Pemalsuan dalam Pengorbananku untuk Tuhan

21 Januari 2022

Oleh Saudari Jiang Ping, Tiongkok

Suatu hari di bulan April lalu, tiba-tiba aku merasakan nyeri punggung sangat parah di sisi kanan. Kupikir itu mungkin terkilir, jadi aku tidak terlalu memikirkannya, berpikir bisa menempelkan koyok, dan akan baik-baik saja. Namun, koyok itu tidak berpengaruh. Nyeri punggungku makin parah. Itu seperti ditusuk jarum—rasa sakitnya menusuk dari dada sampai punggung. Saat bertambah buruk, rasanya seperti sesuatu mencakar daging dan tulangku. Rasa sakitnya begitu kuat, sampai tidak bisa menggambarkannya. Bahkan terlalu sakit untuk tidur di beberapa malam. Aku merasa fisikku tidak bisa menahannya lagi dan ingin pergi ke dokter, tetapi aku baru mengatur pertemuan untuk membagikan Injil kepada beberapa orang. Pergi ke dokter pasti akan menunda itu. Kuputuskan pergi beberapa hari lagi setelah bertemu dengan mereka, dan selain itu, semuanya ada di tangan Tuhan. Aku hanya perlu terus melakukan tugas dan mungkin merasa lebih baik setelah beberapa hari. Aku menguatkan diri menghadapi rasa sakit dan pergi ke rumah sakit setelah pertemuan itu. Dokter yang kutemui berkata kepadaku dengan sangat serius, "Kenapa menunggu begitu lama untuk datang? Ini bukan masalah kecil. Ini herpes zoster yang disebabkan virus dan ini herpes zoster internal. Itu sudah terlihat di kulit. Jika tidak segera dirawat dan virus masuk ke sumsum tulangmu, itu bahkan bisa berakibat fatal." Aku sangat terkejut. Aku tidak pernah membayangkan itu sesuatu yang sangat serius, bahkan bisa merenggut nyawaku. Kupikir, "Aku telah giat membagikan Injil dan melakukan tugasku beberapa tahun terakhir ini, bagaimana ini bisa terjadi kepadaku? Aku juga telah meninggalkan rumah dan karier untuk melakukan tugasku, serta menderita dan membayar harga. Aku tidak pernah mengkhianati Tuhan, bahkan saat ditangkap dan disiksa secara brutal oleh Partai Komunis. Aku terus melakukan tugas setelah dipenjara. Kenapa Tuhan tidak melindungiku?" Aku makin kesal saat memikirkannya. Aku menahan air mata dan merasakan kehampaan di hatiku. Ini kondisi kronis, jadi pengendaliaannya hanya bisa dengan obat-obatan. Situasi di gereja juga cukup sibuk, jadi aku terus melakukan tugas saat dalam pengobatan. Saat pergi naik sepeda, setiap gundukan di jalan akan membuatku kesakitan. Terkadang aku bercucur keringat, ada kalanya dihantam rasa sakit yang tiba-tiba, dan bahkan tidak bisa duduk diam. Aku akan berbaring saat pulang dari tugasku, merasa tidak punya sedikit pun kekuatan dan tidak bisa bicara.

Aku tahu ini terjadi kepadaku atas izin Tuhan. Aku berdoa dan mencari, merenungkan apa ada tindakanku yang tidak sejalan dengan kehendak Tuhan, tetapi aku masih berpegang teguh pada secercah harapan bahwa selama aku melihat kesalahanku dan terus melakukan tugas, Tuhan mungkin akan menyembuhkanku. Namun, dua bulan berlalu dalam sekejap, dan aku tidak membaik. Aku merasa khawatir. Aku sudah sakit begitu lama—bagaimana jika itu tidak akan pulih? Aku juga tidak pernah berhenti melakukan tugas. Aku terus membagikan Injil bahkan saat sakit, kenapa Tuhan tidak menyembuhkanku? Aku merasa lebih dizalimi dan makin kesal saat memikirkannya. Jika tidak pernah pulih, mungkin ada saatnya aku bahkan tidak bisa melakukan tugas lagi. Aku tidak akan bisa melakukan perbuatan baik, bagaimana aku bisa diselamatkan? Aku bertanya-tanya apakah semua yang telah kukorbankan bertahun-tahun akan sia-sia. Kupikir harus menghemat energi untuk kesehatanku dan melihat keadaannya. Aku tidak bekerja sepenuh hati dalam tugasku setelah itu. Dalam pertemuan kelompok, aku hanya bertanya sekenanya tentang target penginjilan potensial, jika tidak ada yang butuh bantuanku, aku akan pulang dan istirahat. Aku sangat takut membuat diriku lelah dan makin sakit. Selama waktu itu, aku begitu disibukkan dengan penyakitku dan benar-benar depresi. Aku tidak mendapatkan terang apa pun dari firman Tuhan, dan persekutuanku dalam perkumpulan sangat kering. Aku merasa sangat jauh dari Tuhan. Dalam rasa sakit, aku berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan! Aku benar-benar sengsara dan merasa sangat lemah. Aku tidak punya motivasi untuk tugasku dan bahkan membenci-Mu. Tolong bimbing aku untuk memahami kehendak-Mu. Aku ingin tunduk, merenungkan diri, dan mengambil pelajaran."

Aku membaca kutipan firman Tuhan ini dalam pencarianku: "Pertama, ketika orang mulai percaya kepada Tuhan, siapa di antara mereka yang tidak memiliki tujuan, motivasi, dan ambisi mereka sendiri? Meskipun satu bagian dari mereka percaya akan keberadaan Tuhan, dan telah melihat keberadaan Tuhan, kepercayaan mereka kepada Tuhan masih mengandung motivasi tersebut, dan tujuan utama mereka percaya kepada Tuhan adalah untuk menerima berkat-Nya dan hal-hal yang mereka inginkan. ... Setiap orang selalu membuat perhitungan semacam itu dalam hati mereka, dan mereka mengajukan tuntutan kepada Tuhan yang mengandung motivasi, ambisi, dan mentalitas bertransaksi mereka. Dengan kata lain, dalam hatinya, manusia terus-menerus menguji Tuhan, selalu menyusun rencana tentang Tuhan, dan selalu memperdebatkan kasus untuk akhir pribadinya sendiri dengan Tuhan, dan mencoba untuk mengeluarkan pernyataan dari Tuhan, melihat apakah Tuhan dapat memberikan kepadanya apa yang dia inginkan atau tidak. Pada saat yang sama ketika mengejar Tuhan, manusia tidak memperlakukan Tuhan sebagai Tuhan. Manusia telah selalu berusaha membuat kesepakatan dengan Tuhan, mengajukan tuntutan kepada-Nya tanpa henti, dan bahkan menekan-Nya di setiap langkah, berusaha meminta lebih banyak setelah diberi sedikit, seperti kata pepatah: diberi hati minta jantung. Pada saat bersamaan saat mencoba bertransaksi dengan Tuhan, manusia juga berdebat dengan-Nya, dan bahkan ada orang-orang yang, ketika ujian menimpa mereka atau mereka mendapati diri mereka berada dalam situasi tertentu, sering kali menjadi lemah, pasif serta kendur dalam pekerjaan mereka, dan penuh keluhan akan Tuhan. Dari waktu saat manusia pertama kali mulai percaya kepada Tuhan, dia telah menganggap Tuhan berlimpah ruah, sama seperti pisau Swiss Army, dan dia menganggap dirinya sendiri sebagai kreditur terbesar Tuhan, seolah-olah berusaha mendapatkan berkat dan janji dari Tuhan adalah hak dan kewajiban yang melekat pada dirinya, sementara tanggung jawab Tuhan adalah melindungi dan memelihara manusia, serta membekalinya. Seperti inilah pemahaman dasar tentang 'percaya kepada Tuhan' dari semua orang yang percaya kepada Tuhan, dan seperti inilah pemahaman terdalam mereka tentang konsep kepercayaan kepada Tuhan" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II"). Aku merasa sangat bersalah saat merenungkan firman Tuhan. Aku tidak memperlakukan Tuhan sebagai Tuhan dalam imanku, justru hanya ingin berkat dari-Nya. Aku memperlakukan Tuhan seperti pisau Swiss Army, seperti setumpuk harta sejak menjadi orang percaya, berpikir asalkan terus mengorbankan diri untuk Tuhan, Dia pasti akan membuatku aman dan sehat, bahwa aku tidak akan pernah menghadapi penyakit atau tragedi, dan akan lolos dari segala macam bencana. Aku akan diselamatkan, dengan tempat tujuan yang indah. Aku telah meninggalkan keluarga dan karier untuk melakukan tugas selama bertahun-tahun, telah menderita dan banyak berkorban, juga tidak pernah mundur, bahkan saat ditangkap dan disiksa PKT. Namun, saat sakit, terutama saat melihat kesehatanku tak kunjung membaik, aku menyalahkan Tuhan dan mencoba bernalar dengan-Nya. Aku menghitung semua penderitaanku, berpikir semua yang kuberikan sia-sia, dan mulai enggan dalam tugasku. Aku melihat imanku selama bertahun-tahun bukanlah untuk mendapatkan kebenaran dan menaati Tuhan, tetapi menukar penderitaan dan kerja kerasku dengan kasih karunia dan berkat Tuhan. Aku ingin terapkan sudut pandang transaksional manusia kepada Tuhan. Bukankah itu menipu dan memanfaatkan Tuhan? Aku sangat egois dan tercela! Aku berpikir tentang Tuhan yang menyelamatkan umat manusia. Dia memberi kita begitu banyak firman untuk menopang kita, bahkan mengatur segala macam situasi agar kita mengalami pekerjaan-Nya sehingga bisa menyingkirkan kerusakan dan diselamatkan. Namun, aku tidak tahu harus membalas kasih Tuhan. Aku justru hanya memanfaatkan Tuhan dan selalu menghitung. Saat Dia tidak melakukan yang kuinginkan, aku mulai asal-asalan dalam tugasku dan tidak peduli. Aku sama sekali tidak tulus kepada Tuhan. Aku sungguh tidak punya hati nurani atau nalar! Aku datang ke hadapan Tuhan dan berdoa, "Tuhan, aku telah memanfaatkan dan menipu-Mu dalam imanku. Aku sangat egois dan hina. Aku bahkan bukan manusia! Tuhan, aku ingin bertobat kepada-Mu. Tolong bimbing aku."

Aku membaca sebuah kutipan dari "Hanya dengan Sering Merenungkan Kebenaran Engkau Dapat Memiliki Jalan untuk Maju": "Dalam banyak kasus, ujian Tuhan adalah beban yang Dia berikan kepada manusia. Seberat apa pun beban yang Tuhan berikan kepadamu, engkau harus memikulnya karena Tuhan memahamimu, dan tahu bahwa engkau akan sanggup menanggungnya. Beban yang Tuhan berikan kepadamu tidak akan melebihi tingkat pertumbuhan atau batas ketahananmu, jadi tidak diragukan bahwa engkau pasti akan sanggup menanggungnya. Apa pun jenis beban atau ujian yang Tuhan berikan kepadamu, ingatlah satu hal: setelah berdoa, entah engkau memahami kehendak Tuhan atau tidak, entah engkau memperoleh pencerahan dan penerangan Roh Kudus atau tidak, dan apakah ujian ini adalah Tuhan yang sedang mendisiplinkan atau memberimu peringatan, tidak masalah jika engkau tidak memahaminya. Selama engkau tidak berhenti melaksanakan tugas yang harus kaulaksanakan, dan dapat melaksanakan tugasmu dengan setia, Tuhan akan dipuaskan dan engkau akan berdiri teguh dalam kesaksianmu. ... Jika, dalam imanmu kepada Tuhan dan pengejaran kebenaran, engkau dapat berkata, 'Apa pun penyakit atau kejadian tidak menyenangkan yang Tuhan ijinkan untuk menimpaku—apa pun yang Tuhan lakukan—aku harus taat dan tetap pada posisiku sebagai makhluk ciptaan. Pertama dan terutama, aku harus menerapkan aspek kebenaran ini—ketaatan—aku menerapkannya dan hidup dalam kenyataan ketaatan kepada Tuhan. Selain itu, aku tidak boleh mengesampingkan apa yang telah Tuhan amanatkan kepadaku dan tugas yang harus kulaksanakan. Bahkan di akhir napasku, aku harus mempertahankan tugasku.' Bukankah ini arti menjadi kesaksian? Ketika engkau memiliki jenis tekad dan keadaan seperti ini, masih bisakah engkau mengeluh terhadap Tuhan? Tidak" (Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman). Merenungkan firman Tuhan, aku bisa memahami kehendak-Nya. Apa pun kesulitan yang kuhadapi—semuanya atas izin Tuhan, dan Dia memberiku beban untuk ditanggung yang harus kuterima dan patuhi, juga harus memberi kesaksian. Aku teringat Petrus yang mampu menaati Tuhan apa pun yang terjadi. Dia menderita penyakit dan hidup dalam kekurangan, tetapi selalu berbakti kepada Tuhan dan tidak pernah mengeluh. Aku harus mengambil posisi makhluk ciptaan seperti Petrus, tunduk pada apa pun yang Tuhan tetapkan, dan benar-benar mengambil pelajaran. Aku terus minum obat sambil melakukan tugas dan tidak merasa dibatasi oleh kesehatanku. Setelah beberapa bulan pemulihan bertahap, penyakitku menghilang. Aku sangat berterima kasih kepada Tuhan.

Pada bulan September. Suatu hari aku pulang dari membagikan Injil, dia memiliki tatapan itu, seperti ada yang membebaninya. Dia bilang kemarin menjalani pemeriksaan rutin, dan dokter menyuruhnya kembali esok hari untuk MRI. Aku sangat resah mendengar ini, karena pemeriksaan MRI tidak standar. Aku bertanya-tanya apakah dia punya penyakit serius. Aku gelisah di ranjang malam itu. Tidak bisa tidur. Kucoba menghibur diri, berpikir itu mungkin bukan masalah besar. Dia juga orang percaya, dan aku melakukan tugas yang membuatku keluar rumah, maka Tuhan seharusnya melindungi dia. Aku pergi ke rumah sakit bersamanya keesokan harinya. Ternyata dia mengidap kanker pankreas. Aku sangat tercengang saat mendengar berita itu. Aku terkejut bahwa itu kanker, apalagi kanker pankreas. Aku pernah dengar itu sangat sulit diobati dan tumbuh sangat cepat. Juga punya tingkat kematian tinggi, beberapa orang bahkan tidak bertahan beberapa bulan mengidap itu. Dia tampak penuh kehidupan, tetapi mungkin hanya punya beberapa bulan lagi. Aku merasa langit akan runtuh. Kupikir, "Aku baru saja sembuh dan kini suamiku menderita kanker. Kenapa Tuhan tak melindungi kami?" Setiap kali memikirkan kanker suamiku, aku akan terus menangis. Aku berdoa kepada Tuhan dalam rasa sakitku, meminta Dia menjaga hatiku dan membimbingku untuk memahami kehendak-Nya.

Aku membaca sebuah kutipan firman Tuhan setelah itu: "Dalam kepercayaan mereka kepada Tuhan, yang orang cari adalah mendapatkan berkat untuk di masa depan; inilah tujuan dalam iman mereka. Semua orang memiliki niat dan harapan ini. Walaupun demikian, kerusakan di dalam natur manusia harus diselesaikan melalui ujian. Dalam aspek mana saja engkau tidak lulus, dalam aspek itulah engkau harus dimurnikan—ini adalah pengaturan Tuhan. Tuhan menciptakan sebuah lingkungan untukmu, yang memaksamu dimurnikan di sana untuk mengetahui kerusakanmu sendiri. Pada akhirnya, engkau mencapai titik di mana engkau lebih suka mati dan meninggalkan rencana dan keinginanmu, dan tunduk pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan. Jadi, jika orang tidak mengalami beberapa tahun pemurnian, jika mereka tidak menanggung tingkat penderitaan tertentu, mereka tidak akan dapat menyingkirkan ikatan kerusakan daging dalam pikiran dan hati mereka. Dalam aspek mana saja engkau masih tunduk pada perbudakan Iblis, dalam aspek mana saja engkau masih memiliki keinginanmu sendiri, tuntutanmu sendiri—dalam aspek inilah engkau harus menderita. Hanya dalam penderitaan, pelajaran dapat dimengerti, yang berarti orang bisa mendapatkan kebenaran dan memahami kehendak Tuhan. Sebenarnya, banyak kebenaran dipahami selama pengalaman ujian yang menyakitkan. Tidak ada orang yang dapat memahami kehendak Tuhan, mengakui kemahakuasaan dan hikmat Tuhan atau menghargai watak Tuhan yang benar ketika berada di lingkungan yang nyaman dan mudah, atau ketika keadaan baik. Itu tidak mungkin!" ("Bagaimana Seharusnya Orang Memuaskan Tuhan di Tengah Ujian" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Aku merenungkan diri berdasarkan ini. Saat sakit, melalui penghakiman firman Tuhan, aku sadar memiliki sudut pandang yang salah, bahwa aku mengejar berkat, dan siap tunduk entah membaik atau tidak. Aku hendak melepaskan motivasiku untuk mengejar berkat, tetapi saat suamiku terkena kanker, aku tidak bisa menahan diri menyalahkan dan keliru memahami Tuhan. Aku merasa Tuhan harus melindungi kami, karena kami orang percaya. Aku melihat betapa dalam motivasiku untuk berkat. Aku takkan pernah menyadarinya jika Tuhan tidak menyingkapku seperti itu. Lalu, aku sadar ada pelajaran yang perlu kupetik dari penyakit suamiku, dan aku harus berhenti menyalahkan Tuhan. Aku dengan tenang merenungkan kenapa hanya bisa mengeluh dan salah paham kepada Tuhan saat suamiku terkena kanker, kenapa aku masih mengejar berkat dan kasih karunia.

Lalu, aku melihat video pembacaan firman Tuhan. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Di mata para antikristus, dalam pikiran dan cara mereka memandang segala sesuatu, harus ada beberapa keuntungan dalam mengikut Tuhan, mereka tidak akan bersusah payah bergerak tanpa insentif. Jika tidak ada ketenaran, keuntungan, atau status untuk dinikmati, maka tidak ada gunanya percaya kepada Tuhan. Keuntungan pertama yang orang harus peroleh adalah janji dan berkat yang dikatakan dalam firman Tuhan, dan mereka juga harus menikmati ketenaran, keuntungan, dan status di dalam gereja. Orang-orang yang percaya kepada Tuhan harus menonjol di antara orang lain, dan mereka harus menjadi istimewa. Orang tidak percaya tidak boleh menerima hal-hal ini, dan orang percayalah yang harus menikmatinya; jika tidak, akan muncul pertanyaan apakah Tuhan ini adalah Tuhan atau bukan. Bukankah logika antikristus adalah menganggap perkataan 'Orang yang percaya kepada Tuhan harus menikmati berkat dan anugerah Tuhan' sebagai kebenaran? (Ya.) Apakah perkataan ini adalah kebenaran? Perkataan ini bukan kebenaran, semua itu adalah kekeliruan, semua itu adalah logika Iblis, dan tidak ada hubungannya dengan kebenaran. Pernahkah Tuhan berkata, 'Jika manusia percaya kepada-Ku, mereka pasti akan diberkati; ini adalah kebenaran'? Tuhan tidak pernah mengatakan ataupun melakukan hal ini.

"Dalam hal berkat dan kesengsaraan, ada kebenaran yang bisa dicari. Perkataan bijak mana yang harus orang ikuti? Ayub berkata, 'Apakah kita mau menerima yang baik dari tangan Tuhan dan tidak mau menerima yang jahat?' (Ayub 2:10). Apakah perkataan ini adalah kebenaran? Ini adalah perkataan seorang manusia; perkataan ini tidak boleh diangkat menjadi setara dengan kebenaran, meskipun sebagian darinya memang sesuai dengan kebenaran. Bagian mana dari perkataan itu yang sesuai dengan kebenaran? Entah orang diberkati atau menderita kesengsaraan, semuanya berada di tangan Tuhan, semuanya berada di bawah kekuasaan Tuhan. Ini adalah kebenaran. Inikah yang dipercayai oleh para antikristus? (Tidak.) Mengapa mereka tidak memercayai hal ini, mengapa mereka tidak mengakuinya? Sebagai orang yang percaya kepada Tuhan, para antikristus ingin diberkati dan menghindari kesengsaraan. Jika mereka melihat seseorang yang diberkati, yang telah diuntungkan, yang telah diberi anugerah, yang telah menerima keuntungan besar, dan yang telah menerima lebih banyak kenyamanan secara materi, menerima perlakuan yang lebih baik dalam hal materi, mereka percaya bahwa ini dilakukan oleh Tuhan; jika tidak seperti ini, itu berarti bukan perbuatan Tuhan. Maksud mereka yang sebenarnya adalah, 'Jika Engkau adalah Tuhan, maka Engkau hanya boleh memberkati manusia; Engkau tidak boleh menimpakan bencana atau penderitaan terhadap mereka. Hanya dengan begitu barulah ada nilai dan manfaat bagi orang untuk percaya kepada-Mu. Jika, setelah mengikut-Mu, orang masih ditimpa kesengsaraan, jika mereka tetap menderita, lalu mengapa mereka harus percaya kepada-Mu?' Para antikristus tidak mengakui bahwa segala sesuatu berada di tangan Tuhan, bahwa Tuhan-lah yang memerintahkan semuanya. Dan mengapa mereka tidak mengakui hal ini? Karena para antikristus takut mengalami kesengsaraan. Mereka hanya ingin mendapatkan keuntungan, diperkenan, dan diberkati; mereka tidak mau menerima kedaulatan atau penataan Tuhan, tetapi hanya mau menerima keuntungan dari Tuhan. Inilah sudut pandang mereka yang egois dan hina" ("Lampiran Dua: Bagaimana Nuh dan Abraham Mendengarkan Firman Tuhan dan Menaati Tuhan (Bagian Satu)" dalam "Menyingkapkan Antikristus"). "Semua manusia yang rusak hidup untuk diri mereka sendiri. Tiap orang memperjuangkan kepentingannya sendiri—inilah ringkasan dari natur manusia. Orang percaya kepada Tuhan demi diri mereka sendiri; mereka meninggalkan segala sesuatu, mengorbankan diri mereka bagi Dia, dan setia kepada Dia, tetapi mereka tetap melakukan semua hal ini demi diri mereka sendiri. Singkatnya, semua itu dilakukan dengan tujuan mendapatkan berkat bagi diri mereka sendiri. Di masyarakat, segala sesuatu dilakukan demi keuntungan pribadi; percaya kepada Tuhan semata-mata dilakukan untuk mendapatkan berkat. Demi mendapatkan berkat, orang meninggalkan segalanya dan mampu menanggung banyak penderitaan: semua ini merupakan bukti empiris dari natur manusia yang rusak" ("Perbedaan antara Perubahan Lahiriah dan Perubahan Watak" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Firman Tuhan menyingkap sudut pandang antikristus tentang berkat dan kemalangan. Mereka mengejar berkat dalam iman dan berpikir seharusnya diberkati karena iman mereka. Jika itu tidak terjadi, mereka pikir punya iman tidak ada artinya, bahkan bisa mengkhianati dan meninggalkan Tuhan kapan pun. Aku sadar pandanganku tentang iman sama. Kupikir karena telah membuat semua pengorbanan itu, Tuhan harus memberkati aku dan keluargaku dengan kedamaian dan kesehatan yang baik. Jadi, entah aku atau suamiku yang sakit, aku menyalahkan dan keliru memahami Tuhan. Aku bahkan membuat tuntutan tidak masuk akal kepada-Nya, ingin Dia menyembuhkan virusku dan kanker suamiku. Begitu Tuhan melakukan sesuatu yang tidak kusukai, aku tidak ingin lagi bekerja keras dalam tugasku. Aku sadar betapa tak masuk akal sudut pandangku tentang iman. Kebenarannya adalah Tuhan tidak pernah mengatakan hal-hal buruk tidak akan terjadi kepada orang percaya. Dia mengatur segalanya—kelahiran, kematian, penyakit, dan kesehatan ada di tangan-Nya, dan orang percaya tidak terkecuali. Kita tidak hanya menerima berkat dari Tuhan, tetapi juga kemalangan. Menunaikan tugas adalah hal paling mendasar yang harus dilakukan makhluk ciptaan dan tidak ada hubungannya dengan diberkati atau tidak. Namun, aku begitu dirusak oleh Iblis sampai hal-hal seperti "Tiap orang memperjuangkan kepentingannya sendiri" dan "Jangan pernah bekerja sedikit pun kecuali ada upah" adalah racun iblis yang kujadikan pedoman. Aku hanya terus memikirkan kepentingan sendiri, melihat Tuhan sebagai alat. Aku ingin meminta berkat dari Tuhan sebagai ganti penderitaan dan kerja kerasku. Saat Tuhan melakukan sesuatu yang membahayakan kepentingan pribadiku, aku penuh dengan keluhan, salah paham terhadap-Nya, bahkan mendebat dan melawan Dia. Orang percaya macam apa aku? Aku orang tidak percaya yang egois, hina, dan picik! Aku merasa sangat takut saat menyadari ini. Aku melihat diriku tidak fokus mengejar kebenaran dalam iman, hanya mengejar kasih karunia dan berkat. Aku berada di jalan melawan Tuhan. Aku tidak akan mendapatkan kebenaran dengan cara itu, dan watak rusakku tidak akan berubah. Aku hanya akan disingkirkan! Lalu, aku benar-benar melihat bahwa Tuhan menggunakan situasi itu untuk menghakimi dan untuk menyingkapku. Jika Tuhan tidak menyingkapku seperti itu, aku tidak akan melihat kerusakan dan imanku yang tercemar. Aku takkan bisa ditahirkan dan berubah. Aku berterima kasih dengan tulus kepada Tuhan atas penyelamatan-Nya.

Ada kutipan lain yang kubaca kemudian, di paragraf kelima "Mereka yang Akan Disempurnakan Harus Mengalami Pemurnian." "Engkau mungkin berpikir bahwa percaya kepada Tuhan adalah tentang penderitaan atau melakukan segala macam hal bagi-Nya; engkau mungkin berpikir bahwa tujuan percaya kepada Tuhan adalah agar dagingmu merasakan kedamaian, atau agar segala sesuatu dalam hidupmu berjalan lancar, atau agar engkau merasa nyaman dan tenang dalam segala hal. Namun, tak satu pun dari hal-hal ini merupakan tujuan yang harus manusia capai dalam kepercayaan mereka kepada Tuhan. Jika engkau percaya demi tujuan-tujuan ini, berarti sudut pandangmu itu salah dan sama sekali tidak mungkin bagimu untuk disempurnakan. Tindakan Tuhan, watak Tuhan yang benar, hikmat-Nya, firman-Nya, keajaiban-Nya serta diri-Nya yang tak terselami, semua itulah yang harus manusia pahami. Engkau harus menggunakan pemahaman ini untuk menyingkirkan dari dalam hatimu semua tuntutan, harapan dan gagasan pribadimu. Hanya dengan menyingkirkan hal-hal ini, engkau bisa memenuhi syarat yang dituntut oleh Tuhan, dan hanya dengan melakukan ini, engkau bisa memiliki hidup dan memuaskan Tuhan. Tujuan percaya kepada Tuhan adalah untuk memuaskan-Nya dan hidup dalam watak yang Dia inginkan, sehingga tindakan dan kemuliaan-Nya dapat terwujud lewat sekelompok orang yang tidak layak ini. Inilah cara pandang yang benar untuk percaya kepada Tuhan, dan ini juga merupakan tujuan yang harus engkau capai" (Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia). Firman Tuhan menunjukkan kepadaku apa yang harus kukejar. Aku seharusnya tidak mengejar berkat atau manfaat apa pun dalam imanku, tetapi harus berusaha mengenal dan memuaskan Tuhan, menjadi seperti Ayub tanpa permintaan atau tuntutan kepada Tuhan. Ayub percaya bahwa segala sesuatu yang dia miliki diberikan oleh Tuhan, jadi entah Tuhan memberi atau mengambil, dilimpahkan berkat atau kemalangan, dia menaati Tuhan tanpa syarat dan memuji kebenaran-Nya. Jadi, saat Iblis menguji Ayub, semua hartanya dicuri, anak-anaknya meninggal, menderita bisul di sekujur tubuh dan duduk di tumpukan abu, menggaruk tubuhnya dengan beling. Dia tidak pernah mengeluh tentang Tuhan, justru terus memuji nama-Nya. Apa pun yang Tuhan lakukan, Ayub berdiri di tempat makhluk ciptaan, tunduk kepada Tuhan dan menyembah Dia. Jadi, iman Ayub layak dipuji oleh Tuhan. Pemahaman ini memberiku jalan penerapan. Entah suamiku pulih atau tidak, aku harus tunduk kepada Tuhan tanpa mengeluh.

Aku membaca ini dalam firman Tuhan kemudian: "Tuhan telah sepenuhnya merencanakan asal-usul, kemunculan, masa hidup, kesudahan semua makhluk ciptaan Tuhan, serta misi hidup mereka dan peran yang mereka mainkan di antara seluruh umat manusia. Tak seorang pun dapat mengubah hal-hal ini; ini adalah otoritas Sang Pencipta. Kemunculan setiap makhluk ciptaan, berapa lama mereka hidup, misi hidup mereka—semua hukum ini, masing-masing darinya, ditetapkan oleh Tuhan, sebagaimana Tuhan menetapkan orbit setiap benda angkasa; orbit mana yang diikuti benda-benda langit ini, selama berapa tahun, bagaimana mereka mengorbit, hukum-hukum apa yang mereka ikuti—semua ini telah ditetapkan oleh Tuhan sejak dahulu kala, tidak berubah selama ribuan, puluhan ribu, tahun. Ini ditetapkan oleh Tuhan, dan ini adalah otoritas-Nya" ("Hanya Dengan Mencari Kebenaran, Orang Bisa Mengetahui Perbuatan Tuhan" dalam "Rekaman Pembicaraan Kristus Akhir Zaman"). Aku melihat dari firman Tuhan bahwa takdir, usia, dan kesudahan kita ada di tangan sang Pencipta. Tuhan menetapkan kapan kita mati, dan tidak seorang pun bisa lolos dari itu. Sebelum saat itu tiba, bahkan jika mengidap kanker, kita tetap tidak akan mati. Ini otoritas Tuhan dan tidak ada yang bisa mengubahnya. Pemahaman itu membantuku sedikit tenang. Aku tahu kesehatan suamiku ada di tangan Tuhan dan yang bisa kulakukan hanyalah mematuhi yang Tuhan atur dan melakukan tugasku. Dia sempat menjalani kemoterapi di rumah sakit, dan yang mengejutkan, tidak ada sel kanker dalam darahnya. Semua indikator normal. Setengah dari tumornya juga hilang. Dokter bilang sangat jarang melihat kasus seperti dia, yang terkontrol dengan baik. Putra kami berkata ayah teman sekelasnya menderita kanker yang sama. Dia menjalani kemoterapi sekali dan tidak kuat menerimanya, lalu meninggal setelah beberapa bulan. Aku sangat bersyukur kepada Tuhan saat mendengar semua ini. Yang membuatku paling bahagia adalah suamiku hanya percaya di bibir, selalu mengejar uang, tetapi setelah kankernya, dia mendapat pemahaman tentang kemahakuasaan dan kedaulatan Tuhan, lalu membagikan kesaksiannya tentang perbuatan Tuhan dengan teman dan kerabat. Aku melihat betapa nyata pekerjaan Tuhan untuk menyelamatkan umat manusia. Mengalami semua ini sangat menyakitkan saat itu, tetapi aku memetik pelajaran dan mengenal diriku serta mengoreksi pengejaranku dalam iman. Ini kasih dan berkat Tuhan! Aku baru saja teringat lagu pujian dari firman Tuhan, "Kau Harus Berupaya Memiliki Kasih yang Sejati kepada Tuhan." "Hari ini, untuk percaya kepada Tuhan yang praktis, engkau harus menginjakkan kaki di jalan yang benar. Jika engkau percaya kepada Tuhan, engkau tidak semestinya hanya mencari berkat, tetapi berusahalah mengasihi dan mengenal Tuhan. Melalui pencerahan-Nya, melalui pencarian pribadimu sendiri, engkau dapat makan dan minum firman-Nya, mengembangkan pemahaman sejati akan Tuhan, dan memiliki kasih sejati akan Tuhan yang bersumber dari hatimu yang paling dalam. Dengan kata lain, ketika kasihmu kepada Tuhan paling tulus, dan tidak ada yang bisa menghancurkan atau menghalangi kasihmu kepada-Nya, saat inilah engkau berada di jalan yang benar dalam kepercayaanmu kepada Tuhan. Ini membuktikan bahwa engkau adalah milik Tuhan, karena hatimu sudah menjadi milik Tuhan dan tidak ada hal lain yang bisa memilikimu" (Ikuti Anak Domba dan Nyanyikan Lagu Baru).

Selanjutnya: Tugasmu Bukan Kariermu

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Aku Tidak Jujur dalam Imanku

Oleh Saudari Michelle, Kamerun Sejak dahulu keluargaku sangat miskin, dan aku bermimpi menjadi seorang eksekutif bank, memiliki status...