Menghadapi Pertentangan Orang Tuaku terhadap Imanku

16 Maret 2025

Tahun 2012, aku ditangkap polisi saat sedang menginjil. Polisi menginterogasiku dengan kasar, menanyakan siapa saja pemimpin gereja dan di mana saja pertemuan diadakan, dan ketika aku tidak menjawab, mereka memukuli dan menahanku untuk diinterogasi dalam waktu lama. Akhirnya, ketika menyadari bahwa mereka tidak bisa mendapatkan informasi yang mereka inginkan, mereka membiarkan orang tuaku membawaku pulang, dan mengancam mereka dengan berkata, "Kami akan melepaskan dia kali ini, tetapi kalian harus mengawasinya dengan ketat dan tidak membiarkannya percaya kepada Tuhan lagi. Jika dia melakukannya dan kami menangkapnya, dia akan dijebloskan ke penjara, dan kami akan memastikan kalian kehilangan segalanya dan keluarga kalian hancur!" Setelah itu, orang tuaku mulai menghalangi kepercayaanku kepada Tuhan. Mereka takut kalau aku membaca firman Tuhan, jadi mereka mengawasiku di mana pun, dan mereka bahkan tidur di kamarku pada malam hari, tidak memberiku kebebasan sedikit pun. Sanak saudaraku yang lain juga tidak memahamiku. Nenekku yang sudah lanjut usia datang ke rumah kami, menangis dan memohon agar aku tidak percaya kepada Tuhan lagi, takut kalau aku akan ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Kakekku juga, dengan ekspresi muram, menunjuk ke arahku dan berkata, "Mengapa kau percaya kepada Tuhan di usia yang begitu muda? Percaya kepada Tuhan telah membuatmu ditangkap dan mendapat catatan kriminal, tidak hanya mempermalukan kita, tetapi juga melibatkan seluruh keluarga kita! Kau harus melepaskan imanmu!" Melihat ekspresi marah kakekku, aku merasa sangat diperlakukan tidak adil. Aku membantah dalam pikiranku, "Percaya dan menyembah Tuhan adalah hal yang wajar dan menempuh jalan yang benar. Orang baik di semua negara percaya kepada Tuhan. Mengapa kalian tidak memahamiku? Seperti apa pun kalian menghalangi jalanku, aku tidak akan melepaskan kepercayaanku kepada Tuhan!"

Suatu malam, ibuku tiba-tiba masuk ke kamarku, berlutut di hadapanku, dan berkata sambil menangis, "Kumohon, jangan percaya kepada Tuhan lagi! Kau putri kami satu-satunya, kalau kau ditangkap lagi dan dihukum, polisi tidak hanya akan menyita uang kami, tetapi mereka juga akan menyiksamu. Jika sesuatu yang buruk terjadi padamu, keluarga ini akan hancur!" Aku sangat terkejut dengan hal ini dan bergegas membantu ibuku berdiri. Melihat ibuku begitu hancur hati membuatku menangis. Aku tidak tahu bagaimana harus menanggapinya. Ayahku telah bekerja jauh dari rumah sepanjang hidupku, dan ibukulah yang telah melewati kesulitan saat membesarkanku. Kini setelah aku dewasa, aku masih belum membalas budinya karena telah membesarkanku, tetapi di sini dia berlutut dan memohon padaku. Aku merasa telah bersikap tidak berbakti. Pemikiran ini membuatku merasa sedikit lemah, "Dengan ibuku berlutut dan memohon kepadaku, jika aku tidak mempertimbangkan perasaannya sama sekali, bukankah itu akan sangat menyakitinya?" Aku merasa sangat tertekan, jadi aku berdoa dalam hati, memohon kepada Tuhan agar aku tetap teguh. Setelah berdoa, aku teringat firman Tuhan: "Engkau harus memiliki keberanian-Ku di dalam dirimu, dan engkau harus memiliki prinsip-prinsip dalam hal menghadapi kerabat yang tidak percaya. Namun demi Aku, engkau juga tidak boleh tunduk pada kekuatan gelap apa pun. Andalkan hikmat-Ku untuk menempuh jalan yang sempurna; jangan sampai rencana Iblis menang. Kerahkan segala upayamu untuk menaruh hatimu di hadapan-Ku, dan Aku akan menghiburmu dan memberimu kedamaian dan kebahagiaan di hatimu. Jangan berusaha untuk bersikap dengan cara tertentu di depan orang lain; bukankah lebih berharga dan berbobot untuk memuaskan-Ku? Dengan memuaskan-Ku, bukankah engkau akan semakin dipenuhi dengan kedamaian dan kebahagiaan abadi?" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 10"). Firman Tuhan menjernihkan pikiranku. Secara sepintas, sepertinya ibuku berlutut dan memohon padaku, tetapi di balik ini semua ada rencana jahat Iblis. Iblis tidak ingin aku mengikut Tuhan dan diselamatkan serta memakai ibuku untuk mencobai dan menyerangku, berusaha membuatku mengkhianati Tuhan dan masuk neraka bersamanya. Aku tidak boleh jatuh ke dalam rencana jahat Iblis; aku harus tetap teguh dalam kesaksianku untuk mempermalukannya! Pemikiran ini membuatku merasa makin teguh. Dalam urusan sehari-hari, aku bisa mendengarkan ibuku, tetapi dalam urusan iman, aku tidak bisa. Aku bertekad untuk percaya kepada Tuhan!

Belakangan, melihat sikapku yang teguh dalam kepercayaan kepada Tuhan, orang tuaku memperketat pengawasan mereka terhadapku. Aku sering berdoa kepada Tuhan, memohon agar Dia membuka jalan bagiku. Kemudian, seorang saudari menawariku pekerjaan di tokonya, ini akan memberiku kesempatan untuk membaca firman Tuhan dan berkumpul dengan saudara-saudari, jadi aku dengan senang hati menerimanya. Namun, di luar dugaanku, ayahku mengikutiku secara diam-diam. Suatu hari, ketika aku sedang menghadiri sebuah pertemuan, tiba-tiba aku menerima telepon dari ayahku yang menanyakan keberadaanku. Aku menggunakan hikmat dan mengatakan kepadanya bahwa aku sedang bekerja, tetapi dia tidak memercayaiku dan bergegas ke toko. Untungnya, aku telah kembali ke toko sebelum dia, dan dia baru pergi setelah melihatku. Pada kesempatan lain, ketika aku akan menghadiri sebuah pertemuan, ketika mendekati kediaman sang tuan rumah, aku menoleh ke belakang dan melihat ayahku mengikutiku dari belakang, jadi aku idak berani menghadiri pertemuan itu dan harus pulang. Ayahku bukan hanya mengikuti dan mengawasiku ketika aku keluar rumah, melainkan juga terkadang masuk ke kamarku di rumah untuk memeriksa apakah aku sedang membaca firman Tuhan. Suatu malam, aku mengunci pintu kamarku dan diam-diam bersembunyi di dalam untuk membaca firman Tuhan, tiba-tiba aku mendengar suara ketukan "tok tok tok" di pintu, dan aku merasa sangat takut. Sebelum aku dapat menyembunyikan buku-buku firman Tuhan dan membuka pintu, ayahku memecahkan kaca balkon dan menerobos masuk. Dia menyambar botol dari meja rias dan terus memukuliku dengan botol itu, sambil memaki-makiku, "Sudah kubilang jangan percaya kepada Tuhan! Aku sama sekali tidak akan membiarkanmu mempertahankan iman ini!" Dia juga meneriakkan kata-kata hujatan terhadap Tuhan. Lalu ibuku juga memarahiku, "Jika kau tetap percaya kepada Tuhan, aku dan ayahmu tidak akan mengakuimu sebagai anak. Mari kita lihat bagaimana kau akan mengatasinya!" Aku benar-benar takut, takut ayahku akan menyakitiku dan mereka mungkin benar-benar mengusirku dari rumah, jadi aku berseru kepada Tuhan, "Tuhan, tingkat pertumbuhanku terlalu kecil untuk menghadapi situasi ini, Kumohon bimbing dan lindungilah aku, serta berikanlah aku iman dan kekuatan." Kemudian aku teringat firman Tuhan: "Engkau tidak perlu takut akan ini dan itu; sebanyak apa pun kesulitan dan bahaya yang mungkin engkau hadapi, engkau mampu tetap tenang di hadapan-Ku; tidak terhalang oleh rintangan apa pun sehingga kehendak-Ku dapat terlaksana. Ini adalah tugasmu .... Janganlah takut; dengan dukungan-Ku, siapa yang mampu menghalangi jalan ini?" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 10"). Benar, Tuhan adalah penopangku, segala hal dan kejadian berada di tangan-Nya, dan orang tuaku juga berada dalam kendali Tuhan. Tanpa seizin Tuhan, mereka tidak dapat melakukan apa pun terhadapku. Ketika orang tuaku menyadari bahwa apa pun yang mereka katakan, aku bertekad untuk tetap percaya kepada Tuhan, mereka menjadi sangat marah hingga mereka berbalik dan pergi dengan murka.

Setelah orang tuaku pergi, aku teringat bagaimana ayahku memukuliku, dan aku merasa sangat sedih. Sepanjang hidupku, ayahku tidak pernah memukulku, tetapi hanya karena aku percaya kepada Tuhan, orang tuaku, yang selalu mencintaiku, memperlakukanku sebagai musuh mereka. Ayahku pernah memukulku dengan botol, dan ibuku bahkan mengatakan bahwa dia tidak menginginkanku lagi. Jika mereka benar-benar mengusirku dari rumah, aku tidak akan punya rumah dan akan sendirian, lalu ke mana aku bisa pergi? Aku merasa sedikit lemah, dan berpikir tentang betapa sulitnya percaya kepada Tuhan di Tiongkok. Aku bertanya-tanya apakah aku harus percaya dalam hatiku saja dan tidak pergi ke pertemuan, sehingga seluruh keluarga dapat rukun kembali, dan mereka akan mencintaiku seperti sebelumnya. Namun, memikirkan tentang tidak menghadiri pertemuan membuatku sangat sedih, karena berkumpul dengan saudara-saudari dan membaca firman Tuhan telah membantuku memahami sejumlah kebenaran, dan memungkinkanku untuk mengetahui bahwa percaya kepada Tuhan berarti menempuh jalan yang benar dalam hidup dan bahwa segala sesuatu dalam hidup ini berasal dari Tuhan. Percaya kepada Tuhan memberiku damai sejahtera, sukacita, dan perasaan memiliki seseorang yang dapat diandalkan, dan itu membuatku sangat bahagia. Namun, rasanya sangat menyakitkan dan menyesakkan karena dianiaya oleh orang tuaku, jadi aku berdoa kepada Tuhan, memohon agar Dia membimbingku untuk memahami maksud-Nya, dan memberiku iman untuk melewati situasi ini. Kemudian, aku membaca firman Tuhan yang berkata: "Engkau harus menderita kesukaran demi kebenaran, engkau harus mengorbankan dirimu untuk kebenaran, engkau harus menanggung penghinaan demi kebenaran, dan untuk memperoleh lebih banyak kebenaran, engkau harus mengalami penderitaan yang lebih besar. Inilah yang harus engkau lakukan. Janganlah membuang kebenaran demi kenikmatan kehidupan keluarga yang harmonis, dan janganlah kehilangan martabat dan integritas seumur hidupmu demi kesenangan sesaat. Engkau harus mengejar segala yang indah dan baik, dan engkau harus mengejar jalan dalam hidup yang lebih bermakna. Jika engkau menjalani kehidupan yang vulgar dan tidak mengejar tujuan apa pun, bukankah engkau menyia-nyiakan hidupmu? Apa yang dapat engkau peroleh dari kehidupan semacam itu? Engkau harus meninggalkan seluruh kenikmatan daging demi satu kebenaran, dan jangan membuang seluruh kebenaran demi sedikit kenikmatan. Orang-orang seperti ini tidak memiliki integritas atau martabat; keberadaan mereka tidak ada artinya!" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pengalaman Petrus: Pengetahuannya tentang Hajaran dan Penghakiman"). Membaca firman Tuhan membuat hatiku menjadi cerah. Di Tiongkok, negara yang paling menentang Tuhan, penganiayaan karena percaya kepada Tuhan adalah hal yang tidak dapat dihindari. Untuk mengikuti Tuhan, orang harus memiliki iman dan kesediaan untuk menanggung kesukaran. Namun, setelah mengalami kesukaran karena orang tuaku sering memukul, memarahi, dan menganiayaku, hatiku menjadi gelisah, dan aku mengeluh bahwa percaya kepada Tuhan sungguh menyakitkan, dan aku bahkan mempertimbangkan untuk tidak lagi menghadiri pertemuan. Aku begitu lemah dan tidak punya pendirian! Percaya kepada Tuhan dan menyembah-Nya adalah hal yang wajar dan dapat dibenarkan, dan kurangnya pemahaman orang tuaku terhadapku dan penganiayaan mereka terhadapku semuanya disebabkan oleh Partai Komunis, yang menentang Tuhan, menangkap orang Kristen di mana-mana, menyebarkan rumor yang tidak berdasar, dan mengutuk Tuhan. Hal ini telah menyebabkan keluargaku yang tidak percaya menjadi tertipu olehnya, dan mengikuti mereka dalam menganiaya dan menghalangi imanku. Namun, aku secara keliru percaya bahwa penderitaan ini disebabkan oleh imanku kepada Tuhan. Aku sama sekali tidak mampu membedakan yang benar dan yang salah, serta telah buta dan bodoh! Aku teringat tentang bagaimana Tuhan telah berinkarnasi dan datang ke Tiongkok, negara yang paling menentang-Nya, menderita penangkapan dan penganiayaan dari rezim ateisnya serta penentangan dan kutukan dari dunia keagamaan, tetapi Tuhan selalu secara diam-diam mengungkapkan kebenaran dan menanggung segala macam penderitaan untuk menyelamatkan umat manusia. Namun, aku mengeluh tentang Tuhan hanya karena mengalami sedikit penderitaan, hanya ingin menjalani kehidupan yang nyaman dan mudah, tidak mau menderita atau menghadapi penganiayaan untuk memperoleh kebenaran dalam kepercayaanku kepada Tuhan. Aku benar-benar tidak berhati nurani. Aku juga teringat tentang bagaimana Tuhan telah berinkarnasi pada akhir zaman untuk mengungkapkan kebenaran dan menyelamatkan umat manusia. Ini adalah kesempatan sekali seumur hidup, dan itu akan menjadi satu-satunya kesempatan bagiku untuk memperoleh kebenaran dan diselamatkan oleh Tuhan. Jika aku meninggalkan imanku kepada Tuhan hanya untuk menikmati keharmonisan keluarga yang sementara dan kehilangan kesempatan untuk diselamatkan oleh Tuhan, itu akan menjadi penyesalan seumur hidup! Seberapa besarnya pun orang tuaku mencintaiku, mereka tidak mampu menyelamatkanku dari bencana. Hanya Tuhan-lah yang menjadi penopangku. Jika aku tidak percaya kepada Tuhan atau mengejar kebenaran, hanya menikmati kenyamanan dan keharmonisan keluarga serta menjalani kehidupan yang hampa, lalu apa gunanya itu? Pada akhirnya, aku hanya akan mengikuti jalan kebejatan dan kejahatan yang ditempuh orang-orang sekuler, makin dirusak oleh Iblis, dan akhirnya dihancurkan bersama Iblis. Memikirkan hal ini, aku merasa jauh lebih tenang dan bertekad bahwa seperti apa pun cara orang tuaku menganiaya atau menghalangiku, aku akan mengikuti Tuhan sampai akhir!

Keesokan harinya, ayahku datang ke kamarku lagi. Dia tidak sekasar hari sebelumnya dan berkata sambil mengerutkan dahi, "Ada beberapa hal yang tidak kuceritakan sebelumnya. Aku takut kau akan marah. Sejak kau ditangkap dan dibebaskan, beberapa penduduk desa mengatakan bahwa seorang penjahat muda telah muncul dari desa kita, aku dan ibumu bahkan tidak sanggup mengangkat kepala saat kami pergi keluar. Tidak mudah bagi kami untuk membesarkanmu, tetapi sekalipun kau tidak memikirkan kami, kau harus memikirkan dirimu sendiri! Jika kau ditangkap lagi karena imanmu, tamatlah riwayatmu!" Setelah mengatakan itu, dia pergi. Melihat ayahku pergi dengan ekspresi sedih membuatku juga merasa tertekan. Dahulu, semua orang memandangku sebagai anak yang penyayang dan pengertian, tetapi sekarang, setelah ditangkap polisi, orang-orang yang tidak mengerti fakta-fakta itu berpikir bahwa aku pasti telah melakukan sesuatu yang buruk di luar sana. Orang tuaku pasti telah menerima banyak tatapan dingin dan kata-kata kasar selama ini. Aku teringat tentang bagaimana orang tuaku membesarkanku tetapi aku tidak membuat mereka bangga, dan sebaliknya, aku hanya membuat mereka dicerca dan dipandang rendah. Aku merasa telah mengecewakan mereka. Kemudian, aku membaca satu bagian firman Tuhan: "Mungkin engkau semua ingat kata-kata ini: 'Sebab penderitaan ringan kami, yang hanya sementara, mengerjakan bagi kami kemuliaan yang lebih besar dan kekal.' Engkau semua pernah mendengar kata-kata itu sebelumnya, tetapi tak satu pun darimu yang memahami arti sebenarnya dari kata-kata tersebut. Hari ini, engkau sadar sepenuhnya akan makna penting sejatinya. Kata-kata ini akan dipenuhi oleh Tuhan pada akhir zaman, dan akan dipenuhi dalam diri orang-orang yang telah dianiaya secara brutal oleh si naga merah yang sangat besar di negeri tempatnya berbaring melingkar. Si naga merah yang sangat besar itu menganiaya Tuhan dan ia adalah musuh Tuhan, dan karenanya, di negeri ini, orang-orang menjadi sasaran penghinaan dan penganiayaan karena kepercayaan mereka kepada Tuhan, dan sebagai hasilnya, perkataan-perkataan ini terpenuhi dalam diri engkau semua, sekelompok orang ini" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Apakah Pekerjaan Tuhan Sesederhana yang Manusia Bayangkan?"). Dari firman Tuhan, aku memahami bahwa menempuh jalan yang benar dalam hidup ini dengan percaya kepada Tuhan tidaklah salah, tetapi karena Partai Komunis dengan gila-gilaan menentang Tuhan, menangkap, dan menganiaya orang-orang percaya, ini mengakibatkan orang-orang percaya di Tiongkok, negara ateis ini, menderita banyak penghinaan dan penganiayaan. Ini bukan karena percaya kepada Tuhan itu salah, tetapi itu karena Partai Komunis benar-benar jahat, menimbulkan kerugian dan penderitaan yang tak berkesudahan bagi orang-orang percaya dan keluarga mereka. Pelaku utama di balik semua penderitaan ini adalah Partai Komunis, dan aku tidak berutang apa pun kepada orang tuaku. Saat memikirkan hal ini, aku merasa sedikit kelegaan. Dengan merenungkan firman Tuhan, aku juga memahami bahwa meskipun kita direndahkan dan dianiaya karena percaya kepada Tuhan sekarang ini, penderitaan ini hanya sementara. Tuhan menggunakan penderitaan ini untuk menyempurnakan imanku, jadi penderitaan ini memiliki makna, dan aku harus mengandalkan Tuhan dan terus maju dengan teguh. Dengan mengingat hal ini, aku memperoleh iman dan tidak lagi merasakan sakit atau tekanan.

Pada musim panas tahun 2013, setelah aku baru saja pulang dari tugas, ibuku dengan cemas berkata, "Kantor polisi menelepon dan mengatakan mereka ingin bertemu denganmu." Aku benar-benar takut ketika mendengar ini, tidak tahu apa yang diinginkan polisi dariku, jadi aku berdoa dalam hati kepada Tuhan, memohon agar Dia memberiku hikmat, sehingga aku dapat mengetahui yang sebenarnya mengenai rencana jahat Iblis dan tetap teguh dalam kesaksianku. Di kantor polisi, polisi menanyakan beberapa hal tentang gereja, dan mereka juga memintaku menulis kata-kata hujatan terhadap Tuhan. Aku tahu bahwa menghujat Tuhan adalah dosa yang tak terampuni dalam kehidupan ini dan di dunia yang akan datang, dan bahwa menulis ini akan berarti mengkhianati Tuhan, jadi aku dengan tegas menolak untuk melakukannya. Saat melihatku menolak untuk menulis apa yang mereka minta, ayahku menjadi sangat marah hingga mukanya merah padam, dan berkata kepada polisi, "Jika dia tetap berpaut pada imannya, bawa saja dia pergi!" Aku hampir tidak percaya dengan apa yang kudengar. Tak kusangka ayahku akan bersekongkol dengan polisi untuk menekanku agar melepaskan imanku, bahkan mendesak polisi untuk menangkapku. Dia bukan lagi ayah yang kukenal! Kemudian, saat melihatku menolak untuk menulis, polisi mengizinkanku pulang dan menyuruhku menyerahkan surat pernyataan murtad dalam waktu tiga hari. Sepulangnya ke rumah, pemikiran tentang bagaimana ayahku ingin menyerahkanku kepada polisi membuat hatiku terasa sangat dingin. Aku teringat dua bagian firman Tuhan: "Jika seorang manusia menjadi gusar dan meledak kemarahannya ketika membahas tentang Tuhan, apakah orang tersebut sudah melihat Tuhan? Apakah dia mengenal siapa Tuhan? Dia tidak mengenal siapa Tuhan, tidak percaya kepada-Nya, dan Tuhan tidak pernah berbicara kepadanya. Tuhan tidak pernah mengganggu dirinya, jadi mengapa dia marah? Dapatkah kita katakan bahwa orang seperti ini jahat? Tren duniawi, makan, minum, berfoya-foya, dan mengejar-ngejar selebriti—tak satu pun dari hal-hal ini mengganggu orang semacam itu. Akan tetapi, begitu kata 'Tuhan' atau kebenaran firman Tuhan disebut-sebut, amarahnya langsung meledak. Bukankah ini merupakan natur yang jahat? Ini cukup membuktikan bahwa inilah natur jahat manusia" (Firman, Jilid 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik V"). "Tidak ada hubungan antara suami yang percaya dan istri yang tidak percaya, dan tidak ada hubungan antara anak yang percaya dan orang tua yang tidak percaya; mereka adalah dua jenis orang yang sama sekali bertentangan. Sebelum masuk ke tempat perhentian, orang memiliki kerabat jasmaniah, tetapi begitu masuk ke tempat perhentian, orang tidak lagi memiliki kerabat jasmaniah untuk dibicarakan" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tuhan dan Manusia akan Masuk ke Tempat Perhentian Bersama-sama"). Firman Tuhan menyingkapkan bahwa jika seseorang tidak mengenal Tuhan atau tidak pernah percaya kepada-Nya, tetapi ketika kata "Tuhan" disebutkan, mereka menjadi marah dan penuh kebencian, itu menunjukkan bahwa natur orang ini jahat dan mereka menentang Tuhan. Aku teringat bagaimana ayahku selalu memiliki sikap penuh kebencian terhadap imanku, dan setiap kali dia melihatku menghadiri pertemuan atau membaca firman Tuhan, dia akan menggertakkan giginya dengan penuh kebencian, matanya akan menyala-nyala dengan murka, dan dia bahkan akan menghujat Tuhan. Untuk menghalangi kepercayaanku, dia sering mengawasiku seolah-olah aku ini seorang penjahat, mengikuti dan mengawasiku, tidak memberiku kebebasan apa pun, dan ketika dia tahu aku sedang membaca firman Tuhan di kamarku, dia tampak menggila, memecahkan jendela untuk menerobos masuk dan memukulku. Untuk memaksaku mengkhianati Tuhan, dia bahkan secara aktif menyarankan agar polisi menangkapku, tanpa memedulikan apakah aku hidup atau mati, atau menunjukkan bentuk kasih sayang ayah-anak apa pun. Ini membuatku mengerti bahwa esensi naturnya adalah menentang dan membenci Tuhan. Tuhan berfirman bahwa orang-orang percaya dan yang tidak percaya adalah dua jenis orang yang berbeda, dan ini memang benar! Aku mengikuti Tuhan dan mengejar kebenaran, menempuh jalan yang benar dalam hidup, sementara orang tuaku tidak percaya kepada Tuhan dan mengikuti Partai Komunis untuk menganiayaku. Meskipun kami memiliki hubungan darah, kami tidak berada di jalan yang sama dan pada dasarnya tidak cocok. Dengan mengalami hal-hal ini, aku memperoleh sedikit pemahaman tentang esensi orang tuaku, dan mampu melepaskan sebagian keterikatan emosionalku kepada mereka. Kemudian, karena kantor polisi terus memaksaku menandatangani surat pernyataan murtad, aku meninggalkan rumah dan bersembunyi.

Kemudian sesuatu yang lain terjadi, yang membuatku melihat esensi orang tuaku dengan lebih jelas. Suatu malam, ketika aku melewati desa kami selagi melaksanakan tugas, aku kembali ke rumah untuk mengambil beberapa barang, dan saat melihatku kembali, orang tuaku mendesakku lagi untuk tidak lagi percaya kepada Tuhan. Ayahku berkata, "Kami membesarkanmu dengan harapan bahwa kau akan menopang saat kami tua nanti, tetapi sekarang setelah kau pergi ke pertemuan setiap hari, sepertinya kami tidak bisa mengandalkanmu." Awalnya, aku tidak menanggapi mereka, tetapi betapa terkejutnya aku, ayahku tiba-tiba mulai menampari wajahnya, memukuli dirinya sendiri sambil menuntut agar aku berhenti percaya kepada Tuhan, yang menyebabkan hidungnya berdarah. Aku tercengang. Tak pernah kusangka ayahku akan menggunakan cara-cara seperti itu untuk memaksaku melepaskan imanku kepada Tuhan. Ibuku juga menangis dan mendesakku. Aku merasa sangat tertekan dan tidak mampu membendung air mataku, pikirku, "Apakah ayahku akan menyebabkan dirinya terluka parah jika dia terus memukuli dirinya sendiri? Bagaimanapun juga, dia adalah ayahku, dan aku tidak bisa hanya melihat dia menyakiti dirinya sendiri, tetapi aku juga tidak bisa setuju untuk berhenti percaya kepada Tuhan. Apa yang harus kuperbuat?" Pada saat itu, aku teringat satu bagian firman Tuhan: "Setiap saat, umat-Ku harus berjaga-jaga terhadap rencana licik Iblis, menjaga gerbang rumah-Ku untuk-Ku; mereka harus mampu mendukung satu sama lain dan saling menyediakan satu sama lain, untuk menghindari jatuh ke dalam perangkap Iblis, di mana pada saat itulah penyesalan sudah terlambat" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Firman Tuhan kepada Seluruh Alam Semesta, Bab 3"). Firman Tuhan menolongku memahami bahwa tindakan ayahku yang menyakiti dirinya sendiri dimaksudkan untuk menghalangiku agar tidak percaya kepada Tuhan, yang merupakan rencana jahat Iblis. Jadi, aku tidak berkompromi dengan mereka. Saat melihatku tetap teguh, orang tuaku akhirnya berhenti berbicara.

Kemudian, aku membaca bagian lain firman Tuhan: "Mengapa anak-anak berbakti kepada orang tuanya? Mengapa orang tua menyayangi anak-anak mereka? Niat macam apa yang sebenarnya dimiliki orang? Bukankah niat mereka adalah untuk memuaskan rencana dan keinginan egois mereka sendiri? Apakah mereka benar-benar bermaksud untuk bertindak demi rencana pengelolaan Tuhan? Apakah mereka benar-benar bertindak demi pekerjaan Tuhan? Apakah niat mereka adalah untuk memenuhi tugas makhluk ciptaan?" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tuhan dan Manusia akan Masuk ke Tempat Perhentian Bersama-sama"). Dari firman Tuhan, aku memahami bahwa cinta orang tua kepada anak-anaknya didorong oleh keinginan egois mereka sendiri. Setelah aku ditangkap karena percaya kepada Tuhan, orang tuaku merasa bahwa aku telah mempermalukan mereka dan takut polisi akan membuat masalah bagi mereka. Jadi, mereka menggunakan berbagai cara untuk menghalangi kepercayaanku kepada Tuhan, bahkan sampai menyakiti diri mereka sendiri untuk memaksaku. Aku menyadari bahwa cinta mereka kepadaku tidak tulus. Kasih sayang orang tua tidak murni, dan itu demi kepentingan pribadi mereka. Jika aku mendengarkan mereka dan melepaskan kepercayaanku kepada Tuhan, bagaimana aku bisa diselamatkan? Mereka tidak mencintaiku; mereka menyakitiku! Aku tidak boleh lagi dibatasi oleh kasih sayang. Seperti apa pun cara orang tuaku mencoba menghalangi atau menganiayaku, aku bertekad mengikuti Tuhan sampai akhir.

Belakangan, ketika aku mengingat ayahku yang memukuli dirinya sendiri, aku masih merasa tidak enak dan lemah. Aku membaca firman Tuhan yang berkata: "Orang muda harus memiliki ketekunan untuk terus menjalani jalan kebenaran yang sekarang ini telah mereka pilih—untuk mewujudkan keinginan mereka mengorbankan seluruh hidup mereka bagi-Ku. Mereka tidak seharusnya tanpa kebenaran, juga tidak boleh menyembunyikan kemunafikan dan ketidakbenaran—mereka harus berdiri teguh dalam pendirian yang benar. Mereka tidak boleh mengikuti arus begitu saja, tetapi harus memiliki semangat berani berkorban dan berjuang demi keadilan dan kebenaran. Orang-orang muda harus memiliki keberanian untuk tidak menyerah pada penindasan kekuatan kegelapan dan untuk mengubah makna keberadaan mereka" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Firman bagi Orang-Orang Muda dan Orang-Orang Tua"). Dari firman Tuhan, aku menyadari bahwa sebagai makhluk ciptaan, aku harus percaya dan mengikuti Tuhan, serta melaksanakan tugasku. Dengan demikian, hidup memiliki nilai dan makna. Jika aku mencari kenyamanan sementara demi keharmonisan keluarga, dan kehilangan kesempatan untuk mengejar kebenaran dan diselamatkan oleh Tuhan, bukankah aku akan menjalani hidupku dengan sia-sia? Karena aku telah memilih untuk percaya kepada Tuhan, aku seharusnya tidak dibatasi oleh siapa pun atau apa pun, dan aku harus terus maju dengan teguh. Inilah tekad dan ketekunan yang seharusnya dimiliki oleh seorang anak muda. Aku teringat tentang Petrus, yang orang tuanya menghalangi kepercayaannya kepada Tuhan, tetapi Petrus memiliki rasa keadilan dan perbedaan yang jelas antara apa yang dia cintai dan apa yang dia benci. Dia tidak dibatasi oleh orang tuanya yang tidak percaya dan dengan teguh mengikuti Tuhan Yesus. Dalam mengikuti Tuhan, dia mengalami penghakiman, hajaran, ujian, dan pemurnian dari Tuhan, watak hidupnya berubah, dan pada akhirnya, dia disalibkan terbalik sebagai kesaksian bagi Tuhan. Kehidupan Petrus adalah yang paling bermakna. Meskipun aku jauh dari teladan Petrus, aku bersedia meneladaninya dalam hal tidak dibatasi oleh siapa pun atau apa pun, mengejar kebenaran, dan menjalani kehidupan yang bermakna. Setelah memahami maksud Tuhan, hatiku merasa sepenuhnya terbebas. Aku tidak lagi merasa tak enak karena sikap orang tuaku terhadapku, dan aku hanya ingin melaksanakan tugasku dengan baik untuk memuaskan Tuhan. Belakangan, ketika orang tuaku melihatku bertekad untuk percaya kepada Tuhan, dan bahwa mereka benar-benar tidak memiliki cara untuk menghalangiku, mereka berhenti mengusikku. Sekarang aku selalu berkumpul di gereja dan melaksanakan tugasku, dan hatiku benar-benar merasa tenang dan damai!

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Ujian Penyakit

Oleh Saudari Zhong Xin, Tiongkok Tuhan Yang Mahakuasa berkata: "Perbuatan-perbuatan-Ku lebih banyak daripada butiran pasir di pantai, dan...

Apa Penyebab Keadaan Negatif

Oleh Saudari Xin Che, Korea Aku telah menyirami petobat baru selama dua tahun terakhir. Suatu kali, pemimpin bahas pekerjaan dengan kami,...

Kurangi Ukuran Huruf
Tambah Ukuran Huruf
Masuk Layar Penuh
Keluar Layar Penuh