Dampak dari Jangan Meragukan Orang yang Kaugunakan

22 Februari 2025

Saya melayani sebagai diaken penginjilan di dalam gereja. Selain menyebarkan Injil, saya juga mengawasi dan menindaklanjuti pelaksanaan tugas oleh para pekerja penginjilan. Terhadap mereka yang berpotensi melaksanakan tugas secara asal-asalan, saya mengawasi mereka secara ketat. Sebagai contoh, saya dengan saksama mencermati situasi calon penerima Injil mereka serta cara-cara mereka bersekutu dan bersaksi. Terkadang, ketika saya mendapati mereka tidak bertanggung jawab dalam tugas-tugasnya, saya akan memangkas mereka dan mengungkapkan masalah mereka. Namun, terhadap beberapa saudara-saudari yang pada umumnya rajin dalam tugas-tugasnya, saya hanya akan sepintas bertanya, apakah mereka mengalami kesulitan apa pun. Saya tidak pernah memikirkan bahwa mereka mungkin gagal memenuhi tanggung jawab atau bermalas-malasan. Saya bahkan berpikir, "Jika saya terlalu ketat dalam menindaklanjuti pekerjaan mereka, akankah mereka berpikir bahwa saya tidak memercayai mereka? Jika mereka mulai berpikir negatif tentang saya, hubungan dengan mereka akan menjadi canggung." Jadi, saya jarang menindaklanjuti atau mengawasi pekerjaan mereka secara saksama.

Suatu hari, saya menerima pesan dari saudari yang bekerja bersama saya. Dia melapor bahwa Sonia tidak bertanggung jawab sebagai penyebar Injil. Dia mundur begitu menghadapi kesulitan, dan menyebabkan pekerjaan tertunda. Saya kaget dengan pesan itu dan berpikir, "Mungkinkah terjadi kesalahan? Sonia biasanya cukup rajin dalam tugas-tugasnya. Bagaimana mungkin dia mengalami masalah seperti ini?" Meskipun saya berjanji untuk menyelidikinya, saya tidak percaya hal semacam itu telah terjadi. Jadi, saya hanya sepintas bertanya kepada Sonia tentang situasinya dalam memberitakan Injil. Dia berkata bahwa belakangan ini dia menghadapi sejumlah kesulitan dalam memberitakan Injil. Beberapa calon penerima Injilnya memiliki banyak gagasan keagamaan, sedangkan yang lain tidak menanggapi pesan-pesannya. Waktu itu, saya berpikir, "Haruskah saya memeriksa pekerjaannya untuk melihat apakah ada masalah?" Namun, lalu saya berpikir, "Sonia biasanya bersikap baik dalam bertugas. Jika saya memeriksa pekerjaannya secara menyeluruh, akankah dia merasa bahwa saya tidak memercayainya dan meragukannya? Jika itu terjadi, pertemuan kami setiap harinya akan menjadi sangat canggung! Jika dia berpikir negatif tentang saya, akan sulit bekerja sama dengannya di kemudian hari. Selain itu, Sonia pernah menjadi diaken penginjilan, jadi seharusnya dia paham cara untuk mencapai suatu hasil. Dia tidak akan melepaskan tanggung jawab dan mundur dari kesulitan. Karena dia mengajukan sejumlah alasan, pastilah dia benar-benar menghadapi masalah." Jadi, saya tidak menyelidikinya lebih jauh. Beberapa hari kemudian, saudari yang bekerja sama dengan saya itu melapor lagi bahwa Sonia tidak bertanggung jawab dalam memberitakan Injil. Ia tidak berusaha bersekutu dan bersaksi kepada calon penerima Injil. Kali ini, saya merasa ada sesuatu yang aneh. Karena saudari yang bekerja sama dengan saya itu telah berulang kali melaporkan masalah Sonia, saya tidak dapat mengabaikannya lagi. Jadi, saya segera berbicara dengan Sonia dan meminta keterangan terperinci tentang setiap calon penerima Injil. Pemeriksaan ini memang mengungkapkan sejumlah masalah. Beberapa calon penerima Injilnya telah menghadiri dua atau tiga pertemuan, tetapi dia tidak tahu apa-apa tentang situasi mereka, dan dia tidak menyadari masalah dan gagasan mereka. Untuk beberapa calon penerima Injil, dia hanya mengirimkan sejumlah pesan ucapan pendek, tanpa adanya tindak lanjut dan persekutuan. Dia bahkan melepaskan beberapa calon penerima Injil yang cocok. Setelah melihat semua masalah ini, saya terkejut. Perilaku Sonia berbeda sepenuhnya dari kesan yang dia tunjukkan kepada saya. Di mata saya, dia rajin dan bertanggung jawab dalam tugas-tugasnya sehingga saya sangat memercayainya ketika menindaklanjuti pekerjaannya, dan merasa bahwa dia tidak akan mengalami kesulitan. Bahkan ketika saya menangkap adanya masalah pada Sonia, saya tidak menganggapnya serius. Saya mulai bertanya dalam hati: Mengapa saya begitu memercayainya? Mengapa saya tidak menindaklanjuti dan memahami pekerjaannya secara saksama seperti yang saya lakukan pada orang lain? Saya merasa mendapat teguran keras. Meskipun pada akhirnya saya menemukan masalah-masalahnya, kini sudah terlalu terlambat untuk memperbaiki kerugian yang telah terjadi.

Ketika merenungkan peristiwa itu, saya membaca sebuah cuplikan firman Tuhan: "Para pemimpin palsu memiliki kekurangan yang fatal: mereka cepat memercayai orang berdasarkan imajinasi mereka sendiri. Dan ini disebabkan karena tidak memahami kebenaran, bukan? Bagaimana firman Tuhan menyingkapkan esensi umat manusia yang rusak? Mengapa mereka memercayai manusia padahal Tuhan tidak? Para pemimpin palsu begitu congkak dan merasa diri benar, bukan? Yang mereka pikirkan adalah, 'Aku tidak mungkin salah menilai orang ini, seharusnya tidak ada masalah dengan orang yang telah kunilai cocok ini; mereka pastinya bukan orang yang suka makan, minum, dan bersenang-senang, atau yang menyukai kenyamanan dan membenci kerja keras. Mereka benar-benar dapat diandalkan dan dapat dipercaya. Mereka tidak akan berubah; jika mereka berubah, itu pasti berarti aku keliru tentang mereka, bukan?' Logika macam apa ini? Apakah engkau sejenis orang yang ahli? Apakah engkau memiliki penglihatan sinar-x? Apakah engkau memiliki keahlian khusus itu? Engkau bisa saja hidup bersama seseorang selama satu atau dua tahun, tetapi akankah engkau mampu melihat siapa diri mereka yang sebenarnya tanpa lingkungan yang cocok untuk menyingkapkan esensi natur mereka sepenuhnya? Jika mereka tidak disingkapkan oleh Tuhan, engkau bisa saja hidup berdampingan dengan mereka selama tiga atau bahkan lima tahun dan pasti tetap bergumul untuk melihat esensi natur seperti apa yang mereka miliki. Dan betapa lebih sulit lagi jika engkau jarang bertemu dengan mereka, jarang bersama dengan mereka? Para pemimpin palsu dengan begitu saja memercayai seseorang berdasarkan kesan sekilas atau penilaian positif orang lain tentang mereka, dan berani memercayakan pekerjaan gereja kepada orang semacam itu. Dalam hal ini, bukankah mereka terlalu buta? Bukankah mereka bertindak dengan ceroboh? Dan bukankah para pemimpin palsu bersikap sangat tidak bertanggung jawab ketika mereka bekerja seperti ini?" (Firman, Jilid 5, Tanggung Jawab Para Pemimpin dan Pekerja, "Tanggung Jawab Para Pemimpin dan Pekerja (3)"). Tuhan menyingkapkan bahwa para pemimpin palsu tidak bertanggung jawab dalam pekerjaan mereka dan bahwa mereka congkak dan merasa diri benar. Mereka berpikir bahwa mereka dapat menilai orang secara akurat. Akibatnya, mereka memercayai orang begitu saja, yang mengakibatkan kerugian pada pekerjaan. Saya juga pernah tidak bertanggung jawab terhadap Sonia. Saya pikir karena dia pernah melayani sebagai diaken penginjilan dan telah menerima penilaian yang cukup baik terkait tugas-tugasnya yang lalu, dia mungkin tidak akan menyebabkan masalah apa pun. Saya merasa tenang dan membiarkannya melakukan apa-apa tanpa pengawasan. Jadi, tiap kali memeriksa pekerjaannya, saya melakukannya sebagai formalitas saja. Ketika muncul kesalahan dalam pekerjaan, dan saudari yang bekerja bersama saya melaporkan masalah Sonia, saya masih tidak memercayainya. Saya pikir Sonia bukan orang yang seperti itu. Saya hanya menanyakan keadaan berbagai hal sebagai formalitas saja, dan begitu saja memercayai Sonia berdasarkan alasan-alasan yang diberikannya. Baru ketika saudari yang bekerja bersama saya mengingatkan saya untuk kedua kalinya akhirnya saya menindaklanjuti pekerjaan Sonia dengan agak terlambat. Namun, di titik itu, kerusakannya sudah terjadi. Tuhan mengharuskan para pengawas untuk memantau dan menindaklanjuti pekerjaan. Namun, saya telah memercayai orang begitu saja, tanpa melaksanakan pekerjaan nyata. Saya benar-benar tidak bertanggung jawab! Kesadaran itu memenuhi saya dengan penyesalan dan rasa bersalah.

Setelahnya, saya terus mencari bimbingan. Mengapa saya tidak mengawasi pekerjaan Sonia? Selama waktu teduh, saya membaca cuplikan dari firman Tuhan: "Sebagian besar orang pernah mendengar pepatah 'Jangan meragukan orang yang kaupekerjakan, dan jangan mempekerjakan orang yang kauragukan'. Menurut keyakinan engkau semua, pepatah itu tepat atau keliru? (Keliru.) Engkau yakin bahwa pepatah itu keliru, tetapi mengapa pepatah itu masih dapat memengaruhimu dalam kehidupan nyata? Ketika perkara semacam itu menimpamu, pemikiran itulah yang akan timbul. Pemikiran itu akan mengganggumu sampai taraf tertentu, dan begitu itu mengganggumu, pekerjaanmu tidak akan maksimal. Jadi, jika engkau yakin bahwa pepatah itu keliru dan telah menentukan bahwa itu keliru, mengapa engkau masih terpengaruh olehnya dan mengapa engkau masih menggunakannya untuk menghibur dirimu sendiri? (Karena manusia tidak memahami kebenaran, mereka lemah dalam melakukan penerapan menurut firman Tuhan, jadi mereka akan menggunakan falsafah Iblis tentang cara berinteraksi dengan orang lain sebagai prinsip atau kriteria dalam melakukan penerapan.) Itulah salah satu alasannya. Adakah yang lain? (Karena ungkapan itu cukup sejalan dengan kepentingan daging manusia, dan mereka secara alamiah akan bertindak sesuai dengan ungkapan itu ketika tidak memahami kebenaran.) Orang tidak hanya bertindak seperti itu ketika tidak memahami kebenaran. Bahkan ketika memahami kebenaran, mereka mungkin tidak mampu melakukan penerapan sesuai dengan kebenaran. Tepat jika dikatakan bahwa ungkapan itu 'cukup sejalan dengan kepentingan daging manusia'. Orang lebih memilih untuk mengikuti siasat curang atau falsafah Iblis tentang cara berinteraksi dengan orang lain untuk melindungi kepentingan daging mereka sendiri daripada menerapkan kebenaran. Di samping itu, mereka memiliki dasar untuk melakukannya. Dasar apakah itu? Dasarnya adalah bahwa ungkapan itu telah diterima secara luas oleh masyarakat sebagai hal yang benar. Ketika mereka melakukan berbagai hal sesuai dengan ungkapan itu, perbuatan mereka dapat dianggap sah di depan semua orang lain, dan mereka pun akan terbebas dari kritikan. Ketika dipandang dari perspektif moral ataupun hukum, atau dari sudut pandang gagasan tradisional, pandangan dan penerapan itu masuk akal. Jadi, ketika engkau tidak bersedia untuk menerapkan kebenaran atau ketika engkau tidak memahaminya, engkau lebih memilih untuk menyinggung Tuhan, melanggar kebenaran, dan mundur ke posisi yang tidak melangkahi ambang batas moralitas. Di manakah posisi itu? Posisi itu adalah ambang batasmu untuk 'jangan meragukan orang yang kaupekerjakan, dan jangan mempekerjakan orang yang kauragukan'. Dengan mundur ke posisi itu dan bertindak sesuai dengan ungkapan tadi, engkau akan memperoleh ketenangan batin. Mengapa itu memberimu ketenangan batin? Karena orang lain juga berpikir dengan cara yang sama. Selain itu, hatimu juga memendam gagasan bahwa hukum tidak bisa ditegakkan jika semua orang adalah pelanggarnya, dan engkau berpikir, 'Semua orang juga berpikiran begitu. Jika aku melakukan penerapan sesuai dengan ungkapan itu, tidak masalah jika Tuhan mengutukku karena aku tidak dapat melihat Tuhan ataupun menyentuh Roh Kudus. Setidaknya, di mata orang lain, aku akan dipandang sebagai seseorang yang memiliki sifat manusiawi, seseorang yang memiliki sedikit hati nurani.' Engkau memilih untuk mengkhianati kebenaran demi 'sifat manusiawi' itu supaya orang lain memandangmu tanpa sikap yang memusuhi di mata mereka. Lalu, semua orang akan berpikir positif tentangmu, engkau tidak akan dikritik, dan engkau akan hidup nyaman dengan batin yang tenang—apa yang engkau cari adalah ketenangan batin. Apakah ketenangan batin itu adalah perwujudan rasa cinta seseorang akan kebenaran? (Bukan.) Jadi, watak macam apakah itu? Apakah watak itu mengandung kelicikan? Ya, kelicikan ada di dalamnya" (Firman, Jilid 4, Menyingkapkan Antikristus, "Lampiran Satu: Apa arti Kebenaran"). Ketika melihat diri saya di bawah terang firman Tuhan, saya menyadari bahwa kegagalan saya dalam mengawasi pekerjaan Sonia berasal dari saya yang dikendalikan oleh falsafah Iblis tentang cara berinteraksi dengan orang lain yang berbunyi "Jangan meragukan orang yang kaupekerjakan, dan jangan mempekerjakan orang yang kauragukan." Saya berpikir bahwa mempekerjakan seseorang, itu berarti dia tidak boleh diragukan lagi. Jika tidak, itu artinya saya tidak memercayainya. Saya tadinya khawatir jika saya memeriksa pekerjaan Sonia secara terperinci, dia mungkin merasa bahwa saya tidak memercayainya dan akan berprasangka terhadap saya. Jadi, saya tidak menindaklanjuti pekerjaannya dan gagal memenuhi tanggung jawab saya sehingga pekerjaan tertunda. Saya menggunakan pembenaran yang terlihat logis, yaitu "Jangan meragukan orang yang kaupekerjakan, dan jangan mempekerjakan orang yang kauragukan" sebagai dalih untuk tidak mengawasi dan memeriksa pekerjaan, semata-mata agar tidak menyinggung perasaan orang agar saya dapat melindungi reputasi dan status saya. Yang saya perlihatkan adalah watak Iblis saya yang egois dan licik. Meskipun saya memercayai dan mengikuti Tuhan, makan dan minum firman Tuhan, serta melaksanakan tugas saya, saya tidak menganggap firman Tuhan sebagai prinsip untuk perilaku dan tindakan saya. Lalu, ketika berbagai hal menimpa saya, saya masih bergantung pada falsafah Iblis untuk menghadapinya, abai dalam mengawasi atau memeriksa pekerjaan, dan gagal memenuhi tanggung jawab saya dalam bertugas. Saya telah menentang dan mengkhianati Tuhan. Kesadaran itu membuat saya takut, dan saya pun menyadari bahwa hidup dengan falsafah Iblis hanya akan merugikan saya.

Kemudian, saya membaca cuplikan lain dari firman Tuhan: "Menurutmu, apakah pandangan 'Jangan meragukan orang yang kaupekerjakan, dan jangan mempekerjakan orang yang kauragukan' itu benar? Apakah perkataan ini adalah kebenaran? Mengapa orang itu mau menggunakan perkataan ini dalam pekerjaan rumah Tuhan dan dalam melaksanakan tugasnya? Apa masalahnya di sini? 'Jangan meragukan orang yang kaupekerjakan, dan jangan mempekerjakan orang yang kauragukan' jelas-jelas merupakan perkataan orang tidak percaya, perkataan yang berasal dari Iblis—jadi mengapa dia memperlakukan perkataan ini sebagai kebenaran? Mengapa dia tidak mampu membedakan apakah perkataan ini benar, atau salah? Ini jelas merupakan perkataan manusia, perkataan manusia yang rusak, perkataan ini sama sekali bukan kebenaran, sangat bertentangan dengan firman Tuhan, dan tidak boleh dijadikan sebagai standar untuk tindakan, perilaku, dan penyembahan manusia kepada Tuhan. Jadi, bagaimana perkataan ini harus diperlakukan? Jika engkau benar-benar mampu membedakan, standar kebenaran seperti apa yang harus kaugunakan sebagai penggantinya untuk berfungsi sebagai prinsip dalam melakukan penerapanmu? Itu seharusnya adalah 'laksanakan tugasmu dengan segenap hati, segenap jiwa, dan segenap pikiranmu'. Bertindak dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap pikiranmu artinya tidak boleh dikekang oleh siapa pun; itu artinya menjadi sehati sepikiran, dan tidak lebih dari itu. Ini adalah tanggung jawabmu dan tugasmu, dan engkau harus melaksanakannya dengan baik, karena ini adalah hal yang sangat wajar dan dibenarkan. Masalah apa pun yang kauhadapi, engkau harus bertindak berdasarkan prinsip. Tanganilah semua itu sebagaimana mestinya; jika pemangkasan diperlukan, lakukanlah, dan jika pemberhentian diperlukan, lakukanlah. Singkatnya, bertindaklah berdasarkan firman Tuhan dan kebenaran. Bukankah ini adalah prinsipnya? Bukankah ini kebalikan dari ungkapan 'Jangan meragukan orang yang kaupekerjakan, dan jangan mempekerjakan orang yang kauragukan'? Apa artinya jangan meragukan orang yang kaupekerjakan, dan jangan mempekerjakan orang yang kauragukan? Artinya, jika engkau telah mempekerjakan seseorang, engkau tidak boleh meragukannya, engkau harus melepaskan kendalimu atasnya, tidak mengawasinya, dan membiarkannya melakukan apa yang dia inginkan; dan jika engkau meragukannya, engkau seharusnya tidak mempekerjakannya. Bukankah ini arti ungkapan itu? Ungkapan ini sangat salah. Manusia telah dirusak sedemikian dalamnya oleh Iblis. Semua orang memiliki watak Iblis, dan mampu mengkhianati Tuhan dan menentang Tuhan. Bisa dikatakan tak seorang pun bisa dipercaya. Meskipun seseorang bersumpah, itu tidak ada gunanya karena manusia dikekang oleh watak rusak mereka dan tak mampu mengendalikan diri mereka sendiri. Mereka harus menerima penghakiman dan hajaran Tuhan sebelum mereka mampu menyelesaikan masalah watak rusak mereka, dan sepenuhnya menyelesaikan masalah penentangan dan pengkhianatan mereka terhadap Tuhan—menyelesaikan sumber dosa manusia. Semua orang yang belum melewati penghakiman dan penyucian Tuhan dan belum memperoleh keselamatan tidak dapat diandalkan. Mereka tidak layak dipercaya. Oleh karena itu, ketika engkau menggunakan seseorang, engkau harus mengawasi dan mengarahkan mereka. Selain itu, engkau harus memangkas mereka dan sering mempersekutukan kebenaran, dengan begini, barulah engkau dapat melihat dengan jelas apakah dia dapat terus digunakan atau tidak. Jika ada orang-orang yang mampu menerima kebenaran, menerima diri mereka dipangkas, mampu melaksanakan tugas mereka dengan setia, dan yang mengalami kemajuan terus-menerus dalam hidup mereka, maka hanya orang-orang inilah yang benar-benar dapat digunakan" (Firman, Jilid 4, Menyingkapkan Antikristus, "Lampiran Satu: Apa arti Kebenaran"). Firman Tuhan menunjukkan jalan penerapan kepada manusia. Meskipun hal tersebut merugikan reputasi atau kepentingan pribadi saya, melaksanakan tugas saya sesuai dengan tuntutan Tuhan adalah prinsip yang harus saya pegang. Sebagai pengawas, memantau dan menindaklanjuti pekerjaan adalah tugas saya. Siapa pun mereka, asalkan mereka berada di bawah tanggung jawab saya, saya harus memantau dan menindaklanjuti mereka. Jika saya melihat mereka bertindak asal-asalan, tidak bertanggung jawab, atau melanggar prinsip-prinsip, saya harus menolong, membetulkan, dan memangkas mereka. Jika masih tidak memperbaiki kesalahannya, mereka perlu dipindahtugaskan atau diberhentikan. Saya tidak boleh melepas kendali dan memercayai orang begitu saja, karena itu adalah perwujudan sikap tidak bertanggung jawab dan bodoh. Kita telah sangat dirusak oleh Iblis dan sering hidup sesuai dengan watak rusak kita, melaksanakan tugas-tugas kita secara asal-asalan, dan menggunakan tipu muslihat untuk bermalas-malasan. Sebelum watak rusak kita disucikan, tidak ada seorang pun yang dapat diandalkan. Jadi, manusia memerlukan pemimpin dan pekerja untuk mengawasi mereka. Ini juga diperlukan untuk mendorong orang agar melaksanakan tugas-tugas mereka dengan lebih baik. Meskipun Sonia pernah menjadi diaken penginjilan serta biasanya rajin dan bertanggung jawab dalam tugas-tugasnya, setelah diberhentikan, dia hidup dalam keadaan membatasi dirinya sendiri sebagai orang yang berkualitas rendah. Dia menjadi cenderung negatif dan pasif dalam tugas barunya sehingga banyak pekerjaan tidak selesai tepat waktu. Ketika pekerjaannya tidak ditindaklanjuti atau diawasi, saya tidak mampu menemukan atau menangani masalah terkait keadaannya tepat waktu.

Saya membaca cuplikan firman Tuhan yang lain dan menemukan beberapa jalan yang dapat ditempuh untuk melaksanakan pekerjaan nyata. Tuhan berfirman: "Sepenting apa pun pekerjaan yang dilakukan seorang pemimpin atau pekerja, dan apa pun natur pekerjaan ini, prioritas nomor satu mereka adalah memahami dan mengerti bagaimana pekerjaan tersebut berlangsung. Mereka harus berada di sana secara langsung untuk menindaklanjuti segala sesuatu dan mengajukan pertanyaan, mendapatkan informasi mereka secara langsung. Mereka tidak boleh hanya mengandalkan rumor atau mendengarkan laporan orang lain. Sebaliknya, mereka harus mengamati dengan mata kepala sendiri kondisi personel dan bagaimana kemajuan pekerjaan, dan memahami kesulitan apa yang sedang dihadapi, apakah ada area yang bertentangan dengan tuntutan Yang di Atas, apakah terdapat pelanggaran terhadap prinsip, apakah ada gangguan atau kekacauan, apakah ada kekurangan peralatan yang diperlukan atau materi pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan profesional; mereka harus terus-menerus mengetahui dan memberikan perhatian pada semua hal ini. Sebanyak apa pun laporan yang mereka dengar, atau sebanyak apa pun informasi yang mereka kumpulkan dari rumor, tak satu pun dari hal-hal ini yang lebih baik dari kunjungan pribadi; itu lebih akurat dan dapat diandalkan bagi mereka untuk melihat berbagai hal dengan mata kepala mereka sendiri. Begitu mereka familier dengan semua aspek situasinya, mereka akan mengetahui dengan jelas tentang apa yang sedang terjadi" (Firman, Jilid 5, Tanggung Jawab Para Pemimpin dan Pekerja, "Tanggung Jawab Para Pemimpin dan Pekerja (4)"). Dari firman Tuhan, saya memahami bahwa ketika melaksanakan pekerjaan, kita tidak dapat memercayai orang begitu saja atau melepas kendali setelah memberikan tugas. Kita harus mengawasi dan memeriksa pekerjaan orang secara langsung. Selain itu, sekali memeriksa saja tidak cukup. Kita perlu menyelidikinya selama kurun waktu tertentu. Kita harus memiliki pemahaman yang jelas tentang perkembangan dan situasi spesifik dari pekerjaan saudara-saudari. Hanya dengan cara itulah kita dapat segera mengenali masalah mereka dan bersekutu untuk memperbaiki keadaan. Jika tidak, mereka dapat menimbulkan kerugian dalam pekerjaan itu. Ketika menyadari itu, saya berdoa kepada Tuhan, mengungkapkan kesediaan saya untuk bertobat, melaksanakan tugas saya sesuai dengan tuntutan Tuhan, dan melaksanakan pekerjaan saya dengan baik. Selama beberapa hari setelahnya, ketika saya menindaklanjuti pekerjaan, saya dengan cermat menyelidiki jalannya pekerjaan saudara-saudari, dan tanpa memandang latar belakang atau pengalaman mereka dalam memberitakan Injil, saya mengawasi dan menindaklanjuti mereka dengan cara yang sama.

Belakangan, saya perlu menindaklanjuti pekerjaan Saudari Lydia. Dia pernah bekerja sama dengan saya, dan awalnya saya berpikir, "Dia tahu cara melakukan berbagai hal. Mungkin dia tidak memerlukan pengawasan saya." Namun, ketika pikiran itu timbul, saya menyadari bahwa itu keliru. Saya tidak boleh lagi melaksanakan tugas saya menurut falsafah Iblis "Jangan meragukan orang yang kaupekerjakan". Jadi, saya benar-benar berusaha untuk menyelidiki jalannya pekerjaan Lydia. Suatu kali, saya menyadari bahwa hasil pekerjaannya menurun. Awalnya saya memberinya peringatan, tetapi setelah itu tidak ada perkembangan yang berarti. Jadi, saya langsung melibatkan diri dalam pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Saya berbicara kepada saudara-saudari dan berusaha memahami situasi nyata dari pekerjaan itu, dan akhirnya saya benar-benar menemukan sejumlah masalah. Setelah saya menunjukkannya kepada Lydia, pelaksanaan tugasnya menjadi lebih efektif. Lydia juga berkata bahwa pengawasan dan pemantauan terhadap pekerjaannya sungguh bermanfaat, karena belakangan ini dia memang cenderung berlama-lama dalam melaksanakan tugasnya. Dia juga berkata bahwa pengawasan itu menjadi pengingat dan pemacu bagi dirinya. Dengan melakukan penerapan itu, saya juga merasa lebih damai. Kesadaran dan perubahan yang saya alami adalah hasil bimbingan firman Tuhan. Saya sangat bersyukur kepada Tuhan!

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Sikap yang Benar Terhadap Tugas

Oleh Saudari Melanie, FilipinaDahulu, aku menyirami para orang percaya baru di gereja, tetapi karena kualitasku agak kurang, ada banyak...

Kurangi Ukuran Huruf
Tambah Ukuran Huruf
Masuk Layar Penuh
Keluar Layar Penuh