Rekan Sekerja Bukanlah Lawan Kita

16 September 2022

Oleh Saudari Claire, Myanmar

Tak lama setelah menerima pekerjaan Tuhan pada akhir zaman, aku mulai berlatih menyirami petobat baru. Karena aku bersemangat, proaktif, dan memperoleh hasil dalam tugasku, aku dipilih menjadi pemimpin kelompok. Kemudian, aku menjadi diaken penginjilan. Saudara-saudariku berkata meskipun masih muda, aku cukup dapat diandalkan, aku memikul beban dalam tugasku dan aku bertanggung jawab. Ini sangat memuaskan kesombonganku. Pada Oktober 2020, aku menjadi pemimpin gereja. Ini makin membuatku merasa bahwa aku adalah orang yang cakap, yang mengejar kebenaran.

Tak lama kemudian, seorang pemimpin tingkat atas menugaskan Saudari Olivia untuk bekerja denganku. Sembari kuperkenalkan kepadanya tentang keadaan gereja, pemimpin membicarakan beberapa masalah yang ada di gereja kami. Setelah mendengar semua ini, Olivia berkata, "Kita harus mencari sumber masalahnya dan segera menyelesaikannya. Jika tidak, ini akan menghambat pekerjaan gereja." Aku merasa malu mendengar perkataannya, karena aku khawatir Olivia akan memandang rendah diriku karena masalah ini ada dalam pekerjaanku. Dalam beberapa hari berikutnya, Olivia menyadari tentang cara saudara-saudari melaksanakan tugas mereka di gereja. Lalu, di depan beberapa rekan sekerja dan saudara-saudariku dia berkata kepadaku, "Diaken penginjilan dan beberapa pemimpin kelompok yang kutemui dua hari terakhir ini tidak memikul beban. Saat petobat baru memiliki kesulitan dan gagasan tertentu, pemimpin kelompok tidak tahu bagaimana menyelesaikannya dan tidak secara aktif menyelidikinya, mereka malah terperosok dalam kesulitan. Mereka tak mampu menyirami petobat baru dengan baik dengan cara seperti ini." Aku merasa sedikit menentang saat mendengar perkataannya karena ada beberapa pemimpin kelompok yang kufokuskan untuk dibina. Mendengarnya membicarakan mereka seperti itu terdengar seolah-olah tak seorang pun dari mereka mampu bekerja dengan baik. Aku merasa dia mungkin terlalu banyak menuntut. Kupikir, "Kau baru datang dan tidak mengerti keadaan spesifiknya, tetapi kau malah mulai mencari-cari kesalahan. Apa kau ingin menunjukkan bahwa kau memikul beban dan mampu menemukan masalahnya? Apa kau hanya mencoba membuat orang terkesan karena kau baru di sini? Jika kau terus menggali masalah dalam pekerjaanku, bukankah kau akan menghancurkan citra baikku di mata saudara-saudariku?" Aku menahan amarahku dan berkata, "Kau benar tentang masalah-masalah ini. Namun, para pemimpin kelompok dan diaken penginjilan sedang menghadapi kesulitan nyata, jadi terkadang pekerjaan tindak lanjut tidak berjalan dengan lancar, dan kita harus menunjukkan pengertian kita." Setelah mendengar perkataanku, dia berkata, "Kesulitan-kesulitan ini bisa diselesaikan dengan mempersekutukan kebenaran. Jika mereka mampu menerima kebenaran dan memahami maksud Tuhan, mereka akan memikul beban dan bertanggung jawab dalam tugas mereka. Kuncinya adalah apakah kita mempersekutukan kebenaran untuk memecahkan masalah-masalah ini." Aku menjadi makin marah, kupikir, "Maksudmu aku tak mampu menyelesaikan masalah-masalah ini dengan mempersekutukan kebenaran?" Pandanganku tentang Olivia berubah sepenuhnya. Aku tak lagi menganggapnya rekan sekerjaku atau seseorang yang dapat menolongku, tetapi menganggapnya lawanku. Kupikir, "Jika ini berlanjut, cepat atau lambat dia akan memimpin pekerjaan. Aku adalah pemimpin, dan dia di sini hanya untuk bekerja sama denganku. Dia lebih baik daripadaku dalam segala hal dan selalu mempermalukanku. Bagaimana aku bisa menjaga martabatku jika seperti ini? Apa yang akan saudara-saudari pikirkan tentangku?" Setelah itu, aku tak ingin lagi bekerja dengannya, dan tak ingin bicara dengannya.

Suatu kali, di pertemuan rekan sekerja, kami membaca firman Tuhan yang mengungkapkan bahwa pemimpin palsu tidak melakukan pekerjaan nyata. Olivia merenungkannya dan membagikan pemahamannya, berkata dia sudah cukup lama berada di gereja, tetapi karena dia belum melakukan pekerjaan nyata, kesulitan para petobat baru tak dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Dia berkata hal ini menyebabkan mereka selalu hidup dalam kesulitan, dan mereka tidak tahu cara menerapkan kebenaran, yang menunda pertumbuhan dalam hidup mereka. Meskipun Olivia sedang membahas pengenalan akan dirinya sendiri, bagiku dia seperti sedang menyingkapkanku karena tidak melakukan pekerjaan nyata. Aku mulai menebak apa dia maksudkan, "Kau sengaja membicarakan masalah ini agar semua orang tahu tentang masalah dalam pekerjaanku, bukan? Saudara-saudari sebelumnya sangat terkesan akan diriku, tetapi setelah kau menyingkapkanku seperti ini, kau seperti sengaja merusak citraku, bukan? Apa yang akan mereka pikirkan tentangku sekarang?" Saat itu, aku sangat menentang dan ingin pergi, tetapi melakukannya akan terasa tak masuk akal, jadi kupaksakan diriku untuk tetap tinggal sampai selesai. Malam itu, Olivia menemuiku untuk membahas siapa yang memikul beban, yang dapat kami bina untuk menjadi pemimpin tim penyiraman. Setelah menanyakanku pertanyaan ini, aku merasa sangat menentang kupikir, "Apa masih tersedia calon yang cocok? Kau telah menolak semua yang terbaik. Kau secara terbuka membahas masalah yang ada di gereja kita, bukan saja di sini, tetapi bahkan di depan saudara-saudari dari gereja lain. Sekarang gereja-gereja lain tahu bahwa aku tidak melakukan pekerjaan nyata. Mengapa kau tidak memikirkan perasaanku sebelum kau bicara? Kurasa kau sengaja menyasarku!" Aku berkata dengan tegas, "Sejak kau datang, tak seorang pun mau memikul beban!" Dia menjawabku pelan, "Jadi, maksudmu aku tidak seharusnya ada di sini?" Aku sadar bahwa aku terlalu impulsif dan tidak seharusnya berkata seperti itu, jadi aku langsung menjawab, "Tidak." Kami berdua terdiam beberapa saat sebelum lanjut membahas pekerjaan. Kemudian, saat memikirkan perkataanku kepada saudariku, aku merasa sedikit bersalah. Fakta bahwa Olivia telah menemukan masalah dalam pekerjaan kami menunjukkan bahwa dia mampu memikul beban. Mengapa aku tega berbicara kepadanya seperti itu? Aku ingin minta maaf kepadanya setelah diskusi selesai, tetapi segera setelah aku sibuk dengan pekerjaan, aku pun lupa untuk melakukannya.

Beberapa waktu kemudian, saat kulihat pemimpin tingkat atas berkonsultasi dengan Olivia tentang semua hal, aku merasa sangat tak nyaman: "Aku juga pemimpin. Apa yang akan saudara-saudari pikirkan tentangku? Akankah mereka menganggapku tak berguna sebagai pemimpin, dan aku tidak diperlukan?" Aku merasa Olivia mencuri kesempatanku untuk menjadi pusat perhatian, dan aku iri kepadanya. Kupikir, "Jika dia tidak datang ke sini, pemimpin akan mendiskusikan pekerjaan denganku." Aku juga memikirkan fakta bahwa sekarang Olivia mendominasi semua pekerjaan, dia telah lama percaya kepada Tuhan dan memahami lebih banyak kebenaran dibandingkan diriku. Dia juga menunjukkan masalah dalam pekerjaanku di depan saudara-saudariku, jadi aku tak tahu apa yang akan saudara-saudari pikirkan tentangku sekarang. Saat memikirkan hal-hal ini, aku merasa seperti berada dalam bahaya. Aku khawatir Olivia akan mencuri kedudukanku. Makin kupikirkan, makin aku merasa tidak puas, dan rasanya ingin membalas dendam kepadanya: "Kau tak peduli dengan perasaanku, jadi mulai sekarang akan kupersulit dirimu." Aku ingat suatu kali, kami sedang mendiskusikan pekerjaan, dan setelah Olivia mengungkapkan pendapatnya, dia meminta saranku. Aku mengabaikannya dan mencari kesalahan dengan pengaturan kerjanya, mengatakan pendapatnya itu tak akan berhasil, dengan sengaja mempersulit dirinya. Suatu kali, kami sedang mendiskusikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab utama Olivia. Saat itu aku jelas tahu cara menyelesaikan masalahnya, tetapi aku tak ingin memberinya saran apa pun. Aku bahkan berpikir, "Lebih baik jika pengaturanmu gagal. Dengan begitu, semua orang akan tahu kau tak bisa menangani apa pun, dan pemimpin akan sadar bahwa dia salah jika selalu bicara denganmu, bukan denganku." Setelah itu, dia mengajukan beberapa saran, yang semuanya kutolak. Saat melihat dia tak tahu cara menyelesaikannya dan ingin aku memberinya saran, aku diam-diam merasa senang, "Kau bahkan tak mampu mengatur pekerjaan seperti ini dengan benar, dan kau masih punya nyali menunjukkan masalah dalam pekerjaanku." Pemimpinku melihat bahwa perilakuku tidak benar dan mengingatkanku bahwa aku harus bekerja secara harmonis dengan Olivia, karena jika tidak, pekerjaan gereja akan tertunda. Setelah mendengar perkataan pemimpin, di dalam hatiku, aku merasa sedikit bersalah. Saat kami menemui jalan buntu dalam pekerjaan kami, aku tidak memikul beban untuk menyelesaikannya. Sebaliknya, aku justru diam dan merasa senang. Aku sama sekali tak melindungi pekerjaan gereja. Setelah menyadari hal ini, kuubah mentalitasku dan berpartisipasi dalam diskusi. Namun, karena penundaan dari diskusi sebelumnya, pengaturan kerja dilaksanakan dengan sangat terlambat.

Suatu malam, pemimpin menemuiku untuk menunjukkan masalahku. Dia berkata, "Hasratmu akan gengsi dan status terlalu kuat. Kau bersaing dengan Olivia untuk memperoleh ketenaran. Saat mendiskusikan pekerjaan, kau tidak menerima semua pandangan yang dia kemukakan. Kau membantah semuanya. Olivia merasa terkekang olehmu, dan dia tidak tahu cara bekerja sama denganmu. Kau harus merenungkan dirimu." Setelah mendengar perkataan pemimpinku, aku merasa sangat sedih dan tersinggung: "Mengapa Olivia melaporkan masalahku di belakangku? Jika dia benar-benar ingin membantuku, dia bisa langsung memberitahuku. Sekarang pemimpin tahu tentang masalahku dan mungkin akan memberhentikanku." Segera setelah memikirkan hal ini, aku membuka diri tentang keadaanku kepada pemimpin. Aku bahkan menyatakan aku mau bertanggung jawab dan mengundurkan diri, agar tidak terus menunda pekerjaan gereja. Saat mengucapkan pengunduran diriku, hatiku hampir hancur. Aku merasa akan segera kehilangan tugasku. Pemimpin menyampaikan persekutuannya kepadaku, "Saat ada masalah, kita tak boleh menghindarinya. Kita harus mencari kebenaran dan merenungkan diri kita. Fakta bahwa Olivia dapat menemukan masalah dalam pekerjaan menunjukkan bahwa dia mampu memikul beban. Bukankah ini bermanfaat bagi pekerjaan gereja? Mengapa kau tak dapat memperlakukan hal ini dengan benar? Kau selalu iri kepadanya dan takut dia akan melampauimu. Ini menunjukkan hasratmu akan status terlalu kuat." Setelah persekutuan pemimpin, aku sadar hasratku akan gengsi dan status memang terlalu kuat. Aku harus mencari kebenaran untuk memperbaiki keadaanku. Aku tak boleh lagi merasa negatif dan menentang.

Setelah itu, aku membaca satu bagian firman Tuhan, dan mendapatkan pemahaman tentang watak rusak yang telah kuperlihatkan. Firman Tuhan katakan: "Para antikristus menganggap siapa pun yang menyingkapkan mereka hanya mempersulit mereka, jadi mereka bersaing dan bertengkar dengan siapa pun yang menyingkapkan mereka. Karena natur antikristus mereka seperti ini, mereka tidak akan pernah bersikap baik terhadap siapa pun yang memangkas mereka, mereka juga tidak akan menoleransi atau tahan dengan siapa pun yang melakukannya, apalagi akan merasa bersyukur atau memuji siapa pun yang melakukannya. Sebaliknya, jika ada yang memangkas mereka dan membuat mereka kehilangan martabat dan reputasi, mereka akan menyimpan kebencian terhadap orang ini di dalam hati mereka, dan akan mencari kesempatan untuk membalas dendam pada mereka. Betapa bencinya mereka terhadap orang lain! Inilah yang mereka pikirkan dan akan mereka katakan secara terbuka di hadapan orang lain, 'Hari ini engkau telah memangkasku, berarti sekarang perseteruan kita telah tertulis di atas batu. Engkau ikuti caramu, dan aku akan ikuti caraku, tetapi aku bersumpah akan membalas dendam! Jika engkau mengakui kesalahanmu kepadaku, menundukkan kepalamu kepadaku, atau berlutut dan memohon kepadaku, aku akan memaafkanmu, jika tidak, aku tidak akan pernah membiarkan ini begitu saja!' Apa pun yang para antikristus katakan atau lakukan, mereka tidak pernah melihat pemangkasan yang baik dari siapa pun atau bantuan tulus siapa pun sebagai wujud kasih dan penyelamatan Tuhan. Sebaliknya, mereka melihatnya sebagai tanda penghinaan, dan sebagai momen ketika mereka paling dipermalukan. Ini menunjukkan bahwa para antikristus sama sekali tidak menerima kebenaran, bahwa watak mereka adalah watak yang muak akan kebenaran dan membencinya" (Firman, Jilid 4, Menyingkapkan Antikristus, Bab Sembilan (Bagian Delapan)). Tuhan mengungkapkan bahwa saat antikristus dipangkas, mereka bukan saja tak mau menerimanya, mereka juga mulai membenci orang yang memangkas, dan ingin membalas dendam. Aku sadar bahwa antikristus tidak menerima kebenaran, mereka muak akan kebenaran, dan membenci kebenaran. Dahulu saat membaca kata "balas dendam", kupikir perbuatan ini sungguh kejam. Aku tak menyangka aku mewujudkan kekejaman ini dan mampu melakukan hal semacam ini. Hanya antikristus dan orang-orang jahat yang akan balas dendam kepada orang lain. Saat mengingat kembali perilakuku sendiri, bukankah aku sama seperti antikristus? Saat Olivia menunjukkan masalah dalam pekerjaanku di depan rekan sekerja dan saudara-saudariku, aku merasa citraku dirusak, jadi aku berprasangka buruk dan menentang dirinya. Dalam suatu pertemuan, Olivia sadar dia tidak melakukan pekerjaan nyata berdasarkan firman Tuhan, dan aku merasa dia sengaja menyingkapkan masalah dalam pekerjaanku dengan mendiskusikan pengenalan akan dirinya sendiri, jadi aku semakin berprasangka terhadapnya. Aku bahkan menyerang dia, berkata tak seorang pun memikul beban sejak dia datang. Saat kulihat pemimpin selalu mendiskusikan pekerjaan dengannya, aku merasa perhatian yang seharusnya menjadi milikku telah dicuri. Untuk membalas dendam, aku tak mau memberi saran saat kami membahas pekerjaan, dan ketika Olivia mengungkapkan pemikiran dan sarannya, aku mencari-cari kesalahan dan membantahnya, yang membuat pekerjaan tak mungkin mengalami kemajuan. Aku menganggap saudariku sebagai lawanku. Untuk mempertahankan reputasi dan statusku, aku bahkan mampu menyerang dan membalas dendam kepadanya. Bukankah watak yang kuperlihatkan sama dengan watak antikristus? Selain itu, aku memikirkan fakta bahwa dia menunjukkan masalah sebenarnya dalam pekerjaanku. Jika aku mencari kebenaran untuk merenungkan diriku dan memperbaiki penyimpangan, masalah itu akan dapat diselesaikan dengan cepat. Itu akan bermanfaat bagi pekerjaan kami. Namun, aku bukan saja tak terima, aku juga ingin membalas dendam kepada saudariku. Aku benar-benar tak pantas disebut orang yang percaya kepada Tuhan!

Kemudian, aku membaca dua bagian lain firman Tuhan yang membuatku memahami esensi perilakuku dan akibatnya jika berperilaku seperti ini. Firman Tuhan katakan: "Salah satu ciri utama dalam natur para antikristus adalah kekejaman. Apa yang dimaksud dengan 'kekejaman'? Kekejaman artinya mereka memiliki sikap yang sangat buruk terhadap kebenaran—bukan saja tidak tunduk pada kebenaran, dan bukan saja tidak mau menerimanya, tetapi bahkan mengutuk orang yang memangkas mereka. Itulah watak kejam para antikristus. Para antikristus menganggap siapa pun yang menerima pemangkasan rentan ditindas, dan menganggap orang yang selalu memangkas orang lain adalah orang yang ingin selalu mengusik dan menindas orang lain. Jadi, para antikristus akan menentang siapa pun yang memangkas mereka, dan mereka akan menyulitkan orang itu. Siapa pun yang menyebutkan kekurangan atau kerusakan para antikristus, atau mempersekutukan kebenaran dan maksud-maksud Tuhan kepada mereka, atau membuat mereka mengenal diri mereka sendiri, mereka menganggap orang itu sedang mempersulit mereka dan menganggap mereka orang yang tidak menyenangkan. Mereka membenci orang itu dari lubuk hati mereka, dan mereka akan membalas dendam terhadap mereka dan mempersulit mereka. ... Orang macam apa yang memiliki watak kejam seperti itu? Orang jahat. Sebenarnya para antikristus adalah orang yang jahat. Jadi, hanya orang-orang jahat dan para antikristuslah yang memiliki watak kejam seperti itu. Ketika orang yang kejam dihadapkan dengan segala jenis nasihat, teguran, pengajaran atau bantuan yang bermaksud baik, sikap mereka bukanlah bersyukur atau menerimanya dengan rendah hati, sebaliknya menjadi sangat marah karena malu, dan merasakan permusuhan yang ekstrem, kebencian, dan hingga bahkan keinginan untuk membalas dendam" (Firman, Jilid 4, Menyingkapkan Antikristus, Bab Sembilan (Bagian Delapan)). "Para antikristus menganggap status dan reputasi mereka sendiri lebih penting daripada apa pun. Orang-orang ini bukan saja licik, curang, dan jahat, tetapi juga sangat kejam. Apa yang mereka lakukan ketika mereka mendeteksi bahwa status mereka sedang berada dalam bahaya, atau ketika mereka tidak lagi memiliki tempat di hati orang-orang, ketika mereka tidak lagi memiliki dukungan dan kasih sayang dari orang-orang ini, ketika orang-orang tidak lagi memuja dan menghormati mereka, dan mereka kehilangan reputasi mereka? Mereka tiba-tiba berubah. Begitu status mereka hilang, mereka tak mau lagi melaksanakan tugas, semua yang mereka lakukan asal-asalan, dan mereka tidak berminat melakukan apa pun. Namun, ini bukan perwujudan yang terburuk. Apa perwujudan terburuknya? Begitu orang-orang ini kehilangan status mereka, dan tak seorang pun menghormati mereka, dan tak seorang pun disesatkan oleh mereka, muncullah kebencian, kecemburuan dan balas dendam. Mereka bukan saja tidak memiliki hati yang takut akan Tuhan, tetapi juga tidak memiliki sedikit pun ketundukan. Lebih dari itu, di dalam hatinya, mereka cenderung membenci rumah Tuhan, gereja dan para pemimpin dan pekerja; mereka berharap pekerjaan gereja mengalami masalah atau terhenti; mereka ingin menertawakan gereja dan saudara-saudari. Mereka juga membenci siapa pun yang mengejar kebenaran dan takut akan Tuhan. Mereka menyerang dan mencemooh siapa pun yang setia pada tugas mereka dan rela membayar harga. Inilah watak para antikristus—dan bukankah itu kejam? Mereka jelas orang-orang yang jahat; para antikristus pada esensinya adalah orang yang jahat" (Firman, Jilid 4, Menyingkapkan Antikristus, Bab Sembilan (Bagian Dua)). Membaca kata "kejam" dan "orang yang jahat" sangat menakutkan dan membuatku sedih. Aku tak menyangka kata-kata ini berlaku untukku. Citraku rusak karena saudariku menunjukkan masalah dalam pekerjaanku. Aku menyerang dan membalas demdam terhadapnya, sengaja mempermalukannya saat mendiskusikan pekerjaan, dan mencari-cari kesalahan dalam pengaturan kerjanya. Aku bahkan tidak menjelaskan padahal aku tahu cara menyelesaikan suatu masalah yang dia temui dalam pekerjaannya karena aku ingin mempermalukan dan menertawakan dia. Saat pemimpin menyingkap dan memangkasku, aku bukan saja tidak merenungkan diriku, tetapi aku juga membenci dia karena melaporkan masalahku. Aku bersikap negatif dan menentang, melampiaskan kemarahan kepada tugasku, bahkan ingin mengundurkan diri dan tak mau lagi melakukan tugasku. Watak yang kuwujudkan sama dengan watak antikristus, watak yang kejam! Yang kuyakini adalah "Aku tidak akan menyerang kecuali aku diserang" dan "Jika kau bersikap jahat kepadaku, aku akan berbuat jahat kepadamu". Saat seseorang merugikan kepentingan dan citraku, aku membenci dia, menyerangnya, dan membalas dendam terhadapnya. Aku ingat sebelum aku percaya kepada Tuhan, saat aku berkonflik dengan seorang teman, dan dia menjelek-jelekanku kepada orang lain. Aku sangat marah, dan berpikir, "Jika kau bersikap jahat kepadaku, aku akan berbuat jahat kepadamu." Aku diam-diam berkata kepada orang lain itu, "Bagaimana kau bisa begitu bodoh? Untuk apa kau bersikap begitu baik kepadanya? Kau bahkan tidak tahu kalau dia suka menjelek-jelekanmu di belakangmu!" Kupikir, aku lemah jika tidak menyerang balik setelah diganggu. Hidup berdasarkan falsafah ini membuatku egoistis dan kejam, pemikiranku jadi menyimpang, dan membuatku tak mampu membedakan mana yang baik dan mana yang jahat. Saat menyadari hal ini, aku merasa sangat buruk. Jika aku tidak menangani kekejamanku, aku hanya akan melakukan lebih banyak kejahatan, lalu aku akan dibenci dan ditolak serta disingkirkan oleh Tuhan! Aku berdoa kepada Tuhan dalam hatiku, "Tuhan, melalui penghakiman dan penyingkapan firman-Mu, aku sadar betapa buruknya kemanusiaanku dan betapa kejamnya diriku. Aku ingin bertobat dan menerapkan kebenaran untuk mengubah diriku sendiri. Kumohon bimbinglah aku."

Lalu, dalam firman Tuhan, kubaca: "Ketika ada orang yang menghabiskan sedikit waktu mereka untuk mengawasi atau mengamatimu, atau berusaha memahamimu secara mendalam, mencoba berbicara dari hati ke hati denganmu, dan mencari tahu bagaimana keadaanmu selama waktu ini, dan bahkan terkadang ketika sikap mereka sedikit lebih keras, dan mereka sedikit memangkas, mendisiplinkan, dan menegurmu, semua ini karena mereka memiliki sikap berhati-hati dan bertanggung jawab terhadap pekerjaan rumah Tuhan. Engkau tidak boleh memiliki pemikiran atau emosi negatif sedikit pun terhadap hal ini. Apa artinya jika engkau mampu menerima ketika orang lain mengawasi, mengamati, dan berusaha memahamimu? Artinya, di dalam hatimu, engkau menerima pemeriksaan Tuhan. Jika engkau tidak menerima pengawasan, pengamatan, dan upaya orang untuk memahami dirimu—jika engkau menolak semua ini—mampukah engkau menerima pemeriksaan Tuhan? Pemeriksaan Tuhan jauh lebih mendetail, mendalam, dan akurat daripada ketika orang berusaha memahami dirimu; tuntutan Tuhan jauh lebih spesifik, teliti, dan mendalam. Jika engkau tak dapat menerima dirimu diawasi oleh umat pilihan Tuhan, bukankah pernyataanmu bahwa engkau mampu menerima pemeriksaan Tuhan adalah omong kosong? Agar engkau mampu menerima pemeriksaan dan pengujian Tuhan, engkau harus terlebih dahulu menerima pengawasan oleh rumah Tuhan, oleh para pemimpin dan pekerja, atau saudara-saudari" (Firman, Jilid 5, Tanggung Jawab Para Pemimpin dan Pekerja, "Tanggung Jawab Para Pemimpin dan Pekerja (7)"). "Apa pun masalah yang ada dalam dirimu atau kerusakan yang engkau perlihatkan, engkau harus selalu merenungkan dan mengenali dirimu berdasarkan firman Tuhan atau meminta saudara-saudari untuk menunjukkan hal-hal ini kepadamu. Yang terpenting adalah engkau harus menerima pemeriksaan Tuhan, datang di hadirat Tuhan, dan memohon kepada-Nya untuk mencerahkan dan menerangimu. Apa pun cara yang engkau gunakan, menemukan masalahnya sejak awal, lalu menyelesaikannya merupakan hasil yang dicapai melalui perenungan diri, dan ini adalah hal terbaik yang dapat engkau lakukan. Jangan menunggu sampai Tuhan telah menyingkapkan dan menyingkirkanmu baru engkau merasa menyesal karena pada saat itu, semuanya sudah sangat terlambat!" (Firman, Jilid 4, Menyingkapkan Antikristus, "Bab Tujuh: Mereka Jahat, Berbahaya, dan Licik (Bagian Satu)"). Setelah membaca firman Tuhan, barulah aku sadar bahwa pengawasan dan bimbingan yang saudara-saudari berikan kepadaku hanyalah karena mereka serius dan bertanggung jawab dalam hal pekerjaan. Aku harus menerima bahwa hal ini adalah Tuhan dan belajar untuk menerima dan menaatinya. Hanya inilah yang berarti aku menerima pengawasan Tuhan dan memiliki hati yang takut akan Tuhan. Saat saudariku menemukan masalahku dan menunjukkannya kepadaku, tujuannya adalah untuk membantu dan menolongku. Pengalaman hidupku terlalu dangkal. Para petobat baru menghadapi masalah dalam tugas mereka, tetapi aku tak mampu mempersekutukan kebenaran untuk menyelesaikannya, dan sering kali aku hanya mengatur pekerjaan untuk sekadar menyelesaikannya, dan hanya itu saja, tanpa menindaklanjuti ataupun memberi lagi bantuan. Pekerjaan pun tidak membuahkan hasil. Aku tidak memahami prinsip tentang mengatur staf, sehingga ketidaksesuaian tugas beberapa orang menjadi sulit dihindari. Olivia memahami beberapa kebenaran dan mampu melihat beberapa hal dengan jelas, jadi jika kami bekerja sama dalam pekerjaan gereja, itu bukan saja akan membantu pekerjaan, aku juga bisa belajar darinya dan meningkatkan diriku. Baru setelah itulah aku mengerti mengapa Tuhan menuntut kita untuk bekerja sama dalam tugas kita, daripada melakukannya seorang diri. Itu karena orang memiliki watak yang rusak dan memiliki banyak kesalahan. Kita perlu saling mengawasi, saling membimbing, dan saling membantu. Inilah satu-satunya cara menghindari kesalahan. Memikirkan ini membuatku merasa sangat bersalah. Aku tak boleh lagi hidup demi gengsi dan status. Aku harus belajar melepaskan diri, menerima pengawasan dan bimbingan orang lain, bekerja sama dengan saudariku, mencari kebenaran dan bersama-sama menyelesaikan masalah dalam pekerjaan, serta melaksanakan tugasku dengan benar.

Setelah itu, aku dikirim ke gereja lain untuk melaksanakan tugasku. Setelah dipisahkan dengan Olivia, aku merasakan banyak penyesalan. Jadi, dalam hati aku berdoa kepada Tuhan, kukatakan mulai sekarang, aku ingin melaksanakan tugasku dengan benar dan berfokus memperbaiki watak rusakku. Suatu kali, aku bertanya kepada Saudari Esther, yang memimpin penyiraman, tentang bagaimana berlangsungnya pertemuan para petobat baru. Esther memberiku saran, "Kau selalu pergi ke pertemuan lain, dan jarang datang ke pertemuan petobat baru, sehingga membuat pemimpin seakan-akan selalu absen. Tak ada saudara-saudari yang mengenalmu. Tak akan mudah bagimu untuk menindaklanjuti pekerjaan mereka ataupun menyelesaikan keadaan dan kesulitan mereka." Aku tercengang mendengar perkataannya, dan bisa kurasakan pipiku menjadi merah padam. Kupikir, "Bagaimana kau bisa menyebutku pemimpin yang selalu absen? Bukankah maksudmu aku tidak benar-benar bekerja dan tidak berguna? Kau terlalu kasar! Aku bukannya tidak bekerja, aku sedang menindaklanjuti pekerjaan lain. Karena kau memimpin kelompok ini, kaulah yang seharusnya bertanggung jawab. Bukan aku yang harus melakukan semuanya. Jika pemimpin tingkat atas mendengar perkataanmu, bukankah mereka akan menganggapku tidak melakukan pekerjaan nyata? Tidak bisa. Aku harus temukan penyimpangan dalam pekerjaanmu untuk dibicarakan." Saat berpikir seperti itu, aku sadar keadaanku salah. Saudariku menunjukkan masalah dalam pekerjaanku, dan aku bukannya menerima dan merenungkannya, aku malah menganggapnya terlalu kasar dan aku ingin mencari masalah dalam pekerjaannya untuk membantah dia. Aku menolak menerima kebenaran dan kembali berusaha membalas dendam. Aku segera berdoa dalam hatiku, "Tuhan, Esther menunjukkan masalah kepadaku, dan dalam hatiku aku menentangnya, dan ini tidak sesuai dengan maksud-Mu. Aku ingin menerima, taat, dan merenungkan diriku." Setelah berdoa, aku merenungkan diriku dan sadar bahwa aku sebenarnya memang punya masalah. Aku sangat bergantung kepada Esther. Aku merasa karena dia memimpin penyiraman untuk petobat baru, aku bisa santai, jadi aku lepas tangan. Sebagai pemimpin gereja, aku jarang mencari tahu tentang keadaan dan kesulitan nyata dari para petobat baru. Aku tidak memenuhi tanggung jawabku. Inilah yang sebenarnya kuwujudkan karena tidak melakukan pekerjaan nyata. Setelah itu, kukatakan kepada Esther, "Aku tidak menyadari masalah ini sebelumnya, tetapi aku ingin mengubahnya." Kemudian, aku menghubungi langsung para petobat baru dan menghadiri pertemuan mereka dan menyampaikan persekutuanku untuk menyelesaikan keadaan mereka. Melakukan tugasku dengan cara ini membuatku merasa sangat tenang.

Melalui pengalaman ini, aku sadar bahwa dengan menerapkan sesuai firman Tuhan dan belajar menerima pengawasan, bimbingan, dan pemangkasan saudara-saudariku, aku benar-benar bisa mencapai perubahan. Syukur kepada Tuhan!

Sebelumnya: Tugas Tak Terelakkan

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Kurangi Ukuran Huruf
Tambah Ukuran Huruf
Masuk Layar Penuh
Keluar Layar Penuh