Aku Merasa Jauh Lebih Ringan Setelah Membuang Belenggu Status
Oleh Saudara Liang Zhi, Provinsi Anhui Namaku Liang Zhi dan aku menerima keselamatan Tuhan pada akhir zaman enam tahun yang lalu. Suatu...
Kami menyambut semua pencari yang merindukan penampakan Tuhan!
Suatu hari pada April 2020, tiba-tiba aku merasakan nyeri punggung kanan yang sangat parah. Kupikir aku mungkin tanpa sengaja terkilir, jadi aku tidak terlalu memikirkannya, mengira bisa menempelkan koyok dan punggungku akan baik-baik saja. Namun di luar dugaan, nyeri punggungku makin parah. Rasanya seperti ditusuk jarum—rasa sakitnya menusuk dari dada sampai punggung. Saat parah, rasanya seperti ada sesuatu yang mencakar daging dan tulangku. Rasa sakitnya begitu kuat, sampai aku tak bisa menggambarkannya. Selama beberapa malam rasanya bahkan untuk tidur pun terlalu sakit. Aku merasa tak kuat lagi dan ingin segera pergi ke dokter, tetapi aku baru saja mengatur pertemuan untuk memberitakan Injil kepada beberapa orang. Memeriksakan diri pasti akan menunda hal itu. Kupikir aku akan ke dokter beberapa hari lagi, setelah bertemu dengan mereka, dan selain itu, semuanya ada di tangan Tuhan. Aku hanya perlu terus melakukan tugasku dan mungkin akan merasa lebih baik setelah beberapa hari. Jadi, aku menguatkan diri menahan rasa sakit dan pergi ke rumah sakit setelah memberitakan Injil. Dokter berkata kepadaku dengan sangat serius, "Mengapa kau menunggu sampai sekarang baru datang? Ini bukan masalah kecil. Ini herpes zoster yang disebabkan oleh virus, jika menjadi parah, ini bahkan bisa berakibat fatal." Aku sangat terkejut. Aku tak pernah membayangkan penyakitku seserius itu, bahkan bisa merenggut nyawaku jika tidak diobati! Aku telah begitu aktif memberitakan Injil dan melakukan tugasku, jadi bagaimana mungkin aku mengidap penyakit seserius ini? Selama beberapa tahun terakhir ini, aku telah berkorban dan mengorbankan diri, dan aku telah menderita dan membayar harga. Aku tidak pernah mengkhianati Tuhan, bahkan ketika aku ditangkap dan disiksa secara brutal oleh Partai Komunis, dan aku terus melakukan tugasku selepas dipenjara. Jadi, mengapa aku tetap jatuh sakit? Aku makin kesal saat memikirkannya. Aku menahan air mataku dan merasakan kehampaan di hatiku.
Pada waktu itu, situasi di gereja cukup sibuk, jadi aku terus melakukan tugas sembari menerima pengobatan. Saat pergi naik sepeda, setiap gundukan di jalan akan membuatku sangat kesakitan. Terkadang aku dihantam rasa sakit yang tiba-tiba, dan bahkan tidak bisa duduk diam. Aku akan berbaring saat pulang dari tugasku, benar-benar kehabisan tenaga dan tak ingin bicara sama sekali. Aku tahu ini terjadi kepadaku atas seizin Tuhan. Aku berdoa dan mencari, merenungkan apakah ada sesuatu yang mungkin telah kulakukan yang tidak sesuai dengan maksud Tuhan, dan kupikir asalkan aku menyadari kesalahanku dan terus melakukan tugasku, aku mungkin akan sembuh dari penyakitku. Namun, dua bulan berlalu dalam sekejap, dan keadaanku sama sekali tidak membaik. Aku khawatir berapa lama penyakit ini harus kuderita—apa yang harus kulakukan jika aku tak pernah sembuh? Selama beberapa tahun terakhir ini, aku tak pernah berhenti melakukan tugasku. Aku terus memberitakan Injil bahkan saat sakit, jadi mengapa keadaanku tidak membaik? Aku semakin merasa diperlakukan tidak adil dan semakin kesal saat memikirkannya. Kupikir, "Jika aku tidak pernah pulih, mungkin suatu saat aku tak mampu lagi melakukan tugasku dan aku tak akan mampu mempersiapkan perbuatan yang baik. Lalu, bagaimana aku bisa diselamatkan? Apakah semua yang telah kukorbankan selama bertahun-tahun ini akan sia-sia? Aku harus menghemat energi untuk kesehatanku dan melihat bagaimana dampaknya pada penyakitku." Aku tidak bekerja sepenuh hati dalam tugasku setelah itu. Dalam pertemuan kelompok, aku hanya bertanya asal-asalan tentang calon orang yang akan diinjili, jika tidak ada, aku akan pulang dan beristirahat. Aku sangat takut membuat diriku lelah dan sakitku menjadi makin parah. Selama waktu itu, pikiranku dipenuhi oleh penyakitku dan aku benar-benar tertekan. Aku tidak mendapatkan pencerahan dari firman Tuhan, dan persekutuanku dalam pertemuan sangat kering. Aku merasa sangat jauh dari Tuhan. Dalam penderitaanku, aku berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan! Aku merasa sengsara karena penyakit ini, aku memiliki keluhan, dan sama sekali tidak bersemangat dalam melaksanakan tugasku. Kumohon terangilah aku agar memahami maksud-Mu. Aku ingin tunduk, merenungkan diriku, dan memetik pelajaran."
Aku membaca firman Tuhan dalam pencarianku: "Pertama, ketika orang mulai percaya kepada Tuhan, siapa di antara mereka yang tidak memiliki tujuan, motivasi, dan ambisi mereka sendiri? Meskipun satu bagian dari mereka percaya akan keberadaan Tuhan, dan telah melihat keberadaan Tuhan, kepercayaan mereka kepada Tuhan masih mengandung motivasi tersebut, dan tujuan utama mereka percaya kepada Tuhan adalah untuk menerima berkat-Nya dan hal-hal yang mereka inginkan. Dalam pengalaman hidup manusia, mereka sering berpikir dalam hati mereka: 'Aku telah menyerahkan keluarga dan karierku untuk Tuhan, lalu, apa yang telah Dia berikan kepadaku? Aku harus menghitungnya, dan memastikan—sudahkah aku menerima berkat baru-baru ini? Aku telah memberikan banyak hal selama waktu ini, aku telah berlari dan berlari, dan telah banyak menderita—apakah Tuhan memberiku janji-janji sebagai imbalannya? Apakah Dia mengingat perbuatan baikku? Akan seperti apakah akhir hidupku? Bisakah aku menerima berkat-berkat Tuhan? ...' Setiap orang selalu membuat perhitungan semacam itu dalam hati mereka, dan mereka mengajukan tuntutan kepada Tuhan yang mengandung motivasi, ambisi, dan mentalitas bertransaksi mereka. Dengan kata lain, dalam hatinya, manusia terus-menerus menguji Tuhan, selalu menyusun rencana tentang Tuhan, dan selalu memperdebatkan kasus untuk kesudahannya sendiri dengan Tuhan, dan mencoba untuk mengeluarkan pernyataan dari Tuhan, melihat apakah Tuhan dapat memberikan kepadanya apa yang dia inginkan atau tidak. Pada saat yang sama ketika mengejar Tuhan, manusia tidak memperlakukan Tuhan sebagai Tuhan. Manusia telah selalu berusaha membuat kesepakatan dengan Tuhan, mengajukan tuntutan kepada-Nya tanpa henti, dan bahkan menekan-Nya di setiap langkah, berusaha meminta lebih banyak setelah diberi sedikit. Pada saat bersamaan saat mencoba bertransaksi dengan Tuhan, manusia juga berdebat dengan-Nya, dan bahkan ada orang-orang yang, ketika ujian menimpa mereka atau mereka mendapati diri mereka berada dalam situasi tertentu, sering kali menjadi lemah, negatif serta kendur dalam pekerjaan mereka, dan penuh keluhan akan Tuhan. Dari waktu saat manusia pertama kali mulai percaya kepada Tuhan, dia telah menganggap Tuhan berlimpah ruah, sama seperti pisau Swiss Army, dan dia menganggap dirinya sendiri sebagai kreditur terbesar Tuhan, seolah-olah berusaha mendapatkan berkat dan janji dari Tuhan adalah hak dan kewajiban yang melekat pada dirinya, sementara tanggung jawab Tuhan adalah melindungi dan memelihara manusia, serta membekalinya. Seperti inilah pemahaman dasar tentang 'percaya kepada Tuhan' dari semua orang yang percaya kepada Tuhan, dan seperti inilah pemahaman terdalam mereka tentang konsep kepercayaan kepada Tuhan" (Firman, Jilid 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II"). Aku merasa sangat bersalah saat merenungkan firman Tuhan. Aku sadar bahwa aku benar-benar tidak memperlakukan Tuhan sebagai Tuhan dalam imanku. Aku memperlakukan Tuhan seperti pisau Swiss Army, seperti berlimpah ruah, mengira asalkan aku terus mengorbankan diri untuk Tuhan, Dia pasti akan membuatku aman dan sehat, bahwa aku tidak akan pernah mengalami penyakit atau tragedi, dan aku akan lolos dari segala macam bencana, dan pada akhirnya aku akan diselamatkan dan mendapatkan tempat tujuan yang indah. Selama beberapa tahun terakhir ini, aku telah meninggalkan keluarga dan karierku untuk melakukan tugasku, aku telah menderita dan banyak berkorban, juga tidak pernah mundur, bahkan ketika aku ditangkap dan disiksa. Namun, ketika aku jatuh sakit, terutama saat kusadari kesehatanku tak kunjung membaik, aku menyalahkan Tuhan dan mencoba bernalar dengan-Nya. Aku memperhitungkan semua penderitaanku selama bertahun-tahun dan menganggap semua yang telah kuberikan akan menjadi sia-sia jika aku tidak diselamatkan, dan aku pun mulai mengendur dalam tugasku. Aku sadar bahwa tujuanku beriman bukanlah untuk mendapatkan kebenaran dan tunduk kepada Tuhan, melainkan untuk menukarkan penderitaan dan kerja kerasku dengan kasih karunia dan berkat Tuhan. Bukankah itu berarti aku menipu dan memanfaatkan Tuhan? Demi menyelamatkan manusia, Tuhan telah mengaruniakan begitu banyak firman untuk menyirami dan menopang kita. Namun, aku tidak membalas kasih Tuhan; sebaliknya aku mencoba untuk bertransaksi dengan-Nya. Saat Dia tidak mengabulkan apa yang kuinginkan, aku mulai asal-asalan dalam tugasku dan tidak peduli. Aku sama sekali tidak tulus terhadap Tuhan. Aku benar-benar tidak punya hati nurani atau nalar! Aku datang ke hadapan Tuhan dan berdoa, "Tuhan, aku telah memanfaatkan-Mu dan menipu-Mu dalam imanku. Aku bahkan tidak memiliki kemanusiaan! Aku ingin bertobat kepada-Mu. Kumohon bimbinglah aku."
Setelah itu, aku membaca firman Tuhan: "Dalam banyak kasus, ujian Tuhan adalah beban yang Dia berikan kepada manusia. Seberat apa pun beban yang Tuhan berikan kepadamu, engkau harus memikulnya karena Tuhan memahamimu, dan tahu bahwa engkau akan sanggup menanggungnya. Beban yang Tuhan berikan kepadamu tidak akan melebihi tingkat pertumbuhan atau batas ketahananmu, jadi tidak diragukan bahwa engkau pasti akan sanggup menanggungnya. Apa pun jenis beban atau ujian yang Tuhan berikan kepadamu, ingatlah satu hal: Setelah berdoa, entah engkau memahami maksud Tuhan atau tidak, entah engkau memperoleh pencerahan dan penerangan Roh Kudus atau tidak, dan apakah ujian ini adalah Tuhan yang sedang mendisiplinkan atau memberimu peringatan, tidak jadi masalah jika engkau tidak memahaminya. Selama engkau tidak menunda-nunda dalam melaksanakan tugasmu, dan dapat dengan loyal berpegang teguh pada tugasmu, Tuhan akan dipuaskan dan engkau akan berdiri teguh dalam kesaksianmu. ... Jika, dalam imanmu kepada Tuhan dan pengejaran kebenaran, engkau dapat berkata, 'Apa pun penyakit atau kejadian tidak menyenangkan yang Tuhan ijinkan untuk menimpaku—apa pun yang Tuhan lakukan—aku harus tunduk dan tetap pada posisiku sebagai makhluk ciptaan. Pertama dan terutama, aku harus menerapkan aspek kebenaran ini—ketundukan—aku harus menerapkannya dan hidup dalam kenyataan ketundukan kepada Tuhan. Selain itu, aku tidak boleh mengesampingkan apa yang telah Tuhan amanatkan kepadaku dan tugas yang harus kulaksanakan. Bahkan di akhir napasku, aku harus berpaut pada tugasku,' bukankah ini arti menjadi kesaksian? Ketika engkau memiliki jenis tekad dan keadaan seperti ini, masih bisakah engkau mengeluh terhadap Tuhan? Tidak. Pada saat seperti itu, engkau akan berpikir, 'Tuhan memberiku napas ini, Dia telah membekali dan melindungiku selama ini, Dia telah mengambil banyak penderitaan dariku, memberiku banyak kasih karunia dan banyak kebenaran. Aku telah memahami kebenaran dan misteri yang tidak dipahami orang selama generasi ke generasi. Aku telah mendapatkan sangat banyak dari Tuhan, jadi aku harus membalas Tuhan! Sebelumnya, tingkat pertumbuhanku terlalu rendah, aku tidak memahami apa pun dan semua yang kulakukan menyakitkan bagi Tuhan. Aku mungkin tidak memiliki kesempatan lagi untuk membalas Tuhan di masa depan. Sebanyak apa pun waktu hidupku yang tersisa, aku harus memberikan sedikit kekuatan yang kumiliki dan melakukan apa yang bisa kulakukan untuk Tuhan sehingga Tuhan dapat melihat bahwa pembekalan-Nya untukku selama bertahun-tahun tidak sia-sia tetapi telah membuahkan hasil. Biarkan aku membawa penghiburan kepada Tuhan dan tidak lagi menyakiti atau mengecewakan-Nya'" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya dengan Sering Membaca Firman Tuhan dan Merenungkan Kebenaran, Barulah Ada Jalan ke Depan"). Setelah merenungkan firman Tuhan, aku bisa memahami maksud-Nya. Apa pun kesulitan yang kuhadapi, semuanya itu atas seizin Tuhan. Penyakit ini adalah karena Tuhan sedang memberiku beban untuk kutanggung yang harus kuterima dan kupatuhi, dan aku harus menjadi kesaksian. Aku teringat Petrus, yang berusaha memuaskan Tuhan dan tunduk kepada-Nya. Dia menderita penyakit dan hidup dalam kekurangan, tetapi selalu mampu untuk menerima hal-hal ini dan tidak pernah mengeluh. Semua hal ini tidak pernah mengubah kasihnya kepada Tuhan. Aku harus berdiri di tempatku sebagai makhluk ciptaan sama seperti Petrus, dan benar-benar memetik pelajaran dari keadaan ini. Aku terus minum obat sambil melakukan tugas dan tidak lagi merasa dibatasi oleh penyakitku. Setelah beberapa bulan mengalami pemulihan yang bertahap, penyakitku pun hilang. Aku sangat bersyukur kepada Tuhan!
Suatu hari pada September, aku pulang dari memberitakan Injil, dan suamiku memberitahuku dengan nada suara yang berat bahwa kemarin dia menjalani pemeriksaan rutin, dan dokter menyuruhnya kembali esok hari untuk MRI. Mendengar perkataan suamiku, aku sangat resah dan bertanya-tanya apakah dia menderita penyakit serius. Aku gelisah di tempat tidurku malam itu dan tidak bisa tidur. Kucoba menghibur diri, berpikir itu mungkin bukan masalah besar. Suamiku juga orang percaya, dan aku melakukan tugas jauh dari rumah, jadi Tuhan seharusnya melindungi dia. Aku pergi ke rumah sakit bersamanya keesokan harinya. Yang sangat mengejutkan, ternyata dia mengidap kanker pankreas. Aku sangat tercengang mendengar berita itu. Aku pernah dengar kanker jenis ini sangat sulit diobati dan jika tidak diobati tepat waktu, kanker itu bisa tumbuh sangat cepat dan juga jika kankernya parah, itu bisa berakibat fatal hanya dalam hitungan bulan. Aku berpikir betapa suamiku begitu penuh semangat hidup, tetapi tak lama lagi hidupnya mungkin akan berakhir. Aku merasa langit akan runtuh. Kupikir, "Aku baru saja sembuh dan kini suamiku menderita kanker. Mengapa ini terjadi?" Setiap kali memikirkan kanker suamiku, aku hanya menangis saja. Aku berdoa kepada Tuhan dalam kepedihanku, memohon agar Dia menjaga hatiku dan membimbingku untuk memahami maksud-Nya.
Aku membaca dalam firman Tuhan: "Dalam kepercayaan kepada Tuhan, yang orang cari adalah mendapatkan berkat untuk di masa depan; inilah tujuan dalam iman mereka. Semua orang memiliki niat dan harapan ini, tetapi kerusakan dalam natur mereka harus dibereskan melalui ujian dan pemurnian. Dalam aspek mana pun engkau tidak murni dan memperlihatkan kerusakan, dalam aspek-aspek inilah engkau harus dimurnikan—ini adalah pengaturan Tuhan. Tuhan menciptakan lingkungan tertentu untukmu, yang memaksamu dimurnikan di sana sehingga engkau mampu mengetahui kerusakanmu sendiri. Pada akhirnya, engkau akan mencapai titik di mana engkau lebih suka mati untuk meninggalkan rencana dan keinginanmu, serta tunduk pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan. Jadi, jika orang tidak mengalami beberapa tahun pemurnian, jika mereka tidak menanggung tingkat penderitaan tertentu, mereka tidak akan dapat membebaskan diri dari kekangan kerusakan daging dalam pemikiran dan hati mereka. Dalam aspek mana pun orang masih tunduk pada kekangan dari natur Iblis dalam diri mereka, dan dalam aspek mana pun mereka masih memiliki keinginan dan tuntutan mereka sendiri, dalam aspek-aspek inilah mereka harus menderita. Hanya melalui penderitaan, pelajaran dapat dipetik, yang berarti orang menjadi mampu untuk memperoleh kebenaran dan memahami maksud Tuhan. Sebenarnya, banyak kebenaran dapat dipahami dengan mengalami penderitaan dan ujian. Tak seorang pun mampu memahami maksud Tuhan, mengenal kemahakuasaan dan hikmat Tuhan atau menghargai watak Tuhan yang benar ketika berada di lingkungan yang nyaman dan mudah, atau ketika keadaan baik. Itu tidak mungkin!" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Aku merenungkan diriku berdasarkan firman Tuhan. Saat aku sakit sebelumnya, melalui penghakiman dan penyingkapan firman Tuhan, aku mengenali sudut pandangku yang salah yaitu untuk mengejar berkat, dan aku siap untuk tunduk entah aku sembuh atau tidak. Kukira aku telah melepaskan motivasiku untuk mengejar berkat, tetapi saat suamiku terkena kanker, aku tak bisa menahan diri untuk menyalahkan Tuhan dan salah paham terhadap-Nya. Aku merasa seperti bahwa Tuhan seharusnya melindungiku karena aku adalah orang percaya. Aku sadar betapa dalamnya hasratku untuk mendapatkan berkat. Jika Tuhan tidak menyingkapku seperti itu, aku akan mengalami kesulitan untuk mengenali niat untuk mendapatkan berkat dan keinginan berlebih-lebihan yang berakar jauh di dalam hatiku, serta akan makin sulit bagiku untuk dimurnikan dan mencapai perubahan. Aku pun lalu menyadari bahwa ada pelajaran yang perlu kupetik dari penyakit suamiku, dan bahwa aku harus berhenti menyalahkan Tuhan.
Setelah menenangkan diri, aku merenungkan mengapa aku bisa begitu saja mengeluh dan salah paham terhadap Tuhan saat suamiku menderita kanker. Aku membaca dalam firman Tuhan: "Di mata antikristus, dan dalam pemikiran serta pandangan mereka, mengikuti Tuhan itu harus ada keuntungannya; mereka tidak akan mau repot-repot bergerak jika tidak ada keuntungannya. Jika tidak ada ketenaran, keuntungan, atau status yang dapat dinikmati, jika pekerjaan yang mereka lakukan atau tugas yang mereka laksanakan sama sekali tidak membuat mereka dikagumi oleh orang lain, tidak ada gunanya percaya kepada Tuhan dan melaksanakan tugas mereka. Keuntungan pertama yang harus mereka peroleh adalah janji serta berkat yang diucapkan dalam firman Tuhan, dan mereka juga harus menikmati ketenaran, keuntungan, serta status di dalam gereja. Antikristus beranggapan bahwa dalam percaya kepada Tuhan, orang harus unggul daripada orang lain, harus dikagumi, harus istimewa; orang-orang yang percaya kepada Tuhan setidaknya harus menikmati hal-hal ini. Jika tidak, ada pertanyaan tentang apakah Tuhan yang mereka percayai ini adalah Tuhan yang benar atau bukan. Bukankah logika antikristus adalah bahwa mereka menganggap perkataan 'Orang-orang yang percaya kepada tuhan harus menikmati berkat dan kasih karunia tuhan' sebagai kebenaran? Cobalah analisis perkataan ini: Apakah perkataan ini adalah kebenaran? (Bukan.) Sekarang sudah jelas bahwa perkataan ini bukanlah kebenaran, ini adalah kekeliruan, ini adalah logika Iblis, dan ini tidak ada kaitannya dengan kebenaran. Pernahkah Tuhan berfirman, 'Jika orang percaya kepada-Ku, mereka pasti akan diberkati, dan tidak akan pernah menderita kesengsaraan'? Manakah baris firman Tuhan yang mengatakan hal ini? Tuhan tidak pernah mengucapkan perkataan seperti ini ataupun melakukan hal ini. Mengenai berkat dan kesengsaraan, ada kebenaran yang harus dicari. Perkataan bijak apakah yang harus orang patuhi? Ayub berkata, 'Apakah kita mau menerima yang baik dari tangan Tuhan dan tidak mau menerima kesukaran?' (Ayub 2:10). Apakah perkataan ini adalah kebenaran? Ini adalah perkataan manusia; ini tidak dapat diangkat menjadi setinggi kebenaran, meskipun perkataan ini sesuai dengan kebenaran dalam hal tertentu. Dalam hal apakah ini sesuai dengan kebenaran? Apakah orang diberkati ataukah menderita kesengsaraan, semua itu berada di tangan Tuhan, semua itu berada di bawah kedaulatan Tuhan. Inilah kebenarannya. Apakah antikristus memercayai hal ini? Tidak. Mereka tidak mengakuinya. Mengapa mereka tidak memercayai atau mengakui hal ini? (Mereka percaya kepada Tuhan demi berkat; mereka hanya ingin diberkati.) (Karena mereka terlalu egois, dan hanya mengejar kepentingan jasmani.) Dalam kepercayaan mereka, antikristus hanya ingin diberkati, dan mereka tidak mau menderita kesengsaraan. Ketika mereka melihat seseorang yang diberkati, yang telah memperoleh keuntungan, yang telah diberi kasih karunia, dan yang telah menerima lebih banyak kenikmatan materi, keuntungan yang besar, mereka percaya bahwa ini dilakukan oleh Tuhan; dan jika mereka tidak menerima berkat materi seperti itu, berarti ini bukanlah tindakan Tuhan. Maksud mereka sebenarnya adalah, 'Jika engkau benar-benar tuhan, engkau hanya dapat memberkati manusia; engkau harus menghindarkan manusia dari kesengsaraan dan tidak membiarkan mereka mengalami penderitaan. Hanya dengan demikian, percaya kepadamu barulah berharga dan berguna bagi manusia. Jika setelah mengikutimu, orang masih ditimpa kesengsaraan, jika mereka masih menderita, lalu apa gunanya percaya kepadamu?' Mereka tidak mengakui bahwa semua hal dan peristiwa berada di tangan Tuhan, dan Tuhan berdaulat atas segalanya. Dan mengapa mereka tidak mengakuinya? Karena antikristus takut menderita kesengsaraan. Mereka hanya ingin memperoleh keuntungan, mendapatkan manfaat, menikmati berkat; mereka tidak mau menerima kedaulatan atau pengaturan Tuhan, tetapi hanya ingin menerima keuntungan dari Tuhan. Ini adalah sudut pandang antikristus yang egois dan tercela" (Firman, Jilid 4, Menyingkapkan Antikristus, Bab Sepuluh (Bagian Enam)). "Semua manusia yang rusak hidup untuk kepentingan mereka sendiri. Jika orang tidak memikirkan dirinya sendiri, langit dan bumi akan menghukumnya—inilah ringkasan dari natur manusia. Manusia percaya kepada Tuhan demi kepentingan mereka sendiri; ketika mereka meninggalkan segala sesuatu dan mengorbankan diri mereka untuk Tuhan, tujuannya adalah untuk diberkati, dan ketika mereka setia kepada-Nya, tujuannya masih untuk mendapatkan upah. Singkatnya, semua itu dilakukan dengan tujuan untuk diberkati, diberi upah, dan masuk ke dalam kerajaan surga. Di tengah masyarakat, orang bekerja untuk keuntungan diri mereka sendiri, dan di rumah Tuhan, mereka melaksanakan tugas untuk diberkati. Demi mendapatkan berkat, orang meninggalkan segalanya dan mampu menanggung banyak penderitaan. Tidak ada bukti yang lebih kuat mengenai natur Iblis dalam diri manusia dibandingkan hal ini" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Firman Tuhan menyingkapkan sudut pandang antikristus tentang berkat dan kemalangan. Mereka mengejar berkat dalam iman mereka, dan menganggap sudah seharusnya mereka diberkati karena iman mereka. Jika itu tidak terjadi, mereka pun menganggap beriman itu tidak ada artinya, dan mereka bahkan bisa mengkhianati Tuhan dan meninggalkan-Nya kapan pun. Aku sadar bahwa pandanganku tentang iman sama. Kupikir karena aku telah melakukan semua pengorbanan itu, sudah seharusnya Tuhan memberkati aku dan keluargaku dengan keselamatan, dengan kebebasan dari penyakit dan malapetaka. Jadi, baik aku sendiri atau suamiku yang sakit, aku salah paham dan menyalahkan Tuhan. Aku bahkan mengajukan tuntutan tidak masuk akal kepada-Nya, ingin Dia menyembuhkan virusku dan kanker suamiku. Begitu Tuhan tidak mengabulkan keinginanku, aku tidak lagi ingin mengorbankan diri untuk tugasku. Sudut pandangku tentang iman begitu tidak masuk akal! Sebenarnya Tuhan tidak pernah mengatakan bahwa hal-hal buruk tidak akan pernah dialami oleh orang percaya. Dia mengatur segalanya. Kelahiran, kematian, penyakit, dan kesehatan, semuanya ada di tangan-Nya, manusia tidak hanya menerima berkat dari Tuhan, tetapi juga kemalangan dan tidak terkecuali orang-orang percaya. Menunaikan tugas adalah hal paling tepat dan alami yang harus dilakukan makhluk ciptaan dan itu tidak ada hubungannya dengan diberkati atau tidak. Namun, aku telah begitu dirusak oleh Iblis sampai hal-hal seperti "Jika orang tidak memikirkan dirinya sendiri, langit dan bumi akan menghukumnya" dan "Jangan pernah bangun pagi kecuali ada untungnya" menjadi racun iblis yang kujadikan pedoman hidupku. Aku hanya terus memikirkan kepentinganku sendiri, menganggap Tuhan sebagai sesuatu yang bisa kumanfaatkan. Aku ingin menggunakan penderitaan, pengorbanan, dan kerja kerasku untuk menipu Tuhan demi mendapatkan berkat. Saat Tuhan melakukan sesuatu yang merugikan kepentingan pribadiku, aku pun dipenuhi keluhan dan salah paham terhadap-Nya, bahkan bernalar dengan-Nya dan menentang Dia. Orang percaya macam apa aku ini? Aku begitu egois dan tercela! Aku teringat Paulus, dia juga banyak menderita untuk Tuhan, tetapi dia tidak mengejar kebenaran atau pengenalan akan Tuhan sama sekali. Dia menggunakan pengorbanan, kontribusi, dan kerja kerasnya hanya untuk menukarkan hal-hal ini dengan upah dan mahkota. Dia berkata, "Aku sudah melakukan pertandingan yang baik. Aku sudah menyelesaikan perlombaanku, aku sudah menjaga imanku: Mulai dari sekarang sudah tersedia bagiku mahkota kebenaran" (2 Timotius 4:7-8). Yang sebenarnya dia maksudkan adalah jika Tuhan tidak memahkotainya dan memberinya upah, berarti Tuhan tidak adil. Dia ingin menggunakan upaya dan penderitaannya sendiri sebagai modal untuk menekan Tuhan, untuk menentang Tuhan. Tuhan pada akhirnya menghukum dirinya. Aku merasa sangat takut saat menyadari hal ini. Aku sadar aku tidak berfokus untuk mengejar kebenaran dalam imanku, hanya mengejar kasih karunia dan berkat. Aku berada di jalan melawan Tuhan. Aku tak akan pernah mendapatkan kebenaran dengan cara itu, dan watak rusakku tidak akan berubah. Pada akhirnya aku hanya akan disingkirkan! Ada bagian lain firman Tuhan yang kubaca setelah itu: "Engkau mungkin berpikir bahwa percaya kepada Tuhan adalah tentang penderitaan atau melakukan segala macam hal bagi-Nya; engkau mungkin berpikir bahwa tujuan percaya kepada Tuhan adalah agar dagingmu merasakan kedamaian, atau agar segala sesuatu dalam hidupmu berjalan lancar, atau agar engkau merasa nyaman dan tenang dalam segala hal. Namun, tak satu pun dari hal-hal ini merupakan tujuan yang harus manusia capai dalam kepercayaan mereka kepada Tuhan. Jika engkau percaya demi tujuan-tujuan ini, berarti sudut pandangmu itu salah dan sama sekali tidak mungkin bagimu untuk disempurnakan. Tindakan Tuhan, watak Tuhan yang benar, hikmat-Nya, firman-Nya, keajaiban-Nya serta diri-Nya yang tak terselami, semua itulah yang harus manusia pahami. Engkau harus menggunakan pemahaman ini untuk menyingkirkan dari dalam hatimu semua tuntutan, harapan dan gagasan pribadimu. Hanya dengan menyingkirkan hal-hal ini, engkau bisa memenuhi syarat yang dituntut oleh Tuhan, dan hanya dengan melakukan ini, engkau bisa memiliki hidup dan memuaskan Tuhan. Tujuan percaya kepada Tuhan adalah untuk memuaskan-Nya dan hidup dalam watak yang Dia inginkan, sehingga tindakan dan kemuliaan-Nya dapat terwujud lewat sekelompok orang yang tidak layak ini. Inilah cara pandang yang benar untuk percaya kepada Tuhan, dan ini juga merupakan tujuan yang harus engkau capai" (Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Mereka yang Akan Disempurnakan Harus Mengalami Pemurnian"). Firman Tuhan menunjukkan kepadaku apa yang seharusnya kukejar. Tidak seharusnya aku mengejar berkat atau manfaat apa pun dalam imanku, sebaliknya aku seharusnya berusaha untuk mengenal dan memuaskan Tuhan, menjadi seperti Ayub tanpa ada permintaan atau tuntutan apa pun terhadap Tuhan. Ayub percaya bahwa segala sesuatu yang dia miliki diberikan oleh Tuhan, jadi entah Tuhan memberi atau mengambil, entah dia mendapat berkat atau kemalangan, dia tunduk kepada Tuhan tanpa syarat dan memuji kebenaran-Nya. Jadi, saat Iblis mencobai Ayub, saat semua hartanya dicuri, anak-anaknya meninggal, menderita, dan muncul barah di sekujur tubuhnya, dia tidak pernah mengeluh tentang Tuhan, dan terus memuji nama-Nya. Apa pun yang Tuhan lakukan, Ayub berdiri di tempatnya sebagai makhluk ciptaan, tunduk kepada Tuhan dan menyembah Dia. Iman Ayub dipuji oleh Tuhan. Pemahaman ini memberiku jalan penerapan. Entah suamiku pulih atau tidak, aku harus tunduk kepada Tuhan dan melaksanakan tugasku.
Kemudian, aku membaca ini dalam firman Tuhan: "Tuhan telah sepenuhnya merencanakan asal-usul, kemunculan, masa hidup, kesudahan semua makhluk ciptaan, serta misi hidup mereka dan peran yang mereka mainkan di antara seluruh umat manusia. Tak seorang pun dapat mengubah hal-hal ini; ini adalah otoritas Sang Pencipta. Kemunculan setiap makhluk ciptaan, misi hidup mereka, kapan masa hidup mereka akan berakhir—semua tatanan ini telah ditetapkan oleh Tuhan sejak lama, sebagaimana Tuhan menetapkan orbit setiap benda angkasa; orbit mana yang diikuti benda-benda langit ini, selama berapa tahun, bagaimana mereka mengorbit, hukum-hukum apa yang mereka ikuti—semua ini telah ditetapkan oleh Tuhan sejak dahulu kala, tidak berubah selama ribuan, puluhan ribu, ratusan ribu tahun. Ini ditetapkan oleh Tuhan, dan ini adalah otoritas-Nya" (Firman, Jilid 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Aku mengerti dari firman Tuhan bahwa takdir, usia, dan kesudahan kita semuanya ada di tangan Tuhan Sang Pencipta. Kelahiran, kematian, penyakit, dan kesehatan, semuanya ditentukan oleh pengaturan Tuhan. Tuhan menetapkan kapan kita mati, dan tidak seorang pun bisa lolos dari itu. Namun, jika waktu yang Tuhan tentukan untuk kita belum tiba, meskipun kita mengidap kanker, kita tetap tidak akan mati. Ini otoritas Tuhan, dan tidak ada yang bisa mengubahnya. Pemahaman itu membantuku sedikit tenang. Aku tahu kesehatan suamiku ada di tangan Tuhan dan yang bisa kulakukan hanyalah tunduk pada apa yang Tuhan atur dan melaksanakan tugasku.
Suamiku terus menjalani kemoterapi di rumah sakit selama beberapa waktu, dan yang mengejutkan, sel-sel kanker di dalam darahnya telah hilang. Semua indikator normal. Setengah dari tumornya juga hilang. Dokter bilang sangat jarang melihat kasus seperti ini. Putra kami berkata ayah rekan kerjanya menderita kanker yang sama. Dia menjalani kemoterapi sekali dan tidak kuat menerimanya, lalu meninggal beberapa bulan kemudian. Aku sangat bersyukur kepada Tuhan karena suamiku membaik secepat itu. Yang membuatku paling bahagia adalah suamiku tadinya hanya percaya di bibir saja, dan dia selalu mengejar uang, tetapi setelah kankernya, dia mendapat pemahaman tentang kemahakuasaan dan kedaulatan Tuhan, dan dia kemudian memberitakan Injil dan bersaksi tentang perbuatan Tuhan kepada teman dan kerabat.
Meskipun mengalami semua ini sangat menyakitkan bagiku, aku bisa mendapatkan beberapa pemahaman tentang hasratku untuk mendapatkan berkat dan cara pandangku yang keliru tentang pengejaran, dan aku telah memperbaiki pengejaranku dalam imanku. Semua ini adalah pelajaran yang kupetik dari pengalaman ini. Aku mengerti bahwa pekerjaan Tuhan untuk menyelamatkan manusia sangatlah nyata!
Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.
Oleh Saudara Liang Zhi, Provinsi Anhui Namaku Liang Zhi dan aku menerima keselamatan Tuhan pada akhir zaman enam tahun yang lalu. Suatu...
Oleh Saudara Bernard, Filipina Tahun 2006, aku masih duduk di bangku SMU. Ketika kami akan mempelajari Alkitab, para guru sering memintaku...
Oleh Saudara Aiden, ItaliaPada Juli 2021, aku membuat video di gereja. Aku tahu ini tugas yang sangat penting, jadi kucurahkan banyak waktu...
Oleh Saudari Xinzhi, TiongkokSuatu hari pada Agustus 2019, pemimpin mengirimiku surat yang memintaku untuk menjemput seorang saudari dari...