Setelah Mengetahui Orang Tuaku Dikeluarkan dari Gereja

16 September 2022

Oleh Saudari Ai Yi, Tiongkok

Suatu hari pada Oktober 2018, seorang pemimpin memberitahuku, "Orang tuamu telah dikeluarkan dari gereja." Aku tertegun—aku sama sekali tak dapat memercayainya. Aku tahu orang tuaku telah melakukan hal-hal yang mengganggu, tetapi tentunya mereka tak perlu sampai harus dikeluarkan, bukan? Aku hanya terduduk di sana, dengan pergumulan dalam hatiku. Sebelumnya, kakak perempuanku telah diusir oleh gereja karena menjadi kaki tangan antikristus dan tak mau bertobat meskipun segala upaya telah dilakukan untuk bersekutu dengannya. Kini orang tuaku juga dikeluarkan, meninggalkanku sebagai satu-satunya orang percaya di keluarga kami. Pada waktu itu, aku merasa sangat sendirian. Sudah lebih dari dua puluh tahun sejak keluarga kami percaya kepada Tuhan dan kami telah mengalami penindasan PKT sepanjang waktu itu. Ayahku telah ditangkap dua kali karena memberitakan Injil, dan dijebloskan ke dalam penjara selama lima tahun. Aku, ibuku, dan kakak perempuanku harus hidup berpindah-pindah tanpa tempat tinggal permanen untuk menghindari penangkapan. Kami telah melewati berbagai suka dan duka, dan sekarang pekerjaan Tuhan hampir berakhir. Jadi, bagaimana mungkin mereka dikeluarkan dari gereja? Mereka telah mengalami saat-saat yang sangat sulit dan banyak menderita. Apakah semua itu sia-sia? Dengan pemikiran itu, aku tak mampu menahan air mata. Dalam hati, aku berusaha bernalar dengan Tuhan: selama ini orang tuaku mungkin belum berjasa, tetapi mereka telah banyak menderita. Mengingat pengorbanan mereka selama bertahun-tahun, bukankah mereka layak mendapatkan satu kali lagi kesempatan untuk bertobat? Meskipun itu hanya berarti tetap sebagai orang yang berjerih payah! Semakin berpikir seperti itu, semakin menyakitkan dan kelam perasaanku, dan aku kehilangan semangat untuk melaksanakan tugasku. Saudari yang dipasangkan denganku memberiku nasihat: "Ketika sesuatu seperti ini terjadi, kau harus menerima bahwa hal itu adalah dari Tuhan—kau tidak boleh mengeluh. Apa pun yang Tuhan lakukan adalah adil." Meskipun aku mengerti maksudnya pada waktu itu, aku sama sekali tak mampu mengubah pemikiranku.

Beberapa minggu kemudian, aku membaca surat yang menyatakan dikeluarkannya orang tuaku. Isinya menyatakan bagaimana ayahku sangat congkak, selalu bertindak sekehendak hatinya dalam menangani pekerjaan umum, alih-alih melaksanakan tugasnya berdasarkan prinsip. Dia tak mau menerima saran dari saudara-saudari, dan ini telah menyebabkan gereja mengalami kerugian yang signifikan secara keuangan. Selain itu, dia terus mengirimkan buku-buku firman Tuhan meskipun sepenuhnya tahu tentang masalah keamanan yang secara khusus berkaitan dengan dirinya. Dia dengan begitu saja mengabaikan nasihat saudara-saudari dan terus melanjutkannya, yang mengakibatkan dia ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara dan buku-buku firman Tuhan itu disita. Ini memiliki konsekuensi yang merugikan bagi gereja. Ayahku juga memutarbalikkan fakta ketika kakak perempuanku diusir, berkata bahwa itu hanya terjadi karena pemimpin menghukumnya, yang mengakibatkan dia diusir. Dia juga mempermasalahkan kerusakan tertentu yang pemimpin singkapkan dalam dirinya, mengancam akan mendiskreditkannya dan menjatuhkannya. Beberapa orang lainnya, yang disesatkan untuk memihaknya, menjadi berprasangka buruk terhadap pemimpin itu, dan hal ini menghalangi pemimpin itu untuk melaksanakan tugasnya seperti biasa. Pekerjaan gereja telah sangat terganggu oleh tindakan dan perilaku ayahku, dan dia sama sekali tidak memperlihatkan penyesalan atau pertobatan atas kejahatan yang telah dia lakukan. Akhirnya dia dianggap sebagai orang jahat dan dikeluarkan dari gereja. Sementara itu, dikeluarkannya ibuku—juga dilakukan berdasarkan prinsip—karena dia tak mau berhenti menentang pengusiran kakak perempuanku. Dia terus mengeluh tentang pemimpin di depan saudara-saudari lainnya, memprovokasi ketidakpercayaan di kedua belah pihak, dan telah memutarbalikkan fakta selama pertemuan, memperdebatkan kasus beberapa orang yang telah diusir dan berkata bahwa pemimpin telah menargetkan mereka. Itu juga telah sangat mengganggu kehidupan bergereja. Meskipun saudara-saudari telah banyak berupaya dengan menyampaikan persekutuan kepadanya, dia dengan tegas tak mau menerima kebenaran. Dia tidak memandang segala sesuatu berdasarkan prinsip kebenaran, dan telah berpihak pada orang-orang jahat dalam mengganggu pekerjaan gereja. Karena tidak merasa menyesal, akhirnya dia dikeluarkan dari gereja. Mengingat semua perbuatan jahat mereka, aku tahu bahwa secara prinsip, adalah benar bahwa ayah dan ibuku harus dikeluarkan, tetapi ketika aku terpikir bahwa hal itu benar-benar terjadi, aku tidak tahu bagaimana aku akan bisa bertahan. Rasanya sangat menyedihkan. Membaca surat tentang mereka dikeluarkan membuatku mati rasa, dan aku tak mampu berhenti menangis. Aku mulai bernalar dengan Tuhan: "Tuhan, Engkau mengasihi manusia. Orang tuaku telah menjadi orang percaya selama lebih dari 20 tahun dan telah melewati begitu banyak kesukaran. Bukankah mereka berhak mendapatkan pengakuan atas semua yang telah mereka korbankan?" Aku hidup dalam kenegatifan dan kesalahpahaman. Karena semua keluargaku dikeluarkan, meninggalkan diriku sendiri sebagai satu-satunya orang percaya, aku bertanya-tanya apakah aku akan mampu terus menempuh jalan ini. Selama lebih dari dua tahun, aku tetap berada dalam kebingungan ini, dan akhirnya aku diberhentikan karena tidak memperoleh hasil apa pun dalam tugasku. Aku merasa sangat sedih, dan berdoa berulang kali sembari menangis, "Ya Tuhan! Aku telah membenci-Mu dan salah paham terhadap-Mu karena orang tuaku dikeluarkan dari gereja. Aku tahu ini adalah keadaan yang berbahaya, tetapi aku tak punya kekuatan untuk menyingkirkannya. Tuhan, kumohon bimbinglah dan selamatkanlah aku."

Kemudian, dalam perenunganku, aku membaca beberapa bagian firman Tuhan. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Saat mengetahui bahwa Tuhan mengasihi umat manusia, mereka mendefinisikan Dia sebagai simbol kasih: mereka yakin bahwa apa pun yang orang lakukan, bagaimanapun mereka berperilaku, bagaimanapun mereka memperlakukan Tuhan, dan tidak soal bagaimana mereka memberontak, tidak satu pun dari hal ini benar-benar penting, karena Tuhan memiliki kasih, dan kasih-Nya tidak terbatas dan tidak dapat diukur; Tuhan memiliki kasih, jadi Dia bisa bersikap toleran terhadap orang-orang; dan Tuhan memiliki kasih, sehingga Dia bisa bersikap penyayang terhadap orang, berbelas kasih terhadap ketidakmatangan mereka, berbelas kasih terhadap ketidaktahuan mereka, dan berbelas kasih terhadap pemberontakan mereka. Apakah benar demikian? Bagi beberapa orang, ketika mereka telah mengalami kesabaran Tuhan sekali atau bahkan beberapa kali, mereka akan memperlakukan pengalaman ini sebagai modal dalam pemahaman mereka sendiri tentang Tuhan, percaya bahwa Dia akan selamanya sabar dan penyayang terhadap mereka, dan kemudian, sepanjang hidup, mereka akan memegang kesabaran Tuhan ini dan menganggapnya sebagai standar yang digunakan-Nya untuk memperlakukan mereka. Ada juga orang yang setelah mengalami toleransi Tuhan satu kali, selamanya mendefinisikan Tuhan penuh toleransi—dan dalam benak mereka, toleransi ini tidak terbatas, tanpa syarat, dan bahkan sama sekali tanpa prinsip. Apakah keyakinan semacam ini benar?" (Firman, Jilid 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Bagaimana Mengetahui Watak Tuhan dan Hasil yang Akan Dicapai Pekerjaan-Nya"). "Tuhan itu benar dalam perlakuan-Nya terhadap setiap orang dan Dia melakukan pekerjaan penaklukan dan penyelamatan manusia dengan serius. Inilah pengelolaan-Nya. Dia memperlakukan setiap orang dengan serius, dan bukan seperti hewan peliharaan yang diajak bermain. Kasih Tuhan untuk manusia bukan jenis yang keterlaluan sayang atau manja, demikian juga, belas kasihan dan toleransi-Nya terhadap manusia tidak dibiarkan atau tanpa diawasi. Sebaliknya, kasih Tuhan terhadap manusia adalah menyayangi, mengasihani, dan menghormati kehidupan; belas kasihan dan toleransi-Nya terhadap manusia menempatkan harapan Tuhan terhadap manusia belas kasihan dan toleransi-Nya dibutuhkan manusia untuk bertahan hidup. Tuhan itu hidup, dan Tuhan benar-benar ada; sikap-Nya terhadap umat manusia berprinsip, sama sekali bukan serangkaian aturan dogmatis, dan itu bisa berubah. Niat-Nya terhadap umat manusia berubah secara bertahap dan bertransformasi seiring waktu, tergantung pada keadaan yang timbul, dan seiring dengan sikap setiap orang. Oleh karena itu, engkau perlu mengetahui dalam hatimu dengan sejernih-jernihnya bahwa esensi Tuhan tidak dapat berubah, dan bahwa watak-Nya akan diungkapkan di waktu yang berbeda, dan dalam konteks yang berbeda. Engkau mungkin tidak berpikir bahwa ini hal yang serius, dan engkau mungkin menggunakan gagasan pribadimu sendiri untuk membayangkan bagaimana Tuhan seharusnya bertindak. Akan tetapi, ada kalanya ketika kebalikan total dari sudut pandangmu adalah yang benar, dan dengan menggunakan gagasan pribadimu sendiri untuk berusaha mengukur Tuhan, engkau sudah membuat-Nya marah. Ini karena Tuhan tidak bekerja dengan cara seperti yang engkau pikir dilakukan-Nya, maupun memperlakukan perkara ini seperti yang engkau katakan akan Dia lakukan" (Firman, Jilid 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Bagaimana Mengetahui Watak Tuhan dan Hasil yang Akan Dicapai Pekerjaan-Nya"). Setelah membaca firman Tuhan, aku mengerti bahwa Tuhan itu penuh kasih, tetapi kasih Tuhan terhadap manusia dibangun di atas prinsip. Kasih-Nya tidak membabi buta dan selalu berprinsip, tidak seperti jenis kasih yang manusia miliki. Tuhan adalah Tuhan yang adil, dan Dia memiliki sikap terhadap tingkah laku dan perbuatan setiap orang. Tuhan mengasihi dan berbelas kasihan terhadap mereka yang mencintai kebenaran tetapi telah melakukan pelanggaran. Namun, terhadap orang jahat, orang yang muak akan kebenaran dan mengganggu pekerjaan gereja, Dia menghukum dan menyingkirkan mereka. Hanya karena Tuhan itu penuh kasih, bukan berarti Dia berbelas kasihan dan bersabar terhadap orang-orang jahat, dan mengizinkan mereka mengganggu pekerjaan gereja. Aku telah salah memahami watak dan esensi Tuhan dan mendefinisikan-Nya menurut gagasanku sendiri. Selama ini aku menganggap karena Tuhan mengasihi manusia, Dia akan terus memberi kita kesempatan untuk bertobat, sebanyak apa pun kejahatan yang kita lakukan, asalkan kita mengikuti Dia dan berkorban untuk-Nya. Itulah sebabnya aku tidak dapat menerima orang tuaku dikeluarkan, dan mulai bernalar dengan Tuhan dan menentang-Nya. Aku teringat bagaimana gereja telah memberi banyak kesempatan kepada orang tuaku sebelum mengeluarkan mereka, dan hanya karena mereka tak pernah mau bertobat maka semuanya mencapai titik itu. Watak Tuhan itu adil dan kudus. Asalkan orang mau bertobat setelah melakukan pelanggaran dan menyingkapkan kerusakan, Tuhan sangat berbelas kasihan dan panjang sabar. Namun, orang-orang seperti orang tuaku, yang melakukan begitu banyak kejahatan tanpa sungguh-sungguh bertobat dan yang kejahatannya justru semakin parah, mereka sebenarnya adalah orang-orang jahat, dan Tuhan tidak dapat terus menunjukkan belas kasihan dan kesabaran-Nya terhadap orang-orang semacam itu. Khususnya, Dia tidak dapat bersikap lunak kepada mereka hanya karena mereka sudah lama menjadi orang percaya dan telah banyak menderita karena iman mereka.

Suatu hari, aku membaca bagian lain firman Tuhan: "Orang-orang mengatakan bahwa Tuhan adalah Tuhan yang adil, dan selama manusia mengikuti Dia sampai akhir, Dia pasti akan bersikap adil kepada manusia, sebab Dialah Yang Mahabenar. Jika manusia mengikuti Dia sampai akhir, bisakah Dia membuang manusia? Aku tidak memihak terhadap semua orang dan menghakimi semua orang dengan watak-Ku yang benar, tetapi ada beberapa syarat yang sesuai dengan persyaratan yang kutuntut dari manusia, dan apa yang Kutuntut itu harus dilaksanakan oleh semua orang, siapa pun mereka. Aku tidak peduli tentang kualifikasimu, atau sudah berapa lama engkau memilikinya; yang Kupedulikan hanyalah apakah engkau mengikuti jalan-Ku, dan apakah engkau mengasihi dan haus akan kebenaran. Jika engkau tidak memiliki kebenaran, dan justru mempermalukan nama-Ku, serta tidak bertindak sesuai dengan jalan-Ku, hanya mengikuti tanpa perhatian atau kepedulian, pada waktu itulah Aku akan memukul dan menghukum engkau karena kejahatanmu, dan apa jawabmu kemudian? Bisakah engkau berkata bahwa Tuhan itu tidak benar? Hari ini, jika engkau telah mematuhi firman yang Kusampaikan, engkau adalah jenis orang yang berkenan bagi-Ku. Engkau mengatakan bahwa engkau selalu menderita selama mengikuti Tuhan, bahwa engkau telah mengikuti-Nya melalui berbagai kesulitan, dan telah berbagi saat-saat suka dan duka bersama-Nya, tetapi engkau belum hidup dalam firman yang Tuhan sampaikan; engkau hanya ingin sibuk bagi Tuhan dan mengorbankan dirimu bagi Tuhan setiap hari, dan tidak pernah berpikir untuk hidup dalam kehidupan yang bermakna. Engkau juga berkata, 'Bagaimanapun juga, aku percaya bahwa Tuhan itu benar. Aku telah menderita bagi-Nya, sibuk bekerja bagi Dia, mempersembahkan diriku bagi Dia, dan aku telah bekerja keras meskipun tidak menerima penghargaan apa pun; Dia tentunya akan mengingat aku.' Memang benar bahwa Tuhan itu benar, tetapi kebenaran ini tidak ternoda oleh kecemaran apa pun. Kebenaran ini tidak mengandung kehendak manusia, dan tidak tercemar oleh daging, atau oleh transaksi manusia. Semua yang memberontak dan menentang, dan semua yang tidak mematuhi jalan-Nya, akan dihukum; tidak ada yang diampuni, dan tak seorang pun yang luput!" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pengalaman Petrus: Pengetahuannya tentang Hajaran dan Penghakiman"). Dari firman Tuhan, aku mengerti bahwa keadilan Tuhan tidak seperti yang kupikirkan—bahwa apa yang kita peroleh tergantung pada berapa banyak yang kita berikan. Tuhan tidak berkewajiban untuk bermurah hati kepada mereka yang sibuk mengorbankan diri, bekerja dan menderita bagi-Nya. Bagi Tuhan, tidak ada yang namanya "Ada pahala dalam bekerja keras, apa pun kontribusinya". Tuhan tidak menentukan kesudahan seseorang berdasarkan seberapa banyak dia menderita karena pekerjaan itu, ataupun berdasarkan senioritasnya. Dia tidak melihat seberapa banyak dia berkorban secara fisik. Yang penting adalah apakah dia mengejar kebenaran dan menerapkannya, dan apakah ada perubahan dalam watak hidupnya atau tidak. Dia tidak akan pernah mendapatkan perkenanan Tuhan jika tidak menerapkan firman-Nya, betapa pun hebatnya senioritasnya atau sebanyak apa pun dia menderita untuk pekerjaan itu. Dia akan dihukum secara adil oleh Tuhan atas kejahatan yang telah dia lakukan. Aku telah mengukur keadilan Tuhan dengan pola pikir transaksional. Aku mengira karena orang tuaku telah banyak berkorban dan menderita selama tahun-tahun iman mereka, mereka seharusnya memiliki lebih banyak kesempatan untuk bertobat dan tetap berada di gereja, sebanyak apa pun kejahatan yang telah mereka lakukan. Kalau tidak, itu berarti tidak adil terhadap mereka. Namun, cara berpikirku semuanya keliru. Aku teringat Paulus yang melintasi Eropa untuk mengabarkan Injil Tuhan. Dia ditangkap beberapa kali dan banyak menderita, tetapi ke mana pun dia pergi, dia meninggikan dirinya sendiri dan memberikan kesaksian tentang dirinya sendiri. Pada akhirnya, dia berkata bahwa dia hidup sebagai Kristus, dan mati akan menjadi sebuah keuntungan. Akibatnya, dia dihormati selama dua ribu tahun. Dalam benak orang, dia menempati posisi yang lebih tinggi daripada Tuhan Yesus, dan pada akhirnya dia dihukum oleh Tuhan karena menentang-Nya. Dari hal ini, aku mengerti bahwa Tuhan tidak melihat seberapa banyak orang bekerja dan menderita secara fisik. Dia membalas orang setimpal dengan perbuatan mereka, menghukum mereka yang melakukan kejahatan dan menyinggung watak-Nya tetapi dengan keras kepala menolak untuk bertobat. Sebagai contoh, orang tuaku banyak bekerja, menderita, dan berkorban untuk Tuhan, tetapi mereka tak pernah mau menerima kebenaran. Semua yang mereka lakukan berakibat mengganggu pekerjaan gereja dan merusak kehidupan bergereja yang normal, merugikan kehidupan saudara-saudari, dan merugikan kepentingan gereja. Mengeluarkan mereka dari gereja sesuai dengan prinsip dan merupakan keadilan Tuhan. Karena tidak memahami watak benar Tuhan, aku berpegang teguh pada gagasan transaksional bahwa "Ada pahala dalam bekerja keras, apa pun kontribusinya". Aku telah berusaha bernalar dengan Tuhan tentang hal itu dan marah, sembari hidup dalam keadaan negatif dan menentang Tuhan. Aku sangat memberontak! Menyadari hal ini, aku merasa buruk dan menyesal, dan dalam tangisku, aku berdoa, "Tuhan! Aku telah percaya kepada-Mu selama bertahun-tahun, tetapi sama sekali tidak mengenal-Mu. Aku telah mengukur kasih dan keadilan-Mu berdasarkan gagasan dan imajinasiku sendiri, selalu menentang-Mu dan berusaha bernalar dengan-Mu. Ya Tuhan, kini aku mengerti bahwa dikeluarkannya orang tuaku adalah keadilan-Mu." Setelah memanjatkan doa itu, aku merasa sangat tenang.

Beberapa waktu kemudian, aku sadar bahwa yang membuatku sangat sedih gereja mengeluarkan orang tuaku adalah karena kasih sayangku yang kuat terhadap mereka. Itu membuatku teringat beberapa firman Tuhan: "Tuhan menciptakan dunia ini dan menghadirkan manusia, makhluk hidup yang mendapat anugerah kehidupan dari Tuhan, ke dunia. Selanjutnya, manusia memiliki orang tua dan kerabat dan tidak sendirian lagi. Sejak pertama kali manusia melihat dunia lahiriah ini, dia telah ditakdirkan untuk berada dalam penentuan Tuhan dari semula. Napas kehidupan dari Tuhanlah yang menyokong setiap makhluk hidup sepanjang masa pertumbuhannya hingga dewasa. Selama proses ini, tak seorang pun merasa bahwa manusia bertumbuh dewasa di bawah pemeliharaan Tuhan; melainkan, mereka meyakini bahwa manusia bertumbuh dewasa di bawah pemeliharaan yang penuh kasih dari orang tuanya, dan bahwa naluri kehidupannya sendirilah yang mengatur proses pertumbuhannya. Anggapan ini ada karena manusia tidak memahami siapa yang menganugerahkan kehidupannya dan dari mana kehidupan itu berasal, apalagi cara naluri kehidupan menciptakan keajaiban. Manusia hanya tahu bahwa makanan adalah dasar keberlanjutan hidupnya, bahwa kegigihan adalah sumber keberadaannya, dan bahwa keyakinan dalam benaknya adalah modal yang menjadi sandaran kelangsungan hidupnya. Tentang kasih karunia dan perbekalan Tuhan, manusia sama sekali tidak menyadarinya, dan dengan demikian, manusia menyia-nyiakan kehidupan yang dianugerahkan kepadanya oleh Tuhan .... Tak seorang pun di antara umat manusia yang dipelihara Tuhan siang dan malam mengambil inisiatif untuk menyembah-Nya. Tuhan hanya terus bekerja pada manusia seperti yang telah direncanakan-Nya, yang terhadapnya Dia tanpa harapan. Dia berbuat demikian dengan harapan bahwa, suatu hari, manusia akan terjaga dari mimpinya dan tiba-tiba memahami nilai dan makna kehidupan, harga yang Tuhan bayar untuk semua yang telah diberikan-Nya kepada manusia, dan keinginan yang mendesak yang dengannya Tuhan berharap manusia dapat kembali kepada-Nya" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tuhan adalah Sumber Kehidupan Manusia"). "Tidak ada seorang pun yang tidak percaya memiliki iman bahwa Tuhan itu ada, atau bahwa Dia menciptakan langit dan bumi dan segala sesuatu, atau bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan. Bahkan ada orang-orang yang berkata, 'Hidup diberikan kepada manusia oleh orang tua mereka, dan mereka harus menghormati orang tua.' Berasal dari manakah pemikiran atau pandangan seperti itu? Apakah itu berasal dari Iblis? Kebudayaan tradisional selama ribuan tahun telah mendidik dan menyesatkan manusia dengan cara seperti ini, menyebabkan mereka menolak penciptaan dan kedaulatan Tuhan. Tanpa penyesatan dan pengendalian Iblis, manusia akan menyelidiki pekerjaan Tuhan dan membaca firman-Nya, dan mereka akan mengetahui bahwa mereka diciptakan oleh Tuhan, bahwa hidup mereka diberikan oleh Tuhan; mereka akan tahu bahwa semua yang mereka miliki diberikan oleh Tuhan, dan bahwa kepada Tuhanlah mereka seharusnya berterima kasih. Jika ada orang yang berbuat baik kepada kita, kita harus menerima bahwa hal itu adalah dari Tuhan—khususnya orang tua kita, yang melahirkan dan membesarkan kita; semua ini diatur oleh Tuhan. Tuhan berdaulat atas segalanya; manusia hanyalah alat untuk melayani. Jika seseorang mampu mengesampingkan orang tuanya, atau suami (atau istri) dan anak-anaknya, agar dapat mengorbankan dirinya untuk Tuhan, maka orang tersebut akan menjadi makin kuat dan memiliki rasa keadilan yang makin besar di hadapan-Nya" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya dengan Mengenali Pandangannya yang Keliru Barulah Orang Dapat Benar-Benar Berubah"). Dari firman Tuhan, aku mengerti bahwa Tuhan adalah sumber kehidupan manusia, dan semua yang kita miliki dianugerahkan kepada kita oleh Tuhan; bahwa kita bisa sampai pada keadaan kita saat ini adalah karena pemeliharaan dan perlindungan Tuhan, dan bahwa mereka yang bermurah hati atau menolong kita, mereka melakukannya karena pengaturan Tuhan. Kita harus menerima bahwa ini adalah dari Tuhan dan bersyukur kepada Tuhan atas kasih-Nya. Aku sadar bahwa alih-alih mengikuti firman Tuhan, aku hanya memikirkan kebaikan yang telah diperlihatkan orang tuaku kepadaku. Aku tidak mengerti bahwa aturan dan pengaturan Tuhan ada di balik semua yang orang tuaku lakukan, dan bahwa pemeliharaan, perlindungan, dan bimbingan Tuhan-lah yang membawaku sampai ke hari ini. Aku tidak bersyukur kepada Tuhan atas pemeliharaan dan perlindungan-Nya ataupun membalas kasih-Nya. Sebaliknya, aku memberontak dan menentang Tuhan. Makin kurenungkan hal ini, makin aku merasa tak bernurani. Aku telah mengecewakan Tuhan!

Kemudian, aku membaca bagian lain firman Tuhan: "Siapakah Iblis, siapakah setan-setan, dan siapakah musuh Tuhan kalau bukan para penentang yang tidak percaya kepada Tuhan? Bukankah mereka adalah orang-orang yang memberontak terhadap Tuhan? Bukankah mereka adalah orang-orang yang mengaku beriman, tetapi tidak memiliki kebenaran? Bukankah mereka adalah orang-orang yang hanya berupaya untuk memperoleh berkat tetapi tidak mampu menjadi kesaksian bagi Tuhan? Engkau masih bergaul dengan setan-setan itu sekarang dan memperlakukan mereka dengan hati nurani dan kasih, tetapi dalam hal ini, bukankah engkau sedang menawarkan niat baikmu kepada Iblis? Bukankah engkau sedang bersekutu dengan setan-setan? Jika orang telah berhasil mencapai titik ini dan masih tidak dapat membedakan antara yang baik dan yang jahat, dan terus secara membabi buta menjadi penuh kasih dan belas kasihan tanpa hasrat untuk mencari maksud Tuhan atau mampu dengan cara apa pun menganggap maksud-maksud Tuhan sebagai milik mereka, maka akhir hidup mereka akan menjadi lebih buruk. Siapa pun yang tidak percaya kepada Tuhan dalam daging adalah musuh Tuhan. Jika engkau sampai bisa memiliki hati nurani dan kasih terhadap musuh, bukankah itu berarti engkau tidak memiliki rasa keadilan? Jika engkau sesuai dengan mereka yang Kubenci dan yang dengannya Aku tidak sependapat, dan tetap memiliki kasih dan perasaan pribadi terhadap mereka, bukankah itu berarti engkau memberontak? Bukankah engkau sedang dengan sengaja menentang Tuhan? Apakah orang semacam itu memiliki kebenaran? Jika orang memiliki hati nurani terhadap musuh, kasih kepada setan-setan, dan belas kasihan kepada Iblis, bukankah itu berarti mereka dengan sengaja mengganggu pekerjaan Tuhan?" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tuhan dan Manusia akan Masuk ke Tempat Perhentian Bersama-sama"). Firman Tuhan menyingkapkan keadaanku yang sebenarnya. Tuhan menuntut agar kita mencintai apa yang Dia cintai dan membenci apa yang Dia benci. Mereka yang membenci kebenaran dan menentang Tuhan pada dasarnya adalah orang jahat yang dibenci Tuhan, jadi kita juga harus membenci mereka. Aku tidak memahami esensi orang tuaku berdasarkan firman Tuhan. Sebanyak apa pun mereka telah merugikan pekerjaan gereja, aku telah berpihak kepada mereka, bernalar dengan Tuhan dan menentang-Nya. Aku bahkan kehilangan semangat untuk melaksanakan tugasku. Namun, kini aku mengerti mengapa Tuhan berkata: "Perasaan adalah musuh-Nya" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Penafsiran Rahasia 'Firman Tuhan kepada Seluruh Alam Semesta', Bab 28"). Karena kasih sayang, aku dilahirkan dengan kasih dan berbelas kasihan terhadap orang-orang jahat. Aku bahkan berharap Tuhan akan memberi mereka kesempatan lagi untuk bertobat dan tetap berada di gereja. Aku sangat bodoh! Apa pun yang terjadi, orang jahat tak akan pernah sungguh-sungguh bertobat. Itu adalah sesuatu yang ditentukan oleh esensi mereka. Membiarkan orang tuaku tetap berada di gereja berarti membiarkan mereka terus melakukan kejahatan dan mengganggu pekerjaan gereja. Itu berarti berdiri bersama orang-orang jahat dan menentang Tuhan!

Kemudian, setelah membaca bagian lain firman Tuhan, hatiku sangat dicerahkan. Firman Tuhan katakan: "Suatu hari, ketika engkau memahami sedikit kebenaran, engkau tidak akan lagi berpikir bahwa ibumu adalah orang yang terbaik, atau orang tuamu adalah orang yang terbaik. Engkau akan menyadari bahwa mereka juga adalah bagian dari umat manusia yang rusak, dan bahwa watak rusak mereka semuanya sama. Satu-satunya yang membedakan mereka adalah hubungan darah mereka secara jasmani dengan dirimu. Jika mereka tidak percaya kepada Tuhan, mereka sama saja dengan orang tidak percaya. Engkau tidak akan lagi memandang mereka dari sudut pandang anggota keluarga, atau dari sudut pandang hubungan dagingmu, tetapi dari sisi kebenaran. Apa aspek utama yang harus kaulihat? Engkau harus melihat pandangan mereka tentang kepercayaan kepada Tuhan, pandangan mereka tentang dunia, pandangan mereka tentang penanganan masalah, dan yang terpenting, sikap mereka terhadap Tuhan. Jika engkau menilai aspek-aspek ini secara akurat, engkau akan mampu melihat dengan jelas apakah mereka orang baik atau orang jahat. Suatu hari engkau mungkin melihat dengan jelas bahwa mereka adalah orang-orang dengan watak yang rusak sama seperti dirimu. Bahkan mungkin lebih jelas bahwa mereka bukanlah orang-orang yang baik hati yang memiliki kasih sejati terhadapmu seperti yang kaubayangkan, mereka juga sama sekali tidak mampu menuntunmu kepada kebenaran atau ke jalan yang benar dalam hidup. Engkau mungkin melihat dengan jelas bahwa apa yang telah mereka lakukan untukmu tidak memberikan manfaat yang besar bagimu, dan tidak berguna bagimu dalam menempuh jalan yang benar dalam hidup. Engkau juga mungkin mendapati bahwa banyak dari penerapan dan pendapat mereka bertentangan dengan kebenaran, bahwa semuanya itu berasal dari daging, dan ini membuatmu memandang rendah mereka, dan merasa jijik dan muak. Jika engkau memahami hal-hal ini, maka engkau akan mampu memperlakukan orang tuamu dengan benar di dalam hatimu, dan engkau tidak akan lagi merindukan mereka, mengkhawatirkan mereka, atau tak mampu hidup berpisah dari mereka. Mereka telah selesaikan misi sebagai orang tua, jadi engkau tidak akan lagi memperlakukan mereka sebagai orang terdekatmu atau memuja mereka. Sebaliknya, engkau akan memperlakukan mereka sebagai orang biasa, dan pada waktu itulah engkau akan sepenuhnya melepaskan diri dari belenggu perasaan dan benar-benar lepas dari perasaan dan kasih sayang keluargamu" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya Menyelesaikan Watak Rusak yang Dapat Membawa Perubahan Sejati"). Firman Tuhan ini membuatku sangat terharu. Karena kuatnya kasih sayangku terhadap orang tuaku, aku hanya melihat betapa baiknya mereka kepadaku, dan tidak melihat sikap mereka terhadap kebenaran dan terhadap Tuhan. Aku tidak dapat melihat dengan jelas esensi mereka atau jalan yang mereka tempuh, dan itulah sebabnya aku tidak menangani masalah pengeluaran mereka dengan benar. Karena terjebak dalam kasih sayang, aku berusaha bernalar dengan Tuhan, dan selama lebih dari dua tahun, aku telah bersikap negatif dan menentang. Hidupku telah mengalami kerugian sedemikian besar, dan aku telah melakukan pelanggaran. Sedikit demi sedikit, melalui penyiraman dan pembekalan firman Tuhan, hatiku yang keras dan memberontak telah disadarkan dan kesalahpahamanku tentang Tuhan lenyap. Kini aku merasa jauh lebih bebas dan telah mendapatkan kembali semangat untuk melaksanakan tugasku. Syukur kepada Tuhan atas keselamatan-Nya.

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Kesadaran Setelah Ditangani

Oleh Saudari Liang Xin, Spanyol Pada akhir 2020, aku bertanggung jawab menyiram petobat baru di gereja. Awalnya jumlah mereka tak banyak,...

Kurangi Ukuran Huruf
Tambah Ukuran Huruf
Masuk Layar Penuh
Keluar Layar Penuh