24. Hari-hariku Menginjil di Garis Depan
Pada Januari 2021, dua rekan prajuritku mengabarkan Injil Tuhan Yang Mahakuasa kepadaku. Kemudian dengan menghadiri pertemuan dan membaca firman Tuhan, aku menjadi tahu Tuhan telah menjadi daging pada akhir zaman untuk menyelamatkan manusia yang rusak, dan aku juga memahami makna penting inkarnasi Tuhan. Tak pernah kubayangkan Tuhan secara pribadi akan menjadi daging untuk menampakkan diri dan bekerja di antara manusia. Ini adalah misteri besar, dan merupakan kasih sejati dan penyelamatan terbesar Tuhan bagi manusia. Aku sangat tergugah. Tak pernah terbayangkan aku dapat mendengar suara Tuhan dan melihat penampakan dan pekerjaan-Nya. Aku merasa sangat beruntung, dan itu membuatku makin ingin menghadiri pertemuan. Dengan membaca firman Tuhan dan bersekutu bersama saudara-saudari, aku sadar bahwa mengabarkan Injil adalah tanggung jawab setiap orang dan itulah yang Tuhan tuntut dari kita. Mengabarkan Injil adalah bersaksi tentang Tuhan, membawa manusia ke hadapan Tuhan, memungkinkan mereka memperoleh kebenaran dan penyelamatan Tuhan, sekaligus menambah perbuatan baik seseorang. Jika aku tak melakukan itu, aku akan mengabaikan tugasku sebagai makhluk ciptaan dan tak akan layak makan dan minum firman Tuhan. Setelah memahami semua itu, aku sangat bersemangat untuk mengabarkan Injil. Aku juga ingin bekerja dengan Tuhan dan mengabarkan Injil Kerajaan kepada lebih banyak orang. Setelah itu, aku selalu berlatih mengabarkan Injil setiap ada waktu luang. Lalu pada bulan Oktober, aku dipindahkan ke pasukan yang kebetulan ada saudara yang bernama Nyon, yang juga percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Aku bekerja dengannya untuk mengabarkan Injil kepada rekan-rekanku. Suatu ketika, aku mengundang sekitar 20 prajurit lainnya untuk datang mendengarkan khotbah kami, dan aku bersama Saudara Nyon bersaksi kepada mereka tentang pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa pada akhir zaman. Setelah mencari dan menyelidiki, 20 prajurit ini akhirnya menerima Injil. Aku sangat senang dan menjadi lebih percaya diri dalam mengabarkan Injil.
Aku dipindahkan ke garis depan ketika perang saudara terjadi di Myanmar. Aku melihat beberapa foto warga sipil yang dipukuli dan terluka, dan beberapa dari mereka yang diselamatkan dari kamp musuh juga memberi tahu kami bahwa setelah ditangkap, mereka harus memasak untuk tentara musuh, dan para tentara itu juga memaksa mereka berperang. Mereka akan menembak dan membunuh orang-orang yang tak mau berperang. Beberapa rumah warga sipil juga ikut terbakar akibat pertempuran tersebut, dan mereka terpaksa hidup bersembunyi di hutan. Dan setiap kali para tentara berperang atau menyerang permukiman, ada yang dibawa kembali dalam keadaan terluka dan dirawat di rumah sakit. Aku sangat bersimpati melihat keadaan mereka. Kupikir, mereka mungkin tidak percaya kepada Tuhan, dan tanpa iman, mereka tidak tahu nasib orang berada di tangan siapa, atau siapa yang dapat mereka andalkan untuk mendapatkan perlindungan. Jika aku bisa mengabarkan Injil dan membawa mereka ke hadapan Tuhan, mereka akan mampu berdoa kepada Tuhan dan membaca firman-Nya untuk memahami kebenaran, mendapatkan perlindungan Tuhan. Pemikiran ini membuat hatiku sedikit terbeban. Aku ingin pergi ke pemukiman itu untuk mengabarkan Injil dan membawa mereka ke hadapan Tuhan. Namun, aku belum terbiasa dengan medan garis depan, dan aku tidak tahu di mana tentara musuh bersembunyi. Pergi mengabarkan Injil dalam situasi seperti itu, jika bertemu pasukan musuh, ada kemungkinan aku akan ditangkap atau dibunuh. Aku sangat takut. Aku berdoa kepada Tuhan untuk mencari tahu apa yang harus kulakukan. Lalu aku teringat firman Tuhan: "Engkau tahu bahwa segala sesuatu di lingkungan sekitarmu berada di sana atas seizin-Ku, semuanya diatur oleh-Ku. Lihatlah dengan jelas dan puaskanlah hati-Ku di lingkungan yang telah Kuberikan kepadamu. Jangan takut, Tuhan Yang Mahakuasa atas alam semesta pasti akan menyertaimu; Dia berdiri di belakang engkau semua dan Dia adalah perisaimu" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 26"). Aku sadar, aku takut keluar dan mengabarkan Injil dan ditangkap atau dibunuh oleh pasukan musuh karena aku belum punya pemahaman yang benar tentang kemahakuasaan Tuhan dan kekuasaan-Nya atas segalanya, dan aku tak punya iman. Aku juga memahami, semua situasi yang kuhadapi setiap hari ini, besar dan kecil, dikuasai dan diatur oleh Tuhan. Entah aku akan ditangkap musuh atau tidak, itu juga berada di tangan Tuhan. Betapa pun berbahayanya situasinya, jika Tuhan tidak mengizinkannya, mereka tak akan mampu menangkapku. Dan meskipun suatu hari musuh benar-benar menangkapku, entah aku hidup atau mati sepenuhnya terserah Tuhan. Aku harus tunduk pada situasi yang Tuhan atur. Dipindahkan ke garis depan juga mengandung maksud baik Tuhan. Warga sipil di sana tinggal di lingkungan yang berbahaya tanpa seorang pun yang mengabarkan Injil kepada mereka. Mereka belum mendengar suara Tuhan. Mungkin ada orang di sana yang ingin Tuhan selamatkan. Aku harus memikirkan kehendak Tuhan, mengabarkan Injil dan bersaksi tentang Tuhan, sehingga mereka dapat dibawa ke hadapan Tuhan. Saat menyadari hal ini, aku tidak merasa terlalu takut. Aku merasa siap untuk mengandalkan Tuhan dan mengabarkan Injil di lingkungan itu.
Lalu, aku mulai mengabarkan Injil kepada penduduk setempat, tetapi menghadapi kesulitan baru. Penduduk di sana berbahasa Dai. Aku hanya tahu sedikit bahasa sederhana sehari-hari, seperti "Sudah makan?" dan "Mau ke mana?" Aku tidak mampu mengabarkan Injil kepada mereka. Aku merasa sangat cemas. Aku ingin menginjil, tapi tidak tahu bahasanya dan rasanya sangat sulit. Aku berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan, aku ingin mengabarkan Injil, tapi tidak tahu bahasa mereka. Kumohon bimbinglah aku dan bukakan jalan untukku." Suatu ketika dalam pertemuan online, seorang saudari membagikan satu bagian firman Tuhan yang sangat membantuku. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Tuhan menyempurnakan mereka yang sungguh-sungguh mengasihi-Nya, dan semua orang yang mengejar kebenaran di berbagai lingkungan berbeda. Dia memungkinkan orang untuk mengalami firman-Nya melalui berbagai lingkungan atau ujian, sehingga dengan cara demikian mereka memperoleh pemahaman akan kebenaran, pengenalan yang benar akan Dia, dan pada akhirnya memperoleh kebenaran. ... Mereka yang tidak menempuh jalan mengejar kebenaran yang terang itu, akan selamanya hidup di bawah kuasa Iblis, dalam dosa dan kegelapan yang kekal, dan tanpa harapan. Dapatkah engkau semua memahami maksud dari perkataan ini? (Aku harus mengejar kebenaran dan melaksanakan tugasku dengan segenap hati dan pikiranku.) Ketika engkau diminta untuk melaksanakan tugas tertentu, dan tugas itu dipercayakan kepadamu, jangan berpikir tentang bagaimana menghindari kesulitan; jika ada sesuatu yang sulit kautangani, jangan mengesampingkan dan mengabaikannya. Engkau harus menghadapinya secara langsung. Engkau harus selalu ingat bahwa Tuhan menyertai manusia, bahwa setiap kali mereka memiliki kesulitan apa pun, mereka hanya perlu berdoa dan mencari jawaban dari Tuhan, dan bahwa bersama Tuhan, tidak ada yang sukar. Engkau harus memiliki keyakinan ini. Karena engkau percaya bahwa Tuhan adalah Yang Berdaulat atas segala sesuatu, mengapa engkau masih merasa takut ketika sesuatu menimpamu, dan merasa tidak memiliki apa pun yang dapat kauandalkan? Ini membuktikan bahwa engkau tidak mengandalkan Tuhan. Jika engkau tidak menjadikan Dia sebagai penopangmu dan sebagai Tuhanmu, maka Dia bukanlah Tuhanmu. Dalam kehidupan nyata, apa pun situasi yang kauhadapi, engkau harus sering datang ke hadapan Tuhan untuk berdoa dan mencari kebenaran. Sekalipun engkau memahami kebenaran dan mendapatkan sesuatu yang berkaitan dengan satu hal saja setiap harinya, itu tidak akan berarti engkau telah membuang-buang waktu!" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Ketika aku membaca firman itu, firman tertanam kuat dalam hatiku bahwa Tuhan menyertaiku. Saat menghadapi kesulitan, aku hanya perlu berdoa dengan tulus dan mengandalkan Tuhan, dan Dia akan membimbingku. Tak ada yang mustahil bagi Tuhan, jadi aku harus percaya. Mengabarkan Injil adalah tugasku. Aku tak boleh mundur hanya karena aku tak tahu bahasanya. Aku tetap harus melakukan yang terbaik. Karena aku telah memilih untuk mengabarkan Injil demi memuaskan Tuhan, sesulit apa pun, aku harus mengandalkan-Nya dan melaksanakan tugasku. Setelah merenungkan hal ini, aku merasa siap untuk memperjuangkannya, dan sebelum pergi menginjil, aku selalu berdoa kepada Tuhan, memohon agar Dia membimbingku. Aku mulai berusaha berkomunikasi dengan penduduk desa, memutar rekaman khotbah penginjilan dan kesaksian dalam bahasa Dai untuk mereka. Saat memutarkan rekaman, aku juga mendengarkan dengan saksama, dan seusai mendengar satu rekaman, aku selalu bersekutu kepada mereka dan menambahkan sedikit dalam bahasa Dai yang sudah kupelajari. Setelah bekerja seperti itu selama dua atau tiga hari, sembilan orang menerima Injil. Aku sangat bersyukur kepada Tuhan, dan imanku semakin dikuatkan untuk mengabarkan Injil.
Suatu hari, pasukan musuh memposting sebuah video di WeChat. Aku melihat setelah menangkap tentara kami, pasukan musuh menyiksa mereka. Ada yang tangannya dipotong, ada yang kakinya dipotong, dan mereka pernah menggorok leher orang seperti menyembelih babi. Mereka bahkan mengeluarkan jantung mereka dengan pisau. Melihat itu, aku sangat takut. Kupikir, "aku pergi ke permukiman setiap malam untuk mengabarkan Injil—akankah aku ditangkap oleh musuh? Jika mereka berhasil menangkapku, bagaimana jika mereka menganiayaku seperti tentara lainnya itu, atau bahkan menyiksaku sampai mati?" Memikirkannya membuatku takut untuk keluar dan kembali menginjil. Aku sadar pada waktu itu aku tidak dalam keadaan yang benar, jadi aku berdoa dan menyerahkan hatiku kepada Tuhan, memohon agar Dia membimbingku. Kemudian, aku membaca satu bagian firman Tuhan yang memberiku keyakinan dan kekuatan. Firman Tuhan katakan: "Tuhan melakukan pekerjaan penyempurnaan dalam diri manusia, dan mereka tidak bisa melihatnya, tidak bisa merasakannya; dalam situasi inilah imanmu dibutuhkan. Iman manusia dibutuhkan ketika sesuatu tidak bisa terlihat oleh mata telanjang, dan imanmu dibutuhkan ketika engkau tidak bisa melepaskan gagasanmu sendiri. Ketika engkau tidak mengerti pekerjaan Tuhan, yang dibutuhkan darimu adalah memiliki iman dan engkau harus berdiri teguh dan tetap teguh dalam kesaksianmu. Ketika Ayub mencapai titik ini, Tuhan menampakkan diri kepadanya dan berbicara kepadanya. Artinya, hanya dari dalam imanmulah, engkau akan bisa melihat Tuhan, dan ketika engkau memiliki iman, Tuhan akan menyempurnakanmu. Tanpa iman, Dia tidak bisa melakukan ini. Tuhan akan mengaruniakan kepadamu apa pun yang ingin engkau dapatkan. Jika engkau tidak memiliki iman, engkau tidak bisa disempurnakan dan engkau tidak akan mampu melihat perbuatan Tuhan, apalagi kemahakuasaan-Nya. Jika engkau memiliki iman bahwa engkau akan melihat tindakan-Nya dalam pengalaman praktismu, Tuhan akan menampakkan diri kepadamu dan Dia akan mencerahkan dan membimbingmu dari dalam batinmu. Tanpa iman itu, Tuhan tidak bisa melakukan hal itu. Jika engkau sudah kehilangan harapan kepada Tuhan, bagaimana engkau akan bisa mengalami pekerjaan-Nya? Karena itu, hanya jika engkau memiliki iman dan tidak memendam keraguan terhadap Tuhan, hanya jika engkau memiliki iman yang sejati kepada-Nya apa pun yang Dia lakukan, Dia akan menerangi dan mencerahkanmu melalui pengalamanmu, dan hanya setelah itulah engkau akan bisa melihat tindakan-tindakan-Nya. Semua ini dicapai melalui iman. Iman hanya diperoleh melalui pemurnian, dan tanpa pemurnian, iman tidak dapat berkembang. Apa maksud kata 'iman'? Iman adalah kepercayaan yang sejati dan hati yang tulus yang harus manusia miliki ketika mereka tidak bisa melihat atau menyentuh sesuatu, ketika pekerjaan Tuhan tidak sesuai dengan gagasan manusia, ketika itu di luar jangkauan manusia. Inilah iman yang Aku maksudkan" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Mereka yang Akan Disempurnakan Harus Mengalami Pemurnian"). Aku paham bahwa ketika kita menghadapi ujian dan kesulitan, jika kita tak punya iman dan tidak bekerja sama secara aktif, Tuhan tidak punya cara untuk bekerja di dalam kita dan kita tak mungkin disempurnakan oleh-Nya. Makin kita tidak mampu memahami sesuatu, makin kita harus percaya kepada Tuhan, dan satu-satunya cara untuk menumbuhkan iman adalah mengalami ujian. Mengabarkan Injil sambil bertempur di garis depan, menghadapi bahaya ditangkap oleh pasukan musuh merupakan ujian bagiku. Aku tak punya kebenaran, dan tak punya pemahaman yang benar tentang kemahakuasaan dan kedaulatan Tuhan. Aku tidak benar-benar percaya Tuhan mengendalikan segalanya, jadi aku tak punya iman. Menghadapi lingkungan yang berbahaya saat mengabarkan Injil, aku menjadi takut ditangkap dan disiksa sampai mati, jadi aku tak berani keluar dan menginjil. Aku tak mampu benar-benar menyerahkan hatiku kepada Tuhan. Sebenarnya, Tuhan sedang mengatur situasi seperti ini agar Dia bisa memberiku lebih banyak kebenaran, agar aku bisa mencari kebenaran, menerapkannya, dan mengenali kemahakuasaan Tuhan, kendali-Nya atas nasib manusia, dan fakta bahwa hidup dan matiku berada di tangan-Nya. Sekarang setelah menghadapi lingkungan berbahaya seperti itu, aku harus benar-benar mengalami dan menjalaninya, dan itulah satu-satunya cara aku mampu melihat perbuatan Tuhan dan menumbuhkan iman yang sejati. Setelah memahami kehendak Tuhan, hatiku menjadi sangat dicerahkan, dan tidak merasa begitu takut.
Beberapa waktu kemudian, aku membaca bagian lain firman Tuhan yang bahkan lebih memotivasi. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Tuhan punya rencana bagi masing-masing pengikut-Nya. Masing-masing dari mereka akan mengalami lingkungan tertentu yang Tuhan persiapkan bagi manusia, yang di dalamnya mereka melaksanakan tugas mereka, dan mereka dapat menikmati kasih karunia dan kebaikan yang Tuhan karuniakan untuk manusia nikmati. Manusia juga mengalami keadaan-keadaan khusus, yang Tuhan aturkan baginya, dan ada banyak penderitaan yang harus dialaminya—bukan keadaan yang mudah dan tanpa masalah seperti yang manusia bayangkan. Selain itu, jika engkau mengakui bahwa engkau adalah makhluk ciptaan, engkau harus mempersiapkan dirimu untuk menderita dan membayar harga demi memenuhi tanggung jawabmu mengabarkan Injil dan demi melaksanakan tugasmu dengan benar. Harganya mungkin engkau akan menderita penyakit atau kesukaran jasmani, atau menderita penganiayaan si naga merah yang sangat besar atau kesalahpahaman orang-orang dunia terhadapmu, serta berbagai kesengsaraan yang orang alami ketika mengabarkan Injil: dikhianati, dipukul dan dicaci, dikutuk—bahkan diserang dan berada dalam bahaya maut. Mungkin saja, selama proses mengabarkan Injil, engkau akan mati sebelum pekerjaan Tuhan selesai, dan engkau tidak akan hidup untuk melihat hari kemuliaan Tuhan. Engkau harus siap untuk ini. Ini tidak dimaksudkan untuk menakut-nakutimu; ini adalah kenyataannya. ... Bagaimanakah kematian para murid Tuhan Yesus? Di antara para murid, ada yang dirajam, diseret di belakang kuda, disalibkan terbalik, dikoyak-koyakkan oleh lima ekor kuda—berbagai jenis kematian menimpa mereka. Apakah alasan kematian mereka? Apakah mereka dihukum mati secara sah karena kejahatan mereka? Tidak. Mereka dijatuhi hukuman, dipukuli, dicaci, dan dibunuh karena mereka mengabarkan Injil Tuhan dan ditolak oleh orang-orang dunia—dengan cara seperti itulah mereka menjadi martir. ... Sesungguhnya, begitulah tubuh mereka mati dan berakhir; itu adalah cara mereka meninggalkan dunia manusia, tetapi bukan berarti kesudahan mereka sama. Bagaimanapun cara kematian dan kepergian mereka, bagaimanapun itu terjadi, itu bukanlah cara Tuhan mendefinisikan kesudahan akhir dari hidup mereka, kesudahan akhir dari makhluk ciptaan tersebut. Ini adalah sesuatu yang harus kaupahami dengan jelas. Sebaliknya, mereka justru menggunakan cara-cara itu untuk menghakimi dunia ini dan untuk bersaksi tentang perbuatan-perbuatan Tuhan. Makhluk ciptaan ini menggunakan hidup mereka yang paling berharga—mereka menggunakan saat-saat terakhir hidup mereka untuk bersaksi tentang perbuatan-perbuatan Tuhan, untuk bersaksi tentang kuasa Tuhan yang besar, dan untuk menyatakan kepada Iblis dan dunia bahwa perbuatan-perbuatan Tuhan benar, bahwa Tuhan Yesus adalah Tuhan, bahwa Dia adalah Tuhan, dan daging inkarnasi Tuhan. Bahkan hingga di saat terakhir hidup mereka, mereka tidak pernah menyangkal nama Tuhan Yesus. Bukankah ini suatu bentuk penghakiman terhadap dunia ini? Mereka menggunakan nyawa mereka untuk menyatakan kepada dunia, untuk menegaskan kepada manusia bahwa Tuhan Yesus adalah Tuhan, bahwa Tuhan Yesus adalah Kristus, bahwa Dia adalah daging inkarnasi Tuhan, bahwa pekerjaan penebusan yang Dia lakukan bagi semua manusia memungkinkan manusia untuk terus hidup—fakta ini tidak akan berubah selamanya. Mengenai mereka yang menjadi martir karena mengabarkan Injil Tuhan Yesus, sampai sejauh mana mereka melaksanakan tugas mereka? Apakah sampai ke taraf tertinggi? Bagaimana taraf tertinggi itu diwujudkan? (Mereka mempersembahkan nyawa mereka.) Benar, mereka membayar harga dengan nyawa mereka. Keluarga, kekayaan, dan hal-hal material dari kehidupan ini semuanya adalah hal-hal lahiriah; satu-satunya hal yang berkaitan dengan diri mereka adalah nyawa mereka. Bagi setiap orang yang hidup, nyawa adalah hal yang paling bernilai untuk dihargai, hal yang paling berharga dan, yang terjadi adalah, orang-orang ini mampu mempersembahkan milik mereka yang paling berharga—nyawa—sebagai penegasan dan kesaksian tentang kasih Tuhan bagi manusia. Hingga saat wafatnya, mereka tidak menyangkal nama Tuhan, juga tidak menyangkal pekerjaan Tuhan, dan mereka menggunakan saat terakhir hidup mereka untuk bersaksi tentang keberadaan fakta ini—bukankah ini bentuk kesaksian tertinggi? Inilah cara terbaik orang dalam melaksanakan tugasnya; inilah yang artinya orang memenuhi tanggung jawabnya. Ketika Iblis mengancam dan meneror mereka, dan, pada akhirnya, bahkan ketika Iblis membuat mereka harus membayar harga dengan nyawa mereka, mereka tidak melalaikan tanggung jawab mereka. Ini artinya orang memenuhi tugasnya hingga taraf tertinggi. Apakah yang Kumaksud dengan ini? Apakah yang Kumaksudkan adalah agar engkau semua menggunakan metode yang sama untuk bersaksi tentang Tuhan dan mengabarkan Injil-Nya? Engkau tidak perlu melakukan hal yang seperti itu, tetapi engkau harus memahami bahwa ini adalah tanggung jawabmu, bahwa jika Tuhan memintamu untuk melakukannya, engkau harus menerimanya sebagai suatu kehormatan" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Menyebarkan Injil adalah Tugas yang Wajib Semua Orang Percaya Laksanakan"). Aku sadar, kita semua bisa mengikuti Tuhan karena aturan dan pengaturan-Nya, dan Dia juga mengatur keadaan di mana setiap kita dapat melaksanakan tugas kita. Selama mengabarkan Injil, kita pasti menghadapi berbagai macam situasi dan bahaya. Ada yang dipermalukan, ada yang dipukuli dan dicaci maki, ada pula yang diserahkan kepada kekuasaan Iblis dan dianiaya, dan bahkan ada yang kehilangan nyawanya. Namun, apa pun situasinya, aku adalah makhluk ciptaan, dan aku harus melaksanakan tugasku setiap saat. Mengabarkan Injil adalah misi hidupku, tanggung jawabku. Sepahit atau sesulit apa pun, meski harus mengorbankan nyawaku, aku harus melaksanakan tugasku dan memenuhi tanggung jawabku. Aku teringat murid-murid yang mengikuti Tuhan Yesus pada Zaman Kasih Karunia. Mereka juga menghadapi banyak bahaya dalam menyebarkan Injil Tuhan. Ada yang dipukuli dan dicaci maki, ada yang dipenjara, dan ada yang disalibkan, disiksa sampai mati. Namun, mereka tidak mengeluh atau melepaskan tanggung jawab dan tugas mereka. Akhirnya, mereka taat sampai mati, bersaksi tentang perbuatan Tuhan dan kebesaran-Nya dengan hidup mereka, mempermalukan Iblis si setan. Mereka mati bukan karena melakukan sesuatu yang buruk, melainkan karena memberi kesaksian tentang nama Tuhan, dan bahwa Tuhan Yesus adalah Tuhan atas ciptaan. Mereka membayar dengan nyawa mereka sendiri untuk mengabarkan Injil Tuhan dan menjadi saksi-Nya. Itulah hal yang paling bermakna. Mereka melaksanakan tanggung jawab mereka. Tuhan berkenan pada makhluk ciptaan seperti itu, dan meskipun tubuh mereka mati, jiwa mereka berada di tangan Tuhan dan di bawah pengaturan-Nya. Aku juga merenungkan diriku. Ketika sudah melibatkan kematian, aku merasa takut dan tak ingin keluar untuk mengabarkan Injil. Aku masih memikirkan keselamatanku sendiri—yang benar-benar kusayangi adalah nyawaku sendiri. Kupikir aku bisa mengendalikan nasibku, asalkan tidak keluar dan menginjil, aku tak akan menghadapi bahaya atau kematian. Tapi sekarang aku paham, hanya karena tidak pergi mengabarkan Injil tidak berarti aku pasti aman. Aku ditugaskan untuk berjaga, yang pada dasarnya berbahaya, dan aku bisa disergap. Selain itu, ketika kami pergi mengambil air atau membeli sesuatu dari penduduk setempat, itu juga berbahaya. Kami bisa diserang oleh tentara musuh kapan saja. Kita tidak mampu mengendalikan hidup kita sendiri. Entah kita ditangkap oleh musuh atau tidak sepenuhnya berada di tangan Tuhan. Jika Dia tidak mengizinkannya, aku tak akan ditangkap meskipun pergi menginjil. Jika Tuhan mengizinkan sesuatu terjadi, meskipun tidak pergi menginjil, aku tetap bisa disergap atau ditangkap musuh. Aku adalah makhluk ciptaan yang harus tunduk pada pengaturan dan penataan Tuhan. Apa pun yang terjadi, aku harus terus mengabarkan Injil dan melaksanakan tugasku. Jika aku menemukan alasan untuk tidak mengabarkan Injil dan bersaksi tentang Tuhan, tidak melaksanakan tugasku, meskipun secara fisik aku masih hidup, bagi Tuhan, aku kehilangan fungsiku sebagai makhluk ciptaan, dan hidupku tak akan ada artinya. Pada akhirnya, Tuhan akan menyingkirkanku, dan aku tak akan diselamatkan. Di garis depan, pergi menginjil di permukiman sangatlah berbahaya, tapi demi mengabarkan Injil Tuhan dan memperluas jangkauannya, aku tak boleh menyayangkan nyawaku, tapi harus menghadapi kemungkinan akan mati dengan benar, dan bila perlu, mengorbankan nyawaku agar bisa tetap menginjil, dengan demikian melaksanakan tanggung jawabku. Itu adalah kesaksian, dan cara terbaik untuk melaksanakan tugasku. Aku juga memahami, aku adalah makhluk ciptaan dan pengikut Tuhan. Betapa pun berbahayanya situasi yang kuhadapi, menyebarkan Injil adalah misi hidupku dan tugas yang harus kulaksanakan. Aku sama sekali tak pernah boleh berhenti mengabarkan Injil. Setelah itu, aku mengajak dua saudara lainnya, Nicholas dan Arthur, untuk pergi menginjil bersamaku.
Suatu hari, kami pergi ke permukiman dan sepuluh orang datang untuk mendengarkan kami berkhotbah. Kami mempersekutukan kepada mereka tentang bagaimana agar terlindung dari bencana: "Bencana menjadi makin dahsyat saat ini, sama seperti di sini, di mana kita selalu berperang, dan airnya ternoda oleh darah. Ada juga pandemi .... Melalui semua bencana ini, siapa sebenarnya yang mampu menyelamatkan kita? Hanya Sang Juru Selamat, satu-satunya Tuhan yang benar yang menciptakan langit dan bumi dan segala sesuatu yang mampu menyelamatkan kita." Kemudian kami memutarkan beberapa rekaman khotbah untuk mereka yang membahas tentang mengapa manusia dilahirkan, menjadi tua, sakit, dan mati, bagaimana mendapatkan perlindungan Tuhan dalam bencana, bagaimana Iblis merusak manusia, dan bagaimana Tuhan bekerja untuk menyelamatkan manusia. Aku juga membacakan beberapa bagian firman Tuhan Yang Mahakuasa: "Inilah faktanya: sebelum bumi ada, penghulu malaikat adalah yang terbesar dari para malaikat surga. Dia memegang yurisdiksi atas segenap malaikat di surga; inilah otoritas yang Tuhan berikan kepadanya. Kecuali Tuhan, penghulu malaikat adalah yang terbesar dari segenap malaikat surga. Kemudian, setelah Tuhan menciptakan umat manusia, di atas bumi, penghulu malaikat melakukan pengkhianatan yang lebih besar lagi terhadap Tuhan. Aku mengatakan dia mengkhianati Tuhan karena dia ingin mengelola umat manusia dan melampaui otoritas Tuhan. Penghulu malaikatlah yang mencobai Hawa hingga jatuh ke dalam dosa, dan dia melakukannya karena dia ingin mendirikan kerajaannya di atas bumi dan membuat umat manusia mengkhianati Tuhan dan menaati penghulu malaikat. Penghulu malaikat melihat bahwa ada banyak hal yang dapat menaatinya—para malaikat dapat menaatinya, demikian juga manusia di atas bumi. Burung dan binatang, pohon, hutan, gunung, sungai, dan segala sesuatu di atas muka bumi berada di bawah pemeliharaan manusia—yaitu, Adam dan Hawa—sementara Adam dan Hawa menaati penghulu malaikat. Oleh karenanya, penghulu malaikat ingin melampaui otoritas Tuhan dan mengkhianati Tuhan. Setelah itu, dia memimpin banyak malaikat untuk mengkhianati Tuhan, yang kemudian menjadi berbagai macam roh najis. Bukankah perkembangan manusia sampai hari ini disebabkan oleh perusakan dari sang penghulu malaikat? Umat manusia menjadi seperti sekarang ini hanya karena penghulu malaikat mengkhianati Tuhan dan merusak manusia" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Engkau Seharusnya Tahu Bagaimana Seluruh Umat Manusia Telah Berkembang Hingga Hari Ini"). "Pertama-tama, orang harus memahami dari manakah asalnya penderitaan karena kelahiran, usia tua, penyakit dan kematian yang terjadi sepanjang hidup mereka, dan mengapa manusia menderita semua hal ini. Bukankah semua penderitaan ini tidak ada ketika manusia pertama kali diciptakan? Berasal dari manakah semua penderitaan ini? Penderitaan ini muncul setelah manusia dicobai dan dirusak oleh Iblis dan mereka kemudian menjadi merosot. Penderitaan, masalah, kehampaan yang dialami daging manusia, dan segala hal buruk di dunia manusia—semuanya muncul setelah Iblis merusak manusia. Setelah manusia dirusak oleh Iblis, Iblis mulai menyiksa manusia, sehingga manusia jatuh semakin dalam, penyakit mereka menjadi jauh lebih parah, penderitaan mereka menjadi jauh lebih besar, dan manusia semakin merasakan betapa dunia ini hampa dan menyedihkan, betapa tidak mungkin baginya untuk bertahan hidup di dunia ini, dan bahwa hidup di dunia ini menjadi makin tanpa harapan. Jadi semua penderitaan yang menimpa manusia disebabkan oleh Iblis, dan muncul setelah Iblis merusak manusia dan mereka menjadi merosot" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Makna dari Tuhan Mengecap Penderitaan Duniawi"). "Segala bencana akan terjadi susul menyusul; semua bangsa dan semua tempat akan mengalami bencana: wabah, kelaparan, banjir, kekeringan, dan gempa bumi di mana-mana. Bencana-bencana ini terjadi bukan di satu atau dua tempat saja, juga tidak akan berakhir dalam satu atau dua hari; sebaliknya, bencana-bencana ini akan meluas ke wilayah yang lebih besar lagi, dan akan bertambah parah. Selama waktu ini, segala macam wabah serangga akan muncul berturut-turut, dan fenomena kanibalisme akan terjadi di semua tempat. Inilah penghakiman-Ku atas semua suku dan bangsa" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 65"). Mereka mendengarkan firman ini dan menganggapnya luar biasa. Ada yang berkata, "Kami belum pernah mendengar firman seperti itu sebelumnya. Firman itu luar biasa, sangat menggugah." Ada yang berkata, "Terima kasih banyak telah datang dan mengabarkan Injil ini, memungkinkan kami mendengar suara Tuhan." Dan yang lain berkata, "Kuharap engkau datang lagi." Sepuluh orang itu menerima Injil hari itu setelah mendengarkannya. Aku memberi tahu mereka bahwa kami akan kembali malam itu, dan mendorong mereka untuk membawa teman dan kerabat mereka juga. Mereka membawa belasan orang lagi malam itu. Setelah orang-orang itu mendengarkan rekaman khotbah dan firman Tuhan, mereka semua menerima Injil dan berjanji akan datang mendengarkan ketika mereka punya waktu di malam hari. Aku merasa sangat bahagia. Sejak saat itu, kami terus menginjil di siang hari setiap kali kami punya waktu, dan kami menyirami mereka di malam hari. Setelah penyiraman, kami selalu menyelinap kembali ke pos kami. Setelah hampir sebulan, mereka semua sangat stabil dalam menghadiri pertemuan dan terlibat secara aktif. Mereka juga mengajak orang lain untuk mendengarkan khotbah. Makin banyak orang menerima Injil. Melihat hasil ini membuatku sangat bahagia, dan benar-benar menggugah hatiku. Kemampuanku untuk mengabarkan Injil di garis depan dan membawa warga sipil ke hadapan Tuhan semuanya berkat bimbingan Tuhan dan aku benar-benar merasa tenang.
Suatu malam, aku pergi ke permukiman untuk menyirami beberapa petobat baru. Dalam perjalanan pulang, aku bertemu dengan seorang komandan kompi yang sedang berpatroli dengan kacamata penglihatan malam. Dia melihatku, dan, mengira aku adalah musuh yang datang untuk menyergap mereka, mengumpulkan beberapa tentara untuk menangkapku. Saat mereka hendak menembak, aku segera berteriak. Saudara Shawn mengenaliku, kalau tidak mereka pasti telah melepaskan tembakan. Keesokan harinya, Saudara Shawn berkata kepadaku, "Kau hampir tertembak tadi malam. Untung aku mengenali suaramu." Aku sangat terharu ketika mendengarnya, dan aku berdoa, bersyukur kepada Tuhan atas perlindungan-Nya. Aku teringat firman Tuhan: "Hati dan roh manusia berada di tangan Tuhan, segala sesuatu dalam kehidupannya berada dalam pengamatan mata Tuhan. Entah engkau memercayainya atau tidak, setiap dan segala hal, apakah hidup atau mati, akan berganti, berubah, diperbarui, dan lenyap sesuai dengan pemikiran Tuhan. Begitulah cara Tuhan memimpin segala sesuatu" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tuhan adalah Sumber Kehidupan Manusia"). Aku sadar Tuhan menguasai dan mengendalikan segalanya. Hati dan roh manusia berada di tangan-Nya. Entah itu sesuatu yang hidup atau mati, segala sesuatu beralih dan berubah sesuai dengan pemikiran Tuhan. Entah kita hidup atau mati juga dikendalikan dan diatur oleh Tuhan. Entah rekan-rekanku menembakiku pada malam sebelumnya atau tidak, itu juga berada di tangan Tuhan. Bertemu dengan Saudara Shawn juga berada di bawah kedaulatan Tuhan. Dia kebetulan mengenali suaraku, itulah sebabnya mereka tidak menembak. Semua ini telah ditetapkan oleh Tuhan. Aku benar-benar bersyukur kepada Tuhan, dan sangat tergugah. Aku bisa merasakan kasih dan perlindungan Tuhan kepadaku, dan juga melihat betapa menakjubkan perbuatan-Nya. Setelah itu, aku dan kedua saudara itu terus pergi ke permukiman untuk mengabarkan Injil. Kami telah mengabarkan Injil kepada lima puluh tujuh orang, semuanya telah bergabung dengan gereja. Aku benar-benar bersyukur atas bimbingan Tuhan.
Beberapa waktu kemudian, pengabaran Injil di daerah itu sudah hampir selesai, dan karenanya, aku memikirkan ke mana aku harus pergi selanjutnya. Ternyata hari itu juga unit kami dipindahkan ke pemukiman lain yang terdiri dari dua desa. Aku sangat senang bisa terus mengabarkan Injil di daerah baru. Keadaan juga sangat berbahaya di pemukiman tersebut—pasukan musuh bisa menyerang setiap saat. Kami menemukan ranjau darat tepat setelah kami tiba. Aku merasa sedikit takut, takut pasukan musuh akan berpura-pura menjadi warga sipil dan muncul secara tiba-tiba. Jika jumlah kami tidak banyak atau kami keluar sendirian, tanpa senjata, dan kami bertemu mereka, mereka akan mengambil kesempatan untuk membunuh atau menangkap kami. Namun, setelah pengalamanku di lokasi sebelumnya, aku telah melihat perbuatan Tuhan yang menakjubkan, dan aku tahu mengabarkan Injil adalah tanggung jawabku. Apa pun yang terjadi, aku harus menjalaninya. Dengan pemikiran itu, aku tidak lagi merasa terkekang, dan terus keluar untuk mengabarkan Injil setiap kali ada waktu. Saat kami pergi ke permukiman, kami membawa senjata, tak berani ceroboh. Kami mulai mengabarkan Injil kepada wakil kepala desa beserta istri dan ibunya, memutarkan rekaman khotbah untuk mereka. Rekaman itu membahas tentang bagaimana Tuhan menciptakan langit dan bumi dan segala sesuatu pada mulanya, bagaimana manusia mulai menjadi bejat, serta bencana dan peperangan pada akhir zaman dan bagaimana hal ini merupakan tanda-tanda kedatangan Tuhan. Tuhan Yesus telah datang kembali menjadi daging untuk menyelamatkan manusia. Dia adalah Kristus akhir zaman, Tuhan Yang Mahakuasa. Dia mengungkapkan kebenaran, melakukan pekerjaan penghakiman pada akhir zaman untuk memurnikan dan menyelamatkan manusia sehingga kita dapat terhindar dari kejahatan dan bencana. Kita mampu memperoleh keselamatan dari Tuhan dan masuk Kerajaan surga hanya jika kita datang ke hadapan Tuhan Yang Mahakuasa. Mereka mendengarkan kesaksian ini dan semua mengatakan itu luar biasa. Wakil kepala desa itu berkata, "Izinkan aku mengambil buku catatan untuk menuliskan apa yang barusan kaukatakan agar dapat membacanya lebih lanjut nanti." Kubilang, "Jangan khawatir, kami akan kembali besok. Bisakah kauundang beberapa orang lain untuk mendengarkan juga?" Dia menjawab, "Yang kaukatakan itu bagus, dan itu benar. Aku wakil kepala desa, jadi aku harus mengundang penduduk desa untuk mendengarkannya bersama-sama." Keesokan harinya, dia membawa beberapa orang lain untuk mendengarkan khotbah kami. Akhirnya, 94 orang dari kedua desa tersebut menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa pada akhir zaman. Aku sangat bersyukur kepada Tuhan yang telah mengaturku untuk pergi ke sana sehingga aku dapat mengabarkan Injil dan melaksanakan tugasku, yang merupakan pemuliaan Tuhan. Aku merasa sangat bersyukur kepada Tuhan!
Melewati semua itu memberiku pengalaman pribadi bahwa Tuhan berkuasa atas nasib manusia, dan hidup serta mati kita berada di tangan-Nya. Hal ini juga memberiku pemahaman yang lebih nyata tentang kemahakuasaan dan kedaulatan Tuhan. Sebelumnya, ketika belum tiba di garis depan, aku sadar menjadi prajurit itu berbahaya, dan aku berdoa dan menyerahkan hidup dan matiku di tangan Tuhan. Tapi sebelum aku benar-benar tiba di sana, aku tak menyadari betapa kecilnya imanku kepada Tuhan. Lalu setiap kali aku menghadapi situasi berbahaya dan merasa takut serta tak beriman, firman Tuhanlah yang menopang dan membimbingku, memberiku iman dan kekuatan. Itulah satu-satunya alasan aku tidak mundur dan meninggalkan tugasku. Aku benar-benar bersyukur kepada Tuhan karena memberiku pengalaman seperti itu. Di mana pun aku berada kelak, betapa pun berbahayanya tempat itu, mengabarkan Injil Tuhan adalah misi hidupku. Aku harus beriman kepada Tuhan, menyerahkan hatiku kepada-Nya, dan melaksanakan tugasku sebagai makhluk ciptaan. Syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa!