Akibat Mengejar kekaguman dari Orang Lain

02 September 2022

Oleh Saudari shen Si, Tiongkok

Oktober lalu, aku pergi ke sebuah gereja untuk melaksanakan tugasku. Pemimpin gereja, Saudari Liang, memintaku memimpin beberapa kelompok pertemuan terlebih dahulu. Setelah setiap pertemuan, aku selalu membuka diri kepada Saudari Liang untuk menanyakan pertanyaan yang tidak kumengerti, dan Saudari Liang selalu dengan sabar bersekutu denganku. Selama waktu itu, aku merasa mendapatkan sesuatu yang baru setiap hari. Sekitar seminggu kemudian, atasan kami, Saudari Chen, datang untuk berkumpul bersama kami. Terkadang, kudengar Saudari Liang berkata aku masih muda, memiliki kualitas yang baik, dewasa dalam kemanusiaanku, dan terbeban dalam tugasku. Aku cukup terkejut. Aku tak menyangka penilaian Saudari Liang begitu baik tentang diriku. Kudengar Saudari Chen mengatakan beberapa kali bahwa dia ingin membinaku sebagai pemimpin gereja dan meminta Saudari Liang untuk membiasakanku dengan berbagai pekerjaan gereja. Pada waktu itu, di luarnya aku terlihat tenang, tapi di hatiku, aku sangat senang. Sepertinya aku orang yang berharga di gereja! Karena semua orang sangat mengagumiku, aku merasa kelak harus tampil baik, dan tak boleh membiarkan orang lain melihat kekuranganku. Jika tidak, tak seorang pun akan menghormatiku.

Segera, pada pertemuan berikutnya, ketika melihat Saudari Chen, tanpa sadar aku menjadi gugup. Aku takut jika tampil buruk di depannya, aku akan merusak citra baikku di matanya dan dia tak mau lagi membinaku. Kemudian, Saudari Chen tiba-tiba bertanya kepada kami apa yang telah kami peroleh selama kurun waktu ini. Kupikir, "Selama waktu ini, aku baru saja memulai pekerjaan gereja. Aku sangat sibuk setiap hari, dan tidak terlalu memperhatikan jalan masuk kehidupan, jadi aku tak punya apa pun untuk disampaikan. Namun, kalau boleh jujur, akankah Saudari Chen berkata aku tidak memperhatikan jalan masuk kehidupan dan bukan orang yang mengejar kebenaran? Lalu akankah dia tetap membinaku? Tidak, aku tak boleh membiarkan dia melihatku tak punya jalan masuk kehidupan." Jadi, aku memutar otak untuk mengingat pengalaman remeh yang kualami baru-baru ini yang kupahami, dan menyampaikannya kepada semua orang. Setelah persekutuanku, saat melihat Saudari Chen tak mengatakan apa pun tentang diriku, aku menghela napas lega.

Setelah itu, setiap kali Saudari Chen datang ke pertemuan, aku sangat berhati-hati, dan memikirkan segala sesuatu secara rinci sebelum berbicara. Jika merasa tak ada celah, aku mau mengatakannya. Aku juga menghindarkan diriku menyinggung masalah serius ketika berbicara tentang keadaanku, dan jarang berinisiatif mengungkapkan pandanganku sendiri ketika kami membahas masalah. Aku ingat pada suatu pertemuan, Saudari Chen bertanya tentang calon penerima Injil. Setelah rekan sekerjaku selesai berbicara, Saudari Chen menunjukkan penyimpangan dalam pemberitaan Injilnya, lalu bertanya kepada kami, "Apa yang akan kalian lakukan jika diminta untuk berkhotbah?" Aku tercengang, dan sangat gugup, "Mengapa Saudari Chen menanyakan pendapat kami? Apa dia ingin melihat apakah kami punya otak dan kualitas untuk menjadi pemimpin?" Aku berusaha mengingat materi penginjilan yang pernah kubaca sebelumnya, dan mencari cara yang tepat untuk menjawab. Pada waktu itu, aku punya beberapa ide, tapi tidak yakin itu benar, jadi aku diam saja. Aku mulai berpikir, "Jika ideku berhasil, semuanya aman, tapi jika tidak dan saudari lain memunculkan ide yang lebih baik, akankah pemimpin berpikir aku tak punya kualitas dan menganggap segala sesuatunya terlalu sederhana? Bukankah ini akan merusak citra baikku?" Saat memikirkan hal ini, tanpa sadar aku melirik ke arah dua rekan sekerjaku, dan kemudian pikiranku mulai berhitung, "Biar kudengar dahulu apa yang mereka katakan. Jika ide mereka lebih baik daripadaku, aku dapat memperluas pemikiran mereka. Jika ide mereka tidak begitu bagus, maka aku dapat menyampaikan apa yang kupikirkan. Dengan begitu, tak seorang pun akan melihat kekuranganku, dan itu takkan memengaruhi citra baikku di mata pemimpin." Jadi, aku menoleh ke satu sisi dan pura-pura berpikir sembari menunggu dua saudari itu menjawab. Setelah mereka selesai berbicara, aku menggabungkan pokok pemikiran mereka dengan pemikiranku dan menyampaikannya. Ketika melihat Saudari Chen memujiku, aku sangat senang. Rasanya seperti bunga bermekaran di hatiku. Aku merasa citraku di mata Saudari Chen pasti telah meningkat. Namun kemudian, saat aku tenang dan ingat bagaimana aku selalu berhati-hati dalam pertemuan, aku merasakan sedikit teguran di hatiku, "Mengapa pemikiranku selalu rumit saat berkumpul dengan pemimpin? Mungkin aku harus membuka diri tentang keadaanku dengan Saudari Chen?" jika aku membuka diri tentang keadaan dan kesulitanku sekarang, akankah Saudari Chen berkata aku curang dan terlalu banyak menyembunyikan? Maukah dia tetap terus membinaku? Setelah bergumul dengan diriku sendiri sejenak, aku tak jadi bicara.

Selama masa itu, aku selalu berusaha sebaik mungkin mengemas diriku sendiri, karena kupikir orang yang sedang dibina seharusnya tidak memiliki kekurangan apa pun. Terkadang aku menghadapi kesulitan yang tidak tahu bagaimana menyelesaikannya, dan aku ingin membuka diri dan mencari bersama Saudari Liang, tapi berkali-kali aku ragu, "Evaluasi Saudari Liang tentang diriku selalu baik. Jika aku membuka diri dan mencari, akankah dia berpikir tingkat pertumbuhanku terlalu rendah untuk menangani pekerjaan pemimpin?" Dengan pemikiran ini, aku tak mau berbicara, tapi di luarnya, aku masih berpura-pura sangat proaktif dalam tugasku, seolah tak memiliki kesulitan atau kelemahan. Secara berangsur, selama pertemuan, aku makin jarang membuka diri tentang keadaan dan kesulitanku yang sebenarnya. Setiap kali kudengar saudara-saudariku berkata aku subjek pembinaan, aku mengemas diriku dengan penyamaran dan sangat berhati-hati. Meskipun saudara-saudari di sekitarku mengagumiku, dan mendapat pujian ke mana pun aku pergi, aku merasakan kepahitan yang tak terlukiskan. Aku sering merasa hidup dengan topeng. Aku harus berpikir lama sebelum berbicara. Rasanya seperti ada beban di hatiku, hubunganku dengan Tuhan makin jauh, Aku tak memberikan terang pada pertemuan, dan keadaanku makin buruk. Rasanya aku sedang berjalan ke arah jalan buntu. Pada waktu itu, aku hanya bisa berdoa kepada Tuhan dan memohon Dia membantuku membalikkan keadaan ini.

Setelah itu, aku membaca dalam firman Tuhan, "Beberapa orang ketika berinteraksi atau bergaul dengan saudara-saudari, merasa takut mereka akan tahu bahwa ada masalah di dalam diri mereka, dan saudara-saudari akan berkata tingkat pertumbuhan mereka rendah atau memandang rendah mereka. Ketika berbicara, mereka selalu berusaha memberikan kesan bahwa mereka bersemangat, bahwa mereka merindukan Tuhan, dan bahwa mereka ingin melakukan kebenaran, tetapi sebenarnya, dalam hatinya, mereka cukup lemah dan sangat negatif. Mereka berpura-pura kuat sehingga tak seorang pun dapat mengetahui yang sebenarnya mengenai diri mereka. Ini juga penipuan. Singkatnya, dalam apa pun yang kaulakukan, baik dalam hidupmu maupun dalam pelaksanaan tugasmu, jika engkau terlibat dalam kepalsuan dan kepura-puraan dan menipu atau melakukan tipu muslihat terhadap orang lain dengan kepalsuan, sehingga mereka menghargai dan memujamu, atau tidak memandang rendah dirimu, itu artinya semua yang kaulakukan adalah penipuan" ("Pengamalan Paling Mendasar untuk Menjadi Orang Jujur" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Firman Tuhan menyingkapkan dengan jelas bahwa jika, untuk mendapatkan kekaguman dari orang-orang di sekitarmu, kau tak pernah menceritakan kesulitan atau keadaan buruk yang kaualami, dan kau selalu menipu orang lain dengan terlihat kuat, dan tak pernah membiarkan orang lain melihat keadaanmu yang sebenarnya, ini adalah kecurangan. Aku mengingat kembali perilakuku dan menyadari inilah yang sebenarnya kulakukan selama waktu itu. Sejak kudengar pemimpin berkata dia ingin membinaku, aku mulai peduli dengan citraku di benak pemimpinku. Ketika pemimpinku menanyakan keadaanku, dan aku jelas tak punya jalan masuk kehidupan selama waktu itu, aku khawatir jika berterus terang, itu akan merusak citra baikku di mata pemimpin, jadi aku memeras otak mencari beberapa pengalaman remeh dan menghindarkan diri mendiskusikan masalahku yang serius untuk menutupi yang sebenarnya. Ketika pemimpin bertanya kepada kami tentang ide-ide kami untuk memberitakan Injil, aku takut salah, dan pemimpin pasti tak mau membinaku jika dia melihat kualitasku yang sebenarnya, jadi aku dengan sengaja pura-pura berpikir dan menunggu kedua rekan sekerjaku berbicara terlebih dahulu agar aku dapat memperluas pemikiran mereka. Aku menyamarkan diriku lebih dalam, tak berani membuka diri tentang keadaan negatifku, dan selalu berpura-pura dalam keadaan positif. Aku menjalani kehidupan yang palsu. Bukankah ini hanya menipu orang secara munafik? Setelah menyadari hal ini, aku berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan, aku tak mau terus hidup dalam keadaan ini. Komohon tolonglah aku untuk membuka diri tentang keadaanku dan menjadi orang yang jujur."

Keesokan harinya, Saudari Chen datang untuk berkumpul bersama kami, dan aku membuka diri tentang keadaanku. Kemudian kami membaca satu bagian firman Tuhan bersama-sama. Tuhan berfirman: "Jika engkau ingin mencari kebenaran, jika engkau ingin menghasilkan perubahan yang sangat besar dalam berbagai aspek, seperti motivasi, keadaan, atau suasana hatimu yang salah, maka sebelum apa pun juga, engkau harus belajar untuk bersikap terbuka dan bersekutu. ... Membuka diri dan menyingkapkan diri sendiri—inilah sikap yang pertama-tama harus orang miliki di hadapan Tuhan, dan sikap ini sangat penting. Jangan memendam segala sesuatu dengan berkata, 'Ini adalah motivasiku, ini adalah kesulitanku, aku mengalami keadaan yang buruk, aku bersikap negatif, tetapi aku tetap tidak akan memberi tahu siapa pun, aku akan merahasiakan saja semua ini.' Jika engkau tidak pernah membuka diri tentang keadaanmu ketika engkau berdoa, akan menjadi sulit untuk menerima pencerahan Roh Kudus, dan lama-kelamaan engkau tidak akan mau lagi berdoa, engkau tidak akan mau lagi makan dan minum firman Tuhan, keadaanmu akan semakin merosot, dan membalikkan keadaan akan menjadi sulit. Jadi, apa pun keadaanmu, apakah engkau dalam keadaan negatif atau tidak, dalam kesulitan atau tidak, apa pun motivasi atau rencana pribadimu sendiri, apa pun yang telah kauketahui atau sadari setelah memeriksa dirimu, engkau harus belajar untuk membuka diri dan bersekutu, dan ketika engkau bersekutu, Roh Kudus bekerja. Bagaimana cara Roh Kudus bekerja? Dia mencerahkanmu dan memungkinkanmu untuk melihat tingkat keparahan masalah, Dia membuatmu sadar akan sumber dan esensi masalah itu, kemudian mencerahkanmu untuk membuatmu memahami kebenaran dan prinsip-prinsip penerapan sedikit demi sedikit sehingga engkau mampu menerapkan kebenaran, dan kemudian masuk ke dalam kenyataan kebenaran. Inilah efek yang dicapai oleh pekerjaan Roh Kudus. Ketika seseorang dapat bersekutu secara terbuka, ini berarti mereka memiliki sikap yang jujur terhadap kebenaran. Apakah seseorang itu jujur atau tidak, dan apakah dia orang yang jujur atau tidak, ditentukan dari sikapnya terhadap kebenaran dan Tuhan, serta apakah dia mampu menerima kebenaran dan menaati Tuhan. Inilah yang terpenting" (Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, Bagian Tiga). Hanya setelah membaca firman Tuhan aku mengerti pentingnya membuka diri dan mencari kebenaran. Inilah jalan untuk masuk ke dalam kenyataan kebenaran. Mampu membuka diri dan bersekutu berarti sikap seseorang terhadap kebenaran adalah tulus, dan merupakan sikap mencari dan menerima. Hanya dengan membuka diri dan bersekutu barulah kita dapat menerima pencerahan Roh Kudus, dan hanya dengan cara demikianlah kita dapat mengenali watak rusak kita dan menyelesaikan kesulitan kita. Merenungkan diriku pada masa itu, aku sadar aku selalu ingin membangun citra yang sempurna di depan saudara-saudariku. Sebelum berbicara, aku selalu harus berpikir dua kali tentang cara agar orang lain tidak mengetahui yang sebenarnya mengenai diriku atau memandang rendah diriku. Itu membuat cara berpikirku sangat rumit. Keadaanku jelas tidak baik, tapi tak berani menyingkapkannya. Ini menyengsarakan, melelahkan, dan menyiksa, dan keadaanku menjadi makin buruk, dan itu merugikan diri sendiri. Esensi Tuhan adalah kesetiaan, dan Tuhan menyukai orang yang jujur. Pemikiran apa pun yang mereka miliki atau kerusakan apa pun yang mereka singkapkan, orang yang jujur dapat dengan mudah membuka diri dengan saudara-saudari mereka, tanpa kepura-puraan atau penyamaran. Orang semacam itu dapat menerima pemeriksaan Tuhan, mau menerapkan kebenaran, dan hidup dengan integritas. Beginilah seharusnya perilaku orang yang percaya kepada Tuhan. Setelah itu, ketika kami membahas pekerjaan, aku dengan sengaja mengungkapkan sudut pandangku, dan ketika tidak memahami sesuatu, aku mencari bersama orang lain. Selama pertemuan, aku juga mampu membuka diri dengan semua orang tentang keadaanku yang sebenarnya. Setelah melakukan ini, beban di hatiku sedikit berkurang.

Kemudian, aku membaca satu bagian firman Tuhan yang membantuku memahami esensiku yang selalu mencari penghormatan dari orang lain. Tuhan berfirman: "Apa pun konteksnya, tugas apa pun yang mereka lasksanakan, antikristus akan berusaha memberi kesan bahwa mereka tidak lemah, bahwa mereka selalu kuat, penuh kepercayaan diri, tidak pernah negatif. Mereka tidak pernah menyingkapkan tingkat pertumbuhan mereka yang sebenarnya atau sikap mereka yang sebenarnya terhadap Tuhan. Sebenarnya, di lubuk hati mereka, apakah mereka benar-benar yakin bahwa tidak ada yang tak mampu mereka lakukan? Apakah mereka benar-benar yakin bahwa mereka tidak memiliki kelemahan, kenegatifan, atau kerusakan? Sama sekali tidak. Mereka pandai berpura-pura, mahir menyembunyikan segala sesuatu. Mereka suka memperlihatkan sisi mereka yang kuat dan luhur kepada orang-orang; mereka tidak mau orang-orang melihat sisi mereka yang lemah dan sebenarnya. Tujuan mereka jelas: sederhananya, menjaga reputasi mereka, melindungi tempat yang mereka miliki di hati orang-orang. Mereka berpikir bahwa jika mereka membuka diri di hadapan orang lain tentang kenegatifan dan kelemahan mereka sendiri, jika mereka menyingkapkan sisi mereka yang memberontak dan rusak, ini akan menjadi kehancuran besar bagi status dan reputasi mereka—lebih banyak kerugian daripada keuntungannya. Jadi mereka lebih suka menyembunyikan kelemahan, pemberontakan, dan kenegatifan mereka sendiri. Dan jika saatnya tiba ketika semua orang melihat sisi mereka yang lemah dan memberontak, ketika orang melihat bahwa mereka rusak, dan sama sekali belum berubah, mereka akan tetap berpura-pura. Mereka berpikir jika mereka mengakui bahwa mereka memiliki watak yang rusak, bahwa mereka orang biasa, seseorang yang kecil dan tidak penting, mereka akan kehilangan tempat mereka di hati orang-orang, akan kehilangan penghormatan dan pemujaan semua orang, dan dengan demikian akan gagal total. Jadi, apa pun yang terjadi, mereka tidak bisa begitu saja membuka diri kepada orang-orang; apa pun yang terjadi, mereka tidak bisa memberikan kekuasaan dan status mereka kepada orang lain; sebaliknya, mereka berusaha sekuat tenaga untuk bersaing, dan tidak akan pernah menyerah. ... Jika sesuatu yang besar terjadi, dan seseorang menanyakan pemahaman mereka tentang peristiwa tersebut, mereka segan mengungkapkan pandangan mereka dan malah membiarkan orang lain berbicara terlebih dahulu. Sikap diam mereka ada alasannya: bukan karena mereka tidak memiliki pandangan, tetapi takut pandangan mereka keliru, takut jika mereka mengatakannya, orang lain akan membantahnya, membuat mereka merasa malu, dan itulah sebabnya mereka tidak mengatakannya; atau mereka tidak punya pandangan, dan karena tidak mampu memahami masalah dengan jelas, mereka tidak berani berbicara sembarangan, karena takut orang-orang menertawakan kekeliruan mereka—jadi diam adalah satu-satunya pilihan mereka. Singkatnya, mereka tidak siap angkat bicara untuk mengungkapkan pandangan mereka karena takut menyingkapkan diri mereka yang sebenarnya, takut membiarkan orang lain melihat bahwa mereka miskin dan menyedihkan sehingga mengubah citra mereka di benak orang lain. Jadi, setelah semua orang selesai mempersekutukan pandangan, pemikiran, dan pengetahuan mereka, antikristus menangkap beberapa pernyataan yang lebih cerdas dan lebih dapat dipegang, yang mereka anggap sebagai pernyataan mereka sendiri. Mereka merangkumnya dan menyampaikannya kepada kelompok dalam persekutuan, sehingga memperoleh status yang tinggi di hati orang lain. ... Siapa pun yang menganggap diri mereka sempurna dan kudus, semuanya adalah penipu. Mengapa Kukatakan semuanya adalah penipu? Katakan kepada-Ku, adakah orang yang sempurna di tengah manusia yang rusak? Adakah orang yang benar-benar kudus? (Tidak ada.) Tentu saja tidak ada. Bagaimana mungkin manusia mencapai kesempurnaan sedangkan mereka telah dirusak sedemikian dalamnya oleh Iblis dan, selain itu, mereka tidak memiliki kebenaran dalam natur mereka? Hanya Tuhan yang kudus; semua manusia yang rusak telah tercemar. Jika ada orang yang menampilkan diri mereka sebagai orang kudus, mengatakan bahwa mereka sempurna, orang macam apa mereka? Mereka pasti adalah Iblis, si setan, si penghulu malaikat—mereka pasti antikristus tulen. Hanya antikristus yang akan menyatakan dirinya orang yang tak bercacat dan kudus" ("Mereka Melakukan Tugas Mereka Hanya untuk Membedakan Diri Mereka Sendiri dan Memuaskan Kepentingan dan Ambisi Mereka Sendiri; Mereka tidak Pernah Mempertimbangkan Kepentingan Rumah Tuhan, dan Bahkan Menjual Kepentingan Tersebut sebagai Ganti Kemuliaan Pribadi (Bagian Sepuluh)" dalam "Menyingkapkan Antikristus"). Tuhan menyingkapkan bahwa antikristus tak pernah membuka diri tentang pemikiran mereka yang sebenarnya kepada orang lain, mereka berpikir dua kali sebelum berbicara, selalu menutupi dan memalsukan, dan membangun citra bahwa mereka sempurna dan lebih baik daripada semua orang, dengan harapan dapat memperoleh gengsi dan menikmati manfaatnya. Rasanya seperti Tuhan menyingkapkanku berhadapan muka. Dari saat kudengar pemimpinku berkata dia ingin membinaku, aku mulai menyombongkan diri. Aku merasa karena akan dibina, aku pasti lebih baik daripada orang kebanyakan, dan menikmati perasaan dihormati dan dihargai oleh orang lain. Jadi, di pertemuan dengan pemimpin atau ketika bergaul dengan saudara-saudariku, yang kupikirkan hanyalah bagaimana mempertahankan citra yang baik di hati semua orang dan membuat semua orang menghormatiku. Aku selalu harus berpikir dua kali sebelum berbicara, Aku tak pernah menyampaikan pendapatku atau menyingkapkan kekuranganku dengan mudah, dan menggunakan cara hina ini untuk menipu semua orang dan memiliki tempat di hati mereka. Aku sangat munafik dan jahat. Apa aku punya keserupaan dengan manusia? Orang harus menghormati Tuhan di atas segalanya dan memiliki Tuhan di dalam hati mereka, tapi aku selalu ingin mengemas diriku dengan sempurna untuk membuat orang menghormatiku dan memiliki tempat untukku di hati mereka. Bukankah ini bersaing dengan Tuhan demi mendapatkan kedudukan? Khususnya ketika aku membaca firman Tuhan, "Adakah orang yang sempurna di tengah manusia yang rusak? Adakah orang yang benar-benar kudus? (Tidak ada.) Tentu saja tidak ada. Bagaimana mungkin manusia mencapai kesempurnaan sedangkan mereka telah dirusak sedemikian dalamnya oleh Iblis dan, selain itu, mereka tidak memiliki kebenaran dalam natur mereka? Hanya Tuhan yang kudus; semua manusia yang rusak telah tercemar. Jika ada orang yang menampilkan diri mereka sebagai orang kudus, mengatakan bahwa mereka sempurna, orang macam apa mereka? Mereka pasti adalah Iblis, si setan, si penghulu malaikat—mereka pasti antikristus tulen. Hanya antikristus yang akan menyatakan dirinya orang yang tak bercacat dan kudus." Aku merasakan kemegahan dan murka Tuhan dalam firman ini, dan itu menghunjam dan menakutkan. Seolah aku sedang dihukum oleh Tuhan. Di antara segala sesuatu di alam semesta ini, Tuhanlah satu-satunya yang mahakuasa. Aku hanyalah orang yang dirusak oleh Iblis, penuh watak yang rusak, tapi aku tak punya pengenalan diri sedikit pun. Aku tidak berperilaku dengan baik, aku munafik, dan selalu berusaha memiliki citra yang baik di hati orang, sehingga mereka selalu menghormatiku. Aku benar-benar sangat congkak dan tak tahu malu, dan itu membuat Tuhan membenciku! Hanya setelah mengenal diriku seperti ini barulah aku melihat kehinaan, keburukan, dan kekotoran di balik citraku yang "sempurna". Kini, mengingat kembali betapa bangga dan puasnya diriku ketika saudara-saudariku memujiku, dan keadaan pikiranku ketika mengemas diriku sendiri, aku muak dengan diriku sendiri, dan merasa sama sekali tak bernalar. Sebenarnya, meskipun banyak orang menghormati dan memujiku, jika watakku tidak berubah, dan aku hanya hidup dalam citra Iblis yang munafik dan curang, dan kemudian aku disingkirkan pada akhirnya, bukankah semuanya akan sia-sia?

Setelah itu, aku membaca bagian lain firman Tuhan. "Bagaimana seharusnya engkau berlatih menjadi orang biasa dan normal? Bagaimana ini bisa dilakukan? ... Pertama, jangan menganggap jabatan segalanya bagimu. Jangan katakan, 'Aku ini seorang pemimpin, kepala tim, aku pengawas, tak seorang pun tahu urusan ini lebih baik daripadaku, tak seorang pun mengerti keahlian ini lebih daripadaku.' Jangan menganggap jabatan yang kaudapatkan segalanya bagimu. Begitu engkau melakukannya, itu akan mengikat tangan dan kakimu, dan apa yang kaukatakan dan lakukan akan terpengaruh; pemikiran dan penilaian normalmu juga akan terpengaruh. Engkau harus membebaskan diri dari belenggu status ini; pertama-tama turunkan dirimu dari kedudukan resmi ini yang menurut anggapanmu kaumiliki dan tempatkanlah dirimu sebagai orang biasa; jika engkau melakukannya, sikapmu akan menjadi normal. Engkau juga harus mengakui dan berkata, 'Aku tidak tahu bagaimana melakukan ini, dan aku juga tidak mengerti itu—aku harus melakukan penelitian dan belajar,' atau 'aku tidak pernah mengalami ini, jadi aku tidak tahu harus berbuat apa.' Ketika engkau mampu mengatakan apa yang sebenarnya kaupikirkan dan mengatakannya dengan jujur, engkau akan memiliki nalar yang normal. Orang lain akan mengetahui dirimu yang sebenarnya, dan dengan demikian akan memiliki pandangan yang normal tentang dirimu, dan engkau tidak perlu berpura-pura, engkau juga tidak akan merasa sangat tertekan, sehingga engkau akan dapat berkomunikasi dengan orang-orang secara normal. Hidup seperti ini adalah hidup yang bebas dan mudah; siapa pun yang mendapati hidupnya melelahkan, mereka sendirilah yang menyebabkannya. Jangan berpura-pura atau menyembunyikan sesuatu; pertama-tama engkau harus membuka diri tentang apa yang kaupikirkan di dalam hatimu, tentang pikiranmu yang sebenarnya, sehingga semua orang menyadari dan memahaminya. Sebagai hasilnya, kekhawatiranmu dan hambatan serta kecurigaan di antaramu dan orang lain semuanya akan sirna. Selain itu, engkau juga terbelenggu oleh hal lain. Engkau selalu menganggap dirimu sebagai kepala tim, pemimpin, pekerja, atau seseorang dengan gelar dan status tertentu: jika engkau berkata engkau tidak mengerti sesuatu, atau tidak mampu melakukan sesuatu, bukankah engkau sedang merendahkan dirimu sendiri? Ketika engkau mengesampingkan semua belenggu ini di dalam hatimu, ketika engkau tidak lagi menganggap dirimu sebagai pemimpin atau pekerja, dan ketika engkau tidak lagi berpikir dirimu lebih baik daripada orang lain, dan merasa bahwa engkau hanya orang biasa yang sama dengan orang lain, bahwa ada beberapa area di mana engkau lebih rendah dari orang lain—ketika engkau mempersekutukan kebenaran dan hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan dengan sikap ini, maka dampaknya akan berbeda, dan suasananya juga akan berbeda. Jika, dalam hatimu, engkau selalu memiliki perasaan waswas, jika engkau selalu merasa stres dan terbelenggu, dan jika engkau ingin melepaskan diri dari hal-hal ini tetapi tidak bisa, engkau bisa efektif melakukannya dengan berdoa sungguh-sungguh kepada Tuhan, merenungkan dirimu sendiri, melihat kekuranganmu, berjuang ke arah kebenaran, dan menerapkan kebenaran" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Firman Kristus saat Ia Berjalan di tengah Jemaat, Pendahuluan"). Aku selalu berpikir, karena aku akan dibina, aku harus menjadi yang terbaik dan paling sempurna. Kini aku tahu pandangan ini keliru. Rumah Tuhan tidak mempromosikan dan membina orang yang sempurna, manusia super, atau orang hebat. Rumah Tuhan mempromosikan dan membina orang biasa dengan kekurangan dan kerusakan. Dibina tak lain adalah Tuhan memberimu kesempatan untuk berlatih. Itu bukan berarti orang tak punya kekurangan, atau lebih baik daripada orang kebanyakan. Sebenarnya, tugas apa pun yang kulakukan, dan entah aku dibina atau tidak, aku hanyalah orang biasa dengan kerusakan dan kekurangan, dan hal-hal tertentu ada di luar kemampuanku. Aku harus memperlakukan kelebihan dan kelemahanku dengan benar, belajar turun dari kedudukan tinggi, dapat sering datang ke hadapan Tuhan untuk memeriksa diriku sendiri, dan pada saat yang sama, dapat membuka diri tentang apa yang kusingkapkan dan pikirkan kepada orang lain sehingga semua orang dapat melihat kerusakan dan kekuranganku. Hanya inilah yang masuk akal. Dahulu, aku selalu menutupi kekurangan dan kelemahanku, dan selalu takut semua orang akan memandang rendah diriku jika semua itu terlihat. Sebenarnya, aku hanya merugikan diriku sendiri. Itu bukan saja membuatku tidak memiliki hubungan yang normal dengan Tuhan, ketika orang tak dapat melihat kekuranganku dalam tugasku, mereka tak bisa membantuku atau melengkapinya, yang berarti berapa lama pun aku melakukan tugasku, aku takkan pernah bisa mengalami kemajuan. Setelah menyadari hal ini, aku ingin berupaya menjadi orang yang jujur seperti yang Tuhan tuntut, dan sebagaimana Tuhan katakan, jadilah sejernih segelas air, mampu mengatakan apa yang ada di hatiku dan tak lagi menyamarkan diri. Di hadapan Tuhan, aku berjanji, "Aku ingin menjadi orang biasa dan memperlihatkan diriku yang sebenarnya kepada semua orang!" Beberapa hari kemudian, gereja mengatur agar aku melakukan tugasku di gereja lain. Aku mengingat kembali saat aku menyamarkan diriku ketika bergaul dengan orang lain, dan merasakan kesedihan dan penyesalan yang tak terlukiskan saat kupikir, "Aku sudah terlalu lama menipu saudara-saudariku. Sebelum pergi, aku harus membuka diri kepada mereka dan membiarkan mereka melihat diriku yang sebenarnya." Selama pertemuan kami, aku menyampaikan keadaanku selama waktu ini dan pelajaran yang kupetik, dan membuka diri tentang segalanya kepada mereka. Setelah membuka diri, perasaan lamaku yang tertekan langsung lenyap, dan itu digantikan dengan rasa lega yang mendalam. Aku terkejut mendapati saudara-saudariku bukan saja tidak memandang rendah diriku, mereka juga memotivasiku. Aku diliputi emosi, dan air mata mengalir di pipiku. Dalam perjalanan pulang hari itu, matahari musim dingin terasa sangat hangat di tubuhku, dan aku bersyukur dan memuji Tuhan dalam hatiku. Setelah itu, dalam pekerjaan baruku, aku tak lagi berfokus pada apa yang disebut citra baikku. Setiap kali memiliki masalah atau kesulitan, aku membuka diri dan mencari bersama orang lain. Selama pertemuan, aku mengatakan sebanyak yang kupahami, dan jika tidak paham, aku meminta bantuan saudara-saudariku. Melalui persekutuan dan bantuan mereka, secara berangsur aku mulai memahami hal-hal yang sebelumnya tak kupahami. Setelah melakukan ini selama beberapa waktu, aku mendapati aku mengalami sedikit kemajuan dalam tugasku, dan merasakan kebebasan dan kelegaan yang mendalam. Aku juga menyadari rasa aman dan damai yang diperoleh dari berlatih menjadi orang yang jujur. Dari lubuk hatiku, dapat kukatakan itu terasa luar biasa!

Jika Tuhan telah membantu Anda, apakah Anda mau belajar firman Tuhan, mendekat kepada Tuhan dan terima berkat Tuhan?

Konten Terkait

Renungan Setelah Ditangani

Aku mulai melayani sebagai pemimpin bulan Juni tahun ini. Aku melanjutkan pengaturan kerja yang dibuat rumah Tuhan untuk membersihkan semua...