Pentingnya Sikap yang Benar dalam Tugas

20 Juli 2022

Oleh Saudari Ella, Filipina

Pada Oktober 2020, aku menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa pada akhir zaman. Aku dengan aktif menghadiri pertemuan dan bersekutu tentang pemahamanku akan firman Tuhan, dan dua bulan kemudian, aku menjadi pemimpin sebuah kelompok pertemuan. Aku ingat ketika pertama kali mengadakan pertemuan, aku merasa senang sekaligus gugup. Aku senang melakukan tugasku, tetapi gugup karena aku takut jika aku tidak menjadi tuan rumah yang baik, saudara-saudari akan memandang rendah diriku. Kupikir cara pemimpin gereja kami menjadi tuan rumah pertemuan sangatlah bagus, jadi jika kuikuti caranya, aku yakin aku bisa menjadi tuan rumah pertemuan dengan baik. Lalu, pemimpin gereja akan memujiku dan saudara-saudari akan menghormatiku. Jadi, aku menjadi tuan rumah pertemuan dengan meniru cara pemimpin gereja kami. Saat kuajukan pertanyaan kepada saudara-saudari, mereka berinteraksi denganku, dan saat aku bersekutu, mereka berkata "Amin" sebagai persetujuan. Setelah pertemuan, pemimpin gereja berkata bahwa aku telah menjadi tuan rumah yang baik. Aku merasa sangat senang dan bangga saat mendengar pujian dari pemimpin itu. Tak lama kemudian, aku terpilih menjadi diaken penyiraman. Aku sangat senang dan kupikir aku terpilih mungkin karena aku memiliki kualitas yang bagus, sehingga aku terpilih untuk posisi tersebut. Awalnya, aku tidak tahu cara melakukan pekerjaan itu, tetapi aku tak ingin saudara-saudari kecewa terhadapku. Jadi, di setiap pertemuan, aku berfokus untuk menemukan unsur-unsur penting yang dibahas dalam firman Tuhan. Dengan cara demikian, persekutuanku akan jelas dan mencakup poin-poin utama, dan saudara-saudari akan mengira bahwa aku memiliki pemahaman yang baik dan mengagumiku. Namun, setelah aku bersekutu, ketika mendengar persekutuan orang lain, kuperhatikan bahwa apa yang telah kusampaikan tidak sejelas itu. Aku sangat khawatir dan berpikir, "Tak seorang pun akan menganggap persekutuanku bagus, dan perhatian semua orang akan tertuju pada mereka yang bersekutu lebih baik dariku." Aku takut bahwa saudara-saudariku akan meremehkanku, jadi aku selalu berusaha untuk bersekutu dengan lebih baik. Namun, aku tak bisa cukup menenangkan diriku untuk merenungkan firman Tuhan. Makin aku ingin bersekutu dengan baik, makin buruk persekutuanku. Kupikir, "Apa yang akan saudara-saudari pikirkan tentangku? Akankah pemimpin gereja kecewa padaku? Mengapa persekutuanku tidak sejelas persekutuan orang lain? Mengapa mereka bisa bersekutu sebagus itu, sedangkan aku tidak?" Aku tidak mau mengakui kekalahan dan berpikir bahwa aku harus bekerja lebih keras untuk mengungguli orang lain.

Beberapa bulan kemudian, karena tuntutan pekerjaan gereja, aku diutus untuk memberitakan Injil. Begitu tiba di sana, kutanyakan siapa pemimpin kelompoknya dan siapa pemimpin gerejanya. Kupikir, asalkan aku berusaha sebaik mungkin, aku akan diterima pemimpin gereja dan kemungkinan dijadikan pemimpin kelompok. Dengan demikian, saudara-saudariku akan menghormatiku. Saat memberitakan Injil, aku sering berdoa kepada Tuhan dan mengandalkan Tuhan ketika ada hal-hal yang tidak kupahami atau tidak bisa kulakukan. Setelah beberapa waktu, aku mendapatkan beberapa hasil yang baik dalam melaksanakan tugasku, dan aku sangat senang. Namun, aku juga merasa bersalah karena aku tahu pola pikirku salah. Aku bekerja keras karena aku hanya ingin orang lain menghormatiku, bukan karena aku ingin melaksanakan tugasku dengan baik. Tuhan memeriksa pikiranku, dan Dia pasti membenci pengejaranku. Aku datang ke hadapan Tuhan dan berdoa; aku ingin memberontak terhadap niatku yang keliru. Setelah berdoa, aku merasa sedikit lebih baik. Namun, aku masih sering tanpa sadar berusaha membuat orang lain menghormatiku. Ketika kulihat orang lain mendapatkan hasil yang baik dalam melaksanakan tugas mereka, aku ingin mengungguli mereka. Aku tahu berpikir seperti itu salah, tetapi aku tak bisa mengendalikan diri. Aku tak bisa cukup menenangkan diri untuk melakukan tugasku. Keadaanku makin buruk, dan aku menjadi tidak efektif dalam melaksanakan tugasku. Jadi, aku berdoa kepada Tuhan, memohon agar Dia menolong dan menuntunku untuk mengenal diriku sendiri.

Suatu hari, aku melihat satu bagian dari firman Tuhan dalam video kesaksian pengalaman yang membuatku sedikit mengenal diriku sendiri. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Antikristus dengan enggan melaksanakan tugas mereka agar memperoleh berkat. Mereka juga bertanya apakah dengan melaksanakan tugas ini mereka akan dapat menampilkan diri mereka dan dihormati, dan apakah Yang di Atas atau Tuhan akan tahu jika mereka melaksanakan tugas ini. Semua ini adalah hal-hal yang mereka pikirkan ketika melaksanakan tugas. Hal pertama yang ingin mereka yakini adalah manfaat apa yang dapat mereka peroleh dengan melaksanakan suatu tugas dan apakah mereka dapat diberkati atau tidak. Inilah hal yang paling penting bagi mereka. Mereka tidak pernah merenungkan bagaimana menjadi orang yang memikirkan maksud-maksud Tuhan dan membalas kasih Tuhan, bagaimana memberitakan Injil dan bersaksi bagi Tuhan sehingga orang memperoleh keselamatan dari Tuhan dan memperoleh kebahagiaan, dan terlebih dari itu, mereka juga tidak pernah berusaha memahami kebenaran, atau berusaha untuk membereskan watak rusak mereka, dan hidup dalam keserupaan dengan manusia. Mereka tidak pernah mempertimbangkan hal-hal ini. Mereka hanya memikirkan apakah mereka dapat diberkati dan memperoleh manfaat atau tidak, bagaimana mendapatkan kedudukan yang kokoh dan stabil, bagaimana mendapatkan status, bagaimana membuat orang menghormati mereka, dan bagaimana menonjol diri dan menjadi yang terbaik di gereja dan di antara orang banyak. Mereka sama sekali tidak mau menjadi pengikut biasa. Mereka selalu ingin menjadi yang pertama di gereja, menjadi penentu keputusan, menjadi pemimpin, dan membuat semua orang mendengarkan mereka. Hanya dengan demikianlah mereka bisa dipuaskan. Engkau semua dapat melihat bahwa hati antikristus itu penuh dengan hal-hal ini. Apakah mereka benar-benar mengorbankan diri untuk Tuhan? Apakah mereka benar-benar melaksanakan tugas mereka sebagai makhluk ciptaan? (Tidak.) Lalu apa yang ingin mereka lakukan? (Memegang kekuasaan.) Benar. Mereka berkata, 'Bagiku, aku ingin mengalahkan orang lain di dunia sekuler. Aku harus menjadi yang pertama di kelompok mana pun. Aku tidak mau menjadi yang kedua, dan aku tidak akan pernah menjadi pembantu. Aku ingin menjadi pemimpin dan menjadi penentu keputusan di kelompok orang mana pun yang kuikuti. Jika aku tidak menjadi penentu keputusan, aku akan mencoba segala cara untuk meyakinkan engkau semua, membuatmu menghormatiku, dan membuatmu memilihku sebagai pemimpin. Begitu aku memiliki status, aku akan menjadi penentu keputusan, semua orang harus mendengarkanku. Engkau harus melakukan segala sesuatu dengan caraku, dan engkau harus berada di bawah kendaliku.' Tugas apa pun yang antikristus lakukan, mereka akan mencoba menempatkan diri mereka pada posisi yang tinggi, pada posisi yang unggul. Mereka tidak pernah merasa puas dengan posisi mereka sebagai pengikut biasa. Dan apa yang paling ingin mereka sukai? Berdiri di depan orang-orang untuk memberi perintah dan menyuruh orang pergi, membuat orang menuruti apa yang mereka katakan. Mereka tidak pernah berpikir tentang bagaimana melaksanakan tugas mereka dengan semestinya—terlebih dari itu, saat melaksanakan tugas, mereka tidak mencari prinsip-prinsip kebenaran agar dapat menerapkan kebenaran dan memuaskan Tuhan. Sebaliknya, mereka memeras otak mencari cara untuk menonjolkan diri, membuat para pemimpin menghormati mereka dan mempromosikan mereka, sehingga mereka sendiri dapat menjadi seorang pemimpin atau pekerja, serta dapat memimpin orang lain. Inilah yang mereka pikirkan dan harapkan sepanjang hari. Antikristus tidak mau dipimpin oleh orang lain, dan mereka juga tidak mau menjadi pengikut biasa, apalagi melaksanakan tugas mereka secara diam-diam. Apa pun tugas mereka, jika mereka tidak bisa menjadi yang terdepan atau pusat perhatian, jika mereka tidak bisa mengungguli orang lain, dan memimpin orang lain, mereka akan merasa melaksanakan tugas itu sangatlah membosankan, lalu menjadi negatif dan mulai bermalas-malasan. Tanpa orang lain memuji dan memuja mereka, tugas itu menjadi makin tidak menarik bagi mereka, dan bahkan hasrat mereka untuk melaksanakan tugas pun menjadi makin berkurang. Namun, jika mereka bisa menjadi yang terdepan dan pusat perhatian sementara melaksanakan tugas serta dapat menjadi penentu keputusan, mereka akan merasa dikuatkan, dan akan menderita kesulitan apa pun. Mereka selalu memiliki niat pribadi dalam pelaksanaan tugas mereka, dan mereka selalu ingin menonjolkan diri sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan mereka untuk mengungguli orang lain, dan memuaskan hasrat dan ambisi mereka" (Firman, Jilid 4, Menyingkapkan Antikristus, Bab Sembilan (Bagian Tujuh)). Setelah membaca firman Tuhan, aku segera teringat akan semua yang telah kulakukan. Aku merasa semua pemikiran dan tindakanku telah tersingkap seluruhnya. Firman Tuhan menyingkapkan bahwa antikristus tak pernah memikirkan tentang bagaimana mengejar kebenaran agar dapat melaksanakan tugas mereka dengan baik. Sebaliknya, mereka mengejar status yang tinggi dan ingin memimpin orang lain. Mereka tidak mengizinkan orang lain mengungguli mereka, dan mereka menempuh jalan yang menentang Tuhan. Aku kembali teringat bagaimana semua perilakuku sama seperti antikristus: begitu mulai melaksanakan tugasku, aku ingin orang lain menghormatiku. Aku meniru pemimpin gereja saat mengadakan pertemuan. Aku berusaha keras merenungkan firman Tuhan selama pertemuan, berharap bisa mempersekutukannya dengan jelas dan dengan cara yang tertata. Niatku bukanlah untuk memperoleh hasil yang baik di pertemuan, melainkan untuk menunjukkan kepada semua orang bahwa aku bersekutu dengan cara yang baik dan jelas. Itu untuk menerima pujian dari saudara-saudariku. Setelah pergi untuk memberitakan Injil, aku tidak berpikir tentang bagaimana agar aku bisa melaksanakan tugasku untuk memuaskan Tuhan. Sebaliknya, aku terlebih dahulu bertanya siapa pemimpin kelompoknya dan pemimpin gerejanya, berharap aku akan dipilih menjadi pemimpin kelompok dengan usahaku. Aku berusaha sebaik mungkin untuk pamer di depan saudara-saudariku dan membandingkan diriku dengan mereka. Saat melihat orang lain mencapai hasil yang baik dalam melaksanakan tugas mereka, aku iri, dan aku selalu ingin mengungguli mereka dan menjadi yang terbaik. Semua yang kulakukan adalah demi reputasi dan statusku, dan semua itu kulakukan dalam upayaku memuaskan keinginanku yang suka bersaing. Bagaimana mungkin Tuhan tidak membenci pengejaranku? Tugas adalah amanat dari Tuhan dan merupakan kewajiban dan tanggung jawab yang harus kita laksanakan, tetapi aku memperlakukannya seperti karierku sendiri. Aku menggunakan tugasku untuk mengejar status dan mencapai tujuanku agar orang-orang menghormatiku. Bagaimana mungkin menyimpan niat yang tidak benar ini dalam melaksanakan tugasku sesuai dengan maksud Tuhan? Aku membenci diriku karena sedemikian rusaknya. Aku tak ingin hidup seperti ini lagi. Aku ingin berubah secepat mungkin.

Beberapa hari kemudian, aku dipindahkan ke kelompok lain untuk memberitakan Injil. Ketika pertama kali aku memulainya, aku hanya ingin berfokus pada pekerjaan penginjilan dan melaksanakan tugasku dengan baik. Kulihat saudara-saudari di sana melaksanakan tugas mereka dengan sangat baik. Saat memberitakan Injil, mereka bersekutu tentang kebenaran tentang pekerjaan Tuhan dengan sangat jelas, dan banyak orang yang mendengar Injil mau mencari dan menyelidikinya. Ketika kupikir tentang bagaimana khotbahku sendiri tidak efektif dan persekutuanku tentang kebenaran tidak jelas, aku merasa diriku sangat mengecewakan. Pada saat itu, kecongkakanku berangsur-angsur lenyap. Aku tak berani menganggap diriku sedemikian tinggi lagi, dan aku tak ingin membuat orang lain menghormatiku. Awalnya, kupikir aku telah mencapai beberapa perubahan, tetapi saat kulihat saudara-saudariku dipuji karena melaksanakan tugas mereka dengan baik, aku tak mau ketinggalan. Ketika mengabarkan Injil, dengan kalut aku mengundang orang untuk mendengar khotbah, tetapi aku tidak berusaha mencari tahu apakah mereka sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan, apakah mereka memenuhi syarat untuk diinjili atau tidak. Akibatnya, aku mengundang beberapa pengikut yang bukan orang percaya untuk berkhotbah, dan tak lama kemudian, mereka meninggalkan kelompok pertemuan. Aku merasa sangat sedih, dan kupikir, "Mengapa bisa seperti ini? Aku melakukan tugas dengan dengan tidak efektif. Apa yang akan saudara-saudari pikirkan tentangku? Akankah mereka menganggapku lebih buruk dibandingkan mereka?" Selama berhari-hari itu, aku merasa sangat negatif, dan merasa ingin menangis selama pertemuan, tetapi aku selalu ingat satu bagian firman Tuhan, "Apakah tujuan dan niatmu dibuat dengan mempertimbangkan Aku dalam pikiranmu? Apakah semua kata-kata dan tindakanmu dikatakan dan dilakukan di hadirat-Ku? Aku memeriksa semua pikiran dan gagasanmu. Apakah engkau tidak merasa bersalah?" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 13"). Firman Tuhan mengingatkanku bahwa aku harus merenung lebih jauh dan menyelidiki apakah ada niat yang salah dalam melaksanakan tugasku. Melalui perenungan, aku sadar bahwa masalah lamaku telah kembali: aku ingin orang memperhatikan dan menghormatiku karena aku melaksanakan tugasku dengan baik. Ketika menyadari hal ini, aku sangat bingung. Mengapa hasratku akan status begitu kuat dan kerusakanku begitu dalam? Lebih parahnya lagi, aku begitu mati rasa tentang hal ini. Aku bahkan tidak menyadari keadaanku yang tidak pantas.

Suatu kali, saat aku membahas keadaanku dengan seorang saudari, dia mengirimiku satu bagian firman Tuhan. Akhirnya aku sedikit mengenal diriku sendiri setelah membacanya. Firman Tuhan katakan: "Ada orang-orang yang secara khusus mengidolakan Paulus. Mereka suka pergi ke luar dan berpidato dan melakukan pekerjaan, mereka suka menghadiri pertemuan dan berkhotbah, dan mereka suka orang-orang mendengarkan mereka, memuja mereka, dan mengerumuni mereka. Mereka suka memiliki tempat di hati orang lain, dan mereka menghargainya bila orang lain menghargai citra yang mereka tunjukkan. Mari kita menelaah natur mereka dari perilaku-perilaku ini. Seperti apakah natur mereka? Jika mereka benar-benar bersikap seperti ini, maka itu sudah cukup memperlihatkan bahwa mereka itu congkak dan sombong. Mereka tidak menyembah Tuhan sama sekali; mereka mencari status yang lebih tinggi dan ingin memiliki otoritas atas orang lain, menguasai mereka, dan memiliki tempat di hati mereka. Ini adalah gambaran klasik dari Iblis. Aspek yang menonjol dari natur mereka adalah kecongkakan dan kesombongan, ketidakrelaan untuk menyembah Tuhan, dan keinginan untuk dipuja orang lain. Perilaku semacam itu dapat memberimu pandangan yang sangat jelas akan natur mereka" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Cara Mengenal Natur Manusia"). Setelah membaca firman Tuhan, aku mulai merenungkan diriku. Tuhan berkata Paulus senang jika orang memujanya dan menjadikannya pusat perhatian, dia senang memiliki status di pikiran orang lain, dan bahwa dia menghargai ketika orang menghargai citra yang dia tampilkan. Aku juga ingin saudara-saudariku menghormatiku. Di pertemuan, aku ingin menyampaikan persekutuan dengan lebih baik daripada orang lain. Dalam melaksanakan tugasku, jika kulihat orang lain mencapai hasil yang lebih baik daripadaku, natur bersaingku muncul. Aku ingin melakukan yang lebih baik dari mereka dan mengungguli mereka. Semua yang kukatakan dan kulakukan penuh ambisi dan hasrat, dan watakku terlalu congkak. Niat dan perilakuku sama seperti niat dan perilaku Paulus. Natur Paulus sombong dan congkak. Dia tidak menyembah Tuhan, dia pamer dan bersaksi tentang dirinya di mana-mana, dia berusaha membuat orang lain menghormati dan memujanya, dan ingin mendapat tempat di pikiran orang-orang. Aku pun sama. Apa pun tugas yang kulaksanakan, aku melaksanakannya hanya untuk ketenaran dan status, bukan untuk memuaskan Tuhan. Dalam pengejaranku, aku menentang Tuhan dan akan dikutuk oleh-Nya. Hal ini karena mengejar status bukan sekadar dimaksudkan untuk memperoleh kedudukan atau jabatan; tetapi juga untuk mendapat tempat di pikiran orang, dan membuat orang lain memujamu. Sebagaimana Tuhan katakan: "Ini adalah gambaran klasik dari Iblis." Ini benar-benar sangat mengerikan! Agar mendapatkan kekaguman dari orang lain, aku mengejar keberhasilan instan dalam melaksanakan tugasku, dan memberitakan Injil tanpa prinsip, membiarkan beberapa pengikut yang bukan orang percaya masuk ke dalam kelompok pertemuan dan membuang waktu dan tenaga para pekerja penginjilan. Jika orang-orang ini kemudian masuk ke dalam gereja, mereka bisa mengacaukan pekerjaan gereja, situasinya akan jauh lebih buruk, dan mereka bisa mengganggu pekerjaan gereja. Natur permasalahan ini sangat serius! Jika aku tidak bertobat dan berubah, Tuhan pasti akan membenciku, jadi aku tak mau lagi mengejar status dan kekaguman dari orang lain.

Pada pertemuan berikutnya, aku mendengarkan persekutuan saudara-saudari dengan saksama dan kulihat semua orang tekun melaksanakan tugas mereka. Ada seorang saudari yang pengalamannya sangat mengharukan bagiku. Dia mempersekutukan bagaimana dia mengandalkan Tuhan untuk mengatasi kesulitan dalam melaksanakan tugasnya dan bagaimana dia memberitakan Injil. Setelah mendengarnya, kutanyakan pada diriku sendiri, "Apakah aku menganggap serius tugasku? Apakah aku menerapkan sesuai firman Tuhan? Semua orang memiliki pengalaman nyata dan kesaksian tentang menerapkan kebenaran di lingkungan berbeda. Mengapa aku tidak memilikinya? Mengapa niatku bukan untuk melaksanakan tugasku dengan baik?" Aku merasa sangat bersalah. Aku tidak melaksanakan tugasku dengan bertanggung jawab. Bukannya bekerja dengan baik, aku justru dengan sepenuh hati berusaha agar orang mengagumiku. Aku benar-benar tak layak diberikan tugas apa pun. Selama waktu itu, aku dengan serius merenungkan diriku, dan aku mengingat pengalaman Petrus. Petrus tidak pernah pamer atau mencari kekaguman orang lain. Dia berfokus mencari kebenaran dalam segala hal, merenungkan dan memahami kerusakannya sendiri, dan berusaha mengubah watak hidupnya. Dia berhasil menempuh jalan percaya kepada Tuhan. Aku juga ingin mengejar perubahan watak, jadi aku sering berdoa kepada Tuhan, memohon agar Dia menuntunku mengenal diriku sendiri. Setiap kali aku ingin mencoba agar orang mengagumiku ketika melaksanakan tugasku, aku dengan sadar memberontak terhadap niatku yang salah. Aku ingin melepaskan diri dari watak rusakku secepat mungkin dan melaksanakan tugasku dengan baik.

Suatu hari, aku membaca satu bagian firman Tuhan dan menemukan sebuah jalan penerapan. Firman Tuhan katakan: "Jika Tuhan menciptakanmu bodoh, maka ada makna dalam kebodohanmu; jika Dia menciptakanmu cerdas, maka ada makna dalam kecerdasanmu. Bakat apa pun yang Tuhan berikan kepadamu, apa pun kelebihanmu, setinggi apa pun IQ-mu, semuanya memiliki tujuan bagi Tuhan. Semua hal ini sudah Tuhan tentukan sejak semula. Peran yang kaumainkan dalam hidupmu dan tugas yang harus kaulaksanakan, telah sejak lama ditentukan oleh Tuhan. Ada orang yang melihat bahwa orang lain memiliki kelebihan yang tidak mereka miliki dan merasa tidak puas. Mereka ingin mengubah segala sesuatunya dengan belajar lebih banyak, melihat lebih banyak, dan menjadi lebih rajin. Namun, ada batas yang mampu dicapai oleh ketekunan mereka, dan mereka tak dapat melampaui orang-orang yang memiliki bakat dan keahlian. Sebanyak apa pun engkau berjuang, itu tidak ada gunanya. Tuhan telah menentukan akan menjadi apa dirimu, dan tidak ada yang bisa dilakukan siapa pun untuk mengubahnya. Apa pun yang kaukuasai, di situlah engkau harus berupaya. Tugas apa pun yang sesuai untukmu, engkau harus melaksanakannya. Jangan coba memaksakan dirimu terjun di bidang yang berada di luar keahlianmu dan jangan iri kepada orang lain. Setiap orang memiliki fungsinya masing-masing. Jangan menganggap dirimu mampu melakukan semuanya dengan baik, atau menganggap dirimu lebih sempurna atau lebih baik daripada yang lain, selalu ingin menggantikan orang lain dan memamerkan dirimu. Ini adalah watak yang rusak. Ada orang-orang yang berpikir bahwa mereka tidak dapat melakukan apa pun dengan baik, dan mereka tidak memiliki keterampilan sama sekali. Jika engkau menganggap dirimu seperti itu, engkau harus menjadi orang yang mendengarkan dan tunduk dengan sikap yang rendah hati. Lakukan apa yang bisa kaulakukan dan lakukanlah itu dengan baik, dengan segenap kekuatanmu. Itu sudah cukup. Tuhan akan dipuaskan" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Prinsip-Prinsip yang Seharusnya Menuntun Perilaku Orang"). Membaca firman Tuhan ini membuatku sangat terharu. Aku mengerti bahwa aku sangat kelelahan dan mengalami begitu banyak siksaan hanya karena aku tidak berusaha sekuat tenaga untuk melaksanakan tugasku. Sebaliknya, aku menggunakan tenagaku untuk mengejar reputasi dan status. Tuhan telah menentukan apakah kualitas seseorang itu tinggi atau rendah, apa pun bakat dan karunia yang mereka miliki, dan fungsi apa yang dapat mereka penuhi. Tuhan ingin kita melakukan yang terbaik dalam batas kemampuan kita sendiri. Dia tidak meminta kita untuk mencoba menonjol dan lebih unggul dari orang lain. Bahkan sebelum aku lahir, Tuhan telah mengatur semuanya untukku. Tuhan sudah menentukan kualitas, bakat, dan karunia apa yang akan kumiliki; tugas apa yang cocok untuk kulaksanakan; dan segala sesuatu yang lain. Aku haruslah tunduk kepada kedaulatan dan pengaturan Tuhan, menjaga posisiku, mengerahkan kemampuan dengan cara yang rendah hati, dan melaksanakan tugasku dengan baik. Setelah memikirkannya dengan saksama, aku sadar bahwa aku tak memiliki keterampilan khusus, jadi aku hanya harus mendengarkan firman Tuhan: "Engkau harus menjadi orang yang mendengarkan dan tunduk dengan sikap yang rendah hati. Lakukan apa yang bisa kaulakukan dan lakukanlah itu dengan baik, dengan segenap kekuatanmu. Itu sudah cukup. Tuhan akan dipuaskan." Aku bersedia melakukan penerapan sesuai firman Tuhan dan dengan tulus melaksanakan peranku.

Aku melihat seorang saudari yang melaksanakan tugasnya dengan sangat efektif. Aku merasa sangat iri dan sedikit cemburu. Kupikir, "Bagaimana dia bisa melakukannya?" Aku merasa dorongan untuk mengunggulinya lagi, tetapi aku sadar bahwa aku sedang menyingkapkan kerusakanku, jadi aku berdoa kepada Tuhan agar mampu memberontak terhadap diriku. Setelah berdoa, kurenungkan bahwa, "Kita semua memiliki fungsi yang berbeda, seperti mesin yang terdiri dari bagian-bagian berbeda dan setiap bagian memiliki fungsinya sendiri. Saudariku memiliki kelebihannya sendiri dan berhasil baik dalam melaksanakan tugasnya. Ini hal yang baik. Aku tak boleh membandingkan diriku dengannya; aku harus belajar darinya." Setelah itu, setiap kali saudariku mempersekutukan jalan yang ditempuhnya dan keberhasilan dalam melaksanakan tugasnya, aku mendengarkan dengan saksama dan mencatatnya. Aku juga memperhatikan pengalaman saudara-saudari lain dalam pekerjaan penginjilan mereka. Selama pertemuan, aku menenangkan diri dan merenungkan firman Tuhan, mempersekutukan apa yang kupahami dari firman-Nya, dan tidak lagi berusaha ingin dikagumi oleh orang lain. Ketika menerapkan seperti ini, hasratku akan status dan reputasi sedikit demi sedikit berkurang. Aku tidak merasa iri seperti sebelumnya, dan merasa jauh lebih tenang serta bebas.

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Bukan Lagi Seorang Tukang Pamer

Oleh Saudara Mo Wen, SpanyolAku ingat pada tahun 2018, aku memegang tugas penginjilan di gereja, dan kemudian diberi tanggung jawab atas...

Tinggalkan Balasan

Kurangi Ukuran Huruf
Tambah Ukuran Huruf
Masuk Layar Penuh
Keluar Layar Penuh