Renungan Di Masa Sakit

04 April 2022

Oleh Saudari Shi Ji, Amerika

Aku lemah dan rentan terhadap penyakit sejak kecil. Ibuku bilang aku lahir prematur dan sakit-sakitan sejak lahir. Lalu, setelah memeluk Kristen, kesehatanku berangsur-angsur membaik. Selama tujuh tahun, aku tidak perlu pergi ke rumah sakit atau minum obat apa pun. Aku sangat bersyukur kepada Tuhan. Lalu, pada tahun 2001, aku menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa pada akhir zaman. Aku sangat bersemangat menyambut Tuhan dan merasa begitu diberkati. Aku meninggalkan bisnisku serta mulai membagikan Injil dan menjalankan tugas. Aku punya sangat banyak energi untuk berkeliling demi tugas dan mengerahkan segenap tenaga untuk itu. Beberapa kali aku nyaris tertangkap, aku bersandar kepada Tuhan, dan tidak pernah menyerah. Aku juga mempertaruhkan keselamatanku untuk menawarkan dukungan kepada saudara-saudari, terkadang bahkan pergi ke pegunungan, berjalan lima atau enam jam sekaligus. Di beberapa tempat, aku bahkan tidak bisa mendapatkan seteguk air bersih, tetapi bagiku itu tidak terasa seperti kesengsaraan. Aku merasa dengan mengorbankan diriku seperti itu, aku akan mendapat perkenanan dan berkat Tuhan.

Pada tahun 2015, tidak lama setelah pindah ke luar negeri. Aku mulai merasa makin tidak sehat, dan terkadang seluruh tubuhku berkeringat di malam hari. Aku merasa panik dan sulit fokus. Aku minum obat Tiongkok dan menjalani akupunktur, tetapi tidak ada yang membantu. Awalnya, aku tidak memedulikannya dan berpikir kesehatanku ada di tangan Tuhan, jadi selama aku melakukan tugasku dengan baik, Dia akan menjaga dan melindungiku. Namun, kesehatanku ternyata terus memburuk. Lalu, pada Juli 2016, aku menyadari satu sisi leherku terasa sakit, dan sekitar sebulan kemudian tiba-tiba sakitnya sangat parah saat berada di sebuah pertemuan sampai aku tidak bisa bicara. Aku merasa lelah dan seluruh tubuhku menggigil. Aku mengukur suhuku dan hasilnya 39 derajat. Aku minum obat anti-demam dan anti-inflamasi, tetapi tidak ada pengaruhnya. Aku mulai demam setiap malam setelah itu dan badanku banjir keringat di tengah malam. Aku sangat menderita sampai tidak bisa tidur sedikit pun sepanjang malam. Seorang saudari menyuruhku memeriksakannya, aku bilang akan pergi, tetapi kupikir aku akan baik-baik saja. Aku telah bekerja sangat keras dan melakukan tugasku selama bertahun-tahun, jadi kupikir Tuhan pasti akan menjaga dan melindungiku, meskipun aku menderita sesuatu, itu tidak akan serius. Namun, beberapa minggu berlalu, aku demam tanpa henti, beratku turun lebih dari 5 kg, dan leherku terlihat bengkak. Aku merasa pusing dan lemas setiap hari, jantungku terasa berdebar, berdetak sangat cepat, dan tanganku mulai gemetar. Pada satu titik, aku tidak tahan lagi, dan seorang saudari membawaku ke UGD di tengah malam. Saat berada di sana, banyak dokter berkumpul di sekitar tempat tidurku dengan wajah muram, dan aku bertanya-tanya apakah aku mengidap sesuatu yang serius. Dia berkata diagnosis awal mereka adalah tiroiditis akut dan tirotoksikosis, dan aku harus segera dirawat. Dia juga berkata ada benjolan di leherku dan mereka tidak bisa menghilangkan kemungkinan itu tumor. Mereka ingin menunggu sampai demamku turun, lalu mengambil beberapa jaringan untuk pemeriksaan lebih lanjut. Saat itu, aku juga menunjukkan gejala krisis tiroid, yang bisa mengancam jiwa. Dokter berkata dengan serius, "Jika menunda perawatan seperti ini lagi, kau tahu seserius apa konsekuensinya?" Dia memasang ekspresi serius di wajahnya. Mendengar ini, aku lemas dan berpikir, "Aku mengorbankan segalanya demi bekerja untuk Tuhan dan melakukan tugasku selama ini. Aku sudah cukup menderita karena itu. Dia seharusnya melindungi dan menjagaku. Bagaimana aku bisa punya tumor?" Selama waktu itu, aku berdoa dan mencari, aku tahu pada prinsipnya aku harus tunduk pada aturan dan penataan Tuhan, tetapi dalam hati, aku masih mengharapkan perlindungan Tuhan, bahwa Dia akan cepat mengambil penyakitku.

Namun, rasa sakit itu terus kembali dan aku terus demam, terkadang bahkan mencapai 40 derajat. Aku akan mengalami disorientasi. Aku berkeringat di malam hari, membasahi selimut dan penghangatku. Hal pertama yang kulakukan setiap pagi adalah mandi dan mengeringkan sepraiku. Tanganku gemetar begitu hebat sampai tidak bisa memegang sumpit dengan mantap. Aku harus pergi ke rumah sakit setiap minggu karena masih sering demam, lalu seorang dokter berkata kepadaku, berpasrah, "Aku belum pernah melihat kasus sepertimu." Yang bisa dia lakukan hanya meningkatkan dosis hormon. Tidak ada lagi yang bisa dia lakukan. Namun, mengonsumsi hormon-hormon itu memberiku efek samping yang sangat jelas, seperti bengkak di wajah dan tubuhku, serta nyeri di kaki. Mengalami semua itu sungguh menyiksa. Pada saat itu, aku benar-benar tidak punya iman lagi dan bertanya-tanya apa aku akan mati. Setelah beberapa saat, seorang pemimpin melihat kondisiku yang parah dan menyuruhku berhenti sementara melakukan tugas menyiramku untuk fokus pada kesehatanku. Aku tahu saudara-saudari memikirkan kesehatanku, tetapi itu sangat sulit bagiku. Aku merasa jika tidak bisa melakukan tugas, apa itu berarti aku akan disisihkan?

Malam itu juga aku demam lagi, aku duduk menatap kamar kosong, tanpa seorang pun di sana kecuali aku, tiba-tiba merasa sangat kesepian dan tanpa harapan. Aku berpikir, "Apa aku benar-benar akan mati di sini?" Aku memikirkan putra dan ibuku di rumah. Entah apa aku bisa melihat wajah mereka lagi sebelum mati. Itu sangat menyengsarakan. Aku tidak bisa kembali ke rumah, kehilangan tugasku, dan merasa Tuhan tidak menginginkanku lagi. Aku telah banyak berkorban dan sangat menderita selama bertahun-tahun, bagaimana mungkin hanya itu yang kudapatkan sebagai balasannya? Makin kupikirkan seperti itu, makin aku menderita, lalu aku akan menangis tanpa henti. Aku berpikir sebaiknya mati saja dan meninggalkan semuanya. Lalu, entah dari mana, sebuah kata tiba-tiba muncul di kepalaku: Penentangan! Kata ini berkecamuk di kepalaku, berulang kali, lalu aku teringat sesuatu yang Tuhan firmankan: "Jika orang bersikap negatif terhadap nasib, ini membuktikan bahwa mereka menentang segala sesuatu yang telah Tuhan atur bagi mereka, bahwa mereka tidak memiliki sikap yang tunduk" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik III"). Firman Tuhan menyentak hatiku yang mati rasa saat itu. Aku teringat bagaimana aku terus menuntut Tuhan sejak penyakitku datang. Aku merasa Tuhan seharusnya melindungiku karena aku telah meninggalkan rumah dan pekerjaan untuk melakukan tugasku. Saat tahu betapa seriusnya kondisiku, dan bahkan bisa mati, aku merasa masa depan dan tempat tujuanku hilang. Aku menyesali kerja kerasku selama bertahun-tahun, bahkan ingin mati dan mengakhiri semua itu. Bukankah itu artinya menentang Tuhan sepenuhnya? Di mana ketaatanku kepada Tuhan? Pikiran ini seperti pengingat yang tiba-tiba bagiku, dan aku akhirnya berlutut di hadapan Tuhan serta berdoa, sambil menangis. Aku berkata, "Tuhan, aku keliru! Aku seharusnya tidak salah paham terhadap-Mu atau mengeluh, juga tidak menentang-Mu. Namun, aku sangat menderita dan sangat lemah sekarang. Aku tidak tahu cara melewati situasi ini. Tolong bimbing aku." Aku merasa punya kekuatan setelah berdoa, jadi aku berusaha bangun dan membuka firman Tuhan. Ini adalah kutipan yang kulihat: "Jika engkau selalu sangat setia kepada-Ku dan sangat mengasihi-Ku, tetapi engkau menanggung siksaan penyakit, kemiskinan, dan ditinggalkan teman-teman dan saudaramu, atau jika engkau menanggung kemalangan lain dalam hidupmu, akankah kesetiaanmu dan kasihmu kepada-Ku tetap berlanjut? Jika tak satu pun dari apa yang kaubayangkan di hatimu sesuai dengan apa yang telah Kulakukan, bagaimanakah engkau akan menjalani langkahmu di kemudian hari? Jika engkau tidak menerima apa pun yang kauharapkan, dapatkah engkau tetap menjadi pengikut-Ku?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Masalah yang Sangat Serius: Pengkhianatan (2)"). Membaca ini dalam firman Tuhan sungguh menyakitkan bagiku. Aku teringat masa-masa aku membaca kutipan ini sebelumnya dan bersumpah demi Tuhan bahwa aku akan setia mengikuti-Nya sampai akhir, dan tidak akan pernah mengkhianati-Nya apa pun yang terjadi. Namun, saat dihadapkan dengan penyakit, iman yang kumiliki selama bertahun-tahun tersingkap dan sadar bahwa selama aku percaya, aku tidak pernah tulus kepada Tuhan atau memiliki kasih untuk-Nya. Saat hasratku mendapatkan keamanan dari imanku tidak terpenuhi, saat harapanku menerima berkat hancur, aku mulai salah paham dan menyalahkan Tuhan, bahkan ingin melawan Dia dengan mati. Aku melihat bahwa semua yang kukorbankan hanya untuk diriku sendiri, hanya untuk diberkati. Aku melakukan barter dengan Tuhan. Aku sangat memberontak! Sebagai makhluk ciptaan, setiap tarikan napasku adalah pemberian Tuhan, jadi aku harus tunduk pada aturan dan penataan-Nya. Bagaimana bisa aku berhak menuntut sesuatu dari Tuhan, membuat kesepakatan dengan-Nya? Aku diliputi penyesalan saat memikirkan itu dan sangat membenci betapa tidak masuk akal dan hinanya aku.

Aku ingat sebuah lagu pujian yang sering kami nyanyikan: "Sekarang, aku tidak memikirkan prospek masa depanku, dan aku juga tidak terbeban oleh kematian. Dengan hati yang mengasihi-Mu, aku ingin mencari jalan kehidupan. Segala hal, segala sesuatu—semua ada di tangan-Mu; nasibku berada di tangan-Mu, dan Engkau memegang hidupku di tangan-Mu. Sekarang, aku berusaha mengasihi-Mu, dan terlepas dari apakah Engkau mengizinkan aku mengasihi-Mu, terlepas dari bagaimana Iblis mengganggu, aku bertekad untuk mengasihi-Mu. Aku sendiri bersedia mengejar Tuhan dan mengikuti Dia. Sekarang bahkan jika Tuhan ingin meninggalkan aku, aku tetap akan mengikuti Dia. Entah Dia menginginkan aku atau tidak, aku akan tetap mengasihi Dia, dan pada akhirnya aku harus mendapatkan Dia. ..." ("Aku Bertekad Mengasihi Tuhan" dalam "Ikuti Anak Domba dan Nyanyikan Lagu Baru"). Seraya lirik ini berputar di kepalaku, dalam hati kuputuskan, apa pun masa depan dan tempat tujuanku, entah diberkati atau tidak, aku akan melakukan tugasku dan menjadi saksi bagi Tuhan. Aku pikir, meskipun kesehatanku buruk dan tidak bisa meninggalkan rumah, aku masih bisa melakukan tugas secara daring. Jadi, mulai saat itu, aku bekerja keras membagikan Injil secara daring, dan begitu berhenti memikirkan masa depan dan tempat tujuanku, mengerahkan segenap upaya untuk melakukan tugasku, aku merasa damai dan mencapai keberhasilan dalam mengkhotbahkan Injil. Setelah beberapa saat, aku sadar demamku tidak separah sebelumnya dan kunjunganku ke rumah sakit berkurang. Dokter lalu mengonfirmasi yang kuidap adalah nodul tiroid, bukan tumor ganas. Aku harus terus minum obat dan datang untuk kontrol, tetapi aku sangat bersyukur kepada Tuhan.

Aku lebih memahami diriku setelah itu, tetapi kerusakan dan pemalsuan sangat mengakar, jadi kita tidak bisa berubah hanya karena mendapatkan pemahaman. Ada lebih banyak yang kulalui di kemudian hari.

Dua atau tiga bulan setelah itu, aku mendapat pesan dari rumah, mengatakan bahwa ibuku tiba-tiba terkena strok dan terbaring di ranjang. Putraku pontang-panting mencoba meminjam uang untuk pengobatan ibuku. Aku kaget saat mendapat kabar itu. Itu membuatku sangat sedih. Sepanjang hidupku, ibuku selalu merawatku secara khusus karena kesehatanku yang lemah, lebih daripada saudara dan saudariku. Namun, kini dia dirawat di rumah sakit, aku tidak bisa berada di sisinya dan merawatnya. Aku tahu entah ibuku akan sembuh atau tidak, sepenuhnya ada di tangan Tuhan dan aku siap untuk tunduk, tetapi aku masih mempertahankan harapan bahwa selama aku melakukan tugas dengan baik, Tuhan akan menjaga dan melindungi dia. Aku sangat berharap dia akan membaik dan semuanya akan baik-baik saja di rumah. Namun, beberapa bulan berlalu, bukan saja kondisinya tidak membaik, dia justru lumpuh total di sisi kirinya dan menderita linglung. Sepertinya harapan dia untuk sembuh sangat kecil. Itu benar-benar menyakitkan bagiku. Aku juga masih menderita masalah kesehatan. Seluruh tubuhku terus menggigil dan tidak tahan terhadap aliran udara apa pun. Yang lain menggunakan AC dan alas tidur bambu agar sejuk, tetapi aku butuh selimut, dan tekanan darahku 45 sampai 80 mmHg. Aku menderita anemia, hipoglikemik, dan kakiku sakit. Penglihatanku juga benar-benar memburuk. Suatu malam aku demam lagi. Aku berpikir bahwa aku belum membaik, harus terus minum obat dan ke dokter untuk kontrol, ditambah kondisi ibuku sangat buruk, dan tidak ada yang tahu berapa lama dia akan bertahan. Aku benar-benar tertekan dan tidak punya motivasi dalam tugasku. Dalam kesengsaraanku, aku berdoa kepada Tuhan, berkata, "Tuhan, aku merasa sangat lemah sekarang dan tidak bisa tunduk pada situasi yang telah Kau atur ini. Tolong bimbing aku agar bisa melihat segala hal sesuai dengan firman-Mu, agar aku tidak menyalahkan atau salah paham terhadap-Mu, dan bisa punya pemahaman tentang keadaanku sendiri."

Aku membaca ini dalam firman Tuhan setelah itu: "Begitu banyak orang percaya kepada-Ku hanya agar Aku dapat menyembuhkan mereka. Begitu banyak orang percaya kepada-Ku hanya agar Aku dapat menggunakan kuasa-Ku untuk mengusir roh-roh najis dari tubuh mereka, dan begitu banyak orang percaya kepada-Ku hanya supaya mereka dapat menerima damai dan sukacita dari-Ku. Begitu banyak orang percaya kepada-Ku hanya untuk menuntut lebih banyak kekayaan materi dari-Ku. Begitu banyak orang percaya kepada-Ku hanya untuk menjalani hidup ini dengan damai dan agar aman dan selamat di dunia yang akan datang. Begitu banyak orang percaya kepada-Ku untuk menghindari penderitaan neraka dan menerima berkat-berkat surga. Begitu banyak orang percaya kepada-Ku hanya demi kenyamanan sementara, tetapi tidak berusaha memperoleh apa pun dari dunia yang akan datang. Saat Aku menjatuhkan murka-Ku ke atas manusia dan mengambil semua sukacita dan damai yang pernah mereka miliki, manusia menjadi bimbang. Saat Aku memberi kepada manusia penderitaan neraka dan menarik kembali berkat-berkat surga, rasa malu manusia berubah menjadi amarah. Saat manusia meminta-Ku untuk menyembuhkan mereka, Aku tidak memedulikan dan merasakan kebencian terhadap mereka; manusia meninggalkan-Ku untuk mencari cara pengobatan lewat perdukunan dan ilmu sihir. Saat Aku mengambil semua yang telah manusia tuntut dari-Ku, semua orang menghilang tanpa jejak. Maka dari itu, Aku berkata bahwa manusia beriman kepada-Ku karena Aku memberi terlalu banyak kasih karunia, dan ada terlalu banyak yang bisa didapatkan" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Apa yang Kauketahui tentang Iman?"). "Mereka yang tidak memiliki kemanusiaan tidak mampu bersungguh-sungguh mengasihi Tuhan. Ketika situasinya aman dan terjamin, atau ketika mereka bisa mendapatkan keuntungan, mereka taat sepenuhnya kepada Tuhan, tetapi begitu keinginan mereka tidak terkabul atau akhirnya ditolak, mereka langsung memberontak. Bahkan hanya dalam waktu semalam, mereka bisa berubah dari sosok manusia yang penuh senyum dan 'baik hati' menjadi pembunuh berwajah buruk yang kejam ...." (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pekerjaan Tuhan dan Penerapan Manusia"). Aku sangat malu saat membaca firman Tuhan ini. Penghakiman dari Tuhan ini sepenuhnya menyingkap motivasi tercelaku untuk mengejar berkat dalam imanku. Sejak awal, aku menginginkan kesehatan yang baik serta keluarga yang damai dan bahagia sebagai ganti imanku. Saat mendapatkan kasih karunia dan berkat dari Tuhan, saat aku merasa baik adalah saat aku mengorbankan segalanya untuk bekerja bagi Tuhan. Namun, begitu sakit lagi dan ibuku juga mengalami masalah kesehatan, aku mengeluh kepada Tuhan, menjadi negatif dan menarik diri. Aku bahkan tidak peduli tentang melakukan tugasku dengan baik. Orang percaya macam apa aku? Bukankah aku hanya menggunakan Tuhan untuk memuaskan hasratku akan berkat? Bukankah aku menipu Tuhan? Tuhan sudah memberiku banyak hal, dan jika bukan karena penyelamatan Tuhan, aku bahkan tidak akan sampai sejauh itu. Meskipun bukan orang percaya, siapa pun yang punya hati nurani tahu harus bersyukur atas bantuan, sedangkan aku telah menikmati penyiraman dan makanan Tuhan selama bertahun-tahun tanpa memberikan imbalan apa pun, menikmati begitu banyak kasih karunia-Nya, tetapi tidak bersyukur sedikit pun kepada-Nya. Aku tidak mendekati tugasku dengan tulus, justru memperlakukan Tuhan seperti setumpuk harta, hanya menginginkan kasih karunia dan berkat dari-Nya. Aku sadar diriku tak memiliki hati nurani dan nalar paling mendasar yang harus dimiliki seseorang. Aku egois, tercela, serakah, dan picik! Setelah menyadari ini, aku benar-benar jijik pada diriku. Merasa bersalah dan berutang budi, aku datang ke hadapan Tuhan sambil menangis untuk berdoa. Aku berkata, "Tuhan, kini aku melihat bahwa semua yang kulakukan selama ini hanya untuk berkat. Aku telah menipu-Mu, membuat kesepakatan dengan-Mu. Ini benar-benar membuat-Mu jijik. Bimbinglah aku untuk memahami akar dari doronganku mengejar berkat agar bisa sepenuhnya bertobat dan berubah."

Aku membaca kutipan firman Tuhan ini dalam pencarianku: "Semua manusia yang rusak hidup untuk diri mereka sendiri. Tiap orang memperjuangkan kepentingannya sendiri—inilah ringkasan dari natur manusia. Orang percaya kepada Tuhan demi diri mereka sendiri; mereka meninggalkan segala sesuatu, mengorbankan diri mereka bagi Dia, dan setia kepada Dia, tetapi mereka tetap melakukan semua hal ini demi diri mereka sendiri. Singkatnya, semua itu dilakukan dengan tujuan mendapatkan berkat bagi diri mereka sendiri. Di masyarakat, segala sesuatu dilakukan demi keuntungan pribadi; percaya kepada Tuhan semata-mata dilakukan untuk mendapatkan berkat. Demi mendapatkan berkat, orang meninggalkan segalanya dan mampu menanggung banyak penderitaan: semua ini merupakan bukti empiris dari natur manusia yang rusak" ("Perbedaan antara Perubahan Lahiriah dan Perubahan Watak" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). "'Tiap orang memperjuangkan kepentingannya sendiri'—ini adalah kehidupan dan falsafah manusia dan ini juga mewakili natur manusia. Perkataan ini telah menjadi natur manusia yang rusak, potret sebenarnya dari natur jahat manusia yang rusak, dan natur jahat ini telah menjadi dasar bagi keberadaan manusia yang rusak; selama ribuan tahun, manusia yang rusak telah hidup berdasarkan racun Iblis ini, hingga hari ini" ("Cara Menempuh Jalan Petrus" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Setelah membaca ini, aku memperoleh pemahaman dalam hatiku bahwa sumber pengejaranku akan berkat dalam imanku adalah aku begitu dalam dirusak oleh Iblis. Aku hidup berdasarkan logika iblis "Tiap orang memperjuangkan kepentingannya sendiri," jadi semua yang kulakukan adalah untuk diriku sendiri. Imanku adalah demi kesehatan fisikku dan kesejahteraan keluargaku, lalu semua pengorbanan dan kerja keras dalam tugasku adalah agar memiliki tempat tujuan yang baik. Saat tidak mendapat manfaat dari imanku, saat harapanku pupus, aku kehilangan motivasi untuk tugasku. Faktanya, sangat normal bagi orang-orang mengalami masalah kesehatan selama menjalani kehidupan. Itu hukum alam. Namun, aku menyalahkan Tuhan saat sakit, bahkan mengeluh kepada Tuhan saat ibuku sakit. Aku sangat tidak masuk akal! Aku teringat Ayub. Dia jujur, baik hati, dan tidak pernah menuntut apa pun dari Tuhan. Dia percaya bahwa semua berasal dari Tuhan, dan entah kita diberkati atau mengalami bencana, kita harus tetap memuji dan menyembah Tuhan. Itu sebabnya, saat Iblis mencobai Ayub dan dalam semalam dia kehilangan anak-anaknya, semua hartanya dicuri, lalu seluruh tubuhnya dipenuhi bisul, dia tidak sekali pun mengeluh, justru memuji nama Tuhan, berkata, "Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil; terpujilah nama Yahweh" (Ayub 1:21). Setelah semua yang terjadi, dia menjadi saksi dan mempermalukan Iblis. Namun, meskipun telah membaca banyak firman Tuhan, sama sekali tak ada tempat untuk Tuhan di hatiku. Imanku hanya untuk berkat dan keuntunganku sendiri. Aku punya kemanusiaan yang begitu rendah!

Setelah itu, aku mencermati semuanya saat membaca firman Tuhan. Apa kehendak Tuhan dalam masalah kesehatan ini? Aku membaca beberapa kutipan firman Tuhan yang membantu. "Pemurnian merupakan cara terbaik yang Tuhan gunakan untuk menyempurnakan manusia; hanya pemurnian dan ujian pahit yang dapat memunculkan kasih sejati kepada Tuhan dalam hati manusia. Tanpa kesukaran, orang tidak memiliki kasih yang sejati kepada Tuhan; jika mereka tidak diuji di dalam batinnya, jika mereka tidak sungguh-sungguh mengalami pemurnian, hati mereka akan selalu mengembara entah ke mana. Setelah dimurnikan hingga taraf tertentu, engkau akan melihat kelemahan dan kesulitanmu sendiri, engkau akan melihat seberapa banyak kekuranganmu dan bahwa engkau tidak mampu mengatasi banyaknya masalah yang engkau hadapi, dan engkau akan melihat betapa besarnya ketidaktaatanmu. Hanya selama ujianlah, orang mampu untuk benar-benar mengetahui keadaan mereka yang sesungguhnya; ujian menjadikan orang lebih mampu untuk disempurnakan" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Hanya dengan Mengalami Pemurnian, Manusia Dapat Memiliki Kasih Sejati"). "Jika yang engkau cari hanyalah agar disempurnakan oleh Tuhan dan diberkati pada akhirnya, maka cara pandang imanmu kepada Tuhan tidaklah murni. Engkau harus berusaha mengetahui bagaimana agar melihat perbuatan Tuhan dalam kehidupan nyata, bagaimana memuaskan-Nya ketika Dia menyatakan kehendak-Nya kepadamu, bagaimana engkau harus memberi kesaksian tentang kebesaran dan hikmat-Nya, dan bagaimana memberi kesaksian tentang cara-Nya mendisiplinkan dan menangani dirimu. Semua ini adalah hal-hal yang harus engkau renungkan. Jika kasihmu kepada Tuhan hanyalah supaya engkau bisa mengambil bagian dalam kemuliaan Tuhan setelah Dia menyempurnakanmu, maka itu masih belum cukup dan tidak bisa memenuhi tuntutan Tuhan. Engkau harus mampu memberi kesaksian tentang pekerjaan Tuhan, memuaskan tuntutan-Nya, dan mengalami pekerjaan yang telah Dia lakukan dalam diri manusia dengan cara yang praktis. Entah itu rasa sakit, air mata, atau kesedihan, engkau harus mengalami semua ini dalam penerapanmu. Semua itu dimaksudkan untuk menyempurnakanmu sebagai seseorang yang menjadi kesaksian bagi Tuhan. Sebenarnya, apa yang mendorongmu untuk menderita dan mencari penyempurnaan? Apakah penderitaanmu saat ini benar-benar demi mengasihi Tuhan dan menjadi kesaksian bagi-Nya? Ataukah demi mendapatkan berkat daging, bagi harapan masa depan dan nasibmu? Semua niat, motivasi, dan tujuan yang engkau kejar harus diluruskan dan tidak boleh dituntun oleh kehendakmu sendiri" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Mereka yang Akan Disempurnakan Harus Mengalami Pemurnian"). Setelah membaca dua kutipan firman Tuhan ini, aku merasa mendapatkan pemahaman. Aku melihat bahwa kehendak Tuhan di balik penyakitku adalah menyingkap kerusakan dan pemalsuan dalam imanku, menyucikan dan mentahirkanku. Jika bukan karena itu, aku tidak akan pernah menyadari motivasi menjijikkanku untuk mengejar berkat, aku juga tidak akan melihat bahwa semua kerja kerasku jelas-jelas melakukan transaksi dengan Tuhan. Beriman dan melakukan tugasku seperti itu adalah menipu Tuhan dan menentang-Nya. Aku tahu jika tidak bertobat dan berubah, aku akan disisihkan oleh Tuhan. Lalu, aku mengerti bahwa penyakitku sebenarnya kasih dan penyelamatan Tuhan untukku, dan aku harus menggunakan situasi itu untuk merenungkan dan mengenal diriku sendiri, mencari kebenaran untuk menyelesaikan watak rusakku. Setelah memahami kehendak Tuhan, aku bersumpah kepada-Nya, entah aku dan ibuku membaik atau tidak, aku siap untuk tunduk, mengesampingkan tuntutan dan hasratku, serta berhenti mengejar berkat. Setelah itu, aku mulai bekerja keras dalam tugas membagikan Injil. Saat pergi ke rumah sakit untuk pemeriksaan beberapa bulan kemudian, dokter berkata semua hasil tes darahku terlihat normal, dan USG menunjukkan nodul tiroidku telah menghilang. Dia juga berkata aku bisa berhenti minum obat. Aku tahu ini sepenuhnya perlindungan Tuhan dan sangat berterima kasih kepada-Nya. Aku hanya ingin melakukan tugasku dengan baik untuk menebus utangku kepada Tuhan.

Kesehatanku sangat baik selama lebih dari tiga tahun dan masalah tiroidku tidak kambuh. Namun, pada Februari tahun ini, aku tiba-tiba merasakan sakit di leherku dan saat melihat ke cermin, aku melihat ada pembengkakan. Malamnya, itu sangat menyakitkan sampai aku sangat gelisah, tidak bisa tidur, lalu saat bangun dan minum air keesokan paginya, tanganku gemetar saat memegang gelas. Aku merasa sangat takut—itu gejala yang sama persis seperti sebelumnya. Aku tidak begitu yakin saat itu, jadi aku bicara dengan praktisi pengobatan Tiongkok tentang gejalaku, dia berkata itu masalah tiroidku lagi. Aku sangat khawatir karena ada banyak orang daring yang menyelidiki pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa, jadi aku sangat sibuk membagikan kesaksian, terkadang aku punya beberapa pertemuan dalam sehari. Aku berpikir jika terus melakukan tugasku seperti itu, aku bisa kelelahan dan mulai demam lagi, lalu bagaimana jika kondisiku memburuk? Dengan situasi virus korona yang sangat buruk saat ini, jika aku jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit, selain tidak tahu apakah pengobatan tiroidku akan berhasil, aku bahkan bisa tertular Covid. Hari itu, setelah baru satu jam bersekutu dengan seorang saudari, tubuhku menyerah begitu saja. Leherku sakit dan seluruh tubuhku gemetar, aku juga merasa seperti tidak mendapatkan cukup oksigen dan otakku berkabut. Aku bertanya-tanya apakah aku harus mengambil cuti beberapa hari dan melakukan tugasku lagi setelah merasa lebih baik. Namun, aku teringat semua pekerja di gereja-gereja Kristen lain yang akan kubagikan kesaksian hari berikutnya. Sudah terlambat untuk mencari pengganti dalam waktu sesingkat itu, jadi jika aku tidak hadir, bukankah itu akan menunda penyelidikan mereka tentang jalan yang benar? Malam itu, leherku bengkak dan sakit, aku tidak bisa tidur semalaman lagi. Namun, aku teringat berapa banyak pekerjaan yang telah Tuhan lakukan dalam diriku, lalu saat sakit, aku hanya memikirkan diriku sendiri—aku merasa sangat buruk. Aku berlutut di hadapan Tuhan untuk berdoa, berkata, "Ya Tuhan, niat baik-Mu ada di balik penyakitku lagi. Tolong cerahkan dan bimbing aku agar bisa memahami kehendak-Mu. Aku sepenuhnya percaya bahwa hidupku ada di tangan-Mu, dan apa pun yang terjadi dengan kesehatanku, aku bersedia tunduk pada aturan dan penataan-Mu." Kutipan firman Tuhan ini muncul dalam pikiranku setelah berdoa: "Jika, dalam imanmu kepada Tuhan dan pengejaran kebenaran, engkau dapat berkata, 'Apa pun penyakit atau kejadian tidak menyenangkan yang Tuhan ijinkan untuk menimpaku—apa pun yang Tuhan lakukan—aku harus taat dan tetap pada posisiku sebagai makhluk ciptaan. Pertama dan terutama, aku harus menerapkan aspek kebenaran ini—ketaatan—aku menerapkannya dan hidup dalam kenyataan ketaatan kepada Tuhan. Selain itu, aku tidak boleh mengesampingkan apa yang telah Tuhan amanatkan kepadaku dan tugas yang harus kulaksanakan. Bahkan di akhir napasku, aku harus mempertahankan tugasku.' Bukankah ini arti menjadi kesaksian? Ketika engkau memiliki jenis tekad dan keadaan seperti ini, masih bisakah engkau mengeluh terhadap Tuhan? Tidak" ("Hanya dengan Sering Merenungkan Kebenaran Engkau Dapat Memiliki Jalan untuk Maju" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Firman Tuhan ini membantuku mengerti tugasku adalah amanat Tuhan, itu tanggung jawabku, dan menjalankannya adalah benar dan patut bagiku. Apa pun yang terjadi, meskipun itu napas terakhirku, aku harus menjalankan tugasku. Jadi, aku menguatkan diri dan mempertaruhkan segalanya. Meskipun kondisiku memburuk setelah membagikan kesaksian keesokan hari, jika harus dirawat di rumah sakit, aku akan melaksanakan tugasku. Aku mendapatkan rasa damai begitu memikirkan itu. Keesokan harinya, aku sudah siap di depan komputer jauh sebelum waktu yang kami atur. Aku terkejut mendapati sepanjang beberapa pertemuan yang kuadakan hari itu, aku berpikiran jernih dan makin banyak bicara, aku lebih tercerahkan. Aku bicara sepanjang hari dan leherku tidak terasa sakit sama sekali. Sejak saat itu, leherku tidak pernah bengkak atau sakit sama sekali. Melihat perlindungan Tuhan sekali lagi, aku merasa sangat bersyukur kepada Tuhan, dan aku berpikir entah masalah itu akan terulang atau tidak, aku siap untuk tunduk dan melewatinya.

Aku benar-benar bisa merasakan kasih Tuhan melalui pengalaman itu. Meskipun aku menderita karena penyakitku, itu benar-benar membuka mataku tentang motivasiku untuk diberkati, serta kerusakan dan pemalsuan dalam imanku. Firman Tuhan mengubah cara pandangku yang salah tentang pengejaran dan membantuku mendapatkan ketundukan kepada Tuhan. Itu juga membuatku melihat otoritas dan perlindungan Tuhan, serta menambah imanku kepada-Nya. Semua ini adalah kasih sejati dan penyelamatan Tuhan untukku.

Sebelumnya: Pilihan yang Benar

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Pilihanku untuk Sisa Hidupku

Oleh Saudara Xiao Yong, Tiongkok Saat masih anak-anak, keluargaku terbilang miskin dan kami sering dirundung oleh penduduk desa lain. Aku...