Renungan tentang Tidak Menerima Kebenaran:

Surat untuk Ai Xi

22 Februari 2025

Teruntuk Ai Xi,

Lama tidak berjumpa! Bagaimana kabarmu? Sudah setahun lebih kita tidak saling jumpa, tetapi apa yang terjadi saat kita melaksanakan tugas bersama masih terasa segar dalam ingatanku. Akibat tidak menerima kebenaran, aku telah menyakitimu, dan hubungan kita menjadi renggang. Setiap kali memikirkannya, aku menyalahkan diriku sendiri. Aku benar-benar ingin berkata kepadamu "maafkan aku". Aku menulis surat ini untuk memberitahumu tentang renungan dan pemahamanku.

Saat itu, kita bertanggung jawab atas pekerjaan penyiraman. Karena baru memulai, aku tidak tahu banyak tentang tugas ini dan kau sering membantuku. Ketika kau melihat hal yang tidak kukerjakan dengan baik, kau memberiku arahan dan pengingat. Aku tahu bahwa ini berarti kau membantuku. Namun ketika kau menunjukkan lebih banyak kesalahanku, aku pun merasa tidak nyaman. Suatu hari, orang-orang yang melakukan pekerjaan penyiraman tidak bekerja sama dengan baik, jadi aku harus menulis surat untuk menyelesaikan situasi. Aku merasa agak meremehkan mereka, dan aku menegur mereka dengan nada menyelidik. Melihat hal ini, kau bertanya kepadaku apa yang kupikirkan ketika aku menulis surat itu, dan menunjukkan masalah-masalahku dengan terus terang. Kau bilang menulis surat seperti itu tidaklah benar, dan aku berlagak lebih hebat, dan bahwa itu akan mudah membuat orang-orang merasa terkekang. Kau menyuruhku untuk merenungkan diri dan memperbaiki suratku. Meskipun aku juga menyadari bahwa aku menyingkapkan watak yang congkak, aku terus beralasan untuk menentangnya di dalam hatiku, berpikir, "Kenapa setiap kali aku menulis surat, kau mempermasalahkannya? Ucapanmu membuatku terlihat buruk, seolah aku bahkan tidak bisa menyelesaikan masalah semudah itu. Apa yang akan orang lain pikirkan tentangku jika mereka tahu?" Dalam hati, aku tidak bisa menerimanya dan berprasangka buruk terhadapmu. Aku juga berpikir, nanti ketika aku menemukan masalah denganmu, aku juga akan menunjukkannya agar kau tak berpikir aku bisa diperlakukan sembarangan. Suatu hari, seseorang yang bertugas untuk menjaga buku-buku firman Tuhan tidak bertanggung jawab dan bersikap santai. Kau menulis sebuah surat untuknya, bersekutu dan menelaah natur dan konsekuensi dari tindakan seperti itu, menggunakan kata-kata yang cukup keras. Aku memanfaatkan masalah ini dan berkata caramu menuliskannya tidaklah benar, bahwa kau berlagak lebih hebat dan menegur orang-orang, dan bahwa cara bersekutu seperti itu akan membuat orang-orang sulit menerimanya. Kau bersekutu denganku tentang dalam situasi apa kita dapat memangkas orang, dalam situasi apa kita bisa bersekutu dan membantu mereka, juga mengatakan bahwa orang ini sudah tahu semuanya, hanya saja mereka tidak bertanggung jawab, sehingga dalam situasi seperti itu kita boleh memangkas mereka. Aku tahu bahwa apa yang kau katakan itu benar dan bermanfaat bagi pekerjaan, tapi hatiku tak mau menerimanya. Rasanya seperti semua yang kau katakan itu benar, dan semua yang kulakukan itu salah, dan kau selalu mencari-cari kesalahanku. Kelihatannya aku harus lebih berhati-hati di masa depan untuk menghindar dari menyingkapkan kerusakan apapun atau mengatakan sesuatu yang salah, agar kau tidak mengungkapkanku dan membuatku malu. Sejak saat itu, aku menjadi ragu-ragu dan tertutup dalam tugasku serta sama sekali tidak leluasa. Batinku merasa sangat lelah. Biasanya, ketika kau melihatku bersikap asal-asalan dalam tugasku, kau akan menunjukkannya kepadaku. Demikian pula ketika aku belum menyelesaikan tumpukan pekerjaan tepat waktu, kau akan berkata bahwa aku malas dan mendambakan kenyamanan, tidak terbebani dalam tugasku. Aku tahu kau sedang membicarakan masalahku tetapi setiap kali hatiku akan mendidih dan aku merasa seolah kau selalu mengungkapkan masalah-masalahku dengan begitu terus terang, tidak bersikap bijaksana dan mempertimbangkan harga diri serta perasaanku, sehingga membuatku terpojok. Di dalam hati, aku tak bisa menerimanya. Yang bisa kulakukan hanyalah buru-buru melaksanakan tugasku, merasa tidak berdaya dan menolak, untuk mencegahmu menunjukkan masalah-masalahku lagi. Karena aku tidak mencari kebenaran atau merenungkan diri, masalah dalam tugasku tidak pernah terselesaikan.

Kemudian, ada suatu saat ketika aku menulis sebuah surat yang menyampaikan kepada para penyiram tentang beberapa penyimpangan yang perlu diperbaiki dalam pekerjaan. Saat aku menuliskannya, kulihat bahwa aku tidak mengungkapkan hal-hal dengan jelas, tapi aku tidak ingin repot-repot mengubahnya. Ketika kau melihat suratku, kau menunjukkan masalah-masalahku lagi, kau berkata bahwa aku tidak menerangkan dengan jelas, bahwa kau tidak tahu masalah apa yang ingin kuselesaikan. Kau memintaku untuk mempertimbangkan ini dengan hati-hati dan tidak bersikap asal-asalan, dan bersekutu denganku secara detail tentang cara menulis surat ini. Aku merasakan penentangan di dalam hatiku lagi, dan berpikir, "Kenapa kau selalu mencari-cari kesalahanku dan mempersulitku? Sebelumnya, aku tidak pernah memiliki masalah sebanyak ini dalam menulis surat, jadi bagaimana bisa kau menemukan begitu banyak hal yang salah? Jika pemimpin atau saudara saudari tahu, apa yang akan mereka pikirkan tentangku? Akankah mereka berpikir bahwa aku tidak bisa menyelesaikan masalah sekecil itu dan menganggap dan memilihku untuk bertanggung jawab atas pekerjaan penyiraman adalah sebuah kesalahan? Aku tidak tahu bagaimana bekerja sama dalam pekerjaan ini lagi. Kau selalu mengungkapkan kekuranganku dan menyepelekanku. Jadi lakukan saja sendiri dan kau juga bisa menulis surat ini sendiri. Bekerja denganmu membuatku merasa terkekang!" Makin memikirkan ini, aku makin merasa kesal, dan aku bahkan berpikir untuk membalasmu, "Jika semua ini tidak berjalan baik, aku akan menulis surat kepada pemimpin untuk melaporkan masalahmu dan aku akan mengajukan pengunduran diri. Dengan begitu, pemimpin akan tahu bahwa bukan aku yang tidak melakukan pekerjaan, tapi kaulah yang terlalu congkak sehingga membuatku tidak ingin bekerja sama, dan pemimpin pasti akan memangkasmu. Jika aku pergi dan pekerjaan terpengaruh, maka itu akan menjadi pelanggaranmu, dan kau akan merasa bersalah serta menyalahkan diri sendiri. Itulah akibatnya karena selalu menunjukkan masalah-masalahku!" Aku tahu tidak seharusnya aku melakukan ini, karena hal ini tidak memiliki rasa kemanusiaan, tapi aku tidak tahan untuk tidak berprasangka kepadamu. Pada pertemuan, aku berbicara tentang apa yang telah kusingkapkan baru-baru ini, tetapi karena aku tidak punya pengetahuan diri, di balik semua yang kukatakan adalah keluhan dan menyalahkan, yang membuatmu merasa terkekang. Aku bisa merasakan bahwa kau menjadi sangat hati-hati ketika bicara denganku setelah itu, khawatir jika kau menunjukkan masalahku, maka aku tidak akan menerimanya, maka kau berusaha keras untuk bersekutu denganku secara hati-hati. Namun, karena aku tidak punya pengetahuan diri, ketika kau menyebutkan masalah-masalahku lagi, aku langsung menutup diri dan tidak menghiraukanmu. Satu kali, selama lebih dari sehari aku tidak bicara denganmu, yang menyebabkan penundaan pada pekerjaan yang perlu kita komunikasikan. Aku merasa sesak dan kesakitan lalu pergi ke kamar mandi untuk menangis. Aku melihatmu pergi ke ruangan lain dengan membawa komputer untuk bekerja dan tahu bahwa kau juga dalam keadaan buruk. Kata "kekerasan emosional" muncul di benakku saat itu, dan aku merasa bahwa perilakuku inilah yang menyakitimu. Namun aku tidak bisa melepaskan diriku dari keadaan ini, dan aku menangis saat aku berdoa kepada Tuhan, ingin memperbaiki keadaan ini.

Aku membaca beberapa firman Tuhan saat itu, dan di dalamnya ada ayat yang menggugah hatiku. Tuhan berfirman: "Ada orang-orang yang berkata, 'Sebelum dipangkas, aku merasa bahwa sepertinya aku memiliki jalan untuk kuikuti, tetapi setelah dipangkas, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan.' Mengapa mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan setelah dipangkas? Apa alasan hal ini? (Ketika menghadapi pemangkasan, mereka tidak menerima kebenaran atau tidak berusaha untuk mengenal diri mereka sendiri. Mereka memendam beberapa gagasan dan tidak mencari kebenaran untuk meluruskannya. Ini membuat mereka tidak memiliki jalan. Bukannya mencari penyebabnya dalam diri mereka sendiri, mereka malah menyatakan yang sebaliknya, yakni bahwa pemangkasanlah yang menyebabkan mereka kehilangan jalan mereka.) Bukankah ini berarti menuduh? Ini seperti berkata, 'Apa yang kulakukan sudah berdasarkan prinsip, tetapi pemangkasanmu terhadapku jelas berarti bahwa engkau tidak membiarkanku menangani segala sesuatu berdasarkan prinsip. Jadi, bagaimana kelak aku harus menerapkan?' Inilah maksud orang-orang yang mengatakan hal-hal seperti itu. Apakah mereka menerima diri mereka dipangkas? Apakah mereka menerima fakta bahwa mereka telah melakukan kesalahan? (Tidak.) Bukankah maksud sebenarnya dari perkataan ini adalah bahwa mereka tahu bagaimana melakukan kesalahan dengan sembarangan, tetapi ketika dipangkas dan diminta untuk bertindak berdasarkan prinsip, mereka tidak tahu apa yang harus mereka lakukan dan menjadi bingung? (Ya.) Jadi, bagaimana cara mereka bertindak sebelumnya? Ketika seseorang menghadapi diri mereka dipangkas, bukankah itu karena mereka tidak bertindak berdasarkan prinsip? (Ya.) Mereka dengan gegabah melakukan kesalahan, tidak mencari kebenaran, dan tidak bertindak berdasarkan prinsip atau aturan rumah Tuhan, sehingga mereka menerima pemangkasan. Tujuan pemangkasan adalah memungkinkan orang untuk mencari kebenaran dan bertindak berdasarkan prinsip, untuk mencegah mereka agar tidak kembali melakukan kesalahan dengan gegabah. Namun, ketika menghadapi pemangkasan, orang-orang itu berkata bahwa mereka tidak tahu lagi bagaimana harus bertindak atau bagaimana harus menerapkan; apakah perkataan ini mengandung unsur pengenalan akan diri sendiri? (Tidak.) Mereka tidak berniat untuk mengenal diri mereka sendiri atau mencari kebenaran. Sebaliknya, mereka menyiratkan, 'Dahulu, aku melaksanakan tugasku dengan sangat baik, tetapi sejak kau memangkasku, kau telah mengacaukan pikiranku dan membuatku bingung tentang bagaimana aku harus melaksanakan tugasku. Kini, pikiranku menjadi tidak normal, dan aku tidak setegas atau seberani sebelumnya, aku tidak seberani itu, dan semua ini karena aku dipangkas. Sejak aku dipangkas, hatiku menjadi sangat terluka. Jadi, aku harus memberi tahu orang lain agar mereka sangat berhati-hati ketika melaksanakan tugas mereka. Mereka tidak boleh memperlihatkan kekurangan mereka atau tanpa sengaja melakukan kesalahan; jika mereka tanpa sengaja melakukan kesalahan, mereka akan dipangkas, sehingga mereka akan menjadi takut dan kehilangan semangat yang sebelumnya mereka miliki. Semangat mereka yang penuh keberanian akan menjadi sangat berkurang, dan keberanian serta hasrat masa muda mereka untuk mencurahkan segenap diri mereka akan lenyap, membuat mereka menjadi pengecut yang penuh ketakutan, takut pada bayangan mereka sendiri, dan merasa bahwa semua yang mereka lakukan tidak ada yang benar. Mereka tidak akan lagi merasakan hadirat Tuhan dalam hati mereka, dan akan merasa makin jauh dari-Nya. Bahkan ketika berdoa dan berseru kepada Tuhan, mereka akan merasa bahwa sepertinya itu tidak akan dijawab. Mereka akan merasa tidak lagi memiliki vitalitas, semangat, dan kepantasan untuk dikasihi yang sama, dan bahkan akan mulai memandang rendah diri mereka sendiri.' Apakah perkataan ini dipersekutukan dengan tulus oleh seseorang yang memiliki pengalaman? Apakah perkataan ini sungguh-sungguh? Apakah perkataan ini mendidik kerohanian orang atau bermanfaat bagi orang-orang? Bukankah ini hanya memutarbalikkan fakta? (Ya, perkataan ini sangat tidak masuk akal.)" (Firman, Jilid 5, Tanggung Jawab Para Pemimpin dan Pekerja, "Tanggung Jawab Para Pemimpin dan Pekerja (17)"). Setelah membaca firman Tuhan, aku tiba-tiba memikirkan tentang perilaku dan penyingkapanku. Aku selalu beranggapan bahwa akulah yang terkekang. Aku pikir sebelum ini aku tidak pernah memiliki masalah sebanyak ini dalam menulis surat, tapi sekarang, denganmu, sepertinya ada banyak sekali masalah, dan aku tidak tahu bagaimana cara bekerja sama untuk melakukan pekerjaan ini lagi—nyatanya, semua ini adalah pikiran yang menyimpang. Ketika aku menulis surat, aku menyingkapkan watak yang congkak dan mengekang orang-orang. Aku bersikap asal-asalan ketika menyelesaikan masalah, dan biasanya malas serta tidak terbebani dalam pekerjaanku. Dengan menunjukkan masalah-masalah ini kepadaku, kau mengambil tanggung jawab dalam pekerjaan dan membantuku, membuatku bisa merenungkan dan memahami masalahku sendiri dengan tepat waktu, untuk melaksanakan tugasku sejalan dengan prinsip-prinsip kebenaran dan mendapatkan hasil dalam menyelesaikan masalah. Namun aku tidak mau menerimanya dan malah berpikir bahwa tindakanmu menunjukkan masalah-masalahku agar aku meninggalkan cara-caraku yang salah dalam melakukan sesuatu itu membuatku merasa terkekang, dan aku menjadi ragu-ragu melakukan pekerjaanku. Aku tidak bisa menulis surat sebaik sebelumnya, dan aku tidak tahu bagaimana cara bekerja sama dalam pekerjaanku. Implikasinya adalah caraku melakukan pekerjaanku sudah sejalan dengan kebenaran, dan bimbinganmulah yang salah, dan jika kau membiarkanku melaksanakan tugasku menurut keinginanku maka aku akan melakukannya dengan baik. Aku menganggap bimbinganmu yang benar itu sebagai sesuatu yang negatif dan cara keliruku dalam melakukan sesuatu sebagai hal yang wajar. Aku benar-benar tidak menerima kebenaran, aku tidak bisa membedakan hal positif dan negatif dan menutup telinga terhadap semua alasan!

Aku hanya memiliki pemahaman yang dangkal saat itu. Apa kau ingat? Setelah itu kita membuka diri satu sama lain dan membicarakan tentang keadaan kita. Kau bilang kau tidak pernah merendahkanku dan bahwa kau bukan ingin menyulitkanku, kau juga bilang tidak tahu cara berkomunikasi denganku saat aku mengabaikanmu, sehingga kau merasa sangat sulit melaksanakan tugas jika seperti ini, dan di sini kau bahkan ingin berhenti melaksanakan tugasmu. Aku ingin memberi tahumu, ketika mendengarmu mengatakannya, hatiku terasa hancur. Aku tidak pernah menyadari aku akan membuatmu merasa sangat terkekang dan terluka. Aku selalu menganggap kemanusiaanku baik-baik saja, dan bahkan jika aku menyingkapkan beberapa kerusakan, aku takkan mengekang atau melukai siapapun. Tapi inilah yang terjadi, dan aku harus menghadapinya serta merenungkan diriku. Selama dua hari itu, aku kembali ditunjuk untuk melaksanakan tugas lain dan aku merasa sangat bersalah dan menyesal.

Setelah itu, aku mencari dan merenung untuk memahami masalahku. Aku membaca firman Tuhan ini: "Bagi para antikristus, dipangkas adalah hal yang tak mampu mereka terima. Dan ada alasan mengapa mereka tak mampu menerimanya, alasan utamanya adalah, ketika mereka dipangkas, mereka merasa telah kehilangan muka, merasa telah kehilangan reputasi, status dan martabat mereka, merasa telah dibuat tak dapat lagi mengangkat kepala mereka di hadapan orang-orang. Hal-hal ini memengaruhi hati mereka, jadi mereka merasa sulit untuk menerima diri mereka dipangkas, dan mereka merasa siapa pun yang memangkas mereka telah menargetkan mereka dan menjadi musuh mereka. Inilah mentalitas para antikristus ketika mereka dipangkas. Tentang hal ini, engkau bisa yakin. Sebenarnya, pemangkasanlah yang paling menyingkapkan apakah seseorang itu mampu menerima kebenaran atau tidak dan apakah seseorang itu benar-benar tunduk atau tidak. Bahwa para antikristus begitu menentang pemangkasan, itu cukup untuk memperlihatkan bahwa mereka muak akan kebenaran dan tidak menerimanya sedikit pun. Jadi, inilah inti masalahnya. Harga diri mereka bukanlah inti masalahnya; tidak menerima kebenaran adalah inti masalahnya. Ketika mereka dipangkas, para antikristus menuntut agar hal itu dilakukan dengan nada bicara dan sikap yang baik. Jika nada bicara orang yang memangkas serius dan sikapnya keras, para antikristus akan menentang dan membangkang serta menjadi marah karena malu. Mereka tidak peduli apakah yang disingkapkan di dalam diri mereka itu benar atau tidak, atau apakah itu adalah faktanya, dan mereka tidak merenungkan di mana letak kesalahan mereka atau apakah mereka seharusnya menerima kebenaran. Mereka hanya memikirkan apakah kesombongan dan harga diri mereka telah mengalami serangan atau tidak. Para antikristus sama sekali tak mampu menyadari bahwa pemangkasan adalah tindakan yang membantu orang, tindakan yang pengasih dan menyelamatkan orang, bahwa itu bermanfaat. Mereka bahkan tak mampu memahami hal ini. Bukankah mereka agak bodoh dan tidak bernalar? Jadi, ketika menghadapi diri mereka dipangkas, watak apa yang para antikristus singkapkan? Dapat dipastikan bahwa itu adalah watak yang muak akan kebenaran, serta watak yang congkak dan keras kepala. Ini menyingkapkan bahwa esensi natur para antikristus adalah esensi natur yang muak akan kebenaran dan membencinya" (Firman, Jilid 4, Menyingkapkan Antikristus, Bab Sembilan (Bagian Delapan)). Dari apa yang diungkapkan oleh firman Tuhan, aku melihat bahwa ketika para antikristus kehilangan muka karena dibimbing, dibantu, dan dipangkas oleh orang lain, meskipun mereka tahu bahwa orang lain tersebut mengungkapkan kebenaran, mereka tidak pernah merenungkan masalah mereka dan percaya bahwa orang lain itulah yang membuat mereka kesulitan, dan itu sebabnya mereka merasa benci, muak akan kebenaran dan bahkan ingin membalas orang itu. Aku melihat bahwa natur seorang antikristus adalah muak dan benci terhadap kebenaran. Setelah membaca firman Tuhan, aku mulai memahami watak rusak yang kuperlihatkan. Aku memikirkan tentang betapa aku bersikap asal-asalan dan tidak terbebani akan pekerjaanku, betapa aku tidak teliti saat menulis surat dan tidak mengungkapkan hal-hal dengan jelas. Kau menunjukkan kesalahan-kesalahan supaya aku bisa segera memperbaikinya, dan hal ini seharusnya bermanfaat untuk pekerjaan, tapi aku malah berpikir kau menyulitkanku dan aku menolak untuk menerimanya untuk menjaga kehormatanku. Aku menyalahkanmu, ingin menjatuhkanmu di hadapan pemimpin, dan aku bahkan mengabaikanmu, membuatmu terluka dan menghambat perkembangan pekerjaan. Bantuanmu kepadaku selalu positif dan sejalan dengan kebenaran dan seharusnya aku menerimanya dan segera memperbaikinya. Namun, aku justru menganggap pertolongan baikmu sebagai penghinaan, dan hal ini bahkan menimbulkan rasa muak, benci, dan keinginan untuk membalasmu. Dari luar, aku terlihat tidak menerima bimbinganmu, tapi dalam esensinya, aku tidak menerima hal-hal positif atau kebenaran, aku menentang kebenaran, dan ini menunjukkan bahwa pada dasarnya aku bukanlah orang yang tunduk kepada kebenaran. Aku tidak suka kau mengungkapkan situasiku yang sebenarnya. Aku suka disanjung dan dipuji. Aku melihat bahwa dalam naturku, aku ini angkuh, jahat, dan tidak menyukai kebenaran, dan bahwa aku sedang berjalan di jalan antikristus. Aku sangat menderita, hidup dalam watak rusakku, dan ini memang pantas kuterima! Aku teringat pada firman Tuhan: "Ketika orang muak akan kebenaran, tentu saja ini berakibat fatal pada kesempatan mereka untuk mendapatkan keselamatan. Ini bukan masalah sikap tersebut dapat diampuni atau tidak, ini bukan suatu bentuk perilaku, atau hal yang tersingkap sekilas pada diri mereka. Ini adalah esensi natur seseorang, dan Tuhan paling muak terhadap orang-orang seperti itu" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Untuk Melaksanakan Tugas dengan Baik, Memahami Kebenaran Sangatlah Penting"). Aku merasakan bagaimana Tuhan jijik dan membenci mereka yang muak akan kebenaran. Aku tahu betul bahwa tindakanmu menunjukkan masalahku adalah sesuai fakta dan sejalan dengan prinsip kebenaran, tetapi aku tidak menerimanya, dan aku malah menganalisisnya secara berlebihan, seperti pengikut yang bukan orang percaya. Dengan melakukan ini, kerusakanku tidak bisa diperbaiki dan aku tidak memiliki cara lain untuk melaksanakan tugasku yang sesuai dengan prinsip. Semua yang kulakukan hanya menyebabkan kerugian dan menghambat pekerjaan gereja serta membuat Tuhan jijik padaku.

Aku membaca bagian lain dari firman Tuhan dan mulai mengerti tentang racun Iblis di balik sikap tidak menerima saat dipangkas. Tuhan berfirman: "Apa yang harus kaulakukan jika seseorang terus mengkritik kekuranganmu? Engkau mungkin berkata, 'Jika engkau mengkritikku, aku pun akan mengkritikmu!' Apakah baik untuk saling menargetkan seperti itu? Apakah itu cara orang seharusnya berperilaku, bertindak, dan memperlakukan orang lain? (Tidak.) Orang-orang mungkin tahu bahwa mereka seharusnya tidak menganggap hal ini sebagai doktrin, tetapi banyak orang masih tak mampu mengatasi pencobaan dan perangkap seperti itu. Mungkin engkau belum pernah mendengar siapa pun mengkritik kekuranganmu, atau menargetkanmu, atau menilai dirimu di belakangmu—tetapi ketika engkau mendengar seseorang mengatakan hal-hal seperti itu, engkau tidak akan mampu menanggungnya. Jantungmu akan berdegup lebih kencang dan kemarahanmu akan muncul; engkau akan berkata, 'Beraninya kau mengkritikku? Jika kau bersikap jahat kepadaku, aku akan berbuat jahat kepadamu! Jika kau mengkritik semua kekuranganku, jangan dikira aku tak akan mengkritik kekuranganmu!' Yang lain berkata, 'Ada pepatah yang berbunyi, "Jika engkau memukul orang lain, jangan pukul wajah mereka; jika engkau menyingkapkan orang lain, jangan singkapkan kekurangan mereka", jadi aku tidak akan mengkritik kekuranganmu, tetapi aku akan mencari cara lain untuk menghukum dan mempermalukanmu. Kita lihat siapa yang tangguh!' Apakah cara ini baik ataukah tidak? (Tidak.) Hampir semua orang, jika mereka mengetahui bahwa seseorang telah mengkritik mereka, menghakimi mereka, atau mengatakan sesuatu yang buruk tentang mereka di belakang mereka, reaksi pertama mereka adalah marah. Mereka akan penuh kemarahan, tidak berselera makan atau tak bisa tidur—dan jika akhirnya mereka bisa tidur, mereka bahkan akan mengumpat dalam mimpi mereka! Sikap mereka yang terburu nafsu tidak mengenal batas! Ini adalah masalah yang sepele, tetapi mereka tidak mampu melupakannya. Ini adalah pengaruh sikap terburu nafsu terhadap manusia, akibat merugikan dari watak yang rusak. Ketika watak yang rusak menjadi hidup seseorang, di manakah hal itu terutama diwujudkan? Ini diwujudkan ketika orang tersebut menemukan sesuatu yang dia anggap tidak menyenangkan, hal itu pertama-tama memengaruhi perasaannya, dan kemudian sikap terburu nafsu orang itu akan meledak. Dan ketika itu terjadi, orang tersebut akan hidup dalam sikapnya yang terburu nafsu dan menganggap masalah itu disebabkan oleh watak rusak dirinya. Pandangan falsafah Iblis itu akan muncul dalam hatinya, dan dia akan mulai memikirkan cara dan sarana apa yang akan digunakannya untuk membalas dendam, dan dengan cara demikianlah dia memperlihatkan watak rusaknya. Gagasan dan sudut pandang orang-orang dalam menghadapi masalah seperti ini, cara dan sarana yang mereka gunakan, bahkan perasaan serta sikap terburu nafsu mereka, semuanya itu berasal dari watak yang rusak. Jadi, watak-watak rusak apa sajakah yang muncul dalam kasus ini? Yang pertama tentu saja kekejaman, diikuti oleh kecongkakan, kelicikan, kejahatan, sikap keras kepala, muak akan kebenaran, dan membenci kebenaran. Dari semua watak rusak ini, kecongkakan mungkin yang pengaruhnya paling kecil. Kalau begitu, watak rusak apa sajakah yang paling mampu menguasai perasaan dan pemikiran seseorang, dan yang menentukan bagaimana mereka pada akhirnya akan menangani masalah ini? Watak-watak rusak itu adalah kekejaman, sikap keras kepala, muak akan kebenaran, dan membenci kebenaran. Watak-watak rusak ini mengikat seseorang dalam cengkeraman yang kuat, dan jelas sekali bahwa mereka sedang hidup dalam perangkap Iblis. Bagaimana cara perangkap Iblis muncul? Bukankah watak rusaklah yang memunculkannya? Watak rusakmu telah menjalin segala jenis perangkap Iblis untukmu. Sebagai contoh, ketika engkau mendengar bahwa seseorang sedang melakukan sesuatu seperti menghakimimu, memakimu, atau mengkritik kekuranganmu di belakangmu, engkau membiarkan falsafah Iblis dan watak yang rusak menjadi hidupmu dan menguasai pemikiran, pandangan, dan perasaanmu, sehingga menghasilkan serangkaian tindakan. Semua perilaku yang rusak ini terutama disebabkan oleh natur dan watak Iblis dalam dirimu. Apa pun keadaannya, selama engkau diikat, dikendalikan, dan dikuasai oleh watak rusak Iblis, semua yang kaujalani, semua yang kausingkapkan, dan semua yang kauperlihatkan—atau perasaanmu, pemikiran dan pandanganmu, serta cara dan saranamu dalam melakukan segala sesuatu—semuanya itu berasal dari Iblis. Semua hal ini melanggar kebenaran dan memusuhi firman Tuhan dan kebenaran. Semakin jauh dirimu dari firman Tuhan dan kebenaran, semakin engkau dikendalikan dan dijerat oleh perangkap Iblis. Sebaliknya, jika engkau mampu melepaskan diri dari belenggu dan kendali watak rusakmu, dan memberontak melawannya, datang ke hadapan Tuhan, dan bertindak serta menyelesaikan masalah dengan cara dan prinsip yang firman Tuhan katakan kepadamu, maka engkau akan secara berangsur membebaskan dirimu dari perangkap Iblis. Setelah membebaskan dirimu, engkau tidak akan lagi hidup seperti orang jahat yang dikendalikan oleh watak rusaknya, melainkan engkau akan hidup sebagai manusia baru yang menjadikan firman Tuhan sebagai hidupnya. Seluruh cara hidupmu akan berubah. Namun, jika engkau menyerah pada perasaan, pemikiran, pandangan, dan tindakan yang ditimbulkan oleh watak Iblis, maka engkau akan mematuhi serangkaian falsafah Iblis dan berbagai teknik, seperti 'Jika engkau memukul orang lain, jangan pukul wajah mereka; jika engkau menyingkapkan orang lain, jangan singkapkan kekurangan mereka'. 'Tidak pernah terlambat bagi pria bermartabat untuk membalas dendam', 'Lebih baik menjadi orang yang benar-benar hina daripada menjadi orang yang pura-pura bermartabat', 'Orang yang tidak membalas dendam bukanlah laki-laki'. Semua ini akan ada di hatimu, menentukan tindakanmu. Jika engkau mengambil falsafah Iblis ini sebagai dasar tindakanmu, sifat dari tindakanmu akan berubah, dan engkau akan melakukan kejahatan dan menentang Tuhan. Jika engkau mengambil pemikiran dan sudut pandang negatif ini sebagai dasar tindakanmu, jelas bahwa engkau telah menyimpang jauh dari ajaran dan firman Tuhan, dan engkau telah jatuh ke dalam perangkap Iblis dan tidak mampu melepaskan dirimu" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Apa yang Dimaksud dengan Mengejar Kebenaran (8)"). Setelah membaca firman Tuhan, aku mengerti bahwa Iblis mendoktrin manusia dengan filosofi Iblis, seperti "Jika engkau memukul orang lain, jangan pukul wajah mereka; jika engkau mengkritik orang lain, jangan mengkritik kekurangan mereka" "Jika kau tidak berbaik hati, maka aku tidak akan adil!" dan "Kuperlakukan dirimu sama seperti caramu memperlakukanku" Mereka menghasut manusia untuk bertindak dengan tergesa-gesa, mengatakan bahwa siapa pun yang merugikan reputasi dan kepentingan seseorang harus dibalas dengan setimpal. Inilah yang menyebabkan orang-orang bertengkar, menyerang dan menyakiti satu sama lain. Oleh karena itu, manusia menjadi makin kejam dan jahat, dan mereka kehilangan kemanusiaan mereka yang normal. Aku melihat bahwa aku terus-menerus hidup dengan racun Iblis ini. Ketika aku mendengar ada orang yang mengungkapkan kerusakan dan masalah-masalahku, aku tidak menerimanya dengan rendah hati, tetapi malah menyingkapkan sikap gampang marah dan memperlakukan mereka dengan bersikap dingin dan memusuhi. Sama seperti saat itu, aku menganggap bimbingan dan bantuanmu sebagai sesuatu yang negatif, percaya bahwa kau mengungkapkan kekuranganku dan merusak reputasi serta kepentinganku, jadi aku membalikkan keadaan dan berfokus pada masalahmu, dan berkata bahwa pemangkasan yang kau lakukan, yang sudah sesuai prinsip, adalah sikapmu yang berlagak hebat, dan aku bahkan ingin pemimpin memangkasmu, aku juga ingin membuatmu menyalahkan diri serta merasa bersalah dengan cara mengundurkan diri dari posisiku. Aku berpura-pura menjadi korban dan dengan sengaja mengabaikan serta mengucilkanmu. Tujuanku adalah untuk membuatmu berhenti membicarakan tentang masalahku, sehingga melindungi reputasi dan kepentinganku. Aku benar-benar seperti beruang marah di mana tidak ada yang berani menyentuh, tak punya sedikit pun kemanusiaan maupun nalar! Ketika menunjukkan masalah-masalahku, kau bahkan harus melihat dahulu ekspresiku dan merasa terkekang olehku, ingin melarikan diri dari situasi ini dan tidak lagi melaksanakan tugasmu, dan pada akhirnya, pekerjaan pun tertunda. Bagaimana bisa perbuatanku ini layak disebut perbuatan manusia? Aku di sini melakukan kejahatan dan menentang Tuhan! Aku merasa jijik dengan perilakuku sendiri dan hatiku dipenuhi rasa benci terhadap diri sendiri. Aku hidup dengan racun Iblis dan menjadi congkak, kejam, serta egois. Tidak hanya menyakitimu, tapi aku juga melakukan pelanggaran dan menyebabkan diriku sendiri menyesal—Aku benar-benar merugikan diriku sendiri dan orang lain! Aku memikirkan tentang bagaimana beberapa antikristus bereaksi ketika saudara dan saudari yang mengejar kebenaran dengan rasa keadilan memberi saran kepada mereka dan menyingkapkan hal-hal yang mereka lakukan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kebenaran, yang memengaruhi reputasi serta status mereka. Mereka merasa muak dan menentang serta merasa dipermalukan hingga menjadi marah. Mereka menyimpangkan fakta dan menyalahkan saudara-saudari, menindas dan menyiksa mereka yang memiliki rasa keadilan, untuk memperkuat posisi mereka. Perilaku mereka merugikan saudara-saudari, mengganggu, mengacaukan, dan menghancurkan pekerjaan gereja, dan menyinggung watak Tuhan, yang menyebabkan mereka diusir dari gereja. Bukankah natur perilakuku seperti ini? Aku melihat bagaimana diri dan sikapku yang dipimpin oleh watak Iblis ini benar-benar membuat Tuhan membenciku, dan jika aku tidak bertobat maka cepat atau lambat aku akan melakukan hal-hal yang jahat yang menghancurkan dan mengganggu pekerjaan gereja seperti halnya antikristus dan orang-orang jahat, dan dengan demikian menyinggung watak Tuhan dan akan disingkirkan-Nya—Aku benar-benar berada dalam bahaya! Ketika memikirkan hal ini, aku merasa takut dan dipenuhi penyesalan, dan bersedia datang ke hadapan Tuhan untuk bertobat dan mengaku dosa.

Aku kemudian mulai mencari jalan penerapan dan melihat bagian dari firman Tuhan: "Apa yang harus engkau lakukan jika engkau ingin menjauhkan dirimu dari jalan antikristus? Engkau harus berinisiatif untuk mendekatkan dirimu kepada orang-orang yang mencintai kebenaran, orang-orang yang jujur, mendekat kepada orang-orang yang bisa menunjukkan masalahmu, yang mampu berbicara jujur dan menegurmu ketika mereka menemukan masalahmu, dan terutama orang-orang yang mampu memangkasmu ketika menemukan masalahmu—orang-orang inilah yang paling bermanfaat bagimu, dan engkau harus menghargai mereka. Jika engkau mengucilkan dan menyingkirkan orang-orang baik tersebut, engkau akan kehilangan perlindungan Tuhan, dan bencana akan secara berangsur menimpamu. Jika engkau mendekat kepada orang-orang yang baik dan orang-orang yang memahami kebenaran, engkau akan memiliki damai dan sukacita, dan engkau akan mampu menjauhkan dirimu dari bencana; jika engkau mendekat kepada orang-orang keji, orang-orang yang tidak tahu malu, dan orang-orang yang menjilatmu, engkau akan berada dalam bahaya. Engkau bukan saja akan dengan mudah ditipu dan dikelabui, tetapi bencana dapat menimpamu setiap saat. Engkau harus tahu tipe orang seperti apa yang paling bermanfaat bagimu—yaitu mereka yang bisa memperingatkanmu ketika melakukan kesalahan, atau ketika engkau meninggikan dan memberi kesaksian tentang dirimu sendiri serta menyesatkan orang lain, itulah yang paling bermanfaat bagimu. Mendekati orang-orang seperti itu adalah jalan yang benar untuk ditempuh" (Firman, Jilid 4, Menyingkapkan Antikristus, "Bab Empat: Mereka Meninggikan dan Memberi Kesaksian tentang Diri Mereka Sendiri"). Dari membaca firman Tuhan, aku menemukan jalan penerapan. Aku harus mendekat kepada mereka yang membimbing dan membantuku, bukannya menghindari mereka. Aku memikirkan bagaimana kau tidak memiliki niat buruk ketika menunjukkan masalah-masalahku. Meskipun terkadang kau berbicara dengan terus terang, apa yang kau katakan itu merupakan fakta dan sejalan dengan prinsip, jadi semestinya aku tidak buru-buru bereaksi. Meskipun pada saat itu aku tidak bisa menerima atau memahaminya, aku seharusnya memiliki hati yang mencari kebenaran, memikirkan apa yang bermanfaat bagi pekerjaan rumah Tuhan dan kemudian melakukannya, meminimalkan masalah dan penyimpangan. Aku memikirkan tentang bagaimana aku tidak merasa terbebani dalam melaksanakan tugasku, bagaimana aku cenderung ingin terdengar hebat ketika menulis surat, bagaimana aku tidak memikirkan kesulitan nyata dan perasaan orang lain, dan bagaimana aku bersikap asal-asalan dan lalai. Kau menunjukkan masalah-masalahku dan mengungkapkan watak rusakku adalah caramu membantuku merenungkan diriku, dan itu akan sangat membantuku untuk melaksanakan tugasku secara serius dan penuh perhatian serta mencapai hasil. Seharusnya aku berterima kasih kepadamu dan lebih menerima pengawasan serta bantuanmu. Tindakanmu menunjukkan masalah-masalahku adalah hal positif dan hal itu mengekangku, jika tidak, aku akan hidup dalam watak rusakku tanpa menyadarinya, aku akan terus melaksanakan tugasku dengan asal-asalan dan tanpa rasa terbebani, menyebabkan kerugian dalam pekerjaan, dan aku akan menjadi orang yang tak dapat dipercaya yang dibenci Tuhan. Ketika menyadari hal ini, aku dengan sadar mengubah diriku dan mulai lebih memiliki rasa terbeban dalam melaksanakan tugasku dibandingkan sebelumnya. Ketika masalah muncul, aku fokus untuk menghadapinya tanpa mengandalkan sifat mudah marah atau watak congkakku, dan aku memikirkan bagaimana bersekutu dengan cara yang akan membawa hasil. Dengan menerapkan cara ini, aku merasa jauh lebih mantap di dalam hatiku. Aku juga benar-benar merasa bahwa dengan mampu melepaskan reputasi dan menerima serta tunduk pada kebenaran, orang dapat benar-benar memiliki integritas, martabat, kemanusiaan, dan nalar. Jika seseorang muak akan kebenaran, orang itu bukan hanya tidak memiliki pemahaman akan kebenaran, tetapi juga tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan akan dibenci Tuhan. Orang yang bersikap seperti ini menjadikan dirinya sangat rendah dan tidak berharga.

Kemudian, ketika bekerja sama dalam tugasku dengan saudara-saudari lainnya, aku masih menyingkapkan watak rusak ini, dan aku akan secara sadar berdoa kepada Tuhan, menyerahkan diriku, menerima bimbingan dan bantuan orang lain, serta menerapkan jalan masuk. Lambat laun, watak ini tidak lagi separah sebelumnya. Aku merasa bahwa menerima saran dari orang lain benar-benar sangat membantu dan bermanfaat untuk pekerjaan. Hatiku merasa mantap dan bebas, dan ini adalah cara bagus untuk penerapan. Saat memikirkan kembali hal-hal ini, aku merasa sangat bersyukur kepada Tuhan. Tanpa Tuhan menyingkapkanku seperti ini dan tanpa penghakiman serta pewahyuan firman Nya, aku tidak akan memiliki pengetahuan diri sama sekali dan takkan bisa melihat bahwa aku telah dirusak sedemikian rupa oleh Iblis sehingga watakku menjadi kejam dan muak akan kebenaran. Ketika kepentinganku terganggu, aku akan melampiaskan amarahku dalam tugasku, sama sekali tidak menunjukkan ketundukan kepada Tuhan dan hidup tanpa keserupaan dengan manusia. Aku begitu kotor dan rusak dengan kemanusiaan yang buruk, tetapi hal ini tidak membuat Tuhan menyingkirkanku, tetapi sebaliknya, Dia masih memberiku kesempatan untuk merenung dan bertobat agar aku tahu bagaimana harus berperilaku. Dia menuntunku sedikit demi sedikit untuk memahami dan menerima kebenaran, dan dari lubuk hatiku yang terdalam aku bersyukur kepada Tuhan. Meski aku masih sangat rusak dan memiliki banyak kekurangan, aku bersedia mengejar kebenaran dan menyelesaikan kerusakanku. Aku bersyukur kepada Tuhan atas bimbingan dan keselamatan-Nya!

Demikianlah, itu saja yang ingin kukatakan saat ini. Jika menurutmu ada sesuatu yang belum kupahami, tolong beri tahu aku, karena itu akan sangat membantuku.

Salam hangat,

Shi Jing

19-Sep-23

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Memberikan Hatiku Kepada Tuhan

Oleh Saudari Xin Che, Korea Bulan Juni 2018, aku ikut dalam latihan untuk pertunjukan paduan suara Kidung Kerajaan. Berpikir aku akan naik...

Kurangi Ukuran Huruf
Tambah Ukuran Huruf
Masuk Layar Penuh
Keluar Layar Penuh