Konsekuensi Mengejar Kenyamanan

31 Januari 2022

Oleh Saudari Ling Shuang, Spanyol

Tugasku di gereja adalah membuat efek spesial. Selama produksi, ketika aku menghadapi proyek yang agak sulit, efek di setiap gambar harus dicoba dan dimodifikasi berulang kali, dan ada banyak kegagalan. Ketika kulihat proyek saudara-saudariku relatif sederhana, dan mereka menyelesaikan lebih banyak proyek, kupikir, "Proyekku memiliki tuntutan teknis yang tinggi, aku harus menghabiskan waktu untuk berpikir, mencari bahan dan menganalisa, dan siklus produksinya panjang. Jika proyeknya lebih sederhana, itu pasti tidak terlalu merepotkan. Aku pasti hanya perlu menguasai beberapa metode dan keterampilan sederhana, dan siklus produksinya pasti juga lebih pendek, yang akan membuat proyek jadi lebih mudah." Setelah itu, dalam tugasku, aku memperhitungkan proyek mana yang sulit dan mana yang sederhana dan kemudian memutuskan proyek mana yang akan diambil. Suatu kali, aku memilih proyek sederhana untuk dilakukan, dan menyisakan proyek yang rumit untuk saudara-saudariku. Ketika melihat bagaimana saudara-saudariku dengan mudahnya setuju, aku merasa sedikit tidak nyaman: "Bukankah aku hanya mundur dalam menghadapi kesulitan?" Namun kemudian kupikir, "Proyek yang sulit menghabiskan terlalu banyak waktu dan tenagaku, serta terlalu banyak menggunakan otak, jadi lebih baik memilih proyek sederhana." Kemudian, aku merasa ada ruang untuk perbaikan di salah satu proyek efek spesialku, tetapi aku tidak mau bekerja terlalu keras untuk mengubahnya, dan kuperhatikan saudara-saudariku tidak melihat ada masalah apa pun, jadi aku tidak mengubahnya dan melewatkannya. Terkadang, ketika mengalami masalah, aku hanya memikirkannya sejenak, dan kemudian bertanya kepada saudara-saudariku. Aku merasa cara ini menyelesaikan masalah dengan cepat dan tidak membuatku lelah, jadi itu cara yang mudah untuk menyelesaikan tugasku. Namun, ketika melakukan hal ini, aku merasa tertuduh. Beberapa pertanyaan sebenarnya sederhana, dan bisa saja kuselesaikan dengan sedikit upaya, dan meminta saudara-saudariku menunda tugas mereka, tetapi aku tidak merenungkan atau berusaha mengenal diriku sendiri. Jadi, tipu muslihat semacam ini menjadi norma dalam caraku melaksanakan tugasku.

Setelah itu, aku beralih ke tugas produksi video. Selain membuat video, aku harus memimpin saudara-saudariku dalam belajar dan meningkatkan keterampilan profesional semua orang, Sehingga aku harus bekerja lebih banyak daripada biasanya. Aku tak hanya harus belajar keterampilan profesional, aku juga harus mencari bahan dan mempersiapkan pelajaran berdasarkan apa yang dibutuhkan saudara-saudariku. Semuanya terasa seperti tugas yang sulit dan melelahkan. Kupikir, "Tugasku sebelumnya lebih baik. Aku tidak memiliki begitu banyak beban dan tekanan. Yang harus kulakukan hanyalah menyelesaikan proyekku sendiri. Sekarang, aku memiliki lebih banyak pekerjaan, dan lebih banyak lagi yang perlu dikhawatirkan." Memikirkan semua itu membuatku pusing. Kemudian, aku mulai berpikir tentang bagaimana dapat menghemat waktu dan tidak merasa terlalu lelah, dan aku memutuskan untuk mengirimkan tutorial efek spesial kepada saudara-saudariku. Dengan begitu, saudara-saudari bisa mempelajarinya dan aku pasti tidak perlu menghabiskan waktu mencari materi. Makin kupikir, makin aku merasa tidak ada metode yang lebih baik. Setelah beberapa waktu, saudara-saudariku mengatakan tutorial tidak menyelesaikan masalah mereka. Pada waktu itu, aku merasa sedikit menyesal, jadi tanpa pilihan lain, aku menemukan beberapa materi untuk diajarkan kepada semua orang dengan cara yang sederhana, dan kupikir, "Yah, aku telah mengatur pelajaran untuk semua orang, pekerjaanku sudah selesai." Tak butuh waktu lama sebelum ketua tim kami berkata, "Baru-baru ini saudara-saudari telah berkata bahwa masalah teknis menyebabkan produksi video di bawah standar dan sering mengalami pengerjaan ulang, yang menunda kemajuan." Ketika mendengar hal itu, aku tidak merenungkan atau berusaha mengenal diriku sendiri, dan merasa tugas ini tidak hanya menuntut penderitaan dan membayar harga, itu membutuhkan tanggung jawab jika ada yang salah, jadi aku makin tidak menginginkan tugas ini. Suatu hari, pemimpinku menemuiku dan menyingkapkanku karena bersikap asal-asalan dan licik dalam tugasku, dan menanganiku, mengatakan jika segala sesuatunya tidak berubah, aku akan diberhentikan. Ketika mendengar pemimpinku mengatakan hal itu, meskipun mengakui bahwa aku bersikap asal-asalan selama tugasku, aku tidak merasa menyesal sedikit pun. Ketika memikirkan kesulitan dan masalah yang harus kuhadapi kelak dalam tugasku, aku tidak mau lagi melaksanakan tugas ini. Aku mau beralih ke tugas yang lebih mudah. Keesokan harinya, aku menemui pemimpinku dan berkata, "Aku tak mampu melakukan tugas ini. Aku ingin beralih ke tugas lain." Setelah mendengar hal itu, dia menanganiku, berkata, "Kau benar-benar tidak mampu melakukan tugas ini? Apakah kau telah benar-benar berusaha? Kau menghindari kerja keras, selalu bersikap asal-asalan dan licik, dan memiliki kemanusiaan yang buruk. Berdasarkan perilaku itu, kau benar-benar tidak cocok untuk tugas ini." Ketika mendengar pemimpinku mengatakan hal ini, tiba-tiba hatiku terasa hampa. Di studio, aku melihat para saudari lain sibuk dengan tugas mereka, tetapi aku telah diberhentikan dan kehilangan tugasku, dan aku merasa sangat sedih. Aku tak pernah menyangka bisa benar-benar kehilangan tugasku. Pada waktu itu, aku bahkan membela diri dalam hati, "Aku tak menginginkan tugas ini, tetapi aku bisa saja diberi tugas lain. Mengapa kualifikasiku untuk melaksanakan tugasku dibatalkan?" tetapi kemudian kupikir, "Tuhan berdaulat atas segala sesuatu. Pemberhentianku adalah datangnya watak benar Tuhan. Aku harus taat dan merenungkan diriku sendiri." Pada hari-hari berikutnya, adegan pemimpinku memberhentikanku berulang kali terlintas di pikiranku seperti film. Ketika mengingat apa yang dikatakan pemimpin itu, aku merasa sedih, terutama pemimpinku mengatakan aku memiliki kemanusiaan yang buruk. Aku tidak tahu bagaimana cara merenungkan atau mengenal diriku sendiri, jadi dalam penderitaanku, aku berdoa kepada Tuhan memohon Dia membimbingku untuk mengenal diriku sendiri.

Kemudian, aku melihat satu bagian firman Tuhan, "Bukankah ada sesuatu di dalam watak yang rusak yang membuat orang menangani segala sesuatu dengan sembrono dan tidak bertanggung jawab? Apakah sesuatu itu? Itu adalah keberengsekan; dalam segala hal, mereka berkata 'itu sepertinya sudah benar' dan 'seperti ini sudah cukup'; ini adalah sikap 'mungkin', 'boleh jadi', dan 'tidak 100%'; mereka melakukan segala sesuatu dengan acuh tak acuh, puas hanya melakukan sesuatu dengan seadanya, dan puas hanya bekerja tanpa tujuan yang jelas; mereka merasa tidak ada gunanya menanggapi segala sesuatu dengan serius atau berusaha mengerjakan segala sesuatu dengan teliti, dan mereka merasa lebih tidak ada gunanya mencari prinsip. Bukankah ini sesuatu yang ada di dalam watak yang rusak? Apakah itu perwujudan dari kemanusiaan yang normal? Jika menyebutnya kecongkakan, itu benar, dan menyebutnya tidak bermoral juga sepenuhnya tepat—tetapi kata yang paling sempurna untuk menyebutnya adalah 'berengsek'. Keberengsekan seperti itu ada dalam kemanusiaan kebanyakan orang; dalam segala hal, mereka berharap untuk melakukan sesedikit mungkin, sebisa mungkin tidak ketahuan, dan ada aroma tipu muslihat dalam segala sesuatu yang mereka lakukan. Mereka menipu orang lain saat ada kesempatan, sebisa mungkin mengambil jalan pintas, dan tidak mau menghabiskan banyak waktu dan pikiran untuk memikirkan suatu perkara. Dalam hati mereka berpikir, 'Selama aku dapat menghindari disingkapkan perbuatannya, dan tidak menyebabkan masalah, serta aku tidak dimintai pertanggungjawaban, maka aku bisa bekerja asal-asalan. Melakukan tugas dengan baik lebih merupakan suatu masalah dibandingkan nilainya.' Orang semacam itu tidak mau belajar sampai menjadi ahli, dan mereka tidak berupaya keras dalam pembelajaran mereka. Mereka hanya ingin mendapatkan garis besar suatu mata pelajaran dan kemudian menyebut diri mereka ahli dalam mata pelajaran itu, lalu mereka mengandalkan kemampuan mereka yang seadanya itu untuk sekadarnya saja dalam mengerjakan tugas. Bukankah ini sikap yang dimiliki orang-orang terhadap segala sesuatu? Apakah ini sikap yang baik? Sikap seperti ini yang diterapkan orang-orang semacam itu terhadap orang lain, peristiwa, dan hal-hal, dalam beberapa kata, disebut 'sekadarnya saja', dan keberengsekan semacam ini ada dalam diri semua manusia yang rusak. Orang-orang dengan keberengsekan dalam kemanusiaan mereka menganut pandangan 'asal-asalan' dalam apa pun yang mereka lakukan. Apakah ini memungkinkan mereka untuk melakukan apa pun dengan benar? Tidak. Jadi, apakah mereka mampu menyelesaikan apa pun? Bahkan lebih tidak mungkin." "Bagaimana orang dapat membedakan antara manusia yang berbudi luhur dan manusia yang hina? Lihat saja pada sikap dan perilaku mereka dalam memperlakukan orang, peristiwa, dan hal-hal—lihatlah cara mereka bertindak, cara mereka menangani segala sesuatu, dan cara mereka berperilaku ketika masalah muncul. Orang yang berkarakter dan bermartabat itu teliti, serius dan rajin dalam bertindak, serta mereka rela berkorban. Orang yang tidak berkarakter dan bermartabat itu asal-asalan dan serampangan dalam bertindak, selalu ingin menipu, sekadar saja dalam melakukan sesuatu. Mereka tidak belajar keterampilan untuk dikuasai, dan, berapa pun lamanya mereka belajar, mereka tetap dibingungkan oleh ketidaktahuan dalam hal keterampilan atau profesi. Jika engkau tidak menuntut jawaban dari mereka, semua tampak baik-baik saja, tetapi, segera setelah engkau menuntut jawaban darinya, mereka panik—keringat membasahi kening mereka, dan mereka tidak bisa menjawab. Itulah orang-orang yang berkarakter rendah" ("Mereka Akan Membuat Orang Lain Hanya Taat kepada Mereka, Bukan kepada Kebenaran atau Tuhan (Bagian Dua)" dalam "Menyingkapkan Antikristus"). Firman Tuhan menghunjam hatiku, terutama firman-Nya, "Mereka menipu orang lain saat ada kesempatan, sebisa mungkin mengambil jalan pintas," "tidak berkarakter dan bermartabat", dan "berkarakter rendah". Setiap firman menyingkapkan sikapku terhadap tugas dan kemanusiaanku. Aku sadar persis seperti inilah aku melaksanakan tugasku. Semua kulakukan dengan asal-asalan, dan hanya melakukan segala sesuatu dengan standar yang cukup baik. Aku memikirkan kepentingan dagingku dalam segala sesuatu, mencari cara untuk menghindari penderitaan, dan tidak pernah memikirkan bagaimana melaksanakan tugasku dengan baik. Demi kenyamanan daging, dan untuk menghindari penderitaan dan membayar harga, aku selalu memilih melakukan proyek yang lebih mudah ketika membuat efek spesial. Dalam proses produksi, bahkan ketika melihat masalah dan ruang untuk perbaikan, selama tidak ada orang lain yang melihatnya, aku berpura-pura tidak melihatnya. Dalam tugas produksi videoku, aku harus mempelajari keterampilan profesional dan membimbing saudara-saudariku dalam mempelajarinya. Aku merasa melaksanakan tugas ini terlalu banyak tekanan dan menyebabkan terlalu banyak penderitaan, dan memikirkannya saja membuatku lelah, jadi demi kenyamanan dagingku, aku melakukan tipu muslihat dan kelicikan untuk membuat saudara-saudariku belajar sendiri, yang berarti keterampilan mereka tidak pernah meningkat, membuat tugas mereka kurang efektif, dan menunda kemajuan pekerjaan. Di mana pun dalam tugasku, aku menggunakan tipu muslihat dan kecurangan, tidak pernah memikirkan pekerjaan rumah Tuhan atau bagaimana melakukan tugasku dengan baik. Aku sama sekali tidak memiliki kemanusiaan! Aku sangat egois, hina, dan berkarakter rendah. Ketika merenungkan hal-hal ini, aku merasakan penyesalan dan rasa bersalah yang dalam.

Setelah itu, aku membaca dalam firman Tuhan, "Di luarnya, ada orang-orang yang sepertinya tidak memiliki masalah serius apa pun selama mereka melaksanakan tugas mereka. Mereka tidak melakukan apa pun yang terang-terangan jahat; mereka tidak menyebabkan gangguan atau kekacauan, atau menempuh jalan antikristus. Dalam melaksanakan tugas mereka, tidak ada kesalahan besar atau masalah prinsip apa pun yang muncul, tetapi tanpa menyadarinya, dalam beberapa tahun saja, mereka disingkapkan karena sama sekali tidak menerima kebenaran, sebagai salah satu dari orang-orang tidak percaya. Mengapa demikian? Orang lain tidak dapat melihat suatu masalah, tetapi Tuhan memeriksa lubuk hati orang-orang ini, dan Dia melihat masalah tersebut. Mereka telah selalu bersikap asal-asalan dan tetap tidak bertobat. Seiring berjalannya waktu, mereka secara alami tersingkap. Apa arti tetap tidak bertobat? Itu berarti bahwa meskipun mereka telah melaksanakan tugas mereka selama ini, mereka selalu memiliki sikap yang salah, sikap yang ceroboh dan asal-asalan, sikap sembrono, dan mereka tidak pernah bertanggung jawab, apalagi setia. Mereka mungkin mengerahkan sedikit upaya, tetapi mereka hanya melakukannya dengan asal-asalan. Mereka tidak mengerahkan segenap kemampuan mereka dan pelanggaran mereka tidak ada habisnya. Dari sudut pandang Tuhan, mereka tidak pernah bertobat; mereka selalu bersikap asal-asalan, dan tidak pernah ada perubahan sedikit pun dalam diri mereka—artinya, mereka tidak melepaskan kejahatan di tangan mereka dan bertobat kepada-Nya. Tuhan tidak melihat ada sikap pertobatan di dalam diri mereka dan Dia tidak melihat pembalikan dalam sikap mereka. Mereka gigih dalam hal melakukan tugas dan amanat Tuhan dengan sikap dan metode yang ceroboh dan asal-asalan. Secara keseluruhan, tidak ada perubahan dalam watak mereka yang keras kepala dan keras hati ini, dan selain itu, mereka tidak pernah merasa berutang kepada Tuhan, tidak pernah merasa bahwa kecerobohan dan sikap asal-asalan mereka merupakan pelanggaran atau perbuatan jahat. Di dalam hati mereka tidak ada perasaan berutang, tidak ada rasa bersalah, tidak ada penyesalan, apalagi menyalahkan diri sendiri. Dan, seiring berjalannya waktu, Tuhan melihat bahwa orang ini tidak dapat diselamatkan. Apa pun yang Tuhan katakan, dan sebanyak apa pun khotbah yang mereka dengar atau sebanyak apa pun kebenaran yang mereka pahami, hati mereka tidak tergerak dan sikap mereka tidak berubah atau berbalik. Tuhan berkata: 'Tidak ada harapan bagi orang ini. Tidak ada apa pun yang Kukatakan menyentuh hati mereka, dan tidak ada apa pun yang Kukatakan mengubah mereka. Tidak ada cara untuk mengubah mereka. Orang ini tidak layak untuk melakukan tugas mereka dan mereka tidak layak untuk memberikan pelayanan di rumah-Ku.' Mengapa Tuhan mengatakan hal ini? Itu karena ketika mereka melaksanakan tugas dan bekerja, sebanyak apa pun kesabaran yang diberikan kepada mereka, itu tidak berpengaruh dan tidak dapat membuat mereka berubah. Itu tidak dapat membuat mereka melakukan tugas mereka dengan baik, itu tidak memungkinkan mereka untuk memulai pada jalan untuk benar-benar mengejar kebenaran. Orang ini tidak dapat diselamatkan. Ketika Tuhan menetapkan bahwa seseorang tidak dapat diselamatkan, apakah Dia akan tetap memegang erat orang ini? Tidak. Tuhan akan melepaskan mereka" ("Bagaimana Mengatasi Masalah Mengenai Bersikap Sembrono dan Acuh Tak Acuh Saat Melaksanakan Tugasmu" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). "Caramu memandang amanat Tuhan adalah masalah yang sangat serius! Jika engkau tidak dapat menyelesaikan apa yang telah Tuhan percayakan kepadamu, engkau tidak layak untuk hidup di hadirat-Nya dan harus dihukum. Adalah ditetapkan oleh Surga dan diakui oleh bumi bahwa manusia harus menyelesaikan amanat apa pun yang Tuhan percayakan kepada mereka; ini adalah tanggung jawab tertinggi mereka, dan sama pentingnya dengan hidup mereka sendiri. Jika engkau tidak memperlakukan amanat Tuhan dengan serius, artinya engkau sedang mengkhianati Dia dengan cara yang paling menyedihkan; dalam hal ini, engkau lebih disesalkan daripada Yudas dan harus dikutuk" ("Cara Mengenal Natur Manusia" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Aku membaca firman Tuhan berulang-ulang. Aku sadar bahwa dahulu, meskipun secara lahiriah tampak melaksanakan tugasku, dalam hati, aku mengkhianati Tuhan. Dalam tugasku, aku hanya memikirkan kepentingan dagingku dan menghindari penderitaan, dan bersikap asal-asalan dengan tipu muslihat dan kelicikan. Bahkan ketika mampu melakukan pekerjaanku dengan lebih baik, aku tidak melakukannya, karena merasa meskipun itu tidak dilakukan dengan baik, setidaknya itu dilakukan, dan itu sudah cukup. Aku tidak pernah menganggap serius masalah sikapku yang asal-asalan dan tidak pernah merenungkan atau berusaha mengenal diriku sendiri. Kemudian, pemimpinku menyingkapkan dan memperingatkanku, di mana itu adalah Tuhan yang memberiku kesempatan untuk bertobat, tetapi aku tidak merasakan penyesalan sedikit pun, tetap memikirkan kepentingan dagingku. Ketika berpikir tentang bagaimana tugasku membutuhkan kerja keras dan membayar harga, aku tak lagi menginginkan tugas itu. Mengapa aku begitu mati rasa dan keras kepala? Tuhan memberiku kesempatan demi kesempatan untuk bertobat dan berubah, yang adalah belas kasihan Tuhan bagiku, tetapi aku hanya memikirkan kepentingan dagingku, tidak mencari kebenaran atau merenungkan diri sendiri, dan terus menentang Tuhan dengan keras kepala. Aku sangat memberontak! Tugasku adalah amanat dan tanggung jawab yang diberikan Tuhan kepadaku, dan aku harus melakukan yang terbaik untuk menyelesaikannya. tetapi bukan saja aku gagal melaksanakan tugasku dengan baik, aku juga bersikap asal-asalan untuk menipu Tuhan, dan bahkan menolak tugasku. Bukankah ini pengkhianatan terhadap Tuhan? Watak benar Tuhan tidak menoleransi pelanggaran, dan Tuhan membenci semua yang telah kulakukan. Pemberhentianku memperlihatkan keadilan Tuhan. Ketika menyadari hal ini, aku merasa sedikit takut. Aku juga merasa menyesal karena melakukan hal-hal yang memilukan Tuhan. Aku tak boleh lagi bersikap asal-asalan seperti ini. Aku harus bertobat dan berubah.

Setelah itu, aku memberitakan Injil bersama saudara-saudariku. Karena aku tidak tahu prinsipnya dan tidak pandai berbicara dengan orang, tugas itu terasa sangat sulit, dan kembali tidak mau bekerja keras atau membayar harganya. Namun, aku teringat sikapku yang sebelumnya terhadap tugasku, dan aku sadar bahwa mampu memberitakan Injil adalah belas kasihan Tuhan yang besar bagiku. Aku tidak boleh lari ketika menghadapi masalah seperti sebelumnya. Setelah menyadari hal itu, aku merasa sedikit lebih positif.

Kemudian, aku juga merenungkan diriku sendiri, dan heran mengapa aku ingin mundur ketika tugasku terasa sulit. Natur apa yang mengendalikanku ketika itu terjadi? Setelah itu, aku menonton video pembacaan firman Tuhan. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Sekarang ini, engkau tidak percaya pada firman yang Kuucapkan, dan engkau tidak menghiraukannya; ketika tiba saatnya pekerjaan ini disebarluaskan, dan engkau menyaksikan seluruhnya, engkau akan menyesal, dan saat itulah engkau akan tercengang. Ada berbagai berkat, tetapi engkau tidak tahu cara menikmatinya, dan ada kebenaran, tetapi engkau tidak mengejarnya. Bukankah engkau menghina dirimu sendiri? Sekarang ini, sekalipun langkah pekerjaan Tuhan berikutnya belum dimulai, tidak ada tuntutan tambahan yang diminta darimu dan apa yang harus kauhidupi. Ada begitu banyak pekerjaan dan begitu banyak kebenaran; apakah semua itu tidak layak engkau ketahui? Apakah hajaran dan penghakiman Tuhan tidak mampu membangkitkan rohmu? Apakah hajaran dan penghakiman Tuhan tidak mampu membuatmu membenci diri sendiri? Apakah engkau puas hidup di bawah pengaruh Iblis, dengan kedamaian dan sukacita, dan sedikit kenyamanan daging? Bukankah engkau yang paling hina dari semua orang? Tidak ada yang lebih bodoh selain mereka yang telah melihat keselamatan tetapi tidak berupaya mendapatkannya; mereka inilah orang-orang yang mengenyangkan daging mereka sendiri dan menikmati Iblis. Engkau berharap bahwa imanmu kepada Tuhan tidak akan mendatangkan tantangan atau kesengsaraan, ataupun kesulitan sekecil apa pun. Engkau selalu mengejar hal-hal yang tidak berharga, dan tidak menghargai hidup, melainkan menempatkan pikiran yang terlalu muluk-muluk di atas kebenaran. Engkau sungguh tidak berharga! Engkau hidup seperti babi—apa bedanya antara engkau, babi, dan anjing? Bukankah mereka yang tidak mengejar kebenaran, melainkan mengasihi daging, adalah binatang buas? Bukankah mereka yang mati, tanpa roh, adalah mayat berjalan? Berapa banyak firman yang telah disampaikan di antara engkau sekalian? Apakah hanya sedikit pekerjaan yang dilakukan di antaramu? Berapa banyak yang telah Kuberikan di antaramu? Lalu mengapa engkau tidak mendapatkannya? Apa yang harus engkau keluhkan? Bukankah engkau tidak mendapatkan apa-apa karena engkau terlalu mengasihi daging? Dan bukankah ini karena pikiranmu yang terlalu muluk-muluk? Bukankah karena engkau terlalu bodoh? Jika engkau tidak mampu memperoleh berkat-berkat ini, dapatkah engkau menyalahkan Tuhan karena tidak menyelamatkanmu? Hal yang engkau kejar adalah agar bisa memperoleh kedamaian setelah percaya kepada Tuhan, agar anak-anakmu bebas dari penyakit, suamimu memiliki pekerjaan yang baik, putramu menemukan istri yang baik, putrimu mendapatkan suami yang layak, lembu dan kudamu dapat membajak tanah dengan baik, cuaca bagus selama satu tahun untuk hasil panenmu. Inilah yang engkau cari. Pengejaranmu hanyalah untuk hidup dalam kenyamanan, supaya tidak ada kecelakaan menimpa keluargamu, angin badai berlalu darimu, wajahmu tak tersentuh oleh debu pasir, hasil panen keluargamu tidak dilanda banjir, terhindar dari bencana, hidup dalam dekapan Tuhan, hidup dalam sarang yang nyaman. Seorang pengecut sepertimu, yang selalu mengejar daging—apa engkau punya hati, apa engkau punya roh? Bukankah engkau adalah binatang buas? Aku memberimu jalan yang benar tanpa meminta imbalan apa pun, tetapi engkau tidak mengejarnya. Apakah engkau salah satu dari orang-orang yang percaya kepada Tuhan? Aku memberikan kehidupan manusia yang nyata kepadamu, tetapi engkau tidak mengejarnya. Apakah engkau tidak ada bedanya dari babi atau anjing? Babi tidak mengejar kehidupan manusia, mereka tidak berupaya supaya ditahirkan, dan mereka tidak mengerti makna hidup. Setiap hari, setelah makan sampai kenyang, mereka hanya tidur. Aku telah memberimu jalan yang benar, tetapi engkau belum mendapatkannya. Tanganmu kosong. Apakah engkau bersedia melanjutkan kehidupan ini, kehidupan seekor babi? Apa pentingnya orang-orang seperti itu hidup? Hidupmu hina dan tercela, engkau hidup di tengah-tengah kecemaran dan kecabulan, dan tidak mengejar tujuan apa pun; bukankah hidupmu paling tercela? Apakah engkau masih berani memandang Tuhan? Jika engkau terus mengalami dengan cara demikian, bukankah engkau tidak akan memperoleh apa-apa? Jalan yang benar telah diberikan kepadamu, tetapi apakah pada akhirnya engkau dapat memperolehnya, itu tergantung pada pengejaran pribadimu sendiri" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pengalaman Petrus: Pengetahuannya tentang Hajaran dan Penghakiman"). Setiap pertanyaan Tuhan menghunjam hatiku, seolah-olah Tuhan bertanya kepadaku berhadapan muka dan merasa aku berutang terlalu banyak kepada Tuhan. Aku teringat bagaimana Tuhan yang berinkarnasi mengungkapkan begitu banyak kebenaran untuk menyiram dan membekali kita, agar kita dapat memperoleh kebenaran, menyingkirkan watak rusak kita, dan memiliki kesempatan untuk diselamatkan. Ini adalah berkat terbesar Tuhan bagi umat manusia. Orang yang benar-benar bijaksana akan menghargai kesempatan yang diberikan oleh pekerjaan Tuhan, dan menggunakan waktu mereka untuk mengejar kebenaran, memenuhi tugas makhluk ciptaan, mengejar perubahan dalam watak hidup mereka selama tugas mereka, dan akhirnya memahami kebenaran dan diselamatkan sepenuhnya oleh Tuhan. Namun, orang buta dan bodoh mengejar kesenangan daging dan bertahan hidup, dan mereka tidak bekerja keras untuk mengejar kebenaran. Mereka bersikap asal-asalan dan melakukan sedikit upaya dalam tugas mereka, dan berapa lama pun mereka percaya, mereka tidak pernah memahami kebenaran, tidak mencapai perubahan dalam watak hidup mereka, dan akhirnya disingkirkan oleh Tuhan. Aku berpikir tentang diriku sendiri. Bukankah aku persis orang yang bodoh seperti ini? Falsafah iblis seperti "Jalani hidup dengan apa adanya" dan "Kemalasan memiliki berkatnya sendiri" adalah prinsip yang kujalani. Setiap hari aku puas dengan status quo, bekerja untuk bertahan hidup, dan mencari kenyamanan daging. Aku telah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun tanpa mengejar kebenaran atau berfokus pada perubahan watak dan apakah tugasku sejalan dengan kehendak Tuhan atau tidak. Kenikmatan dagingku lebih penting bagiku daripada kehendak Tuhan, jadi setiap kali tugasku mengharuskanku menderita atau membayar harga, aku bersikap asal-asalan dan melakukan tipu muslihat dan kecurangan, menyebabkan tugasku tidak mencapai hasil dan menunda pekerjaan rumah Tuhan. Dan bahkan seperti itu, aku tidak merasa menyesal atau bersalah. Keinginanku untuk kenyamanan membuatku merosot, acuh tak acuh terhadap kemajuan, dan lalai. Bukankah aku hanya menyia-nyiakan hidupku? Apa bedanya diriku dengan binatang? Akhirnya aku melihat bahwa racun iblis ini adalah kekeliruan yang digunakan Iblis untuk merusak orang. Mereka membuat orang mengejar kenyamanan, tidak mengejar kemajuan, menjadi merosot, dan akhirnya mati dalam ketidaktahuan. Aku hanya bisa menyalahkan diri sendiri karena kehilangan tugasku. Aku terlalu malas, sembrono dengan karakterku sendiri, dan aku tidak layak dipercaya siapa pun, yang membuat saudara-saudariku jijik dan membuat Tuhan membenciku. Dahulu, aku merasa tugas dengan tuntutan tinggi dan banyak tugas sama dengan penderitaan. Namun, ini sama sekali bukan penderitaan untuk tugasku. Jelas, naturku terlalu malas dan egois, dan terlalu peduli dengan daging. Meskipun kita harus menderita dan membayar harga ketika kesulitan terjadi dalam tugas kita, semua ini adalah hal-hal yang mampu kita tanggung karena Tuhan tidak pernah memberi kita beban yang tak mampu kita pikul. Dan Tuhan menggunakan kesulitan-kesulitan ini untuk menunjukkan watak rusak dan kekuranganku, agar aku bisa mengenal diriku sendiri, mencari kebenaran untuk menyelesaikan masalah, dan mengubah watak hidupku. Pada saat yang sama, Tuhan berharap aku dapat belajar mengandalkan-Nya dalam menghadapi semua kesulitan-kesulitan, dan memiliki iman sejati. Dahulu, aku bodoh, buta, dan tidak memahami kehendak Tuhan. Aku kehilangan banyak kesempatan untuk memperoleh kebenaran dan disempurnakan oleh Tuhan, dan membiarkan waktu yang luar biasa ini berlalu dengan sia-sia. Meskipun aku memiliki kenyamanan daging, dan tidak menderita atau membayar banyak harga, aku tidak memiliki kebenaran apa pun dan watakku yang rusak tidak diselesaikan, aku tidak mengumpulkan perbuatan baik dalam tugasku, menunda pekerjaan rumah Tuhan, dan membuat Tuhan jijik. Jika terus hidup dengan sikap yang asal-asalan seperti ini, pada akhirnya aku pasti benar-benar kehilangan keselamatan Tuhan. Pada waktu itu, aku merasa mual dan muak dengan diriku sendiri, dan tidak mau lagi hidup seperti binatang.

Suatu hari, selama perenunganku, aku membaca bagian lain firman Tuhan. "Pengejaran yang dilakukan pada zaman sekarang adalah sepenuhnya demi meletakkan landasan bagi pekerjaan di masa depan, agar engkau dapat dipakai Tuhan dan dapat menjadi kesaksian bagi-Nya. Jika engkau menjadikan ini tujuan pengejaranmu, engkau akan dapat memperoleh kehadiran Roh Kudus. Semakin tinggi engkau menentukan tujuan pengejaranmu, semakin dapat engkau disempurnakan. Semakin engkau mengejar kebenaran, semakin Roh Kudus bekerja. Semakin banyak energi yang engkau kerahkan dalam pengejaranmu, semakin banyak yang akan engkau dapatkan. Roh Kudus menyempurnakan manusia berdasarkan keadaan batin mereka. Sebagian orang mengatakan bahwa mereka tidak mau dipakai oleh Tuhan atau disempurnakan oleh-Nya, bahwa mereka hanya ingin agar daging mereka tetap aman dan tidak menderita kemalangan apa pun. Sebagian orang tidak mau masuk ke dalam kerajaan, tetapi bersedia turun ke dalam jurang maut. Dalam hal itu, Tuhan juga akan memenuhi harapanmu. Apa pun yang engkau kejar, Tuhan akan membuat hal itu terjadi. Jadi, apa yang sedang engkau kejar saat ini? Apakah engkau sedang berusaha untuk disempurnakan? Apakah tindakan dan perilakumu saat ini adalah demi disempurnakan oleh Tuhan dan demi didapatkan oleh-Nya? Engkau harus selalu mengukur dirimu seperti ini dalam kehidupanmu sehari-hari. Jika engkau mencurahkan segenap hatimu ke dalam pengejaran untuk mencapai satu tujuan, Tuhan pasti akan menyempurnakanmu. Seperti inilah jalan Roh Kudus. Jalan di mana Roh Kudus membimbing manusia dicapai melalui pengejaran mereka. Semakin engkau haus untuk disempurnakan dan didapatkan oleh Tuhan, semakin Roh Kudus akan bekerja di dalam dirimu. Semakin engkau gagal mencari, dan semakin engkau negatif dan mundur, semakin Roh Kudus tidak mendapat kesempatan untuk bekerja; seiring berjalannya waktu, Roh Kudus akan meninggalkanmu. Apakah engkau ingin disempurnakan oleh Tuhan? Apakah engkau ingin didapatkan oleh Tuhan? Apakah engkau ingin dipakai oleh Tuhan? Engkau semua harus berusaha melakukan segalanya agar disempurnakan, didapatkan, dan dipakai oleh Tuhan sehingga alam semesta dan segala sesuatu dapat melihat perbuatan Tuhan yang dinyatakan di dalam dirimu. Engkau semua adalah penguasa di antara segala sesuatu, dan di tengah-tengah semua yang ada, engkau akan mengizinkan Tuhan menikmati kesaksian dan kemuliaan melalui dirimu—ini membuktikan bahwa engkau adalah generasi yang paling diberkati!" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Orang-Orang yang Wataknya Telah Berubah adalah Orang yang Telah Masuk ke dalam Kenyataan Firman Tuhan"). "Engkau harus menderita kesukaran demi kebenaran, engkau harus menyerahkan diri kepada kebenaran, engkau harus menanggung penghinaan demi kebenaran, dan untuk memperoleh lebih banyak kebenaran, engkau harus mengalami penderitaan yang lebih besar. Inilah yang harus engkau lakukan. Janganlah membuang kebenaran demi kehidupan keluarga yang damai, dan janganlah kehilangan martabat dan integritas hidupmu demi kesenangan sesaat. Engkau harus mengejar segala yang indah dan baik, dan engkau harus mengejar jalan dalam hidup yang lebih bermakna. Jika engkau menjalani kehidupan yang vulgar dan tidak mengejar tujuan apa pun, bukankah engkau menyia-nyiakan hidupmu? Apa yang dapat engkau peroleh dari kehidupan semacam itu? Engkau harus meninggalkan seluruh kenikmatan daging demi satu kebenaran, dan jangan membuang seluruh kebenaran demi sedikit kenikmatan. Orang-orang seperti ini tidak memiliki integritas atau martabat; keberadaan mereka tidak ada artinya!" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pengalaman Petrus: Pengetahuannya tentang Hajaran dan Penghakiman"). Aku memahami dari firman Tuhan: untuk memperoleh kebenaran dalam tugas, kita harus menyangkali daging dan menerapkan kebenaran, dan kemudian akhirnya akan disempurnakan oleh Tuhan. Inilah cara hidup yang paling bermakna dan berharga. Jika kita meninggalkan kebenaran demi kenyamanan daging yang sementara, kita akan hidup tanpa martabat, kehilangan pekerjaan Roh Kudus, dan akhirnya disingkirkan Tuhan dan kehilangan kesempatan kita untuk diselamatkan. Aku juga memahami bahwa untuk menyelesaikan masalah keinginan akan kenyamanan daging, kita harus memiliki hati yang mengejar kebenaran, sering merenungkan diri ketika sesuatu terjadi, memfokuskan upaya kita pada tugas, dan ketika menghadapi kesulitan, kita mampu menolak daging, menyangkali diri kita sendiri, dan melindungi pekerjaan rumah Tuhan. Seperti inilah cara menerima bimbingan dan pekerjaan Roh Kudus. Begitu aku menyadari hal-hal ini, hatiku terasa terang, dan berjanji akan meninggalkan daging dan mengerahkan segenap upaya dalam tugasku.

Setelah itu, aku dengan sungguh-sungguh memikirkan bagaimana memberitakan Injil dengan baik. Ketika ada prinsip yang tidak jelas bagiku, aku mencari bersama saudara-saudariku, dan meluangkan waktu untuk belajar dengan orang lain. Kemudian, saat ada lebih banyak hal yang harus dilakukan untuk memberitakan Injil, aku tidak lagi merasa itu begitu sulit. Sebaliknya, aku merasa itu adalah hal yang harus kulakukan dan tanggung jawabku. Meskipun sangat sibuk setiap hari, aku merasa diperkaya.

Tanpa diduga, suatu hari, pemimpinku menemuiku dan memintaku untuk kembali ke tugas membuat efek spesial. Ketika mendengar berita itu, aku sangat senang. Selain bersyukur kepada Tuhan, aku tak tahu harus berkata apa. Aku teringat bagaimana dahulu aku memedulikan daging, dan bersikap asal-asalan dalam tugasku, dan merasa sangat berutang budi kepada Tuhan. Aku tidak bisa menebus kesalahan masa laluku, jadi aku hanya bisa membalas kasih Tuhan dalam tugasku sekarang. Kemudian, ketika menghadapi kesulitan dalam tugasku, aku secara sadar berdoa kepada Tuhan dan memikirkan bagaimana cara menyelesaikannya. Suatu kali, salah satu proyek efek spesialku hasilnya kurang baik. dan pemimpin tim serta penanggung jawab tidak tahu cara memperbaikinya. Aku juga terjebak dalam kesulitan dan tidak tahu bagaimana mulai memperbaikinya. Kupikir, "Jika aku terus berusaha memperbaikinya, menghabiskan waktuku, dan mengerjakan hal ini, aku tidak tahu apakah aku mampu memperbaikinya atau tidak, jadi mungkin orang lain yang harus mengerjakan ini." Aku sadar pemikiran itu berarti aku kembali berusaha menghindari kesulitan, jadi aku segera berdoa. Aku teringat firman Tuhan, "Ketika sebuah tugas ada di hadapanmu, dan itu dipercayakan kepadamu, jangan berpikir tentang bagaimana menghindari kesulitan; jika ada sesuatu yang sulit, jangan terlebih dahulu mengesampingkannya dan mengabaikannya. Engkau harus menghadapinya secara langsung. Engkau harus selalu ingat bahwa Tuhan menyertaimu, bahwa bersama Tuhan, tidak ada yang sukar. Engkau harus memiliki keyakinan ini" ("Bagaimana Mengatasi Masalah Mengenai Bersikap Sembrono dan Acuh Tak Acuh Saat Melaksanakan Tugasmu" dalam "Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Firman Tuhan memberiku jalan penerapan. Apa pun masalah dan kesulitan yang kita hadapi dalam tugas, kita harus mengandalkan Tuhan untuk mencari cara menyelesaikannya. Kita tidak boleh berusaha menghindari kesulitan atau mundur dari tugas kita karena penderitaan daging. Itu berarti pengkhianatan dan ketidaksetiaan kepada Tuhan. Setelah menyadari hal ini, aku berjanji pada diriku sendiri bahwa kali ini, aku akan mengandalkan Tuhan, meninggalkan daging, dan berupaya memperbaikinya. Jadi, aku menenangkan diri dan terus merevisinya, dan akhirnya membuat perbaikan yang diperlukan. Setelah menontonnya, semua orang merasa hasilnya bagus dan tidak ada masukan. Setelah melakukan penerapan seperti ini, hatiku menjadi damai dan tenteram. Aku merasa bahwa membayar harga dalam tugasku benar-benar merupakan berkat dari Tuhan. Syukur kepada Tuhan!

Jika Tuhan telah membantu Anda, apakah Anda mau belajar firman Tuhan, mendekat kepada Tuhan dan terima berkat Tuhan?

Konten Terkait

Kelahiran Kembali

Oleh Saudara Yang Zheng, Provinsi Heilongjiang Aku dilahirkan dalam keluarga miskin di pedesaan yang pemikirannya terbelakang. Sejak muda...