Jangan Biarkan Iri Hati Menguasaimu

02 September 2022

Oleh Saudari Li Fang, Tiongkok

Aku melayani sebagai pemimpin gereja pada musim panas 2017. Karena kebutuhan pekerjaan, pemimpin tingkat atas mengatur agar Saudari Yang Guang dan Saudari Cheng Xin bekerja bersamaku dalam bertanggung jawab atas pekerjaan gereja, dan aku diminta untuk membantu mereka. Setelah beberapa waktu, kulihat kedua saudari ini terbeban dalam tugas mereka dan maju pesat. Aku tak perlu mengkhawatirkan tentang beberapa hal—mereka berdua bisa mendiskusikan dan mengatasinya dengan baik. Awalnya aku merasa sangat senang, tetapi seiring waktu, rasanya mulai tidak menyenangkan. Kupikir dalam hatiku, "Aku adalah pemimpinnya, jadi jelas bahwa masalah gereja, besar atau kecil, seharusnya didiskusikan denganku terlebih dahulu. Namun sekarang, kedua saudari ini membuat pengaturan tanpa berkonsultasi denganku. Mereka tidak menghormatiku! Jika ini terus berlanjut, bukankah aku hanya akan menjadi pemimpin sekadar sebutan?"

Di sebuah pertemuan, diaken penyiraman menyebut nama Yang Guang dan Cheng Xin. Dia berkata, "Mereka sungguh terbeban dalam tugas mereka. Sebelumnya, kami selalu kekurangan penyiram, tetapi sejak mereka datang, mereka bukan saja segera mengadakan penyesuaian, pekerjaan penyiraman juga cukup efektif ...." Mendengar perkataannya, di luarnya aku bersyukur kepada Tuhan, tetapi dalam hatiku, aku tidak terlalu senang dan aku dapat merasakan wajahku memerah. Aku berpikir, "Sepertinya orang lain lebih memikirkan kedua saudari itu daripada memikirkanku. Aku sudah bertahun-tahun menjadi pemimpin, dan kedua saudari itu baru melayani selama beberapa hari. Apakah mereka lebih baik dariku?" Aku tidak mau terima dan aku tidak mendengarkan ucapan diaken penyiraman setelah itu. Usai pertemuan, aku berjalan pulang dengan lesu. Malam itu aku terbaring di ranjang, terjaga dan gelisah. Aku merasa sangat kesal setiap kali teringat ucapan diaken penyiraman itu. Aku telah menjadi pemimpin selama bertahun-tahun, tetapi aku bahkan bukan tandingan kedua saudari yang baru memulai pelatihan itu. Apa yang akan pemimpin tingkat atas pikirkan tentangku kalau dia tahu? Akankah dia berkata aku tidak cakap dan tidak layak menjadi pemimpin? Dahulu orang lain menghormatiku, akankah kini mereka menganggap kedua saudari itu lebih baik dariku? Akankah kelak mereka mendukung mereka berdua dan bukan aku? Aku merasa Yang Guang dan Cheng Xin telah membuatku tidak lagi menjadi pusat perhatian, dan aku dipenuhi rasa iri dan benci terhadap mereka. Imajinasiku terus berputar saat itu, aku takut kedudukanku terancam. Dalam hati aku menyemangati diri untuk bekerja dengan baik dan berupaya menyelesaikan semua pekerjaan kami dengan lebih baik untuk membuat orang lain melihat bahwa sebenarnya aku lebih baik daripada kedua saudari itu. Setelah itu, aku selalu bangun pagi dan bergadang setiap hari; aku berusaha mendahului mereka dalam semua pekerjaan penting dan segera menyelesaikan masalah apa pun yang muncul karena takut kedua saudari itu mendahuluiku. Terkadang, aku bahkan berharap mereka melakukan kesalahan dan mempermalukan diri mereka sendiri. Suatu hari, saat memeriksa buku-buku gereja, kami menemukan jumlah buku yang dikirim berbeda dengan jumlah buku yang diterima. Selama ini, kedua saudari itulah yang mengurus pendistribusian dan penerimaan buku, dan sementara mereka dengan cemas mencari-cari penyebabnya, aku bukan saja tidak membantu mereka, tetapi aku juga senang atas kemalangan mereka, pikirku, "Aku mengira kalian sangat cakap—sekarang apa yang akan kalian lakukan?" Dengan nada bicara yang menegur, aku berkata bahwa jika ada masalah dengan buku gereja, itu adalah masalah besar. Itu membuat mereka makin tertekan dan memengaruhi keadaan mereka. Diam-diam aku merasa senang, "Kita lihat saja apakah pemimpin tingkat atas masih menganggap kalian lebih baik dariku setelah kalian melakukan kesalahan besar seperti ini! Jika kalian terus berada dalam keadaan negatif ini, aku tak perlu khawatir kedudukanku akan terancam oleh kalian." Pada waktu itu, aku merasa agak bersalah dan sadar bahwa itu sudah keterlaluan, tetapi aku tidak lagi terlalu memikirkan masalah itu.

Beberapa waktu kemudian, Cheng Xin dipindahkan karena beberapa alasan, hanya tersisa aku dan Yang Guang yang bekerja bersama. Suatu hari dalam diskusi kerja, aku melihat pemimpin tingkat atas selalu meminta pendapat Yang Guang, sementara aku duduk di sebelahnya merasa diabaikan. Mau tak mau aku bertanya-tanya mungkinkah pemimpin itu berfokus membinanya karena dia lebih muda dan memiliki kualitas yang lebih baik. Aku merasa sangat kecewa. Sebelumnya, pemimpin itu selalu mendiskusikan segala sesuatu denganku, tetapi kini dia sangat menghargai Yang Guang. Bukankah itu memperlihatkan bahwa Yang Guang lebih baik dariku? Iri hatiku muncul kembali. Selama waktu itu, aku menegur Yang Guang setiap kali aku melihat ada yang salah dalam pekerjaannya dan terkadang aku dengan sengaja mengabaikannya. Aku bergegas memimpin setiap pertemuan dan menyelesaikan masalah orang lain, tidak memberinya kesempatan untuk bersekutu. Keadaannya makin memburuk dan dia tak lagi terbeban untuk pekerjaan gereja; dia tidak menangani beberapa tugas dengan segera dan ini menyebabkan pekerjaan gereja mengalami banyak kerugian. Pada waktu itu, aku merasa agak bersalah. Aku merasa akulah yang telah menyebabkan dia berada dalam keadaan negatif, tetapi aku tidak merenungkan diri. Setelah didisiplinkan oleh Tuhan, barulah aku memahami keadaanku sendiri.

Suatu hari, tiba-tiba aku merasa sakit dan menderita demam, kemudian mulai batuk-batuk. Kupikir penyakit asmaku kumat, tetapi beberapa waktu kemudian, batukku makin bertambah parah dan obat-obatan tak menolong. Meskipun aku mau, aku tak bisa bersekutu dalam pertemuan. Aku berobat ke dokter dan didiagnosa menderita bronkiektasis (kerusakan permanen pada saluran pernapasan) dan TBC parah. Dokter berkata bahwa itu adalah penyakit yang sangat mematikan dan dibutuhkan pengobatan lebih dari setahun untuk bisa membaik. Mendengar diagnosanya, aku hanya terduduk di sana dalam keadaan syok, rasanya sedih sekali. Aku pernah menderita TBC dan sulit sekali disembuhkan. Entah bagaimana bisa kambuh, dan mengapa kali ini keadaannya parah? Karena penyakit TBC itu menular, aku tak bisa bertemu dengan saudara-saudari. Artinya, aku tak bisa melaksanakan tugasku. Selama bertahun-tahun percaya kepada Tuhan, aku selalu melaksanakan sebuah tugas. Aku bahkan meninggalkan keluarga dan pekerjaanku demi mengorbankan diri. Apalagi pada waktu itu, pekerjaan gereja sedang sibuk-sibuknya dan aku yang memimpin semuanya. Mengapa aku mengidap penyakit yang mematikan ini? Apa maksud Tuhan? Makin kupikirkan, makin aku merasa sedih, dan sering sembunyi di bawah selimut untuk menangis. Satu kali, aku berdoa kepada Tuhan sambil berlinang air mata, "Tuhan! Aku sangat menderita. Aku tak tahu cara melewatinya. Kumohon berilah aku pencerahan untuk mengerti maksud-Mu agar aku bisa memetik pelajaran melalui penyakit ini."

Suatu hari, aku membaca firman Tuhan dalam perenunganku. Tuhan berfirman: "Biasanya, saat engkau mengidap penyakit serius atau penyakit aneh yang membuatmu sangat menderita, ini tidak terjadi secara kebetulan. Entah engkau berada dalam keadaan sakit atau sehat, ada maksud Tuhan dalam keadaan tersebut" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Dalam Kepercayaan kepada Tuhan, Memperoleh Kebenaran adalah Hal yang Terpenting"). Setelah merenungkannya, aku sadar bahwa bukan kebetulan Tuhan mengizinkanku menderita sakit, pasti ada maksud Tuhan di dalamnya. Aku harus memeriksa diriku dengan sungguh-sungguh. Aku terus berdoa dan mencari jawaban dari Tuhan. Dalam perenunganku, tiba-tiba aku sadar bahwa iri hatiku yang terus menerus terhadap Yang Guang selama periode waktu ini, dan pengejaranku akan reputasi dan keuntungan telah membuat dia merasa terkekang dan telah memengaruhi pekerjaan gereja. Ketika menyadari hal ini, aku merasa bersalah dan penuh penyesalan. Aku membaca bagian ini dalam firman Tuhan: "Manusia sungguh kejam! Kelicikan dan intrik, perampasan dan perebutan satu sama lain, persaingan demi ketenaran dan kekayaan, pembantaian satu sama lain—kapankah semuanya ini akan berakhir? Sekalipun Tuhan telah mengucapkan ratusan ribu kata, tak seorang pun yang tersadar. Manusia bertindak hanya demi kepentingan keluarga dan putra-putri mereka, demi karier, prospek masa depan, kedudukan, kesombongan, dan uang, demi makanan, pakaian, dan kedagingan mereka. Namun adakah seorang pun yang tindakannya benar-benar demi kepentingan Tuhan? Bahkan di antara mereka yang bertindak demi Tuhan, hanya sedikit yang mengenal Tuhan. Berapa banyak orang yang tidak bertindak demi kepentingan diri mereka sendiri? Berapa banyak yang tidak menindas atau mengucilkan sesamanya untuk melindungi kedudukan mereka sendiri?" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Orang Jahat Pasti akan Dihukum"). "Ada orang-orang yang selalu takut orang lain lebih baik daripada mereka atau mengungguli mereka, takut orang lain akan dikenali sedangkan mereka diabaikan, dan ini membuat mereka menyerang dan mengucilkan orang lain. Bukankah ini contoh perasaan iri terhadap orang-orang yang berbakat? Bukankah itu egois dan hina? Watak macam apa ini? Ini adalah watak yang kejam! Orang-orang yang hanya memikirkan kepentingan mereka sendiri, yang hanya memuaskan keinginan egois mereka sendiri, tanpa memikirkan orang lain atau tanpa memikirkan kepentingan rumah Tuhan memiliki watak yang buruk, dan Tuhan tidak mengasihi mereka" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Kebebasan dan Kemerdekaan Hanya Dapat Diperoleh dengan Menyingkirkan Watak yang Rusak"). Yang firman Tuhan singkapkan adalah persis keadaanku. Sejak aku melihat kedua saudari itu melaksanakan tugas mereka dengan terampil, maju pesat, dan menangani beberapa hal tanpa berkonsultasi denganku, aku menjadi tidak nyaman dan mengira mereka tidak menghormatiku. Ketika diaken penyiraman memuji mereka karena efektif dalam tugas mereka, Aku makin merasakan mereka adalah ancaman bagi kedudukanku dan ingin membuatku tidak lagi menjadi pusat perhatian. Untuk membuktikan aku lebih baik daripada mereka dan mengamankan kedudukanku, aku berusaha mendahului mereka untuk bersekutu dan menyelesaikan masalah orang lain dalam pertemuan dan sama sekali tidak memberi mereka kesempatan untuk bersekutu. Ketika jumlah buku gereja tidak sesuai, alih-alih menolong mereka mencari penyebabnya, aku menikmati kesengsaraan mereka dan mengomentarinya dengan sinis, yang menyebabkan mereka hidup dalam kenegatifan. Aku sangat kejam. Dengan pemikiran ini, aku merasa bersalah dan menyesal, dan berdoa sambil berlinang air mata, "Ya Tuhan! Karena kasih karunia-Mulah aku mampu mengawasi pekerjaan gereja, tetapi aku sangat memberontak. Aku bukan saja telah gagal melaksanakan tugasku dengan baik dan membalas kasih-Mu, tetapi selama ini aku juga telah merasa iri terhadap mereka yang memiliki kemampuan lebih banyak, dan mengejar ketenaran dan keuntungan pribadi. Perilakuku memuakkan dan menjijikkan bagi-Mu. Tuhan, aku mau bertobat dan berubah."

Setelah itu, aku membaca firman Tuhan in: "Ketika menghadapi masalah, ada orang-orang yang memang mencari jawaban dari orang lain, tetapi ketika orang lain berbicara sesuai dengan kebenaran, mereka tidak menerimanya, mereka tak mampu menaatinya, dan di dalam hatinya, mereka berpikir, 'Biasanya aku lebih baik daripada dirinya. Jika aku mendengarkan sarannya kali ini, bukankah sepertinya dia lebih unggul dariku? Tidak, aku tak boleh mendengarkannya mengenai masalah ini. Aku akan melakukannya dengan caraku sendiri.' Kemudian, mereka mencari-cari alasan dan dalih untuk menolak sudut pandang orang itu. Watak macam apa ketika orang melihat seseorang yang lebih baik daripada mereka, mereka berusaha menjatuhkan orang itu, menyebarkan kabar bohong tentang orang itu, atau menggunakan cara-cara tercela untuk merendahkan orang itu dan merusak reputasinya—bahkan menginjak-injaknya—demi melindungi posisi mereka sendiri di benak orang? Ini bukan sekadar kecongkakan dan kesombongan, ini adalah watak Iblis, ini adalah watak yang kejam. Bahwa orang ini mampu menyerang dan mengasingkan orang-orang yang lebih baik dan lebih kuat daripada mereka menunjukkan bahwa mereka berbahaya dan jahat. Dan bahwa mereka rela melakukan apa pun untuk menjatuhkan orang memperlihatkan bahwa ada banyak watak Iblis dalam diri mereka! Dengan hidup berdasarkan watak Iblis, mereka cenderung meremehkan orang, berusaha menipu mereka, mempersulit mereka. Bukankah ini perbuatan jahat? Dan dengan hidup seperti ini, mereka masih merasa mereka baik-baik saja, merasa mereka orang baik—tetapi ketika mereka melihat seseorang yang lebih baik daripada mereka, mereka cenderung mempersulit orang itu, menginjak-injaknya. Apa masalahnya di sini? Bukankah orang yang mampu melakukan perbuatan sejahat itu tidak bermoral dan bertindak semaunya? Orang-orang semacam itu hanya memikirkan kepentingan mereka sendiri, hanya memikirkan perasaan mereka sendiri, dan yang mereka inginkan hanyalah mencapai keinginan, ambisi, dan tujuan mereka sendiri. Mereka tidak peduli seberapa besar kerugian yang mereka timbulkan terhadap pekerjaan gereja, dan mereka lebih suka mengorbankan kepentingan rumah Tuhan demi melindungi status mereka di benak orang dan reputasi mereka sendiri. Bukankah orang-orang semacam ini congkak dan merasa diri benar, egois dan hina? Orang-orang semacam itu bukan hanya congkak dan merasa dirinya benar, mereka juga sangat egois dan hina. Mereka sama sekali tidak mempertimbangkan maksud-maksud Tuhan. Apakah orang-orang semacam itu memiliki hati yang takut akan Tuhan? Mereka sama sekali tidak memiliki hati yang takut akan Tuhan. Inilah sebabnya mereka bertindak sembrono dan melakukan apa pun yang mereka inginkan, tanpa rasa bersalah, tanpa rasa takut, tanpa kekhawatiran atau kecemasan, dan tanpa mempertimbangkan konsekuensinya. Inilah yang sering mereka lakukan, dan cara mereka selalu berperilaku. Apa natur dari perilaku seperti ini? Bahasa halusnya, orang-orang semacam itu amat sangat dengki dan memiliki hasrat yang sangat kuat untuk mengejar reputasi dan status pribadi; mereka sangat licik dan berbahaya. Bahasa kasarnya, esensi masalahnya adalah karena orang-orang semacam itu sama sekali tidak memiliki hati yang takut akan Tuhan. Mereka tidak takut kepada Tuhan, mereka menganggap diri merekalah yang terpenting, dan mereka menganggap setiap aspek dari diri mereka lebih tinggi daripada Tuhan dan lebih tinggi daripada kebenaran. Dalam hati mereka, Tuhan tidak layak disebutkan dan adalah yang paling tidak penting, dan Tuhan sama sekali tidak memiliki kedudukan dalam hati mereka. Dapatkah orang yang tidak memiliki tempat bagi Tuhan di dalam hatinya, dan yang tidak memiliki hati yang takut akan Tuhan, menerapkan kebenaran? Sama sekali tidak. Jadi, pada saat mereka biasanya menyibukkan diri ke sana kemari dengan gembira dan mengeluarkan banyak energi, apa yang sedang mereka lakukan? Orang-orang semacam itu bahkan mengeklaim telah meninggalkan segala sesuatu untuk mengorbankan diri bagi Tuhan dan telah sangat menderita, tetapi sebenarnya, motif, prinsip, dan tujuan semua tindakan mereka adalah demi status dan prestise mereka sendiri, demi melindungi semua kepentingan mereka. Menurutmu apakah orang seperti ini baik atau tidak baik? Orang macam apa yang telah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun, tetapi tidak memiliki hati yang takut akan Tuhan? Bukankah mereka congkak? Bukankah mereka Iblis? Dan siapa sajakah yang tidak memiliki hati yang takut akan Tuhan? Selain binatang buas, mereka adalah orang jahat dan antikristus, setan-setan dan orang-orang sejenis Iblis. Mereka sama sekali tidak menerima kebenaran; mereka sama sekali tidak memiliki hati yang takut akan Tuhan. Mereka mampu melakukan kejahatan apa pun; mereka adalah musuh Tuhan, dan musuh umat pilihan-Nya" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Lima Syarat yang Harus Kaupenuhi Agar Dapat Masuk ke Jalur yang Benar dalam Kepercayaanmu kepada Tuhan"). Rasanya seakan Tuhan ada di hadapanku, menghakimiku. Kupikir setelah bertahun-tahun menjadi pemimpin, aku seharusnya lebih unggul dan lebih baik daripada orang lain, jadi aku merasa iri dan menolak siapa pun yang lebih cakap dariku. Aku tahu kedua saudari itu memiliki kualitas, bahwa mereka terbeban dan efektif dalam tugas mereka—hal ini baik bagi pekerjaan gereja dan jalan masuk kehidupan saudara-saudari. Namun, aku tidak memikirkan semuanya itu—aku hanya memedulikan reputasi dan statusku. Diam-diam, aku memerangi mereka, mencari-cari kesalahan dan kekeliruan dalam pekerjaan mereka, untuk membuat mereka sedih dan mempermalukan mereka. Ini membuat mereka berada dalam keadaan buruk dan tak lagi terbeban dalam tugas mereka, yang juga merugikan pekerjaan gereja. Demi melindungi statusku, merasa iri terhadap mereka yang lebih berbakat dariku, aku mengekang kedua saudari itu, yang dapat melakukan pekerjaan nyata, sampai-sampai mereka menjadi negatif. Dengan melakukan itu, aku mengganggu pekerjaan gereja dan merugikan kepentingan gereja. Aku sama sekali tidak memiliki kemanusiaan. Yang kusingkapkan hanyalah watak Iblis. Iblis tidak suka melihat orang berhasil, dan dia sangat ingin agar mereka menjadi negatif, merosot dan mengkhianati Tuhan. Aku sedang bertindak sebagai antek Iblis. Sebagai pemimpin gereja, seharusnya aku memikirkan maksud Tuhan, membina orang-orang untuk gereja, sehingga saudara-saudariku dapat melaksanakan tugas mereka. Namun, aku bukan saja gagal membina orang berbakat, aku juga merasa iri terhadap mereka dan menindas mereka. Bagaimana itu bisa disebut melaksanakan tugasku? Aku hanya melakukan kejahatan dan menentang Tuhan!

Suatu hari, aku membuka diri kepada seorang saudari dan mempersekutukan keadaan iri hatiku. Dia mendengarkan, lalu memberikan contoh kepadaku tentang keirihatian Saul terhadap Daud. Dia berkata, "Waktu Saul melihat Tuhan memakai Daud untuk memenangkan peperangan dan semua orang Israel mendukung Daud, dia menjadi iri terhadap Daud dan terus berusaha membunuhnya. Pada akhirnya, Saulus dibenci dan ditolak oleh Tuhan dan dihukum." Mendengar perkataannya membuatku merinding. Aku teringat dengan semua perilakuku belakangan ini. Ketika kedua saudari itu memperoleh beberapa hasil dalam tugas mereka, aku menjadi iri terhadap mereka dan mengekang dan menindas mereka di setiap kesempatan. Aku bukan saja mempersulit mereka, aku juga membuat diriku menjadi musuh Tuhan. Bukankah aku sama seperti Saul? Memikirkan hal ini, aku merasa sedikit takut, dan aku menyadari bahwa ini adalah hajaran serta pendisiplinan Tuhan yang tepat waktu untuk menghentikanku dari jalanku yang jahat. Jika aku terus bertindak seperti itu, tak terbayangkan konsekuensinya. Kemudian, aku terus-menerus merenung: mengapa aku tak mampu menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang mengesampingkan orang lain, padahal aku tahu betul bahwa Tuhan tidak menyukai perasaan iri hati? Aku membaca satu bagian firman Tuhan yang berkata: "Salah satu ciri yang paling nyata dari esensi seorang antikristus adalah bahwa mereka memonopoli kekuasaan dan menjalankan kediktatoran mereka sendiri: Mereka tidak mendengarkan siapa pun, mereka tidak menghormati siapa pun, dan apa pun kelebihan orang, atau apa pun pandangan benar atau pendapat bijak yang orang-orang itu ungkapkan, atau apa pun cara-cara sesuai yang orang-orang itu kemukakan, mereka tidak mengindahkannya; seolah-olah tak seorang pun memenuhi syarat untuk bekerja sama dengan mereka, atau mengambil bagian dalam apa pun yang mereka lakukan. Ini adalah sejenis watak yang antikristus miliki. Ada orang-orang yang menganggapnya sebagai kemanusiaan yang buruk—tetapi bagaimana ini bisa dianggap kemanusiaan buruk yang lumrah? Ini sepenuhnya adalah watak Iblis, dan watak seperti itu sangat kejam. Mengapa Kukatakan bahwa watak mereka sangat kejam? Antikristus mengambil alih segala sesuatu dari rumah Tuhan dan semua milik gereja, dan memperlakukannya sebagai milik pribadi mereka, yang semuanya dikelola oleh mereka, dan mereka tidak mengizinkan orang lain pun ikut campur dengannya. Satu-satunya yang antikristus pikirkan ketika melaksanakan pekerjaan gereja adalah kepentingan mereka sendiri, status mereka sendiri dan martabat mereka sendiri. Mereka tidak mengizinkan siapa pun merugikan kepentingan mereka, apalagi membiarkan siapa pun yang berkualitas atau siapa pun yang mampu menyampaikan kesaksian pengalaman mereka yang mengancam reputasi dan status mereka. ... Ketika ada orang yang menonjol setelah melakukan sedikit pekerjaan, atau ketika ada orang yang mampu menyampaikan kesaksian pengalaman yang nyata, dan pilihan Tuhan mendapatkan manfaat, pendidikan, dan dukungan darinya, dan itu mendatangkan banyak pujian dari semua orang, maka iri hati dan benci pun tumbuh dalam hati antikristus, dan mereka berusaha untuk menyingkirkan dan menindas orang itu. Dalam keadaan apa pun, mereka tidak mengizinkan orang-orang seperti itu untuk melakukan pekerjaan apa pun, demi menghalangi orang-orang itu agar tidak mengancam status mereka. ... antikristus berpikir dalam hatinya, 'Tidak mungkin aku menerima hal ini. Kau ingin memiliki peran dalam wilayah kekuasaanku, bersaing denganku. Itu tidak mungkin; jangan pernah berpikir kau bisa melakukannya. Kau lebih berpendidikan daripadaku, kau lebih pandai bicara daripadaku, lebih populer daripadaku, dan kau mengejar kebenaran jauh lebih tekun daripadaku. Jika aku bekerja sama denganmu dan kau mencuri perhatian yang seharusnya kumiliki, lalu apa yang akan kulakukan?' Apakah mereka memikirkan kepentingan rumah Tuhan? Tidak. Apa yang sedang mereka pikirkan? Mereka hanya memikirkan bagaimana mempertahankan status mereka sendiri. Meskipun para antikristus ini tahu bahwa mereka sendiri tidak mampu melakukan pekerjaan nyata, mereka tidak membina atau mempromosikan orang-orang berkualitas baik yang mengejar kebenaran; mereka hanya mempromosikan orang-orang yang menyanjung mereka, orang-orang yang cenderung memuja orang lain, yang menerima dan mengagumi mereka di dalam hatinya, orang-orang yang licin dalam berbicara dan berurusan, yang tidak memahami kebenaran dan tidak memiliki kemampuan untuk membedakan" (Firman, Jilid 4, Menyingkapkan Antikristus, Bab Delapan (Bagian Satu)). Tuhan menyingkapkan bahwa antikristus tidak memikirkan pekerjaan gereja dan hanya ingin memonopoli kekuasaan. Mereka membuat gereja di bawah kendali mereka dan tak membiarkan siapa pun untuk melibatkan diri. Mereka mengucilkan dan menindas siapa pun yang mengancam status mereka, dan berusaha keras menutupi kekuatan dan kelebihan orang lain. Aku sedang bertindak sama seperti antikristus. Untuk memperkuat statusku, aku ingin memonopoli kekuasaan dan menjadi satu-satunya orang yang menjadi penentu keputusan di gereja. Aku menjunjung tinggi gagasan seperti, "Hanya boleh ada satu laki-laki alfa", dan "Di seluruh alam semesta ini, akulah yang berkuasa", dan tak kubiarkan siapa pun mengungguliku. Ketika dua saudari menangani beberapa hal dan tidak mendiskusikannya denganku, kupikir mereka tidak menganggapku serius; lagi pula, aku adalah seorang pemimpin, jadi masalah gereja harus dibicarakan denganku terlebih dahulu. Ketika muncul masalah dalam tugas mereka, aku mengkritik mereka dengan membesar-besarkan masalahnya dan dengan sengaja membiarkan mereka mempermalukan diri sendiri. Aku sendiri yang mengadakan pertemuan, tidak memberi kesempatan kepada para saudari ini untuk bersekutu. Dan aku bahkan mengatakan hal-hal yang meremehkan mereka di belakang mereka agar pengawas berpikir bahwa mereka tidak tertarik untuk bersekutu, selalu ada saat yang hening dan canggung dalam pertemuan, dan bahwa aku selalu menjadi tuan rumah, seolah-olah semua pujian adalah milikku sendiri. Watakku licik dan kejam, dan aku menempuh jalan antikristus. Pada saat itu, aku sadar bahwa tanpa hajaran dan pendisiplinan Tuhan, penghakiman dan penyingkapan firman-Nya, aku tak akan pernah bisa menyadari betapa parahnya natur dari tindakanku. Aku tidak hanya telah menindas dan merugikan saudari-saudari yang menjadi rekan kerjaku, tetapi aku juga melakukan pelanggaran dan perbuatan jahat. Selama waktu itu, aku merasakan celaan dan penyesalan yang luar biasa. Aku membenci diriku sendiri karena telah melakukan kejahatan, menyesal karena tidak melaksanakan tugasku dengan benar, dan merasa sangat berutang kepada Tuhan.

Setelah itu, aku membaca lebih banyak firman Tuhan: "Sebagai pemimpin gereja, engkau bukan saja harus belajar menggunakan kebenaran untuk menyelesaikan masalah, engkau juga harus belajar menemukan dan membina orang-orang berbakat, yang kepadanya engkau sama sekali tidak boleh merasa iri atau menekan. Menerapkan dengan cara ini bermanfaat bagi pekerjaan gereja. Jika engkau dapat membina beberapa orang yang mengejar kebenaran untuk bekerja sama denganmu dan melaksanakan semua pekerjaan dengan baik, dan pada akhirnya, engkau semua memiliki kesaksian pengalaman, maka engkau adalah pemimpin atau pekerja yang memenuhi syarat. Jika engkau mampu menangani segala sesuatu berdasarkan prinsip, berarti engkau sedang berkomitmen pada kesetiaanmu. ... Jika engkau benar-benar mampu memikirkan maksud-maksud Tuhan, engkau akan mampu memperlakukan orang lain dengan adil. Jika engkau merekomendasikan orang yang baik dan membiarkan mereka menjalani pelatihan dan melaksanakan suatu tugas, dengan demikian menambahkan seorang yang berbakat ke dalam rumah Tuhan, bukankah itu akan mempermudah pekerjaanmu? Bukankah itu berarti engkau akan menunjukkan kesetiaan dalam tugasmu? Itu adalah sebuah perbuatan baik di hadapan Tuhan; inilah hati nurani dan nalar yang minimal harus dimiliki oleh orang yang melayani sebagai pemimpin" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Kebebasan dan Kemerdekaan Hanya Dapat Diperoleh dengan Menyingkirkan Watak yang Rusak"). Dari firman Tuhan, aku mengerti bahwa pemimpin dan pekerja harus berfokus pada menemukan dan membina orang-orang berbakat. Menindas mereka dan iri terhadap mereka demi kepentingan diri sendiri menjijikkan Tuhan. Aku teringat dengan penyesalanku saat bekerja bersama dengan kedua saudari itu, dan bertekad. Siapa pun rekan kerjaku kelak, aku akan mengutamakan kepentingan gereja, aku akan segera merekomendasikan orang berbakat yang kutemukan, dan memenuhi tanggung jawabku. Beberapa waktu kemudian, aku menyingkapkan dan menganalisis kerusakanku kepada orang lain di sebuah pertemuan, dan saat bekerja bersama orang lain, aku selalu mengingatkan diriku untuk bekerja sama dengan mereka, belajar dari kelebihan mereka, dan tidak melakukan apa pun yang mengganggu pekerjaan gereja.

Setelah beberapa waktu berselang, keadaanku sedikit membaik, dan gereja mengatur agar aku mengerjakan produksi video. Tak lama setelah itu, gereja memintaku untuk memberikan pelatihan teknis kepada seorang saudari. Dia memiliki kualitas yang baik dan belajar dengan cepat. Kupikir, "Jika dia mempelajari semua teknik ini, akankah dia menggantikanku? Akankah pemimpin memandang rendah diriku jika dia melihat saudari ini lebih cepat belajar daripadaku?" Dengan pemikiran itu, aku tak mau sungguh-sungguh melatihnya. Kemudian aku sadar aku tidak berada dalam keadaan yang benar, jadi aku segera berdoa, memohon agar Tuhan menjaga hatiku. Aku teringat bagian firman Tuhan: "Engkau harus terlebih dahulu memikirkan kepentingan rumah Tuhan, memikirkan maksud-maksud Tuhan, dan memikirkan pekerjaan gereja. Menempatkan hal-hal ini sebagai yang pertama dan terutama; baru setelah itulah engkau dapat memikirkan tentang stabilitas statusmu atau tentang bagaimana orang lain memandangmu" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Kebebasan dan Kemerdekaan Hanya Dapat Diperoleh dengan Menyingkirkan Watak yang Rusak"). Firman Tuhan berfungsi sebagai pengingat yang tepat waktu bagiku dan aku memberontak terhadap pemikiranku yang salah dan berupaya sebaik mungkin untuk melatih saudari itu. Beberapa hari kemudian, dia mampu membuat video seorang diri. Ketika bekerja sama-sama, tugas kami menjadi sedikit lebih produktif. Setelah mengalami hal ini, aku sadar bahwa kerja sama yang harmonis membawa sukacita dan kedamaian di hati kita. Hanya dengan bekerja sama secara harmonis, barulah kita dapat memperoleh pencerahan dan bimbingan Roh Kudus dan memperoleh hasil yang baik dalam tugas kita. Perubahan di dalam diriku ini sepenuhnya adalah karena firman Tuhan. Syukur kepada Tuhan!

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Setelah Pengusiran Ayahku

Oleh Saudari Isabella, PrancisBeberapa tahun yang lalu, aku sedang melaksanakan tugasku jauh dari rumah saat tiba-tiba mendengar kabar...

Kurangi Ukuran Huruf
Tambah Ukuran Huruf
Masuk Layar Penuh
Keluar Layar Penuh