Rasa Sakit yang Tak Terhilangkan

10 Agustus 2024

Oleh Saudara Wu Fan, Tiongkok

Suatu hari di paruh kedua tahun 2002, tiba-tiba aku ditangkap polisi saat sedang melaksanakan tugasku. Mereka membawaku ke sebuah wisma dan menunjukkan rekaman video transaksi bank-ku, tanpa henti menanyaiku dari mana aku mendapatkan uang itu, di mana tempat tinggalku, siapa yang memimpin gereja, dan sebagainya. Ketika aku menolak untuk menjawab, mereka menyiksaku dengan berbagai cara. Mereka memaksaku untuk berjongkok, menampar wajahku keras-keras dengan sepatu kulit, belasan polisi bergantian menginterogasiku, menerapkan taktik "penyiksaan dengan kurang tidur" padaku. Artinya, mereka tidak membiarkanku tidur. Setiap kali aku memejamkan mata, polisi menampar wajahku atau menendangku dengan keras, atau tiba-tiba berteriak nyaring di telingaku. Karena sudah lama tidak tidur, aku merasa bingung, pusing, mengalami demam tinggi, dan telingaku berdenging. Bahkan aku mulai mengalami penglihatan ganda. Pada hari kedua puluh aku disiksa polisi, tubuhku sudah mencapai batasnya. Aku terjatuh ke tanah dan tidak memiliki kekuatan untuk bangkit kembali. Mataku tak bisa terbuka, dan kesadaranku mulai kabur. Bahkan aku menjadi susah bernapas, dan rasanya aku bisa mati kapan saja. Pada saat itu, aku merasa sangat ketakutan, tak mampu berhenti memikirkan ibu, istri, dan anak-anakku. Aku khawatir jika aku mati, mereka mungkin tak akan mampu menanggungnya dan merasa sangat tertekan. Bagaimana mereka akan melanjutkan hidup setelahnya? Dalam keadaan setengah sadar, aku mendengar polisi berkata, "Tak akan ada yang peduli jika orang yang keras kepala sepertimu mati! Kami akan menguburmu di tempat yang tak akan diketahui siapa pun!" Mereka juga berkata, "Katakan saja di mana tempat tinggalmu, dan kita akan menutup kasus ini! Kami tak mau begadang semalaman dengan kau yang menderita." Aku berpikir, "Jika aku tak mengatakan apa pun malam ini, mungkin aku tak akan bisa bertahan. Mungkin sebaiknya aku mengatakan sesuatu kepada mereka." Aku teringat bahwa saudari tua yang menjadi tuan rumah bagiku, tidak banyak tahu tentang urusan gereja. Jika aku mengaku tinggal di rumahnya, itu tidak akan merugikan gereja, bukan? Sudah dua puluh hari aku ditangkap, dan buku firman Tuhan di rumahnya seharusnya sudah lama dipindahkan. Jika polisi tidak bisa menemukan bukti apa pun, mereka tidak bisa berbuat apa-apa kepada saudari itu, bukan? Aku pun menyebutkan alamat rumahnya. Begitu kata-kata itu terucap dari bibirku, pikiranku langsung menjadi jernih. Setelah menyadari bahwa aku telah menjadi seperti Yudas, hatiku dipenuhi ketakutan, dan seluruh tubuhku menjadi mati rasa. Aku menyalahkan diriku sendiri dan sangat menyesalinya, membenci bagaimana aku bisa menjadi seperti Yudas dan mengkhianati saudari tersebut. Kuharap waktu bisa berputar kembali agar aku bisa menarik perkataanku, tetapi semuanya sudah terlambat. Aku memikirkan bagaimana saudari itu telah menjadi tuan rumah bagiku tanpa memedulikan keamanan dirinya sendiri, tetapi aku malah mengkhianatinya untuk menyelamatkan diriku sendiri. Hati nuraniku makin tersiksa, dan aku membenci diriku sendiri karena tidak memiliki kemanusiaan. Terutama ketika aku teringat akan firman Tuhan, "Terhadap mereka yang tidak menunjukkan kepada-Ku sedikit pun kesetiaan selama masa-masa kesukaran, Aku tidak akan lagi berbelas kasihan, karena belas kasihan-Ku hanya sampai sejauh ini. Lagipula, Aku tidak suka siapa pun yang pernah mengkhianati Aku, terlebih lagi, Aku tidak suka bergaul dengan mereka yang mengkhianati kepentingan teman-temannya. Inilah watak-Ku, terlepas dari siapa pun orangnya. Aku harus memberi tahu engkau hal ini: siapa pun yang menghancurkan hati-Ku tidak akan menerima pengampunan dari-Ku untuk kedua kalinya, dan siapa pun yang telah setia kepada-Ku akan selamanya berada di hati-Ku" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Persiapkan Perbuatan Baik yang Cukup demi Tempat Tujuanmu"), firman ini bagaikan pisau yang menembus hatiku, dan hati nuraniku merasa makin dituduh dan dikecam. Di dalam hatiku, aku tahu bahwa watak Tuhan itu benar dan kudus, tidak menoleransi pelanggaran manusia. Tuhan membenci mereka yang mengkhianati-Nya dan saudara-saudari demi menyelamatkan diri sendiri. Aku telah menjadi seperti Yudas yang memalukan dengan mengkhianati saudari itu, dan aku melukai hati Tuhan. Sekarang Tuhan tidak mungkin lagi menyelamatkanku. Akulah yang memutus jalan imanku kepada Tuhan. Setelah memikirkan semua ini, hatiku terasa sakit seperti dicabik-cabik. Setiap malam, aku tak bisa tidur, dan aku hidup dalam derita serta menyalahkan diri sendiri. Aku telah berutang budi kepada Tuhan dan saudari itu. Aku tak bisa memaafkan diriku sendiri. Setelah itu, ketika melihat bahwa mereka tak bisa mendapatkan apa-apa lagi dariku, polisi memalsukan tuduhan terhadapku dan menjatuhkan hukuman satu setengah tahun. Pada saat itu, tubuhku terlalu lemah; saat berolahraga di luar, baru berjalan beberapa langkah saja, aku mulai terengah-engah. Takut jika mereka akan membuat seseorang kehilangan nyawa, setelah lima puluh hari, para polisi itu memberiku pembebasan bersyarat dengan alasan kesehatan, tetapi mereka tidak mengizinkanku untuk keluar dari daerah setempat. Aku harus melaporkan keberadaanku kepada mereka setiap bulannya dan melaporkan pemikiranku ke kantor polisi setiap tiga bulan. Sementara itu, polisi mendatangi rumah saudari itu, dan dia tak bisa lagi melaksanakan tugasnya.

Aku tinggal di rumah selama lebih dari sebulan, tetapi kemudian polisi datang untuk menangkapku lagi, jadi aku cepat-cepat melarikan diri ke luar kota untuk bekerja. Tak lama kemudian, polisi mencariku di lokasi pembangunan untuk menangkapku, dan aku pun pergi dari sana dalam semalam. Masa itu adalah saat yang paling sulit bagiku. Aku kehilangan kontak dengan gereja, dan para kerabat serta temanku memutuskan hubungan denganku. Tak punya tempat untuk bersembunyi, aku pun berkeliaran dan sering tidur di bawah jembatan. Saat itu aku merasa sangat tak berdaya, seolah Tuhan tak lagi menginginkanku. Aku tahu bahwa aku telah menyinggung watak Tuhan dan pantas menerima ganjaran seperti itu. Sebenarnya, aku dapat menanggung penderitaan fisik, tetapi kehilangan Tuhan, kehidupan bergereja, dan kemampuan untuk membaca firman Tuhan membuatku ingin mati saja. Aku tak berani berdoa kepada Tuhan, juga merasa tidak pantas untuk berdoa kepada-Nya. Aku merasa seperti telah menjadi seperti Yudas, seseorang yang dibenci oleh Tuhan. Apakah Tuhan akan tetap mendengarkan doaku? Setiap malam, aku tak bisa tidur aku dipenuhi dengan rasa menyesal yang teramat besar sampai aku tak tahu sudah berapa kali aku menampar pipiku sendiri, dan berkali-kali aku ingin mengakhiri rasa sakitku dengan kematian. Belakangan, aku teringat akan firman Tuhan dan mulai sedikit lebih memahami maksud-Nya. Firman Tuhan berbunyi: "Sekarang ini, sebagian besar orang tidak memiliki pengetahuan itu. Mereka percaya bahwa penderitaan tidak ada nilainya, mereka dijauhi oleh dunia, kehidupan rumah tangga mereka bermasalah, mereka tidak dikasihi Tuhan, dan prospek mereka suram. Penderitaan sebagian orang mencapai titik ekstrem, dan pikiran mereka mengarah kepada kematian. Ini bukanlah kasih kepada Tuhan yang sejati; orang-orang seperti itu adalah pengecut, mereka tidak memiliki ketekunan, mereka lemah dan tidak berdaya! Tuhan benar-benar ingin manusia mengasihi-Nya, tetapi makin manusia mengasihi-Nya, makin besar penderitaan manusia, dan makin manusia mengasihi-Nya, makin besar ujiannya" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Hanya Dengan Mengalami Ujian-Ujian yang Menyakitkan Engkau Semua Bisa Mengenal Keindahan Tuhan"). Setelah merenungkan firman Tuhan, aku menyadari bahwa keadaan yang kuhadapi adalah kebenaran Tuhan, ganjaran yang layak kudapatkan karena telah bertindak seperti Yudas. Namun, aku ini diciptakan oleh Tuhan, dan tidak seharusnya aku memilih mati demi diriku sendiri; Aku harus menerima hukuman Tuhan. Di masa depan, setiap kali ada kesempatan, aku akan terus mengikuti Tuhan. Sekalipun itu berarti melakukan pelayanan bagi Tuhan, aku akan bersedia melakukannya. Jadi, aku menyingkirkan segala pemikiran akan kematian dan berlutut sambil berdoa dan menangis, "Tuhan! Aku pantas mati. Aku pantas dikutuk ..." Untuk waktu yang lama, aku hanya bisa mengucapkan satu kalimat ini sambil menangis tersedu-sedu.

Pada tahun 2018, saudara-saudari menemukanku dan berkata bahwa pengkhianatanku terhadap saudari itu adalah kelemahan sesaat di dalam dagingku, yang tidak menyebabkan kerugian yang signifikan bagi gereja. Mereka berkata bahwa pelaksanaan tugasku yang konsisten itu baik, dan gereja kembali mengatur tugas untukku. Pada saat itu, aku merasa terharu hingga menangis. Aku yakin bahwa dengan mengkhianati Tuhan dan bertindak seperti Yudas, aku pantas dihukum sekalipun itu berarti aku akan pergi ke neraka. Namun, Tuhan tidak memperlakukanku berdasarkan pelanggaranku; Dia memberiku kesempatan untuk bertobat. Aku merasa makin menyesal dan membenci diriku sendiri, menyadari betapa banyak utang budiku kepada Tuhan. Di dalam hatiku, aku bertekad bahwa apa pun tugas yang diatur oleh gereja untukku di masa depan, aku akan menghargai dan melaksanakannya untuk membalas budi kepada Tuhan. Belakangan, Partai Komunis mulai menangkap orang-orang percaya di berbagai tempat, dan dua pemimpin dari gereja kami pun ditangkap. Tak lama kemudian, aku mendengar bahwa mereka bertindak seperti Yudas dan dikeluarkan dari gereja. Saat itu, aku berpikir, "Jika mereka dikeluarkan karena telah bertindak seperti Yudas, karena aku juga telah bertindak menjadi Yudas, bukankah cepat atau lambat aku akan dikeluarkan?" Setelah memikirkan hal ini, hatiku terasa sedikit sakit. Aku merasa bahwa pelanggaranku terlalu besar, dan sekeras apa pun aku mengejarnya, harapanku untuk diselamatkan sepertinya kecil. Mungkin suatu hari gereja akan mengeluarkanku jika aku melakukan kesalahan saat melaksanakan tugas. Saat itu aku makin menyesal, membenci diriku sendiri karena tidak memberikan kesaksian. Seandainya waktu itu aku memberikan kesaksian, aku tak akan menderita seperti ini. Semua ini karena aku terlalu takut akan kematian dan lebih memilih untuk menjalani kehidupan yang tidak berharga. Akulah yang membuat keputusan ini, dan sekarang aku harus menerima akibatnya. Aku tak bisa menyalahkan orang lain. Oleh karena itu, aku berupaya lebih keras dalam melaksanakan tugasku, berharap menebus pelanggaranku dengan lebih banyak perbuatan baik. Adapun berkat, janji, dan firman Tuhan yang memberi penghiburan serta dorongan kepada manusia, kurasa semua itu tak lagi berkaitan dan berhubungan denganku. Belakangan, saat aku bekerja sama dalam mengatur materi untuk mengeluarkan orang, setiap kali mengumpulkan dan mengatur materi tentang Yudas-Yudas itu, aku teringat akan kerugian yang telah kutimbulkan kepada saudari itu dengan bertindak seperti Yudas. Masalah ini seperti cap yang terpatri di hatiku. Setiap kali memikirkannya, aku merasa dituduh, dan rasanya sakit seperti ditusuk pisau. Masalah ini telah menjadi seperti noda dan rasa sakit yang abadi di hatiku. Belakangan, aku menderita berbagai penyakit seperti penyakit jantung serta tekanan darah tinggi, dan kesehatanku memburuk. Aku mulai berpikir: Apakah aku sedang mengalami pembalasan? Ataukah Tuhan telah meninggalkanku? Ini membuat hatiku makin menderita dan lemah. Terkadang, ketika aku memperlihatkan kerusakan saat melaksanakan tugasku, aku tahu bahwa aku harus mencari kebenaran untuk mengatasi watak rusakku. Namun, kemudian aku memikirkan betapa besar pelanggaranku serta betapa serius naturnya, dan aku berpikir: Apakah Tuhan masih bisa menyelamatkanku? Apakah Dia akan tetap mencerahkanku agar aku dapat memahami kebenaran? Karena itu, aku hidup dalam keadaan tertekan.

Suatu hari, seorang saudari mengetahui keadaanku dan bersekutu tentang pengalamannya untuk membantuku. Dia juga membacakan kepadaku satu bagian firman Tuhan. Tuhan berfirman: "Apakah Tuhan menentukan diselamatkan atau tidak diselamatkannya orang berdasarkan tingkat kerusakan mereka? Apakah Dia menentukan apakah akan menghakimi dan menghajar mereka atau tidak berdasarkan besarnya pelanggaran mereka atau banyaknya kerusakan mereka? Apakah Dia menentukan tempat tujuan dan kesudahan mereka berdasarkan penampilan mereka, latar belakang keluarga mereka, tingkat kualitas mereka, atau seberapa banyak mereka telah menderita? Tuhan tidak menggunakan hal-hal ini sebagai dasar keputusan-Nya; Dia bahkan tidak memandang hal-hal ini. Jadi, engkau semua harus memahami bahwa karena Tuhan tidak menilai manusia berdasarkan hal-hal ini, engkau juga tidak boleh menilai orang berdasarkan hal-hal ini" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Untuk Memperoleh Kebenaran, Orang Harus Belajar dari Orang-Orang, Peristiwa-Peristiwa dan Hal-Hal di Sekitar Mereka"). Dari firman Tuhan, aku menyadari bahwa Tuhan tidak menentukan kesudahan dan tempat tujuan seseorang berdasarkan ukuran pelanggarannya ataupun taraf kerusakannya. Sebaliknya, Tuhan melihat apakah seseorang benar-benar bertobat setelah melakukan pelanggaran, dan akhirnya Tuhan menentukan kesudahan serta tempat tujuan seseorang berdasarkan apakah mereka memiliki kebenaran dan apakah watak mereka telah berubah. Aku harus melepaskan gagasanku, mencari kebenaran, merenung, dan menyelesaikan masalahku sendiri. Ini selaras dengan maksud Tuhan. Menyadari hal ini melepaskan banyak perasaan tertekan di dalam diriku selama bertahun-tahun. Dengan berlinang air mata, aku berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan! Sudah bertahun-tahun aku hidup dalam keadaan negatif, mengkhawatirkan prospek serta tempat tujuanku, dan aku tidak berpikir tentang mengejar kebenaran. Terima kasih telah menolongku lewat saudari itu. Aku bersedia bertobat kepada-Mu. Ya Tuhan! Tolong bimbing aku agar aku dapat menyelesaikan masalahku sendiri."

Setelah berdoa, aku membaca satu bagian firman Tuhan: "Ada juga penyebab lain orang tenggelam dalam emosi depresi, yaitu karena beberapa hal tertentu yang terjadi pada mereka sebelum mereka berusia dewasa atau setelah mereka dewasa, yaitu mereka melakukan pelanggaran tertentu, atau melakukan hal yang idiot, hal yang tolol, dan hal yang bodoh. Mereka tenggelam dalam perasaan depresi karena pelanggaran ini, karena hal-hal idiot dan bodoh yang pernah mereka lakukan. Depresi semacam ini menjadi penghukuman terhadap diri mereka sendiri, dan itu juga menjadi semacam penentuan tentang orang seperti apa mereka. ... Setiap kali mereka mendengarkan khotbah atau persekutuan tentang kebenaran, perasaan depresi ini menyusup perlahan-lahan ke dalam pikiran dan lubuk hati mereka, membuat mereka bertanya tanpa henti kepada diri mereka sendiri, 'Dapatkah aku melakukan hal ini? Mampukah aku mengejar kebenaran? Dapatkah aku memperoleh keselamatan? Orang seperti apakah aku ini? Aku pernah melakukan hal itu, aku dahulu adalah orang yang seperti itu. Apakah aku tak mungkin dapat diselamatkan? Akankah Tuhan menyelamatkanku?' Ada orang-orang yang terkadang mampu melepaskan perasaan depresi ini dan meninggalkannya. Mereka mengerahkan ketulusan mereka dan segenap kekuatan yang mampu mereka kerahkan dalam melaksanakan tugas, kewajiban dan tanggung jawab mereka, dan bahkan mampu mencurahkan segenap hati dan pikiran mereka dalam mengejar kebenaran dan merenungkan firman Tuhan, dan mereka berusaha keras memahami firman Tuhan. Namun, begitu situasi atau keadaan khusus terjadi, emosi depresi kembali menguasai mereka dan kembali membuat mereka merasa tertuduh di lubuk hati mereka. Mereka berpikir, 'Kau pernah melakukan hal itu sebelumnya, dan kau memang orang seperti itu. Dapatkah kau memperoleh keselamatan? Apakah ada gunanya menerapkan kebenaran? Apa yang akan Tuhan pikirkan tentang hal yang pernah kaulakukan ini? Akankah Tuhan mengampunimu atas apa yang pernah kaulakukan? Dapatkah membayar harga seperti ini sekarang menutupi pelanggaran tersebut?' Mereka sering kali mencela diri mereka sendiri dan merasa tertuduh di lubuk hati mereka, dan mereka selalu ragu, selalu bertanya tanpa henti kepada diri mereka sendiri. Mereka tak pernah mampu meninggalkan perasaan depresi ini atau membuangnya, dan mereka terus-menerus merasa gelisah atas tindakan memalukan yang pernah mereka lakukan. Jadi, meskipun telah bertahun-tahun percaya kepada Tuhan, mereka seolah-olah tak pernah mendengar apa pun yang Tuhan firmankan ataupun memahaminya. Mereka seolah-olah tidak tahu apakah memperoleh keselamatan ada kaitannya dengan mereka, apakah mereka dapat diampuni dan ditebus, atau apakah mereka memenuhi syarat untuk menerima penghakiman dan hajaran Tuhan serta keselamatan-Nya. Mereka tidak mengetahui semua ini. Karena mereka tidak menerima jawaban apa pun dan karena mereka tidak mendapatkan kesimpulan yang akurat, mereka selalu merasa depresi di lubuk hati mereka. Di lubuk hati, mereka berulang kali mengingat apa yang pernah mereka lakukan, mereka mengulanginya di pikiran mereka berulang kali, mengingat bagaimana semua itu dimulai dan bagaimana berakhirnya, mengingat semuanya dari awal sampai akhir. Bagaimanapun mereka mengingatnya, mereka selalu merasa berdosa, sehingga mereka selalu merasa depresi tentang masalah ini selama bertahun-tahun. Bahkan saat mereka melaksanakan tugas, saat mereka memimpin pekerjaan tertentu, mereka tetap merasa tidak ada harapan bagi mereka untuk diselamatkan. Oleh karena itu, mereka tidak pernah menghadapi masalah mengejar kebenaran dengan benar dan tidak menganggapnya sebagai hal yang paling benar dan paling penting. Mereka yakin bahwa kesalahan atau hal yang pernah mereka lakukan di masa lalu dianggap buruk oleh kebanyakan orang, atau semua itu mungkin akan dikutuk dan dibenci oleh orang lain, atau bahkan dikutuk oleh Tuhan. Pada tahap pekerjaan Tuhan mana pun atau sebanyak apa pun firman yang telah Dia sampaikan, mereka tidak pernah menghadapi masalah mengejar kebenaran dengan cara yang benar. Mengapa? Karena mereka tak punya keberanian untuk meninggalkan perasaan depresi mereka. Ini adalah kesimpulan akhir yang ditarik tipe orang seperti ini setelah mengalami hal semacam ini, dan karena mereka tidak menarik kesimpulan yang benar, mereka tak mampu meninggalkan perasaan depresi mereka" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran I, "Cara Mengejar Kebenaran (2)"). Firman Tuhan menembus hatiku, dan yang diungkapkannya adalah keadaanku yang sebenarnya. Aku telah ditangkap dan bertindak seperti Yudas, mengkhianati Tuhan dan saudari itu. Masalah ini terpatri di hatiku. Meskipun gereja telah menerimaku dan mengizinkanku untuk melaksanakan tugasku, aku tidak pernah mampu melewati rintangan ini. Setiap kali memikirkan tindakanku yang seperti Yudas dan kerugian yang telah kutimbulkan kepada saudari itu, aku yakin bahwa aku tak memiliki kesempatan untuk diselamatkan. Setiap kali menonton video kesaksian saudara-saudari yang ditangkap dan disiksa tetapi memberikan kesaksian, aku merasa malu serta bersalah, dan hati nuraniku menuduhku. Setiap kali aku mengumpulkan dan mengatur materi tentang mengeluarkan Yudas-Yudas, hatiku rasanya seperti ditusuk pisau, dan aku membenci diriku sendiri karena tidak memberikan kesaksian pada waktu itu. Andai saja aku memberikan kesaksian, hatiku tak akan tersiksa seperti itu. Meskipun dari luar aku tampak melaksanakan tugasku, hatiku selalu merasa tertekan, dan kurasa aku berbeda dari yang lainnya. Aku telah mengkhianati Tuhan dan bertindak seperti Yudas, aku orang yang dibenci Tuhan. Apakah Tuhan masih menginginkanku? Apakah Dia akan tetap menyelamatkanku? Memikirkan hal ini membuatku menderita dan gelisah. Bahkan aku tak berani berdoa kepada Tuhan, merasa bahwa Tuhan membenciku dan tak akan mendengarkan doaku. Begitu pun saat aku membaca firman Tuhan; setiap kali membaca firman tentang nasihat, penghiburan, janji, ataupun berkat, aku merasa bahwa firman itu bukan ditujukan untuk orang sepertiku. Aku tidak pantas mendapat janji atau berkat dari Tuhan; aku hanya pantas mendapat kutukan dan hukuman! Sudah lama aku hidup dalam keadaan salah paham terhadap Tuhan, tidak bertekad untuk mengejar kebenaran, hanya puas dengan melakukan pekerjaan dengan baik untuk menebus pelanggaranku. Pada kenyataannya, Tuhan tidak mengambil hakku untuk makan dan minum firman-Nya, dan dia telah memberiku kesempatan untuk melaksanakan tugasku serta mengejar kebenaran. Semua ini adalah perkenanan Tuhan. Namun, aku hidup dalam keadaan tertekan. Ketika watak rusak muncul saat melaksanakan tugas, aku juga tahu bahwa aku harus mencari kebenaran untuk menyelesaikannya. Namun setiap kali berpikir bahwa aku telah bertindak seperti Yudas, aku merasa bahwa sekeras apa pun aku mencoba atau mengejarnya, semuanya sia-sia. Apakah Tuhan masih dapat menyelamatkan mereka yang telah mengkhianati-Nya? Jika aku terus bekerja keras dan melaksanakan tugasku untuk menebus kesalahan, mungkin suatu hari Tuhan akan melihat jerih payahku yang setia, dan hukumanku akan menjadi lebih ringan. Aku terus terbebani oleh pelanggaranku, hidup dalam keadaan sedih. Selama bertahun-tahun, meski telah terjadi banyak hal, aku puas hanya dengan mengerahkan upaya dan menyelesaikan segala sesuatu tanpa berfokus pada jalan masuk kehidupanku, sehingga aku melewatkan banyak kesempatan untuk memperoleh kebenaran.

Dalam perenunganku, aku menemukan satu bagian firman Tuhan: "Orang percaya kepada Tuhan untuk mendapatkan berkat, memperoleh upah, dan menerima mahkota. Bukankah tujuan ini ada di hati semua orang? Kenyataannya memang demikian. Meskipun orang tidak sering membicarakannya, dan bahkan menyembunyikan motif dan keinginan mereka untuk mendapatkan berkat, keinginan dan motif yang ada di lubuk hati orang ini selalu tak tergoyahkan. Sebanyak apa pun teori rohani yang orang pahami, pengalaman atau pengetahuan apa pun yang mereka miliki, tugas apa pun yang dapat mereka laksanakan, sebanyak apa pun penderitaan yang mereka tanggung, atau sebesar apa pun harga yang harus mereka bayar, mereka tidak pernah melepaskan motivasi untuk mendapatkan berkat yang tersembunyi di lubuk hati mereka, dan yang selalu secara diam-diam bekerja keras saat melakukan pelayanan. Bukankah ini hal yang tersembunyi paling dalam di lubuk hati manusia? Tanpa motivasi untuk menerima berkat ini, bagaimana perasaanmu? Dengan sikap apa engkau akan melaksanakan tugasmu dan mengikuti Tuhan? Apa yang akan terjadi pada orang jika motivasi untuk menerima berkat yang tersembunyi di dalam hati mereka ini disingkirkan? Mungkin banyak orang akan menjadi negatif, sementara beberapa orang akan kehilangan motivasi dalam tugas mereka. Mereka pasti kehilangan minat dalam kepercayaan mereka kepada Tuhan, seolah-olah jiwa mereka telah lenyap. Mereka akan terlihat seolah-olah hati mereka telah direnggut. Inilah sebabnya Kukatakan bahwa motivasi untuk mendapatkan berkat adalah sesuatu yang sangat tersembunyi dalam hati manusia. Mungkin, saat melaksanakan tugas mereka atau menjalani kehidupan bergereja, mereka merasa bahwa mereka mampu meninggalkan keluarga dan dengan senang hati mengorbankan diri mereka untuk Tuhan, dan bahwa sekarang mereka memiliki pengetahuan tentang motivasi mereka untuk menerima berkat, dan telah mengesampingkan motivasi ini, dan tidak lagi dikuasai atau dikendalikan olehnya. Kemudian, mereka berpikir bahwa mereka tidak lagi memiliki motivasi untuk diberkati, padahal menurut Tuhan justru sebaliknya. Orang-orang hanya melihat hal-hal yang terlihat di luarnya. Tanpa ujian, mereka merasa baik tentang diri mereka sendiri. Selama mereka tidak meninggalkan gereja atau menyangkal nama Tuhan, dan mereka bertekun dalam mengorbankan diri bagi Tuhan, mereka yakin bahwa mereka telah berubah. Mereka merasa tidak lagi didorong oleh semangat pribadi atau dorongan sesaat dalam melaksanakan tugas mereka. Sebaliknya, mereka yakin bahwa mereka mampu mengejar kebenaran, dan mereka mampu untuk terus mencari dan menerapkan kebenaran saat melaksanakan tugas mereka sehingga watak rusak mereka dimurnikan dan mereka mencapai sedikit perubahan sejati. Namun, jika sesuatu terjadi yang berkaitan langsung dengan tempat tujuan dan kesudahan manusia, bagaimana perilaku mereka? Kebenaran disingkapkan secara keseluruhan" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Enam Indikator Pertumbuhan dalam Hidup"). Tuhan mengungkapkan bahwa orang-orang memiliki motif tersembunyi dalam kepercayaan mereka kepada-Nya, semua demi nasib, prospek, serta berkat pribadi mereka. Jika suatu hari mereka tidak mampu memperoleh berkat atau tidak melihat nasib ataupun prospek, mereka merasa bahwa percaya kepada Tuhan itu tidak ada gunanya, sehingga mereka hidup dalam keadaan tertekan. Aku teringat akan Paulus: Awalnya dia menentang Tuhan Yesus, menangkap dan menganiaya murid-murid Tuhan. Kemudian, di perjalanan menuju Damaskus, Tuhan menyerang Paulus dengan cahaya yang sangat terang dan memanggilnya menjadi rasul. Paulus telah mengabarkan Injil selama bertahun-tahun, pada awalnya, itu semua untuk menebus dosa, berharap menebus kesalahan dengan melakukan perbuatan baik. Dia sama sekali tidak mengejar kebenaran untuk mengubah wataknya yang rusak. Alhasil, setelah bekerja selama bertahun-tahun, dia tidak mengubah natur Iblisnya yang menentang Tuhan dan masih merasa bahwa kerja kerasnya selama bertahun-tahun itu telah menebus dosa-dosanya, dengan kebaikannya yang melebihi kesalahannya. Dia secara terang-terangan meminta mahkota dari Tuhan dan akhirnya disingkirkan oleh-Nya. Setelah merenungkan diriku sendiri, aku menyadari bahwa aku telah menempuh jalan yang sama dengan Paulus. Karena telah mengkhianati saudari itu dan bertindak seperti Yudas, menurutku harapanku untuk menerima berkat sepertinya kecil. Terutama ketika melihat dua pemimpin gereja dikeluarkan karena bertindak seperti Yudas, aku khawatir akan dikeluarkan juga oleh gereja suatu hari nanti. Aku menjadi makin negatif dan tertekan, tidak bertekad untuk mengejar kebenaran, dan merasa bahwa Tuhan tidak akan lagi menyelamatkanku. Sekeras apa pun aku berusaha atau mengejar, aku tak akan mendapat kesudahan atau tempat tujuan yang baik. Aku menyadari bahwa tujuanku percaya kepada Tuhan dan melaksanakan tugas adalah untuk mendapatkan berkat, bukan untuk memperoleh kebenaran dan tunduk kepada Tuhan, atau memuaskan-Nya dengan melaksanakan tugas sebagai makhluk ciptaan. Selama beberapa tahun belakangan, aku selalu terganggu oleh pelanggaranku, merasa khawatir tentang prospek dan tempat tujuanku. Meski aku merasakan penyesalan dan kebencian terhadap pelanggaranku, pandangan yang tertanam dalam benakku tentang pengejaran berkat belum diluruskan. Ini membuatku menyadari bahwa aku belum benar-benar bertobat kepada Tuhan, tetapi aku berusaha menebus pelanggaranku di hadapan Tuhan dengan membayar harga dan mengorbankan diriku sendiri agar hati nuraniku tak lagi menuduhku. Aku menyadari bahwa aku masih berusaha bertransaksi dengan Tuhan setelah melakukan kejahatan besar seperti itu. Tindakanku ini benar-benar buruk, egois, dan tercela. Itu membuatku merasa makin menyesal dan membenci diriku sendiri.

Selama mencari, aku menemukan dua bagian firman Tuhan yang membantuku sedikit lebih memahami watak benar-Nya. Firman Tuhan katakan: "Kebanyakan orang pernah melanggar dan menodai diri mereka sendiri dengan cara-cara tertentu. Misalnya, ada orang-orang yang pernah menentang Tuhan dan mengatakan hal-hal yang menghujat; ada orang-orang yang pernah menolak amanat Tuhan dan tidak melaksanakan tugas mereka, dan akibatnya ditolak oleh Tuhan; ada orang-orang yang pernah mengkhianati Tuhan ketika mereka dihadapkan pada pencobaan; ada yang pernah mengkhianati Tuhan dengan menandatangani 'Tiga Surat' ketika mereka ditahan; ada yang pernah mencuri uang persembahan; ada yang pernah menghambur-hamburkan uang persembahan; ada yang sering mengganggu kehidupan bergereja dan menyebabkan kerugian terhadap umat pilihan Tuhan; ada yang pernah membentuk geng dan menangani orang lain dengan kasar, mengacaukan gereja; ada yang sering menyebarkan gagasan dan kata-kata mematikan, menyakiti saudara-saudari; dan ada yang pernah terlibat dalam percabulan dan pergaulan bebas, dan menjadi pengaruh yang sangat buruk. Bisa dikatakan setiap orang memiliki pelanggaran dan noda mereka sendiri. Namun, ada orang-orang yang mampu menerima kebenaran dan bertobat, sementara yang lain tidak mampu melakukannya dan akan mati tanpa pernah bertobat. Jadi, orang harus diperlakukan sesuai dengan esensi natur mereka dan perilaku konsisten mereka. Orang yang mampu bertobat adalah orang yang benar-benar percaya kepada Tuhan; sedangkan orang yang benar-benar tidak bertobat, orang yang sudah seharusnya diusir dan dikeluarkan, akan diusir dan dikeluarkan. Ada orang-orang yang jahat, ada yang bebal, ada yang bodoh, dan ada yang kejam. Setiap orang berbeda. Sebagian orang jahat dikuasai oleh roh-roh jahat, sementara yang lainnya adalah kaki tangan Iblis dan para setan. Ada orang-orang yang naturnya sangat jahat, ada yang sangat licik, ada yang sangat serakah dalam hal uang, dan ada yang senang melakukan percabulan. Perilaku setiap orang berbeda-beda, jadi semua orang harus dinilai berdasarkan natur dan perilaku konsisten mereka secara menyeluruh. ... Cara Tuhan menangani orang tidaklah sesederhana yang orang bayangkan. Ketika sikap-Nya terhadap seseorang adalah sikap yang benci atau jijik, atau konteks apa pun yang melatarbelakangi orang mengatakan hal tertentu, Dia memiliki pemahaman yang baik tentang keadaan mereka. Ini karena Tuhan memeriksa hati dan esensi manusia. Orang selalu berpikir, 'Tuhan hanya memiliki keilahian-Nya. Dia adil dan tidak membiarkan manusia melanggar-Nya. Dia tidak mempertimbangkan kesulitan manusia atau menempatkan diri-Nya pada posisi manusia. Jika orang menentang Tuhan, Dia akan menghukum mereka.' Sama sekali bukan seperti itu. Jika seperti itulah cara orang memahami keadilan-Nya, pekerjaan-Nya, dan perlakuan-Nya terhadap orang-orang, mereka salah besar. Tuhan menentukan kesudahan setiap orang tidak berdasarkan pada gagasan dan imajinasi manusia, tetapi berdasarkan watak adil Tuhan. Dia akan membalas setiap orang sesuai dengan apa yang telah mereka lakukan. Tuhan itu adil, dan cepat atau lambat, Dia akan memastikan bahwa semua orang akan sepenuhnya diyakinkan" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). "Setiap orang yang telah menerima penaklukan firman Tuhan akan memiliki banyak kesempatan untuk menerima keselamatan; keselamatan Tuhan atas setiap orang ini merupakan kemurahan hati-Nya yang terbesar. Dengan kata lain, mereka akan diberi toleransi yang terbesar. Selama manusia berpaling dari jalan yang salah, selama mereka mau bertobat, maka Tuhan akan memberi mereka kesempatan untuk memperoleh keselamatan-Nya" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Engkau Harus Mengesampingkan Berkat Status dan Memahami Maksud Tuhan untuk Memberikan Keselamatan kepada Manusia"). Dari firman Tuhan, aku mulai memahami bahwa watak Tuhan sungguh benar. Kebenaran-Nya bukan hanya mencakup penghakiman dan kemurkaan, melainkan juga belas kasihan dan toleransi. Tuhan memperlakukan manusia dengan sangat berprinsip, Dia tidak menetapkan nasib seseorang berdasarkan kesalahan sesaat, tetapi secara menyeluruh menilai natur dan latar belakang tindakan mereka, serta tingkat pertumbuhan mereka dan konsekuensi yang mereka timbulkan. Jika seseorang mengkhianati orang lain karena kelemahan sesaat tanpa menyebabkan kerugian yang signifikan terhadap gereja, dan tanpa menyangkal ataupun mengkhianati Tuhan dengan sepenuh hati, dan kemudian mereka benar-benar bertobat, Tuhan akan tetap menunjukkan belas kasihan dan memberi mereka kesempatan untuk bertobat. Setelah ditangkap, beberapa orang sepenuhnya menyelaraskan diri dengan naga merah yang sangat besar. Mereka mengkhianati saudara-saudari serta kepentingan gereja, dan bahkan menjadi kaki tangan naga merah yang sangat besar. Mereka adalah orang jahat yang telah disingkapkan dan tidak dapat diselamatkan. Tuhan tidak menunjukkan belas kasihan kepada orang-orang seperti itu. Aku ingat pengalamanku sendiri saat ditangkap dan disiksa, karena tidak mendapatkan istirahat dalam waktu yang lama, tubuhku mencapai batas kemampuannya, dalam latar belakang ini aku mengkhianati saudari tua, namun tidak menyebabkan kerugian besar bagi gereja. Setelah itu, aku merasa sangat menyesal dan membenci diri sendiri. Tindakanku merupakan pelanggaran yang parah, dan rumah Tuhan tetap memberiku kesempatan untuk bertobat. Adapun dua pemimpin gereja itu, setelah ditangkap dan tanpa menanggung siksaan, mereka memilih untuk bertindak seperti Yudas karena takut menanggung penderitaan fisik. Tidak hanya menandatangani "Tiga Surat", mereka juga mengkhianati para pemimpin dan pekerja dari belasan gereja, menyebabkan terhentinya pekerjaan banyak gereja dan menimbulkan kerugian yang signifikan. Tindakan mereka bukan karena kelemahan sesaat; esensi mereka adalah esensi Yudas, dan mereka adalah pelaku kejahatan yang tak dapat ditebus. Keputusan gereja untuk mengeluarkan mereka sepenuhnya sesuai dengan prinsip. Itu adalah kebenaran Tuhan. Aku menyadari bahwa aku telah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun, tetapi aku tidak mengenal-Nya. Aku hidup dalam keadaan salah paham dan waspada terhadap Tuhan, percaya bahwa Tuhan sepicik manusia, bahwa Tuhan mengutuk orang begitu mereka melakukan pelanggaran tanpa memberi mereka kesempatan untuk diselamatkan. Aku menyadari betapa licik dan jahatnya diriku.

Belakangan, aku menemukan jalan penerapan melalui firman Tuhan. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Jika orang ingin menyelesaikan kesalahpahaman mereka tentang Tuhan, di satu sisi, mereka harus mengakui watak rusak mereka sendiri dan menganalisis serta memahami kesalahan mereka sebelumnya, jalan yang salah, pelanggaran, dan kelalaian. Dengan cara ini, mereka mampu memahami dan melihat dengan jelas natur mereka sendiri. Selain itu, mereka harus memahami dengan jelas mengapa orang tersesat dan melakukan begitu banyak hal yang melanggar prinsip-prinsip kebenaran, dan natur dari tindakan-tindakan tersebut. Selanjutnya, mereka harus memahami dengan tepat tentang maksud dan tuntutan Tuhan terhadap umat manusia, mengapa orang-orang selalu tidak mampu bertindak sesuai dengan tuntutan Tuhan, dan mengapa mereka selalu menentang maksud-Nya dan melakukan apa yang mereka suka. Bawalah semua ini ke hadapan Tuhan dan berdoalah, pahami dengan jelas, maka engkau akan mampu mengubah keadaanmu, pola pikirmu, dan menyelesaikan kesalahpahamanmu tentang Tuhan. Ada orang-orang yang selalu menyimpan maksud yang tidak pantas terlepas apa pun yang mereka lakukan, selalu memiliki ide jahat, dan tidak dapat memeriksa benar atau tidaknya keadaan batin mereka, atau mencernanya sesuai dengan firman Tuhan. Orang-orang ini kacau. Salah satu ciri paling jelas dari orang yang kacau adalah setelah melakukan sesuatu yang buruk, mereka tetap bersikap negatif ketika menghadapi pemangkasan, bahkan menyerah pada keputusasaan dan menyimpulkan bahwa hidup mereka telah tamat dan tidak bisa diselamatkan. Bukankah ini perilaku yang paling menyedihkan dari orang yang kacau? Mereka tidak mampu merenungkan diri mereka sesuai dengan firman Tuhan, dan tidak mampu mencari kebenaran untuk menyelesaikan masalah ketika menghadapi kesulitan. Bukankah ini menjadi sangat kacau? Apakah menyerah pada keputusasaan bisa menyelesaikan masalah? Apakah selalu bergulat dalam kenegatifan bisa menyelesaikan masalah? Orang harus memahami bahwa jika mereka berbuat salah atau menghadapi masalah, mereka harus mencari kebenaran untuk menyelesaikannya. Mereka perlu terlebih dahulu merenungkan dan memahami alasan melakukan kejahatan, apa niat dan titik awal mereka dalam melakukannya, mengapa mereka ingin melakukannya dan apa tujuannya, serta apakah ada seseorang yang mendorong, menghasut, atau menyesatkan mereka untuk melakukannya, atau apakah mereka melakukannya dengan sadar. Pertanyaan-pertanyaan ini harus direnungkan dan dipahami dengan jelas sehingga mereka mampu mengetahui kesalahan yang diperbuat dan memahami diri mereka sendiri. Jika engkau tidak dapat mengenali esensi perbuatan jahatmu atau belajar dari kesalahan itu, masalah tersebut tidak dapat diselesaikan. Banyak orang melakukan hal buruk dan tidak pernah merenungkan diri mereka, bisakah orang-orang seperti itu benar-benar bertobat? Adakah harapan bagi mereka untuk memperoleh keselamatan? Manusia adalah keturunan Iblis, dan terlepas mereka telah menyinggung watak Tuhan atau tidak, esensi natur mereka tetap sama. Mereka harus merenungkan dan mengenal diri mereka lebih baik, melihat dengan jelas sejauh mana mereka telah memberontak dan menentang Tuhan, dan apakah mereka masih dapat menerima dan menerapkan kebenaran. Jika mereka melihat hal ini dengan jelas, mereka akan tahu seberapa besar bahaya yang mereka hadapi. Sebenarnya, berdasarkan esensi natur mereka, semua manusia yang rusak berada dalam bahaya; diperlukan upaya besar bagi mereka untuk menerima kebenaran dan ini tidak mudah bagi mereka. Ada yang telah melakukan kejahatan dan mengungkap esensi naturnya, sementara ada yang belum pernah melakukan kejahatan tetapi tidak jauh lebih baik dari orang lain—mereka hanya belum memiliki situasi atau kesempatan untuk melakukannya. Karena engkau melakukan pelanggaran ini, engkau harus yakin dalam hatimu tentang sikap apa yang harus engkau miliki sekarang, apa yang harus engkau pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan, dan apa yang ingin Dia lihat. Engkau harus memahami hal ini melalui doa dan pencarian sehingga engkau akan tahu bagaimana harus mengejar kebenaran di masa depan, dan tidak lagi dipengaruhi atau dikekang oleh kesalahan yang engkau perbuat di masa lalu" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya dengan Mengejar Kebenaran Orang Bisa Meluruskan Gagasan dan Kesalahpahaman Mereka tentang Tuhan"). Setelah merenungkan firman Tuhan, hatiku sangat tersentuh. Tuhan tidak hanya melihat pelanggaran orang di masa lalu. Selama seseorang datang ke hadirat Tuhan, menerima kebenaran, melaksanakan tugasnya dengan setia dan bertanggung jawab, serta menunjukkan pertobatan melalui tindakan yang nyata, jika Tuhan melihat perubahan orang ini, Dia akan memberinya kesempatan untuk diselamatkan. Contohnya adalah Petrus. Ketika Tuhan Yesus ditangkap, Petrus menyangkal-Nya tiga kali. Dia sangat menyesali itu dan setelahnya fokus mengejar kebenaran, mencari kasih Tuhan, dan tunduk kepada-Nya. Pada akhirnya, Petrus disalib terbalik untuk Tuhan dan memberikan kesaksian yang indah. Contoh lainnya adalah Daud. Dia mengambil istri Uria dan mendapat hukuman yang berat dari Tuhan. Daud merasa sangat menyesal dan tak pernah melakukan pelanggaran itu lagi, bahkan di tahun-tahun terakhirnya ketika seorang gadis muda menghangatkan tempat tidurnya. Sepanjang hidupnya, dia mempersiapkan pembangunan Bait Suci dan memimpin orang Israel untuk menyembah Tuhan, menunjukkan pertobatan kepada Tuhan melalui tindakan yang nyata. Setelah merenungkan pengalaman Petrus dan Daud, aku melihat jalannya. Aku harus menghadapi pelanggaranku dengan benar, sepenuhnya merenungkan diri, mencari kebenaran untuk menyelesaikan pelanggaranku, dan sungguh-sungguh bertobat di hadapan Tuhan. Kemudian, aku menyadari bahwa ada dua alasan utama yang membuatku kehilangan kesaksian dengan mengkhianati saudari itu. Pertama, aku dikuasai oleh emosi. Ketika polisi menyiksaku dan mengancam nyawaku, aku tak dapat melepaskan ibu, anak-anak, dan istriku. Aku takut jika aku mati, mereka tak akan bisa menanggungnya, jadi aku mengkhianati Tuhan dan saudari itu, bertindak seperti Yudas yang memalukan. Nyatanya, nasib keluargaku ada di tangan Tuhan. Apa pun penderitaan atau rasa sakit yang akan mereka tanggung dalam kehidupan telah ditentukan sejak semula oleh Tuhan. Sekalipun aku berada di sisi mereka saat itu, mereka tetap harus menghadapi penderitaan yang harus mereka hadapi. Ini adalah sesuatu yang tak bisa kuubah sama sekali. Namun, aku tidak dapat memahaminya, dan aku masih terkekang oleh emosiku. Aku benar-benar bodoh. Alasan lainnya, aku tak dapat memahami masalah kematian. Aku tidak memiliki iman yang sejati kepada Tuhan. Setelah disiksa oleh polisi selama dua puluh hari, ketahanan fisikku sudah mencapai batasnya. Pada saat itu, aku merasa sangat takut akan kematian dan berkompromi dengan Iblis. Aku teringat akan murid-murid Tuhan Yesus, untuk menyebarkan Injil Tuhan, dirajam hingga mati, diseret oleh kuda, ataupun disalib. Mereka menanggung penganiayaan demi kebenaran. Kematian mereka adalah kesaksian atas kemenangan dan mempermalukan Setan, yang diingat oleh Tuhan. Tuhan Yesus berfirman: "Karena barangsiapa ingin menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangannya, tetapi barang siapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan mendapatkannya" (Matius 16:25). Namun, aku serakah terhadap hidup, takut akan kematian, mengkhianati saudari itu, dan menjalani kehidupan yang tercela. Meskipun ragaku masih hidup, setiap hari aku menanggung siksaan mental, menjalani kehidupan seperti mayat hidup. Kini aku menyadari bahwa sekalipun aku dibuat cacat ataupun dibunuh oleh polisi karena imanku, Tuhan akan memujiku atas tindakanku itu. Setelah menyadarinya, aku bertekad di dalam hatiku seandainya aku ditangkap lagi oleh naga merah yang sangat besar, sekalipun aku harus mengorbankan nyawaku, aku akan memberikan kesaksian bagi Tuhan dan menebus pelanggaranku di masa lalu.

Tak lama kemudian, gereja kembali menghadapi penangkapan besar-besaran, dan gereja mengaturku untuk menangani pekerjaan terkait dampak penangkapan tersebut. Selama pembahasan berbagai tugas, aku aktif berpartisipasi, fokus bertindak sesuai dengan prinsip dan memenuhi tanggung jawabku sebaik mungkin. Dalam proses menjalankan tugasnya seperti biasa, Ketika watak rusak muncul, aku secara proaktif mencari kebenaran untuk menyelesaikan watak rusakku. Aku juga berlatih menulis artikel kesaksian pengalaman. Di dalam hati, aku bertekad bahwa sekalipun aku tidak mendapat kesudahan atau tempat tujuan yang baik di masa depan, aku akan tetap berjuang untuk melaksanakan tugasku dan mengejar kebenaran dengan sungguh-sungguh, agar hati Tuhan merasa sedikit terhibur.

Selama bertahun-tahun ini, aku hidup dalam keadaan tertekan. Meskipun aku merasa menyesal dan membenci diri sendiri, aku tak pernah mencari kebenaran untuk mengatasi masalahku. Akibatnya, selama bertahun-tahun hidupku tidak mengalami pertumbuhan, dan aku kehilangan banyak kesempatan untuk memperoleh kebenaran. Melalui bimbingan firman Tuhan, aku mengatasi kesalahpahamanku terhadap Tuhan dan penghalangku dengan-Nya, membebaskan diriku dari ikatan dan kekangan pelanggaranku, sehingga aku mampu melaksanakan tugasku dan mengejar kebenaran dengan normal. Aku sungguh bersyukur kepada Tuhan dari lubuk hatiku.

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait