Jangan Biarkan Iri Hati Menguasaimu

02 September 2022

Oleh Saudari Li Fang, Tiongkok

Aku melayani sebagai pemimpin gereja di musim panas 2017. Menanggapi kebutuhan pekerjaan, pemimpin atasan mengatur agar Saudari Yang dan Saudari Wang bekerja denganku, dan aku diminta bantu mereka. Setelah beberapa saat, kulihat kedua saudari ini punya beban tugas dan maju pesat. Tak ada yang perlu kukhawatirkan—mereka berdua bisa diskusi dan mengatasinya. Awalnya aku senang sekali, tapi setelah beberapa saat, rasanya tidak menyenangkan. Aku pemimpin, jadi persoalan gereja, besar atau kecil, seharusnya didiskusikan denganku dulu. Tapi sekarang, mereka membuat pengaturan tanpa bicara denganku. Mereka tak lagi menganggapku serius! Jika diteruskan, aku hanya pemimpin sekadar nama.

Di sebuah pertemuan, seorang pengawas menyebut kedua saudari yang berkerja denganku. Katanya, "Mereka sungguh menanggung beban tugas. Sebelumnya kami selalu kekurangan penyiram, tapi sejak mereka datang, segera diadakan penyesuaian dan tim ini sangat efisien." Secara lisan aku bersyukur kepada Tuhan, tapi dalam hati, aku tidak terlalu senang. Kurasakan wajahku merah padam. Sepertinya, bagaimanapun juga, orang lain lebih memikirkan mereka daripada aku. Sudah bertahun-tahun aku jadi peminpin, tapi mereka baru beberapa hari. Apa mereka lebih baik dariku? Aku tak mau terima. Aku tak dengar ucapan pengawas setelah itu. Usai pertemuan aku pulang dengan langkah berat. Malam itu aku berbaring di ranjang, bolak-balik, tak bisa tidur. Aku kesal sekali setiap memikirkan ucapan pengawas. Bertahun-tahun jadi pemimpin, aku tetap bukan tandingan dua saudari yang baru mulai pelatihan itu. Apa yang pemimpin pikir tentang aku kalau dia tahu? Akankah dia berkata aku tak kompeten dan tak pantas jadi pemimpin? Orang lain biasanya menghormatiku, tapi kini semua berpikir dua saudari itu lebih baik. Akankah setelah ini mereka mendukung keduanya bukan aku? Aku merasa Saudari Yang dan Saudari Wang telah mencuri reputasiku, aku dipenuhi rasa iri dan dengki terhadap mereka. Otakku terus berputar saat itu, aku takut posisiku terancam. Diam-diam kusemangati diri bahwa aku harus bekerja dengan baik dan berupaya selesaikan semua proyek kami dengan baik agar semua melihat aku tak kalah dari mereka sama sekali. Setelah itu, aku bangun pagi dan tidur larut malam tiap hari. Aku memimpin setiap pekerjaan penting dan segera menyelesaikan masalah yang ada, karena takut kedua saudari itu memimpin. Bahkan kadang kuharap mereka berbuat salah dan kehilangan muka. Suatu hari saat memeriksa buku gereja, kami temukan jumlah yang dikirim dengan yang diterima berbeda. Mereka yang mengurus pembagian dan penerimaan buku. Melihat mereka cemas mencari-cari sebabnya, tak hanya tidak bantu mereka, tapi aku senang atas kemalangan mereka, pikirku, "Kupikir kalian hebat—sekarang apa yang akan kalian lakukan?" Aku menegur dengan keras, "Masalah buku gereja adalah perkara penting." Mereka sangat tertekan mendengarnya dan memengaruhi keadaan mereka. Diam-diam aku merasa senang, "Kita lihat akankah pemimpin berpikir mereka lebih baik setelah kesalahan besar ini! Kalau keadaan mereka tetap buruk, aku tak perlu khawatir jabatanku terancam." Waktu itu aku merasa agak bersalah dan sadar itu keterlaluan, tapi aku tidak merenungkannya.

Karena suatu sebab, tugas Saudari Wang kemudian diganti, tinggal aku dan Saudari Yang kerja bersama. Suatu hari dalam diskusi kerja, aku perhatikan pemimpin selalu meminta pendapat Saudari Yang aku merasa terhina. Aku tak ada pilihan lain tapi menduga bahwa pemimpin mungkin berpikir dia lebih muda dan lebih cakap, jadi ingin melatihnya. Hatiku hancur memikirkannya. Sebelumnnya pemimpin selalu berdiskusi denganku, tapi kini dia menghargai Saudari Yang. Bukankah itu berarti dia lebih baik dariku? Iri hatiku muncul kembali. Waktu itu, kuhardik dia tiap kali kulihat ada yang salah dalam pekerjaannya dan kadang kuabaikan dia. Di tiap pertemuan, kutegaskan bahwa aku yang memimpin agar bisa menyelesaikan masalah semua orang, tak kuberi dia kesempatan untuk bersekutu. Keadaannya makin memburuk dan dia tak lagi punya beban untuk pekerjaan gereja. Ada hal-hal yang tidak ditangani tepat waktu dan merugikan pekerjaan gereja. Waktu itu aku merasa agak bersalah. Aku merasa diriku yang menyebabkan keadaannya buruk, tapi aku tidak merenungkan diri. Aku tak mengerti keadaanku hingga pendisiplinan Tuhan turun atasku.

Suatu hari aku sakit dan badanku panas, kemudian batuk-batuk. Kupikir penyakit asmaku kambuh lagi, tapi seorang saudari mengingatkanku, "Belakangan kuperhatikan hanya kau yang bersekutu di pertemuan. Saudari Yang tak bisa angkat bicara. Kau harus merenungkan diri. Berbahaya jika diteruskan!" Tak hanya tidak terima, tapi aku berusaha keras menentangnya: "Kau tak tahu dia, dia tak pandai berkata-kata. Kadang hanya sunyi dalam pertemuan kalau aku tidak bersekutu." Dia tidak berkata-kata lagi. Kemudian, batukku tambah parah dan obat-obatan tak menolong. Betapa pun ingin, aku tak bisa bersekutu dalam pertemuan. Aku pergi periksa ke dokter. Kata dokter aku menderita bronkiektasis dan tuberkulosis parah, katanya itu penyakit serius, butuh pengobatan satu tahun baru bisa dikendalikan. Waktu mendengarnya aku cuma duduk dan kaget, rasanya sedih sekali. Aku pernah menderita tuberkulosis dan sulit sekali disembuhkan. Entah bagaimana bisa kambuh, dan keadaannya serius. Karena tuberkulosis menular, aku tak bisa menemui saudara-saudari. Artinya aku tak bisa jalankan tugas. Sudah bertahun-tahun aku bertugas dan percaya, bahkan meninggalkan keluarga dan pekerjaan demi mengorbankan diri. Apalagi waktu itu, pekerjaan sedang sibuk-sibuknya dan aku yang memimpin semuanya. Kenapa aku menderita penyakit serius ini? Apa kehendak Tuhan? Makin dipikirkan perasaanku makin sedih, aku terus sembunyi di balik selendang untuk menangis. Satu kali, aku berdoa kepada Tuhan, berlinang air mata, "Tuhan! Aku kesakitan. Aku tak tahu cara melewatinya. Kumohon beri pencerahan untuk mengerti kehendak-Mu agar aku bisa petik pelajaran melalui penyakit ini."

Suatu hari aku baca firman Tuhan dalam saat teduh. Tuhan berfirman: "Sering kali, ketika engkau diserang penyakit serius atau penyakit yang tidak biasa, dan penyakit itu menyebabkanmu sangat kesakitan, hal-hal ini tidak terjadi secara kebetulan; entah engkau sakit atau sehat, kehendak Tuhan ada di balik semua itu" ("Dalam Kepercayaan kepada Tuhan, Memperoleh Kebenaran adalah Hal yang Terpenting" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Setelah direnungkan, aku tersadar tidak sembarangan Tuhan mengizinkan aku sakit, tentu itu kehendak Tuhan. Aku harus dalam-dalam merenungkan diri. Aku terus berdoa dan mencari. Dalam perenunganku, tiba-tiba aku sadar bahwa iri hatiku terhadap Saudari Yang, hidup mengejar reputasi dan keuntungan terus-menerus membuat dia terkekang dan memengaruhi pekerjaan gereja. Aku merasa bersalah dan menyesal. Aku membaca ini dalam firman Tuhan: "Manusia sungguh kejam! Kelicikan dan intrik, perampasan dan perebutan satu sama lain, persaingan demi ketenaran dan kekayaan, pembantaian satu sama lain—kapankah semuanya ini akan berakhir? Sekalipun Tuhan telah mengucapkan ratusan ribu kata, tak seorang pun yang tersadar. Manusia bertindak hanya demi kepentingan keluarga dan putra-putri mereka, demi karier, prospek masa depan, kedudukan, kesombongan, dan uang, demi makanan, pakaian, dan kedagingan mereka. Namun adakah seorang pun yang tindakannya benar-benar demi kepentingan Tuhan? Bahkan di antara mereka yang bertindak demi Tuhan, hanya sedikit yang mengenal Tuhan. Berapa banyak orang yang tidak bertindak demi kepentingan diri mereka sendiri? Berapa banyak yang tidak menindas atau mengucilkan sesamanya untuk melindungi kedudukan mereka sendiri?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Orang Jahat Pasti akan Dihukum"). "Ada beberapa orang yang selalu takut bahwa orang lain lebih baik daripada mereka dan lebih tinggi daripada mereka, bahwa orang lain akan dihargai sedangkan mereka diabaikan. Ini mengakibatkan mereka menyerang dan mengecualikan orang lain. Bukankah ini contoh perasaan iri terhadap orang-orang yang lebih mampu daripada diri mereka sendiri? Bukankah perilaku semacam itu egois dan hina? Watak macam apa ini? Ini adalah watak yang jahat! Ini adalah watak yang hanya memikirkan kepentingannya sendiri, hanya memuaskan keinginannya sendiri, tidak menunjukkan perhatian terhadap orang lain atau kepentingan rumah Tuhan—orang-orang semacam ini memiliki watak yang buruk, dan Tuhan tidak mengasihi mereka" ("Serahkanlah Hatimu yang Sejati kepada Tuhan, maka Engkau Dapat Memperoleh Kebenaran" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Membaca firman Tuhan ini sungguh pedih rasanya. Dia menyingkap persis keadaanku. Karena lihat kedua saudari itu menjalankan tugas dengan terampil dan cepat belajar, dan menangani segalanya tanpa berdiskusi denganku, aku merasa tak nyaman dan mengira mereka tak menghiraukanku. Waktu pengawas memuji mereka karena efektif dalam bertugas, Aku kian merasa mereka ancaman bagi jabatanku dan ingin mencuri reputasiku. Untuk membuktikan aku lebih baik dari mereka dan mengamankan jabatanku, aku mencuri perhatian saat bersekutu dan menyelesaikan masalah orang-orang dalam pertemuan Dan tidak memberi mereka kesempatan berbagi persekutuan. Waktu ada yang tak jelas saat menghitung buku, bukan menolong mereka mencari sebabnya, aku nikmati kesusahan mereka dan menyindir sinis, Kubiarkan mereka tertekan dan hidup dalam situasi negatif. Aku jahat sekali. Memikirkannya, aku merasa bersalah dan menyesal, dan berlinangan air mata kepada Tuhan, "Tuhan, Kau mengangkatku mengerjakan sebuah tugas. Aku tak hanya gagal mengerjakannya dengan baik dan membalas kasih-Mu, tapi aku iri pada mereka yang punya kemampuan, mengejar reputasi dan keuntungan. Perbuatanku memuakkan, menjijikkan bagi-Mu. Tuhan, aku mau bertobat dan berubah." Aku membaca firman Tuhan ini. "Ketika dihadapkan dengan masalah, sebagian orang memang mencari jawaban dari orang lain, tetapi ketika orang lain berbicara sesuai dengan kebenaran, mereka tidak menerimanya, mereka tak mampu menaatinya, dan di dalam hatinya, mereka berpikir, 'Biasanya aku lebih baik daripada dirinya. Jika aku mendengarkan sarannya kali ini, bukankah sepertinya dia lebih unggul dariku? Tidak, aku tak boleh mendengarkannya mengenai masalah ini. Aku akan melakukannya dengan caraku sendiri.' Kemudian, mereka mencari-cari alasan dan dalih untuk menolak sudut pandang orang itu. Watak macam apa ketika orang melihat seseorang yang lebih baik daripada mereka, mereka berusaha menjatuhkan orang itu, menyebarkan kabar bohong tentang orang itu, atau menggunakan cara-cara tercela untuk merendahkan orang itu dan merusak reputasinya—bahkan menginjak-injaknya—demi melindungi posisi mereka sendiri di benak orang? Ini bukan sekadar kecongkakan dna kesombongan, ini adalah watak Iblis, ini adalah watak yang jahat. Bahwa orang ini mampu menyerang dan mengasingkan orang-orang yang lebih baik dan lebih kuat daripada mereka menunjukkan bahwa mereka berbahaya dan jahat. Dan bahwa mereka rela melakukan apa pun untuk menjatuhkan orang memperlihatkan bahwa ada banyak watak Iblis dalam diri mereka! Dengan hidup berdasarkan watak Iblis, mereka cenderung meremehkan orang, berusaha menipu mereka, mempersulit mereka. Bukankah ini perbuatan jahat? Dan dengan hidup seperti ini, mereka masih merasa mereka baik-baik saja, merasa mereka orang baik—tetapi ketika mereka melihat seseorang yang lebih kuat daripada mereka, mereka cenderung mempersulit orang itu, menginjak-injaknya. Apa masalahnya di sini? Bukankah orang yang mampu melakukan tindakan sejahat itu tidak bermoral dan keras kepala? Orang-orang semacam itu hanya memikirkan kepentingan mereka sendiri, hanya memikirkan perasaan mereka sendiri, yang mereka inginkan hanyalah mencapai keinginan, ambisi, dan tujuan mereka sendiri. Mereka tidak peduli seberapa besar kerugian yang mereka timbulkan terhadap pekerjaan gereja, dan mereka lebih suka mengorbankan kepentingan rumah Tuhan demi melindungi status mereka di benak orang dan reputasi mereka sendiri. Bukankah orang-orang semacam ini congkak dan merasa diri benar, egois dan keji? Orang-orang semacam itu bukan hanya congkak dan merasa dirinya benar, mereka juga sangat egois dan keji. Mereka sama sekali tidak memperhatikan kehendak Tuhan. Apakah orang-orang semacam itu memiliki rasa takut akan Tuhan? Mereka tidak memiliki rasa takut akan Tuhan sedikit pun. Inilah sebabnya mereka bertindak sembrono dan melakukan apa pun yang mereka inginkan, tanpa rasa bersalah, tanpa rasa takut, tanpa kekhawatiran atau kecemasan, dan tanpa mempertimbangkan konsekuensinya. Inilah yang seringkali mereka lakukan, dan cara mereka selalu berperilaku. Apa natur dari perilaku seperti ini? Bahasa halusnya, orang-orang semacam itu amat sangat dengki dan memiliki hasrat yang sangat kuat untuk mengejar ketenaran dan status pribadi; mereka sangat curang dan culas. Bahasa kasarnya, esensi masalahnya adalah bahwa di hati orang-orang semacam itu tidak ada sedikit pun rasa takut akan Tuhan. Mereka tidak takut akan Tuhan, mereka menganggap diri merekalah yang terpenting, dan mereka menganggap setiap aspek dari diri mereka lebih tinggi daripada Tuhan dan lebih tinggi daripada kebenaran. Dalam hati mereka, Tuhan tidak layak disebutkan dan paling tidak penting, dan Tuhan sama sekali tidak memiliki kedudukan dalam hati mereka. Dapatkah orang yang tidak memiliki tempat bagi Tuhan di dalam hatinya, dan yang tidak menghormati Tuhan, menerapkan kebenaran? Sama sekali tidak. Jadi, pada saat mereka biasanya menyibukkan diri ke sana kemari dengan gembira dan mengeluarkan banyak energi, apa yang sedang mereka lakukan? Orang-orang semacam itu bahkan mengeklaim telah meninggalkan segala sesuatu untuk mengorbankan diri bagi Tuhan dan telah sangat menderita, tetapi sebenarnya, motif, prinsip, dan tujuan semua tindakan mereka adalah demi status dan gengsi mereka sendiri, demi melindungi semua kepentingan mereka. Menurutmu apakah orang seperti ini baik atau tidak baik? Orang macam apa yang telah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun, tetapi tidak memiliki rasa takut akan Tuhan? Bukankah mereka congkak? Bukankah mereka Iblis? Dan siapa sajakah yang tidak memiliki rasa takut akan Tuhan? Selain binatang, mereka adalah orang jahat dan antikristus, orang-orang sejenis setan, dan Iblis. Mereka sama sekali tidak menerima kebenaran; mereka tidak memiliki rasa takut akan Tuhan. Mereka mampu melakukan kejahatan apa pun; mereka adalah musuh Tuhan, dan musuh umat pilihan-Nya" ("Lima Keadaan Manusia Sebelum Mereka Memasuki Jalur yang Benar dalam Kepercayaan Mereka kepada Tuhan" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Membaca firman Tuhan rasanya seakan Tuhan ada di hadapanku, menghakimi aku. Kupikir bertahun-tahun jadi pemimpin, seharusnya aku lebih baik, tingkatanku lebih tinggi, jadi aku iri dan menolak siapa pun yang lebih cakap dariku. Aku tahu kedua saudari itu punya kemampuan dan beban untuk tugas, dan berhasil. Hal itu baik untuk pekerjaan gereja dan jalan masuk kehidupan saudara-saudari. Tapi aku tidak memikirkannya—aku hanya pedulikan reputasi dan jabatanku. Diam-diam aku perangi mereka, kucari-cari kesalahan dan kekeliruan pekerjaan mereka, buat mereka sedih, kelihatan buruk, kutinggalkan mereka dalam keadaan buruk dan tak lagi memiliki beban tugas. Pekerjaan gereja juga dirugikan. Demi menjaga jabatan, aku iri pada mereka yang lebih berbakat dan membuat tertekan saudari-saudariku yang bisa kerja nyata. Hal itu mengganggu pekerjaan gereja dan membahayakan kepentingan rumah Tuhan. Aku tidak punya kemanusiaan dan memperlihatkan watak jahat. Iblis tak tahan melihat orang berhasil, dia ingin melihat mereka tertekan dan mengkhianati Tuhan. Aku bertindak sebagai antek Iblis, berbuat jahat dan menentang Tuhan. Sebagai pemimpin gereja, seharusnya aku memikirkan kehendak Tuhan dan membina orang yang berbakat untuk gereja. Tapi, tak hanya gagal membina orang berbakat, aku malah iri hati dan menekan mereka. Bagaimana itu bisa disebut menjalankan tugas? Aku hanya berbuat jahat dan menentang Tuhan! Aku sungguh benci diriku—aku merasa aku bukan manusia dan tak layak hidup.

Suatu hari, aku membuka diri kepada seorang saudari dan bersekutu tentang iri hatiku. Dia mendengarkan, lalu berbagi contoh iri hati Saul kepada Daud. Katanya, "Waktu Saul melihat Tuhan memakai Daud untuk memenangkan perang dan orang Israel mendukung dia, dia iri kepada Daud dan mengejarnya untuk membunuhnya. Akhirnya dia memancing murka Tuhan dan dihancurkan oleh Tuhan." Aku gemetar mendengarnya. Terpikir tingkah lakuku belakangan. Melihat kedua saudari itu membuahkan hasil dalam tugas, aku iri hati dan menahan mereka setiap saat. Itu bukan melawan manusia, melainkan melawan Tuhan. Bukankah persis seperti Saul? Sangat menakutkan melihatnya dengan cara itu, dan aku sadar bahwa pendisiplinan Tuhan tepat waktu yang menghentikan jalanku yang jahat. Jika terus seperti itu, tak terbayangkan konsekuensinya. Kemudian, aku berpikir terus-menerus. Kenapa, sudah tahu Tuhan tak suka iri hati, aku tak bisa menahan diri mengesampingkan orang lain? Aku membaca firman Tuhan. "Salah satu ciri yang paling jelas dari esensi seorang antikristus adalah bahwa mereka seperti raja lalim yang menjalankan kediktatoran mereka sendiri: mereka tidak mendengarkan siapa pun, mereka memandang rendah semua orang, dan apa pun kelebihan orang, atau apa pun yang mereka katakan dan lakukan, atau wawasan dan pendapat apa pun yang orang-orang itu miliki, mereka tidak peduli; seolah-olah tak seorang pun memenuhi syarat untuk bekerja dengan mereka, atau mengambil bagian dalam apa pun yang mereka lakukan. Itulah jenis watak antikristus. Ada orang yang berkata bahwa ini adalah kemanusiaan yang buruk—bagaimana ini bisa dikatakan hanyalah kemanusiaan buruk yang lumrah? Ini sepenuhnya adalah watak Iblis; watak semacam ini sangat ganas. Mengapa Kukatakan bahwa watak mereka sangat ganas? Para antikristus menganggap kepentingan rumah Tuhan dan gereja, sebagai kepentingan mereka sepenuhnya, sebagai milik pribadi yang harus mereka kelola sepenuhnya, tanpa campur tangan orang lain. Satu-satunya yang antikristus pikirkan ketika melakukan pekerjaan gereja adalah kepentingan diri mereka sendiri, status mereka sendiri dan citra mereka sendiri. Antikristus tidak mengizinkan siapa pun merugikan kepentingan mereka, apalagi membiarkan siapa pun yang memiliki kualitas dan mampu menyampaikan pengalaman dan kesaksiannya mengancam status dan gengsi mereka. ... Ketika ada orang yang menonjol setelah melakukan sedikit pekerjaan, atau ketika ada orang yang mampu menyampaikan pengalaman dan kesaksian nyata sehingga memberi manfaat, mendidik kerohanian, dan menyokong umat pilihan, dan membuat diri mereka sangat diterima oleh semua orang, rasa iri dan kebencian pun tumbuh di hati antikristus dan mereka akan berusaha mengasingkan dan melemahkan orang-orang itu. Selain itu, antikristus sama sekali tidak mengizinkan orang-orang semacam itu untuk melakukan pekerjaan apa pun, untuk menghalangi orang-orang itu agar tidak mengancam status mereka. ... Antikristus berpikir dalam hatinya, 'Tidak mungkin aku menoleransi hal ini. Engkau ingin memiliki peran dalam wilayah kekuasaanku, bersaing denganku. Itu tidak mungkin, jangan pernah berpikir kau bisa melakukannya. Kemampuanmu lebih besar daripada kemampuanku, kau lebih pandai bicara daripada diriku, lebih berpendidikan daripada diriku, dan lebih populer daripada diriku. Kauingin aku bekerja bersamamu? Apa yang akan kulakukan jika kau mencuri pujianku?' Apakah mereka sedang memikirkan kepentingan rumah Tuhan? Tidak. Apa yang sedang mereka pikirkan? Mereka hanya memikirkan bagaimana mempertahankan status mereka sendiri. Meskipun mereka tahu bahwa mereka tidak mampu melakukan pekerjaan nyata, mereka tidak membina atau mempromosikan orang-orang berkualitas baik yang mengejar kebenaran; yang mereka promosikan hanyalah orang-orang yang menyanjung mereka, orang-orang yang cenderung memuja orang lain, yang memuji dan mengagumi mereka di dalam hati, orang-orang yang pandai berbicara, yang tidak memahami kebenaran dan tidak memiliki kemampuan untuk membedakan" ("Mereka Akan Membuat Orang Lain Hanya Taat kepada Mereka, Bukan kepada Kebenaran atau Tuhan (Bagian Satu)" dalam "Menyingkapkan Antikristus"). Tuhan memperlihatkan antikristus tidak sedikit pun memikirkan pekerjaan rumah Tuhan dan menginginkan kekuasaan. Mereka menguasai gereja dan tak membiarkan siapa pun terlibat. Mereka menolak dan menindas siapa pun yang mengancam jabatan mereka, dan berusaha menutupi kekuatan dan kelebihan orang lain. Aku bertindak seperti antikristus. Untuk memperkuat jabatan, aku ingin memonopoli kekuasaan dan satu-satunya yang membuat keputusan di gereja, menjunjung tinggi, "Hanya boleh ada satu laki-laki alfa," dan "Di seluruh alam semesta ini, akulah yang berkuasa." Tak kubiarkan siapa pun lebih unggul. Kuanggap kedua saudari itu layaknya saingan, mencari kesempatan mencaci mereka, gembira atas kesalahan mereka. Watakku begitu jahat dan aku berada di jalan antikristus. Jika aku tidak bertobat dan berubah, bukankah aku akan berakhir seperti mereka? Saat itu aku melihat tanpa pendisiplinan Tuhan, penghakiman firman dan penyingkapan-Nya, aku tak akan melihat betapa serius tindakanku. Untuk sesaat, aku merasa sangat menyesal dan bersalah, dan sangat membenci diriku. Aku menyesal tak menghargai kesempatan mengerjakan tugas, dan berutang banyak kepada Tuhan.

Kubaca lebih banyak lagi firman Tuhan setelahnya. "Menjadi pemimpin gereja tidak hanya harus belajar menggunakan kebenaran untuk menyelesaikan masalah, tetapi juga menggunakan kebenaran untuk menemukan dan membina orang-orang berbakat, yang kepadanya engkau sama sekali tidak boleh merasa iri atau menekan. Menerapkan dengan cara ini bermanfaat bagi pekerjaan gereja. Jika engkau dapat membina beberapa orang yang mengejar kebenaran untuk bekerja sama dengan baik denganmu dalam semua pekerjaan yang kaulakukan, dan pada akhirnya, engkau semua memiliki kesaksian pengalaman, maka engkau akan menjadi pemimpin yang memenuhi syarat. Jika engkau semakin mampu untuk bertindak sesuai dengan prinsip dalam segala sesuatu, maka engkau akan sesuai yang diharapkan dengan kesetiaanmu. ... Jika engkau benar-benar mampu memikirkan kehendak Tuhan, engkau akan mampu memperlakukan orang lain dengan adil. Jika engkau merekomendasikan orang yang baik dan membiarkan mereka menjalani pelatihan dan melaksanakan suatu tugas, dengan demikian menambahkan seorang yang berbakat ke dalam rumah Tuhan, bukankah pekerjaanmu akan menjadi lebih mudah untuk dilakukan? Bukankah engkau akan sesuai yang diharapkan dengan kesetiaanmu dalam tugas ini? Ini adalah perbuatan baik di hadapan Tuhan; inilah hati nurani dan akal yang minimal harus dimiliki oleh orang yang menjadi pemimpin" ("Serahkanlah Hatimu yang Sejati kepada Tuhan, maka Engkau Dapat Memperoleh Kebenaran" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Dari firman Tuhan aku tahu, bahwa pemimpin dan pekerja harus fokus menemukan dan melatih orang-orang berbakat. Menekan dan iri kepada mereka demi kepentingan diri menjijikkan Tuhan. Mengingat penyesalanku dari kerja sama dengan kedua saudari itu, kuputuskan Siapa pun rekan kerjaku kelak, akan kuutamakan kepentingan rumah Tuhan dan segera merekomendasikan bakat yang kutemukan, memenuhi tanggung jawab atas amanat yang Tuhan berikan. Dalam pertemuan berikutnya, kuungkap dan kuperinci kerusakanku kepada yang lain, dan terus kuingatkan diri saat bekerja dengan orang lain untuk tidak mengganggu pekerjaan gereja. Setelah beberapa saat, kesehatanku pulih dan aku mulai mengerjakan produksi video di gereja.

Tak lama, gereja mengatur agar aku melatih seorang saudari. Dia punya kualitas dan cepat belajar. Kupikir, "Kalau dia jadi hebat, akankah dia mengambil tempatku? Akankah pemimpin meremehkanku kalau dia lihat aku lebih lambat belajar darinya?" Kalau memikirkannya, aku tak mau sungguh-sungguh melatihnya. Tapi kemudian aku sadar aku salah, maka segera aku berdoa, memohon Tuhan menjaga hatiku. Aku ingat Tuhan berfirman: "Engkau harus terlebih dahulu mempertimbangkan kepentingan rumah Tuhan, mempertimbangkan kehendak Tuhan, dan mempertimbangkan pekerjaan gereja, serta menempatkan pertimbangan ini sebagai yang pertama dan terutama; baru setelah itulah engkau dapat memikirkan tentang stabilitas kedudukanmu atau bagaimana orang lain memandangmu" ("Serahkanlah Hatimu yang Sejati kepada Tuhan, maka Engkau Dapat Memperoleh Kebenaran" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Kubuang pikiranku yang salah dan berusaha maksimal melatihnya, dan dia bisa kerjakan sendiri tugasnya beberapa hari kemudian. Dengan bekerja sama, efisiensi tugas kami sedikit meningkat. Aku alami sendiri bahwa kerja sama yang rukun membawa kebebasan dan kedamaian. Hal itu membawa berkat Tuhan. Perubahan pada diriku sepenuhnya adalah hasil pekerjaan Tuhan. Syukur kepada Tuhan!

Jika Tuhan telah membantu Anda, apakah Anda mau belajar firman Tuhan, mendekat kepada Tuhan dan terima berkat Tuhan?

Konten Terkait

Beban Adalah Berkat Tuhan

Oleh Saudari Yong Sui, Korea Dalam pemilihan di gereja belum lama ini, aku terpilih sebagai pemimpin. Aku terkejut saat mendengar ini dan...