Kesadaran Setelah Ditangani

24 November 2022

Oleh Saudari Liang Xin, Spanyol

Pada akhir 2020, aku bertanggung jawab menyiram petobat baru di gereja. Awalnya jumlah mereka tak banyak, jadi apa pun masalah yang mereka hadapi, aku sebaik mungkin membantu selama mereka bicara denganku. Saat aku tak bisa menyelesaikan sesuatu, aku akan mencari pemimpin. Takut jika orang percaya baru tak disiram dengan baik, mereka tak akan kukuh. Kemudian, jumlah anggota baru terus bertambah, jadi pemimpin menugaskan dua saudari lain untuk bekerja denganku, dan tiap orang ditugaskan menyirami orang percaya baru tertentu. Beberapa kali, sejumlah petobat baru mendatangiku untuk membicarakan masalah. Kulihat itu tanggung jawab para saudari lain, dan kupikir waktuku terbatas, jika aku membantu mereka, bukankah itu akan menghalangiku menyirami orang percaya baru bimbinganku? Karena petobat baru itu tanggung jawab para saudari, merekalah yang seharusnya menangani ini. Itu bukan masalahku. Jadi, aku tak bersekutu dengan petobat baru itu. Jika pun bersekutu, itu asal-asalan, hanya sekenanya. Tak lama kemudian aku mengetahui beberapa dari mereka tak menghadiri pertemuan seminggu penuh karena tak dimasukkan ke kelompok, dan beberapa tak ikut pertemuan karena gagasan mereka belum diselesaikan melalui persekutuan. Aku sedih mendengar itu. Aku sadar itu karena aku tak bertanggung jawab dan tak peduli dengan mereka, tapi aku tak merenungkan diri atau coba memahami masalahku. Tak lama, beberapa orang percaya baru yang ada di bawah kedua saudari itu merasa sedih karena kesulitan dalam hidup dan berhenti menghadiri pertemuan. Karena aku lebih mengenal mereka, pemimpin memintaku membantu mereka. Aku tak ingin melakukannya. Kini mereka adalah tanggung jawab para saudari lain, jika aku menyempatkan mendukung mereka, itu akan memengaruhi hasil pekerjaanku. Makin memikirkannya, makin aku merasa dirugikan, lalu mencari alasan untuk menolak. Aku bilang terlalu sibuk untuk menerima petobat baru tambahan.

Kemudian, pemimpin memeriksa kemajuan pekerjaan kami dan bertanya kenapa beberapa petobat baru belum dimasukkan ke kelompok, banyak dari mereka juga tak ikut pertemuan. Dia ingin tahu alasannya. Aku bicara dengan percaya diri, "Aku sudah bicara dengan saudari lain tentang ini, tapi mereka tak segera menanganinya." Pemimpin lalu bertanya kepadaku, "Apa itu sepenuhnya tanggung jawab mereka dan tak ada hubungannya denganmu?" Aku masih membela diri: Aku tak melakukan kesalahan—aku menangani semua tanggung jawabku, juga telah menyerahkan orang-orang percaya baru itu kepada kedua saudari. Itu bukan lingkup tanggung jawabku. Wajar jika aku tak memedulikan mereka. Pemimpin mengkritikku egois dan hanya mengurus pekerjaan sendiri dalam tugasku. Ada masalah dengan pekerjaan saudari lain, tapi aku tak menangani padahal menyadarinya, akibatnya banyak orang percaya baru tak ikut pertemuan. Itu tak bertanggung jawab. Dia menyuruhku menghentikan sementara tugasku untuk merenungkan masalah pribadiku. Aku sangat kaget saat itu. Saat itu, aku tak bisa menerima kenyataan. Apa hanya aku yang bersalah saat beberapa petobat baru tak menghadiri pertemuan? Para saudari lain bertanggung jawab menyirami mereka saat itu. Seharusnya bukan aku yang disalahkan untuk itu. Aku sengsara tanpa tugas dan tak bisa menahan air mata. Selama beberapa hari, aku sengsara, seolah ada pisau yang menghujam jantungku. Aku terus berdoa, memanggil Tuhan, merenungkan diri.

Dalam pencarianku, aku membaca kutipan firman Tuhan ini: "Apa pun yang kaupikirkan, jika engkau tidak menerapkan kebenaran, engkau tidak memiliki kesetiaan, dan pertimbangan pribadimu selalu terlibat, dan engkau selalu memiliki pemikiran dan gagasanmu sendiri. Tuhan melihat hal-hal ini, Tuhan tahu—apa menurutmu Tuhan tidak tahu? Engkau sangat bodoh. Dan jika engkau tidak segera bertobat, engkau akan kehilangan pekerjaan Tuhan. Mengapa engkau akan kehilangan itu? Karena Tuhan menyelidiki lubuk hati manusia. Dia melihat, dengan sangat jelas, semua rencana licik dan tipu muslihat yang mereka miliki, dan Dia tahu bahwa hati mereka terpisah dari-Nya, bahwa mereka tidak sehati dengan-Nya. Hal apa yang terutama mereka sembunyikan dari Tuhan di dalam hati mereka? Pemikiran mereka, kepentingan dan reputasi mereka, serta rencana kecil mereka sendiri. Ketika ada hal-hal di dalam hati manusia yang memisahkan mereka dari Tuhan, dan mereka selalu disibukkan dengan hal-hal ini, selalu berencana licik, maka ini adalah masalah. Jika engkau memiliki kualitas yang rendah dan pengalaman yang sedikit, tetapi mau mengejar kebenaran dan selalu sehati dengan Tuhan, jika engkau dapat melakukan yang terbaik terhadap apa yang Tuhan percayakan kepadamu tanpa menggunakan rencana-rencana picik, maka Tuhan akan melihat hal ini. Jika hatimu selalu terpisah dari Tuhan, jika engkau selalu memendam pemikiran picik, selalu hidup untuk kepentingan dan reputasimu sendiri, selalu memperhitungkan hal-hal ini dalam hatimu, dikuasai olehnya, maka Tuhan tidak akan memperkenan dirimu, dan Dia tidak akan mencerahkan, menerangi, atau mengakuimu, dan hatimu akan menjadi semakin gelap, yang berarti ketika engkau melaksanakan tugasmu atau melakukan sesuatu, engkau akan mengacaukannya, dan itu akan menjadi sia-sia. Itu karena engkau begitu egois dan keji, dan selalu berencana licik untuk kepentinganmu sendiri, serta tidak tulus terhadap Tuhan, itu karena engkau berani bersikap licik dan mencoba menipu Tuhan, dan engkau bukan saja tidak menerima kebenaran, tetapi juga licik dalam melaksanakan tugasmu—yang berarti engkau tidak sungguh-sungguh mengorbankan dirimu bagi Tuhan. Jika engkau tidak melaksanakan tugasmu dengan segenap hati, dan hanya melakukan sedikit usaha, menggunakannya sebagai kesempatan untuk mendapatkan lebih banyak manfaat, untuk secara licik mendapatkan status dan reputasi bagi dirimu sendiri, dan jika engkau tidak menerima dan tidak taat ketika dirimu dipangkas dan ditangani, kemungkinan besar engkau akan menyinggung watak Tuhan. Tuhan melihat lubuk hati manusia: jika engkau tidak bertobat, engkau akan berada dalam bahaya, dan kemungkinan besar akan diusir oleh Tuhan, dan jika itu yang terjadi, engkau tak akan pernah lagi memiliki kesempatan untuk menerima perkenanan Tuhan" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Terpenting dari Percaya kepada Tuhan adalah Menerapkan Kebenaran"). Firman Tuhan mengungkapkan keadaanku yang sebenarnya. Dalam tugas, aku berhitung dengan Tuhan, bersiasat demi kepentingan sendiri. Aku sangat senang mengerjakan yang akan menguntungkanku, tapi jika tidak, aku tak bersungguh-sungguh. Aku sangat fokus menyirami orang percaya baru yang menjadi tanggung jawabku, takut mereka keluar jika tak kusirami dengan baik, tapi aku tak memikirkan orang yang bukan tanggung jawabku. Kupikir karena mereka tanggung jawab saudari lain, jika tak disiram dengan baik dan punya masalah, itu tak ada hubungannya denganku, jadi aku tak perlu bertanggung jawab untuk itu dan kepentinganku aman. Saat orang percaya baru itu mencariku untuk membicarakan masalah mereka, karena bukan tanggung jawabku, aku tak ingin bersekutu dengan mereka. Jika memberi sedikit bantuan pun, aku hanya sekenanya. Pemimpin melihat mereka tak rutin menghadiri pertemuan dan memintaku mendukung mereka, tapi aku mencari alasan untuk tak melakukan itu. Aku tak memikirkan cara menyirami petobat baru dengan baik agar mereka bisa teguh di jalan yang benar sesegera mungkin. Aku hanya memikirkan kepentingan sendiri, tak memikirkan kehendak Tuhan. Aku sangat egois dan keji! Aku jelas-jelas membatasi pekerjaan kami, tanggung jawab kami. Kupikir mengabaikan apa pun di luar tanggung jawabku itu wajar, dan masalah apa pun tak ada hubungannya denganku. Aku seperti orang tak percaya yang bekerja untuk bos, seolah-olah dibayar berdasarkan pekerjaan yang kulakukan. Aku hanya memikirkan kepentingan sendiri dan tak ingin melakukan apa-apa lagi. Aku tak mau mengerahkan upaya ekstra. Bagaimana itu bisa disebut melakukan tugas? Aku hanya pelaku pelayanan. Sikapku benar-benar menjijikan bagi Tuhan. Beberapa petobat baru tak bisa menemukan kelompok pertemuan dan tampak sangat cemas, seperti anak kecil yang tersesat. Mereka mencariku, aku seharusnya membantu mencarikan kelompok, dan bersekutu tentang masalah mereka. Aku justru dengan egois sibuk mengurusi tugas sendiri dan mengabaikan mereka, akibatnya para petobat baru itu tak menghadiri pertemuan. Pikiran ini membuatku sangat menyesal dan menyalahkan diri sendiri, juga merasa tak punya kemanusiaan. Dipangkas, ditangani, dan tugasku ditangguhkan adalah kebenaran Tuhan.

Aku kemudian menonton video kesaksian yang mengutip firman Tuhan yang membantuku memahami diriku. "Antikristus tidak memiliki hati nurani, nalar, ataupun kemanusiaan. Mereka bukan saja tidak tahu malu, tetapi mereka juga memiliki ciri lain: mereka sangat egois dan keji. Arti harfiah dari 'keegoisan dan kekejian' mereka tidak sulit untuk dipahami: mereka buta terhadap apa pun kecuali kepentingan mereka sendiri. Apa pun yang menyangkut kepentingan mereka sendiri mendapat perhatian penuh, dan mereka rela menderita karenanya, membayar harga, mengerahkan perhatian ke dalamnya, mengabdikan diri mereka untuk hal itu. Apa pun yang tidak berkaitan dengan kepentingan diri mereka sendiri, mereka akan berpura-pura tidak tahu dan tidak memperhatikan; orang lain dapat melakukan apa pun sesuka hati mereka—mereka tidak peduli jika ada yang memecah belah atau mengganggu, dan bagi mereka, ini tidak ada kaitannya dengan mereka. Bahasa halusnya, mereka memedulikan urusan mereka sendiri. Namun, adalah lebih tepat untuk mengatakan bahwa orang semacam ini keji, kotor, menjijikkan; kita mendefinisikan mereka sebagai 'egois dan keji'. ... Pekerjaan apa pun yang mereka lakukan, orang yang adalah antikristus tidak pernah memikirkan kepentingan rumah Tuhan. Mereka hanya mempertimbangkan apakah kepentingan mereka sendiri akan terpengaruh, hanya memikirkan sedikit pekerjaan di depan mereka yang menguntungkan mereka. Bagi mereka, pekerjaan utama gereja hanyalah sesuatu yang mereka lakukan di waktu luang mereka. Mereka sama sekali tidak menganggapnya serius. Mereka hanya melakukan upaya asal-asalan, hanya melakukan apa yang mereka suka, dan hanya melakukan pekerjaan mempertahankan kedudukan dan kekuasaan mereka sendiri. Di mata mereka, pekerjaan apa pun yang diatur oleh rumah Tuhan, pekerjaan mengabarkan Injil, dan jalan masuk kehidupan umat pilihan Tuhan, semua itu tidak penting. Apa pun kesulitan yang orang lain hadapi dalam pekerjaan mereka, masalah apa pun yang mereka identifikasi dan laporkan kepada para antikristus, setulus apa pun perkataan mereka, para antikristus mengabaikannya, mereka tidak mau terlibat, seolah-olah hal ini tidak ada hubungannya dengan mereka. Mereka sama sekali tidak peduli dengan urusan gereja, sebesar apa pun urusan ini. Bahkan ketika masalah tersebut berada tepat di hadapan mereka, mereka hanya menanganinya dengan asal-asalan. Hanya jika mereka langsung ditangani oleh Yang di Atas dan diperintahkan untuk menyelesaikan masalah, barulah mereka akan dengan enggan melakukan sedikit pekerjaan nyata dan memberi kepada Yang di Atas sesuatu untuk dilihat; segera setelah itu, mereka akan melanjutkan urusan mereka sendiri. Terhadap pekerjaan gereja, terhadap hal-hal penting dengan konteks yang lebih luas, mereka tidak tertarik, melalaikannya. Mereka bahkan mengabaikan masalah-masalah yang mereka temukan, dan memberikan jawaban seadanya atau menggunakan perkataan mereka untuk mengabaikanmu ketika ditanyakan tentang masalah-masalah, hanya menanggapinya dengan sangat enggan. Ini adalah perwujudan dari keegoisan dan kekejian, bukan?" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, "Lampiran Empat: Meringkas Karakter Para Antikristus dan Esensi Watak Mereka (Bagian Satu)"). Kutipan firman Tuhan ini menyentuh hatiku. Tindak tandukku seperti antikristus, sangat egois dan keji, hanya memikirkan kepentingan sendiri dalam segala hal. Saat petobat baru tak datang ke pertemuan, jika itu memengaruhi hasilku, semahal apa pun aku harus membayar, sekeras apa pun bekerja, aku dengan senang menyirami dan mendukung mereka, juga tak pernah lelah. Namun, saat melihat orang percaya baru bimbingan saudari lain tak bisa menemukan kelompok pertemuan, itu bisa kuselesaikan dengan mudah, tapi aku tak melakukannya. Aku sadar telah begitu dalam dirusak Iblis, dan "Tiap orang memperjuangkan kepentingannya sendiri," "Jangan urusi pekerjaan orang lain," dan "Jangan pernah bekerja tanpa upah" adalah racun iblis yang menjadi pedomanku. Aku egois, keji, dan sangat perhitungan. Orang percaya baru itu baru menerima pekerjaan Tuhan pada akhir zaman dan menghadapi segala macam pencobaan. Mereka tak punya pendukung dan pertemuan untuk dihadiri. Mereka bisa kapan pun diambil oleh Iblis. Jadi, menyiram petobat baru dengan baik adalah pekerjaan penting bagi rumah Tuhan. Tidak mudah bagi siapa pun untuk datang ke hadapan Tuhan. Kita tak tahu berapa banyak pengorbanan Tuhan hanya untuk menyelamatkan satu orang. Seseorang yang punya nurani dan kemanusiaan khawatir saat melihat petobat baru tak menghadiri pertemuan. Memikirkan cara mendukung petobat baru bersama-sama, satu hati dan pikiran, agar mereka bisa memahami kebenaran dan mantap di jalan yang benar secepat mungkin. Namun, aku memprioritaskan kepentingan sendiri dan tak peduli tentang petobat baru yang tak menghadiri pertemuan secara normal. Tak mau meluangkan waktu sedikit pun untuk membantu mereka. Bagaimana aku bisa disebut memikirkan kehendak Tuhan? Aku dikritik, tapi tetap tak mengenal diri sendiri, dan dengan gegabah melalaikan tanggung jawabku. Aku pun sadar aku tak punya hati nurani, benar-benar dingin dan tak berperasaan. Kupikir aku bertindak pintar dengan hanya mengurusi tanggung jawabku dan memastikan hasil sendiri, bahwa aku tak akan dipecat. Aku sangat tak masuk akal. Tuhan melihat niat dalam tindakan seseorang, apa mereka benar-benar berkorban untuk Tuhan, menjunjung pekerjaan gereja dan memikirkan kehendak Tuhan, tak hanya melihat hasil di permukaan. Jika kau selalu menjunjung kepentingan pribadi dalam tugas, meski bisa menderita dan membayar mahal, jika watak rusakmu tak berubah, kau akan disingkap dan diusir oleh Tuhan pada akhirnya. Aku tak memahami kehendak atau watak Tuhan. Untuk melindungi diri, aku bersiasat, dan hanya peduli dengan pekerjaan sendiri, menghambat dan menyakiti para orang percaya baru ini. Perhitungan dan niat jahatku tak bisa lolos dari pengawasan Tuhan. Pada akhirnya, aku tak melindungi diri, justru disingkap dan diberhentikan. Watak benar Tuhan menjamahku—aku menuai yang kutabur. Aku dipenuhi penyesalan dan membenci diriku karena egois. Aku berdoa kepada Tuhan, "Tuhan Yang Mahakuasa, aku hanya memikirkan kepentingan pribadi dalam tindakanku, sehingga orang percaya baru tak menghadiri pertemuan. Aku tak punya kemanusiaan dan pantas dihukum. Diberhentikan adalah kebenaran-Mu dan terlebih lagi, kasih-Mu. Aku ingin bertobat kepada-Mu, mendukung dan membantu para orang percaya baru ini agar mereka bisa menjalani kehidupan gereja sesegera mungkin."

Setelah itu, aku bekerja dengan dua saudari itu untuk mendukung petobat baru yang tak menghadiri pertemuan. Kami mendapati beberapa orang percaya baru mengalami kesulitan dalam hidup mereka, dan kami membantu mereka dengan persekutuan tentang firman Tuhan. Keadaan mereka jauh lebih baik, kiga ingin berperan dalam kehidupan gereja. Dibantu dan didukung oleh persekutuan, beberapa petobat baru lain ingin ikut pertemuan lagi. Aku sangat senang. Aku juga memberi tahu para saudari yang bekerja denganku, setiap kali orang percaya baru tak menghadiri pertemuan secara normal atau hilang kontak, mereka harus segera memberitahuku agar aku bisa menyirami dan mendukung mereka. Menerapkan ini membuatku lebih tenang. Setelah beberapa hari, pemimpin bilang aku bisa bertanggung jawab untuk menyirami orang percaya baru lagi. Aku tak bisa menahan tangis saat mendengar berita itu. Aku telah sangat tak bertanggung jawab terhadap saudara-saudari, sangat egois, tapi gereja memberiku kesempatan lain untuk mengemban tugas itu. Aku sangat berterima kasih kepada Tuhan atas belas kasih-Nya!

Aku membaca ini dalam firman Tuhan: "Ketika engkau mendapati suatu masalah, lihatlah terlebih dahulu apakah engkau bisa menyelesaikannya sendiri. Jika bisa, atasi masalah itu dan berikan perhatianmu sampai akhir. Selesaikan masalahnya; penuhi tanggung jawabmu dengan baik, agar engkau dapat mempertanggungjawabkannya di hadapan Tuhan. Inilah yang dimaksud dengan orang melaksanakan tugasnya, bertindak dan berperilaku dengan sikap yang rendah hati. Jika engkau tak mampu menyelesaikan masalahnya, laporkan kepada seorang pemimpin dan carilah orang yang tepat yang mampu menyelesaikan masalah ini. Engkau harus terlebih dahulu memenuhi tanggung jawabmu sendiri. Dengan melakukan itu, engkau akan menjaga tugasmu dan menempati posisi yang benar. Jika, setelah mendapati suatu masalah, engkau tak mampu menyelesaikannya tetapi melaporkannya kepada pemimpin, engkau telah memenuhi tanggung jawab pertamamu. Jika engkau merasa masalah ini adalah tugas yang harus kaulakukan dan engkau sanggup melakukannya, maka engkau harus mencari bantuan saudara-saudarimu. Mulailah dengan bersekutu tentang prinsip-prinsip dan tentukan solusinya, kemudian bekerja samalah secara harmonis dengan mereka untuk melakukan hal itu sampai selesai. Inilah tanggung jawab keduamu. Jika engkau mampu memikul kedua tanggung jawab ini, berarti engkau memuaskan sebagai makhluk ciptaan, dan engkau akan melakukan tugasmu dengan baik. Tugas manusia tidak lebih dari dua hal ini. Jika engkau mampu menangani semua yang kaulihat dan dapat kautangani, serta melaksanakan tugasmu dengan baik, engkau akan selaras dengan kehendak Tuhan" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, "Bab Empat: Mereka Meninggikan dan Memberi Kesaksian tentang Diri Mereka Sendiri"). Firman Tuhan sangat jelas. Di rumah Tuhan, meski semua orang punya tugas berbeda dan tanggung jawab kita terbagi, ada berbagai pekerjaan, tapi satu keluarga. Sesuatu mungkin bukan termasuk tanggung jawabmu, tapi jika melihat masalah, lakukanlah yang harus kau lakukan. Pikirkan cara bekerja dengan saudara-saudari agar pekerjaan gereja tak terpengaruh. Jika tak bisa menyelesaikan masalah sendiri, bekerja samalah dengan saudara-saudari lain atau beri tahu pemimpin tentang itu untuk menjunjung pekerjaan gereja dan melakukan tugasmu. Jika kau melihat masalah, tapi diam, tak peduli, kau hanya karyawan, pelaku pelayanan, bukan anggota keluarga Tuhan. Saat menyadari itu, aku berdoa kepada Tuhan di dalam hati, siap melakukan tugas dengan teguh sesuai tuntutan Tuhan.

Aku ingat, ada orang percaya baru yang dulu rutin menghadiri pertemuan, lalu berhenti datang—kami tak tahu kenapa. Kami tak bisa menghubungi dia. Kemudian suatu malam, dia tiba-tiba mengirimiku pesan, menanyakan kabarku. Kupikir menghubungi dia sangat sulit, aku harus manfaatkan ini untuk mengobrol dengannya, melihat apa dia punya masalah. Namun, kupikir aku sibuk menyiapkan materi pertemuan dan waktuku terbatas. Jika aku menghabiskan waktu untuk mendukungnya, itu bisa menghambat pekerjaanku. Aku berpikir untuk meminta orang lain bicara dengannya, dan lagi pula, aku tak bertanggung jawab atas dia. Pikiranku pun akan damai untuk melakukan yang kuperlukan. Memikirkan ini, aku sadar menghindari ini artinya egois dan tak bertanggung jawab lagi. Saudari ini berusaha menghubungiku, jadi aku harus gunakan kesempatan ini untuk membantu dan mendukungnya. Jadi, aku membuat panggilan video. Dalam obrolan kami, aku mengetahui suaminya menentang dia menghadiri pertemuan. Dia merasa terkekang dan keadaannya terpengaruh, jadi dia berhenti ikut pertemuan. Aku mencari beberapa firman Tuhan yang membahas keadaan dia untuk dikirim kepadanya, lalu bersekutu tentang kehendak Tuhan. Aku juga mendorongnya agar bersandar kepada Tuhan untuk melewati situasi ini. Membaca firman Tuhan membuatnya tersenyum, dan dia yakin bisa melewati ini. Dia juga bilang firman Tuhan itu adalah yang dia butuhkan dan akhirnya menyatakan keinginan untuk ikut pertemuan lagi. Saat dia mengatakan itu, aku merasa senang, tapi juga mencela diriku. Mencela diri karena hanya memikirkan kepentingan sendiri. Aku hampir melalaikan tanggung jawabku dan mengabaikan dia. Senang karena setidaknya bisa melakukan yang harus kulakukan, berbagi firman Tuhan dengannya. Firman Tuhanlah yang memberi dia keyakinan, memberinya jalan penerapan agar bebas dari kekangan suaminya. Aku akhirnya menerapkan kebenaran—aku merasakan kedamaian batin. Sikapku jauh lebih baik saat menghadapi situasi yang sama setelah itu. Aku berhenti menghitung keuntungan dan kerugian, serta mengerahkan seluruh kemampuanku selama aku mampu. Ditangani adalah kesempatan baik bagi kita untuk masuk ke dalam kehidupan. Berkat ditangani serta makan dan minum firman Tuhan, aku belajar sedikit tentang diriku, juga mulai memenuhi tanggung jawabku. Syukur kepada Tuhan!

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait