Bagaimana Menghadapi Kesulitan Memberitakan Injil
Oleh Saudara Kelvin, PeruSeluruh keluargaku beragama Katolik, demikian juga sebagian besar penduduk di desa kami, tetapi karena tidak ada...
Kami menyambut semua pencari yang merindukan penampakan Tuhan!
Pada awal November tahun 2022, kondisi pandemi di tempatku melaksanakan tugas menjadi makin serius, dan dalam waktu beberapa hari, beberapa area sekitar menjadi zona berisiko tinggi. Segera setelah itu, seluruh wilayah ditutup dan setiap orang diharuskan karantina di rumah. Tak lama kemudian, pandemi melanda komunitas tempatku tinggal, dan lebih dari seratus orang dibawa ke ruang isolasi satu per satu, dan masih saja ada orang yang terus-menerus dibawa pergi. Aku tidak percaya betapa cepatnya penyakit ini menyebar, dan begitu banyak orang tertular dalam beberapa hari saja. Aku tidak bisa berhenti mengkhawatirkan, "Apakah aku dan saudari yang bekerja denganku akan tertular juga?" Namun aku lalu berpikir, "Kami berbeda dari orang tidak percaya. Kami orang percaya dilindungi oleh Tuhan. Di samping itu, kami bertanggung jawab atas pekerjaan video dan itu cukup penting. Pekerjaan kami juga memberikan hasil yang bagus. Jika saudara-saudari di tempat lain mengalami kesulitan, mereka akan menulis surat kepada kami untuk meminta bantuan. Jika kami tertular dan tidak dapat melaksanakan tugas, bukankah pekerjaan akan tertunda? Alkitab berkata: 'Seribu akan jatuh di sisimu, dan sepuluh ribu di sebelah kananmu; tetapi bencana itu tidak akan mendekatimu' (Mazmur 91:7). Jika Tuhan tidak mengizinkannya, meskipun seluruh komunitas tertular, kami akan tetap tidak tertular." Berbagai pemikiran ini memberiku ketenangan dan rasa superioritas yang tak bisa dijelaskan. Terkadang aku melihat saudari-saudari tuan rumah takut tertular, dan aku merasa seakan-akan mereka kurang beriman. Aku berpikir, "Kalian menjamu kami, Tuhan akan melindungi kalian juga."
Pada akhirnya pandemi menyebar di luar kendali di komunitas kami. Setiap hari aku melihat para pekerja mendisinfeksi ruangan-ruangan terbuka yang luas dan saudari-saudari tuan rumah sering berbicara tentang bagaimana orang tidak percaya terus dibawa ke ruang isolasi. Aku sangat senang menjadi orang percaya dan aku merasa seperti seorang bayi di tangan Tuhan. Dengan pemeliharaan dan perlindungan Tuhan, tidak mungkin kami terkena pandemi. Namun tak lama kemudian, sesuatu yang tak terduga terjadi. Pada tanggal 18 November, seorang saudari yang bekerja denganku mendadak mulai demam dan batuk-batuk setelah mandi. Lalu, saudari-saudari tuan rumah mulai demam dan menderita sakit kepala, dan aku langsung bertanya-tanya, "Apakah mungkin mereka tertular?" Namun, aku segera menghalau pikiran ini karena aku yakin itu tidak mungkin benar. Namun keesokan harinya, seluruh tubuhku mendadak terasa sakit dan lemah, dan seorang saudari yang lain juga demam. Kami melakukan tes, dan hasil tesku serta saudari-saudari yang menjamu kami ternyata positif. Awalnya, aku tidak berani memercayai ini benar dan aku tidak tahu bagaimana aku bisa tertular. Aku terus memikirkan kembali perilakuku akhir-akhir ini dalam tugasku, dan mengatakan kepada diriku sendiri, "Aku tidak melakukan apa-apa yang jelas menentang Tuhan, dan pekerjaan kami juga berjalan cukup baik. Seharusnya aku tidak dihukum, jadi mengapa aku tertular? Mungkinkah Tuhan telah melihat tingkat pertumbuhanku naik, dan menggunakan penyakit ini untuk mengujiku sehingga aku dapat bersaksi bagi-Nya? Jika demikian, asalkan aku tidak mengeluh dan terus melaksanakan tugasku, Tuhan tidak akan membiarkan apa pun terjadi padaku." Lalu, aku terus mengingatkan diriku sendiri untuk selalu melaksanakan tugas seperti sebelumnya dan bahwa dengan perlindungan Tuhan, kondisiku akan segera berbalik. Namun, hal-hal tidak terjadi seperti yang aku bayangkan, kondisiku bukan cuma tidak membaik, tetapi malah terus memburuk. Aku terus-menerus demam dan merasa sangat kesakitan di sekujur tubuhku, terutama tenggorokanku yang sakit dan bengkak. Kapan pun aku mencoba makan atau minum, rasanya seperti aku menelan pisau, dan ketika aku mencoba untuk tidur di malam hari, hidungku tersumbat, dan aku hanya dapat bernapas melalui mulut, yang membuat tenggorokanku makin sakit dan kering. Aku mulai mengeluh dalam hati, "Mengapa penyakit ini tidak kunjung membaik?" Khususnya, ada dua malam saat dadaku terasa sesak dan kesulitan bernapas. Aku memikirkan bayangan mereka yang telah meninggal karena gagal pernapasan yang disebabkan oleh penyakit ini dan aku menjadi makin takut. Aku terus-menerus khawatir, "Bagaimana mungkin kondisiku makin memburuk? Apakah aku akan mati? Apakah Tuhan sedang mengujiku atau menghukumku dengan penyakit ini?" Pikiran-pikiran ini membuat hatiku terasa sangat sedih. Terutama selama beberapa hari aku sakit, saat hujan dan terasa dingin di dalam rumah, seolah-olah ada aura kematian di sekelilingku, dan aku merasakan semacam kepahitan yang tak jelas asalnya dalam diriku, seakan-akan aku telah ditinggalkan Tuhan. Saat ini, rasa superioritas yang sebelumnya aku rasakan telah menghilang. Aku memikirkan bagaimana Tuhan telah memberiku kasih karunia dan memberkatiku sebelumnya, dan bagaimana orang lain telah mengagumiku dan iri padaku, tetapi sekarang aku merasa benar-benar tidak berarti, seolah-olah suatu hari nanti aku bisa saja diam-diam menghilang ... Makin aku memikirkannya, makin aku merasa menderita, seperti jalan di depanku telah menjadi gelap, dan aku tidak memiliki energi untuk melakukan apa-apa. Ditambah dengan reaksi negatifku terhadap penyakit ini, aku hanya ingin berbaring dan beristirahat saja. Meskipun aku tahu bahwa aku harus tetap melaksanakan tugas, tetapi sekujur tubuhku telah benar-benar kehabisan energi, dan aku berpikir, "Kondisiku bukan hanya tidak membaik, tetapi aku malah makin hari makin sakit. Aku tidak bisa terus melaksanakan tugas dan aku belum memberikan kesaksian apa pun. Apakah ini akhir hidupku?" Dalam kesakitanku, aku berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan! Aku merasa begitu lemah saat ini, dan aku tidak memahami maksud-Mu. Aku tidak tahu cara melalui ini, mohon Tuhan mencerahkan dan membimbingku!"
Setelahnya, aku membaca dua bagian firman Tuhan: "Ketika Tuhan mengatur agar seseorang menderita suatu penyakit, entah berat atau ringan, tujuan Dia melakukannya bukanlah untuk membuatmu memahami seluk-beluk jatuh sakit, kerugian yang penyakit itu timbulkan pada dirimu, ketidaknyamanan dan kesulitan yang disebabkan penyakit itu terhadapmu, dan segala macam perasaan yang kaurasakan karena penyakit tersebut—tujuan Dia bukanlah agar engkau memahami penyakit melalui sakitnya dirimu. Sebaliknya, tujuan Dia adalah agar engkau memetik pelajaran dari penyakit, belajar bagaimana memahami maksud Tuhan, belajar memahami watak rusak yang kauperlihatkan dan sikapmu yang keliru terhadap Tuhan saat engkau sakit dan belajar bagaimana tunduk pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan, sehingga engkau mampu benar-benar tunduk kepada Tuhan dan mampu tetap teguh dalam kesaksianmu—inilah yang terpenting. Tuhan ingin menyelamatkanmu dan mentahirkanmu melalui penyakit. Hal apa tentang dirimu yang ingin Tuhan tahirkan? Dia ingin mentahirkanmu dari semua keinginan dan tuntutanmu yang berlebihan terhadap Tuhan, dan bahkan mentahirkanmu dari berbagai rencana, penilaian, dan perencanaan yang kaubuat dengan segala cara untuk bertahan hidup dan untuk terus hidup" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Cara Mengejar Kebenaran (3)"). "Meskipun engkau semua telah mengalami segala jenis penderitaan dan mengalami segala macam siksaan, penderitaan tersebut sama sekali tidak serupa dengan ujian Ayub; sebaliknya, penderitaan itu adalah penghakiman dan hajaran yang diterima manusia karena pemberontakan mereka, karena penentangan mereka, dan karena watak benar-Ku; itu adalah penghakiman, hajaran, dan kutukan yang adil. Di sisi lain, Ayub adalah seorang yang benar di antara orang-orang Israel, yang menerima kasih dan belas kasihan yang besar dari Yahweh. Dia tidak melakukan perbuatan yang jahat dan tidak menentang Yahweh; sebaliknya, dia mengabdi dengan setia kepada Yahweh. Oleh karena kebenarannya, dia mengalami ujian, dan dia menjalani ujian yang berat karena dia adalah hamba Yahweh yang setia. Orang-orang pada zaman sekarang menghadapi penghakiman dan kutukan-Ku karena kenajisan dan ketidakbenaran mereka. Meski penderitaan mereka tidak sebanding dengan apa yang Ayub alami saat dia kehilangan ternaknya, kekayaannya, hamba-hambanya, anak-anaknya, dan semua yang dikasihinya, apa yang mereka derita adalah pemurnian dan pembakaran yang dahsyat. Dan yang menjadikan hal itu lebih serius dari apa yang Ayub alami adalah karena ujian semacam itu tidak dikurangi atau dihapus karena manusia lemah; sebaliknya, ujian-ujian ini bersifat jangka panjang dan terus berlangsung hingga akhir hidup manusia. Ini adalah hukuman, penghakiman, dan kutukan; ini adalah pembakaran tanpa ampun, dan terlebih lagi, ini adalah 'warisan' yang layak bagi umat manusia. Inilah yang layak manusia dapatkan, dan di sinilah watak-Ku yang benar diungkapkan. Ini adalah fakta yang orang ketahui" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Apa yang Engkau Pahami tentang Berkat?"). Dari firman Tuhan, aku memahami bahwa Tuhan membiarkanku tertular bukan untuk membuatku hidup dalam keadaan sakit atau memikirkan dagingku, dan juga bukan untuk menyingkapkan atau menyingkirkanku, apalagi karena aku memiliki tingkat pertumbuhan seperti yang kupikirkan, layak memberi kesaksian bagi Tuhan seperti Ayub, tetapi lebih karena aku memiliki watak yang rusak. Tuhan menggunakan penyakit ini untuk menyingkapkan kerusakanku, untuk mentahirkanku, dan untuk mengubahku. Jika aku bisa merenungkan diriku sendiri dan mencari kebenaran, maka ini akan menjadi kesempatan yang baik untuk mendapatkan kebenaran, tetapi aku selalu hidup dalam gagasan dan khayalan serta aku bertekad bahwa Tuhan tidak akan membiarkanku sakit. Aku hanya ingin hidup dalam pelukan Tuhan seperti seorang bayi dan tidak mengalami badai hidup. Setelah aku sakit, aku tidak fokus untuk merenungkan diri sendiri dan memetik pelajaran, tetapi aku malah memiliki pikiran konyol bahwa aku memiliki tingkat pertumbuhan, dan bahwa Tuhan menggunakan situasi ini untuk membuatku bersaksi bagi Dia. Aku menahan diri agar tidak mengeluh dan terus melaksanakan tugasku, berpikir bahwa dengan melakukannya, aku dapat tetap teguh dalam kesaksianku dan memuaskan Tuhan, maka Tuhan akan mengambil penyakit ini dariku. Akibatnya, ketika kondisiku terus memburuk dan bukannya membaik, aku mengeluh dan berharap Tuhan akan mengambil penyakit ini, bahkan sampai-sampai aku menjadi waspada, salah paham, dan mengira bahwa Tuhan ingin menyingkapkan dan menyingkirkanku. Dengan cara apa aku mengalami pekerjaan Tuhan? Aku memikirkan orang-orang Niniwe. Kerusakan, kejahatan, dan perbuatan jahat mereka mendatangkan murka Tuhan, sehingga Tuhan mengutus Yunus untuk mengumumkan kepada mereka bahwa mereka punya waktu 40 hari untuk bertobat. Semua orang Niniwe percaya kepada Tuhan, dan raja maupun rakyat jelata benar-benar bertobat kepada Tuhan dengan mengenakan kain kabung dan abu, dan mereka akhirnya mendapatkan belas kasihan dan pengampunan Tuhan. Tertularnya diriku mengandung maksud Tuhan, dan seperti orang-orang Niniwe, aku harus bertobat kepada Tuhan.
Pada saat ini, aku merenungkan keadaan yang telah kusingkapkan sambil menghadapi penyakit ini. Aku mengingat beberapa firman Tuhan: "Dalam rumah Tuhan, di antara saudara-saudari, setinggi apa pun status atau kedudukanmu, atau sepenting apa pun tugasmu, dan sebesar apa pun bakat dan kontribusimu, atau berapa lama pun engkau telah percaya kepada Tuhan, di mata Tuhan engkau adalah makhluk ciptaan, makhluk ciptaan biasa, dan gelar serta sebutan mulia yang kauberikan kepada dirimu sendiri itu tidak ada. Jika engkau selalu menganggap semua itu sebagai mahkota, atau sebagai modal yang memungkinkanmu menjadi bagian dari kelompok khusus atau menjadi sosok istimewa, dengan melakukannya engkau menentang dan bertentangan dengan pandangan Tuhan, dan tidak sesuai dengan Tuhan. Apa akibatnya? Akankah itu menyebabkanmu menolak tugas yang seharusnya dilakukan oleh makhluk ciptaan? Di mata Tuhan, engkau hanyalah makhluk ciptaan, tetapi engkau tidak menganggap dirimu sebagai makhluk ciptaan. Dapatkah engkau benar-benar tunduk kepada Tuhan dengan pola pikir seperti itu? Engkau selalu dengan sepihak berpikir, 'Tuhan seharusnya tidak memperlakukanku seperti ini, Dia tidak akan pernah memperlakukanku seperti ini.' Bukankah ini menimbulkan pertentangan dengan Tuhan? Ketika Tuhan bertindak bertentangan dengan gagasanmu, mentalitasmu, dan kebutuhanmu, apa yang akan kaupikirkan di dalam hatimu? Bagaimana engkau akan menghadapi lingkungan yang telah Tuhan atur untukmu? Akankah engkau tunduk? (Tidak.) Engkau tidak akan tunduk, dan engkau pasti akan menentang, melawan, menggerutu, dan mengeluh, merenungkannya berulang-ulang di dalam hatimu sambil berpikir 'Biasanya Tuhan melindungiku dan memperlakukanku dengan penuh kasih. Mengapa sekarang Dia berubah? Aku tidak bisa hidup lagi!' Jadi, engkau mulai menjadi pemarah dan bertingkah. Jika engkau bersikap seperti ini terhadap orang tuamu di rumah, itu dapat dimaklumi dan mereka tidak akan melakukan apa pun terhadapmu. Namun, itu tidak dapat diterima di rumah Tuhan. Engkau adalah orang dewasa dan orang percaya, bahkan orang lain tidak akan tahan dengan tindakanmu—apakah menurutmu Tuhan akan menoleransi perilaku seperti itu? Akankah Dia membiarkanmu melakukan ini kepada-Nya? Tidak, Dia tidak akan membiarkanmu. Mengapa Dia tidak akan membiarkanmu? Karena Tuhan bukanlah orang tuamu, Dia adalah Tuhan, Dia adalah Sang Pencipta, dan Sang Pencipta tidak akan pernah membiarkan makhluk ciptaan menjadi pemarah dan tak bernalar atau membuat ulah di hadapan-Nya. Ketika Tuhan menghajar dan menghakimimu, mengujimu, atau mengambil sesuatu darimu, ketika Dia menempatkanmu dalam kesengsaraan, Dia ingin melihat sikap makhluk ciptaan dalam cara mereka memperlakukan Sang Pencipta, Dia ingin melihat jalan seperti apa yang dipilih makhluk ciptaan, dan Dia tidak akan pernah membiarkanmu menjadi pemarah dan tak bernalar, atau melontarkan pembenaran diri yang tidak masuk akal. Setelah memahami hal ini, bukankah manusia seharusnya berpikir tentang bagaimana mereka harus memperlakukan segala sesuatu yang Sang Pencipta lakukan? Pertama-tama, manusia harus mengambil posisi mereka yang benar sebagai makhluk ciptaan dan mengakui identitas mereka sebagai makhluk ciptaan. Dapatkah engkau mengakui bahwa engkau adalah makhluk ciptaan? Jika engkau dapat mengakuinya, engkau harus mengambil posisimu yang benar sebagai makhluk ciptaan dan tunduk pada pengaturan Sang Pencipta, dan meskipun engkau sedikit menderita, engkau melakukannya tanpa keluhan. Inilah yang dimaksud menjadi seseorang yang berakal sehat. Jika engkau tidak menganggap dirimu sebagai makhluk ciptaan, tetapi menganggap dirimu memiliki gelar dan pancaran kemuliaan di atas kepalamu, dan engkau adalah orang yang memiliki status, pemimpin yang hebat, konduktor, editor, atau direktur dalam rumah Tuhan, serta engkau adalah seseorang yang telah memberikan kontribusi yang berguna bagi pekerjaan rumah Tuhan—jika itu yang kaupikirkan, engkau adalah orang yang paling tak bernalar dan sangat tak tahu malu. Apakah engkau semua adalah orang yang memiliki status, kedudukan, dan nilai? (Tidak.) Jadi, siapakah engkau? (Aku adalah makhluk ciptaan.) Benar, engkau hanyalah makhluk ciptaan biasa. Di antara manusia, engkau dapat memamerkan kualifikasimu, memperlihatkan senioritasmu, membual tentang kontribusimu, atau menceritakan perbuatan heroikmu. Namun, di hadapan Tuhan, semua hal ini tidak ada, dan engkau tidak boleh membicarakannya, memamerkannya, atau bertindak seolah-olah sudah berpengalaman. Segala sesuatunya akan serba salah jika engkau memamerkan kualifikasimu. Tuhan akan menganggapmu sangat tak bernalar dan congkak. Dia akan jijik dan muak terhadapmu, mengesampingkanmu, dan engkau akan berada dalam masalah pada saat itu" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Apa yang Dimaksud dengan Mengejar Kebenaran (11)"). Firman Tuhan menyadarkanku dari tidurku! Aku telah memandang tugas pentingku, hasil dari pekerjaanku, dan perkenanan dari pemimpin, pekerja, saudara-saudariku sebagai aset, dan aku mulai memamerkan kualifikasiku dan menyoroti pencapaianku, dengan pemikiran bahwa aku berbeda dari orang tidak percaya dan bahwa Tuhan pasti akan melindungiku dari pandemi ini, dan meskipun aku sampai jatuh sakit, itu karena aku memiliki tingkat pertumbuhan dan Tuhan sedang mengujiku untuk membuatku bersaksi bagi-Nya, seolah-olah entah bagaimana aku terpisah dari sisa umat manusia yang rusak. Aku menyadari betapa congkaknya diriku. Terutama dengan membaca firman Tuhan ini: "Segala sesuatunya akan serba salah jika engkau memamerkan kualifikasimu. Tuhan akan menganggapmu sangat tak bernalar dan congkak. Dia akan jijik dan muak terhadapmu, mengesampingkanmu, dan engkau akan berada dalam masalah pada saat itu," Aku menyadari Tuhan benar-benar membenci orang seperti itu. Ketika aku memikirkan kembali riwayat penyakitku, bukan saja aku tidak tunduk, tetapi aku juga memamerkan kualifikasiku di hadapan Tuhan dan menuntut hal yang tidak bernalar, benar-benar menjijikkan dan memuakkan bagi Tuhan. Jika aku tidak bertobat, aku akan dibenci dan ditolak serta disingkirkan oleh Tuhan. Dengan menyadari hal ini, aku segera berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan! Jika bukan karena penyakit ini, aku tidak akan merenungkan diriku sendiri dan aku bahkan tidak akan menyadari bahwa aku menentang-Mu. Ya Tuhan, berbelas kasihanlah padaku, dan mampukan aku untuk tunduk dan memetik pelajaran."
Kemudian, aku bertanya kepada diri sendiri, "Sebelumnya aku mengira bahwa aku mendapatkan hasil dari pekerjaanku dan memperoleh perkenanan dari saudara-saudariku, dan bahwa Tuhan seharusnya memperkenankanku dan melindungiku dari pandemi, tetapi inikah yang sebenarnya dilihat Tuhan?" Suatu hari, aku menemukan jawaban dalam firman Tuhan. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Mungkin engkau semua membayangkan bahwa, karena sudah menjadi pengikut selama bertahun-tahun, engkau telah bekerja keras apa pun yang terjadi, maka engkau seharusnya diberi setidaknya semangkuk nasi di rumah Tuhan dengan hanya menjadi orang yang berjerih payah. Aku akan katakan bahwa sebagian besar dari antaramu berpikir seperti ini, karena engkau semua selalu mengejar prinsip bagaimana agar engkau mendapat keuntungan dan bagaimana agar engkau tidak dimanfaatkan. Jadi, Kukatakan kepadamu sekarang dengan serius: Aku tidak peduli seberapa baik kerja kerasmu, seberapa mengesankan kualifikasimu, seberapa dekat engkau mengikuti Aku, seberapa terkenalnya engkau, atau seberapa banyak engkau telah memperbaiki sikapmu; selama engkau belum memenuhi tuntutan-Ku, engkau tidak akan pernah bisa mendapatkan pujian-Ku. Hapus semua gagasan dan perhitunganmu secepat mungkin, dan mulailah memperlakukan tuntutan-Ku dengan serius; jika tidak, Aku akan mengubah semua orang menjadi abu untuk mengakhiri pekerjaan-Ku, seburuk-buruknya, itu membuat pekerjaan dan penderitaan-Ku selama bertahun-tahun menjadi sia-sia, karena Aku tidak bisa membawa musuh-musuh-Ku dan orang yang berbau kejahatan dan berpenampilan seperti Iblis untuk masuk ke dalam kerajaan-Ku, ataupun membawa mereka ke zaman berikutnya" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pelanggaran akan Menuntun Manusia ke Neraka"). "Pada akhirnya, apakah orang dapat memperoleh keselamatan atau tidak, itu bukan tergantung pada tugas apa yang telah mereka laksanakan, tetapi tergantung pada apakah mereka dapat memahami dan memperoleh kebenaran, dan tergantung pada apakah mereka pada akhirnya dapat sepenuhnya tunduk kepada Tuhan, berserah diri pada belas kasihan pengaturan-Nya, tidak memikirkan masa depan dan nasib mereka, dan menjadi makhluk ciptaan yang memenuhi syarat. Tuhan itu benar dan kudus, dan inilah standar yang Dia gunakan untuk menilai seluruh umat manusia. Standar ini tidak dapat diubah dan engkau harus mengingat standar ini. Tanamkanlah standar ini dalam pikiranmu, dan setiap saat, jangan berpikir untuk mencari jalan lain untuk mengejar sesuatu yang tidak nyata. Tuntutan dan standar yang Tuhan miliki bagi semua orang yang ingin memperoleh keselamatan tidak berubah untuk selamanya. Tuntutan dan standar itu tetap sama siapa pun dirimu" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Firman Tuhan sangat jelas. Tuhan tidak mengevaluasi orang berdasarkan tugas yang mereka laksanakan atau seberapa banyak aset yang mereka miliki, tetapi berdasarkan apakah seseorang mengejar kebenaran, dan mampu tunduk kepada-Nya serta membiarkan Tuhan mengatur sesuai kehendak-Nya. Inilah yang paling penting. Tanpa mengejar kebenaran, tak peduli seberapa penting tugasku, seberapa besar kontribusiku, atau seberapa banyak orang yang mengagumiku, aku tidak akan dapat memperoleh perkenanan atau keselamatan Tuhan. Penyakit ini sepenuhnya menyingkapkanku. Karena aku tidak memahami kebenaran dan memiliki pandangan yang tidak masuk akal, aku tidak memiliki iman kepada Tuhan atau kehendak untuk menderita, apalagi kasih kepada Tuhan. Ketika diuji, aku tidak merenungkan diriku sendiri atau mencari kebenaran, dan hanya memiliki ide konyol bahwa aku sedang diuji karena aku memiliki tingkat pertumbuhan. Ketika dihadapkan dengan rasa sakit yang luar biasa, aku mengeluh dan ingin Tuhan menyingkirkan penyakitku, sampai-sampai aku tidak ingin melaksanakan tugasku. Dengan cara apa aku memiliki tingkat pertumbuhan? Aku sama sekali tidak memiliki iman atau ketundukan. Sebagai seseorang yang memberontak terhadap Tuhan dan menentang Tuhan, aku masih ingin menerima perlindungan dan berkat-Nya, dan aku ingin diselamatkan dan memasuki kerajaan surga. Benar-benar memalukan! Aku telah melaksanakan tugasku selama bertahun-tahun dan pekerjaanku telah membuahkan beberapa hasil, dan aku telah membuat orang-orang mengagumiku, dan aku menganggap hal-hal ini sebagai aset. Aku menjadi congkak dan sombong, tidak ada tempat bagi Tuhan di hatiku, memamerkan kualifikasiku, menuntut apa yang harus dilakukan dan jangan dilakukan oleh Tuhan, dan aku merasa memenuhi syarat untuk bersaksi bagi Tuhan. Aku menentang Tuhan bahkan tanpa menyadarinya. Kesadaran ini membuat hatiku terasa sedih. Aku bertanya kepada diri sendiri apa yang sebenarnya telah kukejar selama ini jika setelah bertahun-tahun beriman, aku belum memperoleh kebenaran. Dalam pencarianku, aku membaca bagian firman Tuhan: "Dari awal hingga akhir, bagaimanakah sikap antikristus terhadap tugas mereka? Mereka yakin bahwa melaksanakan tugas adalah sebuah transaksi, bahwa siapa pun yang paling banyak mengorbankan diri dalam tugas mereka, siapa pun yang paling banyak berkontribusi bagi rumah Tuhan dan bertahan paling lama di rumah Tuhan, dialah yang akan memiliki kesempatan yang lebih tinggi untuk diberkati dan memperoleh mahkota pada akhirnya. Seperti inilah cara berpikir antikristus. Apakah cara berpikir ini benar? (Tidak.) Apakah perspektif seperti ini mudah dibalikkan? Ini tidak mudah untuk dibalikkan. Ini ditentukan oleh esensi natur antikristus. Di dalam hatinya, antikristus muak akan kebenaran, mereka sama sekali tidak mencari kebenaran dan sedang menempuh jalan yang salah, sehingga perspektif mereka dalam bertransaksi dengan Tuhan tidaklah mudah untuk dibalikkan. Pada akhirnya, antikristus tidak percaya bahwa Tuhan adalah kebenaran, mereka adalah pengikut yang bukan orang percaya, mereka ada di sini untuk berspekulasi dan memperoleh berkat. Bagi pengikut yang bukan orang percaya untuk percaya kepada Tuhan, hal ini sendiri tidaklah masuk akal, itu adalah sesuatu yang tidak masuk akal, dan keinginan mereka untuk bertransaksi dengan Tuhan dan memperoleh berkat dengan menanggung penderitaan dan membayar harga untuk Tuhan adalah hal yang jauh lebih tidak masuk akal" (Firman, Jilid 4, Menyingkapkan Antikristus, Bab Sembilan (Bagian Tujuh)). Saat merenungkan firman Tuhan, aku menyadari bahwa aku tidak mendapatkan kebenaran setelah bertahun-tahun ini bukan karena kebenaran lebih memihak pada orang lain, tetapi karena aku tidak pernah berusaha untuk mendapatkan kebenaran dan karena aku hanya mengejar berkat serta upah. Selama bertahun-tahun ini, aku tidak pernah mencari atau merenungkan apa yang harus aku kejar dalam imanku, jalan apa yang harus aku ambil, dan orang macam apa yang menyenangkan hati Tuhan, dan aku jarang sekali memeriksa niat serta pandanganku dalam melaksanakan tugasku atau jalan yang telah aku ambil. Aku selalu puas untuk fokus pada pekerjaan, beranggapan jika aku melakukan lebih banyak pekerjaan dan memperoleh lebih banyak hasil, maka Tuhan pasti akan memberkatiku dan senang denganku, dan sekalipun bencana melanda, Tuhan akan melindungiku dan tidak membiarkan bahaya apa pun menimpaku. Melalui penyingkapan firman Tuhan, aku akhirnya menyadari bahwa ide-ideku mengikuti logika seorang antikristus, yang merupakan pandangan transaksional pengikut yang bukan orang percaya, dan bahwa aku mencoba menipu Tuhan dan menggunakan-Nya untuk mencapai tujuanku sendiri. Ini menentang Tuhan! Aku teringat akan Paulus di Zaman Kasih Karunia. Dia menyebarkan Injil kepada begitu banyak orang, bahkan ke sebagian besar wilayah Eropa, dan dia membuat banyak orang menjadi percaya. Namun, semua hal yang Paulus lakukan bukanlah untuk memberi kesaksian bagi Tuhan Yesus, atau untuk melaksanakan tugas sebagai makhluk ciptaan, melainkan untuk menggunakan penyebaran Injilnya sebagai alat tawar-menawar dengan Tuhan sebagai ganti mahkota kebenaran. Selama bekerja, Paulus selalu meninggikan diri dan pamer serta wataknya menjadi makin congkak. Dia memamerkan kualifikasinya di hadapan Tuhan dan dengan berani menuntut dari-Nya, dengan mengatakan, "Aku sudah melakukan pertandingan yang baik. Aku sudah menyelesaikan perlombaanku, aku sudah menjaga imanku: Mulai dari sekarang sudah tersedia bagiku mahkota kebenaran" (2 Timotius 4:7-8). Dia bahkan membanggakan bahwa dia hidup seperti Kristus. Pada akhirnya, karena dia menentang Tuhan dan menyinggung watak-Nya, Paulus dihukum. Apakah pandanganku tentang pengejaran dan jalan yang aku tempuh tidak sama dengan pandangan Paulus? Aku hanya ingin mengejar berkat dan menggunakan pelaksanaan tugasku untuk mencapai tujuanku. Aku sungguh egois dan hina! Tanpa penyingkapan ini, aku masih tidak akan menyadari betapa seriusnya kerusakan watakku, dan jika aku terus begini, aku akan dibenci dan ditolak serta disingkirkan oleh Tuhan. Kesadaran ini membuatku merasa sangat bersalah dan aku bersujud sambil berdoa, "Ya Tuhan! Penyakitku dikarenakan oleh kebenaran-Mu dan demi menyelamatkanku. Aku hanyalah makhluk ciptaan yang tak berarti. Engkau telah meninggikanku dan memberiku kasih karunia serta memberiku kesempatan untuk melaksanakan tugas, tetapi aku telah menjadi sangat congkak dan tidak bernalar. Aku telah menentang-Mu dan tawar-menawar dengan-Mu, tetapi aku tidak menyadarinya. Ya Tuhan, aku tidak ingin memberontak terhadap-Mu atau menentang-Mu. Aku ingin bertobat."
Kemudian, aku bertanya-tanya, "Ada alasan lain mengapa aku mengeluh dan tidak bisa tunduk saat aku sakit. Itu karena aku takut mati. Bagaimana aku dapat menyelesaikan masalah ini?" Aku berdoa dan mencari jawabannya, dan dalam firman Tuhan aku membaca: "Hal kematian memiliki natur yang sama dengan hal lainnya. Kematian tidak bisa dipilih sendiri oleh manusia, dan terlebih dari itu, kematian tidak dapat diubah oleh kehendak manusia. Kematian sama saja dengan peristiwa penting lainnya dalam hidup: kematian sepenuhnya berada di bawah penentuan dan kedaulatan Sang Pencipta. Jika seseorang mohon agar dirinya mati, dia belum tentu akan mati; jika seseorang mohon agar dirinya hidup, dia belum tentu akan hidup. Semua ini berada di bawah kedaulatan dan penentuan Tuhan, dan diubah serta diputuskan oleh otoritas Tuhan, oleh watak benar Tuhan, dan oleh kedaulatan dan pengaturan Tuhan. Jadi, seandainya engkau menderita penyakit serius, penyakit serius yang berpotensi mengakibatkan kematian—siapa yang memutuskan apakah engkau akan mati atau tidak? (Tuhan.) Tuhanlah yang memutuskan. Dan karena Tuhanlah yang memutuskan dan manusia tidak dapat memutuskan hal semacam itu, apa gunanya manusia merasa cemas dan tertekan mengenainya? Itu seperti siapa orang tuamu, kapan dan di mana engkau dilahirkan—hal-hal ini juga tidak dapat kaupilih. Pilihan paling bijaksana dalam hal ini adalah membiarkan segala sesuatu berjalan sebagaimana mestinya, tunduk dan tidak memilih, tidak mengerahkan pikiran atau tenagamu untuk hal seperti ini, dan tidak merasa tertekan, cemas, atau khawatir tentangnya" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Cara Mengejar Kebenaran (4)"). Firman Tuhan membuatku memahami bahwa entah aku hidup atau mati dari penyakit ini, semuanya ada di tangan Tuhan dan bukan tergantung pada manusia. Ini sama seperti saat aku lahir, keluarga tempatku dilahirkan, dan seperti apa rupaku bukanlah hal-hal yang dapat aku pilih. Demikian juga, kapan dan di mana aku mati berada di luar kendaliku. Semuanya bergantung pada kedaulatan dan ketentuan Tuhan. Jika Tuhan sudah menentukanku untuk mati karena penyakit ini, maka aku tidak bisa berbuat apa-apa, dan kalau memang belum waktunya aku mati, maka seberapa seriusnya penyakitku, aku tidak akan mati. Kekhawatiran dan kecemasanku tidaklah penting, dan aku tidak bisa mengubah apa pun, itu hanya rasa sakit dan beban tambahan yang tidak dibutuhkan. Sebaiknya aku memasrahkan diriku kepada Tuhan, tunduk pada pengaturan dan penataan-Nya, dan melaksanakan tugasku dengan baik. Tuhan berfirman: "Entah engkau sakit atau merasakan rasa sakit, selama masih ada satu embusan napas yang tersisa, selama engkau masih hidup, selama engkau masih bisa berbicara dan berjalan, maka masih ada tenaga yang dapat kaugunakan untuk melaksanakan tugasmu, dan engkau harus berkelakuan baik dalam pelaksanaan tugasmu dengan bersikap praktis dan realistis. Engkau tidak boleh melepaskan tugasmu sebagai makhluk ciptaan ataupun tanggung jawab yang Sang Pencipta berikan kepadamu. Selama engkau belum mati, engkau harus menyelesaikan tugasmu dan melaksanakannya dengan baik" (Firman, Jilid 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran, "Cara Mengejar Kebenaran (3)"). Dari firman Tuhan, aku memahami bahwa melaksanakan tugas adalah hal yang sepenuhnya wajar dan dapat dibenarkan bagi makhluk ciptaan, sama seperti sudah seharusnya anak-anak berbakti kepada orang tuanya. Mendapatkan kesempatan untuk melaksanakan tugas di gereja adalah kasih karunia Tuhan, dan tidak peduli apakah aku hidup atau mati, dan tidak peduli seberapa besar rasa sakit yang kuderita, aku harus tunduk kepada pengaturan dan penataan Tuhan, serta memenuhi tanggung jawab dan tugasku. Ini satu-satunya cara untuk menjalani kehidupan yang bernilai dan berarti. Aku juga berpikir tentang Nuh. Setelah dia menerima amanat Tuhan, kekhawatiran Tuhan menjadi kekhawatirannya, dan pikiran Tuhan menjadi pikirannya. Dia tidak pernah menyerah, tak peduli rasa sakit atau kesulitan yang dihadapinya, dan setelah 120 tahun, dia menyelesaikan bahtera dan menuntaskan amanat Tuhan. Kesetiaan dan ketundukan Nuh menyenangkan Tuhan, dan inilah teladan yang harus aku ikuti. Kesadaran ini memberiku kekuatan dan aku membuat resolusi: Asalkan masih ada udara di dalam paru-paruku, aku tidak akan pernah meninggalkan tugasku atau mengesampingkan tanggung jawabku.
Setelah itu, aku mencurahkan segenap hatiku dalam tugasku, aku tidak lagi khawatir apakah kondisiku memburuk atau apakah aku akan meninggal. Aku berpikir bahwa asalkan aku masih hidup satu hari lagi, aku harus melaksanakan tugas dengan baik sehingga meskipun suatu hari nanti aku mati, aku tidak akan hidup dengan sia-sia. Terkadang aku begitu sibuk dengan tugas-tugas, sampai-sampai aku lupa kalau aku sedang sakit. Aku benar-benar menjadi bisa menghargai firman berikut: "Berdiam dalam penyakit berarti sakit, tetapi berdiam di dalam roh berarti sehat" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 6"). Tak lama kemudian, gejalaku berkurang dan hasil tesku kembali negatif. Aku tahu bahwa ini semua karena belas kasihan Tuhan. Aku merasakan kasih dan keselamatan dari Tuhan dalam pandemi ini dan aku bersyukur kepada Tuhan dari lubuk hatiku!
Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.
Oleh Saudara Kelvin, PeruSeluruh keluargaku beragama Katolik, demikian juga sebagian besar penduduk di desa kami, tetapi karena tidak ada...
Oleh Saudari Michelle, Kamerun Sejak dahulu keluargaku sangat miskin, dan aku bermimpi menjadi seorang eksekutif bank, memiliki status...
Mei Jie Kota Jinan, Provinsi Shandong Baru-baru ini, gereja membuat pengaturan kerja yang baru, yang mengharuskan pemimpin gereja pada...
Oleh Saudara Li Fan, KoreaBeberapa bulan lalu, aku mengalami hal serupa. Aku menerima surat dari gereja kampung halamanku meminta evaluasi...