Akibat dari Menginginkan Kenyamanan

02 Maret 2025

Kepada Lin Yi yang terhormat,

aku telah menerima suratmu. Waktu berlalu sangat cepat. Dalam sekejap mata, kita sudah hampir satu tahun tidak saling bertemu. Dalam suratmu, kau bertanya kepadaku apa yang telah kudapatkan sejauh ini dari melaksanakan tugasku. Untuk sesaat, aku bahkan tidak tahu harus mulai dari mana, tetapi pengalaman yang paling berkesan adalah saat pengalihan tugasku, yang membuatku mendapatkan beberapa pengetahuan tentang naturku yang suka menikmati kenyamanan dan kemudahan. Pada saat ini, kau pasti bertanya-tanya apa yang telah kualami. Biarkan kuceritakan tentang semua itu kepadamu.

Pada bulan Januari tahun ini, aku bertanggung jawab atas pekerjaan tulis-menulis. Karena aku masih pemula dalam peran ini, belum menguasai banyak prinsip, dan tidak tahu cara bekerja sama, aku belajar dan berlatih dengan seorang saudari yang menjadi rekanku. Biasanya, aku juga mengambil inisiatif untuk memeriksa pekerjaan dari berbagai kelompok. Kemudian, setiap kelompok tersebut meminta masukan mengenai banyak pertanyaan, dan aku harus menulis surat untuk mempersekutukan dan membahas keadaan mereka serta penyimpangan dalam pekerjaan mereka. Aku sibuk dari pagi hingga larut malam setiap hari. Seiring berjalannya waktu, aku sedikit menggerutu dalam hatiku, "Untuk mengatasi keadaan ini, aku harus mempertimbangkan dengan saksama akar penyebab dari masing-masing permasalahan, dan menemukan firman Tuhan serta prinsip-prinsip yang relevan, yang membutuhkan banyak pemikiran. Ini sangat melelahkan!" Aku tidak ingin otakku selalu tegang, jadi aku berharap saudara-saudari akan mengajukan lebih sedikit pertanyaan. Dengan cara itu, aku bisa sedikit lebih santai. Kemudian, dua saudari lain menjadi rekan kami. Aku sangat senang, berpikir bahwa hal ini akan mengurangi beban kerjaku, dan selanjutnya aku tidak perlu terlalu khawatir atau membuat diriku terlalu lelah. Terkadang, saat aku melihat saudara atau saudari dalam keadaan buruk dan hasil pekerjaan mereka menurun, aku berpikir aku harus cepat bersekutu dengan mereka untuk mengatasi hal itu. Namun, kemudian aku juga berpikir, "Aku juga tidak bisa sepenuhnya memahami masalah ini. Aku harus meluangkan waktu untuk merenungkan dan menemukan firman Tuhan serta prinsip-prinsip yang relevan. Itu akan sangat merepotkan! Lebih baik aku membiarkan para saudari yang menjadi rekanku untuk menyelesaikannya." Jadi, aku tidak repot mengurus mereka lagi. Dengan begitu saja, kapan pun aku menghadapi masalah yang rumit, aku merasa hal itu merepotkan, dan melimpahkannya kepada para saudari rekanku untuk diselesaikan. Makin lama aku makin tidak menanggung beban dalam tugasku, dan hanya mengikuti rutinitas serta menangani tugas harianku setiap hari. Jika pekerjaan yang ditugaskan kepadaku lebih banyak atau sedikit lebih sulit, aku akan merasa kesal. Aku hanya fokus melakukan tugas sederhana dan tidak berusaha mengejar kebenaran, sehingga aku tidak terlalu membuat kemajuan. Para saudari rekanku mengatakan bahwa aku tidak merasa terbebani dalam tugasku dan menyarankan agar aku merenungkan serta mengatasi hal ini. Namun, aku tidak menanggapinya dengan serius. Lambat laun, aku makin sulit melihat masalah dengan jelas dan sering ketiduran, dan efisiensi pekerjaanku pun menjadi sangat rendah.

Kemudian, para pemimpin menyadari bahwa aku tidak memiliki rasa terbebani dalam tugasku dan tidak memperoleh hasil apa-apa, jadi aku diberhentikan. Baru saat itulah aku mulai merenungkan diriku sendiri. Suatu hari, aku membaca firman Tuhan ini: "Orang malas tidak bisa melakukan apa pun. Untuk meringkasnya dalam dua kata, mereka adalah orang yang tidak berguna; mereka memiliki kecacatan kelas dua. Sehebat apa pun kualitas yang dimiliki oleh para pemalas, itu tidak lebih dari sekadar riasan luar; meskipun mereka memiliki kualitas yang bagus, tetapi tidak ada gunanya. Mereka terlalu malas—mereka tahu apa yang harus mereka lakukan, tetapi mereka tidak melakukannya, dan bahkan sekalipun mereka tahu ada sesuatu yang menjadi masalah, mereka tidak mencari kebenaran untuk menyelesaikannya, dan meskipun mereka tahu kesulitan apa yang harus mereka tanggung agar pekerjaan menjadi efektif, mereka tidak mau menanggung kesulitan yang berharga ini, jadi mereka tidak memperoleh kebenaran apa pun, dan mereka tidak dapat melakukan pekerjaan nyata apa pun. Mereka tidak ingin menanggung kesukaran yang seharusnya orang alami; mereka hanya tahu memanjakan diri dengan kenyamanan, menikmati saat bersenang-senang dan bersantai, serta kenikmatan hidup yang bebas dan santai. Bukankah mereka tidak berguna? Orang yang tidak mampu menanggung kesukaran tidak layak untuk hidup. Mereka yang selalu menjalani hidup sebagai parasit adalah orang-orang yang tidak berhati nurani atau tidak bernalar; mereka adalah binatang buas, dan orang-orang seperti itu bahkan tidak layak untuk berjerih payah. Karena mereka tidak mampu menanggung kesukaran, bahkan ketika mereka berjerih payah, mereka tidak mampu melakukannya dengan benar, dan jika mereka ingin memperoleh kebenaran, bahkan harapan untuk itu makin kecil. Seseorang yang tidak mampu menderita dan tidak mencintai kebenaran adalah orang yang tidak berguna; mereka tidak memenuhi syarat bahkan untuk berjerih payah. Mereka adalah binatang buas, tanpa sedikit pun kemanusiaan. Orang-orang seperti itu harus disingkirkan; hanya ini yang sesuai dengan maksud Tuhan" (Firman, Jilid 5, Tanggung Jawab Para Pemimpin dan Pekerja, "Tanggung Jawab Para Pemimpin dan Pekerja (8)"). Saat aku melihat istilah-istilah ini dalam firman Tuhan—"orang sampah," "kecacatan kelas dua," "binatang buas," "bahkan tidak layak untuk berjerih payah," dan "tidak layak untuk hidup,"—hal itu menusuk hatiku. Aku merasakan kejijikan Tuhan terhadap orang malas. Tuhan telah meninggikanku dan menunjukkan kasih karunia kepadaku, dengan mengizinkanku untuk melaksanakan tugas seorang pengawas, agar aku dapat berlatih menggunakan kebenaran untuk menyelesaikan masalah. Terlepas dari seberapa banyak aku dapat bersekutu dan mengatasi, aku seharusnya berusaha semaksimal mungkin untuk melaksanakannya; ini adalah tanggung jawab yang seharusnya kulaksanakan. Namun, saat aku melihat keadaan saudara-saudari itu buruk dan hasil pekerjaan mereka menurun, aku merasa bahwa hal itu terlalu merepotkan dan menguras pikiran untuk diselesaikan, jadi aku menyerahkan saja pekerjaan ini kepada orang lain. Aku bahkan tidak melakukan apa yang masih dapat kulakukan. Saat aku menghadapi masalah yang lebih rumit, aku dapat dengan jelas menyelesaikan beberapa di antaranya dengan perenungan yang cermat, tetapi aku tidak ingin berusaha dan membayar harga, jadi aku menggunakan alasan seperti "aku tidak bisa memahaminya" atau "aku tidak tahu caranya" sebagai alasan untuk menyerahkan masalah itu kepada para saudari yang menjadi rekanku. Aku hanya melakukan beberapa pekerjaan sederhana setiap hari, dan aku sama sekali tidak merasa bertanggung jawab terhadap tugasku, dan hanya menjalani hari demi hari tanpa tujuan. Bukankah ini sama saja seperti menjadi parasit di rumah Tuhan? Aku berpikir tentang bagaimana beberapa saudara-saudari tidak memiliki kualitas kemampuan yang sangat baik, tetapi mereka mampu mencurahkan hati mereka untuk melaksanakan tugas mereka, dan berusaha sekuat tenaga, sehingga sikap mereka terhadap tugas mereka dapat diterima oleh Tuhan. Sedangkan kualitas kemampuanku tidak terlalu buruk dan aku dapat menyelesaikan beberapa masalah, tetapi aku selalu menyimpan keinginan daging dan menikmati kenyamanan, dan bahkan tidak ingin bekerja keras dan menanggung kesulitan saat melaksanakan tugasku. Aku benar-benar tak punya hati nurani atau nalar. Bagaimana aku pantas menjadi seorang pengawas! Tuhan membenci dan jijik dengan sikapku terhadap tugasku. Kalau ini terus berlanjut, aku bahkan tidak akan dapat berjerih payah dengan baik, dan hanya akan ditolak, lalu disingkirkan oleh Tuhan. Ketika menyadari hal ini, aku berdoa, bersedia untuk benar-benar merenungkan diriku sendiri.

Setelah itu, aku merenung, apa sebenarnya akar penyebab diriku yang selalu menikmati kenyamanan dan tidak mau khawatir serta menanggung kesulitan? Kemudian, aku melihat firman Tuhan ini: "Selama bertahun-tahun, pemikiran yang diandalkan oleh orang-orang untuk bertahan hidup telah sedemikian merusak hati mereka hingga mencapai titik di mana mereka menjadi orang-orang yang licik, pengecut dan tercela. Bukan hanya tidak memiliki kemauan keras atau tekad, mereka juga telah menjadi tamak, congkak dan degil. Mereka sama sekali tidak memiliki tekad yang melampaui diri sendiri, bahkan mereka tidak mempunyai keberanian sedikit pun untuk bebas dari kendali pengaruh kegelapan ini. Pemikiran dan kehidupan orang-orang telah sedemikian rusaknya, sehingga perspektif mereka tentang percaya kepada Tuhan masih teramat jelek, bahkan ketika orang-orang membicarakan perspektif mereka tentang percaya kepada Tuhan, itu benar-benar tak tertahankan untuk didengar. Orang-orang semuanya pengecut, tidak kompeten, hina dan rapuh. Mereka tidak merasa muak akan kekuatan kegelapan dan mereka tidak menyukai terang dan kebenaran; sebaliknya mereka berusaha sekuat tenaga untuk mengenyahkannya" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Mengapa Engkau Enggan Menjadi Sebuah Kontras?"). "Apakah engkau puas hidup di bawah pengaruh Iblis, dengan kedamaian dan sukacita, dan sedikit kenyamanan daging? Bukankah engkau yang paling hina dari semua orang? Tidak ada yang lebih bodoh selain mereka yang telah melihat keselamatan tetapi tidak berupaya mendapatkannya; mereka inilah orang-orang yang mengenyangkan daging mereka sendiri dan menikmati Iblis. Engkau berharap bahwa imanmu kepada Tuhan tidak akan mendatangkan tantangan atau kesengsaraan, ataupun kesulitan sekecil apa pun. Engkau selalu mengejar hal-hal yang tidak berharga, dan tidak menghargai hidup, melainkan menempatkan pikiran yang terlalu muluk-muluk di atas kebenaran. Engkau sungguh tidak berharga! Engkau hidup seperti babi—apa bedanya antara engkau, babi, dan anjing? Bukankah mereka yang tidak mengejar kebenaran, melainkan mengasihi daging, adalah binatang buas? Bukankah mereka yang mati, tanpa roh, adalah mayat berjalan? Berapa banyak firman yang telah disampaikan di antara engkau sekalian? Apakah hanya sedikit pekerjaan yang dilakukan di antaramu? Berapa banyak yang telah Kuberikan di antaramu? Lalu mengapa engkau tidak mendapatkannya? Apa yang harus engkau keluhkan? Bukankah engkau tidak mendapatkan apa-apa karena engkau terlalu mengasihi daging? Dan bukankah ini karena pikiranmu yang terlalu muluk-muluk? Bukankah karena engkau terlalu bodoh? Jika engkau tidak mampu memperoleh berkat-berkat ini, dapatkah engkau menyalahkan Tuhan karena tidak menyelamatkanmu? Hal yang engkau kejar adalah agar bisa memperoleh kedamaian setelah percaya kepada Tuhan, agar anak-anakmu bebas dari penyakit, suamimu memiliki pekerjaan yang baik, putramu menemukan istri yang baik, putrimu mendapatkan suami yang layak, lembu dan kudamu dapat membajak tanah dengan baik, cuaca bagus selama satu tahun untuk hasil panenmu. Inilah yang engkau cari. Pengejaranmu hanyalah untuk hidup dalam kenyamanan, supaya tidak ada kecelakaan menimpa keluargamu, angin badai berlalu darimu, wajahmu tak tersentuh oleh debu pasir, hasil panen keluargamu tidak dilanda banjir, terhindar dari bencana, hidup dalam dekapan Tuhan, hidup dalam sarang yang nyaman. Seorang pengecut sepertimu, yang selalu mengejar daging—apa engkau punya hati, apa engkau punya roh? Bukankah engkau adalah binatang buas? Aku memberimu jalan yang benar tanpa meminta imbalan apa pun, tetapi engkau tidak mengejarnya. Apakah engkau salah satu dari orang-orang yang percaya kepada Tuhan? Aku memberikan kehidupan manusia yang nyata kepadamu, tetapi engkau tidak mengejarnya. Apakah engkau tidak ada bedanya dari babi atau anjing? Babi tidak mengejar kehidupan manusia, mereka tidak berupaya supaya ditahirkan, dan mereka tidak mengerti makna hidup. Setiap hari, setelah makan sampai kenyang, mereka hanya tidur. Aku telah memberimu jalan yang benar, tetapi engkau belum mendapatkannya. Tanganmu kosong. Apakah engkau bersedia melanjutkan kehidupan ini, kehidupan seekor babi? Apa pentingnya orang-orang seperti itu hidup?" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pengalaman Petrus: Pengetahuannya tentang Hajaran dan Penghakiman"). Dari firman Tuhan, aku mengerti bahwa kebiasaanku yang terus-menerus mengejar kenyamanan daging disebabkan karena aku mengikuti gagasan "Hidup hanyalah tentang makan enak dan berpakaian bagus," "Isi harimu dengan kesenangan karena hidup ini singkat," "Perlakukan dirimu dengan baik," "Nikmatilah kesenangan sekarang pada hari ini, dan khawatirkan hari esok pada hari selanjutnya," "Hidup ini singkat, jadi mengapa harus mempersulit dirimu sendiri," dan falsafah iblis lainnya, yang menganggap kenyamanan fisik sebagai pengejaran terbesar dalam hidup. Di bawah kendali pandangan yang salah ini, aku selalu mengejar kenyamanan, berpikir bahwa manusia seharusnya memanjakan diri sendiri dan tidak perlu bekerja terlalu keras. Kalau dipikir-pikir kembali, orang tuaku memanjakanku sejak kecil di rumah. Mereka melakukan segala hal untukku agar aku tidak perlu khawatir tentang apa pun, dan aku tumbuh seperti bunga di dalam rumah kaca, di bawah perlindungan mereka yang cermat. Karena aku sudah terbiasa hidup nyaman, aku selalu takut untuk berusaha dan melelahkan diriku sendiri. Ketika aku masih berkuliah, aku melihat beberapa teman sekelas bekerja keras dan belajar hingga larut malam untuk persiapan sekolah pascasarjana, tetapi aku meremehkan hal itu. Aku berpikir, "Hidup ini hanya beberapa puluh tahun saja. Mengapa harus membuat lelah dirimu sampai seperti itu? Gelar sarjana sudah cukup. Cukup mencari pekerjaan yang tidak terlalu melelahkan dan gaji yang lumayan." Saat aku datang ke gereja untuk melaksanakan tugasku, aku masih memegang pandangan ini. Aku selalu menikmati kenyamanan, dan aku tidak ingin berusaha atau menyusahkan diriku sendiri. Setiap kali aku menghadapi tugas yang rumit atau sulit, aku menyerahkannya kepada orang lain. Aku memilih tugas yang mudah dan menghindari tugas yang sulit, jadi aku berkembang sangat lambat. Adalah suatu kehormatan besar bahwa rumah Tuhan membina aku untuk melaksanakan tugas kepemimpinan, tetapi aku tidak menghargai hal ini dan selalu memperhatikan dagingku. Saat aku melihat saudara-saudari merasa negatif, dan efektivitas pekerjaan menurun, aku tidak peduli, dan aku bahkan menyerahkan tugas yang sulit kepada orang lain. Aku sama sekali tidak memenuhi tanggung jawabku. Aku sangat egois dan tercela! Aku selalu menikmati kenyamanan, memilih tugas yang mudah daripada yang sulit, dan bersikap licik dan suka menipu. Meskipun aku tidak berusaha, aku juga tidak membuat kemajuan apa pun. Aku merasa makin sulit melihat masalah dengan jelas, dan bahkan tidak bisa menangani apa yang sebelumnya dapat kulakukan dengan baik. Sama seperti Tuhan Yesus berkata: "Barang siapa yang memiliki, kepada dia akan diberikan, dan dia akan memilikinya lebih melimpah; tetapi barang siapa yang tidak memiliki, apa pun yang dia miliki akan diambil darinya" (Matius 13:12). Aku berpikir tentang bagaimana Tuhan berharap orang dewasa dapat memikul tanggung jawab, berfokus pada hal-hal yang benar, dan melaksanakan tugas mereka dengan baik, tetapi hatiku hanya berfokus pada kenyamanan fisik. Aku mementingkan kemudahan fisik di atas segalanya, menjadi makin merosot dan bobrok, makin kehilangan keserupaanku dengan manusia setiap hari. Aku tidak bisa terus berada di jalan yang salah ini. Aku harus mencari kebenaran untuk mengatasi watakku yang rusak dan melaksanakan tugasku dengan benar.

Kemudian, aku membaca lebih banyak firman Tuhan: "Apa nilai hidup seseorang? Apakah nilai hidup seseorang hanyalah demi menikmati kesenangan daging seperti makan, minum, dan menikmati hiburan? (Tidak, bukan itu.) Lalu apa nilai hidup seseorang? Silakan bagikan pemikiranmu. (Untuk melaksanakan tugas makhluk ciptaan, inilah yang setidaknya harus dicapai seseorang dalam hidupnya.) Benar. ... Di satu sisi, ini adalah tentang melaksanakan tugas makhluk ciptaan. Di sisi lain, ini adalah tentang melakukan segala sesuatu sesuai dengan kemampuan dan kapasitasmu dengan sebaik mungkin, setidaknya mencapai titik di mana hati nuranimu tidak menuduhmu, di mana engkau bisa berdamai dengan hati nuranimu sendiri dan terbukti dapat diterima di mata orang lain. Lebih jauh lagi, di sepanjang hidupmu, di keluarga mana pun engkau dilahirkan, dan apa pun latar belakang pendidikanmu atau kualitas dirimu, engkau harus memiliki beberapa pemahaman tentang prinsip-prinsip yang seharusnya orang pahami dalam hidup ini. Sebagai contoh, jalan seperti apa yang harus orang tempuh, bagaimana mereka harus hidup, dan bagaimana menjalani kehidupan yang bermakna—engkau setidaknya harus menelusuri sedikit tentang nilai hidup yang benar. Di satu sisi, hidup ini tidak boleh dijalani dengan sia-sia, dan orang tidak boleh dilahirkan ke dunia ini dengan sia-sia. Di sisi lain, selama masa hidupmu, engkau harus memenuhi misimu; inilah yang terpenting. Kita tidak sedang berbicara tentang menyelesaikan misi, tugas, atau tanggung jawab yang sangat besar; tetapi setidaknya, engkau harus menyelesaikan sesuatu" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Cara Mengejar Kebenaran (6)"). Dari firman Tuhan, aku akhirnya memahami, bahwa nilai kehidupan bukanlah untuk makan, minum, bersenang-senang, dan menikmati daging, melainkan untuk memenuhi tugas sebagai makhluk ciptaan dan memperoleh perkenanan Tuhan. Tuhan telah menetapkan agar aku lahir di akhir zaman, untuk mendengarkan suara-Nya, dan melaksanakan tugasku, dan hal ini adalah kesempatan yang hanya datang sekali seumur hidup. Tuhan tidak ingin aku menikmati kenyamanan dan menjalani hidup yang biasa-biasa saja, menyia-nyiakan hidupku. Tuhan berharap aku dapat mengejar kebenaran dan melaksanakan tugasku dengan baik, agar aku dapat mencapai perubahan dalam watakku, diselamatkan oleh Tuhan, dan hidup dalam keserupaan dengan manusia yang sejati. Setelah berpikir tentang bagaimana aku cenderung tidak fokus pada jalan masuk kehidupan, hanya membaca sekilas firman Tuhan, pengalaman hidupku itu dangkal, dan pemahamanku mengenai kebenaran pun terbatas. Aku tidak bisa melihat dengan jelas keadaan dan kesulitan saudara-saudariku, yang menunjukkan bahwa aku tidak memahami kebenaran dalam aspek ini. Inilah saatnya aku perlu mencari dan memperlengkapi diriku dengan kebenaran, dan jika aku bisa mengembangkan rasa terbebani yang nyata untuk mencari kebenaran dan menemukan firman Tuhan, aku akan memahami lebih banyak kebenaran dan bertumbuh dalam kehidupan dengan lebih cepat. Namun, aku telah melewatkan begitu banyak kesempatan untuk mendapatkan kebenaran hanya demi kenyamanan dan kesenangan sesaat, sehingga menghambat jalan masuk kehidupanku. Aku telah meninggalkan begitu banyak penyesalan dalam tugasku. Aku benar-benar konyol dan bodoh! Sekarang, aku akhirnya menyadari, bahwa tidak peduli seberapa banyak kenyamanan fisik yang dapat kunikmati, itu hanya sementara dan tidak ada nilai nyatanya, dan jika aku tidak mencari kebenaran dengan benar, selalu bersikap asal-asalan dalam melaksanakan tugasku, dan terus berusaha untuk menipu Tuhan, aku hanya akan disingkapkan dan disingkirkan, dan itu akan berujung pada hukuman abadi, dan pada saat itu, tidak ada penyesalan, ratapan, atau kertak gigi yang akan membantu.

Setelah itu, selama waktu teduhku, aku fokus membaca firman Tuhan yang berhubungan dengan mengatasi keinginanku untuk menikmati kenyamanan, dan aku mencatat pemahamanku. Dua bulan kemudian, pengawas mengatur agar aku dapat melaksanakan tugasku lagi, dan aku sangat bersyukur. Ketika aku mengetahui bahwa aku ditugaskan untuk mengawasi sebuah gereja, aku sangat terkejut. Gereja ini memiliki banyak pendatang baru dan banyak masalah dan mengatasi masalah ini akan memerlukan banyak usaha. Namun, kemudian aku teringat bagaimana di masa lalu, aku selalu berusaha menghindari kekhawatiran dan melimpahkan masalah kepada orang lain. Sekarang, diberikan tugas untuk mengawasi gereja ini adalah kesempatan dari Tuhan, membuatku dapat berlatih mempersekutukan kebenaran dan menyelesaikan masalah. Ini semua untuk menebus kekuranganku, dan bermanfaat untuk jalan masuk kehidupanku. Jadi, aku menerima tugas itu. Pada awalnya, aku dapat bekerja sama dengan aktif, tetapi setelah beberapa kali bersekutu, saat hasilnya tidak terlihat jelas, aku menjadi putus asa. Aku merasa semua ini terlalu sulit dan membuat stres. Ketika aku berpikir seperti itu, aku sadar bahwa aku hanya memikirkan kepentingan fisikku sendiri lagi, jadi aku makan dan minum firman Tuhan yang berkaitan dengan keadaanku. Ada satu bagian firman Tuhan yang benar-benar menyentuhku. Tuhan berfirman: "Orang yang benar-benar percaya kepada Tuhan melaksanakan tugas mereka dengan rela, tanpa memperhitungkan untung dan ruginya. Entah engkau orang yang mengejar kebenaran atau tidak, engkau harus mengandalkan hati nurani dan nalarmu dan benar-benar berusaha ketika melaksanakan tugasmu. Apa maksudnya benar-benar berusaha? Artinya, jika engkau hanya puas dengan mengerahkan sedikit upaya dan mengalami sedikit penderitaan daging, tetapi engkau sama sekali tidak memperlakukan tugasmu dengan serius atau mencari prinsip-prinsip kebenaran, ini tak lebih dari bersikap asal-asalan—ini artinya tidak benar-benar berusaha. Yang terpenting dalam berusaha adalah mengerahkan segenap hatimu, memiliki takut akan Tuhan di dalam hatimu, memperhatikan maksud Tuhan, merasa takut memberontak terhadap Tuhan dan takut menyakiti-Nya, dan rela mengalami penderitaan apa pun demi melaksanakan tugasmu dengan baik dan memuaskan Tuhan: jika engkau memiliki hati yang mengasihi Tuhan seperti ini, engkau akan mampu melaksanakan tugasmu dengan baik. Jika tidak ada rasa takut akan Tuhan di dalam hatimu, engkau tidak akan terbeban ketika melaksanakan tugasmu, tidak akan tertarik pada tugas, dan pasti akan bersikap asal-asalan, serta bekerja seadanya tanpa menghasilkan efek nyata apa pun—yang berarti engkau tidak sedang melaksanakan tugasmu. Jika engkau benar-benar merasa terbeban, dan merasa bahwa melaksanakan tugasmu adalah tanggung jawab pribadimu, dan jika tidak melakukannya, engkau tidak layak untuk hidup dan engkau adalah binatang buas, bahwa hanya jika engkau melaksanakan tugasmu dengan benar, barulah engkau layak disebut sebagai manusia, dan mampu menghadapi hati nuranimu sendiri—jika engkau merasa terbeban ketika engkau melaksanakan tugasmu—itu berarti engkau akan mampu melaksanakan segala sesuatu dengan sungguh-sungguh, dan akan mampu mencari kebenaran dan melakukan segala sesuatu sesuai prinsip, dan karena itu, engkau akan mampu melaksanakan tugasmu dengan benar dan memuaskan Tuhan. Jika engkau layak menerima misi yang telah Tuhan berikan kepadamu, dan semua yang telah Tuhan korbankan untukmu serta harapan-Nya terhadapmu, inilah yang dimaksud dengan benar-benar berusaha" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Untuk Melaksanakan Tugas dengan Baik, Orang Setidaknya Harus Memiliki Hati Nurani dan Nalar"). Dari firman Tuhan, aku akhirnya memahami bahwa mereka yang dengan rela dan setia melaksanakan tugas mereka adalah umat sejati di rumah Tuhan. Mereka tidak memikirkan kepentingan fisik pribadi mereka, dan mereka benar-benar membayar harga, mengerahkan segala usaha maksimal mereka. Orang-orang seperti itu bertanggung jawab dan dapat dipercaya, serta mereka orang-orang yang memiliki hati nurani dan nalar. Meskipun mereka mungkin menanggung beberapa penderitaan fisik, mereka dapat memuaskan Tuhan, mencapai kedamaian batin, dan menjalani kehidupan yang bermakna. Sebaliknya, ketika pekerjaan itu sulit dan hasilnya tidak baik, aku merasa bahwa pekerjaannya terlalu berat dan membuat stres, jadi aku mulai memikirkan tentang kenyamananku sendiri dan ingin mundur. Dahulu, saat aku menikmati kenyamanan, menghindari tugas yang berat dan memilih tugas yang mudah, serta bertindak licik, meskipun tubuhku tidak menderita, hatiku berada dalam kegelapan. Aku tidak bisa merasakan kehadiran Tuhan, dan aku tidak memiliki kedamaian atau sukacita. Aku tidak ingin menjadi seperti itu lagi. Aku harus menjalankan tugasku dengan hati yang jujur, dan tidak peduli seberapa banyak aku dapat bekerja sama, aku harus melakukan yang terbaik dan memenuhi tanggung jawabku. Jadi, aku mencari kebenaran dan bersekutu untuk mengatasi sudut pandang dan kesulitan saudara-saudariku. Setelah beberapa waktu, pekerjaan mulai menunjukkan beberapa kemajuan, dan aku bersyukur kepada Tuhan dari lubuk hatiku. Kemudian, ketika aku menghadapi berbagai hal, aku secara sadar memberontak terhadap dagingku. Meskipun setiap hari ada banyak pekerjaan yang harus ditangani, dan aku tidak punya waktu luang, aku tidak merasa lelah. Dengan menerapkan hal ini, aku merasa makin dekat dengan Tuhan, dan aku menemukan beberapa cara baru untuk bekerja sama dalam tugasku. Aku merasakan kedamaian dan ketenangan di dalam hatiku dengan bertindak sesuai dengan firman Tuhan.

Baiklah, aku akan berhenti sampai di sini. Apakah kau juga memperoleh banyak hal tahun ini? Jangan ragu untuk menulis kepadaku dan berbagi apa yang telah kaudapatkan dan pahami.

Salam hormat

Bai Lu

15 Oktober 2023

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Iri Hati adalah Hal yang Hina

Oleh Saudara Su Can, TiongkokPada Juni 2021, aku mulai berlatih menyirami para orang percaya baru. Aku tahu aku memiliki banyak kekurangan,...

Kurangi Ukuran Huruf
Tambah Ukuran Huruf
Masuk Layar Penuh
Keluar Layar Penuh