah, inilah saatnya untuk perluasan besar-besaran Injil kerajaan, dan lebih banyak orang diperlukan untuk bangkit memberitakan Injil dan memberi kesaksian bagi Tuhan. Aku telah makan dan minum begitu banyak firman Tuhan dan memahami beberapa kebenaran, dan sebagai makhluk ciptaan, aku harus mempertimbangkan maksud Tuhan dan memberitakan Injil untuk membawa lebih banyak orang ke hadapan-Nya untuk menerima keselamatan dari-Nya. Inilah artinya menjadi orang yang memiliki kemanusiaan. Dengan menyadari hal-hal ini, aku dapat menenangkan hatiku dalam melaksanakan tugasku.

Kemudian, aku menerima surat lain dari rumah, yang mengatakan bahwa pada bulan Agustus 2022, polisi telah datang ke rumahku untuk menangkapku. Ayahku mengatakan kepada mereka bahwa aku tidak ada di rumah, tetapi mereka tidak memercayainya, jadi mereka diam-diam memasang penyadap di gudang keluargaku. Suatu sore, empat orang dari kantor polisi tiba. Mereka datang ke rumahku dengan senjata untuk menangkapku dan mengusir orang tuaku keluar dari rumah, menggeledah di dalam selama lebih dari sepuluh menit. Polisi kemudian menelepon kerabatku untuk menanyakan keberadaanku. Surat ini benar-benar membuatku kesal dan aku tidak bisa menahan air mata. Aku memikirkan bagaimana orang tuaku khawatir aku akan ditangkap ketika aku melaksanakan tugasku jauh dari rumah selama bertahun-tahun ini, dan tentang bagaimana polisi bahkan memasang penyadap di rumahku untuk menangkapku, dan bahwa tahun-tahun terakhir orang tuaku akan dihabiskan di bawah pengawasan polisi. Semua itu karena aku, orang tuaku harus menderita masalah ini. Aku benar-benar merasa terganggu dan tidak bisa menenangkan hatiku, bahkan ketika sedang melaksanakan tugasku. Kemudian, aku menyadari keadaanku tidak benar, jadi aku berdoa dan mencari secara sadar. Aku teringat akan beberapa firman Tuhan yang pernah kubaca sebelumnya dan segera mencarinya untuk dibaca. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Ada seseorang yang menelantarkan keluarganya karena dia percaya kepada Tuhan dan melaksanakan tugasnya. Orang itu menjadi terkenal karena hal ini dan pemerintah sering menggeledah rumahnya, mengganggu orang tuanya, dan bahkan mengancam orang tuanya agar menyerahkannya. Semua tetangga mereka membicarakan orang itu dan berkata, 'Orang ini tak punya hati nurani. Dia tidak memedulikan orang tuanya yang sudah lanjut usia. Dia bukan saja tidak berbakti, tetapi dia juga menyebabkan banyak masalah bagi orang tuanya. Dia adalah anak yang tidak berbakti!' Adakah di antara perkataan ini yang sesuai dengan kebenaran? (Tidak.) Namun, bukankah semua perkataan ini dianggap benar di mata orang tidak percaya? Di antara orang tidak percaya, mereka menganggap perkataan ini adalah cara pandang yang paling dapat dibenarkan dan masuk akal, dan sejalan dengan etika manusia, dan sesuai dengan standar bagi cara manusia berperilaku. Sebanyak apa pun isi yang terkandung dalam standar-standar ini, seperti bagaimana menunjukkan rasa hormat kepada orang tua, bagaimana merawat mereka di hari tua dan mengatur pemakaman mereka, atau sebanyak apa mereka harus membalas orang tua mereka, dan apakah standar-standar ini sesuai dengan kebenaran atau tidak, di mata orang tidak percaya, semua itu adalah hal yang positif, semua itu adalah energi yang positif, semua itu benar, dan semua itu dianggap tidak tercela di tengah masyarakat. Di kalangan orang tidak percaya, hal-hal ini adalah standar bagi cara orang hidup, dan engkau harus melakukan hal-hal ini agar dapat menjadi orang yang cukup baik di hati mereka. Sebelum engkau percaya kepada Tuhan dan memahami kebenaran, bukankah engkau juga sangat yakin bahwa orang yang berperilaku seperti itu adalah orang yang baik? (Ya.) Selain itu, engkau juga menggunakan hal-hal ini untuk menilai dan mengekang dirimu sendiri, dan engkau mengharuskan dirimu menjadi orang seperti ini. Jika engkau ingin menjadi orang yang baik, engkau pasti sudah menjadikan hal-hal ini termasuk standar bagi caramu berperilaku: bagaimana berbakti kepada orang tuamu, bagaimana membuat kekhawatiran mereka makin berkurang, bagaimana membawa kehormatan dan pujian bagi mereka, dan bagaimana membawa kehormatan bagi leluhurmu. Di dalam hatimu, ini menjadi standar bagi caramu berperilaku dan bagi arah perilakumu. Namun, setelah engkau mendengarkan firman Tuhan dan khotbah-khotbah-Nya, sudut pandangmu mulai berubah, dan engkau memahami bahwa engkau harus meninggalkan segala sesuatunya untuk melaksanakan tugasmu sebagai makhluk ciptaan, dan bahwa Tuhan menuntut manusia untuk berperilaku dengan cara seperti ini. Sebelum engkau yakin bahwa melaksanakan tugasmu sebagai makhluk ciptaan adalah kebenaran, engkau mengira engkau harus berbakti kepada orang tuamu, tetapi engkau juga merasa harus melaksanakan tugasmu sebagai makhluk ciptaan, dan engkau merasakan pergumulan dalam batinmu. Melalui penyiraman dan penggembalaan firman Tuhan yang terus-menerus, engkau berangsur-angsur memahami kebenaran, dan baru setelah itulah engkau menyadari bahwa melaksanakan tugasmu sebagai makhluk ciptaan adalah hal yang sepenuhnya wajar dan dapat dibenarkan. Sampai hari ini, banyak orang telah mampu menerima kebenaran dan sepenuhnya meninggalkan standar perilaku yang berasal dari gagasan dan imajinasi tradisional manusia. Jika engkau benar-benar melepaskan hal-hal ini, engkau tidak lagi dikekang oleh kata-kata penghakiman dan kutukan dari orang-orang tidak percaya ketika engkau mengikuti Tuhan dan melaksanakan tugasmu sebagai makhluk ciptaan, dan engkau mampu menepis kata-kata penghakiman dan kutukan ini dengan mudah" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Apa yang Dimaksud dengan Kenyataan Kebenaran?"). Pencerahan dan bimbingan firman Tuhan membuatku sadar bahwa aku hidup sesuai dengan nilai-nilai budaya tradisional yang ditanamkan oleh Iblis lagi. Aku berpikir tentang bagaimana aku tidak bisa merawat orang tuaku selama ini, dan bagaimana karena aku, polisi mendatangi rumahku untuk menangkapku, dan bahwa orang tuaku tidak hanya harus menanggung cemoohan dari tetangga, tetapi juga harus menanggung pelecehan jangka panjang dari polisi, di samping mengkhawatirkan keselamatanku. Jadi aku merasa bahwa semua penderitaan yang harus dilalui orang tuaku adalah karenaku, dan jika bukan karena aku, orang tuaku tidak akan menderita kesukaran ini. Hal ini membuatku merasa seperti anak yang tidak berbakti. Perspektifku sama dengan orang yang tidak percaya dan tidak selaras dengan kebenaran. Kepercayaanku kepada Tuhan hanya melibatkan makan dan minum firman-Nya serta mengejar kebenaran, dan aku tidak melakukan kejahatan. Namun, polisi PKT datang ke rumahku secara massal dengan membawa senjata untuk menangkapku, mengancam orang tuaku, dan menuntut untuk mengetahui keberadaanku. Penyebab sebenarnya dari semua penderitaan orang tuaku pastinya adalah naga merah yang sangat besar, tetapi bukannya membenci naga merah yang sangat besar itu, aku secara keliru percaya bahwa imanku telah melibatkan orang tuaku. Bukankah aku tidak membedakan yang benar dari yang salah? Aku tidak bisa menyalahkan diriku sendiri atas semua penderitaan yang dialami orang tuaku, aku juga tidak seharusnya hidup dalam keadaan terus menerus merasa berutang budi kepada mereka. Pada saat ini, aku harus fokus pada tugasku, tetap teguh dalam kesaksianku, dan mempermalukan Iblis.

Kemudian, aku membaca lebih banyak firman Tuhan: "Jika engkau benar-benar percaya bahwa segala sesuatu berada di tangan Tuhan, maka engkau harus percaya bahwa masalah tentang seberapa banyak kesukaran yang dialami orang tuamu dan seberapa banyak kebahagiaan yang akan mereka nikmati seumur hidup mereka, itu pun berada di tangan Tuhan. Apakah engkau berbakti atau tidak, itu tidak akan mengubah apa pun. Penderitaan orang tuamu tidak akan berkurang karena engkau berbakti, dan penderitaan mereka tidak bertambah karena engkau tidak berbakti. Tuhan telah menentukan nasib mereka sejak lama, dan tak satupun dari hal ini akan berubah karena sikapmu terhadap mereka atau karena dalamnya perasaan di antaramu. Mereka memiliki nasib mereka sendiri. Mengenai apakah mereka miskin atau kaya di sepanjang hidup mereka, apakah segala sesuatunya berjalan dengan lancar bagi mereka atau tidak, atau seperti apakah kualitas hidup, manfaat materiel, status sosial, dan kondisi kehidupan yang akan mereka nikmati, tak ada satu pun dari hal-hal ini yang ada kaitannya denganmu. Jika engkau merasa bersalah terhadap mereka, jika engkau merasa berutang sesuatu kepada mereka, dan merasa bahwa engkau seharusnya berada di sisi mereka, apa yang akan berubah sekalipun engkau berada di sisi mereka? (Tidak ada yang akan berubah.) ... kebanyakan orang memilih untuk meninggalkan rumah demi melaksanakan tugas mereka karena di satu sisi, keadaan objektif mereka secara keseluruhan mengharuskan mereka untuk meninggalkan orang tua mereka. Mereka tidak dapat tinggal bersama orang tua mereka untuk merawat dan menemani mereka. Bukan berarti mereka dengan rela memilih untuk meninggalkan orang tua mereka; ini adalah alasan objektifnya. Di sisi lain, alasan subjektifnya, engkau pergi untuk melaksanakan tugasmu bukan karena engkau ingin meninggalkan orang tuamu dan untuk menghindari tanggung jawabmu, melainkan karena panggilan Tuhan terhadapmu. Agar dapat bekerja sama dalam pekerjaan Tuhan, menerima panggilan-Nya, dan melaksanakan tugasmu sebagai makhluk ciptaan, engkau tidak punya pilihan lain selain meninggalkan orang tuamu; engkau tidak dapat berada di sisi mereka untuk menemani dan merawat mereka. Engkau tidak meninggalkan mereka untuk menghindari tanggung jawabmu, bukan? Meninggalkan mereka untuk menghindari tanggung jawabmu dan harus meninggalkan mereka untuk menjawab panggilan Tuhan serta melaksanakan tugasmu—bukankah kedua hal ini pada dasarnya berbeda? (Ya.) Di dalam hatimu, engkau terikat secara emosional dengan orang tuamu dan memikirkan mereka; perasaanmu tidak kosong. Jika keadaan objektifnya memungkinkan dan engkau dapat tetap berada di sisi mereka sembari melaksanakan tugasmu, engkau tentunya mau untuk tetap berada di sisi mereka, merawat mereka dan memenuhi tanggung jawabmu secara teratur. Namun, karena keadaan objektif, engkau harus meninggalkan mereka; engkau tidak bisa tetap berada di sisi mereka. Bukan berarti engkau tidak mau memenuhi tanggung jawabmu sebagai anak mereka, melainkan karena engkau tidak bisa. Bukankah hal ini pada dasarnya berbeda? (Ya.) Jika engkau meninggalkan rumah agar tidak perlu berbakti dan memenuhi tanggung jawabmu, itu berarti engkau tidak berbakti dan tidak memiliki kemanusiaan. Orang tuamu telah membesarkanmu, tetapi engkau ingin secepat mungkin melebarkan sayapmu dan hidup mandiri. Engkau tidak ingin bertemu dengan orang tuamu dan sama sekali tidak peduli saat mendengar orang tuamu mengalami kesulitan. Sekalipun engkau memiliki sarana untuk membantu mereka, engkau tidak melakukannya. Engkau hanya berpura-pura tidak mendengar dan membiarkan orang lain mengatakan apa pun yang ingin mereka katakan tentangmu—engkau sama sekali tidak mau memenuhi tanggung jawabmu. Ini berarti engkau tidak berbakti. Namun, hal inikah yang terjadi saat ini? (Tidak.) Banyak orang telah meninggalkan kabupaten, kota, provinsi, atau bahkan negara mereka untuk melaksanakan tugas mereka; mereka sudah berada jauh dari kampung halaman mereka. Selain itu, tidaklah nyaman bagi mereka untuk tetap berhubungan dengan keluarga mereka karena berbagai alasan. Sesekali, mereka menanyakan keadaan terkini orang tua mereka dari orang-orang yang berasal dari kampung halaman yang sama dan merasa lega setelah mendengar orang tua mereka masih sehat dan baik-baik saja. Sebenarnya, engkau bukannya tidak berbakti. Engkau belum mencapai taraf tidak memiliki kemanusiaan, di mana engkau bahkan tidak mau memperhatikan orang tuamu atau memenuhi tanggung jawabmu terhadap mereka. Engkau harus mengambil pilihan ini karena berbagai alasan objektif, jadi engkau bukannya tidak berbakti. Inilah kedua alasannya. Dan ada juga alasan lainnya: jika orang tuamu bukan tipe orang yang secara khusus menganiaya dirimu atau menghalangi kepercayaanmu kepada Tuhan, jika mereka mendukung kepercayaanmu kepada Tuhan, atau jika mereka adalah saudara-saudari yang percaya kepada Tuhan seperti halnya dirimu, jika mereka sendiri adalah anggota rumah Tuhan, lalu, siapakah di antaramu yang tidak berdoa kepada Tuhan di lubuk hatimu saat teringat orang tuamu? Siapakah di antaramu yang tidak memercayakan orang tuamu, beserta kesehatan, keselamatan, dan semua kebutuhan hidup mereka, ke dalam tangan Tuhan? Memercayakan orang tuamu ke dalam tangan Tuhan adalah cara terbaik untuk menunjukkan rasa hormat dan baktimu kepada mereka. Engkau tidak berharap mereka menghadapi segala macam kesulitan dalam hidup mereka, dan engkau tidak berharap mereka menjalani kehidupan yang buruk, makan dengan buruk, atau menderita kesehatan yang buruk. Jauh di lubuk hatimu, engkau tentunya berharap Tuhan akan melindungi mereka dan menjaga mereka agar tetap aman. Jika mereka orang-orang yang percaya kepada Tuhan, engkau berharap mereka akan mampu melaksanakan tugas mereka sendiri, dan engkau juga berharap mereka akan mampu tetap berdiri teguh dalam kesaksian mereka. Inilah yang dimaksud dengan orang memenuhi tanggung jawabnya sebagai manusia; hanya sejauh inilah yang mampu orang capai dengan kemanusiaan mereka sendiri. Selain itu, yang terpenting adalah setelah bertahun-tahun percaya kepada Tuhan dan mendengarkan begitu banyak kebenaran, orang setidaknya harus memiliki sedikit pengertian dan pemahaman bahwa: nasib manusia ditentukan oleh Surga, hidup manusia ada di tangan Tuhan, dan dipelihara serta dilindungi Tuhan jauh lebih penting daripada memiliki anak-anak yang berbakti, mempedulikan, atau menemani mereka. Bukankah engkau merasa lega bahwa orang tuamu dilindungi dan dipelihara Tuhan? Engkau tidak perlu mengkhawatirkan mereka. Jika engkau khawatir, itu berarti engkau tidak memercayai Tuhan, imanmu kepada-Nya terlalu kecil. Jika engkau benar-benar merasa khawatir dan cemas terhadap orang tuamu, engkau harus sering berdoa kepada Tuhan, memercayakan mereka ke dalam tangan Tuhan, dan membiarkan Tuhan mengatur dan menata segala sesuatunya. Tuhan berkuasa atas nasib manusia. Dia berkuasa atas keseharian mereka dan segala sesuatu yang terjadi pada mereka, jadi apa yang masih kaukhawatirkan? Engkau bahkan tidak mampu mengendalikan hidupmu sendiri, engkau sendiri menghadapi banyak kesulitan; apa yang dapat kaulakukan agar orang tuamu hidup bahagia setiap hari? Satu-satunya yang dapat kaulakukan adalah memercayakan segala sesuatunya ke dalam tangan Tuhan. Jika mereka adalah orang percaya, mintalah agar Tuhan menuntun mereka ke jalan yang benar sehingga mereka pada akhirnya dapat diselamatkan. Jika mereka bukan orang percaya, biarkan mereka menempuh jalan apa pun yang mereka inginkan. Bagi orang tua yang lebih baik dan memiliki sedikit kemanusiaan, engkau dapat berdoa agar Tuhan memberkati mereka sehingga mereka dapat menghabiskan tahun-tahun yang tersisa dari kehidupan mereka dengan bahagia. Mengenai bagaimana cara Tuhan bekerja, Dia memiliki pengaturan-Nya sendiri, dan manusia harus tunduk pada pengaturan tersebut" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Cara Mengejar Kebenaran (16)"). Setelah membaca firman Tuhan, aku merasa sangat cerah. Aku selalu merasa bahwa tidak bisa mendampingi orang tuaku untuk merawat mereka berarti aku tidak memiliki hati nurani dan kemanusiaan, tetapi aku tidak benar-benar memahami apa artinya menjadi tidak berbakti yang sesungguhnya. Sebagai contoh, beberapa orang tinggal bersama orang tua mereka atau sangat dekat dengan mereka, dan mereka memiliki kesempatan untuk merawat orang tua mereka, tetapi untuk keuntungan pribadi atau kenikmatan fisik, mereka mengabaikan tanggung jawab mereka sebagai anak, dan mengabaikan orang tua mereka ketika mereka menua atau jatuh sakit. Orang-orang seperti itu sungguh tidak berbakti dan tidak memiliki kemanusiaan. Ketika aku dahulu berada di rumah, aku bisa merawat orang tuaku sambil melaksanakan tugasku, membantu orang tuaku dengan pekerjaan rumah tangga sebaik mungkin. Alasan aku tidak merawat orang tuaku sekarang bukan karena aku kehilangan hati nurani atau tidak memiliki kemanusiaan, atau karena aku menghindari tanggung jawabku sebagai seorang anak, melainkan karena, di satu sisi aku tidak berani kembali karena aku sedang diburu oleh naga merah yang sangat besar, dan juga karena sebagai makhluk ciptaan, aku harus melaksanakan tugasku; ini adalah misiku. Aku tidak bisa meninggalkan tugasku untuk merawat orang tuaku. Bukannya aku punya waktu di rumah, tetapi aku memilih untuk tidak memenuhi tanggung jawabku terhadap orang tuaku. Aku harus melihat masalah ini sesuai dengan firman Tuhan dan kebenaran. Pada saat yang sama, aku juga memahami bahwa jumlah penderitaan dan jenis kesukaran yang harus dilalui orang tuaku, dan apakah mereka akan bahagia di tahun-tahun terakhir mereka semuanya telah ditakdirkan oleh Tuhan, dan tidak ada hubungannya dengan apakah aku peduli pada mereka atau berada di sisi mereka. Aku sama sekali tidak bisa mengubah apa pun. Aku teringat kembali ketika ibuku menderita sinovitis di kakinya saat aku berada di rumah. Meskipun aku bisa membantu beberapa pekerjaan rumah dan merawatnya, rasa sakitnya tidak berkurang sama sekali karena perawatanku. Bertahun-tahun setelah aku meninggalkan rumah, kaki ibuku berangsur-angsur sembuh, dan sekarang dia bisa melakukan pekerjaan apa pun. Fakta membuktikan bahwa seberapa baik orang tuaku hidup dan seperti apa tahun-tahun terakhir mereka semuanya ditakdirkan oleh Tuhan. Aku harus memercayakan orang tuaku ke tangan Tuhan dan tunduk pada kedaulatan dan pengaturan-Nya.

Kemudian, aku membaca lebih banyak firman Tuhan: "Apa maksud Tuhan ketika Dia berkata bahwa 'Tuhan adalah sumber kehidupan manusia'? Tujuan mengatakannya adalah agar semua orang menyadari bahwa: kehidupan dan jiwa kita semuanya berasal dari Tuhan dan diciptakan oleh-Nya—bukan dari orang tua kita, dan tentu saja bukan dari alam, melainkan diberikan oleh Tuhan kepada kita. Hanya tubuh kita yang dilahirkan dari orang tua kita, sebagaimana anak-anak kita dilahirkan dari kita, tetapi nasib mereka sepenuhnya berada di tangan Tuhan. Bahwa kita dapat percaya kepada Tuhan, itu adalah kesempatan yang diberikan oleh-Nya; itu ditetapkan oleh-Nya dan merupakan kasih karunia-Nya. Oleh karena itu, engkau tidak perlu memenuhi kewajiban atau tanggung jawabmu kepada siapa pun; engkau seharusnya hanya melaksanakan tugasmu untuk Tuhan sebagai makhluk ciptaan. Inilah yang harus orang lakukan di atas segalanya, hal utama yang harus dilakukan sebagai urusan utama dalam hidup seseorang. Jika engkau tidak melaksanakan tugasmu dengan baik, engkau bukanlah makhluk ciptaan yang memenuhi syarat. Di mata orang lain, engkau mungkin adalah istri yang baik dan ibu yang penuh kasih, seorang ibu rumah tangga yang sangat baik, seorang anak yang berbakti, dan seorang anggota masyarakat yang terhormat, tetapi di hadapan Tuhan, engkau adalah orang yang memberontak terhadap-Nya, orang yang sama sekali belum memenuhi kewajiban atau tugasnya, orang yang menerima amanat Tuhan tetapi tidak menyelesaikannya, yang menyerah di tengah jalan. Dapatkah orang semacam ini mendapatkan perkenanan Tuhan? Orang semacam ini tidak berguna" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya dengan Mengenali Pandangannya yang Keliru Barulah Orang Dapat Benar-Benar Berubah"). Setelah membaca firman Tuhan, aku memahami bahwa aku hidup hari ini karena perlindungan Tuhan. Tuhan memberiku kehidupan dan selalu menyediakan kebutuhanku dan menjagaku, sampai hari ini. Sumber hidupku adalah Tuhan, bukan orang tuaku. Kenyataannya, semua yang telah dilakukan orang tuaku untukku adalah bentuk pemenuhan tanggung jawab dan kewajiban mereka sebagai orang tua. Tidak peduli apa yang telah dilakukan orang tuaku, aku harus menerima bahwa itu dari Tuhan. Aku harus sangat bersyukur kepada Tuhan, bukan kepada orang tuaku. Melihat bertahun-tahun ke belakang ini, aku menyadari bahwa aku telah hidup dengan ide dan nilai budaya tradisional, memperlakukan bakti dan pemenuhan tanggung jawab seorang anak sebagai prinsip panduan perilakuku, memandang ini sebagai hal yang lebih penting daripada yang lainnya. Aku bahkan mempertimbangkan untuk meninggalkan tugasku untuk kembali ke rumah dan merawat orang tuaku. Bukankah aku sedang memberontak terhadap Tuhan dalam hal ini? Sebaik apapun aku merawat orang tuaku, itu tidak akan menerapkan kebenaran, juga tidak berarti aku memiliki hati nurani atau kemanusiaan. Hanya dengan melaksanakan tugas-tugas makhluk ciptaan, barulah seseorang benar-benar memiliki kemanusiaan. Meskipun aku masih memikirkan orang tuaku dan kadang-kadang mengkhawatirkan mereka, dari firman Tuhan, aku mulai memahami bahwa jumlah penderitaku, dan jenis pengalaman yang dialami seseorang dalam hidup mereka semuanya ada di tangan Tuhan. Aku bersedia memercayakan segala sesuatu yang berkaitan dengan orang tuaku kepada Tuhan, tunduk pada kedaulatan dan pengaturan-Nya, dan melaksanakan tugasku dengan baik.

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Kurangi Ukuran Huruf
Tambah Ukuran Huruf
Masuk Layar Penuh
Keluar Layar Penuh