Bagaimana Aku Menjadi Pemimpin Palsu

24 November 2022

Oleh Saudari Xin Chun, Korea

Akhir tahun 2019 aku memimpin pekerjaan video di gereja. Saat itu aku stres sekali. Pekerjaan video melibatkan keahlian profesional yang belum pernah kupelajari. Memikirkan harus menghadapi profesi yang asing Membuatku sangat berat hati. Saat menindaklanjuti pekerjaan, ketua tim sering membahas masalah profesional, aku duduk mendengarkan tapi tak mengerti apa-apa. Saat membahas perselisihan, mereka tanya pandangan dan saranku, aku jadi sangat gugup karena tak tahu letak permasalahannya. Kadang kutawarkan saran berdasarkan insting, tapi tak diterima. Kalau itu terjadi, malu rasanya. Sebagai pemimpin, aku tak bisa melihat masalah, dan menyarankan perubahan. Apa yang dipikirkan saudara-saudari tentangku? Setelah beberapa kali terjadi, aku tak mau ikut diskusi kerja. Kupikir, "Aku tak tahu masalah profesional itu, dan sudah terlambat mempelajarinya. Mereka yang buat video, biar saja mereka diskusikan aspek profesionalnya. Aku tak bisa membantu di bidang ini, tapi aku bisa lebih membantu di jalan masuk kehidupan. Kalau keadaan normal, mereka berhasil di bidang profesional, apa aku tak menjalankan tugas? Dan aku tak mempermalukan diri di depan mereka." Sambil memikirkannya, kubiarkan mereka diskusi pekerjaan, aku tak ikut campur.

Setelah beberapa saat, kudapati produksi video sangat lambat, juga ada beberapa masalah prinsip, dan saudara-saudari tak kerjasama dengan harmonis. Beberapa saudari lapor ke ketua tim, Saudari Shan, katanya dia sok kuasa. Di banyak diskusi, orang lain harus dengarkan dia, akhirnya video terus digarap ulang. Kupikir, "Saudari Shan berkualitas baik. Meski wataknya agak arogan, keahlian profesionalnya bagus. Wajar orang yang bermodal arogan, Aku tinggal bersekutu dengannya." Jadi, memakai firman Tuhan, kami bersekutu tentang cara kerjasama dengan yang lain dan hikmah yang harus dia petik. Waktu itu Saudari Shan menyatakan sudi menerima ucapanku dan menerapkan kebenaran. Tak lama Saudari Yang datang dan berkata dia sudah habiskan waktu dan usaha membuat video, tapi waktu Saudari Shan lihat, seluruh konsep video itu dia tolak, dan tak ada ruang untuk berunding. Saudari Yang sangat sedih dan bertanya kenapa dia harus mengalaminya. Kupikir, "Konsepnya untuk video itu ditolak, itu berarti idenya tidak layak, ataukah Saudari Shan yang terlalu arogan?" Aku mau Saudari Yang beritahukan konsepnya padaku, supaya aku tahu masalah sebenarnya. Tapi kupikir karena aku tak mengerti profesi ini, kalau dia katakan dan aku tak paham masalahnya, apa pendapatnya tentangku? "Lupakanlah," kupikir, "Biar saja mereka diskusikan masalah profesi sendiri. Aku bersekutu saja dengan Saudari Yang tentang keadaannya dan alami ini sebagai pemangkasan dan penanganan. Kalau dia bisa benar menanganinya, masalah kerjasama dengan Saudari Shan terpecahkan." Jadi, aku bersekutu dengan Saudari Yang, kusuruh dia menerima anjuran orang lain, inisiatif menerapkan kebenaran dan bekerjasama dengan orang lain, jangan dikuasai gambaran sendiri .... Saudari Yang masih cemberut setelah mendengarnya, dan pergi dengan frustrasi. Setelah dia pergi, aku pun sedih, karena tahu masalahnya tidak selesai. Aku ingin melihat apa masalah pada video Saudari Yang, tapi aku takut tak bisa melihat masalahnya dan kelihatan tak kompeten. Kupikir, "Lupakan, biar mereka bersekutu dan memecahkan masalah profesional sendiri." Lalu aku bersekutu dengan Saudari Shan untuk mengubah keadaannya. Kutunjukkan bahwa Saudari Shan arogan, dia harus kerjasama secara harmonis dan belajar dari kelebihan yang lain, dan meski punya usulan bagus, harus didiskusikan dengan yang lain. Saudari Shan janji akan fokus untuk berubah, tapi setelahnya dia tetap arogan, selalu merasa pendapatnya lebih baik dari yang lain, pikirnya pengalaman dan keahliannya lebih baik, yang lain kalah, dan selalu ingin dia yang memutuskan saat bekerjasama dengan yang lain. Kadang, bila saudara-saudari sepakat tentang rencana produksi, kalau berbeda dari yang dia inginkan, ditolak mentah-mentah dan menuntut dibuat ulang sesuai persyaratannya. Jika yang lain merasa rencananya tak cocok, dia tak terima usul apa pun, dan menolak usul orang lain, dianggap tak berguna. Saudara-saudari tak bisa berkomunikasi dengannya, dan sering terpaksa membuat ulang pekerjaan mereka. Keadaan semua orang makin parah, mereka hidup dalam situasi negatif. Melihat Saudari Shan arogan dan sewenang-wenang, yang sangat memengaruhi kemajuan pekerjaan, aku merasa sangat tersiksa, karena tak bisa menangani masalah profesional. Samar kurasakan Saudari Shan tak menerima kebenaran, tak bertobat dan berubah, jadi dia tak cocok menjadi pemimpin kelompok lagi. Tapi kutahu secara profesional dia lebih baik dari yang lain, kalau dia dikeluarkan, siapa bisa mengambil alih pekerjaan ini? Aku tak yakin, jadi aku ingin laporkan ke atasanku, tapi kutakut kalau mereka tahu kekacauan yang kubuat dalam pekerjaan kami, mereka akan menangani dan memberhentikanku. Setelah bergumul dengan diri sendiri, kuputuskan bersekutu dengannya lagi. Jadi, kudatangi Saudari Shan lagi. Kutunjukkan arogansinya, kuungkap dia yang selalu sewenang-wenang dan ingin memutuskan, dan kukatakan itu jalan antikristus. Setelah mendengarnya dia tak bicara sepatah kata pun. Jelas dia tidak yakin. Setelahnya, dia tetap berbuat sesukanya, sering pamer dan merendahkan yang lain, kebanyakan saudara-saudari dipaksa dan tak mau kerjasama dengannya. Gara-gara kekacauan dan gangguan dia, pekerjaan video terhambat, dan akhirnya, aku terpaksa melaporkan masalah ini ke atasan. Setelah diselidiki, Saudari Shan diberhentikan sebagai ketua tim, dan aku diberhentikan karena tak kerja nyata atau menyelesaikan masalah praktis.

Setelah aku diberhentikan, kuakui kualitasku buruk, aku tak tahu profesi ini, dan tak bisa kerja nyata. Tapi aku tak benar-benar paham masalahku sendiri. Kemudian, saat membaca persekutuan Tuhan tentang memahami wujud pemimpin palsu, aku mulai merenung dan mengerti benar apa yang telah kuperbuat. "Pemimpin palsu pandai dalam melakukan pekerjaan dangkal, tetapi mereka tak pernah melakukan pekerjaan nyata. Mereka juga tidak pernah pergi dan memeriksa, mengawasi, atau mengarahkan berbagai spesialisasi pekerjaan, atau melakukan kunjungan yang tepat waktu ke berbagai kelompok untuk mengetahui apa yang sedang terjadi, memeriksa kemajuan pekerjaan, masalah apa yang masih ada, apakah pengawas kelompoknya berkompeten atau tidak; bagaimana umpan balik dan penilaian saudara-saudari terhadap pengawas tersebut, apakah ada yang disembunyikan oleh pemimpin kelompok atau pengawas; apakah ada orang yang mengejar kebenaran atau berbakat yang sedang ditindas atau dikucilkan oleh orang lain, apakah ada orang jujur yang ditindas; apakah orang yang menyingkapkan dan melaporkan pemimpin palsu sedang ditindas atau dikucilkan, atau apakah, ketika orang mengajukan saran-saran yang benar, saran-saran ini dilakukan; dan apakah pemimpin atau pengawas kelompok tersebut adalah orang yang jahat, atau suka mempersulit orang. Jika para pemimpin palsu sama sekali tidak melaksanakan tugas-tugas ini, mereka harus diganti. Misalnya, katakanlah seseorang melapor kepada pemimpin palsu bahwa ada seorang pengawas yang sering menindas dan menghambat mereka. Pengawas ini telah melakukan kesalahan tetapi tidak membiarkan saudara-saudari memberikan saran, dan bahkan mencari-cari alasan untuk membenarkan dan membela diri, tidak pernah mengakui kesalahannya. Bukankah pengawas seperti itu harus segera diberhentikan? Semua ini adalah masalah yang harus segera diselesaikan oleh para pemimpin. Beberapa pemimpin palsu tidak membiarkan para pengawas dari berbagai kelompok—para pengawas yang telah mereka tunjuk—untuk disingkapkan, apa pun masalah yang muncul dalam pekerjaan para pengawas ini. Jika orang berani menyingkapkan masalah dalam pekerjaan pengawas tersebut, pemimpin palsu akan berusaha melindungi atau menutupi fakta yang sebenarnya, dengan berkata, 'Ini adalah masalah jalan masuk orang ke dalam kehidupan. Adalah normal baginya memiliki watak yang congkak—semua orang yang berkualitas rendah itu congkak. Ini bukan masalah besar, aku hanya perlu bersekutu sedikit dengannya.' Selama persekutuan, pengawas tersebut berkata, 'Kuakui aku congkak, kuakui ada kalanya aku memikirkan reputasi dan statusku sendiri, dan tidak menerima saran orang lain, tetapi orang lain tidak mahir dalam bidang pekerjaan ini, mereka sering kali mengajukan saran-saran yang tidak berguna, jadi ada alasan mengapa aku tidak mendengarkan mereka.' Pemimpin palsu tersebut tidak berusaha memahami keseluruhan situasinya, dia tidak menyelidiki seberapa baik pengawas itu bekerja, apalagi menyelidiki seperti apa kemanusiaan, watak, dan pengejaran pengawas tersebut. Yang dia lakukan hanyalah berkata dengan enteng, 'Hal ini dilaporkan kepadaku, jadi aku akan mengawasimu. Aku akan memberimu kesempatan.' Setelah persekutuan itu, pengawas tersebut berkata dia mau bertobat, tetapi tentang apakah setelah itu dia memang benar-benar bertobat, atau hanya berbohong dan menipu, pemimpin palsu tidak memperhatikannya" (Firman, Vol. 5, Tanggung Jawab Para Pemimpin dan Pekerja). "Cara kerja para pemimpin palsu terlalu sederhana dan dangkal: mereka mengajak orang mengobrol, melakukan sedikit pekerjaan yang bersifat ideologis, memberi orang sedikit nasihat, dan menganggap melakukan ini berarti melakukan pekerjaan nyata. Ini dangkal, bukan? Dan masalah apa yang tersembunyi di balik kedangkalan ini? Apakah kenaifan? Pemimpin palsu sangat naif, sangat naif dalam pandangan mereka tentang orang dan berbagai hal. Tidak ada yang lebih sulit untuk diperbaiki selain watak manusia yang rusak. Macan tutul tidak dapat mengubah bintiknya. Para pemimpin palsu tidak memiliki persepsi tentang masalah ini. Oleh karena itu, terhadap jenis pengawas di dalam gereja yang selalu mengganggu, yang selalu menghambat orang, yang cenderung mempersulit orang, para pemimpin palsu tidak melakukan apa pun selain berbicara; menangani dan memangkas dengan mengucapkan beberapa kalimat, dan hanya itu saja. Mereka tidak segera memindahkan atau mengganti orang. Cara para pemimpin palsu dalam melakukan segala sesuatu menyebabkan kerugian yang sangat besar terhadap pekerjaan gereja, dan sering kali menghalangi pekerjaan gereja sehingga tidak mengalami kemajuan yang normal, lancar dan efisien karena terhambat, tertunda, dan dirugikan sebagai akibat dari campur tangan beberapa orang jahat—dan semua ini merupakan akibat menyedihkan ketika pemimpin palsu bertindak berdasarkan emosi, melanggar prinsip kebenaran, dan memakai orang yang salah. Di luarnya, para pemimpin palsu ini tidak dengan sengaja melakukan kejahatan seperti para antikristus, atau dengan sengaja membangun wilayah kekuasaan mereka sendiri dan menempuh jalan mereka sendiri. Namun, dalam lingkup pekerjaan mereka, para pemimpin palsu tidak mampu dengan cepat menyelesaikan berbagai masalah yang disebabkan oleh para pengawas, mereka tak mampu dengan segera memindahkan dan mengganti para pengawas kelompok yang memiliki kualitas di bawah standar, dan ini sangat merugikan pekerjaan gereja, dan semua ini juga disebabkan oleh kelalaian para pemimpin palsu" (Firman, Vol. 5, Tanggung Jawab Para Pemimpin dan Pekerja). Saat membaca firman Tuhan ini, aku merasa teramat sedih dan pilu. Aku merasa pemimpin palsu yang Tuhan gambarkan adalah aku. Tuhan menyingkap bahwa pemimpin palsu tidak melakukan kerja nyata, tidak memeriksa, mengawasi, atau mengarahkan, tidak menyelidiki pekerjaan untuk tahu masalah sebenarnya, melanjutkan pekerjaan tertentu. Bila ada yang melaporkan masalah ke pengawas, mereka tidak melakukan penyelidikan dengan saksama, tidak memahami esensi mereka dan akibat pekerjaan mereka, mereka hanya bersekutu dengan pengawas seperti itu dan melakukan pekerjaan ideologis. Mereka pikir ini menyelesaikan masalah, agar tak perlu memindahkan pengawas yang tak layak tepat waktu, akibatnya sangat merugikan pekerjaan. Perilakuku saat itu persis yang diungkapkan Tuhan. Aku jarang terlibat pekerjaan, dan menanyakan perkembangan pekerjaan atau menawarkan tuntunan. Aku tahu produksi video lambat, dan banyak yang melapor Saudari Shan arogan dan memaksakan kehendak, yang memengaruhi pekerjaan, aku hanya bersekutu tentang keadaannya tapi membiarkan masalah. Aku tak menyelidiki masalah saat mereka berselisih paham dalam proses produksi video, aku hanya bersekutu bahwa mereka harus tahu watak rusak mereka dan mengambil hikmah. Kupikir persekutuan dan melakukan pekerjaan ideologis menyelesaikan masalah dan kerja nyata, tapi aku tak menanyakan atau memecahkan masalah sebenarnya yang menghambat kemajuan pekerjaan. Ketua tim yang menyebabkan kekacauan tak dipindahkan atau ditangani, dan diizinkan terus mengganggu dan menghambat pekerjaan video. Bukankah aku pemimpin palsu yang diungkap firman Tuhan? Selama itu, lebih dari satu saudara atau saudari mengatakan mereka dipaksa Saudari Shan. Dia harus menyetujui semua konsep dan rencana produksi video, kalau tak ikut memutuskan, dia jatuhkan keputusan yang dibuat orang lain, saudara-saudari harus menunggu dia dalam setiap hal, dan sangat menunda pekerjaan. Saat itu, dia sudah memegang kuasa di tim itu dan yang memutuskan. Saudara-saudari terus melaporkan masalahnya, tapi aku buta dan bodoh, aku jarang memahami betul pekerjaan, dan hanya melihat masalah di permukaan, sehingga tak bisa memahami masalah serius Saudari Shan. Kupikir keahlian profesionalnya bagus, tapi wataknya sedikit arogan, jadi dengan sedikit persekutuan, dia bisa merenung dan mendapat pengetahuan diri. Tapi karena aku tak bisa melihat natur perbuatannya, semua persekutuanku omong kosong, dan tak memecahkan masalah sebenarnya. Hasilnya, selama setengah tahun, banyak orang dipaksa dia, negatif, lemah, pekerjaan video tidak efektif, dan pekerjaan video sungguh terganggu dan kacau. Kemudian barulah kulihat jelas, karena aku tidak kerja nyata atau memindahkan ketua tim yang tak layak tepat waktu, akibatnya pekerjaan mengalami kerugian besar. Aku asli pemimpin yang palsu. Awalnya, kupikir aku gagal dalam tugas karena kualitasku buruk dan tak paham profesi. Hanya setelah membaca firman Tuhan kutahu, tidak berusaha memahami masalah dan memecahkan masalah yang sebenarnya bukan hanya kualitas buruk, tapi kurang kerja nyata.

Aku terus merenung, "Kenapa aku enggan mempelajari pekerjaan?" Mengingat kembali beberapa pikiran dan perilakuku saat itu, baru kusadari pandanganku selalu salah. Aku tidak mengerti profesi ini, maka ingin menghindari masalah yang meliputinya, dan aku tak mau tahu atau mempelajarinya. Aku takut membahas masalah dengan orang yang mengerti, membuatku tampak bodoh, Jadi aku tak mau bertanggungjawab soal pekerjaan padahal semestinya harus. Lalu, aku baca firman Tuhan, "Ciri utama pekerjaan para pemimpin palsu adalah mengoceh tentang doktrin dan mengulang-ulang slogan. Setelah mengeluarkan perintah, mereka hanya lepas tanggung jawab dari hal tersebut. Mereka tidak bertanya tentang perkembangan selanjutnya dari proyek tersebut; mereka tidak bertanya apakah ada masalah, ketidaknormalan, atau kesulitan yang telah muncul. Mereka menganggap proyek tersebut sudah selesai begitu mereka menyerahkannya. Padahal sebenarnya, sebagai pemimpin, setelah menyelesaikan pengaturan kerja, engkau harus mengawasi kemajuan proyek. Meskipun engkau benar-benar pemula dalam hal ini—meskipun engkau tidak memiliki pengetahuan apa pun tentang hal ini—engkau bisa mencari cara untuk melaksanakan pekerjaan semacam itu. Engkau bisa mencari seseorang yang berpengetahuan, yang memahami pekerjaan yang dimaksud, untuk memeriksa situasi dan memberi saran. Dari saran mereka, engkau dapat mengidentifikasi prinsip-prinsip yang sesuai, dan dengan demikian, engkau akan dapat mengawasi perkembangan pekerjaan tersebut. Apakah engkau sudah familier atau memahami jenis pekerjaan yang dimaksud atau belum, paling tidak engkau harus memimpin proyek tersebut, mengawasi perkembangannya, mencari informasi dan bertanya agar engkau mengetahui kemajuan proyek tersebut. Engkau harus memahami hal-hal semacam itu; inilah tanggung jawabmu, peran yang harus kaujalankan. Tidak mengawasi pekerjaan, tidak melakukan apa pun lagi setelah pekerjaan itu diserahkan—lepas tanggung jawab dari pekerjaan—adalah cara para pemimpin palsu melakukan segala sesuatu. Tidak mengambil tindakan khusus untuk mengawasi pekerjaan—tidak memiliki pemahaman dan tidak mengetahui kemajuannya—juga merupakan perwujudan dari pemimpin palsu" (Firman, Vol. 5, Tanggung Jawab Para Pemimpin dan Pekerja). Dari firman Tuhan aku paham, tidak menindaklanjuti pekerjaan tertentu dengan dasar tidak mengerti profesi itu dan tidak menyelesaikan masalah praktis yang ada dalam pekerjaan adalah wujud pemimpin palsu yang tak bertanggungjawab dan mengelak dari tanggungjawab. Sebagai pemimpin, setidaknya harus memimpin dan menindaklanjuti pekerjaan, menanyakan kemajuan pekerjaan, mencari dan memecahkan masalah di dalamnya. Meskipun tak tahu profesi itu, kau bisa minta pada yang tahu untuk memeriksa dan memberi nasihat, dan kerjasama dengan yang lain untuk melengkapi kekuranganmu. Jadi kau bisa bekerja dengan baik. Tapi bagiku, bidang-bidang mengenai pekerjaan profesional, aku takut dipandang rendah oleh saudara-saudari jika tak bisa mengarahkan, jadi untuk menutupi kelemahan dan kekurangan serta menjaga citra dan status, dengan dasar tak tahu profesi itu, aku menghindarinya dan tak ambil bagian dalam pekerjaan tertentu. Saat ada masalah di produksi dan saudara-saudari berselisih dan tak bisa kerjasama dengan baik, sebagai akibatnya kemajuan berhenti, bukan benar-benar menyelesaikan masalah, aku cuci tangan. Bukankah aku persis pemimpin palsu yang diungkap dalam firman Tuhan? Sebenarnya, semua pekerjaan rumah Tuhan melibatkan prinsip kebenaran. Hanya menguasai pengetahuan profesional tidak cukup untuk mengerjakannya dengan baik. Sebagai pemimpin, meski tidak tahu profesinya, kau harus tahu prinsip kebenaran yang relevan agar bisa menuntun dan memeriksa pekerjaan. Awalnya beberapa pemimpin tak mengerti profesinya, tapi mereka tekun belajar dan menguasai prinsip kebenaran yang relevan, setelahnya mereka bisa secara praktis menuntun dan memeriksa pekerjaan, dan pekerjaan terus bertambah baik. Benar. Saat ini, kutanyakan diriku, "Aku selalu berkata tak mengerti aspek profesionalnya, tapi apakah aku belajar? Apa aku berusaha dan menanggung akibatnya? Saat tidak tahu cara memeriksa sesuatu, apa aku mencari prinsip kebenaran?" Semua tidak kulakukan. Aku asal-asalan dalam tugas, tidak ada kemajuan, tak berusaha belajar dari yang lain atau mencari prinsip kebenaran saat tak mengerti, dan menjaga ketenaran dan status dengan kedok tak paham profesi tersebut, yang berarti banyak masalah dan kesulitan tak bisa diselesaikan segera selama saudara-saudari menjalankan tugas, yang berdampak serius terhadap pekerjaan video. Ini akibat dari slogan yang kuteriakkan, tak melakukan kerja nyata dan tak menyelesaikan masalah praktis.

Setelahnya, aku juga membaca firman Tuhan, "Ketika Tuhan meminta agar orang-orang mengesampingkan status dan gengsi, bukan berarti Dia sedang merampas hak orang untuk memilih; sebaliknya, itu karena, ketika mengejar gengsi dan status, orang mengganggu dan mengacaukan pekerjaan gereja dan jalan masuk kehidupan umat pilihan Tuhan, dan bahkan dapat memengaruhi orang lain dalam hal makan dan minum firman Tuhan, dalam hal memahami kebenaran, dan dengan demikian dalam hal memperoleh keselamatan Tuhan. Ini adalah fakta yang tak terbantahkan. Ketika orang mengejar gengsi dan status mereka sendiri, mereka pasti tidak akan mengejar kebenaran dan mereka pasti tidak akan melaksanakan tugas mereka dengan setia. Mereka hanya akan berbicara dan bertindak demi gengsi dan status, dan semua pekerjaan yang mereka lakukan, tanpa terkecuali, adalah demi hal-hal tersebut. Berperilaku dan bertindak dengan cara seperti ini tentu saja berarti menempuh jalan antikristus; itu adalah gangguan dan pengacauan terhadap pekerjaan Tuhan, dan terutama mengakibatkan terhalangnya pengabaran Injil Kerajaan dan aliran bebas kehendak Tuhan di dalam gereja. Jadi, dapat dikatakan dengan pasti bahwa jalan yang ditempuh oleh mereka yang mengejar gengsi dan status adalah jalan penentangan terhadap Tuhan. Ini adalah penentangan yang disengaja terhadap-Nya, perlawanan terhadap-Nya—ini artinya bekerja sama dengan Iblis dalam menentang Tuhan dan melawan Dia. Inilah natur dari pengejaran orang akan status dan gengsi. Masalah dengan orang yang mengejar kepentingan diri mereka sendiri adalah bahwa tujuan yang mereka kejar adalah tujuan Iblis—semua itu adalah tujuan yang jahat dan tidak adil. Ketika orang mengejar kepentingan pribadi seperti gengsi dan status, tanpa disadari mereka menjadi alat Iblis, mereka menjadi saluran bagi Iblis, dan selain itu, mereka menjadi perwujudan Iblis. Mereka memainkan peran negatif di dalam gereja; terhadap pekerjaan gereja, dan terhadap kehidupan bergereja yang normal serta terhadap pengejaran normal umat pilihan Tuhan, efek yang mereka hasilkan adalah mengganggu dan merusak; mereka memiliki efek yang merugikan dan negatif" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, "Bab Sembilan: Mereka Melakukan Tugas Mereka Hanya untuk Membedakan Diri Mereka Sendiri dan Memuaskan Kepentingan dan Ambisi Mereka Sendiri; Mereka tidak Pernah Mempertimbangkan Kepentingan Rumah Tuhan, dan Bahkan Menjual Kepentingan Tersebut sebagai Ganti Kemuliaan Pribadi (Bagian Satu)"). Saat merenungkan firman Tuhan, kulihat yang kulakukan dalam tugas adalah menjaga citra dan status, aku tidak menjaga pekerjaan gereja sama sekali, yang merugikan pekerjaan. Aku takut orang lain memandang rendah kalau aku tidak mengerti profesi itu, jadi untuk menutupi kekurangan, aku tak ambil bagian dalam diskusi kerja, juga tidak menindaklanjuti pekerjaan tertentu. Meski kulihat ketua tim sewenang-wenang dan mengacaukan pekerjaan, aku tak bisa menyelesaikannya. Aku juga takut atasanku tahu aku tidak melakukan kerja nyata dan memberhentikanku, jadi aku tak berinisiatif melapor dan mencari solusi, dan menyaksikan pekerjaan gereja menderita. Aku terang-terangan menutupi fakta, menipu atasan dan bawahanku, dan membuat orang salah mengira pekerjaan yang kuawasi tak ada masalah dan normal, jadi posisiku sebagai pemimpin aman. Tapi sementara aku berusaha melindungi citra dan status, saudara-saudariku dipaksa, tak ada jalan maju dalam tugas, hidup menderita dan sengsara. Sengsara dalam arti hidup dan pekerjaan mereka sangat terhambat. Tapi aku tak peduli itu semua. Bukankah itu semua wujud pemimpin palsu? Saat merenungkan itu semua, aku merasa agak takut, juga merasa bertobat dan menyesal. Aku benci diriku begitu egois dan culas. Hati nuraniku mati terhadap itu semua! Pekerjaan video adalah aspek utama dari pekerjaan di gereja. Aku menjalankan tugas sepenting itu, tapi tidak peka akan kehendak Tuhan, Aku menjaga citra dan status dalam segala hal, mengacau dan mengganggu pekerjaan gereja. Memikirkan perilakuku dalam tugas dan kerugian yang kubawa pada pekerjaan gereja menyakitkan seakan hatiku ditusuk pisau. Aku terlalu malu untuk menghadap Tuhan. Dengan air mata dan penyesalan aku berdoa kepada Tuhan, "Tuhan, aku licik dan penuh trik dalam tugas, dan tidak melakukan kerja nyata. Kerugian yang kubawa pada pekerjaan gereja tak terhitung. Aku mau bertobat kepada-Mu dalam tugasku nanti, dan kumohon Kau memeriksaku!"

Kemudian, kutemukan cara menerapkan dan masuk dalam firman Tuhan. "Bagaimana menjadi orang yang biasa-biasa saja dan normal? Bagaimana agar orang, seperti yang Tuhan firmankan, dapat dengan benar menempatkan dirinya sebagai makhluk ciptaan—bagaimana agar mereka mampu untuk tidak berusaha menjadi manusia super, atau sosok yang hebat? Bagaimana seharusnya engkau berlatih menjadi orang biasa dan normal? Bagaimana ini bisa dilakukan? ... Pertama, jangan menganggap jabatan segalanya bagimu. Jangan katakan, 'Aku ini seorang pemimpin, kepala tim, aku pengawas, tak seorang pun tahu urusan ini lebih baik daripadaku, tak seorang pun mengerti keahlian ini lebih daripadaku.' Jangan menganggap jabatan yang kaudapatkan segalanya bagimu. Begitu engkau melakukannya, itu akan mengikat tangan dan kakimu, dan apa yang kaukatakan dan lakukan akan terpengaruh; pemikiran dan penilaian normalmu juga akan terpengaruh. Engkau harus membebaskan diri dari belenggu status ini; pertama-tama turunkan dirimu dari kedudukan resmi ini yang menurut anggapanmu kaumiliki dan tempatkanlah dirimu sebagai orang biasa; jika engkau melakukannya, sikapmu akan menjadi normal. Engkau juga harus mengakui dan berkata, 'Aku tidak tahu bagaimana melakukan ini, dan aku juga tidak mengerti itu—aku harus melakukan penelitian dan belajar,' atau 'aku tidak pernah mengalami ini, jadi aku tidak tahu harus berbuat apa.' Ketika engkau mampu mengatakan apa yang sebenarnya kaupikirkan dan mengatakannya dengan jujur, engkau akan memiliki nalar yang normal. Orang lain akan mengetahui dirimu yang sebenarnya, dan dengan demikian akan memiliki pandangan yang normal tentang dirimu, dan engkau tidak perlu berpura-pura, engkau juga tidak akan merasa sangat tertekan, sehingga engkau akan dapat berkomunikasi dengan orang-orang secara normal. Hidup seperti ini adalah hidup yang bebas dan mudah; siapa pun yang mendapati hidupnya melelahkan, mereka sendirilah yang menyebabkannya. Jangan berpura-pura atau menyembunyikan sesuatu; pertama-tama engkau harus membuka diri tentang apa yang kaupikirkan di dalam hatimu, tentang pikiranmu yang sebenarnya, sehingga semua orang menyadari dan memahaminya. Sebagai hasilnya, kekhawatiranmu dan hambatan serta kecurigaan di antaramu dan orang lain semuanya akan sirna. Selain itu, engkau juga terbelenggu oleh hal lain. Engkau selalu menganggap dirimu sebagai kepala tim, pemimpin, pekerja, atau seseorang dengan gelar dan status tertentu: jika engkau berkata engkau tidak mengerti sesuatu, atau tidak mampu melakukan sesuatu, bukankah engkau sedang merendahkan dirimu sendiri? Ketika engkau mengesampingkan semua belenggu ini di dalam hatimu, ketika engkau tidak lagi menganggap dirimu sebagai pemimpin atau pekerja, dan ketika engkau tidak lagi berpikir dirimu lebih baik daripada orang lain, dan merasa bahwa engkau hanya orang biasa yang sama dengan orang lain, bahwa ada beberapa area di mana engkau lebih rendah dari orang lain—ketika engkau mempersekutukan kebenaran dan hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan dengan sikap ini, maka dampaknya akan berbeda, dan suasananya juga akan berbeda. Jika, dalam hatimu, engkau selalu memiliki perasaan waswas, jika engkau selalu merasa stres dan terbelenggu, dan jika engkau ingin melepaskan diri dari hal-hal ini tetapi tidak bisa, engkau bisa efektif melakukannya dengan berdoa sungguh-sungguh kepada Tuhan, merenungkan dirimu sendiri, melihat kekuranganmu, berjuang ke arah kebenaran, dan menerapkan kebenaran" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Menghargai Firman Tuhan adalah Landasan Kepercayaan kepada Tuhan"). Setelah membaca firman Tuhan hatiku sangat tercerahkan. Dulu, aku selalu memposisikan diri sebagai pemimpin. Aku selalu berpura-pura serba tahu agar dihormati orang lain, dan aku tak mau orang lain melihat diriku yang sebenarnya. Aku yakin menjadi pemimpin aku harus di atas yang lain dan mahakuasa. Ini salah. Sebenarnya, aku tidak lebih baik dari yang lain. Watak rusakku sama dengan saudara-saudariku, dan banyak yang tidak jelas dan kupahami. Menjadi pemimpin hanyalah kesempatan menerapkan. Aku harus melepaskan jabatan, jujur, terbuka tentang diriku yang sebenarnya kepada saudara-saudari, dan bekerjasama dengan semua orang secara setara saat melakukan tugas. Kalau tak mengerti, aku harus mengaku dan biarkan mereka yang mengerti bersekutu lebih banyak. Dengan begitu, aku bisa selesaikan masalah pekerjaan tepat waktu juga melengkapi kekuranganku. Kalau ada masalah yang tak bisa kupahami atau selesaikan, harus kulaporkan ke atasan tepat waktu agar kelak terhindar masalah serius.

Sekarang, aku dipilih kembali untuk memimpin gereja. Aku sangat bersyukur, dan kutahu ini kesempatan bagiku untuk bertobat. Aku tak bisa menebus pelanggaran masa laluku, jadi aku ingin lakukan yang terbaik di masa mendatang. Aku berjanji pada diri sendiri. Akan kulakukan sebisaku dan harus menjalankan tugas ini dengan baik, jika kubiarkan watak rusakku membuatku tak tanggungjawab dalam tugas lagi, kuharap didikan dan disiplin Tuhan datang atasku. Banyak tugas dalam pekerjaanku sekarang yang aku tak banyak tahu. Kadang, saat saudara-saudari datang mendiskusikan pekerjaan, aku tak terlalu mengerti, dan ada keinginan menghindar dan tidak berpartisipasi, tapi bila memikirkan pelajaran dari kegagalanku terdahulu, aku agak takut. Segera aku berdoa kepada Tuhan, minta Dia menjagaku tetap tenang, dapat mendengarkan dengan teliti, dan dapat bekerjasama dengan saudara-saudari untuk mencari jalan penyelesaian masalah. Setelah menyesuaikan keadaan dan terlibat nyata dalam tugas-tugas ini sambil menanggung beban, aku tak hanya bisa menemukan permasalahan, terkadang aku bisa beri usulan yang masuk akal. Bilamana ada masalah tentang prinsip yang tak kupahami atau selesaikan, kulaporkan ke atasan dan mencari bantuan. Dengan begitu, pekerjaan tidak tertunda, dan masalah segera terselesaikan.

Jika Tuhan telah membantu Anda, apakah Anda mau belajar firman Tuhan, mendekat kepada Tuhan dan terima berkat Tuhan?

Konten Terkait