Mengenal Tuhan 2

Firman Tuhan Harian: Kutipan 31

Segera setelah menciptakan umat manusia, Tuhan mulai menjalin hubungan dengan manusia dan berbicara kepada manusia, dan watak-Nya mulai diungkapkan kepada manusia. Dengan kata lain, dari saat Tuhan pertama kali menjalin hubungan dengan umat manusia, tanpa terhentikan, Dia mulai memberitahukan hakikat-Nya, apa yang dimiliki-Nya, dan siapa Dia secara terbuka kepada manusia. Terlepas dari apakah orang-orang pada zaman dahulu atau orang-orang pada zaman sekarang mampu melihat atau memahaminya, Tuhan berbicara kepada manusia dan bekerja di antara manusia, menyingkapkan watak-Nya dan mengungkapkan hakikat-Nya—ini adalah fakta, dan tidak terbantahkan oleh siapa pun. Ini juga berarti bahwa watak Tuhan, hakikat Tuhan, apa yang dimiliki-Nya dan siapa Dia terus-menerus dinyatakan dan diungkapkan tatkala Dia bekerja dan menjalin hubungan dengan manusia. Dia tidak pernah menutupi atau menyembunyikan apa pun dari manusia, melainkan menyatakannya secara terbuka dan melepaskan watak-Nya sendiri tanpa merahasiakan apa pun. Dengan demikian, Tuhan berharap manusia dapat mengenal-Nya serta memahami watak dan hakikat-Nya. Dia tidak ingin manusia menganggap watak dan hakikat-Nya sebagai misteri abadi, dan Dia juga tidak ingin umat manusia menganggap Tuhan sebagai sebuah teka-teki yang tidak pernah dapat dipecahkan. Setelah umat manusia mengenal Tuhan, barulah mereka dapat mengetahui jalan ke depan dan menerima bimbingan Tuhan, dan hanya umat manusia semacam inilah yang dapat benar-benar hidup di bawah kekuasaan Tuhan, hidup di dalam terang, di tengah berkat Tuhan.

Firman dan watak yang dinyatakan dan diungkapkan Tuhan merepresentasikan kehendak dan juga hakikat-Nya. Ketika Tuhan menjalin hubungan dengan manusia, apa pun yang Dia katakan atau lakukan, atau watak mana pun yang Dia ungkapkan, dan apa pun yang manusia lihat dari hakikat-Nya, apa yang dimiliki-Nya dan siapa Dia, semuanya itu merepresentasikan kehendak Tuhan bagi manusia. Sebanyak apa pun manusia mampu menyadari, mengerti atau memahaminya, semua itu merepresentasikan kehendak Tuhan—kehendak Tuhan bagi manusia. Ini tidak diragukan lagi! Kehendak Tuhan bagi umat manusia adalah bagaimana Dia menuntut mereka menjadi apa, apa yang Dia tuntut untuk mereka lakukan, bagaimana Dia menuntut mereka menjalani hidup, dan bagaimana Dia menuntut mereka agar mampu memenuhi kehendak Tuhan. Apakah hal-hal ini tidak dapat dipisahkan dari hakikat Tuhan? Dengan kata lain, Tuhan menyatakan watak-Nya, semua yang dimiliki-Nya dan siapa Dia serta pada saat yang sama Dia membuat tuntutan terhadap manusia. Tidak ada kepalsuan, tidak ada kepura-puraan, tidak ada yang disembunyikan, dan tidak ada yang ditambah-tambahkan. Namun mengapa manusia tidak mampu mengetahui, dan mengapa dia tidak pernah mampu memahami watak Tuhan dengan jelas? Mengapa manusia tidak pernah menyadari kehendak Tuhan? Apa yang diungkapkan dan dinyatakan oleh Tuhan adalah apa yang Tuhan itu sendiri miliki dan siapa Dia; itu adalah setiap bagian dan sisi dari watak-Nya yang sebenarnya—jadi mengapa manusia tidak dapat melihatnya? Mengapa manusia tidak mampu memiliki pengetahuan yang menyeluruh? Ada alasan penting untuk hal ini. Jadi, apakah alasannya? Sejak saat penciptaan, manusia tidak pernah menganggap Tuhan sebagai Tuhan. Pada masa-masa paling awal, apa pun yang Tuhan lakukan yang berkaitan dengan manusia—manusia yang baru saja diciptakan—manusia memperlakukan Tuhan tidak lebih dari seorang pendamping, sebagai seseorang untuk diandalkan, dan manusia tidak memiliki pengetahuan atau pemahaman tentang Tuhan. Dengan kata lain, manusia tidak mengetahui bahwa apa yang dinyatakan oleh Pribadi ini—Pribadi yang dia andalkan dan anggap sebagai pendamping ini—adalah hakikat Tuhan, dan manusia juga tidak mengetahui bahwa Pribadi ini adalah Pribadi yang mengatur segala sesuatu. Secara sederhana, manusia pada masa itu sama sekali tidak mengenali Tuhan. Mereka tidak tahu bahwa langit dan bumi dan segala sesuatu telah dijadikan oleh-Nya, dan mereka tidak tahu dari mana Dia berasal dan terlebih lagi, tidak tahu siapa diri-Nya. Tentu saja, pada saat itu Tuhan tidak menuntut manusia untuk mengenal atau memahami diri-Nya, atau untuk mengerti semua yang Dia lakukan, atau mengetahui tentang kehendak-Nya, karena ini merupakan masa-masa paling awal setelah penciptaan manusia. Ketika Tuhan memulai persiapan untuk pekerjaan pada zaman Hukum Taurat, Tuhan melakukan beberapa hal kepada manusia dan juga mulai mengajukan beberapa tuntutan terhadap manusia, memberitahu manusia bagaimana memberikan persembahan dan menyembah Tuhan. Baru setelah itulah manusia mendapatkan beberapa gagasan sederhana tentang Tuhan, dan baru pada saat itulah dia mengetahui perbedaan antara manusia dan Tuhan, dan bahwa Tuhan adalah Pribadi yang menciptakan umat manusia. Ketika manusia tahu bahwa Tuhan adalah Tuhan dan manusia adalah manusia, terbentanglah jarak tertentu antara dirinya dan Tuhan, tetapi Tuhan tetap tidak meminta manusia untuk memiliki pengetahuan yang luas atau pemahaman yang mendalam tentang diri-Nya. Jadi, Tuhan memberi kepada manusia tuntutan yang berbeda berdasarkan pada tahap dan keadaan pekerjaan-Nya. Apakah yang engkau semua lihat dalam hal ini? Aspek apakah dari watak Tuhan yang engkau semua pahami? Apakah Tuhan itu nyata? Apakah tuntutan Tuhan terhadap manusia sesuai? Selama masa-masa paling awal setelah Tuhan menciptakan manusia, ketika Tuhan belum melakukan pekerjaan penaklukan dan penyempurnaan atas manusia, dan belum menyampaikan terlalu banyak firman kepadanya, Dia hanya menuntut sedikit dari manusia. Apa pun yang manusia lakukan dan bagaimana dia berperilaku—bahkan jika dia melakukan beberapa hal yang menyinggung Tuhan—Tuhan mengampuni dan mengabaikan semuanya. Ini karena Tuhan tahu apa yang telah Dia berikan kepada manusia dan apa yang ada dalam diri manusia, dan dengan demikian Dia pun tahu standar tuntutan apa yang harus Dia buat bagi manusia. Meskipun standar tuntutan-Nya pada saat itu sangat rendah, ini bukan berarti bahwa watak-Nya tidak agung, atau bahwa hikmat dan kemahakuasaan-Nya hanyalah kata-kata kosong. Bagi manusia, hanya ada satu cara untuk mengetahui watak Tuhan dan Tuhan itu sendiri; dengan mengikuti langkah-langkah pekerjaan pengelolaan Tuhan dan penyelamatan manusia, dan menerima firman yang Tuhan sampaikan kepada umat manusia. Begitu manusia mengetahui apa yang Tuhan miliki dan siapa Dia, serta mengetahui watak Tuhan, akankah dia tetap meminta kepada Tuhan untuk menunjukkan pribadi-Nya yang nyata kepada dia? Tidak, manusia tidak akan meminta, dan bahkan tidak berani memintanya, karena setelah memahami watak Tuhan, apa yang dimiliki-Nya dan siapa Dia, manusia akan melihat Tuhan yang benar itu sendiri, dan pribadi-Nya yang nyata. Ini adalah hasil yang tidak terelakkan.

Karena pekerjaan dan rencana Tuhan berkembang maju tanpa henti, dan setelah Tuhan membuat perjanjian pelangi dengan manusia sebagai tanda bahwa Dia tidak akan pernah lagi memusnahkan dunia menggunakan air bah, Tuhan memiliki keinginan yang semakin kuat untuk mendapatkan mereka yang bisa sepikiran dengan-Nya. Karena itu, Dia juga memiliki harapan yang jauh lebih mendesak untuk mendapatkan mereka yang mampu melakukan kehendak-Nya di bumi, dan terlebih lagi, untuk mendapatkan sekelompok orang yang mampu membebaskan diri dari kekuatan kegelapan dan yang tidak terikat oleh Iblis, sekelompok orang yang akan mampu memberi kesaksian tentang Dia di bumi. Mendapatkan sekelompok orang seperti itu adalah harapan Tuhan sejak lama, itulah yang telah Dia nanti-nantikan dari sejak saat penciptaan. Jadi, terlepas dari Tuhan menggunakan air bah untuk memusnahkan dunia, atau terlepas dari perjanjian-Nya dengan manusia, kehendak, kerangka berpikir, rencana dan harapan Tuhan semuanya tetap sama. Apa yang ingin dilakukan-Nya, hal yang dirindukan-Nya jauh sebelum waktu penciptaan, adalah mendapatkan mereka yang ingin Dia dapatkan di antara umat manusia—mendapatkan sekelompok orang yang mampu memahami dan mengetahui watak-Nya serta mengerti kehendak-Nya, sekelompok orang yang akan bisa menyembah-Nya. Kelompok orang semacam inilah yang benar-benar akan mampu memberi kesaksian tentang Dia, dan dapat dikatakan bahwa mereka akan menjadi orang-orang kepercayaan-Nya.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 32

Tuhan Berjanji Memberikan Seorang Anak Laki-laki kepada Abraham

Kejadian 17:15-17 Lalu Tuhan berfirman kepada Abraham: "Mengenai Sarai, istrimu, engkau tidak akan menyebutnya lagi Sarai, tetapi namanya akan menjadi Sara. Dan Aku akan memberkatinya dan memberimu anak lelaki darinya: ya, Aku akan memberkatinya sehingga dia akan menjadi ibu dari bangsa-bangsa; raja-raja dari segala bangsa akan lahir darinya." Lalu Abraham menunduk dan tertawa dan berkata dalam hatinya: "Mungkinkah seorang anak lelaki dilahirkan dari seorang yang sudah berumur 100 tahun? Dan mungkinkah Sara yang berumur 90 tahun melahirkan seorang anak?"

Kejadian 17:21-22 "Tetapi perjanjian-Ku akan Kutetapkan dengan Ishak, yang akan dilahirkan Sara bagimu, di saat seperti ini juga di tahun yang akan datang." Lalu Dia selesai berfirman kepada Abraham dan Dia naik meninggalkan Abraham.

Tak seorang pun Dapat Menghalangi Pekerjaan yang telah Tuhan Tetapkan untuk Dilakukan-Nya

Jadi, engkau semua telah mendengar kisah tentang Abraham. Dia dipilih oleh Tuhan setelah air bah memusnahkan dunia, namanya adalah Abraham, dan ketika dia berumur seratus tahun dan istrinya, Sarai, berumur sembilan puluh tahun, janji Tuhan datang kepadanya. Janji apa yang Tuhan buat kepadanya? Tuhan menjanjikan hal yang disebutkan dalam Alkitab: "Dan Aku akan memberkatinya dan memberimu anak lelaki darinya." Apakah latar belakang janji Tuhan untuk memberinya seorang anak laki-laki? Alkitab memberikan catatan berikut ini: "Lalu Abraham menunduk dan tertawa dan berkata dalam hatinya: 'Mungkinkah seorang anak lelaki dilahirkan dari seorang yang sudah berumur 100 tahun? Dan mungkinkah Sara yang berumur 90 tahun melahirkan seorang anak?'" Dengan kata lain, pasangan berusia lanjut ini terlalu tua untuk melahirkan anak. Lalu, apa yang Abraham lakukan setelah Tuhan berjanji-Nya kepadanya? Dia menunduk dan tertawa, dan berkata dalam hatinya, "Mungkinkah seorang anak lelaki dilahirkan dari seorang yang sudah berumur 100 tahun?" Abraham yakin bahwa hal itu tidak mungkin—yang berarti dia percaya bahwa janji Tuhan kepadanya tidak lebih dari sebuah lelucon. Dari sudut pandang manusia, ini adalah sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh manusia, dan juga tidak dapat dicapai oleh Tuhan dan merupakan sebuah kemustahilan bagi Tuhan. Mungkin, bagi Abraham, hal ini menggelikan: Tuhan menciptakan manusia, tetapi entah bagaimana Dia tampaknya tidak menyadari bahwa orang yang sangat tua tidak mampu melahirkan anak; Tuhan mengira Dia dapat memampukanku untuk melahirkan anak, Dia mengatakan bahwa Dia akan memberiku seorang anak laki-laki—tentu saja itu tidak mungkin! Jadi, Abraham tersungkur dengan mukanya sampai ke tanah dan tertawa, dan berkata dalam hatinya: Tidak mungkin—Tuhan bercanda denganku, ini tidak mungkin benar! Abraham tidak menganggap serius firman Tuhan. Jadi, di mata Tuhan, orang macam apakah Abraham itu? (Orang benar.) Di mana dikatakan bahwa dia adalah orang benar? Engkau semua berpikir bahwa semua orang yang Tuhan panggil adalah orang benar dan sempurna, bahwa mereka semua adalah orang yang berjalan bersama Tuhan. Engkau semua terpaut pada doktrin! Engkau semua harus memahami dengan jelas bahwa ketika Tuhan mendefinisikan seseorang, Dia tidak melakukannya dengan semena-mena. Di sini, Tuhan tidak mengatakan bahwa Abraham adalah orang benar. Di dalam hati-Nya, Tuhan memiliki standar untuk mengukur setiap orang. Meskipun Tuhan tidak mengatakan orang macam apakah Abraham itu, berdasarkan perilakunya, iman seperti apa yang Abraham miliki kepada Tuhan? Apakah ini sedikit abstrak? Atau, apakah dia seseorang yang memiliki iman yang besar? Tidak! Tawa dan pikirannya menunjukkan siapa dirinya, jadi, keyakinanmu bahwa Abraham adalah orang benar hanyalah isapan jempol dari imajinasimu, itu adalah penerapan doktrin yang membabi buta, dan itu adalah sebuah penilaian yang tidak bertanggung jawab. Apakah Tuhan melihat tawa dan air muka Abraham? Apakah Dia mengetahuinya? Tuhan tahu. Namun, akankah Tuhan mengubah apa yang telah diputuskan untuk dilakukan-Nya? Tidak! Ketika Tuhan merencanakan dan memutuskan bahwa Dia akan memilih orang ini, perkara ini sudah selesai. Baik pikiran maupun perilaku manusia tidak akan sedikit pun memengaruhi atau mengganggu Tuhan; Tuhan tidak akan secara semena-mena mengubah rencana-Nya, juga tidak akan secara mendadak mengubah atau mengacaukan rencana-Nya oleh karena perilaku manusia, bahkan perilaku yang mungkin bodoh. Kemudian, apa yang tertulis dalam Kejadian 17:21-22? "'Tetapi perjanjian-Ku akan Kutetapkan dengan Ishak, yang akan dilahirkan Sara bagimu, di saat seperti ini juga di tahun yang akan datang.' Lalu Dia selesai berfirman kepada Abraham dan Dia naik meninggalkan Abraham." Tuhan tidak memberi sedikit pun perhatian pada apa yang Abraham pikirkan atau katakan. Apakah alasan Dia tidak mengindahkannya? Alasannya karena pada waktu itu, Tuhan tidak menuntut manusia harus memiliki iman yang besar, atau mampu memiliki pengetahuan yang besar akan Tuhan, atau terlebih lagi, mampu memahami apa yang Tuhan lakukan dan katakan. Dengan demikian, Dia tidak meminta manusia untuk sepenuhnya memahami apa yang Dia tetapkan untuk dilakukan, atau orang-orang yang Dia putuskan untuk dipilih-Nya, atau prinsip-prinsip dari tindakan-Nya, karena tingkat pertumbuhan manusia sangat tidak memadai. Pada waktu itu, Tuhan menganggap apa pun yang Abraham lakukan dan bagaimana pun perilakunya sebagai sesuatu yang normal. Dia tidak menyalahkan atau menegur, tetapi hanya berkata: "Sara akan melahirkan Ishak bagimu, di saat yang ditetapkan ini di tahun yang akan datang." Bagi Tuhan, setelah Dia menyampaikan perkataan ini, masalah ini menjadi nyata selangkah demi selangkah; di mata Tuhan, apa yang harus dicapai oleh rencana-Nya telah dicapai. Setelah menyelesaikan pengaturan untuk hal ini, Tuhan pun pergi. Apa yang manusia lakukan atau pikirkan, apa yang manusia pahami, rencana-rencana manusia—tak satu pun dari semua ini ada kaitannya dengan Tuhan. Segala sesuatunya berjalan menurut rencana Tuhan, sesuai dengan waktu dan tahap yang ditetapkan oleh Tuhan. Seperti inilah prinsip pekerjaan Tuhan. Tuhan tidak mencampuri apa pun yang manusia pikirkan atau ketahui, tetapi Dia juga tidak melupakan rencana-Nya atau meninggalkan pekerjaan-Nya hanya karena manusia tidak percaya atau tidak memahaminya. Dengan demikian, fakta yang terlaksana adalah sesuai dengan rencana dan pemikiran Tuhan. Inilah tepatnya yang kita lihat dalam Akitab: Tuhan menyebabkan Ishak dilahirkan pada waktu yang telah Dia tetapkan. Apakah fakta tersebut membuktikan bahwa perilaku dan tindakan manusia menghalangi pekerjaan Tuhan? Semua itu tidak menghalangi pekerjaan Tuhan! Apakah iman manusia yang kecil kepada Tuhan, serta gagasan dan imajinasinya tentang Tuhan memengaruhi pekerjaan Tuhan? Tidak! Sama sekali tidak! Rencana pengelolaan Tuhan tidak dipengaruhi oleh manusia, perkara, atau lingkungan apa pun. Semua yang Dia tetapkan untuk dilakukan akan diselesaikan dan terlaksana pada waktunya dan sesuai dengan rencana-Nya, dan pekerjaan-Nya tidak dapat diganggu oleh siapa pun. Tuhan mengabaikan aspek-aspek tertentu dari kebodohan dan ketidaktahuan manusia, dan bahkan mengabaikan aspek-aspek tertentu dari penentangan dan gagasan manusia terhadap-Nya, dan Dia melakukan pekerjaan yang harus Dia lakukan tanpa memedulikan apa pun. Inilah watak Tuhan dan inilah cerminan kemahakuasaan-Nya.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 33

Abraham Mempersembahkan Ishak

Kejadian 22:2-3 Dan Dia berfirman: "Ambillah anak lelakimu, anak lelakimu satu-satunya, Ishak, yang engkau kasihi, bawalah dia ke tanah Moria, dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran, di salah satu gunung yang akan Kutunjukkan kepadamu." Maka Abraham bangun pagi-pagi benar dan memasang pelana keledainya lalu membawa dua orang bujang bersamanya dan Ishak anaknya; dia juga membelah kayu untuk korban bakaran itu lalu berangkatlah dia dan pergi ke tempat yang diperintahkan Tuhan kepadanya.

Kejadian 22:9-10 Tibalah mereka ke tempat yang Tuhan tunjukkan kepadanya, lalu Abraham mendirikan mezbah di sana, menyusun kayu dan mengikat Ishak, anaknya dan membaringkannya di mezbah itu, di atas kayu. Lalu Abraham mengulurkan tangannya dan mengambil pisau untuk menyembelih anak lelakinya.

Tuhan Tidak Peduli Jikalau Manusia itu Bodoh—Dia Hanya Meminta agar Manusia itu Benar

Dalam Kejadian 22:2, Tuhan memberikan perintah berikut ini kepada Abraham: "Ambillah anak lelakimu, anak lelakimu satu-satunya, Ishak, yang engkau kasihi, bawalah dia ke tanah Moria, dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran, di salah satu gunung yang akan Kutunjukkan kepadamu." Maksud Tuhan jelas: Dia menyuruh Abraham untuk mempersembahkan anak laki-laki satu-satunya, Ishak, yang dia kasihi, sebagai korban bakaran. Memandang hal ini pada zaman sekarang, apakah perintah Tuhan masih bertentangan dengan gagasan manusia? Ya! Semua yang dilakukan Tuhan pada waktu itu sangat bertentangan dengan gagasan manusia; itu tidak dapat dipahami manusia. Dalam gagasan mereka, manusia memercayai hal-hal berikut ini: ketika seseorang tidak percaya, dan menganggapnya mustahil, Tuhan memberikan kepadanya seorang anak laki-laki, dan setelah dia memperoleh anak laki-laki, Tuhan memintanya untuk mengorbankan anaknya. Bukankah ini sama sekali tidak masuk akal! Apa yang sebenarnya ingin dilakukan Tuhan? Apa maksud Tuhan yang sebenarnya? Dia memberikan seorang anak kepada Abraham tanpa syarat, tetapi Dia juga meminta Abraham untuk memberikan korban persembahan tanpa syarat. Apakah ini berlebihan? Dari sudut pandang pihak ketiga, ini tidak hanya berlebihan, tetapi ini juga merupakan kasus "mencari gara-gara." Namun Abraham sendiri tidak merasa bahwa Tuhan meminta terlalu banyak. Meskipun dia memiliki sedikit pendapatnya sendiri tentang hal itu dan meskipun dia sedikit curiga akan Tuhan, dia tetap siap untuk memberikan persembahan itu. Pada titik ini, apa yang kaulihat yang membuktikan bahwa Abraham bersedia mempersembahkan anaknya? Apa yang dikatakan dalam kalimat-kalimat ini? Teks aslinya memberikan catatan sebagai berikut: "Maka Abraham bangun pagi-pagi benar dan memasang pelana keledainya lalu membawa dua orang bujang bersamanya dan Ishak anaknya; dia juga membelah kayu untuk korban bakaran itu lalu berangkatlah dia dan pergi ke tempat yang diperintahkan Tuhan kepadanya" (Kejadian 22:3). "Tibalah mereka ke tempat yang Tuhan tunjukkan kepadanya, lalu Abraham mendirikan mezbah di sana, menyusun kayu dan mengikat Ishak, anaknya dan membaringkannya di mezbah itu, di atas kayu. Lalu Abraham mengulurkan tangannya dan mengambil pisau untuk menyembelih anak lelakinya" (Kejadian 22:9-10). Ketika Abraham mengulurkan tangannya dan mengambil pisau untuk menyembelih anak laki-lakinya, apakah tindakannya itu dilihat oleh Tuhan? Ya. Keseluruhan proses—dari awal, saat Tuhan meminta agar Abraham mempersembahkan Ishak, hingga saat Abraham benar-benar mengangkat pisaunya untuk menyembelih anak laki-lakinya—menunjukkan kepada Tuhan hati Abraham, dan terlepas dari kebodohan, ketidaktahuan, dan kesalahpahaman Abraham sebelumnya akan Tuhan, pada waktu itu, hati Abraham untuk Tuhan adalah benar dan jujur, dan dia benar-benar akan mengembalikan Ishak, anak laki-laki yang diberikan kepadanya oleh Tuhan, kepada Tuhan. Di dalam dirinya, Tuhan melihat ketaatan, ketaatan yang sangat Dia inginkan.

Bagi manusia, Tuhan melakukan banyak hal yang tidak dapat dipahami dan bahkan tidak masuk akal. Ketika Tuhan ingin mengatur seseorang, pengaturan ini sering bertentangan dengan gagasan manusia dan sukar dipahami olehnya, tetapi justru pertentangan dan kesulitan untuk dipahami inilah yang merupakan ujian dan tes Tuhan bagi manusia. Sementara itu, Abraham mampu menunjukkan ketaatan dalam dirinya kepada Tuhan, yang merupakan keadaan paling mendasar agar dirinya mampu memuaskan tuntutan Tuhan. Baru pada saat itulah, ketika Abraham mampu menaati tuntutan Tuhan, ketika dia mempersembahkan Ishak, Tuhan sungguh-sungguh merasakan kepastian serta perkenanan-Nya terhadap umat manusia—terhadap Abraham, yang telah Dia pilih. Baru pada saat itulah Tuhan yakin bahwa orang yang telah dipilih-Nya ini adalah seorang pemimpin yang sangat diperlukan yang dapat melaksanakan janji dan rencana pengelolaan-Nya selanjutnya. Meskipun hanya sebuah ujian dan tes, Tuhan merasa dipuaskan, Dia merasakan kasih manusia kepada-Nya, dan Dia merasa dihiburkan oleh manusia seperti yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Pada saat Abraham mengangkat pisaunya untuk menyembelih Ishak, apakah Tuhan menghentikannya? Tuhan tidak membiarkan Abraham mengorbankan Ishak, karena Tuhan sama sekali tidak berniat mengambil hidup Ishak. Jadi, Tuhan menghentikan Abraham tepat pada waktunya. Bagi Tuhan, ketaatan Abraham telah lulus ujian, apa yang dilakukannya sudah cukup, dan Tuhan sudah melihat hasil dari apa yang ingin Dia lakukan. Apakah hasil ini memuaskan bagi Tuhan? Dapat dikatakan bahwa hasil ini memuaskan bagi Tuhan, bahwa itulah yang Tuhan inginkan, dan yang Tuhan rindukan. Apakah ini benar? Meskipun, dalam konteks yang berbeda, Tuhan menggunakan cara-cara yang berbeda untuk menguji setiap orang, dalam diri Abraham Tuhan melihat apa yang Dia inginkan, Dia melihat bahwa hati Abraham benar, dan bahwa ketaatannya tanpa syarat. Justru "tanpa syarat" inilah yang Tuhan inginkan. Orang sering berkata, "Aku sudah mempersembahkan ini, aku sudah meninggalkan itu—mengapa Tuhan masih belum puas denganku? Mengapa Dia terus membuatku menghadapi ujian? Mengapa Dia terus mengujiku?" Ini menunjukkan satu fakta: Tuhan belum melihat hatimu, dan belum mendapatkan hatimu. Dengan kata lain, Dia belum melihat ketulusan hati seperti ketika Abraham mampu mengangkat pisaunya untuk menyembelih anaknya dengan tangannya sendiri dan mempersembahkannya kepada Tuhan. Dia belum melihat ketaatanmu yang tanpa syarat, dan belum merasa dihiburkan olehmu. Maka adalah wajar jika Tuhan terus mengujimu. Bukankah ini benar?

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 34

Janji Tuhan kepada Abraham

Kejadian 22:16-18 Demi diri-Ku sendiri Aku bersumpah, demikianlah firman Yahweh: "karena engkau telah melakukan hal ini dan tidak menahan anakmu, anakmu satu-satunya, maka Aku akan memberkati engkau berlimpah-limpah dan membuat keturunanmu bertambah banyak seperti bintang di langit dan pasir di tepi laut; dan keturunanmu akan menguasai pintu gerbang musuhnya. Maka oleh keturunanmu semua bangsa di bumi akan diberkati, karena engkau sudah menaati suara-Ku."

Ini adalah kisah lengkap tentang berkat Tuhan kepada Abraham. Meskipun singkat, isinya sangat kaya: tercakup di dalamnya alasan dan latar belakang berkat Tuhan yang diberikan kepada Abraham, dan apa yang Dia berikan kepada Abraham. Isinya pun dipenuhi dengan sukacita dan kegembiraan saat Tuhan mengucapkan firman ini, juga kerinduan-Nya yang mendesak untuk mendapatkan mereka yang mampu mendengarkan firman-Nya. Di dalamnya, kita melihat penghargaan dan kelembutan Tuhan terhadap mereka yang menaati firman-Nya dan mengikuti perintah-Nya. Jadi, kita juga melihat harga yang Dia bayar demi mendapatkan manusia serta perhatian dan pikiran yang Dia curahkan untuk mendapatkan mereka. Selain itu, ayat yang berisi kata-kata ini "Demi diri-Ku sendiri Aku bersumpah", menunjukkan kepada kita perasaan yang kuat akan kepahitan dan kepedihan yang ditanggung oleh Tuhan dan hanya Tuhan, di balik layar pekerjaan rencana pengelolaan-Nya ini. Ini adalah ayat yang menggugah pikiran dan mengandung makna penting yang istimewa bagi orang-orang yang datang setelahnya, dan memiliki dampak yang luas atas mereka.

Manusia Mendapatkan Berkat Tuhan Karena Ketulusan dan Ketaatannya

Apakah berkat yang Tuhan berikan kepada Abraham, yang kita baca di sini, besar? Seberapa besarkah berkat tersebut? Ada satu kalimat kunci di sini: "Maka oleh keturunanmu semua bangsa di bumi akan diberkati". Kalimat ini menunjukkan bahwa Abraham menerima berkat yang tidak diberikan kepada siapa pun yang datang sebelum atau sesudah dirinya. Ketika Abraham, seperti yang Tuhan minta, mengembalikan anak laki-laki satu-satunya—anak laki-laki satu-satunya yang dia kasihi—kepada Tuhan (catatan: Di sini kita tidak dapat menggunakan kata "mempersembahkan"; kita harus mengatakan bahwa dia mengembalikan anaknya kepada Tuhan), Tuhan bukan hanya tidak membiarkan Abraham mempersembahkan Ishak, tetapi Tuhan juga memberkatinya. Dengan janji apa Dia memberkati Abraham? Dia memberkatinya dengan janji untuk melipatgandakan keturunannya. Dan seberapa banyakkah mereka akan berlipatganda? Alkitab memberikan catatan berikut ini: "... seperti bintang di langit dan pasir di tepi laut; dan keturunanmu akan menguasai pintu gerbang musuhnya. Maka oleh keturunanmu semua bangsa di bumi akan diberkati". Apa konteks ketika Tuhan mengucapkan firman ini? Dengan kata lain, bagaimana Abraham menerima berkat Tuhan? Dia menerimanya sebagaimana dikatakan dalam Alkitab: "karena engkau sudah menaati suara-Ku". Yaitu, karena Abraham telah mengikuti perintah Tuhan, karena dia telah melakukan segala sesuatu yang Tuhan katakan, minta, dan perintahkan tanpa keluhan sedikit pun, sehingga Tuhan memberikan janji seperti itu kepadanya. Ada satu kalimat penting dalam janji ini yang menyentuh pikiran Tuhan pada saat itu. Sudahkah engkau semua melihatnya? Engkau semua mungkin tidak terlalu memperhatikan perkataan Tuhan bahwa "Demi diri-Ku sendiri Aku bersumpah". Yang dimaksud perkataan ini adalah bahwa ketika Tuhan menyampaikan firman ini, Dia bersumpah demi diri-Nya sendiri. Demi apakah orang bersumpah ketika mereka mengucapkan sebuah sumpah? Mereka bersumpah demi Surga, dengan kata lain, mereka bersumpah kepada Tuhan dan demi Tuhan. Orang mungkin tidak memiliki banyak pemahaman tentang fenomena yang dengannya Tuhan bersumpah demi diri-Nya sendiri, tetapi engkau semua akan dapat memahaminya setelah Aku memberikan penjelasan yang benar kepadamu. Diperhadapkan dengan seorang manusia yang hanya dapat mendengarkan firman-Nya tetapi tidak dapat memahami hati-Nya membuat Tuhan sekali lagi merasa kesepian dan bingung. Dalam keputusasaan—dan dapat dikatakan, secara tidak sadar—Tuhan melakukan sesuatu yang sangat alami: Tuhan meletakkan tangan-Nya di hati-Nya dan berkata kepada diri-Nya sendiri tatkala menganugerahkan janji ini kepada Abraham, dan dari janji ini, manusia mendengar Tuhan berkata "Demi diri-Ku sendiri Aku bersumpah". Melalui tindakan Tuhan, engkau mungkin berpikir tentang dirimu sendiri. Ketika engkau meletakkan tangan di hatimu dan berkata kepada dirimu sendiri, apakah saat itu engkau memiliki gagasan yang jelas tentang apa yang sedang kaukatakan? Apakah sikapmu tulus? Apakah engkau berbicara dengan terus terang, dengan segenap hatimu? Dengan demikian, kita melihat di sini bahwa ketika Tuhan berbicara kepada Abraham, Dia bersungguh-sungguh dan tulus. Pada saat yang sama ketika Dia berbicara dan memberkati Abraham, Tuhan juga berbicara kepada diri-Nya sendiri. Dia berkata kepada diri-Nya: Aku akan memberkati Abraham, dan membuat keturunannya menjadi sebanyak bintang di langit, dan pasir di tepi laut, karena dia menaati firman-Ku dan dia adalah orang yang Kupilih. Saat Tuhan berkata: "Demi diri-Ku sendiri Aku bersumpah", Tuhan memutuskan bahwa melalui Abraham Dia akan menghasilkan orang-orang Israel pilihan, dan setelahnya Dia akan memimpin orang-orang ini maju dengan cepat bersama dengan pekerjaan-Nya. Artinya, Tuhan akan membuat keturunan Abraham menanggung pekerjaan pengelolaan Tuhan, dan pekerjaan Tuhan serta apa yang Tuhan ungkapkan akan dimulai dengan Abraham dan berlanjut dalam diri keturunan Abraham, dan dengan demikian mewujudkan keinginan Tuhan untuk menyelamatkan manusia. Menurut engkau semua, bukankah ini adalah sebuah berkat? Bagi manusia, tidak ada berkat yang lebih besar dari ini; dapat dikatakan bahwa ini adalah berkat yang paling besar. Berkat yang Abraham dapatkan bukanlah pelipatgandaan jumlah keturunannya, melainkan pencapaian Tuhan atas pengelolaan, amanat dan pekerjaan-Nya dalam diri keturunan Abraham. Ini berarti berkat yang diperoleh Abraham tidak sementara, melainkan terus berlanjut seiring berkembangnya rencana pengelolaan Tuhan. Ketika Tuhan berbicara, ketika Tuhan bersumpah demi diri-Nya sendiri, Dia telah membuat sebuah ketetapan. Apakah proses ketetapan ini benar? Apakah itu nyata? Tuhan berketetapan bahwa sejak saat itu dan seterusnya, upaya-Nya, harga yang Dia bayar, apa yang dimiliki-Nya dan siapa Dia, seluruh diri-Nya dan bahkan hidup-Nya akan diberikan kepada Abraham dan keturunan Abraham. Tuhan juga berketetapan bahwa dimulai dari sekelompok orang ini, Dia akan mewujudkan perbuatan-Nya, dan memungkinkan manusia untuk melihat hikmat, otoritas dan kuasa-Nya.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 35

Janji Tuhan kepada Abraham

Kejadian 22:16–18 Demi diri-Ku sendiri Aku bersumpah, demikianlah firman Yahweh: "karena engkau telah melakukan hal ini dan tidak menahan anakmu, anakmu satu-satunya, maka Aku akan memberkati engkau berlimpah-limpah dan membuat keturunanmu bertambah banyak seperti bintang di langit dan pasir di tepi laut; dan keturunanmu akan menguasai pintu gerbang musuhnya. Maka oleh keturunanmu semua bangsa di bumi akan diberkati, karena engkau sudah menaati suara-Ku."

Mendapatkan Mereka yang Mengenal Tuhan dan Mampu Bersaksi tentang Dia adalah Keinginan Tuhan yang Tidak Pernah Berubah

Pada saat yang sama ketika Dia berbicara kepada diri-Nya sendiri, Tuhan juga berbicara kepada Abraham, tetapi selain mendengar berkat yang Tuhan berikan kepadanya, apakah Abraham dapat memahami keinginan Tuhan yang sebenarnya dalam semua firman-Nya pada saat itu? Tidak! Jadi, pada saat itu, ketika Tuhan bersumpah demi diri-Nya sendiri, hati-Nya tetap merasa kesepian dan sedih. Tetap tak seorang pun yang dapat mengerti atau memahami apa yang Dia maksudkan dan rencanakan. Pada saat itu, tak seorang pun—termasuk Abraham—yang dapat berbicara kepada-Nya dari hati ke hati, apalagi bekerja sama dengan-Nya dalam melakukan pekerjaan yang harus Dia lakukan. Di permukaan, Tuhan telah mendapatkan Abraham, seseorang yang dapat menaati firman-Nya. Namun kenyataannya, pengetahuan orang ini akan Tuhan hampir tidak ada. Meskipun Tuhan telah memberkati Abraham, hati Tuhan tetap tidak puas. Apa maksudnya Tuhan tidak puas? Itu berarti pengelolaan-Nya baru saja dimulai; itu berarti orang-orang yang ingin Dia dapatkan, orang-orang yang rindu Dia lihat, orang-orang yang Dia kasihi, masih jauh dari-Nya; Dia perlu waktu; Dia perlu menunggu; Dia perlu bersabar. Karena pada saat itu, selain Tuhan sendiri, tak seorang pun yang tahu apa yang Dia butuhkan, atau apa yang ingin Dia dapatkan, atau apa yang Dia rindukan. Jadi, pada saat yang sama Dia merasa sangat gembira, Tuhan pun merasa hati-Nya sangat berat. Namun Dia tidak menghentikan langkah-Nya, dan Dia terus merencanakan langkah selanjutnya dari apa yang harus Dia lakukan.

Apakah yang engkau semua lihat di dalam janji Tuhan kepada Abraham? Tuhan menganugerahkan berkat yang sangat besar kepada Abraham hanya karena dia menaati firman-Nya. Meskipun, di permukaan, ini tampaknya biasa dan hal yang wajar, di dalamnya kita melihat hati Tuhan: Tuhan terutama menghargai ketaatan manusia kepada-Nya, dan menghargai pemahaman manusia akan Dia serta ketulusan manusia terhadap-Nya. Seberapa dalamkah Tuhan menghargai ketulusan ini? Engkau semua mungkin tidak memahami seberapa dalam Dia menghargainya, dan mungkin tak seorang pun yang menyadarinya. Tuhan memberi seorang anak laki-laki kepada Abraham, dan setelah anak itu telah dewasa, Tuhan meminta Abraham untuk mempersembahkan anaknya kepada Tuhan. Abraham mengikuti perintah Tuhan dengan akurat, dia menaati firman Tuhan, dan ketulusannya itu menggerakkan hati Tuhan dan dihargai oleh Tuhan. Seberapa dalamkah Tuhan menghargainya? Dan mengapa Dia menghargainya? Pada saat tak seorang pun memahami firman Tuhan atau mengerti isi hati-Nya, Abraham melakukan sesuatu yang mengguncangkan langit dan membuat bumi bergetar, dan itu membuat Tuhan merasakan kepuasan yang belum pernah dirasakan sebelumnya, dan itu membuat Tuhan bersukacita karena mendapatkan seseorang yang mampu menaati firman-Nya. Kepuasan dan sukacita ini datang dari makhluk yang diciptakan oleh tangan Tuhan sendiri, dan merupakan "pengorbanan" pertama yang manusia persembahkan kepada Tuhan dan itu adalah hal yang paling Tuhan hargai, sejak manusia diciptakan. Tuhan mengalami masa sulit menantikan pengorbanan ini, dan Dia memperlakukannya sebagai hadiah terpenting pertama dari manusia, yang Dia ciptakan. Ini menunjukkan kepada Tuhan buah pertama dari upaya-Nya dan harga yang telah Dia bayar, dan itu memungkinkan-Nya untuk melihat pengharapan pada umat manusia. Setelahnya, Tuhan memiliki kerinduan yang bahkan lebih besar untuk memiliki sekelompok orang seperti itu yang akan menemani-Nya, memperlakukan-Nya dengan ketulusan, dan memedulikan-Nya dengan ketulusan. Tuhan bahkan berharap Abraham akan hidup terus, karena Dia ingin memiliki hati seperti hati Abraham yang menemani-Nya dan menyertai-Nya saat Dia melanjutkan pengelolaan-Nya. Apa pun yang Tuhan inginkan, itu hanyalah sebuah keinginan, hanyalah sebuah gagasan—karena Abraham hanyalah seorang manusia yang mampu menaati-Nya, dan tidak memiliki sedikit pun pemahaman atau pengetahuan akan Tuhan. Abraham adalah seseorang yang sangat jauh dari standar tuntutan Tuhan bagi manusia, yakni: mengenal Tuhan, mampu bersaksi tentang Tuhan, dan sepikiran dengan Tuhan. Jadi, Abraham tidak dapat berjalan bersama Tuhan. Melalui dipersembahkannya Ishak oleh Abraham, Tuhan melihat ketulusan dan ketaatan Abraham, serta melihat bahwa dia telah bertahan dalam ujian yang diberikan Tuhan kepadanya. Meskipun Tuhan menerima ketulusan dan ketaatan Abraham, dia masih tidak layak untuk menjadi orang kepercayaan Tuhan, menjadi orang yang mengenal dan memahami Tuhan, dan orang yang memiliki pengetahuan tentang watak Tuhan; Dia masih jauh dari menjadi orang yang sepikiran dengan Tuhan dan yang melakukan kehendak-Nya. Jadi, di dalam hati-Nya, Tuhan tetap merasa kesepian dan gelisah. Semakin kesepian dan gelisah hati Tuhan, semakin perlu Dia untuk sesegera mungkin melanjutkan pengelolaan-Nya, dan dapat memilih serta mendapatkan sekelompok orang untuk menyelesaikan rencana pengelolaan-Nya dan melaksanakan kehendak-Nya secepat mungkin. Inilah keinginan Tuhan yang besar dan keinginan ini tetap tidak berubah dari sejak awal sampai sekarang. Dari sejak Dia menciptakan manusia pada mulanya, Tuhan mendambakan sekelompok pemenang, sekelompok orang yang akan berjalan bersama-Nya dan mampu mengerti, mengenal, dan memahami watak-Nya. Keinginan Tuhan ini tidak pernah berubah. Berapa lama pun Dia masih harus menunggu, sesulit apa pun mungkin jalan di depan, dan sejauh apa pun tujuan yang mungkin Dia rindukan, Tuhan tidak pernah mengubah atau menyerah dalam pengharapan-Nya terhadap manusia. Sekarang setelah Aku mengatakan ini, apakah engkau semua memahami sesuatu tentang keinginan Tuhan? Mungkin apa yang telah kaupahami belum terlalu mendalam—tetapi pemahaman itu akan datang secara berangsur-angsur!

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 36

Tuhan Harus Memusnahkan Sodom

Kejadian 18:26 Lalu Yahweh berfirman: "Jika Aku mendapati lima puluh orang benar di dalam kota Sodom, Aku akan mengampuni seluruh tempat itu karena mereka."

Kejadian 18:29 Lalu Abraham berkata kepada-Nya lagi: "Misalkan ada empat puluh orang benar didapati di sana." Dia berfirman: "Aku tidak akan melakukannya."

Kejadian 18:30 Dan dia berkata kepada-Nya: "Misalkan ada tiga puluh orang benar ditemukan di sana." Dia berfirman: "Aku tidak akan berbuat demikian."

Kejadian 18:31 Katanya, "Misalkan ada dua puluh orang benar didapati di sana." Dia berfirman: "Aku tidak akan menghancurkannya."

Kejadian 18:32 Dan dia berkata Katanya: "Misalkan ada sepuluh orang benar didapati di sana." Dia berfirman: "Aku tidak akan menghancurkannya."

Tuhan Hanya Memedulikan Mereka yang Mampu Menaati Firman-Nya dan Mengikuti Perintah-Nya

Ayat-ayat di atas mengandung beberapa kata kunci: jumlah. Pertama, Yahweh berkata jika Dia mendapati lima puluh orang benar di dalam kota, Dia akan mengampuni seluruh tempat itu, yang artinya, Dia tidak akan memusnahkan kota tersebut. Jadi, sebenarnya, apakah ada lima puluh orang benar di kota Sodom? Tidak ada. Segera setelah itu, apa yang Abraham katakan kepada Tuhan? Dia berkata, misalkan ada empat puluh didapati di sana? Dan Tuhan berkata, Aku tidak akan melakukannya. Selanjutnya, Abraham berkata, misalkan ada tiga puluh didapati di sana? Dan Tuhan berkata, Aku tidak akan melakukannya. Misalkan ada dua puluh? Aku tidak akan melakukannya. Sepuluh? Aku tidak akan melakukannya. Sebenarnya, adakah sepuluh orang benar di kota itu? Tidak ada sepuluh—tetapi hanya ada satu. Dan siapakah satu orang ini? Dia adalah Lot. Pada waktu itu, hanya ada satu orang benar di Sodom, tetapi apakah Tuhan bersikap sangat ketat atau menuntut dalam hal jumlah ini? Tidak! Jadi, ketika manusia terus bertanya, "Bagaimana kalau empat puluh?" "Bagaimana kalau tiga puluh?" hingga dia sampai pada "Bagaimana kalau sepuluh?" Tuhan berkata: "Bahkan jika hanya ada sepuluh, Aku tidak akan memusnahkan kota itu; Aku akan mengampuninya, dan mengampuni orang-orang lain selain yang sepuluh ini." Jika hanya ada sepuluh, itu akan sangat menyedihkan, tetapi ternyata, pada kenyataannya, bahkan jumlah itu tidak ada di kota Sodom. Jadi, jelas bahwa bahwa di mata Tuhan, dosa dan kejahatan orang-orang kota itu sudah sedemikian rupa sehingga Tuhan tidak punya pilihan selain memusnahkan mereka. Apakah maksud Tuhan ketika Dia mengatakan bahwa Dia tidak akan memusnahkan kota itu jika ada lima puluh orang benar? Jumlah ini tidak penting bagi Tuhan. Yang penting adalah apakah di kota tersebut terdapat orang benar yang Dia inginkan atau tidak. Apabila hanya ada satu orang benar di kota itu, Tuhan tidak akan membiarkan mereka celaka oleh karena pemusnahan-Nya atas kota tersebut. Ini berarti bahwa, terlepas dari apakah Tuhan akan memusnahkan kota itu atau tidak, dan berapa pun jumlah orang benar yang ada di dalamnya, bagi Tuhan, kota yang penuh dosa ini terkutuk dan memuakkan, harus dimusnahkan dan harus lenyap dari mata Tuhan, sementara orang benar harus terluput. Tanpa memandang zaman, tanpa memandang tahap perkembangan umat manusia, sikap Tuhan tidak berubah: Dia membenci kejahatan, dan peduli terhadap orang-orang yang benar di mata-Nya. Sikap Tuhan yang jelas ini juga merupakan penyingkapan sejati dari hakikat Tuhan. Karena hanya ada satu orang benar di dalam kota itu, Tuhan tidak ragu lagi. Hasil akhirnya adalah Sodom mau tidak mau harus dimusnahkan. Apa yang engkau semua lihat di sini? Pada zaman itu, Tuhan tidak akan memusnahkan sebuah kota jika terdapat lima puluh orang benar di dalamnya, atau jika terdapat sepuluh orang benar, yang berarti Tuhan memutuskan untuk mengampuni dan bersikap toleran terhadap umat manusia, atau akan melakukan pekerjaan pembimbingan, karena beberapa orang yang mampu untuk menghormati dan menyembah-Nya. Tuhan sangat menghargai perbuatan benar manusia, Dia sangat menghargai orang-orang yang mampu menyembah-Nya dan Dia sangat menghargai orang-orang yang mampu melakukan perbuatan baik di hadapan-Nya.

Dari masa-masa paling awal sampai sekarang, pernahkah engkau semua membaca di dalam Alkitab tentang Tuhan menyampaikan kebenaran, atau berbicara tentang jalan Tuhan kepada siapa pun? Tidak, tidak pernah. Firman Tuhan kepada manusia yang kita baca hanya memberitahukan kepada manusia apa yang harus dilakukan. Sebagian orang pergi dan melakukannya, sebagian lagi tidak; sebagian orang percaya, dan sebagian tidak. Hanya itu saja. Jadi, orang benar pada zaman itu—mereka yang benar di mata Tuhan—hanyalah mereka yang dapat mendengar firman Tuhan dan mengikuti perintah Tuhan. Mereka adalah para hamba yang melaksanakan firman Tuhan di antara manusia. Dapatkah orang-orang semacam itu disebut orang-orang yang mengenal Tuhan? Dapatkah mereka disebut orang-orang yang disempurnakan Tuhan? Tidak. Jadi, terlepas dari jumlah mereka, di mata Tuhan, apakah orang-orang benar ini layak disebut orang-orang kepercayaan Tuhan? Dapatkah mereka disebut saksi-saksi Tuhan? Tentu saja tidak! Mereka tentu saja tidak layak disebut sebagai orang-orang kepercayaan dan saksi Tuhan. Jadi, bagaimana Tuhan menyebut orang-orang semacam ini? Di dalam Alkitab, hingga ayat-ayat yang baru saja kita baca, ada banyak contoh Tuhan menyebut mereka "hamba-Ku". Dengan kata lain, pada saat itu, di mata Tuhan, orang-orang benar ini adalah hamba-hamba Tuhan, mereka adalah orang-orang yang melayani-Nya di bumi. Dan bagaimana pendapat Tuhan tentang sebutan ini? Mengapa Dia menyebut mereka demikian? Apakah Tuhan memiliki standar dalam hati-Nya untuk sebutan yang digunakan-Nya untuk memanggil manusia? Tentu saja. Tuhan memiliki standar, terlepas dari apakah Dia menyebut mereka orang benar, tak bercela, jujur, atau hamba. Ketika Dia menyebut seseorang hamba-Nya, Dia sangat yakin bahwa orang ini mampu menerima para utusan-Nya, mampu mengikuti perintah-Nya, dan mampu melaksanakan apa yang diperintahkan oleh para utusan. Apa sajakah yang dilaksanakan orang ini? Mereka melaksanakan apa yang Tuhan perintahkan untuk dilakukan dan dilaksanakan di bumi. Pada waktu itu, dapatkah hal yang Tuhan minta manusia lakukan dan laksanakan di bumi disebut sebagai jalan Tuhan? Tidak. Karena pada waktu itu, Tuhan hanya meminta manusia untuk melakukan beberapa hal sederhana; Dia mengucapkan beberapa perintah sederhana, menyuruh manusia untuk melakukan ini atau itu, dan tidak lebih dari itu. Tuhan bekerja sesuai dengan rencana-Nya. Karena, pada waktu itu, banyak kondisi yang masih belum ada, waktunya belum matang, dan sulit bagi umat manusia untuk menanggung jalan Tuhan, dengan demikian, jalan Tuhan belum mulai dinyatakan dari hati Tuhan. Tuhan melihat orang-orang benar yang Dia bicarakan, yang kita lihat di sini—entah tiga puluh atau dua puluh—sebagai hamba-hamba-Nya. Ketika para utusan Tuhan mendatangi hamba-hamba ini, mereka akan dapat menerima dan mengikuti perintah mereka, dan bertindak sesuai dengan perkataan mereka. Inilah tepatnya yang harus dilakukan dan dicapai oleh mereka yang dahulu merupakan hamba di mata Tuhan. Tuhan itu bijaksana dalam penyebutan-Nya untuk manusia. Dia menyebut mereka hamba-Nya bukan arena mereka seperti engkau semua sekarang—karena mereka telah mendengar banyak khotbah, mengetahui apa yang akan Tuhan lakukan, mengerti banyak kehendak Tuhan dan memahami rencana pengelolaan-Nya—tetapi karena kemanusiaan mereka jujur dan mereka mampu mematuhi firman Tuhan; ketika Tuhan memberi perintah, mereka mampu mengesampingkan apa yang sedang mereka lakukan dan melaksankan apa yang Tuhan perintahkan. Jadi, bagi Tuhan, makna lain dari sebutan hamba adalah bahwa mereka bekerja sama dengan pekerjaan-Nya di bumi, dan meskipun mereka bukan para utusan Tuhan, mereka adalah para pelaku dan pelaksana firman Tuhan di bumi. Jadi, jelas bahwa bahwa para hamba atau orang-orang benar ini sangat penting di hati Tuhan. Pekerjaan yang Tuhan akan mulai di bumi tidak dapat terlaksana tanpa adanya orang-orang yang bekerja sama dengan-Nya, dan peran yang dijalankan para hamba Tuhan ini tidak dapat digantikan oleh para utusan Tuhan. Setiap tugas yang Tuhan perintahkan kepada hamba-hamba ini sangat penting bagi-Nya, dan karenanya Dia tidak dapat kehilangan mereka. Tanpa kerja sama para hamba ini dengan Tuhan, pekerjaan-Nya di antara umat manusia akan terhenti. Sebagai akibatnya, rencana pengelolaan Tuhan dan harapan Tuhan akan menjadi sia-sia.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 37

Tuhan Harus Memusnahkan Sodom

Kejadian 18:26 Lalu Yahweh berfirman: "Jika Aku mendapati lima puluh orang benar di dalam kota Sodom, Aku akan mengampuni seluruh tempat itu karena mereka."

Kejadian 18:29 Lalu Abraham berkata kepada-Nya lagi: "Misalkan ada empat puluh orang benar didapati di sana." Dia berfirman: "Aku tidak akan melakukannya."

Kejadian 18:30 Dan dia berkata kepada-Nya: "Misalkan ada tiga puluh orang benar ditemukan di sana." Dia berfirman: "Aku tidak akan berbuat demikian."

Kejadian 18:31 Katanya, "Misalkan ada dua puluh orang benar didapati di sana." Dia berfirman: "Aku tidak akan menghancurkannya."

Kejadian 18:32 Dan dia berkata Katanya: "Misalkan ada sepuluh orang benar didapati di sana." Dia berfirman: "Aku tidak akan menghancurkannya."

Tuhan Berlimpah dengan Belas Kasihan terhadap Mereka yang Dia Pedulikan, dan Sangat Murka terhadap Mereka yang Dia Benci dan Tolak

Dalam catatan Alkitab, apakah terdapat sepuluh orang hamba Tuhan di Sodom? Tidak! Apakah kota itu layak diampuni oleh Tuhan? Hanya satu orang di kota—Lot—yang menerima utusan Tuhan. Artinya hanya ada satu orang hamba Tuhan di kota itu, dan dengan demikian, Tuhan tidak punya pilihan selain menyelamatkan Lot dan memusnahkan kota Sodom. Dialog antara Abraham dan Tuhan yang dikutip di atas mungkin tampak sederhana, tetapi dialog itu menggambarkan sesuatu yang sangat mendalam, yaitu: ada prinsip di balik tindakan-tindakan Tuhan, dan sebelum mengambil keputusan Dia akan menghabiskan waktu yang lama untuk mengamati dan mempertimbangkan; Dia pasti tidak akan mengambil keputusan atau menarik kesimpulan apa pun sebelum saat yang tepat tiba. Dialog antara Abraham dan Tuhan menunjukkan kepada kita bahwa keputusan Tuhan untuk memusnahkan Sodom sama sekali tidak salah, karena Tuhan sudah tahu bahwa di kota tersebut tidak terdapat empat puluh orang benar, juga tidak terdapat tiga puluh orang benar, atau dua puluh. Bahkan sepuluh pun tidak ada. Satu-satunya orang benar di kota itu adalah Lot. Semua yang terjadi di Sodom dan bagaimana keadaannya diamati oleh Tuhan, dan diketahui oleh Tuhan sejelas punggung tangan-Nya sendiri. Jadi, keputusan-Nya tidak mungkin salah. Sebaliknya, dibandingkan dengan kemahakuasaan Tuhan, manusia sangat mati rasa, sangat bodoh dan bebal, sangat picik. Inilah yang kita lihat dalam dialog antara Abraham dan Tuhan. Tuhan telah menyatakan watak-Nya dari sejak semula hingga sekarang. Demikian pula di sini, ada watak Tuhan yang seharusnya bisa kita lihat. Jumlah-jumlah tersebut adalah hal yang sederhana—semua itu tidak menunjukkan apa pun—tetapi ada pengungkapan watak Tuhan yang sangat penting di sini. Tuhan tidak akan memusnahkan kota itu karena lima puluh orang benar. Apakah ini karena belas kasihan Tuhan? Apakah ini karena kasih dan toleransi-Nya? Pernahkah engkau semua melihat sisi dari watak Tuhan ini? Bahkan seandainya hanya ada sepuluh orang benar, Tuhan tidak akan memusnahkan kota itu oleh karena kesepuluh orang benar ini. Bukankah ini adalah toleransi dan kasih Tuhan? Karena belas kasihan, toleransi dan kepedulian Tuhan terhadap orang-orang benar itu, Dia tidak akan memusnahkan kota itu. Inilah toleransi Tuhan. Dan pada akhirnya, hasil apa yang kita lihat? Ketika Abraham berkata: "Misalkan ada sepuluh orang benar didapati di sana." Tuhan berkata: "Aku tidak akan memusnahkannya." Setelah itu, Abraham tidak berkata apa-apa lagi—karena di dalam kota Sodom tidak terdapat sepuluh orang benar yang dia sebutkan, dan tidak ada lagi yang perlu dikatakannya, dan pada saat itulah dia memahami kenapa Tuhan berketetapan untuk memusnahkan Sodom. Dalam hal ini, watak Tuhan apa yang kaulihat? Ketetapan macam apakah yang Tuhan buat? Tuhan berketetapan bahwa, jika di kota ini tidak terdapat sepuluh orang benar, Dia tidak akan mengizinkan keberadaannya, dan mau tidak mau harus memusnahkannya. Bukankah inilah murka Tuhan? Apakah murka ini merepresentasikan watak Tuhan? Apakah watak ini merupakan penyingkapan hakikat kekudusan Tuhan? Apakah ini merupakan penyingkapan hakikat kebenaran Tuhan, yang tidak boleh disinggung manusia? Setelah memastikan bahwa tidak ada sepuluh orang benar di Sodom, Tuhan pun berkeyakinan untuk memusnahkan kota itu, dan menghukum berat orang-orang di dalam kota tersebut, karena mereka menentang Tuhan, dan karena mereka begitu kotor dan rusak.

Mengapa kita menganalisis ayat-ayat ini dengan cara seperti ini? Itu karena beberapa kalimat sederhana ini mengungkapkan secara penuh watak Tuhan yaitu belas kasihan yang berkelimpahan serta murka yang mendalam. Pada saat yang sama ketika Dia menghargai orang benar, berbelas kasihan, menoleransi, dan memedulikan mereka, di dalam hati Tuhan terdapat kebencian yang dalam terhadap semua orang di Sodom yang telah rusak. Bukankah ini belas kasihan yang berkelimpahan dan murka yang mendalam? Dengan cara apa Tuhan memusnahkan kota itu? Dengan api. Mengapa Dia memusnahkannya dengan menggunakan api? Ketika engkau melihat sesuatu sedang terbakar oleh api, atau ketika engkau akan membakar sesuatu, apa yang kaurasakan terhadapnya? Mengapa engkau ingin membakarnya? Apakah engkau merasa bahwa engkau tidak membutuhkannya lagi, bahwa engkau tidak ingin melihatnya lagi? Apakah engkau ingin membuangnya? Tuhan menggunakan api yang berarti pengabaian dan kebencian, dan bahwa Dia tidak ingin lagi melihat Sodom. Ini adalah emosi yang membuat Tuhan membumihanguskan Sodom dengan api. Penggunaan api menggambarkan betapa marahnya Tuhan. Belas kasihan dan toleransi Tuhan memang ada, tetapi kekudusan dan keadilan Tuhan ketika Dia melepaskan murka-Nya juga memperlihatkan kepada manusia sisi dari Tuhan yang tidak menoleransi pelanggaran. Ketika manusia sepenuhnya mampu menaati perintah Tuhan dan bertindak sesuai dengan tuntutan Tuhan, Tuhan pun berlimpah dalam belas kasihan-Nya terhadap manusia; ketika manusia telah dipenuhi kerusakan, kebencian dan permusuhan terhadap-Nya, Tuhan sangat marah. Sampai sejauh manakah kemarahan-Nya yang sedemikian mendalam itu? Murka-Nya akan terus berlanjut sampai Tuhan tidak lagi melihat penentangan dan perbuatan jahat manusia, sampai semua itu tidak lagi ada di depan mata-Nya. Baru setelah itulah kemarahan Tuhan akan lenyap. Dengan kata lain, siapa pun orangnya, jika hatinya telah menjauh dari Tuhan dan berpaling dari Tuhan, tidak pernah kembali lagi, maka, terlepas dari bagaimana, semua penampilan luar, atau dalam hal keinginan subjektifnya, mereka ingin menyembah, mengikuti, dan menaati Tuhan dalam tubuh atau pemikiran mereka, begitu hati mereka berpaling dari Tuhan, murka Tuhan pun akan dilepaskan tanpa henti. Ini akan menjadi sedemikian rupa sehingga ketika Tuhan melepaskan amarah-Nya secara mendalam, setelah memberi begitu banyak kesempatan kepada manusia, begitu kemarahan itu dilepaskan, tidak mungkin bisa ditarik kembali, dan Dia tidak akan pernah lagi berbelas kasihan dan bersikap toleran terhadap umat manusia semacam itu. Inilah satu sisi dari watak Tuhan yang tidak menoleransi pelanggaran. Di sini, tampaknya normal bagi manusia bahwa Tuhan akan memusnahkan sebuah kota, karena di mata Tuhan, kota yang penuh dosa tidak bisa tetap ada dan terus ada, dan masuk akal bahwa kota itu harus dimusnahkan oleh Tuhan. Namun, di dalam apa yang terjadi sebelum dan sesudah pemusnahan Sodom oleh-Nya, kita melihat keseluruhan watak Tuhan. Dia toleran dan penuh belas kasihan terhadap hal-hal yang baik, indah dan bagus; terhadap hal-hal yang buruk, berdosa dan jahat, Dia sangat murka, sedemikian murkanya sampai Dia tidak berhenti dalam kemurkaan-Nya. Inilah dua aspek utama dan yang paling menonjol dari watak Tuhan, dan terlebih dari itu, keduanya telah diungkapkan oleh Tuhan dari awal hingga akhir yaitu: belas kasihan yang berkelimpahan dan murka yang mendalam. Kebanyakan dari antaramu pernah mengalami sesuatu dari belas kasihan Tuhan, tetapi sangat sedikit di antaramu yang telah menghargai murka Tuhan. Belas kasihan dan kasih setia Tuhan dapat terlihat dalam diri setiap orang; artinya Tuhan telah melimpah dalam belas kasihan-Nya terhadap setiap orang. Namun sangat jarang—atau, bisa dikatakan, tidak pernah—Tuhan marah secara mendalam terhadap siapa pun atau bagian mana pun dari orang-orang di antaramu. Tenang saja! Cepat atau lambat, murka Tuhan akan terlihat dan dialami oleh setiap orang, tetapi sekarang belum waktunya. Mengapa belum waktunya? Itu karena ketika Tuhan terus-menerus marah kepada seseorang, yaitu, ketika Dia melepaskan murka-Nya yang mendalam atas mereka, ini berarti Dia telah sejak lama membenci dan menolak orang ini, bahwa Dia membenci keberadaan mereka, dan tidak tahan dengan keberadaan mereka; begitu kemarahan-Nya dilepaskan atas mereka, mereka akan lenyap. Sekarang ini, pekerjaan Tuhan belum mencapai titik itu. Tak seorang pun di antaramu akan dapat menanggungnya begitu Tuhan menjadi sangat marah. Jadi, jelas bahwa pada saat ini Tuhan hanya berlimpah dalam belas kasihan-Nya terhadap engkau semua, dan engkau semua belum melihat kemarahan-Nya yang mendalam. Apabila ada orang-orang yang tetap tidak yakin, engkau semua dapat meminta agar murka Tuhan datang atasmu, sehingga engkau semua dapat mengalami apakah kemarahan Tuhan dan watak-Nya yang tidak menoleransi pelanggaran manusia itu benar-benar ada atau tidak. Apakah engkau semua berani?

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 38

Manusia Akhir Zaman Hanya Melihat Murka Tuhan di dalam Firman-Nya, dan Tidak Benar-Benar Mengalami Murka Tuhan

Dari masa penciptaan sampai sekarang, tidak ada kelompok yang telah menikmati kasih karunia atau belas kasihan dan kasih setia Tuhan sebanyak kelompok yang terakhir ini. Meskipun, pada tahap terakhir, Tuhan telah melakukan pekerjaan penghakiman dan hajaran, dan telah melakukan pekerjaan-Nya dengan kemegahan dan murka, kebanyakan Tuhan hanya menggunakan firman untuk menyelesaikan pekerjaan-Nya; Dia menggunakan firman untuk mengajar dan menyirami, untuk membekali dan memberi makan. Sementara itu, murka Tuhan tetap tersembunyi, dan selain dari mengalami watak murka Tuhan dalam firman-Nya, sangat sedikit orang yang telah mengalami kemarahan-Nya secara langsung. Dengan kata lain, selama pekerjaan penghakiman dan hajaran Tuhan, meskipun murka yang diungkapkan dalam firman Tuhan memungkinkan orang untuk mengalami kemegahan dan ketidaktoleransian-Nya terhadap pelanggaran, murka ini tidak melampaui firman-Nya. Dengan kata lain, Tuhan menggunakan firman untuk menegur, mengungkapkan, menghakimi, menghajar dan bahkan menghukum manusia—tetapi Tuhan belum marah secara mendalam terhadap manusia, dan bahkan hampir belum pernah melepaskan murka-Nya kepada manusia kecuali dengan firman-Nya. Jadi, belas kasihan dan kasih setia Tuhan yang dialami manusia pada zaman ini adalah penyingkapan watak Tuhan yang sejati, sementara murka Tuhan yang dialami manusia hanyalah dampak dari nada dan nuansa perkataan-Nya. Banyak orang secara keliru menganggap dampak ini sebagai pengalaman dan pengetahuan yang sejati tentang murka Tuhan. Akibatnya, kebanyakan orang yakin bahwa mereka telah melihat belas kasihan dan kasih setia Tuhan di dalam firman-Nya, bahwa mereka juga telah melihat ketidaktoleransian Tuhan terhadap pelanggaran manusia, dan kebanyakan dari mereka bahkan mulai menghargai belas kasihan dan toleransi Tuhan terhadap manusia. Namun, betapapun buruk perilaku manusia, atau betapapun rusak wataknya, Tuhan selalu menahan diri. Dalam menahan diri, tujuan-Nya adalah menunggu agar firman yang telah diucapkan-Nya, upaya yang telah dilakukan-Nya, dan harga yang telah dibayarkan-Nya mencapai dampak dalam diri orang-orang yang ingin Dia dapatkan. Menunggu hasil semacam ini membutuhkan waktu, dan membutuhkan pengadaan lingkungan yang berbeda bagi manusia, sama seperti orang tidak dapat langsung menjadi dewasa begitu mereka dilahirkan; dibutuhkan delapan belas atau sembilan belas tahun, dan sebagian orang bahkan membutuhkan dua puluh atau tiga puluh tahun sebelum mereka bertumbuh menjadi orang dewasa. Tuhan menunggu selesainya proses ini, Dia menunggu datangnya saat seperti itu, dan Dia menunggu kedatangan hasil ini. Di sepanjang waktu Dia menunggu, Tuhan berlimpah dalam belas kasihan-Nya. Namun, selama periode pekerjaan Tuhan, sejumlah sangat kecil orang telah dibunuh, dan sebagian orang dihukum karena penentangan mereka yang sangat berat terhadap Tuhan. Contoh-contoh semacam itu adalah bukti yang jauh lebih besar lagi tentang watak Tuhan yang tidak menoleransi pelanggaran manusia, dan sepenuhnya menegaskan keberadaan yang nyata dari toleransi dan kesabaran Tuhan terhadap umat pilihan. Tentu saja, dalam contoh-contoh yang khas ini, penyingkapan sebagian dari watak Tuhan dalam diri orang-orang ini tidak memengaruhi keseluruhan rencana pengelolaan Tuhan. Bahkan, di tahap terakhir pekerjaan Tuhan ini, Tuhan telah menahan diri-Nya selama masa Dia menunggu, dan Dia telah menukar kesabaran-Nya dan hidup-Nya demi keselamatan mereka yang mengikut Dia. Apakah engkau semua memahami hal ini? Tuhan tidak mengacaukan rencana-Nya tanpa alasan. Dia bisa melepaskan murka-Nya, dan Dia juga bisa berbelas kasihan; inilah penyingkapan dua bagian utama dari watak Tuhan. Bukankah ini sangat jelas? Dengan kata lain, ketika menyangkut Tuhan, benar atau salah, adil atau tidak adil, positif atau negatif—semua ini dengan jelas diperlihatkan kepada manusia. Apa yang akan Dia lakukan, apa yang Dia suka, apa yang Dia benci—semua ini dapat secara langsung tecermin dalam watak-Nya. Hal-hal seperti itu juga dapat terlihat sangat terang dan jelas di dalam pekerjaan Tuhan, dan semua itu tidak samar-samar ataupun umum; sebaliknya, semua itu memungkinkan semua orang untuk melihat watak Tuhan, apa yang dimiliki-Nya dan siapa Dia dengan cara yang sangat konkret, benar dan nyata. Inilah Tuhan yang benar itu sendiri.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 39

Watak Tuhan Tidak Pernah Tersembunyi dari Manusia—Hati Manusia Telah Menyimpang dari Tuhan

Sejak waktu penciptaan, watak Tuhan telah sejalan dengan pekerjaan-Nya. Watak Tuhan tidak pernah tersembunyi dari manusia, melainkan sepenuhnya dibukakan dan dibuat menjadi jelas bagi manusia. Namun, dengan berlalunya waktu, hati manusia telah menjadi semakin jauh dari Tuhan, dan ketika kerusakan manusia telah menjadi semakin dalam, manusia dan Tuhan telah menjadi semakin jauh terpisah. Perlahan tapi pasti, manusia telah menghilang dari mata Tuhan. Manusia menjadi tidak mampu "melihat" Tuhan, yang telah meninggalkannya tanpa "kabar berita" tentang Tuhan; dengan demikian, manusia tidak tahu apakah Tuhan itu ada atau tidak, bahkan sampai sama sekali menyangkal keberadaan Tuhan. Akibatnya, ketidaktahuan manusia akan watak Tuhan, dan akan apa yang dimiliki-Nya dan siapa Dia, bukanlah karena Tuhan tersembunyi dari manusia, melainkan karena hati manusia telah berpaling dari Tuhan. Meskipun manusia percaya kepada Tuhan, di hati manusia tidak ada Tuhan, dan dia tidak tahu bagaimana mengasihi Tuhan, dia juga tidak ingin mengasihi Tuhan, karena hatinya tidak pernah mendekat kepada Tuhan dan dia selalu menghindari Tuhan. Sebagai akibatnya, hati manusia jauh dari Tuhan. Jadi, di manakah hatinya berada? Sebenarnya, hati manusia tidak pergi ke mana-mana: alih-alih memberikan hatinya kepada Tuhan atau mengungkapkan hatinya kepada Tuhan untuk dilihat-Nya, dia menyimpannya bagi dirinya sendiri. Ini terlepas dari fakta bahwa sebagian orang sering berdoa kepada Tuhan dan berkata: "Oh Tuhan, lihatlah hatiku—Engkau tahu semua yang kupikirkan," dan sebagian orang bahkan bersumpah untuk membiarkan Tuhan melihat diri mereka, agar mereka boleh dihukum jika melanggar sumpah mereka. Meskipun manusia mengizinkan Tuhan melihat ke lubuk hatinya, bukan berarti manusia mampu menaati pengaturan dan rencana Tuhan, juga bukan berarti dia telah menyerahkan nasib, prospek hidup, dan segalanya di bawah kendali Tuhan. Jadi, terlepas dari sumpahmu kepada Tuhan atau apa yang kaunyatakan kepada-Nya, di mata Tuhan, hatimu masih tertutup bagi-Nya, karena engkau hanya mengizinkan Tuhan untuk melihat hatimu tetapi tidak mengizinkan Dia mengendalikannya. Dengan kata lain, engkau sama sekali belum memberikan hatimu kepada Tuhan, dan hanya mengucapkan kata-kata indah untuk didengar Tuhan, sementara itu, engkau menyembunyikan berbagai niatmu yang curang dari Tuhan, bersama dengan tipu daya, rencana kotor, dan rencanamu, serta engkau menggenggam erat prospek dan nasibmu di tanganmu, sangat takut semua itu diambil oleh Tuhan. Dengan demikian, Tuhan tidak pernah melihat ketulusan hati manusia terhadap-Nya. Meskipun Tuhan memang mengamati kedalaman hati manusia, dan dapat melihat apa yang sedang manusia pikirkan dan apa yang ingin Dia lakukan di hatinya, dan dapat melihat hal-hal apa yang tersimpan di dalam hatinya, hati manusia bukanlah milik Tuhan, dan manusia belum menyerahkan hatinya pada kendali Tuhan. Dengan kata lain, Tuhan punya hak untuk mengamati tetapi tidak punya hak untuk mengendalikan. Dalam kesadaran subjektifnya, manusia tidak ingin atau berniat menyerahkan dirinya pada pengaturan Tuhan. Manusia tidak hanya telah menutup dirinya sendiri dari Tuhan, tetapi ada orang-orang yang bahkan memikirkan cara untuk membungkus rapat hati mereka, menggunakan kata-kata pujian dan sanjungan untuk menciptakan kesan palsu dan mendapatkan kepercayaan dari Tuhan, dan menyembunyikan wajah asli mereka dari pandangan Tuhan. Tujuan mereka untuk tidak membiarkan Tuhan melihat adalah untuk tidak mengizinkan Tuhan mengetahui seperti apa diri mereka yang sebenarnya. Mereka tidak ingin memberikan hati mereka kepada Tuhan, tetapi menyimpannya untuk diri mereka sendiri. Maksud tersirat dari hal ini adalah bahwa apa yang manusia lakukan dan inginkan semuanya direncanakan, diperhitungkan, dan diputuskan oleh manusia itu sendiri; dia tidak membutuhkan partisipasi atau campur tangan Tuhan, apalagi rancangan dan pengaturan Tuhan. Jadi, baik dalam hal perintah Tuhan, amanat-Nya, maupun tuntutan yang Tuhan buat atas manusia, keputusan manusia didasarkan pada niat dan kepentingannya sendiri, pada kondisi dan keadaannya sendiri pada saat itu. Manusia selalu menggunakan pengetahuan dan wawasan yang terasa akrab dengannya, serta kecerdasannya sendiri untuk menilai dan memilih jalan yang harus ditempuhnya, dan tidak membiarkan adanya campur tangan dan kendali Tuhan. Inilah hati manusia yang Tuhan lihat.

Dari awal sampai sekarang, hanya manusia yang mampu untuk bercakap-cakap dengan Tuhan. Artinya, di antara semua makhluk hidup dan makhluk ciptaan Tuhan, tak satu pun kecuali manusia yang mampu bercakap-cakap dengan Tuhan. Manusia memiliki telinga yang memampukannya untuk mendengar dan mata yang memampukannya untuk melihat; dia memiliki bahasa dan gagasannya sendiri, serta kehendak bebas. Dia memiliki semua yang dibutuhkan untuk mendengar Tuhan berbicara, dan memahami kehendak Tuhan, serta menerima amanat Tuhan, dan karena itu, Tuhan pun menyampaikan semua keinginan-Nya kepada manusia, ingin menjadikan manusia rekan yang sepikiran dengan-Nya dan yang dapat berjalan bersama dengan-Nya. Sejak Dia mulai mengelola, Tuhan telah menunggu manusia untuk memberikan hatinya kepada-Nya, untuk mengizinkan Tuhan menyucikan dan memperlengkapinya, membuatnya memuaskan Tuhan dan dikasihi oleh Tuhan, untuk membuatnya menghormati Tuhan dan menjauhi kejahatan. Tuhan selalu menantikan dan menunggu hasil ini.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 40

Penilaian Ayub oleh Tuhan dan di dalam Alkitab

Ayub 1:1 Ada seorang laki-laki di tanah Us, yang bernama Ayub; dan dia adalah orang yang tak bercela dan jujur, dia takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan.

Ayub 1:5 Demikianlah, setelah hari-hari pesta berakhir, Ayub memanggil mereka dan menguduskan mereka; dia bangun pagi-pagi benar dan mempersembahkan korban bakaran sesuai dengan jumlah anak-anaknya: karena Ayub berkata: "Mungkin saja anak-anak lelakiku sudah berbuat dosa dan mengutuki Tuhan dalam hati mereka." Demikianlah yang senantiasa dilakukan Ayub.

Ayub 1:8 Lalu Yahweh berkata kepada Iblis: Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub, tidak ada seorang pun seperti dia di bumi, yang demikian tak bercela dan jujur, yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan.

Apa gagasan utama yang engkau semua lihat dalam ayat-ayat ini? Ketiga ayat singkat dari Alkitab ini berkaitan dengan Ayub. Meski singkat, ayat-ayat ini dengan jelas menyatakan orang seperti apa Ayub itu. Melalui uraian tentang perilaku sehari-hari Ayub dan perilakunya, ayat-ayat ini memberitahukan kepada semua orang bahwa penilaian Tuhan tentang Ayub bukannya tanpa alasan, sebaliknya sangat beralasan. Ayat-ayat ini memberitahukan kepada kita bahwa, apakah itu penilaian manusia terhadap Ayub (Ayub 1:1), atau penilaian Tuhan terhadapnya (Ayub 1:8), keduanya adalah hasil dari perbuatan Ayub di hadapan Tuhan dan manusia (Ayub 1:5).

Pertama, mari kita membaca ayat yang pertama: "Ada seorang laki-laki di tanah Us, yang bernama Ayub; dan dia adalah orang yang tak bercela dan jujur, dia takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan." Ini adalah penilaian pertama tentang Ayub dalam Alkitab, dan kalimat ini adalah penilaian sang penulis tentang Ayub. Tentu saja, itu juga mewakili penilaian manusia tentang Ayub, yaitu, "dia adalah orang yang tak bercela dan jujur, dia takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan". Selanjutnya, mari kita membaca penilaian Tuhan tentang Ayub: "Tidak ada seorang pun seperti dia di bumi, yang demikian tak bercela dan jujur, yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan" (Ayub 1:8). Dari kedua penilaian, yang satu berasal dari manusia, dan yang lain berasal dari Tuhan; keduanya merupakan dua penilaian dengan isi yang sama. Jadi, dapat dilihat bahwa tabiat dan perilaku Ayub diketahui oleh manusia, dan juga dipuji oleh Tuhan. Dengan kata lain, perilaku Ayub di hadapan manusia dan perilakunya di hadapan Tuhan adalah sama; dia selalu membuka perilaku dan motivasinya di hadapan Tuhan, sehingga semua itu dapat diamati oleh Tuhan, dan dia adalah orang yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Jadi, di mata Tuhan, dari antara orang-orang di bumi, hanya Ayublah yang tak bercela dan jujur, orang yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan.

Perwujudan Spesifik dari Sikap Ayub yang Takut akan Tuhan dan Menjauhi Kejahatan dalam Kehidupannya Sehari-hari

Selanjutnya, mari kita melihat perwujudan spesifik dari sikap Ayub yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Selain ayat yang mendahului dan mengikutinya, mari kita juga membaca Ayub 1:5, yang merupakan salah satu perwujudan spesifik dari sikap Ayub yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Ini berkaitan dengan bagaimana dia takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan dalam kehidupannya sehari-hari; yang paling menonjol, dia tidak hanya melakukan apa yang seharusnya dia lakukan karena rasa takutnya sendiri akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, tetapi dia juga secara teratur mempersembahkan korban bakaran di hadapan Tuhan mewakili anak laki-lakinya. Dia takut kalau-kalau mereka telah sering "berbuat dosa dan mengutuki Tuhan dalam hati mereka" saat berpesta. Bagaimanakah rasa takut ini terwujud dalam diri Ayub? Teks aslinya memberikan catatan berikut ini: "Demikianlah, setelah hari-hari pesta berakhir, Ayub memanggil mereka dan menguduskan mereka; dia bangun pagi-pagi benar dan mempersembahkan korban bakaran sesuai dengan jumlah anak-anaknya." Perilaku Ayub menunjukkan kepada kita bahwa, daripada diwujudkan dalam perilaku lahiriahnya, sikapnya yang takut akan Tuhan itu berasal dari dalam hatinya, dan sikapnya yang takut akan Tuhan itu dapat ditemukan dalam setiap aspek kehidupannya sehari-hari di setiap saat, karena dia sendiri tidak hanya menjauhi kejahatan, tetapi dia juga sering mempersembahkan korban bakaran mewakili anak laki-lakinya. Dengan kata lain, Ayub tidak hanya sangat takut berbuat dosa terhadap Tuhan dan meninggalkan Tuhan di dalam hatinya sendiri, tetapi juga khawatir bahwa anak laki-lakinya mungkin berbuat dosa terhadap Tuhan dan meninggalkan Dia di dalam hati mereka. Dari sini dapat dilihat bahwa kebenaran rasa takut Ayub terhadap Tuhan teruji, dan tidak dapat diragukan oleh siapa pun. Apakah dia melakukannya sesekali atau sering kali? Kalimat terakhir dari teks ini "Demikianlah yang senantiasa dilakukan Ayub". Makna dari kata-kata ini adalah bahwa Ayub tidak pergi dan menengok anak-anaknya sesekali, atau ketika hal itu menyenangkannya, dia juga tidak mengaku kepada Tuhan melalui doa. Sebaliknya, dia secara teratur memanggil dan menguduskan anak-laki-lakinya, dan mempersembahkan korban bakaran bagi mereka. Kata "senantiasa" di sini bukan berarti dia melakukannya selama satu atau dua hari, atau untuk sesaat. Dikatakan bahwa perwujudan sikap Ayub yang takut akan Tuhan tidak bersifat sementara, dan tidak berhenti pada pengetahuan atau kata-kata yang diucapkan; sebaliknya, jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan itu menuntun hatinya, mengatur perilakunya, dan ada di dalam hatinya, sumber keberadaannya. Bahwa dia melakukannya senantiasa menunjukkan bahwa, di dalam hatinya, dia sering takut bahwa dirinya sendiri akan berbuat dosa terhadap Tuhan dan juga takut bahwa putra dan putrinya akan berbuat dosa terhadap Tuhan. Itu menunjukkan betapa beratnya jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan yang ada di dalam hatinya. Dia melakukannya senantiasa karena, di dalam hatinya, dia takut dan khawatir—khawatir bahwa dia telah melakukan kejahatan dan berbuat dosa terhadap Tuhan, dan bahwa dia telah menyimpang dari jalan Tuhan sehingga tidak dapat memuaskan Tuhan. Pada saat yang sama, dia juga mengkhawatirkan putra dan putrinya, takut bahwa mereka telah menyinggung Tuhan. Demikianlah perilaku normal Ayub dalam kehidupannya sehari-hari. Justru perilaku normal inilah yang membuktikan bahwa sikap Ayub yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan bukanlah kata-kata kosong, bahwa Ayub benar-benar menghidupi kenyataan seperti itu. "Demikianlah yang senantiasa dilakukan Ayub": kata-kata ini memberitahukan kepada kita tentang perbuatan sehari-hari Ayub di hadapan Tuhan. Ketika dia melakukan hal tersebut senantiasa, apakah perilaku dan hatinya sampai di hadapan Tuhan? Dengan kata lain, apakah Tuhan sering disenangkan dengan hati dan perilaku Ayub? Lalu, dalam keadaan apa, dan dalam konteks apa Ayub melakukan hal itu senantiasa? Sebagian orang mengatakan bahwa karena Tuhan sering menampakkan diri kepada Ayub sehingga dia berbuat demikian; sebagian orang mengatakan bahwa dia melakukannya senantiasa karena dia memiliki keinginan untuk menjauhi kejahatan; dan sebagian orang mengatakan bahwa mungkin dia berpikir bahwa kekayaannya tidak diperoleh dengan mudah, dan dia tahu bahwa kekayaannya telah dianugerahkan kepadanya oleh Tuhan, sehingga dia sangat takut kehilangan hartanya sebagai akibat berbuat dosa melawan atau menyinggung Tuhan. Apakah salah satu dari klaim ini benar? Jelas tidak. Karena, di mata Tuhan, apa yang paling Tuhan terima dan hargai tentang Ayub bukan hanya karena dia senantiasa melakukannya; lebih daripada itu, itu adalah perilakunya di hadapan Tuhan, manusia, dan Iblis ketika dia diserahkan kepada Iblis dan dicobai.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 41

Iblis Mencobai Ayub untuk Pertama Kalinya (Ternaknya Dicuri dan Bencana Menimpa Anak-Anaknya)

a. Firman yang Diucapkan Tuhan

Ayub 1:8 Lalu Yahweh berkata kepada Iblis: "Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub, tidak ada seorang pun seperti dia di bumi, yang demikian tak bercela dan jujur, yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan?"

Ayub 1:12 Dan Yahweh berkata kepada Iblis: "Lihat, segala yang dipunyainya ada di tanganmu, hanya jangan ulurkan tanganmu terhadap dia." Lalu Iblis pergi dari hadapan Yahweh.

b. Jawaban Iblis

Ayub 1:9-11 Lalu Iblis menjawab Yahweh, dan berkata: "Apakah Ayub takut kepada Tuhan begitu saja tanpa mendapat apa pun? Bukankah Engkau memagari dia dan rumahnya, dan semua yang dimilikinya? Engkau memberkati segala pekerjaan tangannya, dan semua miliknya bertambah banyak di negeri itu. Tetapi coba Engkau ulurkan tangan-Mu dan sentuhlah segala yang dimilikinya, dia pasti akan mengutuki Engkau di hadapan-Mu."

Tuhan Mengizinkan Iblis untuk Mencobai Ayub sehingga Iman Ayub Akan Disempurnakan

Ayub 1:8 adalah catatan pertama yang kita lihat dalam Alkitab tentang percakapan antara Tuhan Yahweh dan Iblis. Jadi, apa yang Tuhan katakan? Teks aslinya memberikan catatan berikut ini: "Lalu Yahweh berkata kepada Iblis: 'Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub, tidak ada seorang pun seperti dia di bumi, yang demikian tak bercela dan jujur, yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan?'" Ini adalah penilaian Tuhan tentang Ayub di hadapan Iblis; Tuhan berkata bahwa Ayub adalah seorang yang tak bercela dan jujur, yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Sebelum percakapan antara Tuhan dan Iblis ini, Tuhan telah memutuskan bahwa Dia akan memakai Iblis untuk mencobai Ayub—bahwa Dia akan menyerahkan Ayub kepada Iblis. Di satu sisi, ini akan membuktikan bahwa pengamatan dan penilaian Tuhan atas Ayub akurat dan tanpa kesalahan, dan akan menyebabkan Iblis dipermalukan melalui kesaksian Ayub; di sisi lain, hal itu akan menyempurnakan iman Ayub kepada Tuhan dan rasa takutnya akan Tuhan. Jadi, ketika Iblis datang ke hadapan Tuhan, Tuhan tidak menggunakan bahasa yang tidak jelas. Dia berkata langsung ke pokok masalah dan bertanya kepada Iblis: "Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub, tidak ada seorang pun seperti dia di bumi, yang demikian tak bercela dan jujur, yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan?" Dalam pertanyaan Tuhan, terdapat makna berikut: Tuhan tahu bahwa Iblis telah menjelajahi semua tempat, dan sering memata-matai Ayub, yang adalah hamba Tuhan. Iblis sudah sering mencobai dan menyerang Ayub, berusaha menemukan cara untuk mendatangkan kehancuran atas Ayub untuk membuktikan bahwa iman-Nya kepada Tuhan dan sikap takutnya akan Tuhan tidak dapat teguh bertahan. Iblis juga dengan cepat mencari peluang untuk menghancurkan Ayub, agar Ayub meninggalkan Tuhan sehingga dia dapat merampasnya dari tangan Tuhan. Namun Tuhan melihat ke dalam hati Ayub dan melihat bahwa dia tak bercela dan jujur, dan bahwa dia takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Tuhan menggunakan sebuah pertanyaan untuk mengatakan kepada Iblis bahwa Ayub adalah seorang yang tak bercela dan jujur yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, bahwa Ayub tidak akan pernah meninggalkan Tuhan dan mengikut Iblis. Setelah mendengar penilaian Tuhan tentang Ayub, di dalam diri Iblis muncul kemarahan akibat penghinaan, dan Iblis menjadi semakin marah dan semakin tidak sabar untuk merebut Ayub karena Iblis tidak pernah percaya bahwa seseorang bisa menjadi tak bercela dan jujur, atau bahwa mereka bisa takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Pada saat yang sama, Iblis juga membenci kesempurnaan dan kejujuran di dalam diri manusia, dan membenci orang-orang yang dapat takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Jadi tertulis dalam Ayub 1:9-11 bahwa "Lalu Iblis menjawab Yahweh, dan berkata: 'Apakah Ayub takut kepada Tuhan begitu saja tanpa mendapat apa pun? Bukankah Engkau memagari dia dan rumahnya, dan semua yang dimilikinya? Engkau memberkati segala pekerjaan tangannya, dan semua miliknya bertambah banyak di negeri itu. Tetapi coba Engkau ulurkan tangan-Mu dan sentuhlah segala yang dimilikinya, dia pasti akan mengutuki Engkau di hadapan-Mu.'" Tuhan sangat mengenal natur jahat si Iblis, dan tahu benar bahwa Iblis telah lama berencana untuk menghancurkan Ayub, dan karena itu dalam hal ini Tuhan berharap, dengan mengatakan kepada Iblis sekali lagi bahwa Ayub tak bercela dan jujur dan bahwa dia takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, untuk membuat Iblis terpancing, untuk membuat Iblis mengungkapkan wajah aslinya dan menyerang serta mencobai Ayub. Dengan kata lain, Tuhan dengan sengaja menekankan bahwa Ayub itu tak bercela dan jujur, dan bahwa dia takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, dan dengan cara ini Dia membuat Iblis menyerang Ayub karena kebencian dan kemarahan Iblis terhadap Ayub yang merupakan orang yang tak bercela dan jujur, seorang yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Sebagai hasilnya, Tuhan akan mempermalukan Iblis melalui kenyataan bahwa Ayub adalah manusia yang tak bercela dan jujur, seorang yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, dan Iblis akhirnya akan sama sekali dipermalukan dan dikalahkan. Setelah itu, Iblis tidak lagi akan meragukan atau membuat tuduhan tentang hidupnya yang tak bercela, jujur, takut akan Tuhan, atau menjauhi kejahatan. Dengan cara ini, ujian dari Tuhan dan pencobaan Iblis hampir tidak dapat dihindari. Satu-satunya yang mampu bertahan dari ujian dari Tuhan dan pencobaan Iblis adalah Ayub. Setelah percakapan ini, Iblis diberi izin untuk mencobai Ayub. Maka dimulailah babak pertama serangan Iblis. Sasaran dari serangan ini adalah harta benda Ayub, karena Iblis telah membuat tuduhan berikut ini terhadap Ayub: "Apakah Ayub takut kepada Tuhan begitu saja tanpa mendapat apa pun? ... Engkau memberkati segala pekerjaan tangannya, dan semua miliknya bertambah banyak di negeri itu." Akibatnya, Tuhan mengizinkan Iblis untuk mengambil semua yang dimiliki Ayub—Inilah tujuan utama mengapa Tuhan berbicara dengan Iblis. Namun, Tuhan mengajukan satu permintaan kepada Iblis: "Lihat, segala yang dipunyainya ada di tanganmu, hanya jangan ulurkan tanganmu terhadap dia" (Ayub 1:12). Inilah syarat yang Tuhan tetapkan setelah Dia mengizinkan Iblis untuk mencobai Ayub dan menyerahkan Ayub kepada Iblis, dan inilah batas yang Dia tetapkan untuk Iblis: Dia memerintahkan kepada Iblis agar tidak mencelakakan Ayub. Karena Tuhan mengetahui bahwa Ayub tak bercela dan jujur, dan karena Dia memiliki keyakinan bahwa kesempurnaan dan kejujuran Ayub di hadapan-Nya tidak diragukan lagi, dan dapat bertahan dalam ujian, jadi Tuhan mengizinkan Iblis untuk mencobai Ayub, tetapi menetapkan pembatasan kepada Iblis: Iblis diizinkan untuk mengambil semua harta benda milik Ayub, tetapi dia tidak dapat menyentuh Ayub. Apa artinya ini? Ini berarti Tuhan tidak menyerahkan Ayub sepenuhnya kepada Iblis pada saat itu. Iblis dapat mencobai Ayub dengan cara apa pun yang diinginkannya, tetapi dia tidak dapat menyakiti Ayub itu sendiri—bahkan tak sehelai pun rambut di kepalanya—karena segala sesuatu pada diri manusia dikendalikan oleh Tuhan, dan karena apakah manusia hidup atau mati ditentukan oleh Tuhan. Iblis tidak memiliki izin ini. Setelah Tuhan mengucapkan perkataan ini kepada Iblis, Iblis tidak sabar lagi untuk memulai pencobaannya. Iblis menggunakan segala cara untuk mencobai Ayub, dan tak lama kemudian Ayub kehilangan sekawanan besar kambing domba dan lembu sapi dan semua harta benda yang diberikan kepadanya oleh Tuhan .... Dengan demikian, ujian dari Tuhan datang kepadanya.

Meskipun Alkitab memberi tahu kita tentang asal-usul pencobaan Ayub, apakah Ayub sendiri, yang mengalami semua pencobaan ini, menyadari apa yang sedang terjadi? Ayub hanyalah manusia fana; tentu saja dia sama sekali tidak tahu tentang kisah yang terjadi di sekelilingnya. Walaupun demikian, rasa takutnya akan Tuhan, dan hidupnya yang tak bercela serta kejujurannya, membuatnya sadar bahwa ujian dari Tuhan telah datang atas dirinya. Dia tidak tahu apa yang telah terjadi di dunia roh, atau apa maksud Tuhan di balik ujian-ujian ini. Namun, dia tahu bahwa apa pun yang terjadi pada dirinya, dia harus memegang teguh hidupnya yang tak bercela dan kejujurannya, dan harus berada di jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Sikap dan reaksi Ayub terhadap semua hal ini jelas dilihat oleh Tuhan. Apa yang dilihat Tuhan? Dia melihat hati Ayub yang takut akan Tuhan, karena sejak awal sampai ketika Ayub diuji, hati Ayub tetap terbuka kepada Tuhan. Hatinya diletakkan di hadapan Tuhan, dan Ayub tidak meninggalkan hidupnya yang tak bercela atau kejujurannya, dan dia juga tidak membuang atau menyimpang dari jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan—dan tidak ada yang lebih memuaskan bagi Tuhan selain ini.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 42

Reaksi Ayub

Ayub 1:20-21 Lalu Ayub bangun, mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian tersungkur dan menyembah, katanya: "Dengan telanjang aku keluar dari rahim ibuku, dengan telanjang aku juga akan kembali ke situ: Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil; terpujilah nama Yahweh."

Inisiatif Ayub untuk Mengembalikan Semua yang Dia Miliki Berasal dari Rasa Takutnya akan Tuhan

Setelah Tuhan berkata kepada Iblis: "Lihat, segala yang dipunyainya ada di tanganmu, hanya jangan ulurkan tanganmu terhadap dia", Iblis pergi. Segera setelah itu, Ayub mengalami serangan yang tiba-tiba dan dahsyat: pertama, lembu sapi dan keledainya dijarah dan sebagian hamba-hambanya dibunuh; selanjutnya; kambing domba dan sebagian hamba-hambanya yang lain tewas terbakar; setelah itu, unta-untanya diambil dan lebih banyak lagi hamba-hambanya dibunuh; akhirnya, nyawa putra dan putrinya diambil. Rangkaian serangan ini adalah siksaan yang diderita Ayub selama pencobaan pertama. Sebagaimana diperintahkan Tuhan, selama semua serangan ini, Iblis hanya menyasar harta benda Ayub dan anak-anaknya, dan tidak mencelakai Ayub itu sendiri. Walaupun demikian, Ayub langsung berubah dari orang kaya yang memiliki kekayaan besar menjadi orang yang tidak punya apa-apa. Tak seorang pun yang mampu menahan pukulan mengejutkan yang mencengangkan ini ataupun bereaksi dengan benar dalam menghadapinya, tetapi Ayub menunjukkan sisi luar biasanya. Alkitab memberikan catatan sebagai berikut: "Lalu Ayub bangun, mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian tersungkur dan menyembah." Inilah reaksi pertama Ayub setelah mendengar bahwa dia telah kehilangan anak-anaknya dan semua harta bendanya. Terutama sekali, dia tidak tampak terkejut, atau panik, apalagi menyatakan kemarahan atau kebencian. Jadi, jelas bahwa di dalam hatinya dia telah menyadari bahwa semua bencana ini bukanlah suatu kebetulan, atau dilakukan oleh tangan manusia, apalagi menganggap bahwa bencana ini adalah akibat datangnya pembalasan atau hukuman. Sebaliknya, ujian dari Yahweh telah datang atas dirinya; Yahwehlah yang ingin mengambil harta benda dan anak-anaknya. Ayub sangat tenang dan berakal sehat pada saat itu. Kemanusiaannya yang tak bercela dan jujur membuat dia dapat secara rasional dan alami membuat penilaian dan keputusan yang tepat tentang bencana yang menimpa dirinya, dan karena itu, dia berperilaku dengan ketenangan yang luar biasa: "Lalu Ayub bangun, mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian tersungkur dan menyembah." "Mengoyak jubahnya" berarti bahwa dia tidak berpakaian, dan tidak punya apa-apa; "mencukur kepalanya" berarti dia telah kembali ke hadapan Tuhan sebagai bayi yang baru lahir; "tersungkur dan menyembah" berarti dia telah datang ke dunia dengan telanjang, dan sekarang tetap tanpa apa pun, dia dikembalikan kepada Tuhan seperti bayi yang baru lahir. Sikap Ayub terhadap semua yang menimpa dirinya tidak dapat dicapai oleh makhluk Tuhan mana pun. Imannya kepada Yahweh melampaui lingkup kepercayaan; Ini adalah sikap takut akan Tuhan, dan ketaatan-Nya kepada Tuhan; dia tidak hanya mampu bersyukur kepada Tuhan karena memberi kepadanya, tetapi juga karena mengambil darinya. Terlebih dari itu, dia mampu mengambil inisiatif untuk mengembalikan semua miliknya kepada Tuhan, termasuk hidupnya.

Sikap takut akan Tuhan dan ketaatan Ayub kepada Tuhan adalah contoh bagi umat manusia, dan hidupnya yang tak bercela serta kejujurannya adalah puncak kemanusiaan yang harus dimiliki oleh manusia. Meskipun dia tidak melihat Tuhan, dia menyadari bahwa Tuhan benar-benar ada, dan karena kesadaran inilah dia takut akan Tuhan, dan karena takutnya akan Tuhan, dia mampu untuk menaati Tuhan. Dia memberi kepada Tuhan kebebasan untuk mengambil apa pun yang dimiliki-Nya, tetapi dia tidak mengeluh, dan bersujud di hadapan Tuhan serta mengatakan kepada-Nya, pada saat itu juga, bahwa sekalipun Tuhan mengambil nyawanya, dia akan dengan senang hati mengizinkan Dia melakukannya, tanpa keluhan. Seluruh perilakunya adalah karena kemanusiaannya tak bercela dan jujur. Dengan kata lain, sebagai hasil dari kemurnian, kejujuran, dan kebaikannya, Ayub tidak tergoyahkan dalam kesadaran dan pengalamannya akan keberadaan Tuhan, dan di atas dasar ini dia menuntut dirinya sendiri dan menetapkan standar bagi pemikiran, tabiat, perilaku, dan prinsip tindakannya di hadapan Tuhan sesuai dengan tuntunan Tuhan atas dirinya dan perbuatan Tuhan yang telah dilihatnya di tengah segala sesuatu. Seiring waktu, pengalamannya membuat dia memiliki sikap takut akan Tuhan yang nyata dan sejati serta membuatnya menjauhi kejahatan. Inilah sumber kesalehan yang dipegang teguh oleh Ayub. Ayub memiliki kemanusiaan yang jujur, polos, dan baik, dan dia benar-benar memiliki pengalaman takut akan Tuhan, menaati Tuhan, dan menjauhi kejahatan, serta pengetahuan bahwa "Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil". Hanya karena semua hal inilah dia mampu berdiri teguh dalam kesaksiannya di tengah serangan Iblis yang ganas, dan hanya karena semua inilah dia mampu untuk tidak mengecewakan Tuhan dan memberikan jawaban yang memuaskan kepada Tuhan ketika ujian dari Tuhan menimpanya. Walaupun perilaku Ayub selama pencobaan pertama sangat lugas, generasi berikutnya belum tentu mampu mencapai kelugasan seperti ini bahkan setelah upaya seumur hidup, dan mereka juga belum tentu akan memiliki perilaku seperti Ayub sebagaimana diuraikan di atas. Pada zaman sekarang, diperhadapkan dengan perilaku Ayub yang lugas, dan membandingkannya dengan teriakan dan tekad "ketaatan dan kesetiaan mutlak sampai mati" yang ditunjukkan kepada Tuhan oleh mereka yang mengaku percaya kepada Tuhan dan mengikut Tuhan, apakah engkau semua merasa sangat malu ataukah tidak?

Ketika engkau membaca di Alkitab semua yang diderita oleh Ayub dan keluarganya, apa reaksimu? Apakah engkau menjadi bingung? Apakah engkau tercengang? Dapatkah ujian yang menimpa Ayub digambarkan sebagai sesuatu yang "mengerikan"? Dengan kata lain, sudah cukup mengerikan membaca ujian yang dialami Ayub sebagaimana diuraikan dalam Alkitab, apalagi seandainya hal itu terjadi dalam kehidupan nyata. Jadi, jelas bahwa apa yang menimpa Ayub bukanlah "kegiatan latihan", tetapi "peperangan" nyata yang menampilkan "senjata" dan "peluru" yang sebenarnya. Namun, oleh tangan siapakah dia mengalami ujian ini? Tentu saja, ujian tersebut adalah pekerjaan Iblis, dan Iblis melakukan hal-hal ini dengan tangannya sendiri.—Meskipun demikian, hal-hal ini diizinkan oleh Tuhan. Apakah Tuhan memberi tahu Iblis bagaimana cara mencobai Ayub? Tuhan tidak memberitahukannya. Tuhan hanya memberikan satu syarat yang harus dipatuhi Iblis, dan kemudian pencobaan menimpa Ayub. Ketika pencobaan itu menimpa Ayub, itu memberi manusia perasaan tentang kejahatan dan keburukan Iblis, kedengkian dan kebenciannya terhadap manusia, dan permusuhannya terhadap Tuhan. Dalam hal ini, kita melihat bahwa betapa kejamnya pencobaan ini tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Dapat dikatakan bahwa natur jahat Iblis yang suka mengganggu manusia, dan wajahnya yang buruk, sepenuhnya terungkap pada saat ini. Iblis memanfaatkan kesempatan ini, kesempatan yang diberikan atas izin Tuhan, untuk membuat Ayub mengalami penyiksaan yang ganas dan kejam, yang cara dan tingkat kekejamannya tidak dapat dibayangkan dan sama sekali tidak tertahankan oleh manusia zaman sekarang. Daripada mengatakan bahwa Ayub dicobai Iblis, dan bahwa dia berdiri teguh dalam kesaksiannya selama pencobaan ini, lebih baik mengatakan bahwa dalam ujian yang ditetapkan baginya oleh Tuhan, Ayub memulai peperangan melawan Iblis untuk melindungi hidupnya yang tak bercela dan kejujurannya, dan mempertahankan jalannya yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Dalam peperangan ini, Ayub kehilangan sekawanan besar kambing domba, dia kehilangan semua harta bendanya, dan dia kehilangan putra-putrinya. Namun, dia tidak meninggalkan hidupnya yang tak bercela, kejujuran, atau rasa takutnya akan Tuhan. Dengan kata lain, dalam peperangan melawan Iblis ini, Ayub lebih suka kehilangan harta benda dan anak-anaknya daripada kehilangan hidupnya yang tak bercela, kejujuran, dan rasa takutnya akan Tuhan. Dia lebih suka berpegang teguh pada prinsip mengenai apa arti menjadi manusia. Alkitab memberikan catatan singkat mengenai seluruh proses bagaimana Ayub kehilangan harta bendanya, dan juga mencatat perilaku dan sikap Ayub. Catatan pendek dan singkat ini memberi kesan bahwa Ayub tidak begitu kalut dalam menghadapi pencobaan ini, tetapi jika apa yang sebenarnya terjadi harus diulang kembali—dengan mempertimbangkan juga natur jahat si Iblis—maka segala sesuatunya tidak akan sesederhana atau semudah seperti yang diuraikan dalam kalimat-kalimat ini. Kenyataannya jauh lebih kejam. Seperti itulah tingkat kehancuran dan kebencian dengan mana Iblis memperlakukan umat manusia dan semua orang yang diperkenan oleh Tuhan. Jika Tuhan tidak meminta agar Iblis tidak mencelakai Ayub, Iblis pasti akan membunuhnya tanpa rasa bersalah. Iblis tidak ingin siapa pun menyembah Tuhan, dan dia juga tidak menginginkan orang-orang yang benar di mata Tuhan dan mereka yang tak bercela dan jujur dapat terus takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Karena orang yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan berarti mereka menjauhi dan meninggalkan Iblis, dan karena itu Iblis memanfaatkan izin dari Tuhan untuk melampiaskan semua kemarahan dan kebenciannya terhadap Ayub tanpa belas kasihan. Jadi, jelas betapa hebatnya siksaan yang diderita Ayub, dari pikiran hingga tubuhnya, dari luar hingga ke dalam. Pada zaman sekarang, kita tidak melihat bagaimana peristiwa itu terjadi pada waktu itu, dan dari catatan Alkitab, hanya dapat diperoleh gambaran sekilas perasaan Ayub ketika dia mengalami siksaan pada waktu itu.

Kesalehan Ayub yang Tak Tergoyahkan Mempermalukan Iblis dan Menyebabkan Iblis Lari dalam Kepanikan

Jadi, apa yang Tuhan lakukan ketika Ayub mengalami siksaan ini? Tuhan mengamati, dan menyaksikan, dan menunggu hasilnya. Ketika Tuhan mengamati dan menyaksikan, bagaimana perasaan-Nya? Tentu saja, Dia merasa sangat sedih. Namun, mungkinkah Tuhan menyesali izin yang diberikan-Nya kepada Iblis untuk mencobai Ayub hanya karena kesedihan yang Dia rasakan? Jawabannya adalah Tidak. Dia tidak mungkin merasakan penyesalan seperti itu. Karena Dia sangat yakin bahwa Ayub tak bercela dan jujur, bahwa dia takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Tuhan telah memberi Iblis kesempatan untuk membuktikan kebenaran Ayub di hadapan Tuhan dan mengungkapkan kejahatan dan kekejiannya sendiri. Selain itu, ini adalah kesempatan bagi Ayub untuk membuktikan kebenarannya dan sikapnya yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan di hadapan manusia di dunia, Iblis, dan bahkan semua orang yang mengikut Tuhan. Apakah hasil akhirnya membuktikan bahwa penilaian Tuhan akan Ayub benar dan tanpa kesalahan? Apakah Ayub benar-benar mengalahkan Iblis? Di sini kita membaca kata-kata klasik yang diucapkan oleh Ayub, perkataan yang merupakan bukti bahwa dia telah mengalahkan Iblis. Dia berkata: "Dengan telanjang aku keluar dari rahim ibuku, dengan telanjang aku juga akan kembali ke situ." Inilah sikap ketaatan Ayub kepada Tuhan. Selanjutnya, dia berkata: "Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil; terpujilah nama Yahweh." Perkataan yang diucapkan oleh Ayub ini membuktikan bahwa Tuhan mengamati kedalaman hati manusia, bahwa Dia mampu melihat ke dalam pikiran manusia, dan kata-kata ini membuktikan bahwa perkenanan-Nya atas Ayub adalah tanpa kesalahan, bahwa orang yang diperkenan Tuhan ini adalah orang yang benar. "Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil; terpujilah nama Yahweh". Perkataan ini adalah kesaksian Ayub kepada Tuhan. Perkataan sederhana inilah yang menakutkan Iblis, yang mempermalukannya dan menyebabkannya melarikan diri dalam kepanikan, dan selain itu, yang membelenggu Iblis dan membuatnya tidak berdaya. Demikian pula, perkataan ini membuat Iblis merasakan keajaiban dan kekuatan dari perbuatan Tuhan Yahweh, dan membuatnya merasakan kharisma luar biasa dari orang yang hatinya diatur oleh jalan Tuhan. Selain itu, perkataan ini menunjukkan kepada Iblis daya hidup yang kuat yang ditunjukkan oleh seorang manusia kecil dan tidak berarti dalam mematuhi jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Dengan demikian, Iblis dikalahkan dalam peperangan yang pertama. Meskipun telah "belajar dari hal ini", Iblis tidak berniat melepaskan Ayub, juga tidak ada perubahan sedikit pun dalam natur jahatnya. Iblis berusaha untuk terus menyerang Ayub, dan karena itu dia datang ke hadapan Tuhan sekali lagi ...

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 43

Iblis Sekali Lagi Mencobai Ayub (Bisul yang Busuk Bermunculan di Sekujur Tubuh Ayub)

a. Perkataan yang Diucapkan oleh Tuhan

Ayub 2:3 Lalu Yahweh berkata kepada Iblis, "Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub, tidak ada seorang pun seperti dia di bumi, yang demikian tak bercela dan jujur, yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan? Dia tetap memegang teguh kesalehannya, sekalipun engkau telah membujuk Aku untuk melawannya, menghancurkannya tanpa alasan."

Ayub 2:6 Maka Yahweh berfirman kepada Iblis: "Lihat dia ada dalam tanganmu; tetapi sayangkan nyawanya."

b. Perkataan yang Diucapkan oleh Iblis

Ayub 2:4-5 Dan Iblis menjawab Yahweh, dan berkata: "Kulit ganti kulit! Ya, semua yang dimiliki manusia akan diberikannya ganti nyawanya. Tetapi ulurkan tangan-Mu dan sentuhlah tulang dan dagingnya, maka dia pasti akan mengutuki Engkau di hadapan-Mu."

c. Bagaimana Ayub Menangani Ujian

Ayub 2:9-10 Lalu kata istrinya kepadanya: "Apakah engkau masih mempertahankan kesalehanmu? Kutukilah Tuhan dan matilah!" Tetapi dia menjawab istrinya: "Engkau berbicara seperti perempuan bodoh. Apakah kita mau menerima yang baik dari tangan Tuhan dan tidak mau menerima yang jahat?" Dalam semua ini Ayub tidak berdosa dengan bibirnya.

Ayub 3:3 Kiranya hari kelahiranku lenyap, dan malam yang mengatakan, Ada anak lelaki sedang dikandung.

Cinta Ayub akan Jalan Tuhan Melampaui Segalanya

Alkitab mencatat perkataan yang diucapkan antara Tuhan dan Iblis sebagai berikut: "Lalu Yahweh berkata kepada Iblis, Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub, tidak ada seorang pun seperti dia di bumi, yang demikian tak bercela dan jujur, yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan? Dia tetap memegang teguh kesalehannya, sekalipun engkau telah membujuk Aku untuk melawannya, menghancurkannya tanpa alasan" (Ayub 2:3). Dalam percakapan ini, Tuhan mengulangi pertanyaan yang sama kepada Iblis. Ini adalah pertanyaan yang menunjukkan kepada kita penilaian tegas Tuhan Yahweh mengenai apa yang ditunjukkan dan dihidupi oleh Ayub selama ujian pertama, dan penilaian yang tidak berbeda dengan penilaian Tuhan tentang Ayub sebelum dia mengalami pencobaan Iblis. Dengan kata lain, sebelum pencobaan itu menimpanya, di mata Tuhan, Ayub tak bercela, dan dengan demikian Tuhan melindungi dia dan keluarganya, dan memberkatinya; dia layak diberkati di mata Tuhan. Setelah pencobaan, Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya karena dia telah kehilangan harta benda dan anak-anaknya, tetapi terus memuji nama Yahweh. Perilaku nyata yang ditunjukkannya membuat Tuhan memujinya, dan karena itu, Tuhan memberinya nilai sempurna. Karena di mata Ayub, keturunannya atau kekayaannya tidak cukup untuk membuatnya meninggalkan Tuhan. Dengan kata lain, tempat Tuhan di dalam hatinya tidak dapat digantikan oleh anak-anaknya atau harta benda apa pun. Selama pencobaan pertama Ayub, dia menunjukkan kepada Tuhan bahwa kasihnya kepada Tuhan dan cintanya pada jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan melampaui segalanya. Ujian ini semata-mata memberi Ayub pengalaman menerima upah dari Tuhan Yahweh serta harta benda dan anak-anaknya diambil oleh-Nya.

Bagi Ayub, ini adalah pengalaman sejati yang mencuci bersih jiwanya, ini adalah baptisan kehidupan yang memenuhi keberadaannya, dan selain itu, ini adalah pesta mewah yang menguji ketaatannya dan rasa takutnya akan Tuhan. Pencobaan ini mengubah kedudukan Ayub dari orang kaya menjadi orang yang tidak punya apa-apa, dan ini juga membuat Ayub mengalami penyiksaan Iblis terhadap umat manusia. Kemelaratannya tidak menyebabkan dia membenci Iblis; sebaliknya, dalam tindakan keji Iblis dia melihat keburukan dan kehinaan Iblis, serta permusuhan dan pemberontakan Iblis terhadap Tuhan, dan ini semakin mendorongnya untuk selamanya berpegang teguh pada jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Dia bersumpah bahwa dia tidak akan pernah meninggalkan Tuhan dan berpaling dari jalan Tuhan oleh karena faktor lahiriah seperti harta benda, anak-anak atau kerabat, dan dia juga tidak akan pernah menjadi budak Iblis, budak harta, atau budak siapa pun; selain Tuhan Yahweh, tidak ada yang bisa menjadi Tuannya atau Tuhannya. Begitulah harapan Ayub. Di sisi lain, Ayub juga memperoleh sesuatu dari pencobaan ini: dia memperoleh kekayaan besar di tengah ujian yang diberikan Tuhan kepadanya.

Selama hidup Ayub di sepanjang beberapa puluh tahun sebelumnya, dia telah melihat perbuatan Yahweh dan memperoleh berkat Tuhan Yahweh untuk dirinya. Semua itu adalah berkat yang membuatnya merasa sangat tidak nyaman dan berutang, karena dia percaya bahwa dia belum melakukan apa pun untuk Tuhan, tetapi telah diwariskan dengan berkat yang begitu besar dan menikmati begitu banyak kasih karunia. Karena alasan ini, dia sering berdoa di dalam hatinya, berharap bahwa dia akan mampu membalas kebaikan Tuhan, berharap bahwa dia akan mendapat kesempatan untuk memberi kesaksian tentang perbuatan dan kebesaran Tuhan, dan berharap bahwa Tuhan akan menguji ketaatannya, dan selain itu, berharap imannya dapat dimurnikan, sampai ketaatan dan imannya memperoleh perkenanan Tuhan. Kemudian, ketika ujian menimpa Ayub, dia percaya bahwa Tuhan telah mendengar doanya. Ayub menghargai kesempatan ini lebih dari apa pun, dan dengan demikian dia tidak berani menyepelekannya, karena keinginannya yang terbesar seumur hidup dapat terwujud. Datangnya kesempatan ini berarti bahwa ketaatan dan takutnya akan Tuhan dapat diuji, dan dapat disucikan. Selain itu, itu berarti bahwa Ayub mendapat kesempatan untuk memperoleh perkenanan Tuhan, sehingga membuatnya semakin dekat dengan Tuhan. Selama ujian, iman dan pengejaran seperti ini memungkinkan Ayub untuk menjadi lebih tidak bercela, dan mendapatkan pemahaman yang lebih besar tentang kehendak Tuhan. Ayub juga menjadi lebih bersyukur atas berkat dan kasih karunia Tuhan, di dalam hatinya dia memberikan pujian yang lebih besar atas perbuatan Tuhan, dan dia semakin takut dan hormat kepada Tuhan, dan lebih rindu akan keindahan, kebesaran, dan kekudusan Tuhan. Pada saat ini, meskipun di mata Tuhan Ayub tetap merupakan orang yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, sehubungan dengan pengalamannya, iman dan pengetahuan Ayub telah maju dengan pesat: imannya telah meningkat, ketaatannya semakin mantap, dan rasa takutnya akan Tuhan menjadi semakin mendalam. Meskipun ujian ini mengubah roh dan kehidupan Ayub, perubahan semacam ini tidak memuaskan Ayub, dan perubahan ini juga tidak memperlambat kemajuannya. Pada saat yang sama ketika menghitung apa yang telah dia peroleh dari ujian ini, dan mempertimbangkan kekurangannya sendiri, dia diam-diam berdoa, menunggu ujian berikutnya untuk datang atas dirinya, karena dia merindukan iman, ketaatan, dan takutnya akan Tuhan untuk dipertinggi pada ujian dari Tuhan selanjutnya.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 44

Iblis Sekali Lagi Mencobai Ayub (Bisul yang Busuk Bermunculan di Sekujur Tubuh Ayub)

a. Perkataan yang Diucapkan oleh Tuhan

Ayub 2:3 Lalu Yahweh berkata kepada Iblis, "Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub, tidak ada seorang pun seperti dia di bumi, yang demikian tak bercela dan jujur, yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan? Dia tetap memegang teguh kesalehannya, sekalipun engkau telah membujuk Aku untuk melawannya, menghancurkannya tanpa alasan."

Ayub 2:6 Maka Yahweh berfirman kepada Iblis: "Lihat dia ada dalam tanganmu; tetapi sayangkan nyawanya."

b. Perkataan yang Diucapkan oleh Iblis

Ayub 2:4-5 Dan Iblis menjawab Yahweh, dan berkata: "Kulit ganti kulit! Ya, semua yang dimiliki manusia akan diberikannya ganti nyawanya. Tetapi ulurkan tangan-Mu dan sentuhlah tulang dan dagingnya, maka dia pasti akan mengutuki Engkau di hadapan-Mu."

Di Tengah Penderitaan yang Ekstrem, Ayub Benar-benar Menyadari Kepedulian Tuhan bagi Umat Manusia

Setelah beberapa pertanyaan Tuhan Yahweh kepada Iblis, Iblis diam-diam merasa senang. Ini karena Iblis tahu bahwa dia akan diizinkan sekali lagi untuk menyerang orang yang tak bercela di mata Tuhan—bagi Iblis, ini merupakan kesempatan yang langka. Iblis ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk sepenuhnya merusak keyakinan Ayub, untuk membuatnya kehilangan imannya kepada Tuhan dan dengan demikian tidak lagi takut akan Tuhan atau memuji nama Yahweh. Ini akan memberi Iblis sebuah kesempatan: apa pun tempat atau waktunya, Iblis akan dapat menjadikan Ayub sebagai mainan yang berada di bawah kendalinya. Iblis menyembunyikan niat jahatnya tanpa jejak, tetapi dia tidak dapat mengendalikan natur jahatnya. Fakta ini diisyaratkan dalam jawabannya terhadap perkataan Tuhan Yahweh, sebagaimana dicatat dalam Alkitab: "Dan Iblis menjawab Yahweh, dan berkata: 'Kulit ganti kulit! Ya, semua yang dimiliki manusia akan diberikannya ganti nyawanya. Tetapi ulurkan tangan-Mu dan sentuhlah tulang dan dagingnya, maka dia pasti akan mengutuki Engkau di hadapan-Mu'" (Ayub 2:4-5). Tidak mungkin untuk tidak memperoleh pengetahuan yang sesungguhnya dan perasaan jahat Iblis dari percakapan antara Tuhan dan Iblis ini. Setelah mendengar pernyataan Iblis yang keliru ini, semua orang yang mencintai kebenaran dan membenci kejahatan pasti akan semakin membenci kehinaan dan sikap tak tahu malu Iblis, akan merasa jijik dan muak dengan pernyataan Iblis yang keliru, dan pada saat yang sama, berharap bisa menaikkan doa yang khusyuk dan harapan tulus untuk Ayub, berdoa agar orang yang jujur ini dapat mencapai kesempurnaan, berharap bahwa orang yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan ini akan selamanya mengalahkan pencobaan Iblis, dan hidup dalam terang, di tengah bimbingan dan berkat Tuhan; demikian pula, orang-orang semacam itu akan berharap agar perbuatan baik Ayub selamanya dapat memacu dan mendorong semua orang yang mengejar jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Meskipun niat jahat Iblis dapat dilihat dalam pernyataan ini, Tuhan dengan senang hati menyetujui "permintaan" Iblis—tetapi Dia juga mengajukan satu syarat: "Dia ada dalam tanganmu; tetapi sayangkan nyawanya" (Ayub 2:6). Karena, kali ini, Iblis meminta untuk mengulurkan tangannya untuk menyakiti daging dan tulang Ayub, Tuhan berkata: "... tetapi sayangkan nyawanya." Makna dari perkataan ini adalah bahwa Dia memberikan daging Ayub kepada Iblis, tetapi hidup Ayub adalah miliki Tuhan. Iblis tidak dapat mengambil hidup Ayub, tetapi selain dari syarat ini, Iblis dapat menggunakan cara atau metode apa pun untuk menyerang Ayub.

Setelah mendapat izin Tuhan, Iblis bergegas mendatangi Ayub dan mengulurkan tangannya untuk menyakiti kulit Ayub, yang menyebabkan munculnya bisul yang busuk di sekujur tubuhnya, dan Ayub merasakan sakit di kulitnya. Ayub memuji keajaiban dan kekudusan Tuhan Yahweh, yang membuat kelancangan Iblis semakin menjadi-jadi. Karena Iblis telah merasakan sukacita menyakiti manusia, dia mengulurkan tangannya dan membabat tubuh Ayub, yang menyebabkan barah-barahnya yang busuk bernanah. Ayub segera merasakan sakit dan siksaan yang tiada tara di tubuhnya, dan dia tidak bisa menahan diri untuk tidak menggaruk dirinya sendiri dari kepala sampai kaki dengan kedua tangannya, seolah-olah ini akan mengurangi penderitaan yang ditimpakan kepada rohnya oleh rasa sakit pada tubuhnya. Dia menyadari bahwa Tuhan berada di sisinya mengawasinya, dan dia mencoba yang terbaik untuk menguatkan dirinya sendiri. Dia sekali lagi berlutut ke tanah, dan berkata: "Engkau melihat lubuk hati manusia, Engkau memperhatikan kesengsaraannya; mengapa Engkau mengkhawatirkan kelemahannya? Terpujilah nama Tuhan Yahweh." Iblis melihat penderitaan Ayub yang tak tertahankan, tetapi Iblis tidak melihat Ayub meninggalkan nama Tuhan Yahweh. Karena itu, Iblis dengan tergesa-gesa mengulurkan tangannya untuk menyakiti tulang-tulang Ayub, nekat untuk mencabik-cabik seluruh tubuhnya. Dalam sekejap, Ayub merasakan siksaan yang belum pernah dialami sebelumnya; dagingnya seolah-olah dirobek hingga terlepas dari tulangnya, dan seolah-olah tulangnya dihancurkan sepotong demi sepotong. Siksaan yang sangat menyakitkan ini membuatnya berpikir lebih baik dia mati saja .... Kemampuannya menahan rasa sakit itu telah mencapai batasnya .... Dia ingin menjerit, dia ingin merenggut kulit di tubuhnya dalam upaya untuk mengurangi rasa sakitnya—tetapi dia menahan jeritannya, dan tidak merenggut kulit di tubuhnya, karena dia tidak ingin membiarkan Iblis melihat kelemahannya. Jadi Ayub berlutut sekali lagi, tetapi kali ini dia tidak merasakan kehadiran Tuhan Yahweh. Dia tahu bahwa Tuhan Yahweh sering berada di hadapannya, dan di belakangnya, dan di kedua sisinya. Namun, selama penderitaannya, Tuhan tidak pernah sekali pun melihat; Dia menutupi wajah-Nya dan bersembunyi, karena tujuan-Nya menciptakan manusia bukan untuk mendatangkan penderitaan atas manusia. Pada saat ini, Ayub menangis dan melakukan yang terbaik untuk menanggung penderitaan fisik ini, tetapi dia tidak bisa lagi menahan diri dari bersyukur kepada Tuhan: "Manusia jatuh pada pukulan pertama, dia lemah dan tidak berdaya, dia muda dan bodoh—mengapa Engkau ingin begitu peduli dan lembut terhadapnya? Engkau memukulku, tetapi pukulan itu menyakitkan hati-Mu. Manusia seperti apa yang layak memperoleh perhatian dan kepedulian-Mu?" Doa Ayub sampai ke telinga Tuhan, dan Tuhan diam, hanya menyaksikan tanpa bersuara .... Setelah mencoba segala cara tanpa hasil, Iblis diam-diam pergi, tetapi ini tidak mengakhiri ujian dari Tuhan bagi Ayub. Karena kuasa Tuhan yang telah dinyatakan pada Ayub belum dipublikasikan, kisah Ayub tidak berakhir dengan mundurnya Iblis. Saat tokoh-tokoh lainnya masuk, adegan yang lebih menakjubkan akan segera terjadi.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 45

Wujud Lain dari Sikap Ayub yang Takut akan Tuhan dan Menjauhi Kejahatan adalah dengan Dia Meninggikan Nama Tuhan dalam Segala Hal

Ayub telah mengalami amukan Iblis, tetapi dia tetap tidak meninggalkan nama Tuhan Yahweh. Istrinya adalah yang pertama muncul, dan memainkan peran Iblis dalam wujud yang dapat dilihat mata manusia, menyerang Ayub. Teks aslinya menguraikannya sebagai berikut: "Lalu kata istrinya kepadanya: 'Apakah engkau masih mempertahankan kesalehanmu? Kutuklah Tuhan dan matilah!'" (Ayub 2:9). Ini adalah perkataan yang diucapkan Iblis yang menyamar sebagai manusia. Perkataan itu adalah serangan, dan tuduhan, serta godaan, pencobaan, dan fitnah. Setelah gagal menyerang tubuh Ayub, Iblis kemudian langsung menyerang kesalehan Ayub, ingin menggunakan ini untuk membuat Ayub melepaskan kesalehannya, meninggalkan Tuhan, dan tidak lagi melanjutkan hidup. Demikian pula, Iblis ingin menggunakan perkataan semacam itu untuk mencobai Ayub: jika Ayub melupakan nama Yahweh, dia tidak perlu menanggung siksaan seperti itu; dia dapat membebaskan dirinya dari siksaan fisiknya. Diperhadapkan dengan saran istrinya, Ayub menegurnya dengan mengatakan: "Engkau berbicara seperti perempuan bodoh. Apakah kita mau menerima yang baik dari tangan Tuhan dan tidak mau menerima yang jahat?" (Ayub 2:10). Ayub sudah lama mengetahui perkataan ini, tetapi pada saat ini benarnya pengetahuan Ayub mengenai perkataan ini terbukti.

Ketika istrinya menyarankan kepadanya untuk mengutuk Tuhan dan mati, maksudnya adalah: "Tuhanmu memperlakukanmu seperti itu, jadi mengapa tidak mengutuk-Nya? Apa gunanya engkau tetap hidup? Tuhanmu sangat tidak adil kepadamu, tetapi engkau tetap berkata 'terpujilah nama Yahweh.' Bagaimana Dia bisa mendatangkan bencana atasmu padahal engkau memuji nama-Nya? Segera tinggalkan nama Tuhan, dan jangan ikuti Dia lagi. Kemudian, masalahmu akan berakhir." Pada saat ini, ada kesaksian yang dihasilkan yang Tuhan ingin lihat dalam diri Ayub. Tidak ada orang biasa yang dapat memberikan kesaksian seperti ini, dan kita juga tidak pernah membaca kesaksian seperti ini di kisah mana pun dalam Alkitab—tetapi Tuhan telah melihatnya jauh sebelum Ayub mengucapkan perkataan ini. Tuhan hanya ingin memanfaatkan kesempatan ini agar Ayub dapat membuktikan kepada semua orang bahwa Tuhan benar. Diperhadapkan dengan saran istrinya, Ayub bukan hanya tidak melepaskan kesalehannya atau meninggalkan Tuhan, tetapi dia juga berkata kepada istrinya: "Apakah kita mau menerima yang baik dari tangan Tuhan dan tidak mau menerima yang jahat?" Apakah perkataan ini sangat berbobot? Di sini, hanya ada satu fakta yang mampu membuktikan bobot perkataan ini. Bobot dari perkataan ini adalah bahwa perkataan ini diperkenan oleh Tuhan di dalam hati-Nya, perkataan ini diinginkan oleh Tuhan, perkataan inilah yang ingin didengar Tuhan, dan perkataan inilah hasil yang ingin dilihat Tuhan; perkataan ini juga merupakan inti dari kesaksian Ayub. Dalam hal ini, hidup Ayub yang tidak bercela, kejujuran, sikapnya yang takut akan Tuhan, dan menjauhi kejahatan terbukti. Keberhargaan Ayub terletak pada bagaimana, ketika dia dicobai, dan bahkan ketika sekujur tubuhnya dipenuhi dengan bisul yang busuk, ketika dia menanggung siksaan paling berat, dan ketika istri dan kerabatnya menasihatinya, dia tetap mengucapkan perkataan seperti itu. Dengan kata lain, di dalam hatinya dia percaya bahwa apa pun pencobaan atau bagaimanapun pedihnya kesengsaraan atau siksaan, bahkan seandainya kematian akan menimpanya, dia tidak akan meninggalkan Tuhan atau menolak jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Jadi, jelas bahwa Tuhan mendapat tempat yang paling penting di dalam hatinya, dan bahwa hanya ada Tuhan di dalam hatinya. Karena inilah kita membaca semua uraian tentang dia di Alkitab sebagai berikut: "Dalam semua ini Ayub tidak berdosa dengan bibirnya." Dia bukan hanya tidak berbuat dosa dengan bibirnya, tetapi di dalam hatinya dia juga tidak mengeluh tentang Tuhan. Dia tidak mengucapkan perkataan menyakitkan tentang Tuhan, dan dia juga tidak berdosa terhadap Tuhan. Mulutnya tidak hanya memuji nama Tuhan, tetapi di dalam hatinya dia juga memuji nama Tuhan; mulut dan hatinya selaras. Inilah Ayub sejati yang dilihat oleh Tuhan, dan inilah alasan mengapa Tuhan menghargai Ayub.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 46

Banyak Kesalahpahaman Manusia Tentang Ayub

Penderitaan yang dialami Ayub bukanlah pekerjaan para utusan yang diutus oleh Tuhan, juga bukan disebabkan oleh tangan Tuhan sendiri. Sebaliknya, hal itu secara pribadi disebabkan oleh Iblis, musuh Tuhan. Akibatnya, tingkat penderitaan yang dialami oleh Ayub sangat mendalam. Namun, pada saat ini Ayub dengan sepenuhnya menunjukkan pengetahuannya sehari-hari tentang Tuhan di dalam hatinya, prinsip tindakannya sehari-hari, dan sikapnya terhadap Tuhan—dan inilah faktanya. Jika Ayub tidak dicobai, jika Tuhan tidak mendatangkan ujian kepada Ayub, maka ketika Ayub berkata, "Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil; terpujilah nama Yahweh," engkau akan mengatakan bahwa Ayub adalah seorang munafik. Tuhan telah memberinya begitu banyak harta, jadi, tentu saja dia memuji nama Yahweh. Jika, sebelum mengalami ujian, Ayub berkata: "Apakah kita mau menerima yang baik dari tangan Tuhan dan tidak mau menerima yang jahat?" engkau akan mengatakan bahwa Ayub membual, dan bahwa dia tidak akan meninggalkan nama Tuhan karena dia sering diberkati oleh tangan Tuhan. Engkau akan berkata bahwa jika Tuhan mendatangkan malapetaka atasnya, dia pasti akan meninggalkan nama Tuhan. Namun ketika Ayub mendapati dirinya dalam keadaan yang tak seorang pun mau mengalaminya atau melihatnya, keadaan yang tidak diinginkan seorang pun untuk menimpa mereka, yang mereka takut akan menimpa mereka, keadaan yang Tuhan pun tidak tahan menyaksikannya, Ayub masih dapat berpegang teguh pada kesalehannya: "Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil; terpujilah nama Yahweh", dan "Apakah kita mau menerima yang baik dari tangan Tuhan dan tidak mau menerima yang jahat?" Diperhadapkan dengan perilaku Ayub pada saat ini, mereka yang suka mengucapkan perkataan yang terdengar tinggi, dan yang suka membicarakan huruf-huruf yang tertulis dan doktrin, semuanya tidak mampu berkata-kata. Mereka yang memuji nama Tuhan hanya dalam ucapan, tetapi tidak pernah menerima ujian dari Tuhan, dihukum oleh kesalehan yang dipegang teguh oleh Ayub dan mereka yang tidak pernah percaya bahwa manusia mampu memegang teguh jalan Tuhan dihakimi oleh kesaksian Ayub. Diperhadapkan dengan perilaku Ayub selama ujian ini dan perkataan yang dia ucapkan, sebagian orang akan merasa bingung, sebagian akan merasa iri, sebagian akan merasa ragu, dan sebagian bahkan akan tampak tidak tertarik, menolak kesaksian Ayub karena mereka tidak hanya melihat siksaan yang menimpa Ayub selama ujian, dan membaca perkataan yang diucapkan oleh Ayub, tetapi juga melihat "kelemahan" manusia yang ditunjukkan oleh Ayub ketika ujian menimpanya. "Kelemahan" ini mereka yakini sebagai cela yang dianggap ada dalam hidup Ayub yang tak bercela, noda dalam diri seorang manusia yang di mata Tuhan tak bercela. Dengan kata lain ada keyakinan bahwa mereka yang tak bercela adalah manusia tanpa cacat, tanpa noda atau kekotoran, bahwa mereka tidak memiliki kelemahan, tidak mengenal penderitaan, bahwa mereka tidak pernah merasa tidak bahagia atau sedih, dan tanpa kebencian atau perilaku lahiriah yang ekstrem sedikit pun; sebagai akibatnya, sebagian besar orang tidak percaya bahwa Ayub benar-benar tak bercela. Orang tidak menyetujui sebagian besar perilakunya selama ujiannya. Misalnya, ketika Ayub kehilangan harta bendanya dan anak-anaknya, dia tidak menangis seperti yang dibayangkan orang. "Ketidakpedulian"-nya membuat orang berpikir dia tidak punya perasaan karena dia tidak mengeluarkan air mata atau memiliki kasih sayang terhadap keluarganya. Ini adalah kesan buruk pertama yang orang lain miliki akan Ayub. Mereka mendapati perilakunya setelah itu bahkan lebih membingungkan: "mengoyak jubahnya" ditafsirkan orang sebagai sikapnya yang tidak menghormati Tuhan, dan "mencukur kepalanya" secara keliru diyakini sebagai penghujatan dan penentangan Ayub terhadap Tuhan. Selain dari perkataan Ayub bahwa "Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil; terpujilah nama Yahweh", orang tidak melihat satu pun kebenaran pada diri Ayub yang dipuji oleh Tuhan, dan dengan demikian penilaian tentang Ayub yang dibuat oleh sebagian besar dari mereka tidak lebih daripada ketidaktahuan, kesalahpahaman, keraguan, kecaman, dan persetujuan dalam teori saja. Tak seorang pun dari mereka yang benar-benar mampu memahami dan menghargai perkataan Tuhan Yahweh bahwa Ayub adalah seorang yang tak bercela dan jujur, yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan.

Berdasarkan kesan mereka tentang Ayub di atas, orang memiliki keraguan lebih lanjut mengenai kebenaran Ayub, karena tindakannya dan perilakunya yang dicatat dalam Alkitab tidak terlalu mengharukan seperti yang dibayangkan orang. Dia bukan hanya tidak menunjukkan prestasi besar apa pun, tetapi dia juga mengambil sepotong beling untuk mengaruk-garuk tubuhnya sendiri sambil duduk di tengah abu. Tindakan ini juga mengherankan orang dan menyebabkan mereka ragu—dan bahkan menyangkal—kebenaran Ayub, karena sementara menggaruk-garuk tubuhnya sendiri Ayub tidak berdoa atau berjanji kepada Tuhan; atau, selain itu, dia tidak terlihat menangis karena kesakitan. Pada saat ini, orang hanya melihat kelemahan Ayub dan tidak ada yang lain, dan dengan demikian bahkan ketika mereka mendengar Ayub berkata "Apakah kita mau menerima yang baik dari tangan Tuhan dan tidak mau menerima yang jahat?" mereka sama sekali tidak tergerak, atau bahkan ragu-ragu, dan tetap tidak dapat melihat kebenaran Ayub dari perkataannya. Kesan dasar yang ditunjukkan Ayub kepada orang selama siksaan dalam ujiannya adalah bahwa dia tidak rendah hati, juga tidak congkak. Orang tidak melihat kisah di balik perilakunya yang terjadi di lubuk hatinya, dan mereka juga tidak melihat rasa takut akan Tuhan di dalam hatinya atau ketaatan-Nya pada prinsip jalan menjauhi kejahatan. Kesabarannya membuat orang mengira bahwa hidupnya yang tak bercela dan kejujurannya hanyalah kata-kata kosong, bahwa sikap takutnya akan Tuhan hanyalah desas-desus; sementara itu, "kelemahan" yang dia ungkapkan secara lahiriah menimbulkan kesan yang mendalam pada mereka, yang memberi mereka "sudut pandang baru", dan bahkan "pemahaman baru" terhadap orang yang Tuhan definisikan sebagai seorang yang tak bercela dan jujur. "Sudut pandang baru" dan "pemahaman baru" seperti ini terbukti ketika Ayub membuka mulutnya dan mengutuk hari kelahirannya.

Meskipun tingkat siksaan yang dideritanya tidak terbayangkan dan tidak dapat dipahami oleh siapa pun, Ayub tidak mengucapkan perkataan yang membangkang, tetapi hanya mengurangi rasa sakit di tubuhnya dengan caranya sendiri. Sebagaimana dicatat dalam Alkitab, dia berkata: "Kiranya hari kelahiranku lenyap, dan malam yang mengatakan, Ada anak lelaki sedang dikandung" (Ayub 3:3). Mungkin, tak seorang pun pernah menganggap perkataan ini penting, dan mungkin ada orang-orang yang telah memperhatikan perkataan tersebut. Menurut pandangan engkau semua, apakah perkataan itu berarti bahwa Ayub menentang Tuhan? Apakah perkataan itu merupakan keluhan kepada Tuhan? Aku tahu bahwa banyak dari antaramu memiliki pemahaman tertentu tentang perkataan yang diucapkan Ayub ini dan percaya bahwa jika Ayub tak bercela dan jujur, dia seharusnya tidak menunjukkan kelemahan atau kesedihan apa pun, dan seharusnya malah menghadapi serangan dari Iblis secara positif, dan bahkan tersenyum dalam menghadapi pencobaan Iblis. Dia seharusnya tidak bereaksi sedikit pun terhadap siksaan yang ditimpakan pada tubuhnya oleh Iblis, dan dia juga seharusnya tidak memperlihatkan emosi apa pun di dalam hatinya. Dia bahkan seharusnya meminta agar Tuhan membuat ujian ini jauh lebih berat lagi. Inilah yang seharusnya ditunjukkan dan dimiliki oleh orang yang teguh dan yang benar-benar takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Di tengah siksaan yang ekstrem ini, Ayub hanya mengutuk hari kelahirannya. Dia tidak mengeluh tentang Tuhan, apalagi berniat menentang Tuhan. Ini jauh lebih mudah dikatakan daripada dilakukan, karena sejak zaman dahulu hingga sekarang, tak seorang pun pernah mengalami pencobaan seperti itu atau mengalami apa yang menimpa Ayub. Jadi, mengapa tak seorang pun pernah mengalami jenis pencobaan yang sama seperti Ayub? Itu karena, dari sudut pandang Tuhan, tak seorang pun yang mampu memikul tanggung jawab atau amanat semacam itu, tak seorang pun yang mampu melakukan seperti yang Ayub lakukan, bahkan, selain mengutuki hari kelahiran mereka, tak seorang pun yang mampu tetap tidak meninggalkan nama Tuhan dan terus memuji nama Tuhan Yahweh seperti yang Ayub lakukan ketika siksaan seperti itu menimpa dirinya. Adakah yang dapat melakukan ini? Ketika kita mengatakan hal ini tentang Ayub, apakah kita sedang memuji perilakunya? Ayub adalah orang benar dan mampu menjadi kesaksian bagi Tuhan, dan mampu membuat Iblis melarikan diri dengan malu dan kecewa, sehingga Iblis tidak pernah datang lagi ke hadapan Tuhan untuk menuduhnya—jadi apa salahnya memuji Ayub? Mungkinkah engkau semua memiliki standar yang lebih tinggi daripada Tuhan? Mungkinkah engkau semua akan bertindak lebih baik daripada Ayub ketika ujian menimpamu? Ayub dipuji Tuhan—keberatan apa yang dapat engkau semua miliki terhadap pujian Tuhan?

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 47

Ayub Mengutuk Hari Kelahirannya karena Dia Tidak Ingin Tuhan Merasa Sedih karena Dirinya

Aku sering mengatakan bahwa Tuhan melihat lubuk hati manusia, sedangkan manusia melihat aspek lahiriah orang lain. Karena Tuhan melihat lubuk hati manusia, Dia memahami hakikat mereka, sedangkan manusia mendefinisikan hakikat orang lain berdasarkan aspek lahiriahnya. Ketika Ayub membuka mulutnya dan mengutuk hari kelahirannya, tindakan ini mengejutkan semua tokoh rohani, termasuk ketiga teman Ayub. Manusia berasal dari Tuhan dan harus bersyukur atas jiwa dan raganya, serta hari kelahirannya, yang dianugerahkan kepadanya oleh Tuhan, dan dia tidak boleh mengutuknya. Ini adalah sesuatu yang dapat dimengerti dan dipahami oleh orang biasa. Bagi siapa pun yang mengikut Tuhan, pemahaman ini sakral dan harus dihormati, dan itu adalah kebenaran yang tidak pernah bisa berubah. Sebaliknya, Ayub melanggar aturan itu: dia mengutuk hari kelahirannya. Ini adalah tindakan yang oleh orang biasa dianggap sebagai memasuki wilayah terlarang. Ayub bukan hanya tidak berhak mendapatkan pemahaman dan simpati orang lain, dia juga tidak berhak mendapatkan pengampunan Tuhan. Pada saat yang sama, bahkan lebih banyak orang menjadi ragu terhadap kebenaran Ayub karena tampaknya perkenanan Tuhan terhadapnya membuat Ayub berpuas diri; membuatnya begitu berani dan ceroboh sehingga dia tak hanya tidak bersyukur kepada Tuhan karena memberkatinya dan menjaganya selama hidupnya, tetapi dia juga mengutuk hari kelahirannya sampai kebinasaan. Apa namanya ini kalau bukan penentangan terhadap Tuhan? Kedangkalan pemahaman seperti ini memberi bukti kepada manusia untuk mengutuk tindakan Ayub ini, tetapi siapa yang dapat mengetahui apa yang sebenarnya dipikirkan Ayub pada waktu itu? Siapa yang dapat mengetahui alasan mengapa Ayub bertindak seperti itu? Hanya Tuhan dan Ayub sendiri yang tahu hal yang sebenarnya dan apa alasannya.

Ketika Iblis mengulurkan tangannya untuk menyakiti tulang-tulang Ayub, Ayub jatuh ke dalam cengkeramannya, tanpa sarana untuk melarikan diri atau kekuatan untuk melawan. Tubuh dan jiwanya menderita rasa sakit yang luar biasa, dan rasa sakit ini membuatnya sangat sadar akan ketidakberartian, kerapuhan, dan ketidakberdayaan manusia yang hidup di dalam tubuh. Pada saat yang sama, dia juga memperoleh penghargaan dan pemahaman yang mendalam tentang mengapa Tuhan ingin menjaga dan memelihara umat manusia. Dalam cengkeraman Iblis, Ayub menyadari bahwa manusia, yang terdiri dari darah dan daging, sebenarnya sangat tidak berdaya dan lemah. Ketika dia berlutut dan berdoa kepada Tuhan, Ayub merasa seolah-olah Tuhan sedang menutupi wajah-Nya dan bersembunyi, karena Tuhan telah sepenuhnya menyerahkan dia ke dalam tangan Iblis. Pada saat yang sama, Tuhan juga menangis untuknya, dan selain itu, berduka baginya; Tuhan merasa sedih karena rasa sakit yang Ayub alami, dan merasa terluka karena luka yang Ayub alami .... Ayub merasakan kepedihan Tuhan dan juga merasakan betapa tak tertahankannya hal itu bagi Tuhan .... Ayub tidak mau lagi menimbulkan kesedihan bagi Tuhan, dan dia juga tidak ingin Tuhan menangis untuknya, apalagi melihat Tuhan sedih karena dirinya. Pada saat ini, Ayub hanya ingin melepaskan diri dari tubuhnya, agar tidak lagi menanggung rasa sakit yang ditimbulkan oleh tubuh ini, karena hal ini akan membuat Tuhan tidak lagi merasa tersiksa karena rasa sakit yang dialaminya—tetapi dia tidak bisa, dan dia harus menanggung tidak hanya rasa sakit pada tubuhnya, tetapi juga rasa tersiksa karena tidak ingin membuat Tuhan gelisah. Kedua rasa sakit ini—yang satu berasal dari tubuh, dan yang lain berasal dari roh—menimbulkan rasa sakit yang menyayat hati dan memilukan dalam diri Ayub, dan membuatnya merasakan bagaimana keterbatasan manusia yang terbuat dari darah dan daging dapat membuat orang merasa frustrasi dan tidak berdaya. Dalam keadaan seperti ini, kerinduannya kepada Tuhan semakin kuat, dan kebenciannya terhadap Iblis semakin kuat. Pada saat ini, Ayub lebih suka tidak pernah dilahirkan ke dunia manusia, lebih suka bahwa dia tidak ada, daripada melihat Tuhan menangis atau merasa sakit karena dia. Dia mulai sangat membenci tubuhnya, merasa jemu dan bosan dengan dirinya sendiri, dengan hari kelahirannya, dan bahkan dengan semua hal yang berhubungan dengan dirinya. Dia tidak mau lagi ada penyebutan hari kelahirannya atau apa pun yang berkaitan dengannya, dan karena itu dia membuka mulutnya dan mengutuk hari kelahirannya: "Kiranya hari kelahiranku lenyap, dan malam yang mengatakan, Ada anak lelaki sedang dikandung. Biarlah hari itu menjadi kegelapan; Janganlah kiranya Tuhan yang di atas mengindahkannya, dan janganlah terang menyinarinya" (Ayub 3:3-4). Perkataan Ayub ini menunjukkan kebenciannya terhadap dirinya sendiri, "Kiranya hari kelahiranku lenyap, dan malam yang mengatakan, Ada anak lelaki sedang dikandung," serta rasa bersalah yang dia rasakan terhadap dirinya sendiri dan rasa berutangnya karena telah menyebabkan kepedihan kepada Tuhan, "Biarlah hari itu menjadi kegelapan; Janganlah kiranya Tuhan yang di atas mengindahkannya, dan janganlah terang menyinarinya." Kedua ayat ini adalah ungkapan terakhir tentang bagaimana perasaan Ayub saat itu, dan sepenuhnya menunjukkan hidupnya yang tak bercela dan kejujurannya kepada semua orang. Pada saat yang sama, sebagaimana yang diinginkan Ayub, iman dan ketaatannya kepada Tuhan, serta sikapnya yang takut akan Tuhan, benar-benar meningkat. Tentu saja, peningkatan seperti inilah yang justru merupakan hasil yang Tuhan harapkan.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 48

Ayub Mengalahkan Iblis dan Menjadi Manusia Sejati di Mata Tuhan

Ketika Ayub pertama kali menjalani ujiannya, semua harta bendanya dan semua anaknya diambil, tetapi dia tidak jatuh atau mengatakan apa pun yang merupakan dosa terhadap Tuhan dari ujian tersebut. Dia telah mengalahkan pencobaan Iblis, dan dia telah mengalahkan harta bendanya, keturunannya, dan ujian kehilangan semua harta duniawinya, yang berarti dia mampu menaati Tuhan saat Dia mengambil segala sesuatu darinya dan dia mampu memberikan pujian dan ucapan syukur kepada Tuhan karena apa yang Tuhan lakukan. Begitulah perilaku Ayub selama pencobaan pertama dari Iblis, dan itu juga merupakan kesaksian Ayub selama ujian pertama Tuhan. Dalam ujian kedua, Iblis mengulurkan tangannya untuk menyakiti Ayub, dan walaupun Ayub mengalami penderitaan yang lebih berat daripada yang pernah dirasakannya sebelumnya, tetapi kesaksiannya itu cukup untuk membuat orang-orang merasa sangat takjub. Dia menggunakan ketabahan, keyakinan, dan ketaatannya kepada Tuhan, serta rasa takutnya akan Tuhan, untuk sekali lagi mengalahkan Iblis, dan perilakunya serta kesaksiannya sekali lagi diperkenan dan disukai oleh Tuhan. Selama pencobaan ini, Ayub menggunakan perilakunya yang sebenarnya untuk menyatakan kepada Iblis bahwa rasa sakit pada tubuhnya tidak dapat mengubah iman dan ketaatannya kepada Tuhan atau merampas pengabdiannya kepada Tuhan dan sikapnya yang takut akan Tuhan; dia tidak akan meninggalkan Tuhan atau menyerahkan hidupnya yang tak bercela dan kejujurannya sendiri karena dia menghadapi kematian. Tekad Ayub membuat Iblis menjadi takut, imannya membuat Iblis gentar dan gemetar, intensitas yang dengannya dia berperang melawan Iblis selama peperangan antara hidup dan mati mereka, melahirkan kebencian dan kemarahan yang mendalam kepada Iblis; hidupnya yang tak bercela dan kejujuran Ayub membuat Iblis tidak mampu berbuat apa pun lagi kepadanya, sehingga Iblis menghentikan serangannya terhadap dia dan menghentikan tuduhannya terhadap Ayub yang didakwakannya di hadapan Tuhan Yahweh. Ini berarti bahwa Ayub telah mengalahkan dunia. Dia telah mengalahkan tubuhnya. Dia telah mengalahkan Iblis, dan dia telah mengalahkan kematian; dia benar-benar dan sepenuhnya merupakan manusia kepunyaan Tuhan. Selama kedua ujian ini, Ayub tetap teguh dalam kesaksiannya, dan benar-benar menghidupi hidupnya yang tak bercela dan kejujurannya, dan memperluas ruang lingkup prinsip hidupnya yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Setelah mengalami kedua ujian ini, lahirlah dalam diri Ayub pengalaman yang lebih kaya, dan pengalaman ini membuatnya lebih dewasa dan berpengalaman, membuatnya lebih kuat, dan memiliki keyakinan yang lebih besar, dan membuatnya lebih yakin akan kebenaran dan pentingnya kesalehan yang dia pegang teguh. Ujian Tuhan Yahweh terhadap Ayub memberinya pemahaman dan rasa kepedulian yang mendalam tentang perhatian Tuhan kepada manusia, dan membuatnya dapat merasakan betapa berharganya kasih Tuhan, yang darinya perhatian dan kasih kepada Tuhan ditambahkan ke dalam sikapnya yang takut akan Tuhan. Ujian dari Tuhan Yahweh bukan saja tidak menjauhkan Ayub dari-Nya, tetapi juga membuat hatinya semakin dekat kepada Tuhan. Ketika rasa sakit jasmani yang dialami oleh Ayub mencapai puncaknya, perhatian yang dia rasakan dari Tuhan Yahweh membuatnya tidak punya pilihan selain mengutuk hari kelahirannya. Perilaku seperti ini tidak direncanakan sejak lama, tetapi merupakan ungkapan alami dari perhatian dan kasih kepada Tuhan dari dalam hatinya, itu adalah ungkapan alami yang berasal dari perhatian dan kasihnya kepada Tuhan. Dengan kata lain, karena dia membenci dirinya sendiri dan dia tidak mau, dan tidak tahan membiarkan Tuhan tersiksa, maka perhatian dan kasihnya mencapai titik tanpa pamrih. Pada saat ini, Ayub meningkatkan pemujaan dan kerinduannya yang telah lama ada kepada Tuhan dan pengabdiannya kepada Tuhan sampai ke tingkat perhatian dan kasih. Pada saat yang sama, dia juga meningkatkan iman dan ketaatannya kepada Tuhan dan sikapnya yang takut akan Tuhan sampai ke tingkat perhatian dan kasih. Dia tidak membiarkan dirinya melakukan apa pun yang akan melukai hati Tuhan, dia tidak membiarkan dirinya melakukan tindakan yang akan menyakiti Tuhan, dan tidak membiarkan dirinya menimbulkan kedukaan, kesedihan, atau bahkan ketidakbahagiaan kepada Tuhan karena alasannya sendiri. Di mata Tuhan, meskipun Ayub masih Ayub yang sama seperti dahulu, iman, ketaatan, dan sikap Ayub yang takut akan Tuhan membuat Tuhan sangat puas dan gembira. Pada saat ini, Ayub telah mencapai kesempurnaan yang Tuhan harapkan untuk dia capai; dia telah menjadi orang yang benar-benar layak disebut "tak bercela dan jujur" di mata Tuhan. Perbuatannya yang benar membuatnya dapat mengalahkan Iblis dan tetap teguh dalam kesaksiannya kepada Tuhan. Demikian juga, perbuatannya yang benar menjadikannya tak bercela, dan membuat nilai kehidupannya meningkat dan melampaui lebih dari sebelumnya, dan semua itu juga menjadikannya orang pertama yang tidak lagi diserang dan dicobai oleh Iblis. Karena Ayub adalah orang benar, dia dituduh dan dicobai Iblis; karena Ayub adalah orang benar, dia diserahkan kepada Iblis; dan karena Ayub adalah orang benar, dia mengatasi dan mengalahkan Iblis, dan tetap teguh dalam kesaksiannya. Mulai saat itu, Ayub menjadi orang pertama yang tidak akan pernah lagi diserahkan kepada Iblis, dia benar-benar datang ke hadapan takhta Tuhan dan hidup dalam terang, di bawah berkat Tuhan tanpa diintai atau ingin dijatuhkan oleh Iblis .... Dia telah menjadi manusia sejati di mata Tuhan; dia telah dibebaskan ...

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 49

Dalam Kehidupan Sehari-hari Ayub, Kita Melihat Hidupnya yang Tak Bercela, Kejujuran, Sikap Takut akan Tuhan, dan Menjauhi Kejahatan

Jika kita akan membahas tentang Ayub, kita harus mulai dengan penilaian tentang dia yang diucapkan dari mulut Tuhan sendiri: "Tidak ada seorang pun seperti dia di bumi, yang demikian tak bercela dan jujur, yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan."

Pertama, mari kita belajar tentang hidup Ayub yang tak bercela dan kejujurannya.

Apa pemahaman engkau semua, mengenai kata "tak bercela" dan "jujur"? Apakah engkau percaya bahwa Ayub itu tanpa cela, bahwa dia terhormat? Tentu saja, ini merupakan penafsiran dan pemahaman harfiah dari kata "tak bercela" dan "jujur". Namun konteks kehidupan nyata merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan untuk memperoleh pemahaman yang benar tentang Ayub—perkataan, buku-buku, dan teori saja tidak akan memberikan jawaban apa pun. Kita akan memulai dengan melihat kehidupan keluarga Ayub, seperti apa perilaku normalnya selama hidupnya. Ini akan memberitahukan kepada kita tentang prinsip dan tujuan hidupnya, serta tentang kepribadian dan pengejarannya. Sekarang, mari kita membaca kalimat terakhir dalam Ayub 1:3: "Orang ini adalah yang terkaya di antara semua orang di Timur". Yang dimaksud dengan kalimat ini adalah bahwa status dan kedudukan Ayub sangat tinggi, dan meskipun kita tidak diberi tahu apakah alasan mengapa dia adalah yang terbesar di antara semua orang di Timur adalah karena kekayaannya yang melimpah, atau karena dia tak bercela dan jujur serta takut akan Tuhan sementara menjauhi kejahatan, secara keseluruhan, kita tahu bahwa status dan kedudukan Ayub sangat dihargai. Sebagaimana dicatat dalam Alkitab, kesan pertama orang tentang Ayub adalah bahwa Ayub tak bercela, bahwa dia takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, dan bahwa dia memiliki kekayaan melimpah dan status yang terhormat. Bagi orang biasa yang tinggal di lingkungan seperti itu dan dalam keadaan seperti itu, makanan Ayub, taraf hidupnya, dan berbagai aspek kehidupan pribadinya akan menjadi fokus perhatian kebanyakan orang; jadi, kita harus melanjutkan membaca Alkitab: "Anak-anak lelakinya pergi dan berpesta di rumah mereka, setiap hari bergiliran; dan mengundang ketiga saudari mereka untuk makan dan minum bersama-sama dengan mereka. Demikianlah, setelah hari-hari pesta berakhir, Ayub memanggil mereka dan menguduskan mereka; dia bangun pagi-pagi benar dan mempersembahkan korban bakaran sesuai dengan jumlah anak-anaknya: karena Ayub berkata: 'Mungkin saja anak-anak lelakiku sudah berbuat dosa dan mengutuki Tuhan dalam hati mereka.' Demikianlah yang senantiasa dilakukan Ayub" (Ayub 1:4-5). Ayat-ayat ini memberitahukan kepada kita dua hal: Yang pertama adalah putra dan putri Ayub biasa berpesta, dengan banyak makan dan minum; yang kedua adalah bahwa Ayub kerap kali mempersembahkan korban bakaran karena dia sering mengkhawatirkan putra dan putrinya, takut mereka berbuat dosa, bahwa di dalam hati mereka, mereka telah meninggalkan Tuhan. Di sini dijelaskan kehidupan dari dua jenis orang yang berbeda. Yang pertama, putra dan putri Ayub, sering berpesta karena kekayaan mereka, hidup mewah, makan dan minum sepuas hati mereka, dan menikmati taraf hidup yang tinggi karena kekayaan materi. Menjalani kehidupan seperti itu, tidak dapat dipungkiri bahwa mereka akan sering berdosa dan menyinggung Tuhan—tetapi mereka tidak menguduskan diri mereka sendiri atau mempersembahkan korban bakaran. Jadi, jelas bahwa Tuhan tidak memiliki tempat di hati mereka, bahwa mereka tidak memikirkan kasih karunia Tuhan, ataupun takut menyinggung Tuhan, apalagi takut meninggalkan Tuhan di dalam hati mereka. Tentu saja, fokus perhatian kita bukan pada anak-anak Ayub, tetapi pada apa yang Ayub lakukan ketika diperhadapkan dengan hal-hal seperti itu; ini adalah masalah lainnya yang dijelaskan pada ayat itu, dan yang melibatkan kehidupan sehari-hari Ayub serta hakikat kemanusiaannya. Di mana Alkitab menjelaskan pesta putra dan putri Ayub, tidak disebutkan tentang Ayub; hanya dikatakan bahwa putra dan putrinya sering makan dan minum bersama. Dengan kata lain, Ayub tidak mengadakan pesta, dan dia juga tidak bergabung dengan putra dan putrinya dalam makan secara berlebihan. Meskipun kaya dan memiliki banyak harta benda dan pembantu, kehidupan Ayub bukanlah kehidupan yang mewah. Dia tidak teperdaya oleh lingkungan hidupnya yang kaya, dan dia tidak, karena kekayaannya, memanjakan dirinya sendiri dengan kenikmatan daging atau lupa mempersembahkan korban bakaran, apalagi menyebabkan dia secara berangsur-angsur meninggalkan Tuhan di dalam hatinya. Maka, jelaslah bahwa Ayub disiplin dalam gaya hidupnya, tidak serakah atau mengejar kesenangan sebagai hasil dari berkat Tuhan kepadanya, dan dia juga tidak terpaku pada taraf hidup. Sebaliknya, dia rendah hati dan sederhana, dia juga tidak suka pamer, dan dia waspada serta berhati-hati di hadapan Tuhan. Dia sering memikirkan kasih karunia dan berkat Tuhan, dan terus-menerus takut akan Tuhan. Dalam kehidupannya sehari-hari, Ayub sering bangun pagi-pagi untuk mempersembahkan korban bakaran bagi putra-putrinya. Dengan kata lain, Ayub sendiri tidak hanya takut akan Tuhan, tetapi dia juga berharap anak-anaknya juga takut akan Tuhan dan tidak berbuat dosa terhadap Tuhan. Kekayaan materi Ayub tidak memiliki tempat di dalam hatinya, dan hal itu juga tidak menggantikan kedudukan yang ditempati oleh Tuhan; apakah demi dirinya sendiri atau anak-anaknya, tindakan sehari-hari Ayub semuanya berkaitan dengan sikapnya yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Sikap takutnya akan Tuhan Yahweh tidak berhenti di perkataannya, tetapi merupakan sesuatu yang dia terapkan dan tercermin dalam setiap bagian kehidupannya sehari-hari. Perilaku nyata Ayub ini menunjukkan kepada kita bahwa dia jujur, dan memiliki hakikat yang mencintai keadilan dan hal-hal yang positif. Bahwa Ayub sering memanggil dan menguduskan putra-putrinya berarti dia tidak mendukung atau menyetujui perilaku anak-anaknya; sebaliknya, di dalam hatinya dia frustrasi dengan perilaku mereka dan mengutuk mereka. Dia menyimpulkan bahwa perilaku putra-putrinya itu tidak menyenangkan Tuhan Yahweh, dan karena itu dia sering memanggil mereka untuk menghadap Tuhan Yahweh dan mengakui dosa mereka. Tindakan Ayub menunjukkan kepada kita sisi lain dari kemanusiaannya, di mana dia tidak pernah berjalan bersama orang yang sering berbuat dosa dan menyinggung Tuhan, melainkan menjauhi dan menghindari mereka. Meskipun orang-orang ini adalah putra dan putrinya, dia tidak meninggalkan prinsip perilakunya sendiri karena mereka adalah keluarganya sendiri, dan dia juga tidak membiarkan dosa-dosa mereka karena perasaannya sendiri. Sebaliknya, dia mendesak mereka untuk mengakui dan memperoleh pengampunan Tuhan Yahweh, dan dia memperingatkan mereka agar tidak meninggalkan Tuhan demi kesenangan mereka sendiri yang tamak. Prinsip bagaimana Ayub memperlakukan orang lain tidak dapat dipisahkan dari prinsip sikapnya yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Dia mencintai apa yang diterima oleh Tuhan, dan membenci apa yang ditolak Tuhan; dan dia mencintai mereka yang takut akan Tuhan di dalam hati mereka dan membenci mereka yang melakukan kejahatan atau berbuat dosa terhadap Tuhan. Cinta dan kebencian seperti ini ditunjukkan dalam kehidupannya sehari-hari, dan merupakan kejujuran Ayub yang dilihat oleh mata Tuhan. Tentu saja, ini juga merupakan ungkapan dan cara hidup kemanusiaan sejati Ayub dalam hubungannya dengan orang lain dalam kehidupannya sehari-hari yang harus kita pelajari.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 50

Perwujudan Kemanusiaan Ayub selama Ujian-Nya (Memahami Hidupnya yang Tak Bercela, Kejujuran, Takut akan Tuhan, dan Menjauhi Kejahatan Selama Ujian-Nya)

Ketika Ayub mendengar bahwa harta benda miliknya telah dicuri, bahwa putra dan putrinya telah kehilangan nyawa mereka, dan bahwa para hambanya telah terbunuh, dia bereaksi sebagai berikut: "Lalu Ayub bangun, mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian tersungkur dan menyembah" (Ayub 1:20). Kalimat ini memberitahukan kepada kita satu fakta: setelah mendengar berita ini, Ayub tidak panik, dia tidak menangis, atau menyalahkan para hamba yang telah menyampaikan berita itu kepadanya, apalagi memeriksa tempat kejadian perkara untuk menyelidiki dan memastikan rinciannya serta mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dia tidak menunjukkan rasa sakit atau penyesalan karena kehilangan harta benda miliknya, juga tidak menangis karena kehilangan anak-anaknya dan orang-orang yang dicintainya. Sebaliknya, dia mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, lalu tersungkur dan menyembah. Tindakan Ayub tidak sama dengan tindakan manusia biasa. Tindakannya membingungkan banyak orang, dan membuat mereka menegur Ayub di dalam hati mereka karena "sikap dinginnya". Saat kehilangan harta benda mereka secara mendadak, orang normal akan tampak sedih atau putus asa—atau, dalam kasus sebagian orang, mereka bahkan mungkin mengalami depresi berat. Itu karena, di dalam hati mereka, harta benda manusia melambangkan usaha seumur hidup—Itulah yang diandalkan bagi kelangsungan hidup mereka, harapanlah yang membuat mereka tetap hidup; hilangnya harta benda mereka berarti usaha mereka sia-sia, bahwa mereka tanpa harapan, dan bahkan mereka tidak punya masa depan. Inilah sikap orang biasa terhadap harta benda mereka dan hubungan mereka yang erat dengan semua itu, dan ini juga menunjukkan pentingnya harta benda di mata manusia. Karena itu, sebagian besar orang merasa bingung dengan sikap Ayub yang acuh tak acuh terhadap kehilangan harta bendanya. Sekarang, kita akan menghilangkan kebingungan yang dirasakan semua orang ini dengan menjelaskan apa yang sedang terjadi di dalam hati Ayub.

Akal sehat menyatakan bahwa, karena telah diberi harta yang melimpah oleh Tuhan, Ayub seharusnya merasa malu di hadapan Tuhan karena kehilangan harta ini, karena dia tidak menjaga atau merawatnya; karena dia tidak memelihara harta yang diberikan Tuhan kepadanya. Jadi, ketika dia mendengar bahwa harta bendanya telah dicuri, reaksi pertamanya seharusnya pergi ke tempat kejadian perkara dan mencatat semua yang telah telah hilang, dan kemudian mengaku dosa kepada Tuhan sehingga dia dapat sekali lagi menerima berkat Tuhan. Namun, Ayub tidak melakukan ini, dan dia tentu punya alasannya sendiri untuk tidak melakukannya. Dalam hatinya, Ayub sangat percaya bahwa semua yang dia miliki telah dianugerahkan kepadanya oleh Tuhan, dan bukan berasal dari hasil kerja kerasnya sendiri. Dengan demikian, dia tidak melihat semua berkat ini sebagai sesuatu yang harus dimanfaatkan, melainkan melabuhkan prinsip-prinsip kelangsungan hidupnya untuk berpegang dengan segenap kekuatannya pada jalan yang seharusnya dipertahankan. Dia menghargai berkat Tuhan dan mengucap syukur atas berkat itu, tetapi dia tidak terpikat oleh berkat, dan dia juga tidak mencari berkat yang lebih banyak lagi. Seperti itulah sikapnya terhadap harta benda. Dia tidak melakukan apa pun demi mendapatkan berkat, dan dia juga tidak khawatir atau dirugikan karena kurangnya atau hilangnya berkat Tuhan; dia tidak menjadi liar, bahagia berlebihan karena berkat Tuhan, dan dia juga tidak mengabaikan jalan Tuhan atau melupakan kasih karunia Tuhan oleh karena berkat yang sering dia nikmati. Sikap Ayub terhadap harta bendanya mengungkapkan kepada orang-orang kemanusiaannya yang sejati: Pertama, Ayub bukanlah manusia yang tamak dan dia tidak banyak menuntut dalam kehidupan materielnya. Kedua, Ayub tidak pernah khawatir atau takut bahwa Tuhan akan mengambil semua yang dia miliki, yang merupakan sikap ketaatannya kepada Tuhan di dalam hatinya; artinya, dia tidak memiliki tuntutan ataupun keluhan tentang kapan atau apakah Tuhan akan mengambil darinya atau tidak, dan tidak menanyakan alasannya, tetapi hanya berusaha untuk menaati pengaturan Tuhan. Ketiga, dia tidak pernah menganggap hartanya berasal dari usahanya sendiri, tetapi semuanya dianugerahkan kepadanya oleh Tuhan. Inilah iman Ayub kepada Tuhan, dan merupakan tanda keyakinannya. Apakah kemanusiaan Ayub dan pengejarannya sehari-hari yang sebenarnya sudah jelas dalam ringkasan tiga poin tentang dirinya ini? Kemanusiaan dan pengejaran Ayub merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari perilakunya yang tenang ketika diperhadapkan dengan kehilangan harta bendanya. Justru karena pengejaran sehari-harinya, Ayub memiliki tingkat pertumbuhan dan keyakinan untuk berkata: "Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil; terpujilah nama Yahweh", selama ujian dari Tuhan. Perkataan ini tidak diperoleh dalam semalam, dan perkataan ini juga tidak baru saja muncul di pikiran Ayub. Perkataan ini adalah apa yang telah dilihat dan diperolehnya selama bertahun-tahun menjalani hidup. Dibandingkan dengan semua orang yang hanya mencari berkat Tuhan dan yang takut bahwa Tuhan akan mengambil dari mereka, dan yang membenci serta mengeluhkan tentang hal itu, bukankah ketaatan Ayub ini sangat nyata? Dibandingkan dengan semua orang yang percaya bahwa Tuhan itu ada, tetapi yang tidak pernah percaya bahwa Tuhan mengatur segala sesuatu, bukankah Ayub memiliki ketulusan dan kejujuran yang luar biasa?

Rasionalitas Ayub

Pengalaman nyata Ayub dan kemanusiaannya yang jujur dan tulus memungkinkan dia membuat penilaian dan pilihan yang paling rasional ketika dia kehilangan harta benda dan anak-anaknya. Pilihan rasional seperti ini tidak dapat dipisahkan dari pengejarannya sehari-hari dan perbuatan Tuhan yang telah dia ketahui selama kehidupannya sehari-hari. Kejujuran Ayub membuatnya mampu untuk percaya bahwa tangan Yahweh berkuasa atas segalanya; keyakinannya membuatnya dapat mengetahui fakta kedaulatan Tuhan Yahweh atas segala sesuatu; pengetahuannya membuatnya mau dan mampu untuk menaati kedaulatan dan pengaturan Tuhan Yahweh; ketaatan Ayub memampukannya menjadi semakin setia dalam takutnya akan Tuhan Yahweh; sikap takutnya membuatnya semakin nyata dalam menjauhi kejahatan, akhirnya, Ayub menjadi tak bercela karena dia takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan; dan hidupnya yang tak bercela membuatnya bijaksana dan memberinya rasionalitas tertinggi.

Bagaimana seharusnya kita memahami kata "rasional" ini? Penafsiran harfiahnya adalah bahwa dalam pemikirannya, seseorang itu masuk akal, logis, dan berakal sehat, memiliki perkataan, tindakan, dan penilaian yang sehat, serta memiliki standar moral yang kuat dan teratur. Namun, rasionalitas Ayub tidak semudah itu untuk dijelaskan. Ketika dikatakan di sini bahwa Ayub memiliki rasionalitas tertinggi, ini dikatakan dalam hubungan dengan kemanusiaannya dan perilakunya di hadapan Tuhan. Karena Ayub jujur, dia mampu memercayai dan menaati kedaulatan Tuhan, yang memberinya pengetahuan yang tidak dapat diperoleh orang lain, dan pengetahuan ini membuatnya mampu secara lebih akurat membedakan, menilai, dan mendefinisikan apa yang menimpa dirinya, yang memungkinkan dia untuk lebih akurat dan cermat memutuskan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dipegang teguh. Dengan kata lain, perkataan, perilaku, prinsip-prinsip di balik tindakannya, dan pedoman yang dengannya dia bertindak, teratur, jelas, dan spesifik, serta tidak sembarangan, impulsif, ataupun emosional. Dia tahu bagaimana memperlakukan apa pun yang menimpa dirinya, dia tahu bagaimana menyeimbangkan dan menangani hubungan antara peristiwa-peristiwa rumit, dia tahu bagaimana berpegang teguh pada jalan yang harus dipegang teguh, dan selain itu, dia tahu bagaimana memperlakukan pemberian dan pengambilan oleh Tuhan Yahweh. Inilah rasionalitas Ayub. Justru karena Ayub diperlengkapi dengan rasionalitas seperti itulah dia berkata: "Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil; terpujilah nama Yahweh", ketika dia kehilangan harta benda dan putra-putrinya.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 51

Watak Ayub Sesungguhnya: Benar, Murni, dan Tanpa Kepalsuan

Mari kita membaca Ayub 2:7-8: "Lalu Iblis pergi dari hadapan Yahweh dan menimpakan Ayub dengan bisul yang busuk dari telapak kaki sampai ubun-ubun kepalanya. Lalu Ayub mengambil sepotong beling untuk menggaruk-garuk dirinya; dan duduk di tengah-tengah abu." Ini adalah penjelasan tentang perilaku Ayub ketika bisul yang busuk muncul di sekujur tubuhnya. Pada saat ini, Ayub duduk di tengah-tengah abu saat dia menahan rasa sakit. Tak seorang pun yang merawatnya, dan tak seorang pun yang membantunya mengurangi rasa sakit di tubuhnya; sebaliknya, dia menggunakan sepotong beling untuk menggaruk-garuk permukaan bisulnya yang busuk. Sepintas, ini hanyalah sebuah tahap dalam siksaan Ayub, dan tidak ada hubungannya dengan kemanusiaan Ayub dan sikapnya yang takut akan Tuhan, karena Ayub tidak mengucapkan sepatah kata pun untuk mengungkapkan suasana hati dan pandangannya pada saat ini. Namun, tindakan Ayub dan perilakunya masih merupakan ungkapan sejati dari kemanusiaannya. Dalam catatan di pasal sebelumnya, kita membaca bahwa Ayub adalah orang terkaya di antara semua orang di Timur. Sementara itu, ayat dari pasal kedua menunjukkan kepada kita bahwa orang terkaya di Timur ini betul-betul memungut sepotong beling untuk menggaruk-garuk tubuhnya sambil duduk di tengah abu. Bukankah terdapat perbedaan yang jelas antara kedua uraian ini? Ini adalah perbedaan yang menunjukkan kepada kita jati diri Ayub yang sesungguhnya: meskipun status dan kedudukannya yang bergengsi, dia tidak pernah mencintai atau memperhatikan hal-hal ini; dia tidak peduli bagaimana orang lain memandang kedudukannya, dan dia juga tidak peduli apakah tindakan atau perilakunya akan menimbulkan dampak negatif pada kedudukannya; dia tidak memanjakan dirinya dengan berkat status, dan dia juga tidak menikmati kemuliaan yang menyertai status dan kedudukannya. Dia hanya peduli tentang nilai dirinya dan makna penting kehidupannya di mata Tuhan Yahweh. Jati diri Ayub yang sesungguhnya adalah hakikatnya sendiri: dia tidak mencintai ketenaran dan kekayaan, dan tidak hidup demi ketenaran dan kekayaan; dia benar dan murni, serta tanpa kepalsuan.

Pemisahan Cinta dan Kebencian Ayub

Sisi lain dari kemanusiaan Ayub ditunjukkan dalam percakapan antara dia dan istrinya: "Lalu kata istrinya kepadanya: 'Apakah engkau masih mempertahankan kesalehanmu? Kutuklah Tuhan dan matilah!' Tetapi dia menjawab istrinya: 'Engkau berbicara seperti perempuan bodoh. Apakah kita mau menerima yang baik dari tangan Tuhan dan tidak mau menerima yang jahat?'" (Ayub 2:9–10). Melihat siksaan yang dideritanya, istri Ayub mencoba memberi saran kepada Ayub untuk membantunya melepaskan diri dari kesengsaraannya, tetapi "niat baik"-nya tidak mendapatkan persetujuan Ayub; sebaliknya, itu membangkitkan amarahnya, karena istrinya mengingkari iman dan ketaatan Ayub kepada Tuhan Yahweh, dan juga menyangkal keberadaan Tuhan Yahweh. Hal ini tidak dapat ditoleransi oleh Ayub karena dia tidak pernah membiarkan dirinya sendiri melakukan apa pun yang menentang atau menyakiti Tuhan, apalagi orang lain. Bagaimana dia bisa tetap tidak peduli ketika dia melihat orang lain mengucapkan perkataan yang menghujat dan menghina Tuhan? Karena itu, dia menyebut istrinya "wanita bodoh". Sikap Ayub terhadap istrinya adalah kemarahan dan kebencian, serta teguran dan celaan. Ini adalah ungkapan alami kemanusiaan Ayub—membedakan antara cinta dan benci—dan merupakan representasi sejati dari kemanusiaannya yang jujur. Ayub memiliki rasa keadilan—yang membuatnya membenci angin dan gelombang kejahatan, dan membenci, mengutuk, serta menolak pembangkangan yang tidak masuk akal, perdebatan konyol, dan pernyataan yang menggelikan, dan membuat dia berpegang teguh pada prinsip dan pendiriannya sendiri yang benar ketika dia ditolak oleh orang banyak dan ditinggalkan oleh orang-orang yang dekat dengannya.

Kebaikan Hati and Ketulusan Ayub

Karena, dari perilaku Ayub, kita dapat melihat ungkapan berbagai aspek kemanusiaannya, kemanusiaan Ayub macam apa yang kita lihat ketika dia membuka mulutnya untuk mengutuk hari kelahirannya? Inilah topik yang akan kita bahas di bawah ini.

Di atas, Aku telah membahas tentang asal mula kutukan Ayub mengenai hari kelahirannya. Apa yang dapat engkau semua pahami tentang hal ini? Jika Ayub keras hati dan tanpa kasih, jika dia dingin dan tanpa emosi, dan kehilangan kemanusiaannya, mungkinkah dia memedulikan keinginan hati Tuhan? Mungkinkah dia membenci hari kelahirannya sendiri karena dia memedulikan hati Tuhan? Dengan kata lain, jika Ayub keras hati dan kehilangan kemanusiaannya, mungkinkah dia merasa sedih karena kepedihan Tuhan? Mungkinkah dia mengutuk hari kelahirannya karena Tuhan telah dirugikan karena dirinya? Jawabannya sama sekali tidak! Karena dia baik hati, Ayub memedulikan hati Tuhan; karena dia memedulikan hati Tuhan, Ayub merasakan kepedihan Tuhan; karena dia baik hati, dia menderita siksaan yang lebih besar sebagai akibat dari merasakan kepedihan Tuhan; karena dia merasakan kepedihan Tuhan, dia mulai membenci hari kelahirannya, dan dengan demikian mengutuk hari kelahirannya. Bagi orang luar, seluruh perilaku Ayub selama ujiannya patut dicontoh. Hanya kutukannya mengenai hari kelahirannya yang menimbulkan tanda tanya mengenai hidupnya yang tak bercela dan kejujurannya, atau memberikan penilaian yang berbeda terhadapnya. Sebenarnya, ini adalah ungkapan paling sejati dari hakikat kemanusiaan Ayub. Hakikat kemanusiaannya tidak disembunyikan atau ditutupi atau diperbaiki oleh orang lain. Ketika dia mengutuk hari kelahirannya, dia menunjukkan kebaikan hati dan ketulusan yang tertanam jauh di lubuk hatinya; dia seperti mata air yang airnya sangat jernih dan bening sehingga memperlihatkan dasarnya.

Setelah mengetahui semua ini tentang Ayub, kebanyakan orang pasti akan membuat penilaian yang cukup akurat dan objektif tentang hakikat kemanusiaan Ayub. Mereka seharusnya juga memiliki pemahaman yang mendalam, praktis, dan lebih maju serta penghargaan terhadap hidupnya yang tak bercela dan kejujuran Ayub seperti yang dibicarakan oleh Tuhan. Semoga, pemahaman dan penghargaan ini akan membantu orang-orang memulai jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 52

Hubungan antara Penyerahan Ayub oleh Tuhan kepada Iblis dan Tujuan Pekerjaan Tuhan

Meskipun kebanyakan orang sekarang mengakui bahwa Ayub itu tak bercela dan jujur, dan bahwa dia takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, pengakuan ini tidak memberi mereka pemahaman yang lebih menyeluruh tentang maksud Tuhan. Pada saat yang sama ketika mereka iri pada kemanusiaan dan pengejaran Ayub, mereka mengajukan pertanyaan berikut ini tentang Tuhan: Ayub begitu tak bercela dan jujur, orang sangat mengaguminya, jadi mengapa Tuhan menyerahkannya kepada Iblis dan membuatnya mengalami begitu banyak siksaan? Pertanyaan semacam itu pasti ada di hati banyak orang—atau lebih tepatnya, keraguan ini menjadi pertanyaan dalam hati banyak orang. Karena telah membingungkan banyak orang, kita harus membahas pertanyaan ini dan menjelaskannya dengan benar.

Segala sesuatu yang Tuhan lakukan itu perlu dan memiliki makna penting yang luar biasa karena semua yang Dia lakukan dalam diri manusia berkaitan dengan pengelolaan-Nya dan penyelamatan umat manusia. Tentu saja, pekerjaan yang Tuhan lakukan dalam diri Ayub juga demikian, meskipun Ayub tak bercela dan jujur di mata Tuhan. Dengan kata lain, apa pun yang Tuhan lakukan atau cara Dia melakukannya, berapa pun harga yang harus dibayar, apa pun sasaran-Nya, tujuan dari tindakan-Nya tidak berubah. Tujuan-Nya adalah untuk memasukkan firman Tuhan, serta tuntutan dan kehendak Tuhan bagi manusia ke dalam diri manusia; dengan kata lain, tujuannya adalah untuk memasukkan semua yang Tuhan anggap positif ke dalam diri manusia sesuai dengan langkah-langkah-Nya, memampukan manusia untuk memahami hati Tuhan dan memahami hakikat Tuhan, dan memungkinkan manusia menaati kedaulatan dan pengaturan Tuhan, dan dengan demikian memungkinkan manusia untuk mencapai takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan—semua ini merupakan salah satu aspek dari tujuan Tuhan dalam semua yang Dia lakukan. Aspek lainnya adalah bahwa, karena Iblis adalah kontras dan objek pelayanan dalam pekerjaan Tuhan, manusia sering diserahkan kepada Iblis; ini adalah sarana yang Tuhan gunakan untuk memungkinkan manusia melihat kejahatan, keburukan, dan kekejian Iblis dalam pencobaan dan serangan Iblis, sehingga menyebabkan manusia membenci Iblis dan mampu mengetahui dan mengenali apa yang negatif. Proses ini membuat mereka untuk secara berangsur-angsur membebaskan diri mereka sendiri dari kendali Iblis dan dari tuduhan, gangguan, dan serangan Iblis—sampai, karena firman Tuhan, pengetahuan dan ketaatan mereka kepada Tuhan, serta iman mereka kepada Tuhan dan sikap mereka yang takut akan Dia, mereka menang atas serangan dan tuduhan Iblis; baru setelah itulah mereka akan benar-benar dibebaskan dari wilayah kekuasaan Iblis. Pembebasan manusia berarti bahwa Iblis telah dikalahkan, itu berarti bahwa mereka tidak lagi menjadi santapan di mulut Iblis—alih-alih menelan mereka, Iblis telah melepaskan mereka. Ini karena orang-orang semacam ini jujur, karena mereka memiliki iman, ketaatan, dan takut akan Tuhan, dan karena mereka sepenuhnya memutuskan hubungan dengan Iblis. Mereka mempermalukan Iblis, mereka membuat Iblis menjadi takut, dan mereka sepenuhnya mengalahkan Iblis. Keyakinan mereka dalam mengikut Tuhan, dan ketaatan serta sikap mereka yang takut akan Tuhan mengalahkan Iblis, dan membuat Iblis melepaskan mereka sepenuhnya. Hanya orang-orang semacam inilah yang sudah benar-benar didapatkan oleh Tuhan, dan inilah yang merupakan tujuan akhir Tuhan dalam menyelamatkan manusia. Jika mereka ingin diselamatkan, dan ingin sepenuhnya didapatkan oleh Tuhan, maka semua orang yang mengikut Tuhan harus menghadapi pencobaan dan serangan besar maupun kecil dari Iblis. Mereka yang keluar dari pencobaan dan serangan ini dan mampu mengalahkan Iblis sepenuhnya adalah mereka yang telah diselamatkan oleh Tuhan. Dengan kata lain, mereka yang telah diselamatkan oleh Tuhan adalah mereka yang telah mengalami ujian Tuhan, dan yang telah dicobai dan diserang oleh Iblis berulang kali. Mereka yang telah diselamatkan oleh Tuhan memahami kehendak dan tuntutan Tuhan, dan mampu menerima kedaulatan dan pengaturan Tuhan, dan mereka tidak meninggalkan jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan di tengah pencobaan Iblis. Mereka yang diselamatkan oleh Tuhan memiliki kejujuran, mereka baik hati, mereka bisa membedakan antara kasih dan kebencian, mereka memiliki rasa keadilan dan bersikap rasional, dan mereka mampu memedulikan Tuhan serta menghargai semua yang berasal dari Tuhan. Orang-orang semacam itu tidak diikat, diintai, dituduh, atau disiksa oleh Iblis; mereka sepenuhnya bebas, mereka telah dibebaskan dan dilepaskan sepenuhnya. Ayub adalah orang dengan kebebasan seperti itu, dan inilah sesungguhnya makna penting mengapa Tuhan menyerahkann dia kepada Iblis.

Ayub disiksa oleh Iblis, tetapi dia juga memperoleh kelepasan dan pembebasan abadi, dan dia memperoleh hak untuk tidak pernah lagi menerima perusakan, penyiksaan, dan tuduhan Iblis, sebaliknya dia hidup dalam terang wajah Tuhan dengan bebas dan tanpa beban, dan hidup di tengah berkat Tuhan yang diberikan kepadanya. Tak seorang pun bisa mengambil, memusnahkan, atau merampas hak ini. Itu diberikan kepada Ayub sebagai upah atas iman, tekad, dan ketaatan serta takut akan Tuhan; Ayub membayar harga hidupnya untuk mendapatkan sukacita dan kebahagiaan di bumi dan mendapatkan kelayakan dan hak, sebagaimana ditetapkan oleh Surga dan diakui oleh bumi, untuk menyembah Sang Pencipta tanpa gangguan sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang sejati di bumi. Itu juga merupakan hasil terbaik dari pencobaan yang diderita oleh Ayub.

Ketika orang belum diselamatkan, hidup mereka sering diganggu, dan bahkan dikendalikan oleh Iblis. Dengan kata lain, orang yang belum diselamatkan adalah tawanan Iblis, mereka tidak memiliki kebebasan, mereka belum dilepaskan oleh Iblis, mereka tidak layak atau berhak untuk menyembah Tuhan, dan mereka dikejar dengan gigih dan diserang secara kejam oleh Iblis. Orang-orang semacam itu tidak memiliki kebahagiaan untuk ditunjukkan, mereka tidak memiliki hak keberadaan yang normal untuk ditunjukkan, dan bahkan mereka tidak memiliki martabat untuk ditunjukkan. Hanya jika engkau berjuang dan berperang melawan Iblis, menggunakan imanmu kepada Tuhan serta ketaatanmu, dan rasa takutmu akan Tuhan sebagai senjata yang digunakan dalam pertarungan hidup dan mati melawan Iblis, sehingga engkau akan mengalahkan Iblis sepenuhnya dan membuatnya lari terbirit-birit dan menjadi ketakutan kapan pun dia melihatmu, sehingga dia menghentikan serangan dan tuduhannya terhadapmu—baru setelah itulah engkau akan diselamatkan dan menjadi bebas. Jika engkau bertekad untuk benar-benar putus dengan Iblis, tetapi tidak diperlengkapi dengan senjata yang akan membantumu mengalahkan Iblis, maka engkau akan tetap berada dalam bahaya; seiring berjalannya waktu, ketika engkau begitu tersiksa oleh Iblis sehingga engkau tidak memiliki kekuatan lagi dalam dirimu, juga engkau tetap tidak mampu menjadi kesaksian, masih belum sepenuhnya membebaskan dirimu dari tuduhan dan serangan Iblis terhadapmu, maka engkau memiliki harapan yang sedikit untuk memperoleh penyelamatan. Pada akhirnya, saat akhir pekerjaan Tuhan dikumandangkan, engkau akan tetap berada dalam cengkeraman Iblis, tidak mampu membebaskan dirimu, dan dengan demikian engkau tidak akan pernah memiliki kesempatan atau harapan. Maka, implikasinya adalah orang tersebut akan sepenuhnya berada dalam penawanan Iblis.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 53

Menerima Ujian dari Tuhan, Mengalahkan Pencobaan Iblis, dan Membiarkan Tuhan Mendapatkan Dirimu Sepenuhnya

Selama pekerjaan pembekalan dan sokongan Tuhan bagi manusia, Dia memberitahukan seluruh kehendak dan tuntutan-Nya kepada manusia, dan memperlihatkan perbuatan, watak-Nya, serta apa yang dimiliki-Nya dan siapa Dia kepada manusia. Tujuannya adalah memperlengkapi manusia dengan tingkat pertumbuhan, dan untuk memungkinkan manusia memperoleh berbagai kebenaran dari Tuhan tatkala mengikut-Nya—kebenaran yang merupakan senjata yang diberikan kepada manusia oleh Tuhan untuk memerangi Iblis. Dengan diperlengkapi, manusia harus menghadapi ujian dari Tuhan. Tuhan memiliki banyak sarana dan jalan untuk menguji manusia, tetapi tiap-tiap sarana dan jalan itu memerlukan "kerja sama" musuh Tuhan: Iblis. Dengan kata lain, setelah memberikan kepada manusia senjata yang dapat digunakan untuk berperang melawan Iblis, Tuhan menyerahkan manusia kepada Iblis dan membiarkan Iblis "menguji" tingkat pertumbuhan manusia. Jika manusia bisa melepaskan diri dari formasi perang Iblis, jika manusia bisa meloloskan diri dari pengepungan Iblis dan tetap hidup, maka manusia akan lulus ujian. Namun, jika manusia gagal untuk meninggalkan formasi perang Iblis, dan tunduk kepada Iblis, maka dia tidak akan lulus ujian. Aspek apa pun dari manusia yang diperiksa oleh Tuhan, kriteria untuk pemeriksaan-Nya adalah apakah manusia berdiri teguh atau tidak dalam kesaksiannya saat diserang oleh Iblis, dan apakah dia telah meninggalkan Tuhan atau tidak serta menyerah dan tunduk kepada Iblis ketika dijerat Iblis. Dapat dikatakan bahwa apakah manusia bisa diselamatkan atau tidak tergantung pada apakah dia mampu mengalahkan dan menundukkan Iblis, dan apakah dia bisa memperoleh kebebasan atau tidak, itu bergantung pada apakah dia mampu mengangkat sendiri senjata yang diberikan kepadanya oleh Tuhan untuk mengalahkan perbudakan Iblis, membuat Iblis menyerah total dan tidak menganggunya lagi. Jika Iblis menyerah total dan melepaskan seseorang, ini berarti bahwa Iblis tidak akan pernah lagi mencoba untuk merampas orang ini dari Tuhan, tidak akan pernah lagi menuduh dan mengganggu orang ini, tidak akan pernah lagi dengan sembrono menyiksa atau menyerang mereka; hanya orang seperti inilah yang telah benar-benar didapatkan oleh Tuhan. Ini adalah seluruh proses yang digunakan oleh Tuhan untuk mendapatkan manusia.

Peringatan dan Pencerahan yang Diberikan kepada Generasi Berikutnya oleh Kesaksian Ayub

Pada waktu yang bersamaan saat memahami proses yang digunakan Tuhan untuk sepenuhnya mendapatkan seseorang, orang-orang juga akan memahami tujuan serta makna penting penyerahan Ayub oleh Tuhan kepada Iblis. Orang tidak lagi terganggu oleh kesengsaraan Ayub, dan memiliki penghargaan yang baru terhadap makna pentingnya. Mereka tidak lagi khawatir tentang apakah mereka sendiri akan mengalami pencobaan yang sama seperti Ayub, dan tidak lagi menentang atau menolak datangnya ujian dari Tuhan. Iman serta ketaatan Ayub, dan kesaksiannya dalam mengalahkan Iblis telah menjadi sumber pertolongan dan dorongan yang sangat besar bagi orang-orang. Dalam diri Ayub, mereka melihat harapan bagi keselamatan mereka sendiri, dan memahami bahwa melalui iman, dan ketaatan serta sikap takut akan Tuhan, sangatlah mungkin untuk mengalahkan Iblis, dan menang atas Iblis. Mereka memahami bahwa asalkan mereka menerima kedaulatan dan pengaturan Tuhan, dan asalkan mereka memiliki tekad dan iman untuk tidak meninggalkan Tuhan setelah kehilangan segalanya, maka mereka bisa mempermalukan dan mengalahkan Iblis, dan mereka memahami bahwa mereka hanya perlu memiliki tekad dan kegigihan untuk berdiri teguh dalam kesaksian mereka—bahkan jika itu berarti kehilangan nyawa mereka—agar Iblis takut dan mundur dengan segera. Kesaksian Ayub merupakan sebuah peringatan bagi generasi berikutnya, dan peringatan ini memberitahukan kepada mereka bahwa jika mereka tidak mengalahkan Iblis, mereka tidak akan mampu membebaskan diri mereka dari tuduhan dan gangguan Iblis, juga mereka tidak akan pernah mampu untuk lolos dari siksaan dan serangan Iblis. Kesaksian Ayub telah mencerahkan generasi berikutnya. Pencerahan ini mengajar orang bahwa hanya jika mereka tak bercela dan jujur barulah mereka akan mampu untuk takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan; ini mengajar mereka bahwa hanya jika mereka takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan barulah mereka bisa menjadi kesaksian yang kuat dan berkumandang bagi Tuhan; hanya jika mereka menjadi kesaksian yang kuat dan berkumandang bagi Tuhan barulah mereka tidak akan pernah bisa dikendalikan oleh Iblis dan hidup di bawah bimbingan dan perlindungan Tuhan—baru pada saat itulah mereka telah benar-benar diselamatkan. Kepribadian Ayub dan pengejaran hidupnya patut ditiru oleh setiap orang yang mengejar keselamatan. Yang Ayub hidupi sepanjang hidupnya dan perilakunya selama ujiannya merupakan harta karun yang berharga bagi semua orang yang mengejar jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan.

Kesaksian Ayub Memberikan Penghiburan bagi Tuhan

Jika Aku mengatakan kepada engkau semua sekarang bahwa Ayub adalah seorang pria yang menyenangkan, engkau semua mungkin tidak mampu menghargai makna dalam perkataan ini dan mungkin tidak mampu memahami luapan emosi di balik mengapa Aku telah membahas semua ini; tetapi tunggulah hingga hari ketika engkau semua telah mengalami ujian yang sama atau mirip dengan ujian yang dihadapi Ayub, ketika engkau semua telah melewati kemalangan, saat engkau semua telah mengalami ujian yang diatur secara pribadi untukmu oleh Tuhan, saat engkau memberikan segalanya, dan menanggung penghinaan dan kesulitan, agar dapat menang atas Iblis dan menjadi kesaksian bagi Tuhan di tengah pencobaan—saat itulah engkau akan dapat menghargai makna dari perkataan yang Kuucapkan ini. Pada waktu itu, engkau akan merasa bahwa kualitasmu berada jauh di bawah Ayub, dan engkau akan merasa betapa menyenangkan Ayub itu, dan bahwa dia layak ditiru; bila saatnya tiba, engkau akan menyadari betapa pentingnya kata-kata klasik yang diucapkan oleh Ayub bagi orang yang rusak dan hidup pada zaman ini, dan engkau akan menyadari betapa sulitnya bagi orang-orang pada zaman sekarang untuk mencapai apa yang dicapai oleh Ayub. Saat engkau merasa betapa sulitnya hal itu, engkau akan menghargai betapa cemas dan khawatirnya hati Tuhan, engkau akan menghargai betapa tingginya harga yang dibayar oleh Tuhan untuk mendapatkan orang-orang semacam itu, dan betapa berharganya apa yang dilakukan dan dikorbankan Tuhan bagi umat manusia. Sekarang setelah engkau semua mendengar firman ini, apakah engkau semua memiliki pemahaman yang akurat dan penilaian yang benar tentang Ayub? Menurut pandanganmu, apakah Ayub benar-benar adalah manusia yang tak bercela dan jujur yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan? Aku yakin bahwa kebanyakan orang pasti akan menjawab Ya. Karena kenyataan dari apa yang dilakukan dan diungkapkan oleh Ayub tidak terbantahkan oleh manusia mana pun atau Iblis. Semua itu adalah bukti paling kuat dari kemenangan Ayub atas Iblis. Bukti ini dihasilkan dalam diri Ayub, dan merupakan kesaksian pertama yang diterima oleh Tuhan. Karena itu, ketika Ayub menang dalam pencobaan Iblis dan menjadi kesaksian bagi Tuhan, Tuhan melihat harapan dalam diri Ayub, dan hati-Nya dihiburkan oleh Ayub. Sejak masa penciptaan hingga zaman Ayub, ini adalah pertama kalinya Tuhan benar-benar mengalami arti penghiburan, dan apa artinya dihibur oleh manusia. Itu adalah kesaksian sejati yang pertama kalinya Dia lihat dan dapatkan, yang diberikan untuk-Nya.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 54

Ayub Mendengar tentang Tuhan Hanya dari Kata Orang Saja

Ayub 9:11 Lihat, Dia melewati aku, namun aku tidak melihat-Nya: bila Dia lalu juga, tetapi aku tidak melihat.

Ayub 23:8-9 Lihatlah, aku maju, tetapi Dia tidak ada di sana; dan mundur, tetapi aku tidak bisa melihat Dia: kucari Dia di sebelah utara, tempat Dia melakukan pekerjaan-Nya, tetapi aku tidak bisa melihat-Nya: Dia menyembunyikan diri di sebelah selatan, sehingga aku tidak bisa melihat Dia.

Ayub 42:2-6 Aku tahu bahwa Engkau dapat melakukan segala sesuatu dan tidak ada pikiran yang tersembunyi dari-Mu. Siapakah dia yang bisa menyembunyikan nasihat tanpa pengetahuan? Karena itu aku mengakui bahwa aku tidak mengerti apa pun, hal-hal ini terlalu ajaib bagiku, dan aku tidak memahaminya. Dengarlah, Aku minta kepadamu, dan Aku akan berbicara: Aku akan menanyai engkau dan engkau akan menjawab Aku. Aku sudah mendengar tentang Engkau hanya dari kata orang saja: tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Karena itu aku membenci diriku sendiri dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu.

Meskipun Tuhan Tidak Memperlihatkan Diri-Nya kepada Ayub, Ayub Percaya pada Kedaulatan Tuhan

Apa yang merupakan pokok pikiran dari ayat-ayat ini? Apakah ada di antaramu yang menyadari bahwa ada sebuah fakta di sini? Pertama, bagaimana Ayub mengetahui bahwa Tuhan itu ada? Lalu, bagaimana dia tahu bahwa langit dan bumi dan segala sesuatu diatur oleh Tuhan? Ada sebuah ayat yang menjawab dua pertanyaan ini: "Aku sudah mendengar tentang Engkau hanya dari kata orang saja: tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Karena itu aku membenci diriku sendiri dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu" (Ayub 42:5-6). Dari perkataan ini, kita mengetahui bahwa, alih-alih telah melihat Tuhan dengan matanya sendiri, Ayub telah mengenal Tuhan dari legenda. Dalam semua keadaan inilah dia mulai menempuh jalan mengikut Tuhan, di mana setelah itu dia mengakui keberadaan Tuhan dalam hidupnya, dan di antara segala sesuatu. Ada sebuah fakta yang tidak terbantahkan di sini—apakah fakta itu? Meskipun mampu mengikuti jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, Ayub tidak pernah melihat Tuhan. Dalam hal ini, bukankah Ayub itu sama seperti orang-orang zaman sekarang? Ayub tidak pernah melihat Tuhan, implikasinya adalah meski dia telah mendengar tentang Tuhan, dia tidak mengetahui di mana Tuhan berada, atau seperti apa Tuhan itu, atau apa yang Tuhan sedang lakukan. semua ini merupakan faktor-faktor subjektif; secara objektif, meski Ayub mengikuti Tuhan, Tuhan tidak pernah menampakkan diri kepadanya atau berbicara kepadanya. Bukankah ini fakta? Meskipun Tuhan tidak berbicara kepada Ayub atau memberinya perintah apa pun, Ayub telah melihat keberadaan Tuhan dan memandang kedaulatan-Nya di antara segala sesuatu, dan dalam legenda yang melaluinya Ayub mendengar tentang Tuhan hanya dari kata orang saja, yang mana setelah mendengar hal itu, dia kemudian memulai hidup yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Seperti itulah asal mula dan proses Ayub mengikuti Tuhan. Namun, bagaimana pun Ayub takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, bagaimana pun dia memegang teguh kesalehannya, Tuhan tidak pernah sekalipun menampakkan diri kepadanya. Mari kita membaca ayat ini. Dia berkata: "Lihat, Dia melewati aku, namun aku tidak melihat-Nya: bila Dia lalu juga, tetapi aku tidak melihat" (Ayub 9:11). Maksud dari perkataan ini adalah bahwa Ayub mungkin merasakan Tuhan di sekelilingnya atau mungkin tidak—tetapi dia tidak pernah bisa melihat Tuhan. Ada kalanya ketika dia membayangkan Tuhan lewat di depannya, atau bertindak, atau membimbing manusia, tetapi dia tidak pernah tahu. Tuhan menjumpai manusia saat dia tidak menduganya; manusia tidak mengetahui kapan Tuhan datang menjumpainya, atau di mana Dia datang menjumpainya, karena manusia tidak bisa melihat Tuhan, sehingga bagi manusia, Tuhan tersembunyi darinya.

Iman Ayub kepada Tuhan Tidak Tergoyahkan oleh Fakta bahwa Tuhan Tersembunyi darinya

Dalam ayat Alkitab berikut ini, Ayub kemudian berkata: "Lihatlah, aku maju, tetapi Dia tidak ada di sana; dan mundur, tetapi aku tidak bisa melihat Dia: kucari Dia di sebelah utara, tempat Dia melakukan pekerjaan-Nya, tetapi aku tidak bisa melihat-Nya: Dia menyembunyikan diri di sebelah selatan, sehingga aku tidak bisa melihat Dia" (Ayub 23:8-9). Dalam catatan ini, kita mengetahui bahwa dalam pengalaman Ayub, Tuhan tersembunyi darinya selama ini; Tuhan tidak secara terbuka menampakkan diri di hadapannya, dan Dia juga tidak secara terbuka berbicara kepadanya, tetapi di dalam hatinya, Ayub yakin akan keberadaan Tuhan. Dia selalu percaya bahwa Tuhan mungkin sedang berjalan di hadapannya, atau bertindak di sisinya, dan meskipun dia tidak dapat melihat Tuhan, Dia berada di sampingnya mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan dirinya. Ayub belum pernah melihat Tuhan, tetapi dia mampu untuk tetap setia pada imannya, sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh orang lain. Mengapa orang lain tidak bisa melakukan itu? Itu karena Tuhan tidak berbicara kepada Ayub atau menampakkan diri kepadanya, dan jika dia tidak sungguh-sungguh percaya, dia mungkin tidak terus melanjutkan, dan dia juga mungkin tidak tetap teguh di jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Bukankah ini benar? Bagaimana perasaanmu ketika engkau membaca Ayub mengucapkan perkataan ini? Apakah engkau merasa bahwa hidupnya yang tak bercela serta kejujuran, dan kebenaran Ayub di hadapan Tuhan, adalah benar, dan bukan pernyataan Tuhan tentang Ayub yang dilebih-lebihkan? Meskipun Tuhan memperlakukan Ayub sama seperti orang lain dan tidak menampakkan diri di hadapannya atau berbicara kepadanya, Ayub tetap memegang teguh kesalehannya, dia tetap percaya akan kedaulatan Tuhan, dan terlebih lagi, dia sering mempersembahkan korban bakaran dan berdoa di hadapan Tuhan sebagai hasil dari sikapnya yang takut menyinggung Tuhan. Dalam kemampuan Ayub untuk takut akan Tuhan tanpa melihat Tuhan, kita melihat seberapa besar dia mencintai hal-hal yang positif, dan seberapa teguh dan nyata imannya. Dia tidak menyangkal keberadaan Tuhan karena Tuhan tersembunyi darinya, dan dia juga tidak kehilangan imannya dan meninggalkan Tuhan karena dia belum pernah melihat-Nya. Sebaliknya, di tengah-tengah pekerjaan Tuhan yang tersembunyi dalam mengatur segala sesuatu, dia menyadari keberadaan Tuhan, dan merasakan kedaulatan dan kuasa Tuhan. Dia tidak berhenti bersikap jujur karena Tuhan tersembunyi, dan dia juga tidak meninggalkan jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan karena Tuhan tidak pernah menampakkan diri di hadapannya. Ayub tidak pernah meminta agar Tuhan secara terbuka menampakkan diri di hadapannya untuk membuktikan keberadaan-Nya, karena dia telah melihat kedaulatan Tuhan di antara segala sesuatu, dan dia percaya bahwa dia telah mendapatkan berkat dan kasih karunia yang tidak didapatkan orang lain. Meskipun Tuhan tetap tersembunyi darinya, iman Ayub kepada Tuhan tidak pernah tergoyahkan. Karena itu, dia menuai apa yang tidak dimiliki oleh siapa pun: perkenanan Tuhan dan berkat Tuhan.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 55

Ayub Memuji Nama Tuhan dan Tidak Memikirkan Berkat atau Bencana

Ada sebuah fakta yang tidak pernah disinggung dalam kisah Ayub dalam Alkitab, dan fakta ini akan menjadi fokus perhatian kita sekarang. Meskipun Ayub tidak pernah melihat Tuhan atau mendengar firman Tuhan dengan telinganya sendiri, Tuhan memiliki tempat di hati Ayub. Bagaimana sikap Ayub terhadap Tuhan? Sikap Ayub, seperti yang disebutkan sebelumnya, adalah, "terpujilah nama Yahweh". Pujiannya bagi nama Tuhan tanpa syarat, tidak memedulikan keadaan, dan tanpa alasan. Kita melihat bahwa Ayub telah memberikan hatinya kepada Tuhan, yang memungkinkannya untuk dikendalikan oleh Tuhan; semua yang dia pikirkan, semua yang dia putuskan, dan semua yang dia rencanakan dalam hatinya dibukakan kepada Tuhan dan tidak ditutup-tutupi dari Tuhan. Hatinya tidak berseberangan dengan Tuhan, dan dia tidak pernah meminta Tuhan untuk melakukan apa pun untuknya atau memberi apa pun kepadanya, dan dia tidak memendam hasrat berlebihan bahwa dia akan mendapatkan apa pun dari penyembahannya kepada Tuhan. Ayub tidak bernegosiasi dengan Tuhan, dan tidak mengajukan permintaan atau tuntutan kepada Tuhan. Dia memuji nama Tuhan karena kuasa dan otoritas Tuhan yang luar biasa dalam mengatur segala sesuatu, dan itu tidak bergantung pada apakah dia mendapatkan berkat atau ditimpa oleh bencana. Dia percaya bahwa terlepas dari apakah Tuhan memberkati orang atau mendatangkan bencana atas mereka, kuasa dan otoritas Tuhan tidak akan berubah, sehingga, bagaimana pun keadaan seseorang, nama Tuhan harus dipuji. Orang tersebut diberkati oleh Tuhan karena kedaulatan Tuhan, dan saat kemalangan menimpa manusia, itu juga terjadi karena kedaulatan Tuhan. Kuasa dan otoritas Tuhan berkuasa dan mengatur segala sesuatu tentang manusia; perubahan yang tak terduga pada kekayaan manusia adalah perwujudan dari kuasa dan otoritas Tuhan, dan apa pun sudut pandang seseorang, nama Tuhan harus dipuji. Inilah yang dialami oleh Ayub dan yang semakin diketahuinya selama tahun-tahun hidupnya. Seluruh pikiran dan tindakan Ayub sampai ke telinga Tuhan dan sampai di hadapan Tuhan, dan dipandang penting oleh Tuhan. Tuhan menghargai pengetahuan Ayub ini, dan menghargai Ayub karena memiliki hati seperti itu. Hati seperti ini senantiasa menantikan perintah Tuhan, dan di segala tempat, serta kapan dan di mana pun, hati seperti ini menyambut apa pun yang terjadi pada dirinya. Ayub tidak mengajukan tuntutan apa pun kepada Tuhan. Yang dia tuntut dari dirinya sendiri adalah menunggu, menerima, menghadapi, dan menaati seluruh pengaturan yang berasal dari Tuhan; Ayub percaya ini adalah tugasnya, dan itulah yang justru diinginkan oleh Tuhan. Ayub belum pernah melihat Tuhan, atau mendengar-Nya mengucapkan firman, mengeluarkan perintah, memberi ajaran, atau menginstruksikan apa pun kepadanya. Dengan bahasa zaman sekarang, bagi Ayub untuk dapat memiliki pengetahuan dan sikap seperti itu terhadap Tuhan saat Tuhan tidak memberinya pencerahan, bimbingan, ataupun pembekalan berkenaan dengan kebenaran—ini adalah hal yang sangat berharga, dan bagi Ayub untuk menunjukkan hal-hal seperti itu sudah cukup bagi Tuhan, dan kesaksiannya dipuji dan dihargai oleh Tuhan. Ayub tidak pernah melihat Tuhan atau mendengar Tuhan secara langsung mengucapkan ajaran apa pun kepadanya, tetapi bagi Tuhan, hati Ayub dan diri Ayub sendiri jauh lebih berharga dari orang-orang yang, di hadapan Tuhan, hanya dapat berbicara dalam kerangka teori secara mendalam, yang hanya dapat membual, dan berbicara tentang mempersembahkan korban bakaran, tetapi sama sekali tidak memiliki pengetahuan yang sejati akan Tuhan, dan tidak pernah sungguh-sungguh takut akan Tuhan. Karena hati Ayub murni, dan tidak tersembunyi dari Tuhan, dan kemanusiaannya jujur serta baik hati, dan dia mencintai keadilan dan hal-hal yang positif. Hanya manusia semacam inilah yang memiliki hati dan kemanusiaan yang dapat mengikuti jalan Tuhan, dan mampu untuk takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Manusia semacam itu bisa melihat kedaulatan Tuhan, bisa melihat otoritas dan kuasa-Nya, juga dapat mencapai ketaatan terhadap kedaulatan dan pengaturan-Nya. Hanya seorang manusia seperti ini yang benar-benar bisa memuji nama Tuhan. Ini karena dia tidak melihat apakah Tuhan akan memberkatinya atau mendatangkan bencana atasnya, karena dia tahu bahwa segala sesuatu dikendalikan oleh tangan Tuhan, dan bahwa kekhawatiran manusia merupakan tanda kebodohan, ketidaktahuan, dan sikap irasional, tanda keraguan terhadap fakta kedaulatan Tuhan atas segala sesuatu, dan tanda tidak takut akan Tuhan. Pengetahuan Ayub justru adalah apa yang Tuhan inginkan. Jadi apakah Ayub memiliki pengetahuan teoritis tentang Tuhan yang lebih besar daripada engkau semua? Karena pekerjaan dan perkataan Tuhan kala itu sedikit, bukanlah hal yang mudah untuk memperoleh pengetahuan tentang Tuhan. Pencapaian demikian oleh Ayub merupakan prestasi yang luar biasa. Dia tidak pernah mengalami pekerjaan Tuhan, mendengar Tuhan berfirman, atau melihat wajah Tuhan. Bahwa Ayub dapat memiliki sikap seperti itu terhadap Tuhan, itu sepenuhnya merupakan hasil dari kemanusiaan dan pengejaran pribadinya, kemanusiaan dan pengejaran yang tidak dimiliki oleh orang-orang zaman sekarang. Jadi, pada zaman itu, Tuhan berkata: "Tidak ada seorang pun seperti dia di bumi, yang demikian tak bercela dan jujur." Pada zaman itu, Tuhan sudah membuat penilaian seperti itu mengenai diri Ayub, dan telah sampai pada kesimpulan seperti itu. Betapa jauh lebih benarnya hal itu pada zaman sekarang?

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 56

Meskipun Tuhan Tersembunyi dari Manusia, Perbuatan-Nya di Tengah Segala Sesuatu Cukup bagi Manusia untuk Mengenal-Nya

Ayub belum pernah melihat wajah Tuhan, atau mendengar firman yang diucapkan oleh Tuhan, apalagi secara langsung mengalami pekerjaan Tuhan, tetapi sikapnya yang takut akan Tuhan dan kesaksiannya selama ujiannya disaksikan oleh semua orang, dan dicintai, disukai, dan dipuji oleh Tuhan, dan orang-orang iri, dan mengaguminya, dan bahkan lebih dari itu, menaikkan pujian mereka. Tidak ada hal yang hebat atau luar biasa tentang kehidupannya: sama seperti orang biasa, Ayub menjalani kehidupan yang biasa-biasa saja, berangkat kerja saat fajar dan kembali ke rumah untuk beristirahat saat senja. Perbedaannya adalah bahwa selama beberapa dekade hidupnya yang biasa-biasa saja, dia mendapatkan wawasan mengenai jalan Tuhan, dan menyadari serta memahami kuasa dan kedaulatan Tuhan yang besar, seperti yang belum pernah dimiliki oleh siapa pun. Dia tidak lebih cerdas daripada orang biasa lainnya, hidupnya tidak terlalu ulet, dan dia juga tidak memiliki keterampilan khusus yang tak terlihat. Namun, apa yang dia miliki adalah kepribadian yang tulus, baik hati, dan jujur, kepribadian yang menyukai keadilan, kebenaran, dan hal-hal positif—tak satu pun dari hal-hal ini dimiliki oleh kebanyakan orang biasa. Dia tahu membedakan antara kasih dan kebencian, memiliki rasa keadilan, pantang menyerah dan gigih, serta memberi perhatian yang cermat dalam pemikirannya. Dengan demikian, selama waktunya yang biasa-biasa saja di bumi dia melihat semua hal luar biasa yang telah dilakukan Tuhan, dan dia melihat kebesaran, kekudusan, dan keadilan Tuhan, dia melihat perhatian, kemurahan, dan perlindungan Tuhan bagi manusia, dan dia melihat kehormatan dan otoritas Tuhan yang Maha Tinggi. Alasan pertama mengapa Ayub dapat memperoleh hal-hal yang melampaui orang normal adalah karena dia memiliki hati yang murni, dan hatinya adalah milik Tuhan, dan dipimpin oleh Sang Pencipta. Alasan kedua adalah pengejarannya: pengejaran Ayub adalah untuk menjadi sempurna dan tak bercela, dan menjadi orang yang menuruti kehendak Surga, yang dikasihi oleh Tuhan, dan yang menjauhi kejahatan. Ayub memiliki dan mengejar hal-hal ini walaupun dia tidak dapat melihat Tuhan atau mendengar firman Tuhan; meskipun dia belum pernah melihat Tuhan, dia mulai mengetahui cara Tuhan mengatur segala sesuatu, dan dia memahami hikmat yang dengannya Tuhan melakukan semua itu. Meskipun dia belum pernah mendengar firman yang diucapkan oleh Tuhan, Ayub tahu bahwa perbuatan memberi upah kepada manusia dan mengambil dari manusia semuanya berasal dari Tuhan. Meskipun tahun-tahun hidupnya tidak berbeda dengan kehidupan orang biasa, dia tidak membiarkan hidupnya yang biasa-biasa itu memengaruhi pengetahuannya akan kedaulatan Tuhan atas segala sesuatu, atau memengaruhi cara dia mengikuti jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Di matanya, hukum segala sesuatu penuh dengan perbuatan Tuhan, dan kedaulatan Tuhan dapat dilihat di bagian mana pun dalam kehidupan seseorang. Dia belum pernah melihat Tuhan, tetapi dia bisa menyadari bahwa perbuatan Tuhan ada di mana-mana, dan selama waktunya yang biasa-biasa saja di bumi, di setiap sudut hidupnya dia bisa melihat dan menyadari perbuatan Tuhan yang luar biasa dan menakjubkan, dan dia bisa melihat pengaturan Tuhan yang menakjubkan. Ketersembunyian dan keheningan Tuhan tidak menghalangi kesadaran Ayub tentang perbuatan-perbuatan Tuhan, juga tidak memengaruhi pengetahuannya akan kedaulatan Tuhan atas segala sesuatu. Selama kehidupannya sehari-hari, hidupnya adalah perwujudan kedaulatan dan pengaturan Tuhan, yang tersembunyi di antara segala sesuatu. Dalam kehidupannya sehari-hari, dia juga mendengar dan memahami suara hati Tuhan dan firman Tuhan, yang hening di antara segala sesuatu tetapi mengungkapkan suara hati-Nya dan firman-Nya dengan mengatur hukum segala sesuatu. Jadi, jelas bahwa jika orang memiliki kemanusiaan dan pengejaran yang sama seperti Ayub, mereka akan dapat memperoleh kesadaran dan pengetahuan yang sama seperti Ayub, dan dapat memperoleh pemahaman dan pengetahuan yang sama akan kedaulatan Tuhan atas segala sesuatu seperti Ayub. Tuhan tidak menampakkan diri kepada Ayub atau berbicara kepadanya, tetapi Ayub bisa menjadi orang yang tak bercela dan jujur, serta takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Dengan kata lain, tanpa Tuhan menampakkan diri atau berbicara kepada manusia, perbuatan Tuhan di antara segala sesuatu dan kedaulatan-Nya atas segala sesuatu sudah cukup bagi manusia untuk menyadari akan keberadaan, kuasa, dan otoritas Tuhan, dan kuasa serta otoritas Tuhan cukup untuk membuat manusia mengikuti jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Karena manusia biasa seperti Ayub mampu mencapai sikap yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, maka setiap orang biasa yang mengikuti Tuhan juga seharusnya mampu. Meskipun perkataan ini mungkin terdengar seperti kesimpulan yang logis, ini tidak bertentangan dengan hukum segala sesuatu. Namun fakta-faktanya belum sesuai dengan harapan: takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, tampaknya, merupakan hak Ayub dan hanya Ayub saja. Ketika menyebut "takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan", orang berpikir bahwa ini seharusnya hanya dilakukan oleh Ayub, seolah-olah jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan telah diberi label dengan nama Ayub dan tidak ada hubungannya dengan orang lain. Alasan untuk ini jelas: karena hanya Ayublah yang memiliki kepribadian yang tulus, baik hati, dan jujur, dan yang mencintai keadilan dan kebenaran serta hal-hal yang positif, sehingga hanya Ayub yang bisa mengikuti jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Engkau harus memahami implikasinya di sini—karena tak seorang pun memiliki kemanusiaan yang tulus, baik hati, dan jujur, dan yang mencintai keadilan dan kebenaran serta hal yang positif, tak seorang pun bisa takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, dan karena itu manusia tidak pernah bisa mendapatkan sukacita Tuhan atau berdiri teguh di tengah ujian. Ini juga berarti bahwa, kecuali Ayub, semua orang masih terikat dan dijerat oleh Iblis; mereka semua dituduh, diserang, dan disiksa olehnya. Mereka adalah orang-orang yang Iblis coba telan, dan mereka semua tidak memiliki kebebasan, para tahanan yang telah ditawan oleh Iblis.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 57

Jika Hati Manusia dalam permusuhan dengan Tuhan, Bagaimana Manusia Bisa Takut akan Tuhan dan Menjauhi Kejahatan?

Karena orang zaman sekarang tidak memiliki kemanusiaan yang sama seperti Ayub, apa natur esensi mereka, dan sikap mereka terhadap Tuhan? Apakah mereka takut akan Tuhan? Apakah mereka menjauhi kejahatan? Mereka yang tidak takut akan Tuhan atau menjauhi kejahatan hanya bisa disimpulkan dengan dua kata: "musuh Tuhan". Engkau semua sering mengatakan dua kata ini, tetapi engkau semua sama sekali tidak mengetahui makna yang sebenarnya. Frasa "musuh Tuhan" memiliki substansi: frasa tersebut tidak mengatakan bahwa Tuhan memandang manusia sebagai musuh, tetapi manusia memandang Tuhan sebagai musuh. Pertama, ketika orang mulai percaya kepada Tuhan, siapa di antara mereka yang tidak memiliki tujuan, motivasi, dan ambisi mereka sendiri? Meskipun satu bagian dari mereka percaya akan keberadaan Tuhan, dan telah melihat keberadaan Tuhan, kepercayaan mereka kepada Tuhan masih mengandung motivasi tersebut, dan tujuan utama mereka percaya kepada Tuhan adalah untuk menerima berkat-Nya dan hal-hal yang mereka inginkan. Dalam pengalaman hidup manusia, mereka sering memikirkan diri mereka sendiri, aku telah menyerahkan keluarga dan karierku untuk Tuhan, lalu, apa yang telah Dia berikan kepadaku? Aku harus menghitungnya, dan memastikan—sudahkah aku menerima berkat baru-baru ini? Aku telah memberikan banyak hal selama waktu ini, aku telah berlari dan berlari, dan telah banyak menderita—apakah Tuhan memberiku janji-janji sebagai imbalannya? Apakah Dia mengingat perbuatan baikku? Akan seperti apakah akhir hidupku? Bisakah aku menerima berkat-berkat Tuhan? ... Setiap orang selalu membuat perhitungan semacam itu dalam hati mereka, dan mereka mengajukan tuntutan kepada Tuhan yang mengandung motivasi, ambisi, dan mentalitas bertransaksi mereka. Dengan kata lain, dalam hatinya, manusia terus-menerus menguji Tuhan, selalu menyusun rencana tentang Tuhan, dan selalu memperdebatkan kasus untuk tujuan pribadinya sendiri dengan Tuhan, dan mencoba untuk mengeluarkan pernyataan dari Tuhan, melihat apakah Tuhan dapat memberikan kepadanya apa yang dia inginkan atau tidak. Pada saat yang sama ketika mengejar Tuhan, manusia tidak memperlakukan Tuhan sebagai Tuhan. Manusia telah selalu berusaha membuat kesepakatan dengan Tuhan, mengajukan tuntutan kepada-Nya tanpa henti, dan bahkan menekan-Nya di setiap langkah, berusaha meminta lebih banyak setelah diberi sedikit, seperti kata pepatah: diberi hati minta jantung. Pada saat bersamaan saat mencoba bertransaksi dengan Tuhan, manusia juga berdebat dengan-Nya, dan bahkan ada orang-orang yang, ketika ujian menimpa mereka atau mereka mendapati diri mereka berada dalam situasi tertentu, sering kali menjadi lemah, pasif serta kendur dalam pekerjaan mereka, dan penuh keluhan akan Tuhan. Dari waktu saat manusia pertama kali mulai percaya kepada Tuhan, dia telah menganggap Tuhan berlimpah ruah, sama seperti pisau Swiss Army, dan dia menganggap dirinya sendiri sebagai kreditur terbesar Tuhan, seolah-olah berusaha mendapatkan berkat dan janji dari Tuhan adalah hak dan kewajiban yang melekat pada dirinya, sementara tanggung jawab Tuhan adalah melindungi dan memelihara manusia, serta membekalinya. Seperti inilah pemahaman dasar tentang "percaya kepada Tuhan" dari semua orang yang percaya kepada Tuhan, dan seperti inilah pemahaman terdalam mereka tentang konsep kepercayaan kepada Tuhan. Dari natur esensi manusia hingga pengejaran subjektifnya, tidak ada satu pun yang berhubungan dengan sikap takut akan Tuhan. Tujuan manusia percaya kepada Tuhan tidak mungkin ada kaitannya dengan penyembahan kepada Tuhan. Dengan kata lain, manusia tidak pernah mempertimbangkan atau memahami bahwa kepercayaan kepada Tuhan membutuhkan takut akan Tuhan dan menyembah Tuhan. Dalam kondisi seperti itu, hakikat manusia mudah terlihat. Apakah hakikat ini? Hati manusia itu jahat, menyimpan pengkhianatan dan kecurangan, tidak mencintai keadilan dan kebenaran, dan hal yang positif, dan hati manusia hina dan serakah. Hati manusia benar-benar tertutup bagi Tuhan; manusia sama sekali tidak memberikan hatinya kepada Tuhan. Tuhan tidak pernah melihat hati manusia yang sejati, dan Dia juga tidak pernah disembah oleh manusia. Seberapa pun besarnya harga yang Tuhan bayar, atau seberapa pun banyaknya pekerjaan yang Dia lakukan, atau seberapa pun banyaknya Dia membekali manusia, manusia tetap buta dan sama sekali tidak peduli terhadap semua itu. Manusia tidak pernah memberikan hatinya kepada Tuhan, dia hanya ingin memikirkan hatinya sendiri, membuat keputusannya sendiri—intinya adalah manusia tidak mau mengikuti jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, ataupun taat pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan, dan dia juga tidak mau menyembah Tuhan sebagai Tuhan. Seperti itulah keadaan manusia saat ini. Sekarang mari kita kembali memperhatikan tentang Ayub. Pertama-tama, apakah dia membuat kesepakatan dengan Tuhan? Apakah dia memiliki motif tersembunyi dalam memegang teguh jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan? Pada waktu itu, pernahkah Tuhan berbicara kepada siapa pun tentang akhir hidup yang akan datang? Pada saat itu, Tuhan tidak pernah berjanji kepada siapa pun tentang akhir hidup, dan dengan latar belakang seperti inilah Ayub dapat untuk takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Apakah orang-orang pada zaman sekarang dapat dibandingkan dengan Ayub? Ada terlalu banyak perbedaan; mereka tidak sebanding dengan Ayub. Meskipun Ayub tidak memiliki banyak pengetahuan akan Tuhan, dia telah memberikan hatinya kepada Tuhan dan hatinya adalah milik Tuhan. Ayub tidak pernah membuat kesepakatan dengan Tuhan, dan tidak memiliki keinginan atau tuntutan yang berlebihan terhadap Tuhan; sebaliknya, dia percaya bahwa "Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil". Inilah yang dilihat dan diperolehnya dari berpegang teguh pada jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan selama bertahun-tahun kehidupan. Demikian pula, dia juga mendapatkan hasil yang diwakili dengan kata-kata: "Apakah kita mau menerima yang baik dari tangan Tuhan dan tidak mau menerima yang jahat?" Kedua kalimat ini adalah apa yang telah dia lihat dan ketahui sebagai hasil dari sikap ketaatannya kepada Tuhan selama pengalaman hidupnya, dan semua itu juga merupakan senjata terkuatnya yang dengan menggunakannya dia menang selama pencobaan Iblis, dan semua itu adalah dasar dari keteguhannya dalam menjadi kesaksian bagi Tuhan. Sampai pada titik ini, apakah engkau semua membayangkan Ayub sebagai orang yang menyenangkan? Apakah engkau semua berharap menjadi orang seperti itu? Apakah engkau semua takut jika harus mengalami pencobaan Iblis? Apakah engkau semua bertekad untuk berdoa kepada Tuhan agar engkau semua menerima ujian yang sama seperti Ayub? Tanpa ragu, kebanyakan orang tidak akan berani berdoa untuk hal-hal semacam itu. Jadi, jelaslah bahwa iman engkau semua sangat kecil; dibandingkan dengan Ayub, imanmu tidak layak disebutkan. Engkau semua adalah musuh Tuhan, engkau tidak takut akan Tuhan, engkau tidak mampu berdiri teguh dalam kesaksianmu bagi Tuhan, dan engkau tidak mampu menang atas serangan, tuduhan, dan pencobaan Iblis. Apa yang membuat engkau semua layak untuk menerima janji Tuhan? Setelah mendengar kisah Ayub dan memahami maksud Tuhan dalam menyelamatkan manusia dan makna penyelamatan manusia, apakah engkau semua sekarang memiliki iman untuk menerima ujian yang sama seperti Ayub? Bukankah seharusnya engkau memiliki sedikit tekad untuk membuat dirimu mengikuti jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan?

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 58

Tidak Memiliki Kekhawatiran terhadap Ujian dari Tuhan

Setelah menerima kesaksian dari Ayub sesudah akhir ujiannya, Tuhan memutuskan bahwa Dia akan mendapatkan sekelompok—atau lebih dari satu kelompok—orang-orang yang seperti Ayub, tetapi Dia memutuskan untuk tidak pernah lagi mengizinkan Iblis untuk menyerang atau menyiksa orang lain dengan menggunakan sarana yang digunakan olehnya untuk mencobai, menyerang, dan menyiksa Ayub, dengan bertaruh dengan Tuhan; Tuhan tidak mengizinkan Iblis untuk kembali melakukan hal-hal seperti itu kepada manusia, yang lemah, bodoh, dan tidak tahu apa-apa—sudah cukup bahwa Iblis telah mencobai Ayub! Tidak mengizinkan Iblis untuk menyiksa manusia sesuai keinginannya adalah belas kasihan Tuhan. Bagi Tuhan, sudah cukup bahwa Ayub telah mengalami pencobaan dan penyiksaan Iblis. Tuhan tidak mengizinkan Iblis untuk kembali melakukan hal-hal seperti itu, karena kehidupan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan orang-orang yang mengikut Tuhan diperintah dan diatur oleh Tuhan, dan Iblis tidak berhak memanipulasi umat pilihan Tuhan sesuka hatinya—engkau semua harus jelas tentang hal ini! Tuhan peduli akan kelemahan manusia, dan memahami kebodohan dan ketidaktahuannya. Meskipun, agar manusia dapat sepenuhnya diselamatkan, Tuhan harus menyerahkannya kepada Iblis, Tuhan tidak mau melihat manusia pernah dipermainkan dan disiksa oleh Iblis, dan Dia tidak ingin melihat manusia selalu menderita. Manusia diciptakan oleh Tuhan, dan bahwa Tuhan memerintah dan mengatur segala sesuatu yang berkaitan tentang manusia ditetapkan oleh surga dan diakui oleh bumi; ini adalah tanggung jawab Tuhan, dan ini adalah otoritas yang dengannya Tuhan mengatur segala sesuatu! Tuhan tidak mengizinkan Iblis menyiksa dan menganiaya manusia sesuka hati, Dia tidak mengizinkan Iblis menggunakan berbagai cara untuk menyesatkan manusia, dan, bahkan, Dia tidak mengizinkan Iblis untuk turut campur dalam kedaulatan Tuhan atas manusia, juga tidak mengizinkan Iblis untuk menginjak-injak dan merusak hukum-hukum-hukum yang digunakan oleh Tuhan untuk mengatur segala sesuatu, apalagi merusak pekerjaan Tuhan yang hebat dalam mengelola dan menyelamatkan umat manusia! Mereka yang ingin Tuhan selamatkan, dan mereka yang mampu menjadi kesaksian bagi Tuhan, adalah inti dan perwujudan pekerjaan rencana pengelolaan enam ribu tahun Tuhan, serta harga upaya-Nya dalam pekerjaan-Nya selama enam ribu tahun. Bagaimana mungkin Tuhan dengan begitu saja menyerahkan orang-orang ini kepada Iblis?

Orang sering khawatir dan takut menghadapi ujian dari Tuhan, tetapi mereka senantiasa hidup dalam jerat Iblis, dan hidup dalam wilayah berbahaya tempat mereka diserang dan disiksa oleh Iblis—tetapi mereka tidak mengenal rasa takut, dan tidak terganggu. Apa yang sedang terjadi? Keyakinan manusia kepada Tuhan hanya terbatas pada hal-hal yang dapat dilihatnya. Dia sama sekali tidak menghargai kasih dan kepedulian Tuhan bagi manusia, atau kelembutan dan perhatian-Nya terhadap manusia. Namun untuk sedikit gentar dan takut akan ujian, penghakiman dan hajaran, serta kemegahan dan murka Tuhan, manusia tidak memiliki pemahaman sedikit pun tentang maksud baik Tuhan. Berbicara tentang ujian, manusia merasa seolah-olah Tuhan memiliki motif tersembunyi, dan sebagian orang bahkan percaya bahwa Tuhan menyimpan rancangan jahat, tidak menyadari apa yang sebenarnya akan Tuhan lakukan untuk mereka; dengan demikian, pada saat yang sama ketika menyerukan ketaatan pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan, mereka melakukan semua yang mereka bisa untuk menentang dan melawan kedaulatan Tuhan atas manusia dan pengaturan bagi manusia, karena mereka percaya bahwa jika mereka tidak berhati-hati, mereka akan disesatkan oleh Tuhan, bahwa jika mereka tidak memegang erat nasib mereka sendiri, maka semua yang mereka miliki dapat diambil oleh Tuhan, dan hidup mereka bahkan bisa berakhir. Manusia berada di kubu Iblis, tetapi dia tidak pernah khawatir disiksa oleh Iblis, dan dia disiksa oleh Iblis tetapi tidak pernah takut ditawan oleh Iblis. Manusia terus mengatakan bahwa dia menerima penyelamatan Tuhan, tetapi tidak pernah memercayai Tuhan atau percaya bahwa Tuhan akan benar-benar menyelamatkan manusia dari cengkeraman Iblis. Jika, seperti Ayub, manusia dapat tunduk pada pengaturan dan rencana Tuhan, dan dapat menyerahkan seluruh keberadaannya ke tangan Tuhan, maka bukankah akhir manusia pun akan sama dengan akhir hidup Ayub—menerima berkat Tuhan? Jika manusia dapat menerima dan tunduk pada aturan Tuhan, apakah ada kerugiannya? Jadi, Aku menganjurkan agar engkau semua berhati-hati dalam tindakanmu, dan waspada terhadap apa pun yang akan menghampirimu. Jangan terburu-buru atau impulsif, dan jangan memperlakukan Tuhan, serta orang, perkara, dan objek yang telah Dia aturkan untukmu dengan bergantung pada daging atau sifat alamimu, atau menurut imajinasi dan gagasanmu; engkau harus waspada dalam tindakanmu, dan harus berdoa serta lebih banyak mencari agar tidak memicu murka Tuhan. Ingatlah ini!

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 59

Ayub Setelah Ujiannya

Ayub 42:7-9 Dan kemudian, setelah Yahweh mengucapkan firman itu kepada Ayub, Yahweh berkata kepada Elifas orang Teman: "Murka-Ku menyala-nyala terhadap engkau dan kedua temanmu: karena engkau tidak mengatakan yang benar tentang Aku seperti hamba-Ku Ayub. Karena itu sekarang kalian ambillah tujuh ekor lembu jantan dan tujuh domba jantan dan pergilah kepada hamba-Ku Ayub, lalu persembahkanlah korban bakaran bagi dirimu; dan hamba-Ku Ayub akan mendoakan engkau sekalian: karena Aku akan menerima permintaannya: supaya Aku tidak berurusan dengan engkau karena kebodohanmu, sebab engkau tidak mengatakan yang benar tentang Aku seperti hamba-Ku Ayub." Lalu Elifas, orang Teman, dan Bildad orang Suah dan Zofar, orang Naama pergi dan melakukan seperti yang diperintahkan Yahweh kepada mereka: Yahweh juga menerima permintaan Ayub.

Ayub 42:10 Maka Yahweh memulihkan keadaan Ayub, ketika dia mendoakan teman-temannya: dan Yahweh juga memberikan kepada Ayub dua kali lipat lebih banyak daripada segala yang dimilikinya sebelumnya.

Ayub 42:12 Maka Yahweh memberkati Ayub dalam kehidupan berikutnya lebih daripada sebelumnya; dia memiliki 14.000 domba, dan 6.000 unta, dan 1.000 lembu, dan 1.000 keledai betina.

Ayub 42:17 Maka Ayub pun meninggal, sesudah tua dan lanjut umurnya.

Mereka yang Takut akan Tuhan dan Menjauhi Kejahatan Dipandang Berharga oleh Tuhan, sedangkan Mereka yang Bodoh Dipandang Rendah oleh Tuhan

Dalam Ayub 42:7-9, Tuhan berkata bahwa Ayub adalah hamba-Nya. Penggunaan istilah "hamba" oleh Tuhan untuk merujuk kepada Ayub menunjukkan pentingnya Ayub dalam hati-Nya; meskipun Tuhan tidak menyebut Ayub dengan panggilan yang lebih terhormat, sebutan ini tidak berpengaruh pada pentingnya Ayub dalam hati Tuhan. "Hamba" di sini adalah nama panggilan Tuhan untuk Ayub. Penyebutan "hamba-Ku Ayub" yang berkali-kali oleh Tuhan menunjukkan betapa Dia berkenan dengan Ayub, dan meskipun Tuhan tidak berbicara tentang makna di balik kata "hamba", definisi Tuhan tentang kata "hamba" dapat dilihat dari firman-Nya dalam ayat Alkitab ini. Tuhan pertama-tama berfirman kepada Elifas orang Teman: "Murka-Ku menyala-nyala terhadap engkau dan kedua temanmu: karena engkau tidak mengatakan yang benar tentang Aku seperti hamba-Ku Ayub." Firman ini adalah pertama kalinya Tuhan secara terbuka memberitahukan kepada orang-orang bahwa Dia menerima semua yang dikatakan dan dilakukan oleh Ayub setelah ujian yang Tuhan berikan kepadanya, dan pertama kalinya Dia secara terbuka meneguhkan keakuratan dan kebenaran dari semua yang telah Ayub lakukan dan katakan. Tuhan marah kepada Elifas dan yang lainnya karena perkataan mereka yang keliru dan tidak masuk akal, karena, seperti halnya Ayub, mereka tidak dapat melihat penampakan Tuhan atau mendengar firman yang Dia ucapkan dalam hidup mereka, tetapi Ayub memiliki pengetahuan begitu akurat tentang Tuhan, sedangkan mereka hanya bisa menebak secara membabi buta tentang Tuhan, melanggar kehendak Tuhan dan menguji kesabaran-Nya dalam semua yang mereka lakukan. Akibatnya, Tuhan menerima semua yang dilakukan dan dikatakan oleh Ayub, dan di saat yang sama Dia menjadi murka terhadap yang lainnya, karena di dalam diri mereka, Dia bukan hanya tidak dapat melihat kenyataan takut akan Tuhan sedikit pun, tetapi juga tidak mendengar apa pun tentang rasa takut akan Tuhan dalam ucapan mereka. Karena itu selanjutnya Tuhan memerintahkan mereka untuk melakukan hal berikut ini: "Karena itu sekarang kalian ambillah tujuh ekor lembu jantan dan tujuh domba jantan dan pergilah kepada hamba-Ku Ayub, lalu persembahkanlah korban bakaran bagi dirimu; dan hamba-Ku Ayub akan mendoakan engkau sekalian: karena Aku akan menerima permintaannya: supaya Aku tidak berurusan dengan engkau karena kebodohanmu." Dalam ayat ini Tuhan menyuruh Elifas dan yang lainnya untuk melakukan sesuatu yang akan menebus dosa mereka, karena kebodohan mereka adalah dosa terhadap Tuhan Yahweh, dan karena itu mereka harus mempersembahkan korban bakaran untuk memperbaiki kesalahan mereka. Korban bakaran sering dipersembahkan kepada Tuhan, tetapi hal yang tidak biasa tentang korban bakaran ini adalah bahwa mereka dipersembahkan kepada Ayub. Ayub diterima oleh Tuhan karena dia menjadi kesaksian bagi Tuhan selama ujiannya. Sementara itu, teman-teman Ayub ini tersingkap selama masa ujian Ayub; karena kebodohan mereka, mereka dikutuk oleh Tuhan, dan mereka memicu murka Tuhan, dan harus dihukum oleh Tuhan—dihukum dengan mempersembahkan korban bakaran di hadapan Ayub—di mana setelah itu Ayub berdoa bagi mereka untuk menghilangkan hukuman dan murka Tuhan terhadap mereka. Maksud Tuhan adalah mempermalukan mereka, karena mereka bukanlah orang-orang yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, dan mereka telah mengutuk kesalehan Ayub. Di satu sisi, Tuhan mengatakan kepada mereka bahwa Dia tidak menerima tindakan mereka, tetapi sangat menerima dan menyukai Ayub; di sisi l ain, Tuhan mengatakan kepada mereka bahwa diterima oleh Tuhan mengangkat manusia di hadapan Tuhan, bahwa manusia dibenci Tuhan karena kebodohannya, dan menyinggung Tuhan karena hal itu, dan rendah serta hina di mata Tuhan. Ini adalah definisi yang diberikan oleh Tuhan tentang dua jenis manusia, ini adalah sikap Tuhan terhadap dua jenis orang ini, dan semua itu adalah ungkapan Tuhan melalui kata-kata tentang nilai dan kedudukan kedua jenis orang ini. Meskipun Tuhan menyebut Ayub sebagai hamba-Nya, di mata Tuhan, hamba ini dikasihi, dan dianugerahkan otoritas untuk berdoa bagi orang lain dan mengampuni kesalahan mereka. Hamba ini dapat berbicara langsung kepada Tuhan dan datang langsung ke hadapan Tuhan, dan statusnya lebih tinggi dan lebih terhormat daripada orang lain. Inilah arti sebenarnya dari kata "hamba" yang diucapkan oleh Tuhan. Ayub diberikan kehormatan istimewa ini karena rasa takutnya akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, dan alasan mengapa orang lain tidak disebut hamba oleh Tuhan adalah karena mereka tidak takut akan Tuhan dan tidak menjauhi kejahatan. Kedua sikap Tuhan yang sangat berbeda ini adalah sikap-Nya terhadap dua jenis manusia: mereka yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan diterima oleh Tuhan dan dipandang berharga di mata-Nya, sedangkan mereka yang bodoh, tidak takut akan Tuhan dan tidak mampu menjauhi kejahatan, serta tidak dapat menerima kebaikan Tuhan; mereka sering dibenci dan dikutuk oleh Tuhan, dan rendah di mata Tuhan.

Tuhan Menganugerahkan Otoritas atas Ayub

Ayub berdoa untuk teman-temannya, dan setelah itu, karena doa Ayub, Tuhan tidak menangani mereka sesuai dengan kebodohan mereka—Dia tidak menghukum mereka atau membalas perbuatan mereka. Mengapa demikian? Itu karena doa-doa yang dinaikkan kepada mereka oleh hamba Tuhan, Ayub, telah sampai ke telinga-Nya; Tuhan mengampuni mereka karena Dia menerima doa-doa Ayub. Jadi, apa yang kita lihat di sini? Ketika Tuhan memberkati seseorang, Dia memberi kepada mereka banyak upah, dan bukan hanya upah materi: Tuhan juga memberi mereka otoritas, dan hak untuk berdoa bagi orang lain, dan Tuhan melupakan, serta mengabaikan pelanggaran orang-orang tersebut, karena Dia mendengar doa-doa ini. Inilah otoritas yang Tuhan berikan kepada Ayub. Melalui doa-doa Ayub untuk menghentikan hukuman bagi mereka, Tuhan Yahweh mempermalukan orang-orang bodoh itu—yang tentu saja merupakan hukuman khusus-Nya bagi Elifas dan yang lainnya.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 60

Ayub Sekali Lagi Diberkati oleh Tuhan, dan Tidak Pernah Lagi Dituduh oleh Iblis

Di antara perkataan-perkataan Tuhan Yahweh terdapat firman yang mengatakan "engkau tidak mengatakan yang benar tentang Aku seperti hamba-Ku Ayub". Apakah yang dikatakan Ayub? Itu adalah hal yang telah kita bahas sebelumnya, serta beberapa halaman firman dalam kitab Ayub yang mencatat ucapan Ayub. Dalam semua halaman firman ini, Ayub tidak pernah sekali pun memiliki keluhan atau keraguan akan Tuhan. Dia hanya menunggu hasilnya. Penantian inilah yang merupakan sikap ketaatannya, di mana sebagai hasil ketaatannya, dan sebagai hasil dari perkataan yang dia ucapkan kepada Tuhan, Ayub diterima oleh Tuhan. Ketika dia mengalami ujian dan menderita kesukaran, Tuhan berada di sisinya, dan meskipun kesukarannya tidak berkurang dengan kehadiran Tuhan, Tuhan melihat apa yang ingin Dia lihat, dan mendengar apa yang ingin Dia dengar. Setiap tindakan dan perkataan Ayub sampai ke mata dan telinga Tuhan; Tuhan mendengar, dan Dia melihat—ini adalah fakta. Pengetahuan Ayub akan Tuhan, dan pemikirannya tentang Tuhan dalam hatinya pada waktu itu, selama masa itu, sebenarnya tidak sespesifik pengetahuan dan pemikiran orang-orang zaman sekarang, tetapi dalam konteks pada waktu itu, Tuhan tetap mengakui semua yang dia katakan, karena perilaku dan pemikiran dalam hatinya, serta apa yang telah dia ungkapkan dan singkapkan, cukup memenuhi tuntutan-Nya. Selama masa ketika Ayub mengalami ujian, apa yang dia pikirkan dalam hatinya dan yang bertekad untuk dilakukannya, menunjukkan kepada Tuhan suatu hasil, sesuatu yang memuaskan bagi Tuhan, dan setelah ini Tuhan menghentikan ujian terhadap Ayub, Ayub keluar dari kesusahannya, dan ujiannya lenyap dan tidak pernah lagi menimpa dirinya. Karena Ayub telah mengalami ujian, dan telah berdiri teguh selama ujian-ujian ini, dan menang sepenuhnya atas Iblis, Tuhan memberinya berkat yang berhak diterimanya. Sebagaimana dicatat dalam Ayub 42:10, 12, Ayub diberkati sekali lagi, dan diberkati dengan lebih banyak daripada berkatnya yang pertama. Pada saat ini Iblis telah mengundurkan diri, dan tidak lagi mengatakan atau melakukan apa pun, dan sejak saat itu Ayub tidak lagi diganggu atau diserang oleh Iblis, dan Iblis tidak lagi membuat tuduhan terhadap berkat Tuhan untuk Ayub.

Ayub Menghabiskan Paruh Akhir Hidupnya di Tengah Berkat Tuhan

Meskipun berkat-Nya pada waktu itu hanya terbatas pada domba, sapi, unta, harta benda, dan sebagainya, berkat-berkat yang ingin Tuhan berikan kepada Ayub dalam hati-Nya jauh lebih dari ini. Apakah ada catatan pada waktu itu janji-janji kekal seperti apa yang ingin Tuhan berikan kepada Ayub? Dalam berkat-Nya untuk Ayub, Tuhan tidak menyebutkan atau menyinggung tentang akhir hidupnya, dan terlepas dari kepentingan atau posisi apa yang Ayub miliki dalam hati Tuhan, secara umum, berkat Tuhan sangat terukur. Tuhan tidak mengumumkan akhir hidup Ayub. Apakah artinya ini? Pada saat itu, ketika rencana Tuhan belum mencapai titik ketika akhir hidup manusia dikumandangkan, rencana itu belum memasuki tahap akhir dari pekerjaan-Nya, Tuhan tidak menyebutkan akhir, hanya mengaruniakan berkat materi kepada manusia. Ini berarti bahwa paruh akhir hidup Ayub dijalani di tengah berkat Tuhan, yang membuatnya berbeda dengan orang lain—tetapi seperti mereka, dia bertambah tua, dan seperti orang normal lainnya, tibalah saatnya ketika dia mengucapkan selamat tinggal kepada dunia. Dengan demikian dicatat bahwa "Maka Ayub pun meninggal, sesudah tua dan lanjut umurnya" (Ayub 42:17). Apa yang dimaksud dengan "meninggal dan lanjut umurnya" di sini? Pada zaman sebelum Tuhan mengumandangkan akhir hidup manusia, Tuhan menetapkan harapan hidup untuk Ayub, dan ketika usia itu telah tercapai, Dia mengizinkan Ayub untuk meninggalkan dunia ini secara alami. Dari berkat kedua Ayub sampai kematiannya, Tuhan tidak menambahkan kesulitan lagi. Bagi Tuhan, kematian Ayub adalah wajar, dan juga perlu terjadi; itu adalah sesuatu yang sangat normal, dan bukan penghakiman atau kutukan. Ketika dia masih hidup, Ayub menyembah dan takut akan Tuhan; sehubungan dengan seperti apa akhir yang dia miliki setelah kematiannya, Tuhan sama sekali tidak berfirman, atau membuat komentar tentang hal itu. Tuhan itu memiliki rasa kesopanan yang tinggi dalam apa yang Dia katakan dan lakukan, dan isi serta prinsip dari firman dan tindakan-Nya sesuai dengan tahap pekerjaan-Nya dan masa ketika Dia bekerja. Akhir seperti apa yang dimiliki oleh seseorang seperti Ayub dalam hati Tuhan? Apakah Tuhan sudah membuat keputusan dalam hati-Nya? Tentu saja Dia sudah memutuskan! Hanya saja ini tidak diketahui oleh manusia; Tuhan tidak ingin memberi tahu manusia, juga tidak bermaksud untuk memberi tahu manusia. Dengan demikian, secara lahiriah, Ayub meninggal dalam usia lanjut, dan seperti itulah kehidupan Ayub.

Harga yang Dibayar oleh Ayub selama Masa Hidupnya

Apakah Ayub menjalani kehidupan yang bernilai? Di manakah nilainya? Mengapa dikatakan dia menjalani kehidupan yang bernilai? Bagi manusia, apakah nilai dirinya? Dari sudut pandang manusia, Ayub merepresentasikan umat manusia yang ingin Tuhan selamatkan, dalam menjadi kesaksian yang berkumandang bagi Tuhan di hadapan Iblis dan orang-orang di dunia. Ayub memenuhi kewajiban yang harus dipenuhi oleh makhluk ciptaan Tuhan, dan menjadikan dirinya teladan dan bertindak sebagai model, bagi semua orang yang ingin Tuhan selamatkan, memungkinkan orang untuk melihat bahwa sangatlah mungkin untuk menang atas Iblis dengan mengandalkan Tuhan. Apa nilai Ayub bagi Tuhan? Bagi Tuhan, nilai kehidupan Ayub terletak pada kemampuannya untuk takut akan Tuhan, menyembah Tuhan, bersaksi tentang perbuatan Tuhan, dan memuji perbuatan Tuhan, memberi penghiburan kepada Tuhan dan sesuatu untuk dinikmati; bagi Tuhan, nilai kehidupan Ayub juga adalah dalam hal bagaimana, sebelum kematiannya, Ayub mengalami ujian dan menang atas Iblis, dan menjadi kesaksian yang berkumandang bagi Tuhan di hadapan Iblis dan orang-orang di dunia sehingga Tuhan memperoleh kemuliaan di antara umat manusia, menghibur hati-Nya, dan memungkinkan hati-Nya yang berhasrat untuk menyaksikan hasilnya dan melihat harapan. Kesaksiannya itu menjadi teladan tentang adanya kemampuan untuk berdiri teguh dalam kesaksian orang bagi Tuhan, dan kemampuan mempermalukan Iblis atas nama Tuhan, di dalam pekerjaan Tuhan mengelola umat manusia. Bukankah ini nilai kehidupan Ayub? Ayub membawa penghiburan bagi hati Tuhan, dia memberi Tuhan pendahuluan akan kenikmatan memperoleh kemuliaan, dan memberikan awal yang indah bagi rencana pengelolaan Tuhan. Sejak saat itu dan seterusnya, nama Ayub menjadi simbol tentang Tuhan memperoleh kemuliaan, dan tanda kemenangan umat manusia atas Iblis. Apa yang dihidupi Ayub selama masa hidupnya, serta kemenangannya yang luar biasa atas Iblis akan selamanya dihargai oleh Tuhan, dan hidupnya yang tak bercela, kejujuran, dan sikapnya yang takut akan Tuhan akan dihormati dan ditiru oleh generasi yang akan datang. Dia akan selamanya dihargai oleh Tuhan seperti mutiara yang sempurna dan berkilau, dan demikian pula dia layak dihargai oleh manusia!

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 61

Peraturan Zaman Hukum Taurat

Sepuluh Perintah

Prinsip-prinsip untuk Membangun Mezbah

Peraturan Tentang Perlakuan terhadap Hamba

Peraturan Tentang Pencurian dan Ganti Rugi

Memelihara Tahun Sabat dan Tiga Hari Raya

Peraturan Tentang Hari Sabat

Peraturan tentang Korban-korban

Korban bakaran

Korban sajian

Korban keselamatan

Korban penghapus dosa

Korban penebus salah

Peraturan tentang Korban oleh Para Imam (Harun dan Anak-anaknya Diperintahkan untuk Taat)

Korban Bakaran oleh Imam

Korban Sajian oleh Imam

Korban Penghapus Dosa oleh Imam

Korban Penebus salah oleh Imam

Korban Keselamatan oleh Imam

Peraturan tentang Memakan Korban Bakaran oleh Imam

Binatang yang Tidak Haram dan yang Haram (Binatang yang Boleh Dimakan dan Tidak Boleh Dimakan)

Peraturan tentang Penyucian Perempuan Selepas Persalinan

Standar tentang Pemeriksaan Orang yang Sakit Kusta

Peraturan tentang Mereka yang Telah Tahir dari Kusta

Peraturan tentang Menahirkan Rumah yang Terjangkit

Peraturan tentang Mereka yang Menderita Lelehan Abnormal

Hari Penebusan yang Harus Dirayakan Setahun Sekali

Aturan tentang Menyembelih Kambing Domba dan Ternak

Larangan Mengikuti Praktik-Praktik Menjijikkan Bangsa-Bangsa Lain (Tidak Melakukan Inses, dan Sebagainya)

Peraturan yang Harus Diikuti Manusia ("Hendaklah engkau kudus: karena Aku Yahweh Tuhanmu kudus" (Imamat 19:2))

Eksekusi Orang-Orang yang Mengorbankan Anak-Anak Mereka kepada Molokh

Peraturan tentang Menghukum Kejahatan Perzinaan

Aturan yang Harus Dipatuhi Para Imam (Aturan untuk Perilaku Sehari-hari Mereka, Aturan untuk Pemakaian Benda-Benda Kudus, Aturan untuk Mempersembahkan Korban Persembahan, dan sebagainya)

Hari Raya yang Harus Diperingati (Hari Sabat, Paskah, Pentakosta, Hari Penebusan, dan sebagainya)

Peraturan Lainnya (Menyalakan Pelita, Tahun Yobel, Penebusan Tanah, Bernazar, Persembahan Persepuluhan, dan sebagainya)

Peraturan Zaman Hukum Taurat adalah Bukti Nyata Arahan Tuhan bagi Seluruh Umat Manusia

Jadi, engkau semua telah membaca peraturan dan prinsip Zaman Hukum Taurat, bukan? Apakah peraturan-peraturan tersebut mencakup ruang lingkup yang luas? Pertama, peraturan tersebut mencakup Sepuluh Perintah, dan kemudian peraturan tentang cara untuk membangun mezbah, dan sebagainya. Ini diikuti oleh peraturan untuk memelihara hari Sabat dan memperingati tiga hari raya, dan kemudian peraturan tentang korban. Apakah engkau semua melihat ada berapa banyak jenis korban? Ada korban bakaran, korban sajian, korban keselamatan, korban penghapus dosa, dan sebagainya. Semua itu diikuti dengan peraturan tentang korban para imam, termasuk korban bakaran dan korban sajian oleh para imam, dan jenis korban-korban lainnya. Peraturan kedelapan adalah tentang memakan korban oleh para imam. Dan kemudian ada peraturan tentang apa yang harus diperingati sepanjang hidup manusia. Ada ketetapan untuk banyak aspek dalam hidup manusia, seperti peraturan tentang apa yang boleh dan tidak boleh dimakan oleh mereka, tentang penyucian perempuan setelah persalinan, dan tentang mereka yang telah tahir dari penyakit kusta. Dalam peraturan-peraturan ini, Tuhan sampai berbicara tentang penyakit, dan bahkan ada aturan tentang penyembelihan kambing domba dan ternak, dan sebagainya. Kambing domba dan ternak diciptakan oleh Tuhan, dan engkau harus menyembelihnya seperti yang Tuhan perintahkan kepadamu; tidak boleh ada keraguan dan alasan untuk firman Tuhan; tidak diragukan lagi adalah benar untuk bertindak sesuai dengan apa yang ditetapkan Tuhan, dan itu pasti bermanfaat bagi manusia! Ada juga hari-hari raya dan aturan untuk diperingati, seperti hari Sabat, Paskah, dan masih banyak lagi—Tuhan berbicara tentang semua ini. Mari kita melihat yang terakhir: peraturan lainnya—menyalakan pelita, Tahun Yobel, penebusan tanah, bernazar, persembahan persepuluhan, dan sebagainya. Apakah semua ini mencakup ruang lingkup yang luas? Hal pertama yang harus dibahas adalah masalah korban persembahan manusia, kemudian ada peraturan tentang pencurian dan ganti rugi, dan memelihara hari Sabat ...; setiap rincian kehidupan dilibatkan. Dengan kata lain, ketika Tuhan memulai secara resmi pekerjaan dalam rencana pengelolaan-Nya, Dia menetapkan banyak peraturan yang harus diikuti oleh manusia. Semua peraturan ini dibuat demi memungkinkan manusia menjalani kehidupan normal manusia di bumi, kehidupan normal manusia yang tidak dapat dipisahkan dari Tuhan dan bimbingan-Nya. Tuhan pertama-tama memberitahukan kepada manusia cara untuk membangun mezbah, cara mengatur mezbah. Setelah itu, Dia memberitahukan kepada manusia cara mempersembahkan korban, dan menetapkan bagaimana manusia harus hidup—apa yang harus dia perhatikan dalam hidup, apa yang harus dia patuhi, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan olehnya. Apa yang ditetapkan oleh Tuhan bagi manusia mencakup semuanya, dan dengan ketetapan, peraturan, dan prinsip ini, Dia menetapkan standar perilaku manusia, membimbing hidup mereka, menuntun mereka untuk melakukan hukum-hukum Tuhan, membimbing mereka untuk datang ke hadapan mezbah Tuhan, menuntun mereka untuk memiliki kehidupan di tengah segala sesuatu yang Tuhan buat untuk manusia yang mengandung ketertiban, keteraturan, dan kesederhanaan. Tuhan pertama-tama menggunakan peraturan dan prinsip yang sederhana ini untuk menetapkan batasan bagi manusia, sehingga di bumi manusia akan memiliki kehidupan penyembahan kepada Tuhan yang normal, memiliki kehidupan normal sebagai manusia; seperti itulah isi spesifik dari awal rencana pengelolaan enam ribu tahun-Nya. Peraturan dan aturan itu mencakup konten yang sangat luas, semua itu merupakan hal-hal spesifik dari bimbingan Tuhan bagi umat manusia selama Zaman Hukum Taurat, semua itu harus diterima dan dipatuhi oleh orang-orang yang hidup sebelum Zaman Hukum Taurat, semua itu adalah catatan pekerjaan yang dilakukan oleh Tuhan selama Zaman Hukum Taurat, dan bukti nyata kepemimpinan serta bimbingan Tuhan bagi seluruh umat manusia.

Umat Manusia Selamanya Tidak Terpisahkan dari Ajaran dan Pembekalan Tuhan

Dalam peraturan-peraturan ini kita melihat bahwa sikap Tuhan terhadap pekerjaan-Nya, terhadap pengelolaan-Nya, dan terhadap umat manusia adalah serius, berhati-hati, teliti, dan bertanggung jawab. Dia melakukan pekerjaan yang harus Dia lakukan di antara umat manusia sesuai dengan langkah-Nya, tanpa penyimpangan sedikit pun, mengucapkan firman yang harus Dia ucapkan kepada umat manusia tanpa sedikit pun kekeliruan atau kelalaian, memungkinkan manusia untuk melihat bahwa dia tidak dapat dipisahkan dari kepemimpinan Tuhan, dan menunjukkan kepadanya betapa pentingnya semua yang Tuhan lakukan dan firmankan kepada umat manusia. Terlepas dari seperti apakah manusia pada zaman selanjutnya, pada awal mulanya—selama Zaman Hukum Taurat—Tuhan melakukan hal-hal sederhana ini. Bagi Tuhan, konsep manusia tentang Tuhan, dunia, dan umat manusia pada zaman itu adalah abstrak dan kabur, dan meskipun mereka memiliki beberapa gagasan dan niat yang disadari, semuanya itu tidak jelas dan tidak benar, dan dengan demikian umat manusia tidak dapat dipisahkan dari ajaran dan pembekalan Tuhan untuk mereka. Manusia yang paling awal tidak tahu apa-apa, jadi Tuhan harus mulai mengajar manusia dari prinsip-prinsip yang paling dangkal dan dasar untuk bertahan hidup dan peraturan yang diperlukan untuk hidup, menanamkan hal-hal ini dalam hati manusia sedikit demi sedikit, dan memberikan kepada manusia pemahaman bertahap tentang Tuhan, penghargaan serta pemahaman bertahap tentang kepemimpinan Tuhan, dan konsep dasar tentang hubungan antara manusia dan Tuhan, melalui peraturan-peraturan ini, dan melalui aturan-aturan ini, yang berasal dari firman. Setelah mencapai dampak ini, barulah Tuhan kemudian mampu, sedikit demi sedikit, melakukan pekerjaan yang akan Dia lakukan di kemudian hari, dan dengan demikian peraturan dan pekerjaan yang dilakukan oleh Tuhan selama Zaman Hukum Taurat merupakan landasan bagi pekerjaan-Nya menyelamatkan umat manusia, dan merupakan tahap pertama pekerjaan dalam rencana pengelolaan Tuhan. Meskipun, sebelum pekerjaan Zaman Hukum Taurat, Tuhan telah berbicara kepada Adam, Hawa, dan keturunan mereka, perintah dan ajaran itu tidak begitu sistematis atau spesifik seperti yang dikeluarkan satu per satu kepada manusia, dan semua itu tidak dituliskan, juga tidak menjadi peraturan. Itu karena, pada waktu itu, rencana Tuhan belum sampai sejauh itu; hanya ketika Tuhan telah memimpin manusia ke langkah ini, barulah Dia dapat mulai berbicara tentang peraturan-peraturan Zaman Hukum Taurat ini, dan mulai membuat manusia melaksanakannya. Itu adalah proses yang perlu, dan hasilnya tidak bisa dihindari. Ketetapan dan peraturan sederhana ini menunjukkan kepada manusia langkah-langkah pekerjaan pengelolaan Tuhan dan hikmat Tuhan yang dinyatakan dalam rencana pengelolaan-Nya. Tuhan tahu apa isi dan sarana yang digunakan untuk memulai, sarana apa digunakan untuk melanjutkan, dan sarana apa digunakan untuk mengakhiri agar Dia bisa mendapatkan sekelompok orang yang menjadi kesaksian bagi-Nya, dan bahwa Dia bisa mendapatkan sekelompok orang yang sepemikiran dengan diri-Nya. Dia tahu apa yang ada di dalam hati manusia, dan tahu apa yang kurang dalam diri manusia. Dia tahu apa yang harus Dia sediakan, dan bagaimana Dia seharusnya memimpin manusia, dan demikian pula Dia tahu apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh manusia. Manusia itu seperti boneka: meskipun dia tidak memiliki pemahaman akan kehendak Tuhan, dia tidak bisa berbuat apa-apa selain dipimpin oleh pekerjaan pengelolaan Tuhan, langkah demi langkah, hingga saat ini. Tidak ada kekaburan dalam hati Tuhan tentang apa yang harus dilakukan oleh-Nya; dalam hati-Nya ada rencana yang sangat jelas dan terang, dan Dia melakukan pekerjaan yang Dia sendiri ingin lakukan menurut langkah-Nya dan rencana-Nya, berkembang dari yang dangkal hingga yang mendalam. Meskipun Dia tidak menunjukkan pekerjaan yang akan Dia lakukan di kemudian hari, pekerjaan-Nya yang selanjutnya masih terus dilaksanakan dan berkembang tepat sekali sesuai dengan rencana-Nya, yang merupakan perwujudan dari apa yang dimiliki Tuhan dan siapa Dia, dan yang juga merupakan otoritas Tuhan. Terlepas dari tahap mana dari rencana pengelolaan-Nya yang sedang Dia kerjakan, watak-Nya dan hakikat-Nya merepresentasikan diri-Nya sendiri. Ini sungguh benar. Tanpa memandang zaman, atau tahap pekerjaan, ada hal-hal yang tidak akan pernah berubah: orang macam apa yang Tuhan kasihi, orang macam apa yang Dia benci, watak-Nya dan semua yang dimiliki-Nya dan siapa Dia. Meskipun peraturan dan prinsip yang Tuhan tetapkan selama pekerjaan Zaman Hukum Taurat ini tampak sangat sederhana dan dangkal bagi orang-orang zaman sekarang, dan meskipun semua itu mudah dipahami dan dicapai, di dalamnya tetap terdapat hikmat Tuhan, dan tetap terdapat watak Tuhan dan apa yang dimiliki-Nya dan siapa Dia. Karena dalam peraturan yang tampak sederhana ini tanggung jawab dan kepedulian Tuhan kepada umat manusia dinyatakan, serta hakikat pikiran-Nya yang sempurna, sehingga memungkinkan manusia untuk benar-benar menyadari fakta bahwa Tuhan mengatur segala sesuatu dan segala sesuatu dikendalikan oleh tangan-Nya. Seberapa pun banyaknya pengetahuan yang dikuasai oleh umat manusia, atau seberapa pun banyaknya teori atau misteri yang dipahami olehnya, bagi Tuhan tak ada satu pun dari hal-hal ini yang mampu menggantikan pembekalan-Nya dan kepemimpinan-Nya bagi umat manusia; umat manusia akan selamanya tidak dapat dipisahkan dari bimbingan Tuhan dan pekerjaan pribadi Tuhan. Seperti itulah hubungan yang tidak terpisahkan antara manusia dan Tuhan. Terlepas dari apakah Tuhan memberimu perintah, atau peraturan, atau memberikan kebenaran bagimu untuk memahami kehendak-Nya, apa pun yang Dia lakukan, tujuan Tuhan adalah untuk membimbing manusia menuju hari esok yang indah. Firman yang diucapkan oleh Tuhan dan pekerjaan yang dilakukan oleh-Nya, keduanya adalah penyingkapan salah satu aspek hakikat-Nya, dan merupakan penyingkapan salah satu aspek dari watak-Nya dan hikmat-Nya; semua itu merupakan langkah yang harus ada dalam rencana pengelolaan-Nya. Ini tidak boleh diabaikan! Kehendak Tuhan ada dalam apa pun yang Dia lakukan; Tuhan tidak takut pada pernyataan yang salah tempat, dan Dia juga tidak takut pada gagasan atau pemikiran manusia tentang diri-Nya. Dia hanya melakukan pekerjaan-Nya dan melanjutkan pengelolaan-Nya, sesuai dengan rencana pengelolaan-Nya, tidak dibatasi oleh orang, perkara, atau benda apa pun.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 62

Hari ini kita akan pertama-tama merangkum pemikiran, gagasan, dan setiap gerakan Tuhan sejak Dia menciptakan umat manusia. Kita akan memperhatikan pekerjaan apa yang telah dilakukan-Nya, mulai dari penciptaan dunia sampai dimulainya secara resmi Zaman Kasih Karunia. Setelah itu, kita bisa mengetahui mana sajakah dari pemikiran dan gagasan Tuhan yang tidak diketahui oleh manusia, dan dari situ kita dapat mengerti dengan jelas urutan rencana pengelolaan Tuhan, dan memahami secara menyeluruh konteks di mana Tuhan menciptakan pekerjaan pengelolaan-Nya, berikut sumber serta proses perkembangannya, dan juga dapat memahami secara menyeluruh hasil-hasil seperti apa yang Dia inginkan dari pekerjaan pengelolaan-Nya—yaitu, inti dan tujuan dari pekerjaan pengelolaan-Nya. Untuk memahami hal-hal tersebut kita perlu kembali ke suatu waktu yang hening dan tenang ketika belum ada manusia ...

Ketika Tuhan bangun dari peristirahatan-Nya, pikiran pertama dalam benak-Nya adalah ini: menciptakan seorang yang hidup, seorang manusia yang nyata dan hidup—seseorang yang akan hidup bersama-Nya dan menjadi pendamping-Nya terus-menerus; orang ini dapat mendengarkan Dia, dan Tuhan dapat mencurahkan isi hati-Nya serta berbicara kepadanya. Lalu, untuk pertama kalinya, Tuhan meraup segenggam tanah dan menggunakannya untuk menciptakan manusia hidup pertama yang sesuai dengan gambaran yang Dia bayangkan dalam pikiran-Nya, dan kemudian Dia memberi nama kepada makhluk hidup ini—Adam. Begitu Tuhan memiliki seseorang yang hidup dan bernapas ini, bagaimanakah perasaan-Nya? Untuk pertama kalinya, Dia merasakan sukacita memiliki seseorang yang dikasihi, seorang pendamping. Dia juga merasakan untuk pertama kalinya tanggung jawab sebagai seorang ayah serta kekhawatiran yang menyertai tanggung jawab tersebut. Orang yang hidup dan bernapas ini membuat Tuhan merasakan kebahagiaan dan sukacita; Dia merasa terhibur untuk pertama kalinya. Inilah hal pertama yang Tuhan lakukan yang tidak dikerjakan oleh pikiran atau bahkan oleh firman-Nya, melainkan dikerjakan oleh tangan-Nya sendiri. Ketika makhluk semacam ini—seseorang yang hidup dan bernapas—berdiri di hadapan Tuhan, terbuat dari daging dan darah, memiliki tubuh dan bentuk, dan dapat bercakap-cakap dengan Tuhan, Dia merasakan semacam sukacita yang belum pernah Dia rasakan sebelumnya. Tuhan benar-benar merasakan tanggung jawab-Nya, dan makhluk hidup ini tidak hanya menarik hati-Nya, tetapi setiap langkah kecilnya juga menyentuh dan menghangatkan hati-Nya. Ketika makhluk hidup ini berdiri di hadapan Tuhan, inilah pertama kalinya Dia berpikir untuk mendapatkan lebih banyak orang-orang seperti ini. Inilah rangkaian peristiwa yang dimulai dari pemikiran pertama yang Tuhan pikirkan. Bagi Tuhan, semua peristiwa ini terjadi untuk pertama kalinya, tapi dalam peristiwa-peristiwa pertama ini, apa pun yang Dia rasakan pada saat itu—sukacita, tanggung jawab, kepedulian—tidak ada seorang pun yang kepadanya Dia dapat membagikan perasaan-perasaan ini. Dimulai dari saat itulah, Tuhan benar-benar merasakan kesepian dan kesedihan yang belum pernah Dia rasakan sebelumnya. Dia merasa bahwa manusia tidak dapat menerima ataupun memahami kasih dan kepedulian-Nya, ataupun maksud-maksud-Nya bagi manusia, sehingga Dia tetap merasakan kesedihan dan kepedihan di dalam hati-Nya. Walaupun Dia telah melakukan hal-hal ini bagi manusia, manusia tidak menyadarinya dan tidak memahaminya. Selain kebahagiaan, sukacita, dan penghiburan yang ditimbulkan manusia pada diri-Nya, segera untuk pertama kalinya Dia pun merasakan kesedihan dan kesepian. Inilah pikiran dan perasaan Tuhan pada waktu itu. Sementara Tuhan sedang melakukan semua hal ini, di dalam hati-Nya Dia mengalami, dari sukacita menjadi kesedihan dan dari kesedihan menjadi kepedihan, dan perasaan-perasaan ini bercampur dengan kecemasan. Satu-satunya yang ingin dilakukan-Nya adalah bergegas membuat orang ini, manusia ini, tahu apa isi hati-Nya dan mengerti apa maksud-Nya dengan lebih cepat. Kemudian, mereka dapat menjadi pengikut-Nya dan sepikiran dengan-Nya dan menjadi sesuai dengan kehendak-Nya. Mereka tidak akan lagi hanya mendengarkan Tuhan berbicara dan tetap tak mampu berkata-kata; mereka tidak akan lagi tak tahu cara bergabung dengan Tuhan dalam pekerjaan-Nya; dan yang terutama, mereka tak akan lagi menjadi orang yang acuh tak acuh dengan tuntutan Tuhan. Hal-hal pertama yang Tuhan lakukan ini sangatlah berarti dan sangat bernilai bagi rencana pengelolaan-Nya, dan juga bagi umat manusia pada zaman sekarang.

Setelah menciptakan segala sesuatu dan umat manusia, Tuhan tidak beristirahat. Dia gelisah dan ingin segera melaksanakan pengelolaan-Nya, dan mendapatkan orang-orang yang sangat Dia kasihi di antara umat manusia.

Selanjutnya, tak lama setelah Tuhan menciptakan manusia, kita melihat dari Alkitab bahwa ada air bah yang membanjiri seluruh dunia. Nuh disebutkan dalam catatan mengenai air bah ini, dan dapat dikatakan bahwa Nuh adalah orang pertama yang menerima panggilan Tuhan untuk bekerja dengan-Nya menyelesaikan sebuah tugas dari Tuhan. Tentu saja, ini juga merupakan pertama kalinya Tuhan memanggil seseorang di bumi untuk melakukan sesuatu sesuai dengan perintah-Nya. Setelah Nuh selesai membangun bahtera, Tuhan membanjiri bumi untuk pertama kalinya. Ketika Tuhan menghancurkan bumi dengan air bah, inilah pertama kalinya semenjak menciptakan manusia Dia dipenuhi rasa muak terhadap mereka; inilah yang memaksa Tuhan mengambil keputusan menyakitkan untuk menghancurkan ras manusia dengan air bah. Setelah air bah menghancurkan bumi, Tuhan membuat perjanjian pertama-Nya dengan manusia, sebuah perjanjian yang menunjukkan bahwa Dia tidak akan pernah lagi menghancurkan dunia dengan air bah. Tanda dari perjanjian ini adalah pelangi. Inilah perjanjian pertama Tuhan dengan manusia, jadi pelangi merupakan tanda pertama dari perjanjian yang diberikan oleh Tuhan; pelangi adalah benda fisik nyata yang ada. Keberadaan pelangi inilah yang sering membuat Tuhan merasakan kesedihan karena kehilangan umat manusia sebelumnya, sekaligus menjadi pengingat terus-menerus bagi-Nya akan apa yang terjadi pada diri mereka .... Tuhan tidak akan memperlambat langkah-Nya—Dia gelisah dan ingin segera mengambil langkah selanjutnya dalam pengelolaan-Nya. Selanjutnya, Tuhan memilih Abraham sebagai pilihan utama-Nya untuk pekerjaan-Nya di seluruh Israel. Ini juga adalah pertama kalinya Tuhan memilih kandidat semacam itu. Tuhan memutuskan untuk mulai melakukan pekerjaan-Nya menyelamatkan umat manusia melalui orang ini, dan melanjutkan pekerjaan-Nya di antara keturunan orang ini. Kita dapat melihat di dalam Alkitab bahwa inilah yang Tuhan lakukan dengan Abraham. Tuhan kemudian menjadikan Israel tanah pilihan yang pertama, dan memulai pekerjaan-Nya pada Zaman Hukum Taurat melalui umat pilihan-Nya, orang-orang Israel. Sekali lagi untuk pertama kalinya, Tuhan memberikan kepada bangsa Israel aturan-aturan dan hukum-hukum yang tegas yang harus dipatuhi umat manusia, dan Dia menjelaskan aturan-aturan tersebut dengan terperinci. Inilah pertama kalinya Tuhan membekali manusia dengan aturan-aturan standar yang sedemikian spesifiknya tentang bagaimana mereka harus mempersembahkan korban, bagaimana mereka harus hidup, apa yang patut dan tidak patut mereka lakukan, perayaan dan hari-hari besar apa yang harus mereka peringati, dan prinsip-prinsip apa yang harus mereka ikuti dalam segala sesuatu yang mereka lakukan. Inilah pertama kalinya Tuhan memberikan kepada umat manusia peraturan dan prinsip-prinsip yang sedemikian standar dan terperincinya tentang bagaimana cara menjalani hidup mereka.

Setiap kali Aku berkata "pertama kalinya," ini mengacu pada tipe pekerjaan yang belum pernah Tuhan lakukan sebelumnya. Ini mengacu pada pekerjaan yang tidak pernah ada sebelumnya, dan meskipun Tuhan telah menciptakan umat manusia dan segala jenis makhluk ciptaan dan makhluk hidup, ini adalah tipe pekerjaan yang belum pernah Dia lakukan sebelumnya. Semua pekerjaan ini melibatkan pengelolaan Tuhan terhadap umat manusia; semuanya berkaitan dengan manusia serta penyelamatan dan pengelolaan-Nya atas mereka. Setelah Abraham, Tuhan sekali lagi melakukan sesuatu yang pertama kalinya—Dia memilih Ayub untuk menjadi seseorang yang hidup di bawah hukum Taurat dan yang mampu bertahan dari cobaan Iblis sementara terus takut akan Tuhan, menjauhi kejahatan dan menjadi kesaksian bagi Tuhan. Ini juga pertama kalinya Tuhan mengizinkan Iblis untuk mencobai seseorang, dan pertama kalinya Dia bertaruh dengan Iblis. Pada akhirnya, untuk pertama kalinya, Dia mendapatkan seseorang yang mampu bersaksi bagi-Nya dan menjadi kesaksian bagi-Nya selagi menghadapi Iblis, dan seseorang yang dapat sepenuhnya mempermalukan Iblis. Sejak Tuhan menciptakan umat manusia, inilah orang pertama yang Dia dapatkan yang mampu menjadi kesaksian bagi-Nya. Begitu Dia telah mendapatkan orang ini, Tuhan bahkan semakin tidak sabar untuk melanjutkan pengelolaan-Nya dan melaksanakan tahap selanjutnya dalam pekerjaan-Nya, mempersiapkan lokasi dan orang-orang yang akan dipilih-Nya untuk langkah berikut dalam pekerjaan-Nya.

Setelah mempersekutukan tentang semua ini, apakah engkau semua memiliki pemahaman yang benar akan kehendak Tuhan? Tuhan menganggap pengelolaan-Nya atas umat manusia, penyelamatan-Nya atas umat manusia, sebagai hal yang lebih penting dari segalanya. Dia melakukan hal-hal ini tidak hanya dengan pikiran-Nya, tidak hanya dengan firman-Nya, dan tentu saja tidak dengan sikap yang asal-asalan—Dia melakukan semua ini dengan perencanaan, dengan tujuan, dengan standar, dan dengan kehendak-Nya. Jelaslah bahwa pekerjaan untuk menyelamatkan umat manusia ini memiliki makna yang sangat penting baik bagi Tuhan maupun manusia. Sesulit apa pun pekerjaan itu, sebesar apa pun rintangannya, selemah apa pun manusia, atau sedalam apa pun pemberontakan manusia, tidak satu pun dari semua ini yang sulit bagi Tuhan. Tuhan menyibukkan diri-Nya, melakukan upaya-Nya yang sungguh-sungguh dan mengelola pekerjaan yang Dia sendiri ingin melakukannya. Dia juga mengatur segala sesuatu, dan menjalankan kedaulatan-Nya atas semua manusia yang di dalam dirinya Dia akan bekerja dan atas semua pekerjaan yang ingin Dia selesaikan—tidak ada satu pun dari hal-hal ini pernah dikerjakan sebelumnya. Ini adalah pertama kalinya Tuhan menggunakan metode-metode ini dan membayar harga yang sebesar ini untuk proyek besar pengelolaan dan penyelamatan umat manusia. Sementara Tuhan melakukan pekerjaan ini, sedikit demi sedikit, tanpa menyembunyikan apa pun, Dia mengungkapkan dan menyatakan kepada manusia upaya-Nya yang sungguh-sungguh, apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya, hikmat dan kemahakuasaan-Nya, dan setiap aspek dari watak-Nya. Dia menyatakan dan mengungkapkan hal-hal ini seperti yang belum pernah Dia lakukan sebelumnya. Dengan demikian, di seluruh alam semesta, selain orang-orang yang hendak Tuhan kelola dan selamatkan, tidak pernah ada lagi ciptaan lain yang demikian dekatnya dengan Tuhan, yang memiliki hubungan sedemikian intim dengan-Nya. Di dalam hati-Nya, umat manusia yang ingin Dia kelola dan selamatkan adalah yang paling penting; Dia memandang mereka berharga di atas segalanya; meskipun Dia telah membayar harga yang sangat mahal demi mereka, dan meskipun Dia terus-menerus disakiti dan tidak ditaati oleh mereka, Dia tidak pernah meninggalkan mereka dan terus melakukan pekerjaan-Nya tanpa mengenal lelah, tanpa keluhan ataupun penyesalan. Ini karena Dia tahu bahwa cepat atau lambat, manusia akan terbangun oleh panggilan-Nya dan tergerak oleh firman-Nya, menyadari bahwa Dia adalah Tuhan atas ciptaan, dan kembali ke sisi-Nya ...

Setelah mendengarkan semua hal ini sekarang, engkau semua mungkin merasa bahwa segala sesuatu yang Tuhan lakukan sangat normal. Nampaknya manusia telah senantiasa merasakan sebagian dari maksud Tuhan bagi mereka dari firman-Nya dan dari pekerjaan-Nya, tetapi selalu saja ada jarak tertentu di antara perasaan atau pengetahuan mereka dengan apa yang sedang Tuhan pikirkan. Itulah sebabnya, Kurasa perlu untuk menyampaikan kepada semua orang tentang mengapa Tuhan menciptakan manusia, dan latar belakang di balik keinginan-Nya untuk mendapatkan semua orang yang Dia harapkan. Sangatlah penting untuk membagikan tentang hal ini kepada semua orang, sehingga semua orang mengerti dengan jelas di dalam hati mereka. Karena setiap pemikiran dan gagasan Tuhan, setiap fase dan setiap periode pekerjaan-Nya saling terhubung, dan terkait erat dengan seluruh pekerjaan pengelolaan-Nya, maka ketika engkau memahami pemikiran, gagasan, dan kehendak-Nya dalam setiap langkah pekerjaan-Nya, itu sama artinya dengan memahami bagaimana pekerjaan rencana pengelolaan-Nya terlaksana. Di atas fondasi inilah pemahamanmu akan Tuhan diperdalam. Meskipun semua yang Tuhan lakukan ketika Dia mula-mula menciptakan dunia, yang Kusebutkan sebelumnya, untuk saat ini tampaknya hanyalah sekadar "informasi," yang tidak relevan dengan pengejaran akan kebenaran, selama perjalanan pengalamanmu, akan datang hari ketika engkau tidak lagi mengganggap hal ini sesuatu yang sesederhana beberapa keping informasi, ataupun menganggapnya hanya semacam misteri. Seiring perjalanan hidupmu, begitu Tuhan telah memiliki tempat di dalam hatimu, atau begitu engkau memahami kehendak-Nya secara lebih menyeluruh dan lebih mendalam, engkau akan benar-benar memahami betapa penting dan perlunya hal-hal yang Aku bicarakan pada hari ini. Sampai sejauh mana pun engkau semua menerima hal ini sekarang, tetaplah perlu bagimu untuk memahami dan mengetahui hal-hal ini. Ketika Tuhan melakukan sesuatu, ketika Dia melaksanakan pekerjaan-Nya, entah melakukannya dengan gagasan-Nya atau dengan tangan-Nya sendiri, entah untuk pertama kalinya Dia melakukan itu atau untuk terakhir kalinya, pada akhirnya, Tuhan memiliki rencana, dan tujuan-Nya serta pemikiran-Nya ada dalam segala sesuatu yang Dia lakukan. Tujuan dan pemikiran ini merepresentasikan watak Tuhan, dan mengungkapkan apa yang dimiliki-Nya dan siapa diri-Nya. Kedua hal ini—watak Tuhan serta apa yang dimiliki-Nya dan siapa diri-Nya—harus dipahami oleh setiap orang. Setelah seseorang memahami watak-Nya dan apa yang dimiliki-Nya dan siapa diri-Nya, mereka secara bertahap dapat memahami mengapa Tuhan melakukan apa yang Dia lakukan dan mengapa Dia mengatakan apa yang Dia katakan. Dari situ, mereka kemudian dapat memiliki iman yang lebih kuat untuk mengikuti Tuhan, untuk mengejar kebenaran, dan untuk mengejar perubahan watak. Dengan kata lain, pemahaman manusia akan Tuhan dan iman mereka kepada Tuhan adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri III" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 63

Jika pengetahuan yang orang peroleh dan pahami adalah tentang watak Tuhan, serta apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya, maka apa yang mereka peroleh itu adalah hidup yang berasal dari Tuhan. Begitu hidup ini telah tertanam dalam dirimu, rasa takutmu akan Tuhan akan menjadi semakin besar. Inilah perolehan yang terjadi dengan sangat alami. Jika engkau tidak ingin memahami atau mengetahui tentang watak Tuhan atau esensi-Nya, jika engkau bahkan tidak mau merenungkan atau memfokuskan dirimu pada hal-hal ini, Aku bisa katakan kepadamu dengan pasti bahwa cara pengejaranmu dalam imanmu kepada Tuhan saat ini tidak akan pernah memungkinkanmu untuk memenuhi kehendak-Nya ataupun membuatmu mendapatkan pujian dari-Nya. Lebih dari itu, engkau tidak akan pernah bisa benar-benar memperoleh keselamatan—ini adalah konsekuensi yang utama. Jika orang tidak memahami Tuhan dan tidak mengenal watak-Nya, hati mereka tidak pernah bisa benar-benar terbuka kepada-Nya. Setelah mereka memahami Tuhan, mereka akan mulai menghargai dan mengecap apa yang ada di dalam hati-Nya dengan minat dan iman. Ketika engkau menghargai dan mengecap apa yang ada di dalam hati Tuhan, hatimu akan secara bertahap, sedikit demi sedikit, terbuka bagi-Nya. Ketika hatimu terbuka bagi-Nya, engkau akan merasakan betapa memalukan dan hinanya caramu berurusan dengan Tuhan, tuntutanmu kepada Tuhan, dan hasratmu yang berlebihan. Ketika hatimu sungguh-sungguh terbuka bagi Tuhan, engkau akan melihat bahwa hati-Nya adalah dunia tanpa batas, dan engkau akan memasuki alam yang tidak pernah engkau alami sebelumnya. Di alam ini tidak ada kecurangan, tidak ada penipuan, tidak ada kegelapan, dan tidak ada kejahatan. Yang ada hanyalah ketulusan dan kesetiaan; hanyalah terang dan kejujuran; hanyalah kebenaran dan kebaikan. Alam ini dipenuhi cinta dan kepedulian, dipenuhi belas kasihan dan toleransi, dan melaluinya engkau merasakan kebahagiaan dan sukacita hidup. Hal-hal inilah yang akan Tuhan ungkapkan kepadamu saat engkau membuka hatimu kepada-Nya. Dunia tanpa batas ini dipenuhi hikmat dan kemahakuasaan Tuhan; juga dipenuhi kasih-Nya dan otoritas-Nya. Di sini engkau dapat melihat setiap aspek dari apa Tuhan miliki dan siapa diri-Nya, apa yang membuat-Nya bersukacita, mengapa Dia khawatir dan mengapa Dia menjadi sedih, mengapa Dia menjadi marah .... Inilah yang dapat dilihat oleh setiap orang yang membuka hati mereka dan mempersilakan Tuhan untuk masuk. Tuhan hanya dapat masuk ke dalam hatimu jika engkau membukakan hatimu bagi-Nya. Engkau hanya dapat melihat apa yang Tuhan miliki dan siapa diri-Nya, dan engkau hanya dapat melihat maksud-maksud-Nya bagimu, jika Dia telah masuk ke dalam hatimu. Pada saat itu, engkau akan mendapati bahwa segala sesuatu mengenai Tuhan begitu berharga, bahwa apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya sangatlah pantas untuk dihargai. Dibandingkan dengan hal itu, orang-orang di sekelilingmu, benda-benda dan peristiwa dalam hidupmu, dan bahkan orang-orang terkasihmu, pasanganmu, dan hal-hal yang engkau kasihi, tidaklah layak bahkan hanya untuk disebutkan. Semua itu begitu kecil, begitu rendah; engkau akan merasa bahwa tidak ada lagi benda materiel yang akan mampu membuatmu tertarik, atau tidak ada benda materiel yang akan dapat membujukmu lagi untuk membayar harga apa pun demi mendapatkannya. Dalam kerendahhatian Tuhan, engkau akan melihat kebesaran-Nya dan keagungan-Nya. Terlebih dari itu, dalam beberapa perbuatan Tuhan yang sebelumnya engkau pandang kecil, engkau akan melihat hikmat-Nya yang tak terhingga dan toleransi-Nya, dan engkau akan melihat kesabaran-Nya, ketabahan-Nya, dan pemahaman-Nya akan dirimu. Ini akan menimbulkan kekaguman dalam dirimu terhadap-Nya. Pada hari itu, engkau akan merasa bahwa umat manusia sedang hidup dalam dunia yang begitu kotor, bahwa orang-orang di sampingmu dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidupmu, dan bahkan mereka yang engkau kasihi, kasih mereka kepadamu, bahkan apa yang mereka sebut perlindungan dan kepedulian mereka terhadapmu, semuanya itu tidak pantas bahkan hanya untuk disebut-sebut—hanya Tuhanlah kekasihmu, dan hanya Tuhanlah yang paling berharga bagimu. Ketika hari itu tiba, Aku percaya akan ada beberapa orang yang berkata: kasih Tuhan sungguh luar biasa, dan esensi-Nya begitu kudus—di dalam Tuhan tidak ada tipu muslihat, tidak ada kejahatan, tidak ada iri hati, dan tidak ada perselisihan, melainkan hanya ada kebenaran dan autentisitas, dan segala sesuatu yang Tuhan miliki dan siapa diri-Nya haruslah didambakan oleh manusia. Manusia harus memperjuangkan dan mencita-citakan hal itu. Atas dasar apakah kemampuan manusia untuk mencapai hal itu dibangun? Itu dibangun di atas dasar pemahaman mereka akan watak Tuhan, dan pemahaman mereka akan esensi Tuhan. Jadi, memahami watak Tuhan dan apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya, adalah pelajaran seumur hidup bagi setiap orang; ini adalah tujuan seumur hidup yang harus dikejar oleh setiap orang yang berusaha untuk mengubah watak mereka, dan berusaha mengenal Tuhan.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri III" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 64

Jika kita ingin memahami lebih lagi tentang apa yang Tuhan miliki dan siapa diri-Nya, kita tidak boleh berhenti pada Perjanjian Lama atau pada Zaman Hukum Taurat—kita perlu terus maju, mengikuti langkah-langkah yang Tuhan ambil dalam pekerjaan-Nya. Jadi, ketika Tuhan mengakhiri Zaman Hukum Taurat dan memulai Zaman Kasih Karunia, biarlah jejak langkah kita sendiri mengikuti di belakangnya, menuju ke Zaman Kasih Karunia—sebuah zaman yang penuh dengan kasih karunia dan penebusan. Pada zaman ini, Tuhan sekali lagi melakukan sesuatu yang sangat penting yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Pekerjaan pada zaman yang baru ini baik bagi Tuhan maupun bagi manusia merupakan titik permulaan—sebuah titik permulaan yang terdiri dari pekerjaan baru yang Tuhan lakukan yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Pekerjaan baru ini adalah hal yang belum pernah terjadi sebelumnya, sesuatu yang melampaui kekuatan imajinasi manusia dan segala makhluk. Ini adalah sesuatu yang pada saat ini telah diketahui dengan baik oleh semua orang—untuk pertama kalinya Tuhan menjadi manusia, dan untuk pertama kalinya Dia memulai pekerjaan baru dalam wujud manusia, dengan identitas seorang manusia. Pekerjaan baru ini menandakan bahwa Tuhan telah menyelesaikan pekerjaan-Nya pada Zaman Hukum Taurat, bahwa Dia tidak lagi melakukan atau mengatakan apa pun di bawah hukum Taurat. Dia juga tidak mengatakan atau melakukan apa pun dalam bentuk hukum Taurat, atau sesuai prinsip, atau aturan hukum Taurat. Artinya, semua pekerjaan-Nya yang berdasarkan hukum Taurat telah berhenti selama-lamanya dan tidak akan berlanjut, karena Tuhan ingin memulai pekerjaan yang baru dan melakukan hal-hal baru. Rencana-Nya sekali lagi memiliki titik permulaan yang baru, dan dengan demikian, Tuhan telah memimpin umat manusia ke zaman selanjutnya.

Apakah ini merupakan kabar sukacita ataukah kabar buruk bagi manusia, itu bergantung pada esensi setiap orang. Dapat dikatakan bahwa bagi beberapa orang, ini bukanlah merupakan kabar sukacita, melainkan kabar buruk, karena ketika Tuhan memulai pekerjaan baru-Nya, orang-orang yang hanya mengikuti hukum Taurat dan peraturan, yang hanya mengikuti doktrin tetapi tidak takut akan Tuhan, cenderung akan menggunakan pekerjaan Tuhan yang lama untuk mengecam pekerjaan-Nya yang baru. Bagi orang-orang tersebut, ini merupakan kabar buruk; tetapi bagi setiap orang yang bersih dan terbuka, yang tulus kepada Tuhan dan mau menerima penebusan-Nya, inkarnasi pertama Tuhan adalah kabar penuh sukacita. Karena, sejak manusia pertama kali ada, ini adalah pertama kalinya Tuhan menampakkan diri dan hidup di tengah umat manusia dalam wujud yang bukan Roh; kali ini, Dia dilahirkan sebagai manusia dan hidup di antara orang-orang sebagai Anak Manusia, dan bekerja di tengah mereka. Yang "pertama kalinya" ini meruntuhkan gagasan manusia; ini melampaui semua imajinasi mereka. Selain itu, semua pengikut Tuhan mendapatkan manfaat yang nyata. Tuhan tidak hanya mengakhiri zaman yang lama, tetapi Dia juga mengakhiri metode kerja dan gaya kerja-Nya yang lama. Dia tidak lagi meminta utusan-Nya untuk menyampaikan kehendak-Nya, Dia tidak lagi bersembunyi di balik awan, dan Dia tidak lagi menampakkan diri atau berbicara kepada manusia dengan memerintah lewat guntur. Tidak seperti apa pun sebelumnya, melalui cara yang tak terbayangkan oleh manusia dan yang sulit dipahami dan diterima oleh mereka—dengan menjadi daging—Dia menjadi Anak Manusia untuk memulai pekerjaan pada zaman itu. Tindakan Tuhan ini benar-benar tak disangka-sangka oleh umat manusia; ini membuat mereka merasa malu, karena Tuhan telah sekali lagi memulai pekerjaan baru yang belum pernah Dia lakukan sebelumnya.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri III" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 65

Matius 12:1 Pada saat itu Yesus berjalan melewati ladang jagung pada hari Sabat. Karena murid-murid-Nya lapar, mereka pun mulai memetik jagung dan memakannya.

Matius 12:6-8 Tetapi Aku berkata kepadamu, bahwa di tempat ini ada yang lebih besar daripada Bait Suci. Tetapi jika engkau mengerti apa artinya ini, Aku menghendaki belas kasihan dan bukan korban persembahan, tentu engkau tidak akan menghukum orang yang tidak bersalah. Karena Anak Manusia adalah Tuhan bahkan atas hari Sabat.

Pertama-tama, mari kita perhatikan ayat ini: "Pada saat itu Yesus berjalan melewati ladang jagung pada hari Sabat. Karena murid-murid-Nya lapar, mereka pun mulai memetik jagung dan memakannya."

Mengapa Aku memilih perikop ini? Apa hubungannya dengan watak Tuhan? Dalam teks ini, hal pertama kita ketahui adalah bahwa saat itu adalah hari Sabat, tetapi Tuhan Yesus pergi dan memimpin murid-muridnya melewati ladang jagung. Yang bahkan lebih "memberontak" adalah bahwa mereka bahkan "mulai memetik jagung dan memakannya." Pada Zaman Hukum Taurat, hukum Taurat dari Tuhan Yahweh menetapkan bahwa orang-orang tidak boleh begitu saja pergi ke luar dan ambil bagian dalam kegiatan pada hari Sabat—ada banyak hal yang tidak boleh dilakukan pada hari Sabat. Tindakan yang dilakukan oleh Tuhan Yesus ini membingungkan bagi orang-orang yang telah lama hidup di bawah hukum Taurat, dan ini bahkan menimbulkan kecaman. Mengenai kebingungan mereka dan bagaimana mereka membicarakan tentang apa yang Yesus lakukan, kita akan mengesampingkannya untuk saat ini dan terlebih dahulu membahas tentang mengapa Tuhan Yesus memilih melakukan ini pada hari Sabat, bukannya memilih hari-hari lain, dan apa yang sebenarnya ingin Dia sampaikan kepada orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat melalui tindakan tersebut. Inilah hubungan antara ayat ini dan watak Tuhan yang ingin Kubicarakan.

Ketika Tuhan Yesus datang, Dia menggunakan tindakan nyata-Nya untuk memberi tahu orang-orang bahwa Tuhan telah meninggalkan Zaman Hukum Taurat dan telah memulai pekerjaan baru, dan bahwa pekerjaan baru ini tidak mengharuskan dipatuhinya hari Sabat. Keluarnya Tuhan dari batasan hari Sabat hanyalah sebuah pendahuluan dari pekerjaan baru-Nya; pekerjaan yang nyata dan dahsyat masih akan datang. Ketika Tuhan Yesus memulai pekerjaan-Nya, Dia telah meninggalkan "belenggu" Zaman Hukum Taurat, dan telah mendobrak peraturan dan prinsip-prinsip pada zaman tersebut. Di dalam diri-Nya, tidak terdapat apa pun yang berkaitan dengan hukum Taurat; Dia telah membuang itu sepenuhnya dan tidak lagi mematuhinya, dan Dia tidak lagi mengharuskan umat manusia untuk mematuhinya. Jadi di sini engkau melihat bahwa Tuhan Yesus pergi melewati ladang jagung pada hari Sabat, dan bahwa Tuhan tidak beristirahat; Dia berada di luar untuk bekerja, dan tidak beristirahat. Tindakan-Nya ini mendobrak gagasan orang dan menyampaikan kepada mereka bahwa Dia tidak lagi hidup di bawah hukum Taurat, dan bahwa Dia telah meninggalkan batasan hari Sabat dan menampakkan diri di hadapan umat manusia dan berada di tengah-tengah mereka dalam wujud yang baru, dengan cara kerja yang baru. Tindakan-Nya ini menyampaikan kepada orang-orang bahwa Dia telah membawa beserta-Nya pekerjaan baru, pekerjaan yang dimulai dengan keluar dari bawah hukum Taurat dan meninggalkan hari Sabat. Ketika Tuhan melaksanakan pekerjaan baru-Nya, Dia tidak lagi berpegang teguh pada masa lampau, dan Dia tidak lagi peduli dengan peraturan Zaman Hukum Taurat. Dia juga tidak terpengaruh oleh pekerjaan-Nya pada zaman sebelumnya, tetapi sebaliknya bekerja pada hari Sabat sama seperti yang dilakukan-Nya pada hari lainnya, dan ketika murid-murid-Nya lapar pada hari Sabat, mereka dapat memetik jagung untuk dimakan. Semua ini sangat normal di mata Tuhan. Bagi Tuhan, diperbolehkan memiliki permulaan baru bagi banyak dari pekerjaan baru yang ingin dilakukan-Nya dan firman baru yang ingin diucapkan-Nya. Ketika Dia memulai sesuatu yang baru, Dia tidak lagi membahas pekerjaan-Nya yang sebelumnya, juga tidak terus melakukannya. Oleh karena Tuhan memiliki prinsip-Nya sendiri dalam pekerjaan-Nya, ketika Dia ingin memulai pekerjaan yang baru, itu adalah ketika Dia ingin membawa umat manusia ke tahap yang baru dari pekerjaan-Nya, dan ketika pekerjaan-Nya telah memasuki fase yang lebih tinggi. Apabila orang-orang terus bertindak sesuai perkataan atau peraturan yang lama atau terus berpegang teguh pada hal-hal tersebut, Dia tidak akan mengingat atau menyetujuinya. Ini karena Dia telah membawa pekerjaan baru, dan telah memasuki fase yang baru dari pekerjaan-Nya. Ketika Dia memulai pekerjaan baru, Dia menampakkan diri kepada umat manusia dalam wujud yang benar-benar baru, dari sudut yang benar-benar baru, dan dalam cara yang benar-benar baru sehingga orang dapat melihat berbagai aspek dari watak-Nya dan melihat apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya. Ini adalah salah satu tujuan-Nya dalam pekerjaan baru-Nya. Tuhan tidak berpegang teguh pada hal-hal lama atau menempuh jalan yang sudah pernah ditapaki; ketika Dia bekerja dan berfirman, Dia tidak bersikap penuh larangan seperti yang orang bayangkan. Di dalam Tuhan, semuanya bebas dan merdeka, dan tidak ada larangan, tidak ada kekangan—yang Dia bawa kepada umat manusia adalah kebebasan dan kemerdekaan. Dia adalah Tuhan yang hidup, Tuhan yang sungguh-sungguh dan benar-benar ada. Dia bukan boneka atau patung tanah liat, dan Dia sama sekali berbeda dari berhala yang orang-orang dirikan dan sembah. Dia hidup dan penuh gairah, dan apa yang firman-Nya dan pekerjaan-Nya bawa kepada umat manusia seluruhnya adalah hidup dan terang, seluruhnya adalah kebebasan dan kemerdekaan, karena Dia memiliki jalan, kebenaran, dan hidup—Dia tidak dibatasi oleh apa pun dalam semua pekerjaan-Nya. Apa pun yang orang katakan dan bagaimanapun mereka memandang atau menilai pekerjaan baru-Nya, Dia akan terus melakukan pekerjaan-Nya itu tanpa keraguan. Dia tidak akan khawatir tentang gagasan siapa pun, ataupun tuduhan yang terarah pada pekerjaan dan firman-Nya, atau bahkan penolakan dan penentangan mereka yang kuat terhadap pekerjaan baru-Nya. Tak seorang pun di antara semua ciptaan boleh menggunakan nalar manusia, atau imajinasi, pengetahuan, ataupun moralitas manusia untuk mengukur atau mendefinisikan apa yang Tuhan lakukan, atau mendiskreditkan, mengganggu atau menyabotase pekerjaan-Nya. Tidak ada larangan dalam pekerjaan-Nya dan apa yang Dia lakukan; pekerjaan-Nya tidak akan dibatasi oleh manusia, peristiwa, atau hal apa pun, juga tidak akan dikacaukan oleh kekuatan musuh mana pun. Dalam hal pekerjaan baru-Nya, Dia adalah Raja yang selamanya menang, dan segala kekuatan musuh dan segala kesesatan dan kekeliruan umat manusia diinjak-Nya di bawah tumpuan kaki-Nya. Tahap baru mana pun dari pekerjaan yang sedang Dia lakukan, pekerjaan-Nya itu pasti akan dikembangkan dan diperluas di tengah umat manusia, dan pasti akan dikerjakan tanpa halangan di seluruh alam semesta sampai pekerjaan besar-Nya itu telah diselesaikan. Inilah kemahakuasaan dan hikmat Tuhan, otoritas dan kuasa-Nya. Dengan demikian, Tuhan Yesus dapat secara terbuka pergi dan bekerja pada hari Sabat karena di dalam hati-Nya tidak ada peraturan, dan tidak ada pengetahuan atau doktrin yang berasal dari manusia. Yang Dia miliki adalah pekerjaan baru Tuhan dan jalan Tuhan. Pekerjaan-Nya adalah jalan untuk membebaskan umat manusia, untuk melepaskan manusia, memungkinkan mereka untuk berada di dalam terang dan untuk hidup. Sementara itu, mereka yang menyembah berhala atau ilah-ilah palsu hidup setiap harinya diikat oleh Iblis, dikekang oleh berbagai jenis peraturan dan tabu—hari ini satu hal dilarang, esok hari hal lain yang dilarang—tidak ada kebebasan dalam hidup mereka. Mereka layaknya tahanan yang terbelenggu, menjalani hidup tanpa sukacita sama sekali. Merepresentasikan apakah "larangan" itu? Larangan merepresentasikan ketidakleluasaan, keterikatan, dan kejahatan. Begitu orang menyembah berhala, mereka sedang menyembah ilah palsu, menyembah roh jahat. Larangan muncul bersamaan dengan dilakukannya aktivitas semacam. Engkau tidak boleh makan ini atau itu, hari ini engkau tidak boleh pergi, besok engkau tidak boleh masak, lusa engkau tidak boleh pindah ke rumah baru, hari-hari tertentu harus dipilih untuk pernikahan dan pemakaman dan bahkan untuk melahirkan anak. Disebut apakah ini? Ini disebut larangan; inilah perbudakan umat manusia, dan inilah belenggu Iblis dan roh jahat yang mengendalikan manusia dan mengekang hati dan tubuh mereka. Apakah bersama Tuhan ada larangan seperti ini? Ketika membahas tentang kekudusan Tuhan, engkau harus terlebih dahulu memikirkan ini: bersama Tuhan tidak ada larangan. Tuhan memiliki prinsip dalam firman dan pekerjaan-Nya, tetapi tidak ada larangan, karena Tuhan itu sendiri adalah jalan, kebenaran, dan hidup.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri III" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 66

"Tetapi Aku berkata kepadamu, bahwa di tempat ini ada yang lebih besar daripada Bait Suci. Tetapi jika engkau mengerti apa artinya ini, Aku menghendaki belas kasihan dan bukan korban persembahan, tentu engkau tidak akan menghukum orang yang tidak bersalah. Karena Anak Manusia adalah Tuhan bahkan atas hari Sabat" (Matius 12:6-8). Apakah arti kata "Bait Suci" di sini? Sederhananya, "Bait Suci" merujuk pada sebuah bangunan yang tinggi dan megah, dan pada Zaman Hukum Taurat, Bait Suci merupakan tempat para imam menyembah Tuhan. Ketika Tuhan Yesus berkata "di tempat ini ada yang lebih besar daripada Bait Suci," siapakah yang Dia maksud dengan "ada yang lebih besar"? Jelas bahwa yang dimaksud adalah Tuhan Yesus dalam daging, karena hanya Dia yang lebih besar daripada Bait Suci. Apa yang firman itu sampaikan kepada orang-orang? Firman Tuhan mengatakan agar orang keluar dari Bait Suci—Tuhan telah meninggalkan Bait Suci dan tidak lagi bekerja di dalamnya, jadi orang harus mencari jejak langkah Tuhan di luar Bait Suci dan mengikuti langkah-langkah Tuhan dalam pekerjaan baru-Nya. Ketika Tuhan Yesus mengucapkan ini, ada dasar pemikiran di balik perkataan-Nya, yakni bahwa di bawah hukum Taurat, orang-orang telah memandang Bait Suci sebagai sesuatu yang lebih besar daripada Tuhan itu sendiri. Artinya, orang lebih menyembah Bait Suci ketimbang menyembah Tuhan, sehingga Tuhan Yesus memperingatkan mereka untuk tidak menyembah berhala, melainkan menyembah Tuhan karena Dialah yang tertinggi. Karena itu, Dia berkata: "Aku menghendaki belas kasihan dan bukan korban persembahan." Jelas bahwa di mata Tuhan Yesus, kebanyakan orang yang hidup di bawah hukum Taurat tidak lagi menyembah Tuhan Yahweh, melainkan hanya melakukan rutinitas mempersembahkan korban, dan Tuhan Yesus menganggap bahwa hal ini sama saja dengan penyembahan berhala. Para penyembah berhala ini memandang Bait Suci sebagai sesuatu yang lebih besar, lebih tinggi daripada Tuhan. Di dalam hati mereka hanya ada Bait Suci, bukan Tuhan, dan jika mereka kehilangan Bait Suci, berarti mereka kehilangan tempat kediaman. Tanpa Bait Suci tidak ada lagi tempat bagi mereka untuk beribadah dan mereka tidak dapat melakukan persembahan korban. Yang mereka sebut "tempat kediaman" adalah tempat mereka menggunakan kepura-puraan yang penuh kepalsuan untuk menyembah Tuhan Yahweh agar dapat tetap tinggal di Bait Suci dan melakukan urusan mereka sendiri. Yang mereka sebut "mempersembakan korban" hanyalah melakukan urusan pribadi mereka sendiri yang memalukan di balik kedok melakukan pelayanan mereka di Bait Suci. Inilah alasan mengapa orang-orang pada zaman itu memandang Bait Suci sebagai sesuatu yang lebih besar daripada Tuhan. Tuhan Yesus mengucapkan perkataan ini sebagai peringatan bagi orang-orang, karena mereka menggunakan Bait Suci sebagai topeng, dan persembahan korban sebagai kedok untuk mencurangi orang dan mencurangi Tuhan, Apabila engkau menerapkan firman ini pada masa sekarang, firman ini masih sama sahnya dan sama relevannya. Walaupun orang-orang pada zaman sekarang telah mengalami pekerjaan Tuhan yang berbeda dari yang dialami orang-orang pada Zaman Hukum Taurat, natur esensi mereka sama. Dalam konteks pekerjaan pada zaman sekarang, orang masih akan melakukan hal-hal yang sama jenisnya dengan yang direpresentasikan oleh perkataan, "Bait Suci lebih besar daripada Tuhan." Sebagai contoh, orang memandang pelaksanaan tugas mereka sebagai mata pencaharian; mereka memandang tindakan bersaksi bagi Tuhan dan bertarung melawan si naga merah yang sangat besar sebagai gerakan politik demi membela hak asasi manusia, demi demokrasi dan kebebasan; mereka mengubah tugas mereka menggunakan keterampilan mereka menjadi karier, tetapi memperlakukan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan tidak lebih dari sekadar doktrin keagamaan untuk ditaati; dan lain sebagainya. Bukankah perilaku ini pada dasarnya sama dengan menganggap "Bait Suci lebih besar daripada Tuhan?" Perbedaannya hanyalah bahwa dua ribu tahun lalu, orang melakukan urusan pribadi mereka di dalam bangunan fisik Bait Suci, sedangkan pada zaman sekarang, orang sibuk melakukan urusan pribadi mereka dalam Bait Suci yang tak kasatmata. Orang-orang yang mencintai aturan, memandang aturan sebagai hal yang lebih besar daripada Tuhan, orang-orang yang mencintai status, memandang status sebagai hal yang lebih besar daripada Tuhan, mereka yang mencintai karier, memandang karier sebagai hal yang lebih besar daripada Tuhan, dan lain sebagainya—semua pengungkapan mereka membuat-Ku mengatakan: "Melalui perkataan, orang-orang memuji Tuhan sebagai yang terbesar, tetapi di mata mereka, segala sesuatu lebih besar daripada Tuhan." Ini karena begitu orang menemukan peluang dalam perjalanan mengikuti Tuhan untuk memamerkan bakat mereka sendiri, atau untuk mengerjakan urusan atau karier mereka sendiri, mereka pun menjauhkan diri dari Tuhan dan menerjunkan diri dalam karier yang mereka cintai. Sedangkan untuk hal yang telah dipercayakan Tuhan kepada mereka, dan kehendak-Nya, hal-hal tersebut telah lama mereka tanggalkan. Apa perbedaan antara keadaan orang-orang ini dengan mereka yang melakukan urusan mereka sendiri di Bait Suci dua ribu tahun yang lalu?

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri III" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 67

Kalimat "Anak Manusia adalah Tuhan bahkan atas hari Sabat" menyampaikan kepada orang-orang bahwa segala sesuatu tentang Tuhan tidak bersifat materi, dan meskipun Tuhan dapat menyediakan semua kebutuhan materielmu, setelah semua kebutuhan materielmu terpenuhi, dapatkah kepuasan dari hal-hal ini menggantikan pengejaranmu akan kebenaran? Sudah jelas tidak mungkin! Watak Tuhan, apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya, yang sudah kita persekutukan, semuanya adalah kebenaran. Nilainya tidak bisa diukur dengan menggunakan objek materiel apa pun, seberharga apa pun objek materiel tersebut, dan nilainya juga tidak bisa ditakar dengan nilai uang, karena kebenaran bukanlah objek materiel, dan kebenaran membekali kebutuhan hati setiap orang. Bagi setiap orang, nilai kebenaran yang tak kasatmata ini seharusnya lebih besar dari nilai benda materiel apa pun, bukankah demikian? Pernyataan ini adalah sesuatu yang perlu engkau semua renungkan baik-baik. Poin penting dari apa yang telah Kukatakan adalah bahwa apa yang Tuhan miliki dan siapa diri-Nya, dan segala sesuatu tentang Tuhan adalah hal terpenting bagi setiap orang dan tidak bisa digantikan oleh objek materiel apa pun. Aku akan memberimu sebuah contoh: ketika engkau lapar, engkau membutuhkan makanan. Makanan ini bisa secara relatif baik atau secara relatif kurang memuaskan, tetapi asalkan engkau merasa kenyang, perasaan tidak enak karena lapar tidak akan terasa lagi—perasaan itu akan lenyap. Engkau bisa duduk dengan perasaan damai, dan tubuhmu akan terasa tenang. Rasa lapar manusia bisa dipuaskan oleh makanan, tetapi ketika engkau mengikuti Tuhan dan merasa bahwa engkau tidak memiliki pemahaman akan Dia, bagaimanakah engkau mengisi kekosongan di dalam hatimu? Bisakah itu dipuaskan oleh makanan? Atau ketika engkau mengikuti Tuhan dan tidak memahami kehendak-Nya, apakah yang bisa engkau gunakan untuk memuaskan kelaparan di hatimu? Dalam proses engkau mengalami keselamatan melalui Tuhan, sementara mengejar perubahan dalam watakmu, jika engkau tidak memahami kehendak-Nya atau tidak mengetahui apa arti kebenaran, jika engkau tidak memahami watak Tuhan, bukankah engkau akan merasa tidak tenang? Tidakkah engkau akan merasakan kelaparan dan kehausan yang amat sangat di dalam hatimu? Tidakkah perasaan-perasaan ini akan menghalangi perasaan tenang di dalam hatimu? Jadi bagaimanakah engkau dapat memuaskan kelaparan di hatimu—adakah cara untuk menyelesaikan masalah ini? Sebagian orang pergi berbelanja, sebagian lagi mencari teman untuk mencurahkan isi hati, beberapa orang menikmati tidur yang panjang, ada juga yang membaca lebih banyak firman Tuhan, atau bekerja lebih keras dan mengerahkan upaya lebih besar untuk melaksanakan tugas mereka. Dapatkah hal-hal tersebut menyelesaikan kesulitanmu yang sebenarnya? Engkau semua sepenuhnya memahami tindakan-tindakan semacam ini. Ketika engkau merasa tidak berdaya, ketika engkau merasakan hasrat yang kuat untuk mendapatkan pencerahan dari Tuhan yang memampukanmu untuk mengenal kenyataan kebenaran dan kehendak-Nya, apakah yang paling engkau butuhkan? Yang engkau butuhkan bukan makanan lengkap, dan bukan beberapa perkataan yang ramah, apalagi penghiburan dan kepuasan daging—yang engkau butuhkan adalah agar Tuhan secara langsung dan jelas memberitahukan kepadamu apa yang harus engkau lakukan dan bagaimana engkau harus melakukannya, memberitahukan kepadamu dengan jelas apa arti kebenaran. Setelah engkau memahami ini, sekalipun engkau hanya memperoleh sedikit pemahaman, tidakkah engkau akan merasa hatimu lebih dipuaskan dibandingkan jika engkau makan santapan yang lezat? Ketika hatimu dipuaskan, bukankah hatimu dan keseluruhan dirimu mendapatkan ketenangan yang sesungguhnya? Melalui analogi dan analisis ini, apakah engkau semua sekarang paham mengapa Aku ingin membagikan kepadamu kalimat ini, "Anak Manusia adalah Tuhan bahkan atas hari Sabat"? Arti kalimat itu adalah bahwa apa yang berasal dari Tuhan, apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya, dan segala sesuatu tentang Dia, adalah lebih besar dibandingkan apa pun, termasuk hal atau orang yang sebelumnya kau anggap sebagai yang paling kau hargai. Dengan kata lain, jika orang tidak memiliki firman dari mulut Tuhan atau mereka tidak memahami kehendak-Nya, mereka tidak akan dapat memperoleh ketenangan. Dalam pengalamanmu di masa depan, engkau semua akan mengerti mengapa Aku menginginkanmu pada saat ini untuk memahami perikop ini—ini sangat penting. Segala sesuatu yang Tuhan lakukan adalah kebenaran dan hidup. Kebenaran adalah sesuatu yang tidak boleh tidak ada dalam hidup mereka, dan sesuatu yang tanpanya mereka tidak pernah bisa berbuat apa-apa; juga dapat kau katakan bahwa kebenaran adalah hal yang terbesar. Meskipun engkau tidak bisa melihatnya atau menyentuhnya, nilainya tidak bisa engkau abaikan; kebenaran adalah satu-satunya hal yang dapat membawa ketenangan dalam hatimu.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri III" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 68

Apakah pemahamanmu akan kebenaran diintegrasikan dengan keadaanmu sendiri? Dalam kehidupan nyata, engkau pertama-tama harus memikirkan kebenaran mana yang berkaitan dengan orang, peristiwa, dan hal-hal yang telah engkau temui; di antara kebenaran-kebenaran inilah engkau dapat menemukan kehendak Tuhan dan menghubungkan apa yang telah engkau temui dengan kehendak-Nya. Jika engkau tidak tahu aspek-aspek kebenaran mana yang berkaitan dengan hal-hal yang telah engkau temui, tetapi malah langsung mencari kehendak Tuhan, ini adalah pendekatan buta yang tidak akan mencapai hasil. Apabila engkau ingin mencari kebenaran dan memahami kehendak Tuhan, pertama-tama engkau perlu melihat hal-hal macam apa yang telah terjadi pada dirimu, aspek-aspek kebenaran mana yang berkaitan dengan kejadian tersebut, dan carilah kebenaran dalam firman Tuhan yang berhubungan dengan apa yang telah kaualami. Kemudian carilah jalan penerapan yang tepat bagimu di dalam kebenaran tersebut; dengan cara ini engkau dapat memperoleh pengertian tidak langsung akan kehendak Tuhan. Mencari dan melakukan kebenaran bukan berarti menerapkan sebuah doktrin secara mekanis ataupun mengikuti sebuah rumusan. Kebenaran bukanlah hal yang bersifat terumuskan, juga bukan sebuah hukum. Kebenaran tidak mati—kebenaran adalah hidup itu sendiri, sesuatu yang hidup, dan merupakan aturan yang harus diikuti oleh makhluk ciptaan dan aturan yang harus dimiliki seorang manusia dalam hidupnya. Ini adalah sesuatu yang harus engkau pahami sebaik mungkin melalui pengalaman. Berada pada tahap mana pun dirimu dalam pengalamanmu, engkau tidak bisa dipisahkan dari firman Tuhan atau kebenaran, dan apa yang engkau pahami mengenai watak Tuhan, mengenai apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya, semuanya itu diungkapkan di dalam firman Tuhan; semua itu berkaitan erat dengan kebenaran. Watak Tuhan, apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya, itu sendiri, adalah kebenaran; kebenaran merupakan perwujudan yang autentik dari watak Tuhan dan apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya. Ini menjadikan apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya konkret, dan ini menjadi pernyataan yang jelas tentang apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya; ini memberitahukan kepadamu secara langsung tentang apa yang Tuhan sukai, apa yang tidak Dia sukai, apa yang Dia ingin untuk engkau lakukan dan apa yang tidak Dia izinkan untuk engkau lakukan, orang-orang seperti apa yang Dia benci dan orang-orang seperti apa yang Dia kasihi. Di balik kebenaran yang Tuhan ungkapkan orang dapat melihat kesenangan-Nya, kemarahan-Nya, kesedihan-Nya, dan kebahagiaan-Nya, juga esensi-Nya—ini adalah pengungkapan dari watak-Nya. Selain mengetahui apa yang Tuhan miliki dan siapa diri-Nya, dan memahami watak-Nya dari firman-Nya, yang paling penting adalah perlunya mencapai pemahaman ini melalui pengalaman nyata. Jika orang menjauhkan diri mereka dari kehidupan nyata supaya mengenal Tuhan, mereka tidak akan bisa mencapai hal itu. Bahkan kalaupun ada orang-orang yang dapat memperoleh sebagian pemahaman dari firman Tuhan, pemahaman ini hanya terbatas pada teori dan kata-kata, dan akan muncul perbedaan dengan seperti apakah Tuhan itu sendiri yang sebenarnya.

Apa yang sedang kami sampaikan sekarang semuanya berada dalam cakupan kisah-kisah yang tercatat dalam Alkitab. Melalui kisah-kisah ini, dan dengan menganalisis hal-hal yang terjadi, orang dapat memahami watak-Nya dan apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya yang telah Dia ungkapkan, memungkinkan mereka untuk mengenal setiap aspek dari Tuhan dengan lebih luas, lebih mendalam, lebih lengkap, dan lebih menyeluruh. Jadi, apakah cara satu-satunya untuk mengenal setiap aspek Tuhan adalah melalui kisah-kisah ini? Tidak, ini bukan satu-satunya cara! Karena apa yang Tuhan firmankan dan pekerjaan yang Tuhan lakukan pada Zaman Kerajaan dapat membantu orang mengenal watak-Nya dengan lebih baik dan mengetahui tentang watak-Nya itu secara lebih menyeluruh. Akan tetapi, menurut-Ku akan sedikit lebih mudah untuk mengenal watak Tuhan dan memahami apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya melalui contoh-contoh atau kisah-kisah yang tercatat dalam Alkitab yang sudah dikenal orang. Apabila Aku mengambil firman penghakiman dan hajaran dan kebenaran yang Tuhan ungkapkan pada zaman sekarang, kata demi kata, untuk memampukanmu mengenal Dia dengan cara ini, engkau akan merasa bahwa itu terlalu membosankan dan terlalu menjemukan, dan sebagian orang bahkan akan merasa bahwa firman Tuhan nampak terlalu terumuskan. Namun jika Aku mengambil kisah-kisah Alkitab ini sebagai contoh agar orang lebih mudah mengenal watak Tuhan, mereka tidak akan menganggapnya membosankan. Dapat dikatakan bahwa sepanjang menjelaskan contoh-contoh ini, rincian mengenai apa yang ada di hati Tuhan pada saat itu—suasana hati dan perasaan-Nya, atau pemikiran dan gagasan-Nya—semuanya itu telah disampaikan kepada manusia dalam bahasa manusia, dan tujuan dari semua ini adalah agar mereka menghargai, merasakan bahwa apa yang Tuhan miliki dan siapa diri-Nya bukanlah sebuah rumusan. Itu bukan sebuah legenda, atau sesuatu yang tidak dapat dilihat dan disentuh orang. Itu adalah sesuatu yang benar-benar ada, yang bisa orang rasakan dan hargai. Inilah tujuan utamanya. Engkau bisa mengatakan bahwa orang-orang yang hidup pada zaman ini sangat diberkati. Mereka dapat belajar dari kisah-kisah Alkitab untuk memperoleh pengertian yang lebih luas tentang pekerjaan Tuhan sebelumnya; mereka dapat melihat watak-Nya melalui pekerjaan yang telah Dia lakukan; mereka dapat memahami kehendak Tuhan bagi umat manusia melalui watak-watak yang telah Dia ungkapkan ini, dan memahami perwujudan nyata kekudusan-Nya dan kepedulian-Nya terhadap manusia, sehingga dengan cara ini mereka dapat mencapai pengenalan akan watak Tuhan yang lebih mendetail dan lebih mendalam. Aku yakin bahwa engkau semua dapat merasakan hal ini sekarang!

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri III" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 69

Dalam lingkup pekerjaan yang Tuhan Yesus selesaikan pada Zaman Kasih Karunia, engkau dapat melihat aspek lain dari apa Tuhan miliki dan siapa diri-Nya. Aspek ini diungkapkan melalui daging-Nya, dan orang mampu melihat dan menghargai hal itu karena kemanusiaan-Nya. Dalam diri Anak Manusia, orang melihat bagaimana Tuhan dalam daging hidup dalam kemanusiaan-Nya, dan mereka melihat keilahian Tuhan diungkapkan melalui daging. Dua jenis pengungkapan ini memungkinkan orang untuk melihat Tuhan yang sangat nyata, dan memungkinkan orang untuk membentuk sebuah konsep berbeda mengenai Tuhan. Namun, selama jangka waktu antara penciptaan dunia dan akhir Zaman Hukum Taurat, yaitu, sebelum Zaman Kasih Karunia, satu-satunya aspek Tuhan yang terlihat, terdengar, dan dialami oleh orang-orang hanyalah keilahian Tuhan, hal-hal yang diperbuat dan difirmankan Tuhan dalam alam tak berwujud, dan hal-hal yang Dia nyatakan dari pribadi-Nya yang nyata yang tak dapat dilihat ataupun disentuh. Seringkali, hal-hal ini membuat orang merasa bahwa Tuhan begitu menjulang tinggi dalam kebesaran-Nya sehingga mereka tidak bisa mendekat kepada-Nya. Kesan yang biasanya diberikan Tuhan kepada manusia adalah bahwa Dia bisa berada di dalam atau di luar kemampuan mereka untuk memahami diri-Nya, dan orang-orang bahkan merasa bahwa setiap pemikiran dan gagasan-Nya begitu misterius dan sulit dipahami sehingga tidak mungkin untuk menjangkaunya, apalagi untuk memahami dan menghargai hal-hal tersebut. Bagi manusia, segala sesuatu tentang Tuhan sangatlah jauh, sedemikian jauhnya hingga orang tidak dapat melihatnya, tidak dapat menyentuhnya. Tuhan tampak tinggi di langit, dan sepertinya tidak ada sama sekali. Jadi bagi manusia, memahami hati dan pikiran Tuhan atau apa pun pemikiran-Nya adalah hal yang tak dapat dicapai, dan bahkan di luar jangkauan mereka. Walaupun Tuhan melakukan beberapa pekerjaan konkret pada Zaman Hukum Taurat, dan Dia juga mengeluarkan beberapa firman yang spesifik serta mengungkapkan beberapa watak yang spesifik demi memungkinkan orang untuk bisa menghargai dan memahami beberapa pengetahuan nyata tentang diri-Nya, namun pada akhirnya, pengungkapan tentang apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya berasal dari alam tak berwujud, dan apa yang orang pahami, apa yang mereka ketahui masihlah tentang aspek ilahi dari apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya. Umat manusia tidak mampu mendapatkan konsep konkret dari pengungkapan tentang apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya, dan kesan mereka akan Tuhan masih terpaku dalam lingkup "sesosok tubuh rohani yang sukar untuk didekati, yang bisa di dalam juga bisa di luar kemampuan mereka untuk memahaminya." Karena Tuhan tidak menggunakan objek spesifik atau wujud dari alam materiel untuk menampakkan diri di hadapan orang-orang, mereka tetap tidak mampu mendefinisikan diri-Nya dengan menggunakan bahasa manusia. Dalam hati dan pikirannya, orang selalu ingin menggunakan bahasa mereka sendiri untuk menetapkan suatu standar bagi Tuhan, untuk membuat-Nya kasatmata dan memanusiakan diri-Nya, seperti misalnya setinggi apa Dia, sebesar apa Dia, seperti apa rupa-Nya, apa yang secara khusus Dia sukai dan bagaimana sebenarnya kepribadian-Nya. Sebenarnya, di dalam hati-Nya, Tuhan tahu bahwa orang-orang berpikir seperti ini. Dia mengetahui dengan jelas apa yang orang perlukan, dan tentu saja Dia juga tahu apa yang mesti Dia lakukan, maka Dia melakukan pekerjaan-Nya dengan cara yang berbeda pada Zaman Kasih Karunia. Cara baru ini adalah ilahi sekaligus manusiawi. Selama jangka waktu Tuhan Yesus bekerja, orang dapat melihat bahwa Tuhan memiliki berbagai ungkapan manusia. Sebagai contoh, Dia dapat menari, Dia dapat menghadiri acara pernikahan, Dia dapat bercakap dengan orang-orang, berbicara kepada mereka, dan membahas berbagai hal bersama mereka. Selain itu, Tuhan Yesus juga menyelesaikan banyak pekerjaan yang merepresentasikan keilahian-Nya, dan tentu saja, semua pekerjaan ini adalah pengungkapan dan penyingkapan watak Tuhan. Selama waktu ini, ketika keilahian Tuhan diwujudkan dalam daging biasa yang dapat orang-orang lihat dan sentuh, mereka tidak lagi merasa bahwa Dia kadang di dalam, dan kadang di luar kemampuan mereka untuk memahami diri-Nya atau bahwa mereka tidak bisa mendekat kepada-Nya. Sebaliknya, mereka bisa berusaha untuk memahami kehendak Tuhan atau memahami keilahian-Nya melalui setiap gerakan, melalui firman, dan melalui pekerjaan Anak Manusia. Anak Manusia yang berinkarnasi mengungkapkan keilahian Tuhan melalui kemanusiaan-Nya dan menyatakan kehendak Tuhan kepada umat manusia. Dan melalui diri-Nya mengungkapkan kehendak dan watak Tuhan, Dia juga menyatakan kepada manusia sosok Tuhan yang tidak bisa dilihat atau disentuh yang berdiam di alam rohani. Apa yang manusia lihat adalah Tuhan itu sendiri dalam bentuk yang kasatmata, memiliki darah dan daging. Jadi, Anak Manusia yang berinkarnasi membuat hal-hal seperti identitas Tuhan itu sendiri, status, wujud, dan watak Tuhan, apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya menjadi konkret dan memiliki rupa manusia. Meskipun penampakan luar Anak Manusia memiliki batasan berkenaan dengan gambar diri Tuhan, esensi-Nya dan apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya sepenuhnya mampu merepresentasikan identitas dan status Tuhan itu sendiri—hanya ada beberapa perbedaan dalam bentuk pengungkapannya. Kita tidak dapat menyangkal bahwa Anak Manusia merepresentasikan identitas dan status Tuhan itu sendiri, baik dalam bentuk kemanusiaan-Nya maupun dalam keilahian-Nya. Namun, selama waktu ini, Tuhan bekerja melalui daging, berbicara dari sudut pandang daging, dan berdiri di hadapan umat manusia dengan identitas dan status Anak Manusia, dan ini memberikan kesempatan bagi orang-orang untuk menemui dan mengalami firman dan pekerjaan Tuhan yang nyata di antara manusia. Ini juga memungkinkan orang untuk mendapatkan wawasan tentang keilahian dan kebesaran-Nya di tengah kerendahhatian, sekaligus mendapatkan pemahaman dan definisi pendahuluan tentang autentisitas dan kenyataan diri Tuhan. Meskipun pekerjaan yang diselesaikan Tuhan Yesus, cara Dia bekerja, dan sudut pandang di mana Dia berbicara berbeda dari pribadi nyata Tuhan dalam alam rohani, segala sesuatu tentang Dia benar-benar merepresentasikan Tuhan itu sendiri, yang sebelumnya belum pernah dilihat manusia—hal ini tidak dapat dibantah! Dengan kata lain, dalam bentuk apa pun Tuhan menampakkan diri, dari sudut pandang mana pun Dia berfirman, atau dalam rupa apa pun Dia menghadapi manusia, Tuhan tidak merepresentasikan siapa pun selain diri-Nya sendiri. Dia tidak dapat merepresentasikan manusia mana pun—Dia tidak mungkin merepresentasikan manusia rusak mana pun. Tuhan adalah Tuhan itu sendiri, dan hal ini tidak dapat dibantah.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri III" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 70

Perumpaan tentang Domba yang Hilang

Matius 18:12-14 Bagaimana menurutmu? Jika seseorang memiliki seratus ekor domba dan salah satunya hilang, tidakkah ia akan meninggalkan yang sembilan puluh sembilan dan pergi ke gunung, lalu mencari satu ekor yang tersesat itu? Dan jika ia sudah berhasil menemukannya, Aku berkata kepadamu, ia akan lebih bersukacita karena domba itu daripada sembilan puluh sembilan yang tidak sesat. Bukankah demikian juga dengan Bapamu yang di surga yang tidak menghendaki satu pun dari anak kecil ini binasa.

Perikop ini adalah sebuah perumpamaan—perasaan seperti apa yang ditimbulkan perumpamaan ini dalam diri orang? Cara pengungkapan—dengan perumpamaan—yang digunakan di sini merupakan kiasan dalam bahasa manusia, dan dengan demikian pengungkapan ini berada dalam lingkup pengetahuan manusia. Jika Tuhan mengatakan hal serupa pada Zaman Hukum Taurat, orang akan merasa bahwa perkataan seperti ini tidak benar-benar konsisten dengan siapa Tuhan itu, tetapi ketika Anak Manusia menyampaikan perkataan ini pada Zaman Kasih Karunia, itu terasa menghibur, hangat, dan akrab bagi orang-orang. Saat Tuhan menjadi daging, saat Dia menampakkan diri dalam rupa manusia, Dia menggunakan perumpamaan yang sangat sesuai yang berasal dari kemanusiaan-Nya sendiri, untuk mengungkapkan suara hati-Nya. Suara ini merepresentasikan suara Tuhan sendiri dan pekerjaan yang ingin Dia lakukan pada zaman itu. Suara ini juga merepresentasikan sikap Tuhan terhadap orang-orang pada Zaman Kasih Karunia. Melihatnya dari sudut pandang sikap Tuhan terhadap orang-orang, Dia mengandaikan setiap orang sebagai seekor domba. Jika seekor domba tersesat, Dia akan melakukan apa pun untuk menemukan domba tersebut. Ini merepresentasikan prinsip pekerjaan Tuhan di tengah umat manusia pada waktu itu, pada saat Dia berada dalam daging. Tuhan menggunakan perumpamaan ini untuk menggambarkan tekad dan sikap-Nya dalam pekerjaan itu. Inilah manfaat Tuhan menjadi daging: Dia dapat memanfaatkan pengetahuan manusia dan menggunakan bahasa manusia untuk berbicara kepada orang-orang, dan mengungkapkan kehendak-Nya. Dia menjelaskan atau "menerjemahkan" bagi manusia bahasa ilahi-Nya yang dalam dan sukar orang pahami ke dalam bahasa manusia, melalui cara manusia. Ini membantu orang untuk memahami kehendak-Nya dan mengetahui apa yang ingin Dia lakukan. Dia juga bisa bercakap-cakap dengan orang-orang dari sudut pandang manusia, dengan menggunakan bahasa manusia, dan berkomunikasi dengan manusia dengan cara yang mereka pahami. Dia bahkan dapat berbicara dan bekerja dengan menggunakan bahasa dan pengetahuan manusia sehingga orang dapat merasakan kebaikan dan kedekatan Tuhan, sehingga mereka dapat memahami isi hati-Nya. Apa yang engkau semua lihat dalam hal ini? Adakah larangan dalam perkataan dan tindakan Tuhan? Dari sudut pandang manusia, tidak mungkin Tuhan bisa menggunakan pengetahuan, bahasa, ataupun cara bicara manusia untuk membicarakan apa yang ingin Tuhan itu sendiri sampaikan, pekerjaan yang ingin Dia lakukan, atau mengungkapkan kehendak-Nya sendiri. Namun, ini adalah pemikiran yang keliru. Tuhan menggunakan perumpamaan semacam ini agar orang bisa merasakan kenyataan dan ketulusan Tuhan, dan melihat bagaimana sikap-Nya terhadap orang-orang pada masa itu. Perumpamaan ini menyadarkan dari mimpi orang-orang yang telah lama hidup di bawah hukum Taurat untuk waktu yang panjang, dan juga mengilhami generasi demi generasi manusia yang hidup di Zaman Kasih Karunia. Dengan membaca perikop perumpamaan ini, orang-orang mengetahui ketulusan Tuhan dalam menyelamatkan manusia dan memahami bobot manusia dan pentingnya manusia dalam hati Tuhan.

Mari kita melihat kalimat terakhir dari perikop ini: "Bukankah demikian juga dengan Bapamu yang di surga yang tidak menghendaki satu pun dari anak kecil ini binasa." Apakah ini perkataan Tuhan Yesus sendiri, ataukah ini perkataan Bapa yang di surga? Selintas, terdengar seperti Tuhan Yesus sendiri yang sedang berbicara, tetapi kehendak-Nya merepresentasikan kehendak Tuhan itu sendiri, karena itu Dia berkata: "Bukankah demikian juga dengan Bapamu yang di surga yang tidak menghendaki satu pun dari anak kecil ini binasa." Orang-orang pada masa itu hanya mengakui Bapa yang di surga sebagai Tuhan, dan yakin bahwa orang ini, yang mereka lihat di depan mata mereka, hanyalah utusan yang dikirim oleh-Nya, dan tidak mungkin merepresentasikan Bapa yang di surga. Itulah sebabnya Tuhan Yesus harus menambahkan kalimat ini di bagian akhir perumpamaan ini, sehingga orang bisa benar-benar merasakan kehendak Tuhan bagi manusia dan merasakan autentisitas dan keakuratan dari hal-hal yang Dia katakan. Meskipun kalimat ini adalah hal yang sederhana untuk dikatakan, penyampaiannya begitu sarat akan kepedulian dan mengungkapkan kerendahhatian serta ketersembunyian Tuhan Yesus. Tidak peduli apakah Tuhan menjadi daging atau apakah Dia bekerja dalam alam roh, Dia-lah yang paling mengenal hati manusia, dan yang paling mengerti apa yang orang butuhkan, mengetahui apa yang orang khawatirkan, dan apa yang membingungkan mereka, dan itulah sebabnya Dia menambahkan satu kalimat tersebut. Kalimat ini menyoroti sebuah masalah yang tersembunyi dalam diri umat manusia: manusia bersikap skeptis mendengar apa yang Anak Manusia katakan, dengan kata lain, ketika Tuhan Yesus berbicara Dia harus menambahkan: "Bukankah demikian juga dengan Bapamu yang di surga yang tidak menghendaki satu pun dari anak kecil ini binasa," dan hanya dengan cara demikianlah perkataan-Nya dapat membuahkan hasil, membuat orang-orang percaya akan keakuratannya dan yakin bahwa perkataan-Nya itu dapat dipercaya. Ini menunjukkan bahwa ketika Tuhan menjadi Anak Manusia biasa, Tuhan dan manusia memiliki hubungan yang sangat canggung, dan bahwa situasi yang dihadapi Anak Manusia sangatlah memalukan. Ini juga menunjukkan betapa tidak berartinya status Tuhan Yesus di antara umat manusia pada waktu itu. Ketika mengatakan ini, Dia sebenarnya sedang menyampaikan kepada orang-orang: Tenang saja—perkataan ini tidak merepresentasikan apa yang ada di dalam hati-Ku sendiri, teapi merupakan kehendak Tuhan yang ada di dalam hatimu. Bagi umat manusia, bukankah ini suatu hal yang ironis? Meskipun Tuhan yang bekerja dalam daging memiliki banyak keuntungan yang tidak Dia miliki dalam pribadi-Nya, Dia mesti tahan menanggung keraguan dan penolakan mereka, serta ketidakpekaan dan kebodohan mereka. Dapat dikatakan bahwa proses pekerjaan Anak Manusia merupakan proses mengalami penolakan manusia, sekaligus mengalami perlawanan mereka terhadap-Nya. Lebih dari itu, ini merupakan proses bekerja untuk terus-menerus memenangkan kepercayaan umat manusia dan menaklukkan manusia melalui apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya, melalui esensi-Nya sendiri. Tidak begitu tepat untuk melihatnya sebagai peperangan Tuhan yang berinkarnasi melawan Iblis; lebih tepatnya, Tuhan menjadi manusia biasa dan memulai sebuah pergumulan bersama mereka yang mengikuti-Nya, dan dalam pergumulan ini Anak Manusia menyelesaikan pekerjaan-Nya dengan kerendahhatian-Nya, dengan apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya, dengan kasih dan hikmat-Nya. Dia memperoleh orang-orang yang Dia inginkan, memenangkan identitas dan status yang pantas Dia dapatkan, dan kembali ke "takhta"-Nya.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri III" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 71

Memaafkan Tujuh Puluh Kali Tujuh Kali

Matius 18:21-22 Lalu datanglah Petrus kepada-Nya dan berkata: "Tuhan, berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia bersalah kepadaku dan aku mengampuninya? Sampai tujuh kali?" Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, tapi tujuh puluh kali tujuh kali."

Kasih Tuhan

Matius 22:37-39 Yesus berkata kepadanya, "Engkau harus mengasihi Tuhan dengan segenap hatimu dan segenap jiwamu dan segenap pikiranmu. Inilah perintah pertama dan yang terutama. Dan perintah yang kedua, yang sama dengan itu, engkau harus mengasihi sesamamu manusia seperti diri sendiri."

Dari kedua perikop tersebut, yang satu berbicara tentang pengampunan dan yang lainnya berbicara tentang kasih. Kedua topik ini benar-benar menyoroti pekerjaan yang ingin Tuhan Yesus lakukan pada Zaman Kasih Karunia.

Ketika Tuhan menjadi daging, Dia membawa serta bersama-Nya satu tahap dari pekerjaan-Nya, yakni tugas kerja yang spesifik dan watak khusus yang ingin Dia ungkapkan pada zaman itu. Selama periode itu, segala sesuatu yang Anak Manusia lakukan adalah seputar pekerjaan yang ingin Tuhan lakukan pada zaman itu. Dia tidak melakukan yang lebih atau kurang dari itu. Setiap hal yang Dia katakan dan setiap jenis pekerjaan yang Dia lakukan semuanya berkaitan dengan zaman itu. Tidak peduli apakah Dia mengungkapkannya dengan cara manusia lewat bahasa manusia atau lewat bahasa ilahi, dan tidak peduli dengan cara apa pun atau dari sudut pandang mana pun Dia melakukannya, tujuan-Nya adalah untuk menolong manusia memahami apa yang ingin Dia lakukan, apa kehendak-Nya, dan apa yang dituntut-Nya dari manusia. Dia mungkin menggunakan berbagai cara dan sudut pandang berbeda untuk membantu orang memahami dan mengetahui kehendak-Nya, dan memahami pekerjaan-Nya menyelamatkan manusia. Jadi, pada Zaman Kasih Karunia kita melihat Tuhan Yesus hampir selalu menggunakan bahasa manusia untuk mengungkapkan apa yang ingin Dia sampaikan kepada umat manusia. Bahkan lebih dari itu, kita melihat Dia dari sudut pandang seorang pemandu biasa yang berbicara kepada orang-orang, membekali kebutuhan mereka, membantu mereka sesuai dengan permintaan mereka. Cara bekerja seperti ini tidak pernah terlihat sebelumnya pada Zaman Hukum Taurat yang mendahului Zaman Kasih Karunia. Dia menjadi lebih dekat dan lebih berbelas kasih terhadap umat manusia, juga lebih mampu mencapai hasil-hasil yang nyata baik dalam bentuk maupun caranya. Kiasan tentang mengampuni orang tujuh puluh kali tujuh kali benar-benar memperjelas poin ini. Tujuan yang dicapai oleh angka dalam kiasan ini adalah untuk memungkinkan orang memahami maksud Tuhan Yesus pada saat Dia mengatakan ini. Maksud Tuhan adalah bahwa orang seharusnya mengampuni sesamanya—tidak hanya sekali dua kali, bahkan tidak hanya tujuh kali, melainkan tujuh puluh kali tujuh kali. Gagasan macam yang terkandung dalam "tujuh puluh kali tujuh" ini? Ini bertujuan untuk membuat orang menjadikan pengampunan sebagai tanggung jawab mereka sendiri, sesuatu yang harus mereka pelajari, dan sebuah "cara" yang harus mereka patuhi. Meskipun hanya sebuah kiasan, ini berfungsi menyoroti sebuah poin yang sangat penting. Kiasan ini membantu orang untuk secara mendalam menghargai apa yang Dia maksudkan dan menemukan cara-cara penerapan dan prinsip serta standar penerapan yang tepat. Kiasan ini membantu orang untuk memahami dengan jelas dan memberi kepada mereka konsep yang tepat—yaitu bahwa mereka harus belajar tentang pengampunan dan mengampuni orang lain berapa kali pun itu tanpa syarat apa pun, melainkan dengan sikap penuh toleransi dan pengertian terhadap sesama. Ketika Tuhan Yesus mengatakan ini, apakah yang ada di dalam hati-Nya? Apakah Dia benar-benar memikirkan tentang angka "tujuh puluh kali tujuh?" Tidak. Apakah ada batasan berapa kali bagi Tuhan untuk mengampuni manusia? Ada banyak orang yang sangat tertarik dengan angka "berapa kali" yang disebutkan di sini, yang sangat ingin memahami asal muasal dan arti dari angka ini. Mereka ingin memahami mengapa angka ini keluar dari mulut Tuhan Yesus; mereka percaya bahwa ada implikasi yang lebih dalam di balik angka tersebut. Namun sebenarnya, ini hanyalah sebuah kiasan yang Tuhan gunakan. Implikasi atau maksud apa pun haruslah dipikirkan dengan mempertimbangkan tuntutan Tuhan Yesus terhadap manusia. Ketika Tuhan belum menjadi daging, manusia tidak banyak memahami apa yang Dia katakan karena firman-Nya datang dari keilahian sepenuhnya. Sudut pandang dan konteks dari perkataan-Nya tidak terlihat mata dan tidak mampu dicapai oleh umat manusia; firman-Nya diungkapkan dari alam roh yang tidak dapat dilihat manusia. Bagi manusia yang hidup dalam daging, mereka tidak bisa melewati alam roh. Akan tetapi setelah Tuhan menjadi daging, Dia berbicara kepada umat manusia dari sudut pandang kemanusiaan, dan Dia keluar dan melampaui lingkup alam roh. Dia dapat mengungkapkan watak ilahi, kehendak, dan sikap-Nya, melalui hal-hal yang dapat manusia bayangkan, hal-hal yang mereka lihat serta jumpai dalam kehidupan mereka, dan menggunakan cara-cara yang dapat diterima manusia, lewat bahasa yang dapat mereka mengerti, dan dengan pengetahuan yang dapat mereka pahami, demi memungkinkan manusia untuk memahami dan mengenal Tuhan, untuk memahami maksud-Nya dan standar yang dituntut-Nya dari mereka dalam lingkup kapasitas mereka, dan sesuai dengan batas kemampuan mereka. Inilah metode dan prinsip pekerjaan Tuhan dalam kemanusiaan. Meskipun cara Tuhan dan prinsip pekerjaan-Nya dalam daging sebagian besar dapat tercapai dengan atau melalui kemanusiaan, cara dan prinsip tersebut benar-benar mencapai hasil yang tidak dapat dicapai jika bekerja secara langsung dalam keilahian. Pekerjaan Tuhan dalam kemanusiaan lebih konkret, autentik, dan terarah, metode ini jauh lebih fleksibel, dan dalam bentuk yang melampaui pekerjaan yang dilakukan selama Zaman Hukum Taurat.

Selanjutnya, mari kita membahas tentang mengasihi Tuhan dan mengasihi sesamamu layaknya mengasihi dirimu sendiri. Apakah ini adalah sesuatu yang diungkapkan secara langsung dalam keilahian? Tentu saja tidak! Ini adalah semua hal yang disampaikan oleh Anak Manusia dalam kemanusiaan; hanya manusia yang akan mengatakan hal seperti, "Kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri. Mengasihi orang lain sama dengan menyayangi nyawamu sendiri." Hanya manusia yang akan berbicara dengan cara seperti ini. Tuhan tidak pernah berbicara dengan cara seperti ini. Paling tidak, Tuhan tidak memiliki bahasa sejenis ini dalam keilahian-Nya karena Dia tidak membutuhkan prinsip semacam ini, yakni "Kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri," untuk mengatur kasih-Nya kepada umat manusia, karena kasih Tuhan kepada umat manusia merupakan ungkapan alami dari apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya. Kapankah engkau semua pernah mendengar Tuhan mengatakan sesuatu seperti: "Aku mengasihi manusia layaknya Aku mengasihi diri-Ku sendiri"? Engkau tidak pernah mendengarnya, karena kasih berada dalam esensi Tuhan, dalam apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya. Kasih Tuhan kepada umat manusia, dan sikap-Nya serta cara Dia memperlakukan manusia, semua itu merupakan ungkapan dan pernyataan alami dari watak-Nya. Dia tidak perlu secara sengaja melakukan hal ini dengan menggunakan cara tertentu, atau secara sengaja mengikuti metode atau kode moral tertentu untuk bisa mengasihi sesama-Nya seperti diri-Nya sendiri—Dia sudah memiliki esensi semacam ini. Apa yang engkau lihat dalam hal ini? Ketika Tuhan bekerja dalam kemanusiaan, banyak dari metode, perkataan, dan kebenaran-Nya diungkapkan dalam cara manusia. Namun pada saat yang sama, watak Tuhan, apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya, serta kehendak-Nya diungkapkan agar orang bisa mengetahui dan memahaminya. Apa yang mereka ketahui dan pahami memang merupakan esensi-Nya, serta apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya, yang merepresentasikan identitas dan status yang melekat pada Tuhan itu sendiri. Dengan kata lain, Anak Manusia dalam daging mengungkapkan watak dan esensi yang melekat pada diri Tuhan itu sendiri dengan cara yang sebaik dan seakurat mungkin. Kemanusiaan dari Anak Manusia bukan saja tidak menjadi penghalang atau rintangan bagi komunikasi dan interaksi manusia dengan Tuhan yang di surga, tetapi sebenarnya merupakan satu-satunya saluran dan jembatan bagi umat manusia untuk terhubung dengan Tuhan atas segala ciptaan. Sekarang, pada titik ini, tidakkah engkau semua merasakan bahwa ada banyak kesamaan antara natur dan metode pekerjaan yang dilakukan oleh Tuhan Yesus pada Zaman Kasih Karunia dengan tahap pekerjaan-Nya yang sekarang? Tahap pekerjaan yang sekarang juga menggunakan banyak bahasa manusia untuk mengungkapkan watak Tuhan, dan menggunakan banyak bahasa dan metode dari kehidupan sehari-hari manusia, juga pengetahuan manusia untuk mengungkapkan kehendak Tuhan itu sendiri. Begitu Tuhan menjadi daging, entah Dia berbicara dari sudut pandang manusia ataupun dari sudut pandang ilahi, banyak dari bahasa dan cara pengungkapan-Nya dilakukan melalui media bahasa dan cara-cara manusia. Artinya, ketika Tuhan menjadi daging, ini merupakan kesempatan terbaik bagimu untuk menyaksikan kemahakuasaan Tuhan dan hikmat-Nya, dan mengenal setiap aspek nyata dari Tuhan. Ketika Tuhan menjadi daging, dalam pertumbuhan-Nya menjadi dewasa, Dia menjadi paham, Dia belajar, dan memahami beberapa pengetahuan, akal sehat, bahasa, serta metode pengungkapan manusia dalam kemanusiaan-Nya. Tuhan yang berinkarnasi memiliki hal-hal yang berasal dari manusia yang telah diciptakan-Nya. Hal-hal ini menjadi alat bagi Tuhan dalam daging untuk mengungkapkan watak dan keilahian-Nya, serta memungkinkan-Nya menjadikan pekerjaan-Nya itu lebih bisa diterapkan, lebih autentik, dan lebih akurat ketika Dia bekerja di tengah umat manusia, dari sudut pandang manusia dan dengan menggunakan bahasa manusia. Ini menjadikan pekerjaan-Nya lebih mudah diakses dan lebih mudah dipahami oleh orang-orang, dan dengan demikian mencapai hasil yang Tuhan inginkan. Bukankah lebih praktis bagi Tuhan untuk bekerja dalam daging seperti ini? Bukankah inilah hikmat Tuhan? Pada saat Tuhan menjadi daging, pada saat daging Tuhan mampu memikul pekerjaan yang ingin Dia laksanakan, itulah saat ketika Dia secara nyata mengungkapkan watak-Nya dan pekerjaan-Nya, itu juga saat ketika Dia dapat secara resmi memulai pelayanan-Nya sebagai Anak Manusia. Ini berarti tidak ada lagi "kesenjangan generasi" antara Tuhan dan manusia, ini berarti Tuhan akan segera menghentikan pekerjaan-Nya menyampaikan sesuatu melalui para utusan, dan ini berarti Tuhan itu sendiri dapat secara pribadi mengungkapkan seluruh firman dan pekerjaan dalam daging sesuai yang Dia inginkan. Ini juga berarti orang-orang yang Tuhan selamatkan berada lebih dekat dengan-Nya, yang berarti pekerjaan pengelolaan-Nya telah memasuki wilayah baru, dan seluruh umat manusia akan segera diperhadapkan pada era yang baru.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri III" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 72

Setiap orang yang telah membaca Alkitab tahu bahwa banyak peristiwa terjadi pada saat Tuhan Yesus dilahirkan. Yang paling luar biasa di antara peristiwa tersebut adalah ketika Dia diburu oleh rajanya para setan, sebuah peristiwa yang teramat mencekam hingga semua anak berusia dua tahun ke bawah di wilayah tersebut dibantai. Jelaslah bahwa Tuhan menanggung risiko besar dengan menjadi daging di antara manusia; harga mahal yang Dia bayarkan demi menyelesaikan pengelolaan-Nya menyelamatkan manusia juga jelas terlihat. Harapan besar yang Tuhan miliki bagi pekerjaan-Nya dalam daging di antara umat manusia juga jelas terlihat. Ketika daging Tuhan mampu melaksanakan pekerjaan di tengah umat manusia, bagaimanakah perasaan-Nya? Manusia seharusnya mampu sedikit memahami tentang hal ini, bukan? Setidaknya, Tuhan merasa bahagia karena Dia dapat mulai melaksanakan pekerjaan baru-Nya di antara manusia. Ketika Tuhan Yesus dibaptis dan secara resmi memulai pekerjaan-Nya untuk melaksanakan pelayanan-Nya, hati Tuhan meluap dengan sukacita karena setelah bertahun-tahun penantian dan persiapan, Dia akhirnya dapat mengenakan daging manusia normal dan memulai pekerjaan baru-Nya dalam wujud seorang manusia yang memiliki darah dan daging, yang dapat dilihat dan disentuh manusia. Dia akhirnya dapat berbicara berhadapan muka dan dari hati ke hati dengan manusia melalui identitas seorang manusia. Tuhan akhirnya bisa bertatap muka dengan manusia lewat cara-cara manusia dan bahasa manusia; Dia bisa membekali umat manusia, mencerahkan mereka, dan menolong mereka dengan menggunakan bahasa manusia; Dia bisa bersantap di meja yang sama dan tinggal dalam ruang yang sama dengan mereka. Dia juga bisa melihat manusia, melihat berbagai hal, dan melihat segalanya dengan cara yang sama dengan cara manusia melihatnya dan bahkan lewat mata mereka sendiri. Bagi Tuhan, ini sudah merupakan kemenangan pertama-Nya dalam pekerjaan-Nya dalam daging. Dapat dikatakan juga bahwa ini merupakan pencapaian dari sebuah pekerjaan besar—ini tentunya merupakan hal yang paling membahagiakan Tuhan. Mulai dari saat itulah, Tuhan merasakan, untuk pertama kalinya, semacam penghiburan dalam pekerjaan-Nya di antara manusia. Semua peristiwa yang terjadi tersebut begitu nyata dan alamiah, dan penghiburan yang Tuhan rasakan begitu nyata. Bagi umat manusia, setiap kali tahapan baru dari pekerjaan Tuhan tercapai, dan setiap kali Tuhan merasa puas, itu adalah saat manusia dapat menjadi semakin dekat dengan Tuhan dan dengan keselamatan. Bagi Tuhan, ini juga merupakan peluncuran pekerjaan baru-Nya, langkah maju dalam rencana pengelolaan-Nya, dan lebih dari itu, inilah saat ketika maksud-maksud-Nya mendekati pencapaian sempurna. Bagi umat manusia, datangnya kesempatan seperti ini merupakan sebuah keberuntungan, dan sangat baik; karena bagi semua orang yang menantikan keselamatan dari Tuhan, ini adalah kabar yang teramat penting dan penuh dengan sukacita. Saat Tuhan melaksanakan tahap yang baru dari pekerjaan-Nya, pada saat itulah Dia mengadakan permulaan yang baru, dan saat pekerjaan baru dan permulaan baru ini diluncurkan dan diperkenalkan di tengah manusia, pada saat itulah hasil dari tahap pekerjaan tersebut telah ditentukan, dan telah tercapai dan Tuhan telah melihat dampak akhir dan hasil dari pekerjaan tersebut. Ini juga merupakan saat dampak-dampak tersebut membuat Tuhan merasa puas, dan tentu saja, itu adalah saat hati-Nya merasa bahagia. Tuhan merasa terhibur karena, di mata-Nya, Dia telah melihat dan menentukan orang-orang yang Dia cari, dan Dia telah memperoleh sekelompok orang ini, sekelompok orang yang mampu membuat pekerjaan-Nya berhasil dan memberi-Nya kepuasan, Dengan demikian, Dia bisa menyingkirkan kekhawatiran-Nya, dan merasa bahagia. Dengan kata lain, ketika daging Tuhan bisa memulai pekerjaan baru di tengah manusia, dan Dia mulai melakukan pekerjaan yang harus Dia lakukan tanpa halangan, dan ketika Dia merasa bahwa semuanya telah tercapai, maka bagi-Nya, Dia telah melihat akhirnya. Oleh karena inilah Dia merasa puas, dan hati-Nya bahagia. Bagaimanakah kebahagiaan Tuhan diungkapkan? Dapatkah engkau semua membayangkan apa jawabannya? Mungkinkah Tuhan menangis? Bisakah Tuhan menangis? Bisakah Tuhan bertepuk tangan? Bisakah Tuhan menari? Bisakah Tuhan menyanyi? Jika bisa, apa yang akan Dia nyanyikan? Tentu saja Tuhan bisa menyanyikan lagu yang indah dan menyentuh, lagu yang bisa mengungkapkan sukacita dan kebahagiaan dalam hati-Nya. Dia dapat menyanyikannya bagi manusia, bagi diri-Nya sendiri, dan bagi segala sesuatu. Kebahagiaan Tuhan dapat diungkapkan dengan cara apa pun—semuanya ini normal karena Tuhan memiliki perasaan sukacita dan kesedihan, dan berbagai perasaan-Nya itu dapat diungkapkan dalam berbagai cara. Ini adalah hak-Nya, dan tidak ada yang lebih normal dan tepat daripada hal ini. Orang tidak seharusnya berpikiran lain tentang hal ini. Engkau semua tidak seharusnya berusaha mengenakan "mantra pengikat"[a] pada diri Tuhan, memberitahukan kepada-Nya bahwa Dia tidak patut melakukan ini atau itu, bahwa Dia tidak patut berlaku seperti ini atau seperti itu, dan dengan cara demikian membatasi kebahagiaan-Nya atau perasaan apa pun yang Dia rasakan. Dalam hati manusia, Tuhan tidak dapat merasa bahagia, tidak dapat meneteskan air mata, tidak dapat menangis—Dia tidak dapat mengungkapkan emosi apa pun. Melalui apa yang telah kami sampaikan selama dua persekutuan ini, Aku yakin bahwa engkau semua tidak akan lagi memandang Tuhan dengan cara seperti ini, melainkan akan membiarkan Tuhan memiliki kebebasan dan kelepasan. Ini hal yang sangat baik. Di masa mendatang, jika engkau semua sungguh-sungguh mampu merasakan kesedihan Tuhan ketika engkau mendengar tentang diri-Nya yang merasa sedih, dan jika engkau semua sungguh-sungguh merasakan kebahagiaan-Nya ketika engkau mendengar tentang diri-Nya yang merasa bahagia, setidaknya, engkau akan mampu secara jelas mengetahui dan memahami apa yang membuat Tuhan bahagia dan apa yang membuat-Nya sedih. Ketika engkau mampu merasa sedih karena Tuhan sedih, dan merasa bahagia karena Tuhan bahagia, Dia telah sepenuhnya mendapatkan hatimu dan tidak akan ada lagi penghalang antara dirimu dan diri-Nya. Engkau tidak akan lagi berusaha untuk membatasi Tuhan dengan menggunakan imajinasi, gagasan, dan pengetahuan manusia. Pada saat itulah, Tuhan akan menjadi hidup dan jelas di dalam hatimu. Dia akan menjadi Tuhan dalam hidupmu dan Tuhan atas segalanya yang berkenaan denganmu. Apakah engkau memiliki harapan semacam ini? Apakah engkau yakin bahwa engkau akan bisa mencapai hal ini?

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri III" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Catatan kaki:

a. "Mantra pengikat" adalah mantra yang digunakan biksu Tang Sanzang dalam novel Perjalanan ke Barat. Dia menggunakan mantra ini untuk mengendalikan Sun Wukong dengan mengetatkan ikat kepala logam yang melingkari kepala si raja monyet, menyebabkannya mengalami sakit kepala yang luar biasa, sehingga dia bisa dikendalikan. Ini menjadi kiasan untuk menjelaskan tentang sesuatu yang membelenggu seseorang.


Firman Tuhan Harian: Kutipan 73

Perumpamaan Tuhan Yesus

Perumpamaan Tentang Penabur (Matius 13:1-9)

Perumpamaan Tentang Lalang (Matius 13:24-30)

Perumpamaan Tentang Biji Sesawi (Matius 13:31-32)

Perumpamaan Tentang Ragi (Matius 13:33)

Perumpamaan Tentang Lalang Dijelaskan (Matius 13:36-43)

Perumpamaan Tentang Harta Karun (Matius 13:44)

Perumpamaan Tentang Mutiara (Matius 13:45-46)

Perumpamaan Tentang Jaring (Matius 13:47-50)

Yang pertama adalah perumpamaan tentang penabur. Ini adalah perumpamaan yang sangat menarik; menabur benih adalah peristiwa umum dalam kehidupan manusia. Yang kedua adalah perumpamaan tentang lalang. Siapa pun yang pernah bercocok tanam, dan tentunya semua orang dewasa, akan tahu apakah "lalang" itu. Yang ketiga adalah perumpamaan tentang biji sesawi. Engkau semua tahu apa itu biji sesawi, bukan? Jika engkau tidak mengetahuinya, engkau bisa membacanya di dalam Alkitab. Yang keempat adalah perumpamaan tentang ragi. Kebanyakan orang tahu bahwa ragi digunakan untuk fermentasi, dan bahwa ragi adalah sesuatu yang orang gunakan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Perumpamaan selanjutnya, termasuk yang keenam, perumpamaan tentang harta terpendam; yang ketujuh, perumpamaan tentang mutiara; lalu yang kedelapan, perumpamaan tentang jaring, semuanya diambil dan bersumber dari kehidupan nyata manusia. Gambaran seperti apa yang dilukiskan perumpamaan-perumpamaan ini? Ini adalah gambaran tentang Tuhan yang menjadi manusia normal dan hidup berdampingan dengan manusia, menggunakan bahasa kehidupan, bahasa manusia, untuk berkomunikasi dengan manusia dan membekali mereka dengan apa yang mereka butuhkan. Ketika Tuhan menjadi daging dan hidup di antara manusia untuk waktu yang lama, setelah Dia mengalami dan menyaksikan berbagai macam gaya hidup orang, pengalaman-pengalaman ini menjadi bahan pengajaran-Nya yang melaluinya Dia mengubah bahasa ilahi-Nya ke dalam bahasa manusia. Tentu saja, hal-hal yang Dia lihat dan dengar dalam kehidupan ini juga memperkaya pengalaman manusiawi Sang Anak Manusia. Ketika Dia ingin membuat orang memahami beberapa kebenaran, membuat mereka memahami sebagian dari kehendak Tuhan, Dia dapat menggunakan perumpamaan yang mirip dengan perumpamaan di atas untuk menyampaikan kehendak Tuhan dan tuntutan-Nya terhadap manusia. Perumpamaan ini semuanya berkaitan dengan kehidupan manusia; tidak ada satu pun yang tidak bersentuhan dengan kehidupan manusia. Ketika Tuhan Yesus hidup bersama manusia, Dia melihat petani bekerja di ladang mereka, dan Dia mengetahui apa itu lalang dan apa itu ragi; Dia mengerti bahwa manusia mencintai harta, jadi Dia menggunakan kiasan tentang harta dan mutiara. Dalam kehidupan, Dia sering melihat nelayan melemparkan jaring mereka ke laut; Tuhan Yesus melihat ini dan aktivitas lainnya yang berhubungan dengan kehidupan manusia, dan Dia juga mengalami jenis kehidupan semacam itu. Sama seperti manusia normal lainnya, Dia mengalami rutinitas manusia sehari-hari dan makan tiga kali sehari seperti mereka. Dia secara pribadi mengalami kehidupan seorang manusia kebanyakan, dan mengamati kehidupan orang lain. Ketika Dia mengamati dan secara pribadi mengalami semua ini, yang Dia pikirkan bukanlah tentang bagaimana memiliki kehidupan yang baik atau bagaimana Dia dapat hidup dengan lebih bebas, dengan lebih nyaman. Sebaliknya, dari pengalaman-Nya mengalami kehidupan manusia yang autentik, Tuhan Yesus menyaksikan kesukaran dalam hidup manusia. Dia menyaksikan kesusahan, kemalangan, dan kesedihan manusia yang hidup di bawah wilayah kekuasaan Iblis dan menjalani kehidupan dosa di bawah perusakan Iblis. Sementara Dia mengalami kehidupan manusia secara pribadi, Dia juga mengalami betapa tidak berdayanya manusia yang hidup di tengah kerusakan, dan Dia mengalami dan menyaksikan kondisi menyedihkan manusia-manusia yang hidup dalam dosa, yang kehilangan semua arah di tengah siksaan yang mereka alami oleh karena Iblis dan kejahatan. Ketika Tuhan Yesus melihat hal-hal ini, apakah Dia melihatnya dengan menggunakan keilahian-Nya ataukah kemanusiaan-Nya? Kemanusiaan-Nya itu benar-benar ada dan benar-benar hidup; Dia bisa mengalami dan melihat semuanya ini. Namun tentu saja, Dia juga melihat hal-hal ini dalam esensi diri-Nya, yaitu keilahian-Nya. Artinya, Kristus itu sendiri, Tuhan Yesus, dalam rupa manusia, menyaksikan ini, dan segala sesuatu yang Dia lihat membuat-Nya merasakan betapa pentingnya dan betapa perlunya pekerjaan yang telah Dia pikul selama waktu ini saat diri-Nya hidup dalam daging. Meskipun Dia sendiri tahu bahwa tanggung jawab yang perlu dipikul-Nya dalam daging sangatlah berat, dan Dia tahu betapa kejamnya rasa sakit yang harus Dia hadapi, saat Dia melihat bahwa umat manusia tidak berdaya dalam dosa, ketika Dia menyaksikan malangnya hidup mereka dan lemahnya mereka bergumul di bawah hukum Taurat, Dia semakin merasakan kesedihan, dan menjadi semakin gelisah untuk segera menyelamatkan umat manusia dari dosa. Tak peduli kesulitan seperti apa yang akan dihadapi-Nya atau rasa sakit seperti apa yang harus diderita-Nya, Dia menjadi semakin bertekad untuk menebus umat manusia, yang hidup dalam dosa. Selama proses ini, bisa engkau katakan bahwa Tuhan Yesus mulai memahami lebih jelas pekerjaan yang perlu Dia lakukan dan apa yang telah dipercayakan kepada-Nya. Dia juga menjadi semakin ingin untuk segera menyelesaikan pekerjaan yang harus Dia laksanakan—untuk menanggung dosa seluruh umat manusia, menebus umat manusia sehingga mereka tidak lagi hidup dalam dosa, dan pada saat yang sama, Tuhan akan dapat mengampuni dosa manusia oleh karena korban penghapus dosa, yang memungkinkan diri-Nya untuk melanjutkan pekerjaan-Nya menyelamatkan umat manusia. Dapat dikatakan bahwa dalam hati Tuhan Yesus, Dia rela mempersembahkan diri-Nya demi umat manusia, rela mengorbankan diri-Nya. Dia juga rela menjadi korban penghapus dosa, untuk dipakukan pada kayu salib, dan memang Dia sangat ingin untuk menyelesaikan pekerjaan ini. Ketika Dia menyaksikan betapa menyedihkannya hidup manusia, Dia semakin ingin untuk memenuhi misi-Nya secepat mungkin, tanpa tertunda semenit atau sedetik pun. Merasakan keterdesakan seperti itu, Dia tidak lagi memikirkan betapa luar biasanya rasa sakit yang akan ditanggung-Nya, Dia juga tidak lagi memikirkan seberapa dalam penghinaan yang harus diderita-Nya. Dia hanya memiliki satu keyakinan dalam hati-Nya: selama Dia mempersembahkan diri-Nya, selama Dia disalibkan sebagai korban penghapus dosa, kehendak Tuhan akan terlaksana dan Tuhan akan bisa memulai pekerjaan-Nya yang baru. Kehidupan manusia dan keadaan keberadaan dosa dalam diri mereka, akan sepenuhnya berubah. Keyakinan-Nya dan apa yang bertekad Dia lakukan, semuanya berhubungan dengan menyelamatkan manusia, dan Dia hanya memiliki satu tujuan, yaitu untuk melakukan kehendak Tuhan, sehingga Tuhan dapat dengan berhasil memulai tahap selanjutnya dari pekerjaan-Nya. Inilah yang ada dalam pikiran Tuhan Yesus pada saat itu.

Dengan hidup dalam daging, Tuhan yang berinkarnasi memiliki kemanusiaan yang normal; Dia memiliki emosi dan kerasionalan manusia normal. Dia tahu apa itu kebahagiaan, apa itu rasa sakit, dan ketika Dia melihat manusia menjalani kehidupan seperti ini, Dia merasakan secara mendalam bahwa hanya memberi mereka pengajaran, membekali mereka atau mengajarkan mereka sesuatu, tidak akan cukup untuk menuntun mereka keluar dari dosa. Dia juga merasa bahwa sekadar menyuruh mereka mematuhi perintah, tidak akan menebus mereka dari dosa—hanya jika Dia memikul dosa manusia dan menjadi serupa dengan daging yang berdosa, barulah Dia bisa menukarkannya dengan kebebasan manusia, menukarkannya dengan pengampunan Tuhan bagi umat manusia. Jadi setelah Tuhan Yesus mengalami dan menyaksikan kehidupan manusia dalam dosa, keinginan yang sangat kuat terwujud dalam hati-Nya—yakni memampukan manusia untuk membebaskan diri mereka dari kehidupan yang penuh pergumulan dalam dosa. Keinginan ini membuat-Nya semakin merasa bahwa Dia harus disalibkan dan memikul dosa manusia sesegera mungkin, secepat mungkin. Inilah pemikiran Tuhan Yesus pada waktu itu, setelah Dia hidup bersama manusia serta melihat, mendengar, dan merasakan kepedihan dari hidup mereka dalam dosa. Bahwa Tuhan yang berinkarnasi bisa memiliki kehendak seperti ini bagi manusia, bahwa Dia bisa mengungkapkan watak seperti ini—apakah ini sesuatu yang bisa dimiliki orang kebanyakan? Hal seperti apa yang akan dilihat orang kebanyakan jika hidup dalam lingkungan seperti ini? Apa yang akan mereka pikirkan? Jika orang kebanyakan dihadapkan pada semua ini, akankah mereka melihat masalah dari sudut pandang yang lebih tinggi? Tentu saja tidak! Walaupun penampilan lahiriah Tuhan yang berinkarnasi benar-benar serupa dengan manusia, dan walaupun Dia belajar pengetahuan manusia dan berbicara bahasa manusia, dan terkadang Dia bahkan mengungkapkan gagasan-Nya melalui metode dan cara bicara manusia, tetapi cara Dia memandang manusia, dan memandang esensi segala sesuatu sama sekali berbeda dengan cara manusia yang rusak memandang manusia dan esensi segala sesuatu. Sudut pandang dan ketinggian tempat-Nya berdiri adalah sesuatu yang tak tergapai bagi seseorang yang rusak. Ini karena Tuhan adalah kebenaran, karena daging yang Dia kenakan juga memiliki esensi Tuhan, dan pemikiran-Nya serta apa yang diungkapkan oleh kemanusiaan-Nya adalah juga kebenaran. Bagi manusia yang rusak, apa yang Dia ungkapkan dalam daging adalah perbekalan kebenaran dan hidup. Perbekalan ini bukan hanya untuk satu orang, melainkan untuk semua manusia. Di dalam hati manusia yang rusak, hanya terdapat beberapa orang saja yang berkaitan dengan dirinya. Mereka hanya memedulikan dan mengkhawatirkan segelintir orang ini saja. Ketika bencana datang, pertama-tama mereka memikirkan anak, pasangan, atau orang tua mereka sendiri. Paling banter, seseorang yang lebih berbelas kasihan mungkin akan sedikit memikirkan beberapa kerabat atau teman baik, tetapi apakah pemikiran seseorang yang bahkan berbelas kasihan seperti itu pun akan melebihi dari itu? Tidak, tidak akan pernah! Itu karena bagaimanapun juga, manusia adalah manusia, dan mereka hanya dapat melihat segala sesuatu dari sudut pandang dan ketinggian seorang manusia. Akan tetapi, Tuhan yang berinkarnasi sama sekali berbeda dari manusia yang rusak. Sebiasa apa pun, senormal apa pun, dan sehina apa pun daging dari Tuhan yang berinkarnasi, atau bahkan serendah apa pun orang memandang-Nya, pemikiran dan sikap-Nya terhadap umat manusia adalah sesuatu yang tidak bisa dimiliki seorang manusia pun, sesuatu yang tidak mungkin ditiru seorang manusia pun. Dia akan selalu mengamati manusia dari sudut pandang keilahian, dari ketinggian kedudukan-Nya sebagai Sang Pencipta. Dia akan selalu memandang manusia melalui esensi dan pola pikir Tuhan. Dia sama sekali tidak bisa memandang umat manusia dari ketinggian yang hina seorang manusia kebanyakan, dan dari sudut pandang seorang yang rusak. Ketika orang memandang manusia, mereka memandangnya dengan menggunakan penglihatan manusia, dan mereka menggunakan hal-hal seperti pengetahuan, peraturan dan teori manusia sebagai tolak ukur. Ini berada dalam lingkup hal-hal yang bisa dilihat manusia dengan mata mereka dan lingkup yang bisa dicapai oleh manusia yang rusak. Ketika Tuhan memandang manusia, Dia memandangnya dengan menggunakan penglihatan ilahi, dan Dia menggunakan esensi-Nya dan apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya sebagai tolak ukur. Lingkup ini meliputi hal-hal yang tidak bisa dilihat manusia, dan di sinilah terletak perbedaan sepenuhnya antara Tuhan yang berinkarnasi dan manusia yang rusak. Perbedaan ini ditentukan oleh esensi yang berbeda antara manusia dan Tuhan—perbedaan esensi inilah yang menentukan identitas dan kedudukan mereka, sekaligus juga sudut pandang dan ketinggian tempat mereka memandang berbagai hal. Apakah engkau semua melihat pernyataan dan pengungkapan Tuhan itu sendiri dalam diri Tuhan Yesus? Engkau bisa mengatakan bahwa apa yang Tuhan Yesus lakukan dan katakan berkaitan dengan pelayanan-Nya dan pekerjaan pengelolaan Tuhan sendiri, bahwa semua itu merupakan pernyataan dan pengungkapan esensi Tuhan. Meskipun Dia memang memiliki perwujudan manusia, esensi ilahi-Nya dan pengungkapan keilahian-Nya tidak dapat dibantah. Apakah perwujudan manusia ini benar-benar merupakan perwujudan kemanusiaan? Perwujudan manusia diri-Nya, secara esensi, sama sekali berbeda dari perwujudan manusia dari orang-orang yang rusak. Tuhan Yesus adalah Tuhan yang berinkarnasi. Seandainya Dia benar-benar hanyalah salah satu dari orang biasa yang rusak, mungkinkah Dia memandang kehidupan manusia dalam dosa dari sudut pandang ilahi? Sama sekali tidak mungkin! Inilah perbedaan antara Anak Manusia dan orang-orang biasa. Orang-orang yang rusak semuanya hidup dalam dosa, dan ketika orang melihat dosa, mereka tidak memiliki perasaan khusus tentang hal itu; mereka semuanya sama, layaknya seekor babi yang hidup dalam lumpur dan sama sekali tidak merasakan ketidaknyamanan, ataupun merasa kotor—sebaliknya, ia makan dengan lahap, dan tidur dengan nyenyak. Jika seseorang membersihkan kandang babi tersebut, babi itu tidak akan merasa tenang, dan tidak mau tetap bersih. Dalam waktu singkat, ia akan kembali berguling-guling di lumpur, benar-benar merasa nyaman, karena ia adalah makhluk yang kotor. Manusia memandang babi sebagai makhluk yang kotor, dan jika engkau membersihkan lingkungan hidupnya, babi tersebut tidak merasa lebih baik—inilah sebabnya tidak seorang pun memelihara babi dalam rumah mereka. Cara manusia memandang babi akan selalu berbeda dengan cara babi memandang diri mereka sendiri, karena manusia dan babi tidaklah sama. Dan karena Anak Manusia yang berinkarnasi tidaklah sama dengan manusia yang rusak, hanya Tuhan yang berinkarnasi yang dapat memandang dari sudut pandang ilahi, dan berdiri dari ketinggian Tuhan untuk memandang umat manusia dan memandang segala sesuatu.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri III" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 74

Penderitaan seperti apakah yang Tuhan alami ketika Dia menjadi daging dan hidup di antara manusia? Penderitaan apakah ini? Adakah orang yang benar-benar memahaminya? Sebagian orang mengatakan bahwa Tuhan sangat menderita, dan meskipun Dia adalah Tuhan itu sendiri, manusia tidak memahami esensi-Nya, melainkan cenderung untuk selalu memperlakukan-Nya layaknya seorang manusia, menyebabkan diri-Nya merasa sangat sedih dan merasa diperlakukan tidak adil—mereka mengatakan bahwa, karena alasan inilah, penderitaan Tuhan sungguh dahsyat. Yang lain mengatakan bahwa Tuhan tidak bersalah dan tanpa dosa, tetapi Dia menderita layaknya manusia, bahwa Dia menderita penganiayaan, fitnah, dan penghinaan bersama umat manusia; mereka mengatakan Dia juga menanggung kesalahpahaman dan ketidaktaatan para pengikut-Nya—dengan demikian, mereka mengatakan bahwa penderitaan Tuhan sungguh tak dapat diukur. Nampaknya engkau semua tidak sungguh-sungguh memahami Tuhan. Sesungguhnya, penderitaan yang engkau semua katakan ini tidak terhitung sebagai penderitaan yang sebenarnya bagi Tuhan, karena ada penderitaan yang lebih dahsyat daripada penderitaan ini. Lalu, apakah penderitaan yang sebenarnya bagi Tuhan itu sendiri? Apakah penderitaan sebenarnya bagi daging inkarnasi Tuhan? Bagi Tuhan, tidak terhitung sebagai penderitaan ketika umat manusia tidak memahami-Nya, dan ketika mereka memiliki kesalahpahaman tentang Tuhan dan tidak memandang-Nya sebagai Tuhan. Akan tetapi, orang sering kali merasa bahwa Tuhan pastilah menderita ketidakadilan yang besar, karena semasa Tuhan berada dalam daging Dia tidak dapat memperlihatkan pribadi-Nya kepada manusia dan membuat mereka melihat kebesaran-Nya, dan karena Tuhan dengan rendah hati bersembunyi dalam daging yang tidak berarti, dan bahwa ini pastilah sangat menyiksa bagi-Nya. Orang memikirkan dengan serius apa yang mampu mereka pahami dan apa yang bisa mereka lihat tentang penderitaan Tuhan, lalu mengungkapkan segala bentuk simpati terhadap Tuhan dan bahkan sering kali menawarkan sedikit pujian karena penderitaan-Nya. Pada kenyataannya, terdapat perbedaan; ada jurang pemisah antara apa yang orang pahami mengenai penderitaan Tuhan dan apa yang benar-benar Dia rasakan. Aku akan memberitahukan kepadamu kebenarannya—bagi Tuhan, baik bagi Roh Tuhan maupun daging inkarnasi Tuhan, penderitaan yang digambarkan di atas bukanlah penderitaan yang sebenarnya. Lalu apakah sebenarnya yang Tuhan derita? Mari kita membahas tentang penderitaan Tuhan hanya dari sudut pandang Tuhan yang berinkarnasi.

Ketika Tuhan menjadi daging, menjadi seorang manusia normal pada umumnya, hidup di tengah umat manusia, berdampingan dengan orang-orang, tidak dapatkah Dia melihat dan merasakan cara-cara, hukum, dan falsafah hidup manusia? Bagaimanakah perasaan-Nya tentang cara-cara dan hukum kehidupan tersebut? Apakah Dia merasakan kebencian dalam hati-Nya? Mengapa Dia merasa benci? Apa sajakah cara-cara dan peraturan hidup manusia? Prinsip apa sajakah yang menjadi akarnya? Apa yang mendasarinya? Cara-cara, hukum, dan hal-hal manusia lainnya yang berkaitan dengan cara hidup mereka—semuanya ini diciptakan berdasarkan logika, pengetahuan, dan falsafah Iblis. Manusia yang hidup di bawah jenis hukum seperti ini tidak memiliki kemanusiaan, tidak memiliki kebenaran—mereka semua menentang kebenaran, dan memusuhi Tuhan. Jika kita memperhatikan esensi Tuhan, kita melihat bahwa esensi-Nya sama sekali berlawanan dengan logika, pengetahuan, dan falsafah Iblis. Esensi-Nya penuh dengan keadilan, kebenaran, kekudusan, dan realitas lainnya dari segala hal yang positif. Tuhan yang memiliki esensi seperti ini dan hidup di tengah umat manusia yang seperti itu, apa yang Dia rasakan? Apa yang Dia rasakan di dalam hati-Nya? Bukankah hati-Nya penuh dengan rasa sakit? Hati-Nya merasakan kesakitan, suatu kesakitan yang tidak dapat dimengerti atau dialami oleh seorang manusia pun. Ini karena segala sesuatu yang Dia hadapi, temui, dengar, lihat, dan alami adalah seluruh kerusakan dan kejahatan manusia, serta pemberontakan dan penentangan mereka terhadap kebenaran. Semua yang berasal dari manusia adalah sumber penderitaan-Nya. Dengan kata lain, karena esensi-Nya tidak sama dengan manusia yang rusak, kerusakan manusia menjadi sumber penderitaan-Nya yang terbesar. Ketika Tuhan menjadi daging, apakah Dia dapat menemukan seseorang yang memiliki bahasa yang sama dengan-Nya? Orang semacam itu tidak dapat ditemukan di antara manusia. Tidak ada yang didapati-Nya mampu berkomunikasi dengan Tuhan atau mampu bercakap dengan Tuhan—perasaan seperti apakah menurutmu yang Tuhan rasakan mengenai ini? Hal-hal yang orang bicarakan, cintai, kejar dan dambakan semuanya berkaitan dengan dosa, dan kecenderungan yang jahat. Ketika Tuhan menghadapi semua ini, bukankah rasanya seperti sebilah pisau menghunjam hati-Nya? Diperhadapkan pada semua ini, bisakah Dia merasakan sukacita di dalam hati-Nya? Bisakah Dia menemukan penghiburan? Mereka yang hidup bersama-Nya adalah manusia-manusia yang penuh dengan pemberontakan dan kejahatan—bagaimana mungkin hati-Nya tidak menderita? Seberapa hebatkah penderitaan ini, sesungguhnya dan siapakah yang peduli akan ini? Siapakah yang menghiraukannya? Dan siapa yang mampu menghargainya? Manusia sama sekali tidak mampu memahami hati Tuhan. Penderitaan-Nya adalah sesuatu yang manusia secara khusus tidak mampu menghargainya, dan sikap dingin serta mati rasanya manusia memperparah penderitaan Tuhan.

Ada sebagian orang yang sering merasa bersimpati terhadap kesusahan Kristus karena ada ayat di Alkitab yang berbunyi: "Serigala punya lubang, dan burung di udara punya sarang; tetapi Anak Manusia tidak punya tempat untuk meletakkan kepala-Nya." Ketika orang mendengar ayat ini, mereka memikirkannya dengan serius dan yakin bahwa inilah penderitaan terbesar yang ditanggung oleh Tuhan, dan penderitaan terbesar yang ditanggung oleh Kristus. Sekarang, melihatnya dari sudut pandang fakta, apakah benar demikian? Tidak; Tuhan tidak menganggap kesukaran ini sebagai penderitaan. Dia tidak pernah menangisi ketidakadilan karena kesukaran daging yang dialami-Nya, dan Dia tidak pernah membuat manusia membalas jasa atau menghadiahi-Nya apa pun. Namun, ketika Dia menyaksikan segala sesuatu yang berkaitan dengan umat manusia dan kehidupan manusia yang rusak serta kejahatan manusia yang rusak, ketika Dia menyaksikan betapa umat manusia berada dalam genggaman tangan Iblis dan dipenjara oleh Iblis dan tidak bisa melepaskan dirinya, ketika menyaksikan bahwa manusia yang hidup dalam dosa tidak mengetahui apa itu kebenaran, Dia tidak dapat menoleransi semua dosa ini. Kebencian-Nya terhadap manusia semakin bertambah hari demi hari, tetapi Dia mesti menanggung semua ini. Inilah penderitaan yang besar bagi Tuhan. Tuhan tidak dapat sepenuhnya mengungkapkan bahkan suara dari hati-Nya atau perasaan-Nya di antara pengikut-Nya, dan tidak seorang pun di antara pengikut-Nya yang dapat benar-benar memahami penderitaan-Nya. Bahkan tidak ada yang mencoba untuk mengerti atau menghibur hati-Nya, yang menanggung penderitaan ini hari demi hari, tahun demi tahun, dan berulang-ulang kali. Apa yang engkau semua lihat dari semuanya ini? Tuhan tidak meminta apa pun dari manusia sebagai balasan atas apa yang telah Dia berikan, tetapi oleh karena esensi Tuhan, Dia sama sekali tidak dapat menoleransi kejahatan, kerusakan, dan dosa manusia, dan Dia sebaliknya merasakan muak dan kebencian yang amat sangat, yang membuat hati Tuhan dan daging-Nya menanggung penderitaan tanpa akhir. Sudahkah engkau semua melihat hal ini? Kemungkinan besar, tidak seorang pun di antaramu yang mampu melihat ini, karena tidak ada seorang pun di antaramu yang bisa benar-benar memahami Tuhan. Seiring berjalannya waktu, engkau seharusnya mengalaminya sendiri.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri III" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 75

Yesus Memberi Makan Lima Ribu Orang

Yohanes 6:8-13 Salah satu dari murid-murid-Nya, Andreas, saudara Simon Petrus, berkata kepada-Nya: "Ada seorang anak kecil di sini, yang punya lima roti gandum dan dua ekor ikan kecil: tetapi apakah artinya itu dibanding dengan orang banyak ini?" Maka Yesus berkata: "Suruhlah mereka duduk." Di sana ada banyak rumput hijau. Maka mereka duduk, jumlahnya sekitar lima ribu laki-laki. Lalu Yesus mengambil roti itu; dan setelah mengucap syukur, Dia menyerahkannya kepada murid-murid-Nya dan murid-murid itu membagi-bagikannya kepada mereka yang duduk, dan begitu juga yang dilakukan-Nya dengan ikan-ikan itu, sebanyak yang mereka kehendaki. Ketika mereka sudah kenyang, Dia berkata kepada murid-murid-Nya: "Kumpulkanlah potongan-potongan sisanya, agar jangan sampai ada yang terbuang." Karena itu mereka mengumpulkan semuanya dan memenuhi dua belas keranjang dengan sisa potongan dari lima roti gandum, yang tersisa setelah mereka makan.

Apa gagasan di balik "lima roti dan dua ikan"? Biasanya cukup untuk memberi makan berapa orangkah lima roti dan dua ikan itu? Jika engkau mendasarkan pengukuranmu pada nafsu makan kebanyakan orang, ini hanya akan cukup untuk dua orang. Inilah gagasan paling mendasar di balik "lima roti dan dua ikan." Namun, dalam perikop ini, ada berapa banyak orang yang diberi makan dengan lima roti dan dua ikan? Berikut ini adalah apa yang tercatat dalam Kitab Suci: "Di sana ada banyak rumput hijau. Maka mereka duduk, jumlahnya sekitar lima ribu laki-laki." Dibandingkan dengan lima roti dan dua ikan, apakah lima ribu jumlah yang besar? Menunjukkan apakah jumlah sebesar ini? Dari sudut pandang manusia, membagi lima roti dan dua ikan untuk lima ribu orang adalah hal yang mustahil, karena perbedaan antara jumlah orang dan makanan terlalu jauh. Bahkan kalaupun setiap orang hanya diberi satu gigitan kecil, tetap tidak akan cukup untuk lima ribu orang. Tetapi di sini, Tuhan Yesus melakukan suatu mukjizat—Dia bukan saja memastikan bahwa lima ribu orang itu bisa makan dengan kenyang, bahkan masih ada makanan yang tersisa. Tertulis dalam Kitab Suci: "Ketika mereka sudah kenyang, Dia berkata kepada murid-murid-Nya: 'Kumpulkanlah potongan-potongan sisanya, agar jangan sampai ada yang terbuang.' Karena itu mereka mengumpulkan semuanya dan memenuhi dua belas keranjang dengan sisa potongan dari lima roti gandum, yang tersisa setelah mereka makan." Mukjizat ini memampukan orang-orang untuk melihat identitas dan status Tuhan Yesus, dan melihat bahwa tidak ada yang mustahil bagi Tuhan—dan dengan demikian, mereka melihat kebenaran mengenai kemahakuasaan Tuhan. Lima roti dan dua ikan cukup untuk memberi makan lima ribu orang, tetapi bagaimana seandainya tidak ada makanan apa pun, masih bisakah Tuhan memberi makan lima ribu orang ini? Tentu saja Dia bisa! Ini adalah mukjizat, sehingga tak terhindarkan orang-orang merasa ini tidak dapat dipahami dan merasa bahwa ini sangatlah luar biasa dan misterius, tetapi bagi Tuhan, melakukan hal semacam ini adalah perkara kecil. Karena ini adalah hal yang biasa bagi Tuhan, mengapakah ini harus dikhususkan dalam penafsirannya? Karena di balik mukjizat ini terdapat kehendak Tuhan Yesus, yang tidak pernah ditemukan oleh umat manusia sebelumnya.

Pertama-tama, mari kita mencoba memahami orang-orang seperti apakah kelima ribu orang tersebut. Apakah mereka pengikut Tuhan Yesus? Dari Kitab Suci, kita tahu bahwa mereka bukanlah pengikut-Nya. Apakah mereka tahu siapa Tuhan Yesus? Tentu saja tidak! Setidaknya, mereka tidak tahu bahwa orang yang berdiri di hadapan mereka adalah Kristus, atau mungkin sebagian dari mereka hanya mengenal siapa nama-Nya, dan mengetahui atau pernah mendengar sesuatu tentang hal-hal yang telah Dia lakukan. Keingintahuan mereka tentang Tuhan Yesus hanya muncul setelah mereka mendengar kisah-kisah tentang Dia, tetapi engkau tentunya tidak dapat mengatakan bahwa mereka mengikuti Dia, apalagi memahami-Nya. Ketika Tuhan Yesus melihat kelima ribu orang ini, mereka sedang lapar dan hanya bisa memikirkan tentang bagaimana agar bisa makan sampai kenyang, jadi dalam konteks inilah Tuhan Yesus memuaskan keinginan mereka. Ketika Dia memuaskan keinginan mereka, apakah yang ada di dalam hati-Nya? Bagaimanakah sikap-Nya terhadap orang-orang ini yang hanya ingin makan sampai kenyang? Pada saat ini, pikiran Tuhan Yesus dan sikap-Nya berkaitan dengan watak dan esensi Tuhan. Menghadapi lima ribu orang ini, yang perutnya kosong, yang hanya ingin makan sampai kenyang, menghadapi orang-orang yang penuh rasa ingin tahu dan harapan akan Dia, Tuhan Yesus hanya memikirkan bagaimana memanfaatkan mukjizat ini untuk mengaruniakan kasih karunia kepada mereka. Namun, Dia tidak berharap banyak bahwa mereka akan menjadi pengikut-Nya, karena Dia tahu bahwa mereka hanya ingin turut dalam kesenangan dan makan sampai kenyang, sehingga Dia melakukan yang terbaik dengan apa yang Dia miliki di sana, dan menggunakan lima roti dan dua ikan untuk memberi makan lima ribu orang. Dia membuka mata orang-orang ini yang senang menyaksikan hal-hal menarik, yang ingin menyaksikan mukjizat, dan mereka melihat dengan mata kepala mereka sendiri hal-hal yang bisa dilakukan oleh Tuhan yang berinkarnasi. Meskipun Tuhan Yesus menggunakan sesuatu yang kasatmata untuk memuaskan rasa ingin tahu mereka, Dia sudah tahu dalam hati-Nya bahwa lima ribu orang ini hanya ingin makan kenyang, sehingga Dia tidak berkhotbah kepada mereka atau mengatakan apa pun—Dia hanya membiarkan mereka menyaksikan mukjizat ini saat itu terjadi. Dia sama sekali tidak bisa memperlakukan orang-orang ini dengan cara yang sama seperti Dia memperlakukan murid-murid-Nya yang sungguh-sungguh mengikuti-Nya, tetapi di dalam hati Tuhan, semua makhluk ciptaan berada di bawah kekuasaan-Nya, dan Dia akan membiarkan semua makhluk ciptaan yang ada di hadapan-Nya untuk menikmati kasih karunia Tuhan jika memang perlu. Meskipun orang-orang ini tidak mengenal siapa Dia dan tidak memahami-Nya atau memiliki kesan tertentu akan Dia, atau berterima kasih kepada-Nya bahkan setelah mereka makan roti dan ikan tersebut, ini bukanlah sesuatu yang Tuhan permasalahkan—Dia memberi kepada orang-orang ini kesempatan yang luar biasa untuk menikmati kasih karunia Tuhan. Beberapa orang mengatakan bahwa Tuhan berprinsip dalam apa yang Dia lakukan, bahwa Dia tidak menjaga atau melindungi orang-orang tidak percaya, dan bahwa Dia secara khusus tidak membiarkan mereka menikmati kasih karunia-Nya. Apakah benar demikian? Di mata Tuhan, selama mereka adalah makhluk hidup yang diciptakan sendiri oleh-Nya, Dia akan mengelola dan memelihara mereka, dan dengan berbagai cara, Dia akan memperlakukan mereka, merancang bagi mereka, dan mengatur mereka. Inilah pikiran dan sikap Tuhan terhadap segala hal.

Meskipun lima ribu orang yang makan roti dan ikan tidak berencana mengikuti Tuhan Yesus, Dia tidak mengajukan tuntutan kepada mereka; setelah mereka makan sampai kenyang, tahukah engkau semua apa yang Tuhan Yesus lakukan? Apakah Dia mengkhotbahkan sesuatu kepada mereka? Ke manakah Dia pergi setelah melakukan ini? Kitab Suci tidak mencatat bahwa Tuhan Yesus mengatakan apa pun kepada mereka, Dia hanya diam-diam pergi setelah melakukan mukjizat-Nya. Jadi apakah Dia mengajukan tuntutan kepada orang-orang ini? Apakah ada kebencian? Tidak, tidak ada satu pun dari hal-hal ini. Dia hanya tidak ingin lagi memikirkan orang-orang ini yang tidak dapat mengikuti Dia, dan pada saat itu hati-Nya sakit. Karena Dia telah menyaksikan kebejatan umat manusia dan Dia telah merasakan penolakan manusia terhadap-Nya, pada saat Dia melihat orang-orang ini dan berada bersama mereka, kebodohan dan kebebalan manusia membuat-Nya merasa sangat sedih dan hati-Nya sakit, dan satu-satunya yang Dia ingin lakukan adalah pergi meninggalkan orang-orang ini secepat mungkin. Tuhan tidak ingin mengajukan tuntutan apa pun terhadap mereka di dalam hati-Nya, Dia tidak ingin memikirkan mereka, dan bahkan lebih dari itu, Dia tidak ingin membuang tenaga-Nya untuk mereka. Dia tahu bahwa mereka tidak bisa mengikuti-Nya, tetapi sekalipun demikian, sikap-Nya terhadap mereka tetap sangat jelas. Dia hanya ingin memperlakukan mereka dengan baik, mengaruniakan kepada mereka kasih karunia, dan memang seperti inilah sikap Tuhan terhadap setiap makhluk ciptaan di bawah kekuasaan-Nya—memperlakukan setiap makhluk ciptaan dengan baik, menyediakan kebutuhan mereka dan memelihara mereka. Karena alasan inilah yakni bahwa Tuhan Yesus adalah Tuhan yang berinkarnasi, maka Dia secara sangat wajar mengungkapkan esensi Tuhan itu sendiri dan memperlakukan orang-orang ini dengan baik. Dia memperlakukan mereka dengan hati penuh belas kasihan dan toleransi, dan dengan hati yang seperti itulah Dia menunjukkan kebaikan kepada mereka. Tidak peduli bagaimana orang-orang ini memandang Tuhan Yesus, dan tidak peduli bagaimana hasil akhirnya, Dia memperlakukan setiap makhluk ciptaan berdasarkan posisi-Nya sebagai Tuhan atas segala ciptaan. Semua yang Dia ungkapkan, tanpa terkecuali, adalah watak Tuhan, apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya. Tuhan Yesus dengan diam-diam melakukan hal ini, dan kemudian dengan diam-diam juga Dia pergi—aspek watak Tuhan yang manakah ini? Dapatkah engkau mengatakan bahwa ini adalah kasih setia Tuhan? Dapatkah engkau mengatakan ini sebagai sikap Tuhan yang tidak mementingkan diri sendiri? Apakah ini adalah sesuatu yang mampu dilakukan oleh orang biasa? Tentu tidak! Secara esensi, siapakah lima ribu orang ini yang diberi makan oleh Tuhan Yesus dengan lima roti dan dua ikan? Dapatkah engkau mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang berkesesuaian dengan-Nya? Dapatkah engkau semua mengatakan bahwa mereka semua memusuhi Tuhan? Dapat dikatakan dengan pasti bahwa mereka sama sekali tidak berkesesuaian dengan Tuhan, dan esensi mereka benar-benar memusuhi Tuhan. Namun demikian, bagaimanakah Tuhan memperlakukan mereka? Dia menggunakan sebuah metode untuk menjinakkan permusuhan manusia terhadap Tuhan—metode ini disebut "kebaikan." Artinya, meskipun Tuhan Yesus memandang mereka sebagai orang-orang berdosa, di mata Tuhan mereka bagaimanapun juga adalah ciptaan-Nya, sehingga Dia tetap memperlakukan orang-orang berdosa ini dengan baik. Inilah toleransi Tuhan, dan toleransi ini ditentukan oleh identitas dan esensi Tuhan sendiri. Jadi, ini adalah sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh manusia yang diciptakan oleh Tuhan—hanya Tuhan sendiri yang dapat melakukannya.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri III" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 76

Jika engkau mampu dengan sungguh-sungguh menghargai pikiran dan sikap Tuhan terhadap umat manusia, jika engkau dapat dengan sungguh-sungguh memahami perasaan dan kepedulian Tuhan terhadap setiap makhluk ciptaan, maka engkau akan mampu memahami kesetiaan dan kasih yang dicurahkan kepada masing-masing orang yang diciptakan oleh Sang Pencipta. Ketika ini terjadi, engkau akan menggunakan dua kata untuk menggambarkan kasih Tuhan. Apa sajakah kedua kata itu? Ada yang bilang "tanpa pamrih," ada lagi yang bilang "filantropis." Dari kedua kata ini, "filantropis" adalah kata yang paling tidak cocok untuk menggambarkan kasih Tuhan. Ini adalah kata yang digunakan orang untuk menggambarkan seseorang yang murah hati atau berpikiran luas. Aku membenci kata ini, karena kata ini mengacu pada pemberian sumbangan secara acak, tanpa pandang bulu, tanpa mempertimbangkan prinsip. Ini adalah kecenderungan yang terlalu sentimental, yang pada umumnya dilakukan oleh orang-orang yang bodoh dan bingung. Ketika kata ini digunakan untuk menggambarkan kasih Tuhan, sudah pasti ada konotasi menghujat di dalamnya. Aku memiliki dua kata yang lebih sesuai untuk menggambarkan kasih Tuhan. Apakah kedua kata tersebut? Kata pertama adalah "besar." Bukankah kata ini sangat menggugah? Kata kedua adalah "luas." Terdapat makna yang nyata di balik kedua kata yang Kugunakan untuk menggambarkan kasih Tuhan ini. Secara harfiah, "besar" menggambarkan volume atau kapasitas suatu hal, tetapi sebesar apa pun hal tersebut, itu adalah sesuatu yang bisa disentuh dan dilihat orang. Ini karena hal tersebut benar-benar ada, bukan sebuah objek yang abstrak, melainkan sesuatu yang dapat memberikan kepada manusia gagasan dengan cara yang relatif akurat dan nyata. Entah engkau melihatnya dari perspektif dua atau tiga dimensi, engkau tidak perlu membayangkan keberadaannya, karena itu adalah sesuatu yang sungguh-sungguh ada dengan cara yang nyata. Meskipun menggunakan kata "besar" untuk menggambarkan kasih Tuhan terasa seperti sebuah upaya untuk mengukur kasih-Nya, tetapi itu juga memberikan perasaan bahwa kasih-Nya itu tidaklah dapat diukur. Aku mengatakan bahwa kasih Tuhan dapat diukur, karena kasih-Nya itu tidak kosong dan kasih-Nya bukanlah sesuatu yang bersifat legenda. Sebaliknya, kasih-Nya adalah sesuatu yang dirasakan oleh segala sesuatu yang berada di bawah kekuasaan Tuhan, sesuatu yang dinikmati oleh semua makhluk ciptaan dalam tingkatan berbeda dan dari sudut pandang berbeda. Meskipun orang tidak dapat melihat atau menyentuhnya, kasih ini membawa pemeliharaan dan hidup bagi segala sesuatu pada saat kasih itu dinyatakan, sedikit demi sedikit dalam hidup mereka, dan mereka menghargainya dan memberi kesaksian tentang kasih Tuhan yang mereka nikmati itu di setiap saat yang berlalu. Aku mengatakan bahwa kasih Tuhan tak bisa diukur karena misteri bagaimana Tuhan membekali dan memelihara segala sesuatu adalah hal yang sulit orang pahami, begitu juga dengan pemikiran Tuhan untuk segala hal, terlebih untuk umat manusia. Dengan kata lain, tidak seorang pun tahu darah dan air mata yang telah ditumpahkan Sang Pencipta bagi umat manusia. Tidak seorang pun bisa memahaminya, tidak ada yang bisa memahami kedalaman atau bobot kasih yang Sang Pencipta miliki bagi umat manusia yang Dia ciptakan dengan tangan-Nya sendiri. Menggambarkan kasih Tuhan dengan kata besar bertujuan membantu orang untuk menghargai dan memahami luasnya kasih Tuhan dan kebenaran akan keberadaan kasih tersebut. Juga bertujuan agar orang dapat lebih dalam memahami arti sesungguhnya dari kata "Pencipta," dan agar orang dapat memperoleh pemahaman yang lebih dalam akan arti sebutan "ciptaan." Apakah yang biasanya digambarkan dengan kata "luas"? Biasanya kata itu digunakan untuk menggambarkan samudra atau semesta, sebagai contoh: "alam semesta yang luas," atau "samudra luas." Luas dan kedalaman yang tenang dari alam semesta melampaui pemahaman manusia; merupakan sesuatu yang menarik imajinasi manusia, sesuatu yang membuat mereka merasakan kekaguman luar biasa. Misteri dan kedalamannya terlihat namun tak terjangkau. Ketika engkau memikirkan samudra, engkau memikirkan betapa luasnya samudra—terlihat seakan tanpa batas, dan engkau dapat merasakan kemisteriusan dan kapasitasnya yang besar untuk mencakup berbagai hal. Inilah sebabnya Aku menggunakan kata "luas" untuk menggambarkan kasih Tuhan, demi membantu manusia merasakan betapa berharga kasih-Nya, merasakan kedalaman dan keindahan kasih-Nya, dan merasakan bahwa kekuatan kasih Tuhan itu tak terbatas dan teramat luas jangkauannya. Aku menggunakan kata ini demi membantu manusia merasakan kekudusan kasih-Nya, dan martabat serta tak terbantahkannya diri Tuhan yang terungkap lewat kasih-Nya. Sekarang apakah menurutmu "luas" adalah kata yang tepat untuk menggambarkan kasih Tuhan? Dapatkah kasih Tuhan diukur dengan menggunakan kedua kata ini yakni "besar" dan "luas"? Tentu saja! Dalam bahasa manusia, hanya dua kata ini yang agak tepat, dan relatif dekat untuk menggambarkan kasih Tuhan. Tidakkah engkau semua berpikir demikian? Jika Aku memintamu menggambarkan kasih Tuhan, akankah engkau semua menggunakan dua kata ini? Kemungkinan besar engkau semua tidak akan menggunakannya, karena pemahaman dan penghargaanmu akan kasih Tuhan masih terbatas pada lingkup perspektif dua dimensi, dan belum naik mencapai ketinggian ruang tiga dimensi. Jadi jika Aku memintamu menggambarkan kasih Tuhan, engkau semua akan merasa kekurangan kata-kata; atau bahkan engkau mungkin merasa tidak mampu berkata-kata. Dua kata yang telah Aku bahas hari ini mungkin sulit untuk engkau semua pahami, atau mungkin engkau semua sama sekali tidak setuju. Ini hanya menunjukkan bahwa penghargaan dan pemahamanmu akan kasih Tuhan masih dangkal dan terbatas dalam ruang lingkup yang sempit. Aku telah mengatakan sebelumnya bahwa Tuhan tidak mementingkan diri sendiri; engkau semua ingat kata "tanpa pamrih." Dapatkah dikatakan bahwa kasih Tuhan hanya dapat digambarkan sebagai tanpa pamrih? Bukankah ini lingkup yang terlalu sempit? Engkau harus lebih banyak merenungkan hal ini agar mendapatkan sesuatu dari hal ini.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri III" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 77

Kebangkitan Lazarus Memuliakan Tuhan

Yohanes 11:43-44 Dan ketika Dia sudah berkata demikian, Dia berseru dengan suara keras: "Lazarus, keluarlah!" Maka orang yang sudah mati itu datang keluar, tangan dan kakinya masih terikat dengan kain kafan dan wajahnya tertutup dengan kain. Yesus berkata kepada mereka: "Lepaskan dia dan biarkan dia pergi."

Kesan apa yang engkau semua dapatkan setelah membaca perikop ini? Makna penting dari mukjizat yang Tuhan Yesus lakukan ini lebih besar dari yang sebelumnya, karena tidak ada mukjizat yang lebih menakjubkan daripada membangkitkan orang yang sudah mati dari kubur. Pada masa itu, sangatlah penting untuk Tuhan Yesus melakukan sesuatu yang seperti ini. Karena Tuhan telah menjadi daging, orang hanya dapat melihat penampilan fisik-Nya, sisi diri-Nya yang nyata, dan aspek diri-Nya yang kurang berarti. Bahkan sekalipun beberapa orang melihat dan memahami sesuatu dari karakter-Nya atau sejumlah kemampuan khusus yang nampaknya Dia miliki, tidak seorang pun tahu dari mana Tuhan Yesus datang, siapa Dia sebenarnya dalam esensi diri-Nya, dan hal-hal lain yang benar-benar mampu Dia lakukan. Semuanya ini tidak diketahui oleh umat manusia. Begitu banyak orang ingin menemukan bukti untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang Tuhan Yesus, dan mengetahui yang sebenarnya. Dapatkah Tuhan melakukan sesuatu untuk membuktikan identitas-Nya sendiri? Bagi Tuhan, ini adalah hal yang mudah—ini adalah perkara sepele. Dia dapat melakukan sesuatu di mana saja, kapan saja untuk membuktikan identitas dan esensi diri-Nya, tetapi Tuhan punya cara-Nya sendiri untuk melakukan sesuatu—dengan perencanaan, dan dalam langkah demi langkah. Dia tidak melakukan sesuatu secara sembarangan, melainkan mencari waktu yang tepat, dan peluang yang tepat untuk melakukan sesuatu yang melaluinya Dia memungkinkan manusia untuk melihatnya, sesuatu yang benar-benar penuh makna. Dengan cara ini, Dia membuktikan otoritas dan identitas-Nya. Jadi, dapatkah kebangkitan Lazarus membuktikan identitas Tuhan Yesus? Mari kita melihat perikop dari Kitab Suci berikut: "Dan ketika Dia sudah berkata demikian, Dia berseru dengan suara keras: 'Lazarus, keluarlah!' Maka orang yang sudah mati itu datang ke luar ...." Ketika Tuhan Yesus melakukan ini, Dia hanya mengatakan satu hal: "Lazarus, keluarlah!" Lazarus lalu keluar dari kuburnya—ini terlaksana hanya karena beberapa patah kata yang diucapkan oleh Tuhan. Selama masa itu, Tuhan Yesus tidak mendirikan sebuah mezbah, dan Dia tidak melakukan tindakan lain apa pun. Dia hanya mengucapkan satu hal ini. Apakah ini seharusnya disebut mukjizat atau perintah? Atau apakah ini semacam sihir? Dari luar, nampaknya ini dapat dikatakan sebuah mukjizat, dan apabila engkau semua melihatnya dari sudut pandang modern, tentu saja engkau semua tetap dapat menyebutnya sebuah mukjizat. Namun tentu saja ini tidak dapat dianggap sebagai mantra untuk memanggil arwah seseorang kembali dari kematian, dan tentu saja ini bukan sihir, atau hal lain semacam itu. Adalah benar jika dikatakan bahwa mukjizat ini adalah peragaan yang paling normal, paling kecil dari otoritas Sang Pencipta. Ini adalah otoritas dan kuasa Tuhan. Tuhan memiliki otoritas untuk membuat seseorang mati, untuk membuat jiwa meninggalkan tubuhnya dan kembali ke alam maut, atau ke mana pun jiwa tersebut harus pergi. Waktu kematian orang, dan tempat yang akan mereka tuju setelah kematian—hal-hal ini ditentukan oleh Tuhan. Dia dapat mengambil keputusan-keputusan ini kapan pun dan di mana pun, tanpa dibatasi oleh manusia, peristiwa, benda, ruang, atau geografi. Jika Dia ingin melakukannya, Dia dapat melakukannya, karena segala sesuatu dan semua makhluk hidup berada di bawah kekuasaan-Nya, dan segala sesuatu lahir, hidup, dan binasa oleh firman-Nya dan otoritas-Nya. Dia dapat membangkitkan orang mati, dan ini juga adalah sesuatu yang dapat Dia lakukan kapan pun, di mana pun. Ini adalah otoritas yang dimiliki hanya oleh Sang Pencipta.

Ketika Tuhan Yesus melakukan hal-hal seperti membangkitkan Lazarus dari kematian, tujuan-Nya adalah memberikan bukti untuk disaksikan oleh manusia dan Iblis, dan membiarkan baik manusia maupun Iblis mengetahui bahwa segala sesuatu tentang manusia, hidup dan mati manusia, semuanya itu ditentukan oleh Tuhan, dan bahwa meskipun Dia telah menjadi daging, Dia tetap memegang kendali atas dunia jasmani yang dapat dilihat juga atas dunia rohani yang tak dapat dilihat manusia. Ini adalah agar manusia dan Iblis tahu bahwa segala sesuatu tentang manusia tidak berada di bawah kendali Iblis. Ini adalah pengungkapan dan peragaan otoritas Tuhan, dan ini juga cara Tuhan mengirimkan pesan kepada segala sesuatu bahwa hidup dan mati manusia berada di tangan Tuhan. Kebangkitan Lazarus oleh Tuhan Yesus adalah salah satu cara Sang Pencipta mengajar dan memberi instruksi kepada umat manusia. Ini adalah tindakan konkret di mana Dia menggunakan kuasa dan otoritas-Nya untuk memberi instruksi kepada umat manusia, dan membekali manusia. Ini adalah cara, tanpa menggunakan kata-kata, bagi Sang Pencipta untuk memungkinkan manusia memahami kebenaran bahwa Dialah yang memegang kendali atas segala sesuatu. Ini adalah cara bagi-Nya untuk memberi tahu umat manusia melalui tindakan nyata bahwa tidak ada keselamatan selain melalui Dia. Cara tak bersuara yang Dia gunakan untuk memberi instruksi kepada manusia ini bersifat kekal, tak terhapuskan, dan membuat hati manusia sangat terkejut dan mengalami pencerahan yang tak akan pernah sirna. Kebangkitan Lazarus memuliakan Tuhan—ini berdampak sangat dalam di dalam diri setiap pengikut Tuhan. Dalam diri setiap orang yang benar-benar memahami peristiwa ini, terpatri kuat pemahaman dan visi, bahwa hanya Tuhan yang mampu mengendalikan hidup dan mati manusia. Meskipun Tuhan memiliki otoritas semacam ini, dan meskipun Dia mengirimkan pesan tentang kedaulatan-Nya atas hidup dan mati manusia melalui kebangkitan Lazarus, ini bukanlah pekerjaan utama diri-Nya. Tuhan tidak pernah melakukan sesuatu tanpa makna. Setiap hal yang Dia kerjakan bernilai besar dan merupakan permata yang tak terhingga harganya di dalam gudang harta. Dia tentu saja tidak akan menjadikan "perbuatan membangkitkan seseorang keluar dari kuburnya" sebagai hal atau tujuan satu-satunya atau yang utama dalam pekerjaan-Nya. Tuhan tidak melakukan sesuatu tanpa makna. Satu saja peristiwa kebangkitan Lazarus sudah cukup untuk menunjukkan otoritas Tuhan dan membuktikan identitas Tuhan Yesus. Inilah sebabnya Tuhan Yesus tidak mengulangi mukjizat sejenis ini. Tuhan melakukan berbagai hal berdasarkan prinsip-Nya sendiri. Dalam bahasa manusia, dapat dikatakan bahwa Tuhan menyibukkan pikiran-Nya hanya untuk perkara-perkara yang serius. Artinya, ketika Tuhan melakukan sesuatu, Dia tidak melenceng dari tujuan pekerjaan-Nya. Dia tahu pekerjaan seperti apa yang ingin Dia lakukan pada tahap ini, apa yang ingin Dia capai, dan Dia akan bekerja dengan ketat sesuai dengan rencana-Nya. Seandainya seseorang yang rusak memiliki kemampuan seperti ini, ia hanya akan memikirkan cara untuk mengungkapkan kemampuan ini agar orang lain tahu seberapa hebatnya dirinya, agar mereka tunduk kepadanya, sehingga ia dapat mengendalikan mereka dan melahap mereka. Inilah kejahatan yang berasal dari Iblis—inilah yang disebut kerusakan. Tuhan tidak memiliki watak seperti itu, dan Dia tidak memiliki esensi seperti itu. Tujuan-Nya dalam melakukan sesuatu bukanlah untuk memamerkan diri-Nya, melainkan untuk membekali umat manusia dengan lebih banyak pewahyuan dan tuntunan, dan inilah sebabnya orang melihat sedikit sekali contoh dalam Alkitab mengenai peristiwa semacam ini. Ini bukan berarti bahwa kuasa Tuhan Yesus terbatas, atau bahwa Dia tidak mampu melakukan hal-hal semacam itu. Tuhan hanya sekadar tidak ingin melakukannya, karena dibangkitkannya Lazarus oleh Tuhan Yesus memiliki makna penting yang nyata dan juga karena pekerjaan utama Tuhan dalam menjadi daging bukanlah untuk melakukan mukjizat, bukan untuk membangkitkan orang mati, melainkan untuk melakukan pekerjaan penebusan umat manusia. Jadi, sebagian besar pekerjaan yang diselesaikan Tuhan Yesus adalah mengajari orang-orang, membekali mereka, dan menolong mereka, dan peristiwa seperti membangkitkan Lazarus hanyalah sebagian kecil saja dari pelayanan yang dilakukan oleh Tuhan Yesus. Terlebih dari itu, engkau dapat mengatakan bahwa "pamer" bukanlah bagian dari esensi Tuhan, jadi Tuhan Yesus tidak secara sengaja menunjukkan pembatasan diri dengan tidak melakukan lebih banyak mukjizat, juga bukan karena keterbatasan lingkungan, dan tentunya juga bukan karena kurangnya kuasa.

Ketika Tuhan Yesus membangkitkan Lazarus dari kematian, Dia menggunakan satu kalimat: "Lazarus, keluarlah!" Dia tidak mengatakan apa pun lagi selain ini. Jadi, menunjukkan apakah kata-kata ini? Kata-kata ini menunjukkan bahwa Tuhan mampu melakukan apa saja hanya dengan berfirman, termasuk membangkitkan orang mati. Ketika Tuhan menciptakan segala sesuatu, ketika Dia menciptakan dunia, Dia melakukannya dengan firman—dengan mengucapkan perintah, perkataan yang berotoritas, dan demikianlah, segala sesuatu pun tercipta. Beberapa patah kata yang diucapkan oleh Tuhan Yesus ini adalah sama seperti firman yang diucapkan Tuhan ketika Dia menciptakan langit dan bumi dan segala sesuatunya; dengan demikian, perkataan tersebut juga dipenuhi otoritas Tuhan dan kuasa Sang Pencipta. Segala sesuatu terbentuk dan berdiri teguh oleh karena firman yang keluar dari mulut Tuhan, dan dengan cara yang sama, Lazarus pun berjalan keluar dari kuburnya oleh karena firman yang keluar dari mulut Tuhan Yesus. Inilah otoritas Tuhan, yang ditunjukkan dan diwujudkan dalam daging inkarnasi-Nya. Otoritas dan kemampuan semacam ini adalah milik Sang Pencipta, dan milik Anak Manusia yang di dalam diri-Nya Sang Pencipta diwujudkan. Inilah pemahaman yang diajarkan kepada umat manusia oleh Tuhan melalui dibangkitkannya Lazarus dari kematian.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri III" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 78

Penghakiman Orang Farisi terhadap Yesus

Markus 3:21-22 Ketika teman-temannya mendengar hal itu, mereka keluar untuk mendapatkan-Nya: karena kata mereka, Dia sudah tidak waras. Dan ahli-ahli Taurat yang datang dari Yerusalem berkata: "Dia kerasukan Beelzebul, dan dengan kekuatan pangeran Iblis Dia mengusir Iblis."

Teguran Yesus terhadap Orang Farisi

Matius 12:31-32 Aku berkata kepadamu, Semua jenis dan dosa hujat kepada manusia akan diampuni: tetapi hujat terhadap Roh Kudus tidak akan diampuni. Dan barangsiapa yang berkata-kata melawan Anak Manusia, ia akan diampuni: tetapi jika ia berkata-kata melawan Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, tidak di dunia ini, ataupun di dunia yang akan datang.

Matius 23:13-15 Tetapi celakalah engkau, ahli-ahli Taurat dan orang-orang farisi, orang munafik, karena engkau menutup Kerajaan Surga terhadap manusia: padahal engkau sendiri tidak pernah pergi ke sana, namun engkau menghalangi orang-orang yang berusaha masuk ke sana. Celakalah engkau, ahli-ahli Taurat dan orang-orang farisi, orang munafik, karena engkau mengganyang rumah janda-janda, namun engkau berpura-pura menaikkan doa yang panjang: karena itulah engkau akan menerima hukuman yang lebih berat. Celakalah engkau, ahli-ahli Taurat dan orang-orang farisi, orang munafik! Karena engkau melintasi lautan dan daratan untuk menjadikan satu orang bertobat menjadi pengikutmu, tetapi begitu ia bertobat, engkau menjadikannya anak neraka yang dua kali lebih jahat daripada dirimu sendiri.

Isi kedua perikop di atas berbeda. Mari kita melihat perikop yang pertama terlebih dahulu: Penghakiman Orang Farisi terhadap Yesus.

Dalam Alkitab, penilaian orang-orang Farisi mengenai Yesus itu sendiri dan hal-hal yang Dia lakukan adalah: "... kata mereka, Dia sudah tidak waras. ... Dia kerasukan Beelzebul, dan dengan kekuatan pangeran Iblis Dia mengusir Iblis" (Markus 3:21-22). Penghakiman yang dilakukan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi terhadap Tuhan Yesus bukan sekadar mereka meniru perkataan orang lain, juga bukan dugaan tak berdasar—melainkan kesimpulan yang mereka ambil mengenai Tuhan Yesus berdasarkan apa yang mereka lihat dan dengar tentang tindakan-Nya. Meskipun kesimpulan mereka seakan-akan dibuat atas nama keadilan dan nampak seolah-olah punya alasan yang kuat, kecongkakan mereka dalam menghakimi Tuhan Yesus sulit disembunyikan bahkan oleh mereka. Gejolak dahsyat kebencian mereka terhadap Tuhan Yesus menyingkapkan ambisi gila mereka sendiri dan wajah jahat Iblis dalam diri mereka, juga natur jahat mereka, yang dengannya mereka menentang Tuhan. Hal-hal yang mereka katakan dalam penghakiman mereka terhadap Tuhan Yesus didorong oleh kecemburuan, ambisi liar mereka, dan natur buruk dan jahat dari permusuhan mereka terhadap Tuhan dan kebenaran. Mereka tidak menyelidiki sumber dari tindakan Tuhan Yesus, mereka juga tidak menyelidiki esensi dari apa yang Dia katakan atau lakukan. Sebaliknya, dengan membabi buta, dengan niat menghasut yang gila-gilaan, dengan niat jahat yang disengaja, mereka menyerang dan mendiskreditkan apa yang telah Dia lakukan. Mereka bertindak sedemikian jauh sampai-sampai dengan sengaja mendiskreditkan Roh-Nya, yakni Roh Kudus, yang adalah Roh Tuhan. Inilah yang mereka maksud ketika mengatakan "Dia sudah tidak waras," "Beelzebul" dan "pangeran Iblis." Dengan kata lain, mereka mengatakan bahwa Roh Tuhan adalah Beelzebul dan pangeran para Iblis. Mereka menggolongkan pekerjaan yang dilakukan oleh inkarnasi Roh Tuhan yang mengenakan daging, sebagai kegilaan. Mereka tidak hanya menghujat Roh Tuhan dengan menuduh-Nya sebagai Beelzebul dan pangeran Iblis, tetapi mereka juga mengutuk pekerjaan Tuhan dan mengutuk serta menghujat Tuhan Yesus Kristus. Esensi dari penentangan dan penghujatan mereka terhadap Tuhan sepenuhnya sama dengan esensi penentangan dan penghujatan Iblis dan setan-setan terhadap Tuhan. Mereka tidak hanya merepresentasikan manusia-manusia yang rusak, tetapi terlebih dari itu, mereka adalah perwujudan Iblis. Mereka adalah saluran bagi Iblis di tengah umat manusia, dan mereka adalah kaki tangan dan antek Iblis. Esensi penghujatan dan fitnahan mereka terhadap Tuhan Yesus Kristus adalah pergulatan mereka melawan Tuhan demi status, penentangan mereka terhadap Tuhan, pengujian mereka yang tanpa henti terhadap Tuhan. Esensi penentangan mereka terhadap Tuhan, dan sikap bermusuhan mereka terhadap-Nya, juga perkataan dan pemikiran mereka, semua itu secara langsung menghujat dan membangkitkan amarah Roh Tuhan. Karena itulah, Tuhan menetapkan hukuman yang pantas atas apa yang mereka katakan dan lakukan, dan Tuhan menetapkan perbuatan mereka sebagai dosa penghujatan terhadap Roh Kudus. Dosa ini tidak dapat diampuni baik di dunia ini maupun di dunia yang akan datang, seperti yang tercatat dalam perikop berikut: "Hujat terhadap Roh Kudus tidak akan diampuni" dan "jika ia berkata-kata melawan Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, tidak di dunia ini, ataupun di dunia yang akan datang." Hari ini, mari kita membahas arti sesungguhnya dari firman Tuhan ini: "ia tidak akan diampuni, tidak di dunia ini, ataupun di dunia yang akan datang." Artinya, mari kita pahami dengan jelas bagaimana Tuhan menggenapi firman "ia tidak akan diampuni, tidak di dunia ini, ataupun di dunia yang akan datang."

Semua yang telah kita bahas berhubungan dengan watak Tuhan, dan sikap-Nya terhadap manusia, peristiwa, dan berbagai hal. Tentu saja, kedua perikop di atas pun tidak terkecuali. Apakah engkau semua memperhatikan sesuatu di dalam kedua perikop Kitab Suci ini? Sebagian orang mengatakan bahwa mereka melihat kemarahan Tuhan di dalamnya. Ada yang mengatakan mereka melihat sisi dari watak Tuhan yang tidak menoleransi pelanggaran manusia, dan bahwa apabila orang melakukan sesuatu yang menghujat Tuhan, mereka tidak akan menerima pengampunan-Nya. Terlepas dari fakta bahwa orang melihat dan menyadari kemarahan Tuhan dan sikap-Nya yang tidak menoleransi pelanggaran manusia di dalam kedua perikop ini, mereka tetap tidak benar-benar memahami sikap-Nya tersebut. Tersirat di dalam kedua perikop ini petunjuk tersembunyi tentang sikap Tuhan yang sesungguhnya dan pendekatan-Nya terhadap mereka yang menghujat dan membuat-Nya marah. Sikap dan pendekatan-Nya menunjukkan makna sebenarnya dari perikop berikut: "jika ia berkata-kata melawan Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, tidak di dunia ini, ataupun di dunia yang akan datang." Ketika orang-orang menghujat Tuhan dan ketika mereka membuat-Nya marah, Dia mengeluarkan putusan, dan putusan ini adalah kesudahan yang ditetapkan oleh-Nya. Dijelaskan seperti ini di dalam Alkitab: "Aku berkata kepadamu, Semua jenis dan dosa hujat kepada manusia akan diampuni: tetapi hujat terhadap Roh Kudus tidak akan diampuni" (Matius 12:31), dan "Tetapi celakalah engkau, ahli-ahli Taurat dan orang-orang farisi, orang munafik!" (Matius 23:13). Akan tetapi, apakah tercatat dalam Alkitab seperti apa kesudahan yang akan menimpa ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, juga orang-orang yang mengatakan bahwa Tuhan Yesus sudah gila setelah Dia mengatakan hal-hal ini? Apakah tercatat dalam Alkitab bahwa mereka akan mengalami hukuman tertentu? Tidak—sudah pasti tidak ada tercatat. Mengatakan "tidak" di sini bukan berarti tidak ada catatan seperti itu, tetapi sebenarnya adalah karena tidak ada kesudahan yang dapat dilihat oleh mata manusia. Mengatakan "tidak tercatat" memperjelas suatu hal, yaitu sikap dan prinsip Tuhan dalam menangani hal-hal tertentu. Tuhan tidak menutup mata atau telinga terhadap orang-orang yang menghujat atau menentang diri-Nya, atau bahkan mereka yang memfitnah Dia—terhadap orang-orang yang secara sengaja menyerang, memfitnah, dan mengutuk-Nya—tetapi sebaliknya Dia memiliki sikap yang jelas terhadap mereka. Dia membenci orang-orang ini, dan Dia mengutuk mereka di dalam hati-Nya. Dia bahkan secara terbuka menyatakan kesudahan yang akan menimpa mereka, supaya orang-orang tahu bahwa Dia memiliki sikap yang jelas terhadap orang-orang yang menghujat-Nya, dan supaya mereka tahu bagaimana Dia akan menentukan kesudahan mereka. Namun, setelah Tuhan mengatakan hal-hal ini, orang-orang hampir tidak bisa melihat kebenaran tentang bagaimana Tuhan akan menangani orang-orang tersebut, dan mereka tidak dapat memahami prinsip di balik kesudahan dan putusan yang Tuhan tetapkan bagi mereka. Dengan kata lain, manusia tidak dapat melihat pendekatan dan metode khusus yang Tuhan gunakan untuk menangani mereka. Ini berkaitan dengan prinsip Tuhan dalam melakukan sesuatu. Tuhan menggunakan kemunculan berbagai fakta untuk menangani perilaku jahat sebagian orang. Dengan kata lain, Dia tidak mengumumkan dosa mereka dan tidak menetapkan kesudahan mereka, tetapi Dia secara langsung menggunakan kemunculan fakta-fakta untuk memberikan kepada mereka hukuman dan balasan mereka yang setimpal. Ketika fakta-fakta ini terjadi, daging orang-orang itulah yang menderita hukuman, yang berarti bahwa hukuman adalah sesuatu yang dapat dilihat dengan mata manusia. Ketika menangani perilaku jahat beberapa orang, Tuhan hanya mengutuk mereka dengan perkataan dan kemarahan-Nya pun ditimpakan kepada mereka, tetapi hukuman yang mereka terima mungkin sesuatu yang tidak dapat dilihat manusia. Namun demikian, kesudahan semacam ini mungkin jauh lebih berat dibanding kesudahan yang masih dapat dilihat orang, seperti dihukum atau dibunuh. Ini karena dalam keadaan di mana Tuhan telah menetapkan untuk tidak menyelamatkan jenis orang semacam ini, untuk tidak lagi menunjukkan belas kasihan dan toleransi terhadap mereka, untuk tidak lagi memberikan peluang bagi mereka, maka sikap-Nya terhadap mereka adalah menyingkirkan mereka. Apakah arti dari "menyingkirkan"? Arti dasar istilah ini adalah "mengesampingkan, tidak lagi memperhatikannya." Namun di sini, ketika Tuhan "menyingkirkan seseorang," ada dua penjelasan berbeda tentang artinya: penjelasan pertama adalah Dia telah menyerahkan hidup orang tersebut, dan segala sesuatu yang berkenaan dengan orang tersebut kepada Iblis untuk ditangani, dan Tuhan tidak akan lagi bertanggung jawab dan tidak akan lagi mengelola orang tersebut. Entah orang tersebut gila atau bodoh, atau entah mereka hidup atau mati, atau apakah mereka masuk neraka sebagai hukuman, semua itu tidak akan lagi menjadi urusan Tuhan. Ini akan berarti bahwa makhluk semacam itu tidak ada lagi hubungannya dengan Sang Pencipta. Penjelasan kedua adalah bahwa Tuhan telah menentukan bahwa Dia sendiri ingin melakukan sesuatu terhadap orang ini, dengan tangan-Nya sendiri. Mungkin Dia akan memakai jasa orang semacam ini, atau mungkin saja Dia akan menggunakan mereka sebagai sebuah kontras. Mungkin Dia akan memiliki cara yang khusus untuk menangani orang semacam ini, cara khusus untuk memperlakukan mereka, sama seperti dengan Paulus, misalnya. Inilah prinsip dan sikap dalam hati Tuhan, yang dengannya Dia telah menetapkan untuk menangani orang semacam ini. Jadi, jika orang menentang Tuhan, memfitnah dan menghujat-Nya, jika mereka mencela watak-Nya, atau jika mereka menekan Tuhan hingga melewati batas kesabaran-Nya, maka akibatnya tidak terbayangkan. Akibat paling berat adalah Tuhan menyerahkan hidup mereka dan segala sesuatu yang berkenaan dengan mereka kepada Iblis sepenuhnya. Mereka tidak akan diampuni untuk selama-lamanya. Ini berarti orang ini telah menjadi makanan di mulut Iblis, mainan di tangannya, dan sejak saat itu Tuhan tidak lagi punya urusan apa-apa dengan mereka. Dapatkah engkau semua membayangkan kesengsaraan seperti apa ketika Iblis mencobai Ayub? Bahkan dengan syarat bahwa Iblis tidak diizinkan membahayakan hidup Ayub, Ayub masih sangat menderita. Dan bukankah akan jauh lebih sulit membayangkan siksaan Iblis terhadap seseorang yang telah sepenuhnya diserahkan kepada Iblis, yang sepenuhnya berada dalam cengkeraman Iblis, yang telah sepenuhnya kehilangan kepedulian dan belas kasihan Tuhan, yang tidak lagi berada di bawah kekuasaan Sang Pencipta, yang telah diambil haknya untuk menyembah Tuhan, dan diambil haknya sebagai makhluk ciptaan di bawah kekuasaan Tuhan, yang hubungannya dengan Tuhan atas segala ciptaan telah sepenuhnya terputus? Penganiayaan Iblis terhadap Ayub adalah sesuatu yang bisa dilihat dengan mata manusia, tetapi apabila Tuhan menyerahkan hidup seseorang kepada Iblis, konsekuensinya melampaui apa yang bisa dibayangkan manusia. Misalnya, beberapa orang akan dilahirkan kembali sebagai seekor sapi, atau seekor keledai, beberapa orang mungkin dikendalikan dan dirasuki roh-roh cemar dan jahat, dan lain sebagainya. Seperti inilah kesudahan beberapa orang yang diserahkan kepada Iblis oleh Tuhan. Dari luar, sepertinya orang-orang yang menghina, memfitnah, mengutuk, dan menghujat Tuhan Yesus ini tidak menderita akibat apa-apa. Namun sebenarnya, Tuhan memiliki pendekatan-Nya sendiri dalam menangani segala sesuatu. Dia mungkin tidak menggunakan bahasa yang jelas untuk memberitahukan kepada orang-orang kesudahan dari cara-Nya menangani setiap jenis orang. Terkadang Dia tidak berbicara secara langsung, melainkan bertindak secara langsung. Bahwa Dia tidak membicarakan tentang hal itu, bukan berarti tidak ada kesudahannya—sebenarnya, dalam kasus seperti ini adalah mungkin bahwa kesudahan ini akan jauh lebih berat. Dari luar, tampaknya seakan-akan kepada sebagian orang Tuhan tidak membicarakan secara eksplisit mengenai sikap-Nya, tetapi sebenarnya itu karena Tuhan belum ingin memikirkan mereka untuk waktu yang lama. Dia tidak ingin melihat mereka lagi. Karena apa yang telah mereka lakukan dan perilaku mereka, karena natur esensi mereka, Tuhan hanya ingin mereka menghilang dari pandangan-Nya, ingin menyerahkan mereka secara langsung kepada Iblis, memberikan roh, jiwa, dan tubuh mereka kepada Iblis, dan membiarkan Iblis melakukan apa pun yang dia inginkan dengan mereka. Jelaslah, sampai sejauh mana Tuhan membenci mereka, sampai sejauh mana Dia jijik akan mereka. Jika seseorang membuat Tuhan marah sampai pada titik di mana Dia bahkan tidak ingin melihat mereka lagi dan siap untuk sepenuhnya menyerah atas diri mereka, sampai pada titik di mana Tuhan sendiri tidak lagi ingin berurusan dengan mereka—jika telah sampai pada titik, di mana Dia menyerahkan mereka kepada Iblis untuk dia berbuat sesukanya, membiarkan Iblis mengendalikan, menelan, dan memperlakukan mereka dengan cara apa pun yang dia inginkan—maka orang ini sudah sepenuhnya habis. Hak mereka sebagai manusia telah selamanya dibatalkan, dan hak mereka sebagai ciptaan Tuhan telah berakhir. Bukankah ini hukuman yang paling berat?

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri III" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 79

Perkataan Yesus kepada Murid-murid-Nya Setelah Kebangkitan-Nya

Yohanes 20:26-29 Kemudian setelah delapan hari, murid-murid Yesus berkumpul kembali di dalam rumah itu dan Tomas bersama dengan mereka: lalu datanglah Yesus kepada mereka, sementara semua pintu terkunci dan Dia berdiri di tengah-tengah mereka lalu berkata: "Damai sejahtera bagi engkau sekalian!" Lalu Dia berkata kepada Tomas: "Ulurkan jarimu dan lihatlah tangan-Ku, dan ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke lambung-Ku: dan jangan engkau tidak percaya lagi, tetapi percayalah." Lalu Tomas menjawab dan berkata kepada-Nya: "Ya, Tuhanku." Yesus berkata kepadanya: "Tomas, karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya: diberkatilah mereka yang tidak melihat, namun percaya."

Yohanes 21:16-17 Yesus berkata kepadanya lagi untuk kedua kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Petrus menjawab: "Ya, Tuhan, Engkau tahu aku mengasihi-Mu." Yesus berkata kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." Yesus berkata kepadanya lagi untuk tiga kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Maka Petrus bersedih hati karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepada-Nya: "Tuhan, Engkau tahu segala hal; engkau tahu bahwa aku mengasihi-Mu." Yesus berkata kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku."

Perikop-perikop ini menceritakan hal-hal tertentu yang Tuhan Yesus lakukan dan katakan kepada murid-murid-Nya setelah kebangkitan-Nya. Pertama-tama, mari kita perhatikan apakah ada perbedaan antara Tuhan Yesus sebelum dan sesudah kebangkitan. Apakah Dia masih Tuhan Yesus yang sama dengan Tuhan Yesus dari hari-hari sebelumnya? Kitab suci memuat kalimat berikut yang menggambarkan Tuhan Yesus setelah kebangkitan: "Lalu datanglah Yesus kepada mereka, sementara semua pintu terkunci dan Dia berdiri di tengah-tengah mereka lalu berkata: 'Damai sejahtera bagi engkau sekalian.'" Sangatlah jelas bahwa Tuhan Yesus pada saat itu tidak lagi mendiami tubuh berdaging, melainkan bahwa Dia sekarang berada dalam tubuh spiritual. Ini karena Dia telah melampaui batasan daging; sekalipun pintu tertutup, Dia masih bisa hadir di tengah orang-orang dan memungkinkan mereka untuk melihat diri-Nya. Inilah perbedaan terbesar antara Tuhan Yesus setelah kebangkitan dengan Tuhan Yesus yang hidup di dalam daging sebelum kebangkitan. Meskipun tidak ada perbedaan antara penampilan tubuh spiritual pada saat itu dengan penampilan Tuhan Yesus sebelumnya, Tuhan Yesus pada waktu itu telah menjadi sosok Yesus yang terasa asing bagi orang-orang, karena Dia telah menjadi tubuh spiritual setelah bangkit dari kematian, dan dibandingkan dengan tubuh daging-Nya sebelumnya, tubuh spiritual ini lebih mengherankan dan membingungkan bagi orang-orang. Ini juga menciptakan jarak yang lebih besar antara Tuhan Yesus dan orang-orang, dan orang merasakan di dalam hati mereka bahwa Tuhan Yesus pada waktu itu telah menjadi lebih misterius. Pemahaman dan perasaan orang-orang ini serta-merta membuat mereka kembali ke zaman kepercayaan orang kepada sosok Tuhan yang tidak bisa dilihat atau disentuh. Jadi, hal pertama yang dilakukan oleh Tuhan Yesus setelah kebangkitan-Nya adalah mengizinkan setiap orang untuk melihat-Nya, menegaskan bahwa Dia ada, dan menegaskan fakta tentang kebangkitan-Nya. Selain itu, tindakan ini memulihkan hubungan-Nya dengan orang-orang kembali seperti ketika Dia bekerja dalam daging, ketika Dia adalah Kristus yang dapat mereka lihat dan sentuh. Salah satu hasil dari tindakan ini adalah orang-orang tidak lagi ragu sedikit pun bahwa Tuhan Yesus telah bangkit dari kematian setelah disalibkan, dan mereka juga tidak memiliki keraguan terhadap pekerjaan Tuhan Yesus untuk menebus umat manusia. Dan hasil lainnya adalah fakta bahwa melalui penampakan Tuhan Yesus kepada orang-orang setelah kebangkitan-Nya dan dengan membiarkan orang melihat dan menyentuh-Nya, Dia dengan tegas mengokohkan umat manusia pada Zaman Kasih Karunia, memastikan bahwa, sejak saat itu dan seterusnya, manusia tidak akan kembali ke zaman sebelumnya, yaitu Zaman Hukum Taurat, atas dasar dugaan mereka bahwa Tuhan Yesus telah "menghilang" atau bahwa Dia telah "pergi tanpa sepatah kata pun." Dengan demikian, Dia memastikan bahwa mereka harus terus bergerak maju, mengikuti pengajaran Tuhan Yesus dan pekerjaan yang telah Dia lakukan. Dengan demikian, fase baru dalam pekerjaan di Zaman Kasih Karunia secara resmi dibuka, dan sejak saat itu, orang-orang yang telah hidup di bawah hukum Taurat secara resmi keluar dari hukum Taurat dan masuk ke dalam era yang baru, permulaan yang baru. Inilah berbagai segi makna penampakan Tuhan Yesus di hadapan umat manusia setelah kebangkitan.

Karena Tuhan Yesus sekarang mendiami tubuh spiritual, bagaimanakah orang-orang bisa menyentuh-Nya dan melihat-Nya? Pertanyaan ini menyentuh makna penting penampakan Tuhan Yesus bagi umat manusia. Apakah engkau semua memperhatikan sesuatu dalam perikop-perikop Kitab Suci yang baru saja kita baca? Secara umum, tubuh spiritual tidak dapat dilihat atau disentuh, dan setelah kebangkitan, pekerjaan yang Tuhan Yesus lakukan telah selesai. Jadi secara teori, Dia sama sekali tidak perlu untuk kembali ke tengah orang-orang dalam wujud semula-Nya untuk menemui mereka, tetapi kemunculan tubuh spiritual Tuhan Yesus di hadapan orang-orang seperti Tomas membuat makna penting penampakan-Nya menjadi lebih konkret, sehingga menembus lebih dalam ke dalam hati orang-orang. Ketika Dia menghampiri Tomas, Dia membiarkan Tomas yang ragu-ragu menyentuh tangan-Nya, dan berkata kepadanya: "Ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke lambung-Ku: dan jangan engkau tidak percaya lagi, tetapi percayalah." Perkataan dan tindakan ini bukanlah hal-hal yang ingin Tuhan Yesus katakan dan lakukan setelah Dia bangkit; sesungguhnya ini adalah hal-hal yang ingin dilakukan-Nya sebelum Dia disalibkan. Jelas di sini bahwa, sebelum Dia disalibkan, Tuhan Yesus telah memiliki pemahaman mengenai orang-orang seperti Tomas. Jadi apa yang dapat kita lihat dari hal ini? Dia tetaplah Tuhan Yesus yang sama setelah kebangkitan-Nya. Esensi-Nya tidak berubah. Keraguan Tomas bukan hal yang baru muncul pada saat itu, melainkan sudah ada dalam dirinya di sepanjang waktu dia mengikuti Tuhan Yesus. Namun, di sinilah Tuhan Yesus yang telah bangkit dari kematian dan kembali dari dunia spiritual ke dalam rupa-Nya yang semula, dengan watak-Nya yang semula, dan dengan pemahaman-Nya akan umat manusia dari sejak Dia masih berada dalam daging, sehingga Dia mencari Tomas terlebih dahulu dan membiarkan Tomas menyentuh lambung-Nya, tidak hanya membiarkan Tomas melihat tubuh spiritual-Nya setelah kebangkitan, tetapi juga membiarkannya menyentuh dan merasakan keberadaan tubuh spiritual-Nya, dan sepenuhnya melepaskan keraguannya. Sebelum Tuhan Yesus disalibkan, Tomas selalu meragukan bahwa Dia adalah Kristus, dan dia tidak mampu untuk percaya. Imannya kepada Tuhan dibangun hanya di atas dasar apa yang bisa dilihatnya dengan matanya sendiri, apa yang bisa disentuhnya dengan tangannya sendiri. Tuhan Yesus sangat memahami iman manusia sejenis ini. Mereka hanya percaya kepada Tuhan yang di surga, dan tidak percaya sama sekali kepada Dia yang diutus oleh Tuhan, atau Kristus di dalam daging, dan mereka juga tidak mau menerima-Nya. Demi membuat Tomas mengakui dan percaya akan keberadaan Tuhan Yesus dan bahwa Dia benar-benar adalah Tuhan yang berinkarnasi, Tuhan membiarkan Tomas mengulurkan tangannya dan menyentuh lambung-Nya. Apakah ada perbedaan mengenai keraguan Tomas sebelum dan sesudah kebangkitan Tuhan Yesus? Tomas selalu merasa ragu, dan selain dari tubuh spiritual Tuhan Yesus yang secara pribadi menampakkan diri di hadapannya dan membiarkannya menyentuh bekas paku pada tubuh-Nya, tidak mungkin seorang pun mampu menghapuskan keraguannya, dan membuatnya melepaskan keraguan tersebut. Jadi, dari sejak Tuhan Yesus membiarkan Tomas menyentuh lambung-Nya dan membuatnya benar-benar merasakan adanya bekas paku, keraguan Tomas pun hilang, dan dia sungguh-sungguh menyadari bahwa Tuhan Yesus telah bangkit dan dia mengakui dan percaya bahwa Tuhan Yesus adalah Kristus yang sejati, dan Tuhan yang berinkarnasi. Meskipun pada saat ini Tomas tidak lagi ragu, dia telah kehilangan kesempatan untuk bertemu dengan Kristus untuk selamanya. Dia telah selamanya kehilangan kesempatan untuk bersama dengan-Nya, untuk mengikuti-Nya, untuk mengenal-Nya. Dia telah selamanya kehilangan kesempatan untuk disempurnakan oleh Kristus. Penampakan diri Tuhan Yesus dan firman-Nya memberikan sebuah kesimpulan, dan sebuah putusan atas iman orang-orang yang dipenuhi keraguan. Dia menggunakan firman dan tindakan-Nya yang nyata untuk memberi tahu mereka yang ragu-ragu, memberi tahu mereka yang hanya percaya kepada Tuhan yang di surga tetapi tidak percaya kepada Kristus bahwa: Tuhan tidak memuji kepercayaan mereka, Dia juga tidak memuji cara mereka mengikuti-Nya sembari meragukan Dia. Hari ketika mereka sepenuhnya percaya kepada Tuhan dan Kristus hanya dapat merupakan hari ketika Tuhan menyelesaikan pekerjaan-Nya yang besar. Tentu saja, hari itu juga merupakan hari ketika putusan hukuman diberikan oleh karena keraguan mereka. Sikap mereka terhadap Kristus menentukan nasib mereka, dan keraguan mereka yang keras menandakan bahwa iman mereka tidak membuahkan hasil, kekerasan hati mereka berarti bahwa pengharapan mereka sia-sia. Karena kepercayaan mereka kepada Tuhan yang di surga dibangun berdasarkan ilusi, dan keraguan mereka terhadap Kristus sebenarnya adalah sikap mereka yang sebenarnya terhadap Tuhan, meskipun mereka menyentuh bekas paku pada tubuh Kristus, iman mereka tetap tidak berguna dan kesudahan mereka dapat diumpamakan seperti memukul angin—semuanya sia-sia. Apa yang Tuhan Yesus katakan kepada Tomas juga sangat jelas merupakan cara-Nya memberitahukan kepada setiap orang bahwa: Tuhan Yesus yang bangkit adalah Tuhan Yesus yang telah menghabiskan tiga puluh tiga setengah tahun bekerja di antara umat manusia. Meskipun Dia telah disalibkan dan mengalami lembah kematian, dan meskipun Dia telah mengalami kebangkitan, setiap aspek diri-Nya tidak mengalami perubahan apa pun. Meskipun Dia sekarang memiliki bekas paku pada tubuh-Nya, dan meskipun Dia telah dibangkitkan dan berjalan keluar dari kubur, watak-Nya, dan pemahaman-Nya akan manusia, serta maksud-maksud-Nya terhadap umat manusia tidak berubah sedikit pun. Dia juga memberitahukan kepada manusia bahwa Dia telah turun dari salib, menang atas dosa, mengatasi kesukaran, dan menang atas maut. Bekas paku hanyalah bukti kemenangan-Nya atas Iblis, bukti bahwa Dia telah berhasil menjadi korban penghapus dosa untuk menebus seluruh umat manusia. Dia sedang memberitahukan kepada manusia bahwa Dia telah memikul dosa manusia dan bahwa Dia telah menyelesaikan pekerjaan penebusan-Nya. Pada saat Dia kembali untuk menemui murid-murid-Nya, Dia mengatakan pesan ini kepada mereka melalui penampakan-Nya: "Aku tetap hidup, Aku tetap ada; pada hari ini Aku benar-benar sedang berdiri di depanmu supaya engkau semua dapat melihat dan menyentuh-Ku. Aku akan selalu menyertaimu." Tuhan Yesus juga ingin menggunakan kasus Tomas sebagai peringatan bagi orang-orang di masa depan, yaitu bahwa: meskipun engkau tidak dapat melihat atau menyentuh Tuhan Yesus dalam imanmu kepada-Nya, engkau diberkati oleh karena imanmu yang sejati, dan engkau dapat melihat Tuhan Yesus karena imanmu yang sejati, dan orang semacam ini diberkati.

Perkataan yang tercatat dalam Alkitab yang Tuhan Yesus ucapkan ketika Dia menampakkan diri kepada Tomas, sangatlah membantu bagi semua orang pada Zaman Kasih Karunia. Penampakan-Nya kepada Tomas dan perkataan-yang Dia ucapkan kepadanya telah memberikan dampak mendalam bagi para generasi penerus; semua itu memiliki makna yang kekal. Tomas merepresentasikan jenis orang yang percaya kepada Tuhan namun meragukan Tuhan. Mereka memiliki natur curiga, hati mereka jahat, berbahaya, dan tidak percaya akan hal-hal yang dapat diselesaikan oleh Tuhan. Mereka tidak percaya pada kemahakuasaan dan kedaulatan-Nya, dan tidak percaya kepada Tuhan yang berinkarnasi. Akan tetapi, kebangkitan Tuhan Yesus menjadi tamparan di wajah mereka, dan juga memberikan kepada mereka peluang untuk menyadari dan mengenali keraguan mereka sendiri, dan mengakui kejahatan mereka sendiri, sehingga dengan demikian mereka pun sungguh-sungguh percaya akan keberadaan dan kebangkitan Tuhan Yesus. Yang terjadi dengan Tomas merupakan peringatan dan pengingat bagi generasi di masa depan sehingga lebih banyak orang dapat mengingatkan diri mereka untuk tidak ragu-ragu seperti Tomas, dan bahwa jika mereka memenuhi diri mereka sendiri dengan keraguan, mereka akan jatuh ke dalam kegelapan. Jika engkau mengikuti Tuhan, tetapi seperti halnya Tomas, engkau selalu ingin menyentuh lambung Tuhan dan merasakan bekas paku-Nya untuk meyakinkan, memastikan, berspekulasi tentang apakah Tuhan itu ada atau tidak, maka Tuhan akan meninggalkanmu. Jadi, Tuhan Yesus menuntut orang untuk tidak seperti Tomas, yang hanya percaya pada apa yang bisa dilihat dengan mata mereka sendiri, melainkan menjadi orang yang tulus, jujur, dan tidak menyimpan keraguan terhadap Tuhan, tetapi hanya percaya kepada-Nya dan mengikuti Dia. Orang yang seperti ini diberkati. Ini adalah tuntutan yang sangat kecil yang Tuhan Yesus ajukan kepada manusia, dan ini adalah sebuah peringatan bagi para pengikut-Nya.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri III" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 80

Yohanes 21:16-17 Yesus berkata kepadanya lagi untuk kedua kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Petrus menjawab: "Ya, Tuhan, Engkau tahu aku mengasihi-Mu." Yesus berkata kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." Yesus berkata kepadanya lagi untuk tiga kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Maka Petrus bersedih hati karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepada-Nya: "Tuhan, Engkau tahu segala hal; engkau tahu bahwa aku mengasihi-Mu." Yesus berkata kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku."

Dalam percakapan ini, Tuhan Yesus berulang kali menanyakan satu hal kepada Petrus: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Ini adalah standar lebih tinggi yang dituntut Tuhan Yesus dari orang-orang seperti Petrus setelah kebangkitan-Nya, dari mereka yang sungguh-sungguh percaya kepada Kristus dan berusaha untuk mengasihi Tuhan. Pertanyaan ini adalah semacam investigasi, dan interogasi, tetapi lebih dari itu, merupakan sebuah tuntutan dan harapan terhadap orang-orang seperti Petrus. Tuhan Yesus menggunakan cara bertanya seperti ini agar orang-orang bisa merenungkan diri mereka dan melihat ke dalam diri mereka sendiri dan menanyakan: apakah yang Tuhan Yesus tuntut dari manusia? Apakah aku mengasihi Tuhan? Apakah aku orang yang mengasihi Tuhan? Bagaimanakah seharusnya aku mengasihi Tuhan? Meskipun Tuhan Yesus hanya menanyakan pertanyaan ini kepada Petrus, sebenarnya di dalam hati-Nya, dengan menanyakan pertanyaan ini kepada Petrus, Dia ingin menggunakan kesempatan ini untuk menanyakan pertanyaan yang sama jenisnya kepada lebih banyak orang yang ingin mengasihi Tuhan. Hanya saja Petrus diberkati karena bertindak sebagai perwakilan orang-orang sejenis ini, untuk menerima pertanyaan dari mulut Tuhan Yesus sendiri.

Dibandingkan dengan perkataan berikut, yang Tuhan Yesus katakan kepada Tomas setelah kebangkitan-Nya, yakni "Ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke lambung-Ku: dan jangan engkau tidak percaya lagi, tetapi percayalah," pertanyaan yang tiga kali ditanyakan kepada Petrus: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" memungkinkan orang untuk semakin merasakan ketegasan sikap Tuhan Yesus, dan keterdesakan yang Dia rasakan selama menanyakan pertanyaan tersebut. Adapun kepada Tomas yang ragu-ragu dengan naturnya yang penuh tipu daya, Tuhan Yesus membiarkan Tomas mengulurkan tangannya dan menyentuh bekas paku di tubuh-Nya, yang membuatnya percaya bahwa Tuhan Yesus adalah Anak Manusia yang bangkit, dan yang membuatnya mengakui identitas Tuhan Yesus sebagai Kristus. Dan meskipun Tuhan Yesus tidak secara keras menegur Tomas, dan tidak secara lisan menyatakan dengan jelas penghakiman yang akan menimpanya, Dia, meskipun demikian, menggunakan tindakan nyata untuk membuat Tomas tahu bahwa Dia memahami dirinya, sembari juga menunjukkan sikap dan ketetapan-Nya mengenai jenis orang seperti itu. Tuntutan dan harapan Tuhan Yesus terhadap orang semacam itu tidak dapat dilihat dari apa yang Dia katakan, karena orang-orang seperti Tomas sama sekali tidak memiliki iman yang sejati. Tuntutan Tuhan Yesus terhadap mereka hanya sampai sejauh ini, tetapi sikap yang Dia ungkapkan terhadap orang-orang seperti Petrus sepenuhnya berbeda. Dia tidak meminta Petrus untuk mengulurkan tangannya dan menyentuh bekas paku-Nya, Dia juga tidak mengatakan kepada Petrus: "Jangan engkau tidak percaya lagi, tetapi percayalah." Sebaliknya, Dia berkali-kali menanyakan pertanyaan yang sama kepada Petrus. Pertanyaan yang menyebabkan orang berpikir dan penuh makna, pertanyaan yang mau tak mau menyebabkan setiap pengikut Kristus merasakan penyesalan, dan rasa takut, tetapi juga merasakan suasana hati Tuhan Yesus yang cemas dan sedih. Dan ketika mereka berada dalam penderitaan dan kepedihan yang hebat, mereka lebih mampu untuk memahami perhatian Tuhan Yesus Kristus dan kepedulian-Nya; mereka menyadari ajaran-Nya yang bersungguh-sungguh dan tuntutan-Nya yang tegas terhadap orang-orang yang murni dan jujur. Pertanyaan Tuhan Yesus memungkinkan orang merasakan bahwa pengharapan Tuhan akan orang-orang yang diungkapkan lewat kalimat sederhana ini bukan hanya agar mereka percaya atau mengikuti Dia, melainkan agar mereka memiliki kasih, agar engkau mengasihi Tuhanmu. Kasih semacam ini bersifat peduli dan taat. Kasih ini adalah soal manusia yang hidup demi Tuhan, mati demi Tuhan, mendedikasikan segalanya bagi Tuhan, dan mengorbankan serta memberikan segalanya bagi Tuhan. Kasih semacam ini juga memberi kepada Tuhan penghiburan, memungkinkan diri-Nya untuk menikmati kesaksian, dan merasakan ketenangan. Inilah balas budi manusia kepada Tuhan, inilah tanggung jawab, kewajiban dan tugas manusia, dan inilah jalan yang harus manusia ikuti di sepanjang hidup mereka. Ketiga pertanyaan ini merupakan tuntutan dan dorongan yang Tuhan Yesus berikan kepada Petrus dan semua orang yang hendak disempurnakan. Tiga pertanyaan inilah yang memimpin dan mendorong Petrus untuk menempuh jalan hidupnya hingga akhir, dan pertanyaan perpisahan Tuhan Yesus inilah yang menuntun Petrus untuk mulai menapaki jalan dirinya disempurnakan, yang menuntunnya, oleh karena kasihnya kepada Tuhan, untuk memedulikan hati Tuhan, untuk menaati Tuhan, untuk mempersembahkan penghiburan bagi Tuhan, dan memberikan seluruh hidupnya dan seluruh dirinya karena kasih ini.

Selama Zaman Kasih Karunia, pekerjaan Tuhan diperuntukkan terutama bagi dua tipe manusia. Yang pertama adalah tipe orang yang percaya dan mengikuti-Nya, yang mampu menaati perintah-Nya, yang mampu memikul salib dan mematuhi jalan Zaman Kasih Karunia. Tipe orang seperti ini akan memperoleh berkat Tuhan dan menikmati kasih karunia Tuhan. Tipe orang kedua adalah yang sama seperti Petrus, seseorang yang dapat disempurnakan. Jadi, setelah Tuhan Yesus bangkit, Dia pertama-tama melakukan dua hal yang paling berarti ini. Yang pertama dilakukan untuk Tomas, yang kedua untuk Petrus. Apakah yang direpresentasikan oleh kedua hal ini? Apakah kedua hal ini merepresentasikan maksud Tuhan yang sebenarnya untuk menyelamatkan umat manusia? Apakah kedua hal ini merepresentasikan ketulusan Tuhan terhadap umat manusia? Pekerjaan yang Dia lakukan dengan Tomas bertujuan memberi peringatan kepada manusia untuk tidak meragukan, melainkan untuk percaya. Pekerjaan yang Dia lakukan dengan Petrus bertujuan menguatkan iman orang-orang seperti Petrus, dan menjelaskan tuntutan-Nya terhadap tipe orang seperti ini, untuk menunjukkan tujuan apa yang harus mereka kejar.

Setelah Tuhan Yesus bangkit, Dia menampakkan diri kepada orang-orang yang Dia anggap perlu, berbicara kepada mereka, dan mengajukan tuntutan kepada mereka, menyampaikan maksud, dan harapan-Nya terhadap manusia. Dengan kata lain, sebagai Tuhan yang berinkarnasi, perhatian-Nya bagi manusia dan tuntutan-Nya terhadap mereka tidak pernah berubah; semua ini tetap sama baik ketika Dia dalam daging maupun ketika Dia dalam tubuh spiritual-Nya setelah disalibkan dan bangkit. Dia memedulikan murid-murid-Nya ini sebelum Dia disalibkan, dan di dalam hati-Nya, Dia mengerti dengan jelas tentang keadaan masing-masing orang dan Dia memahami kekurangan masing-masing orang, dan tentu saja pemahaman-Nya akan setiap orang ini tetaplah sama setelah Dia mati, bangkit, dan menjadi tubuh spiritual sebagaimana ketika Dia masih berada di dalam daging. Dia tahu bahwa orang-orang belum sepenuhnya yakin akan identitas-Nya sebagai Kristus, tetapi selama waktu diri-Nya di dalam daging, Dia tidak memberi tuntutan yang keras terhadap orang-orang. Namun, setelah dibangkitkan, Dia menampakkan diri di hadapan mereka, dan Dia membuat mereka sepenuhnya yakin bahwa Tuhan Yesus telah datang dari Tuhan, bahwa Dia adalah Tuhan yang berinkarnasi, dan Dia menggunakan fakta penampakan-Nya dan kebangkitan-Nya sebagai visi dan motivasi terbesar bagi umat manusia untuk dikejar seumur hidup mereka. Kebangkitan-Nya dari kematian tidak hanya menguatkan semua orang yang mengikuti-Nya, tetapi juga sepenuhnya mengimplementasikan pekerjaan-Nya pada Zaman Kasih Karunia di antara umat manusia, dan dengan demikian Injil keselamatan Tuhan Yesus pada Zaman Kasih Karunia secara bertahap menyebar ke seluruh penjuru umat manusia. Akankah engkau mengatakan bahwa penampakan Tuhan Yesus setelah kebangkitan-Nya memiliki makna yang penting? Seandainya engkau adalah Tomas atau Petrus pada waktu itu, dan engkau mendapati satu hal ini dalam hidupmu yang sedemikian berharga, bagaimanakah hal itu akan berdampak dalam dirimu? Akankah engkau melihatnya sebagai visi terbaik dan terbesar dalam hidup imanmu kepada Tuhan? Akankah engkau melihat ini sebagai kekuatan yang mendorongmu pada saat engkau mengikuti Tuhan, untuk berusaha keras memuaskan-Nya, dan berusaha semakin mengasihi Tuhan seumur hidupmu? Akankah engkau seumur hidup mengerahkan upaya untuk menyebarkan visi terbesar ini? Akankah engkau menerima pengabaran keselamatan dari Tuhan Yesus ini sebagai sebuah amanat yang engkau terima dari Tuhan? Meskipun engkau semua belum mengalami ini, kedua contoh Tomas dan Petrus ini sudah cukup bagi manusia modern untuk memperoleh pemahaman yang jelas mengenai Tuhan dan kehendak-Nya. Dapat dikatakan bahwa setelah Tuhan menjadi daging, setelah Dia secara pribadi mengalami kehidupan manusia di tengah umat manusia, dan setelah Dia menyaksikan kebejatan umat manusia dan situasi dalam hidup manusia pada waktu itu, Tuhan di dalam daging semakin merasakan ketidakberdayaan, kesedihan, dan kemalangan umat manusia. Tuhan lebih berempati melihat keadaan umat manusia oleh karena kemanusiaan-Nya yang Dia miliki ketika hidup dalam daging, oleh karena insting daging-Nya. Ini membuat-Nya memiliki kepedulian yang lebih besar terhadap para pengikut-Nya. Ini mungkin merupakan hal-hal yang tidak bisa engkau semua pahami, tetapi Aku dapat menggambarkan kekhawatiran dan kepedulian yang dirasakan Tuhan dalam daging bagi masing-masing pengikut-Nya dengan menggunakan hanya empat kata: "kepedulian yang sangat kuat." Meskipun istilah ini berasal dari bahasa manusia, dan meskipun sangat manusiawi, istilah ini benar-benar mengungkapkan dan menggambarkan perasaan Tuhan bagi para pengikut-Nya. Adapun mengenai kepedulian Tuhan yang sangat kuat terhadap umat manusia, di sepanjang pengalamanmu, engkau semua akan secara bertahap merasakan ini dan mengalaminya sendiri. Namun, ini hanya dapat tercapai dengan secara bertahap memahami watak Tuhan atas dasar engkau mengejar perubahan dalam watakmu sendiri. Ketika Tuhan Yesus menampakkan diri, ini menyebabkan kepedulian-Nya yang sangat kuat terhadap para pengikut-Nya terwujud dalam kemanusiaan dan diserahkan ke tubuh spiritual-Nya, atau bisa engkau katakan, ke keilahian-Nya. Penampakan-Nya memungkinkan orang untuk sekali lagi mengalami dan merasakan kepedulian dan pemeliharaan Tuhan, sembari membuktikan dengan sangat jelas bahwa Tuhan adalah Pribadi yang memulai zaman, yang mengembangkan zaman, dan yang juga mengakhiri zaman. Melalui penampakan-Nya, Dia menguatkan iman semua orang, dan membuktikan kepada dunia sebuah fakta bahwa Dia adalah Tuhan itu sendiri. Ini memberikan penegasan yang kekal bagi para pengikut-Nya, dan melalui penampakan-Nya Dia juga meluncurkan sebuah fase dari pekerjaan-Nya di zaman yang baru.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri III" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 81

Yesus Makan Roti dan Menjelaskan Kitab Suci setelah Kebangkitan-Nya

Lukas 24:30-32 Dan terjadilah demikian, saat Dia duduk makan dengan mereka, Ia mengambil roti, memberkatinya, lalu memecah-mecahkannya, dan membagikannya kepada mereka. Seketika itu juga mata mereka terbuka, dan mereka mengenal Dia; namun Dia menghilang dari pandangan mereka. Dan mereka berkata-kata seorang kepada yang lain, "Bukankah hati kita terbakar, ketika Dia berbicara dengan kita di jalan, dan ketika Dia menerangkan Kitab Suci kepada kita?"

Murid-murid Memberikan kepada Yesus Ikan Panggang untuk Dimakan

Lukas 24:36-43 Dan saat mereka bercakap-cakap, Yesus berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata kepada mereka: "Damai sejahtera bagi engkau sekalian!" Tetapi mereka terkejut dan takut, dan mengira bahwa mereka melihat hantu. Maka Dia berkata kepada mereka: "Kenapa kalian takut? Dan kenapa ada kebimbangan di hati kalian? Lihatlah tangan dan kaki-Ku, inilah Aku: rabalah Aku, dan lihatlah, karena hantu tidak memiliki daging dan tulang, sebagaimana yang engkau lihat pada-Ku." Sambil berkata demikian, Dia menunjukkan tangan dan kaki-Nya kepada mereka. Dan karena mereka tidak percaya juga ataupun bergirang, tetapi masih heran, Dia berkata kepada mereka: "Apakah ada daging di sini?" Dan mereka memberi-Nya ikan panggang, dan madu. Dan Dia mengambilnya dan makan di depan mereka.

Selanjutnya, kita akan memperhatikan perikop dari Kitab Suci di atas. Perikop yang pertama menceritakan tentang Tuhan Yesus yang makan roti dan menjelaskan isi Kitab Suci setelah kebangkitan-Nya, dan perikop kedua menceritakan tentang Tuhan Yesus yang makan ikan panggang. Bagaimanakah kedua perikop ini membantumu mengenal watak Tuhan? Dapatkah engkau semua membayangkan gambaran seperti apa yang engkau dapatkan dari deskripsi tentang Tuhan Yesus yang makan roti dan kemudian makan ikan panggang ini? Dapatkah engkau bayangkan, jika Tuhan Yesus berdiri di depanmu dan makan roti, bagaimanakah perasaanmu? Atau jika Dia makan bersamamu di meja yang sama, makan ikan dan roti bersama orang-orang, perasaan seperti apakah yang akan engkau rasakan pada saat itu? Jika engkau merasa sangat dekat dengan Tuhan, merasa bahwa Dia sangat akrab denganmu, maka perasaan ini benar. Inilah justru hasil yang ingin Tuhan Yesus dapatkan dengan makan roti dan ikan di depan orang banyak yang berkumpul setelah kebangkitan-Nya. Jika Tuhan Yesus hanya berbicara kepada orang-orang setelah kebangkitan-Nya, jika mereka tidak dapat merasakan daging dan tulang-Nya, tetapi merasakan bahwa Dia adalah Roh yang tak tergapai, bagaimanakah perasaan mereka? Bukankah mereka akan merasa kecewa? Ketika orang-orang kecewa, bukankah mereka akan merasa ditinggalkan? Tidakkah mereka akan merasa ada jarak di antara mereka dengan Tuhan Yesus Kristus? Dampak negatif seperti apa yang akan diciptakan oleh jarak ini terhadap hubungan orang-orang dengan Tuhan? Orang tentunya akan merasa takut, sampai-sampai mereka tidak berani mendekati-Nya, dan dengan demikian, mereka akan bersikap mengambil jarak karena perasaan segan terhadap-Nya. Sejak saat itu, mereka akan memutuskan hubungan dekat mereka dengan Tuhan Yesus Kristus dan kembali ke hubungan antara umat manusia dan Tuhan yang berada nun jauh di surga, layaknya hubungan pada zaman sebelum Zaman Kasih Karunia. Tubuh spiritual yang tak dapat orang sentuh atau rasakan akan mengakibatkan hilangnya kedekatan mereka dengan Tuhan, dan ini juga akan menyebabkan hubungan yang dekat tersebut, yang dibangun selama Tuhan Yesus berada di dalam daging, yang tanpa jarak antara Dia dengan manusia, tidak lagi ada. Satu-satunya yang digerakkan oleh tubuh spiritual dalam diri manusia adalah perasaan takut, pengelakan, dan tatapan bisu. Mereka tidak akan berani mendekat ataupun bercakap dengan-Nya, apalagi mengikuti, memercayai, atau menghormati-Nya. Tuhan tidak ingin melihat perasaan manusia yang semacam ini terhadap-Nya. Dia tidak ingin melihat orang-orang menghindari-Nya atau menjauhkan diri mereka dari-Nya; Dia hanya ingin orang-orang memahami-Nya, datang mendekat kepada-Nya, dan menjadi keluarga-Nya. Jika keluargamu sendiri, anak-anakmu melihatmu tetapi tidak mengenalimu, dan tidak berani datang mendekat kepadamu malahan selalu menghindar darimu, jika engkau tidak dapat memperoleh pengertian mereka atas segala sesuatu yang telah engkau perbuat bagi mereka, bagaimanakah perasaanmu? Tidakkah itu akan menyakitkan? Tidakkah engkau akan sakit hati? Inilah persisnya yang Tuhan rasakan ketika orang-orang menghindari-Nya. Jadi, setelah kebangkitan-Nya, Tuhan Yesus tetap muncul di hadapan orang-orang dalam wujud darah dan daging, dan tetap makan dan minum bersama mereka. Tuhan memandang manusia sebagai keluarga, dan Dia juga ingin manusia memandang-Nya sebagai Pribadi yang paling mereka sayangi; hanya dengan cara inilah Tuhan bisa benar-benar mendapatkan manusia, dan hanya dengan cara inilah, manusia bisa benar-benar mengasihi dan menyembah Tuhan. Sekarang dapatkah engkau semua memahami maksud-Ku dalam menjelaskan kedua perikop Kitab Suci ini, yaitu ketika Tuhan Yesus makan roti dan menerangkan Kitab Suci setelah kebangkitan-Nya, dan ketika para murid memberi-Nya ikan panggang untuk dimakan?

Dapat dikatakan bahwa serangkaian hal yang Tuhan Yesus katakan dan lakukan setelah kebangkitan-Nya dipenuhi dengan pemikiran-Nya yang sungguh-sungguh. Hal-hal ini penuh dengan kebaikan dan kasih sayang Tuhan terhadap umat manusia, dan juga penuh dengan penghargaan dan kepedulian-Nya yang cermat atas hubungan akrab yang telah Dia bangun dengan umat manusia semasa Dia berada dalam daging. Lebih dari itu, hal-hal tersebut penuh dengan kenangan dan kerinduan yang Dia rasakan akan kehidupan-Nya ketika makan dan tinggal bersama para pengikut-Nya selama Dia berada dalam daging. Jadi, Tuhan tidak ingin orang merasakan ada jarak antara Tuhan dan manusia, dan Dia juga tidak ingin manusia menjauhkan diri mereka dari Tuhan. Bahkan lebih dari itu, Dia tidak ingin manusia merasa bahwa Tuhan Yesus setelah kebagkitan-Nya bukan lagi Tuhan yang pernah sangat akrab dengan orang-orang, bahwa Dia tidak lagi beserta dengan umat manusia karena Dia telah kembali ke dunia roh, kembali menjadi Bapa yang tidak pernah bisa dilihat atau digapai manusia. Dia tidak ingin orang-orang merasa bahwa perbedaan dalam status telah muncul antara Dia dan umat manusia. Ketika Tuhan melihat orang-orang yang ingin mengikuti-Nya tetapi yang menjaga jarak karena segan terhadap-Nya, hati-Nya merasa sakit karena ini artinya hati mereka berada sangat jauh dari Dia dan akan sangat sulit bagi-Nya untuk mendapatkan hati mereka. Jadi, seandainya Dia menampakkan diri di hadapan orang-orang dalam tubuh spiritual yang tidak dapat mereka lihat atau sentuh, ini sekali lagi akan menciptakan jarak antara manusia dengan Tuhan, dan ini akan membuat manusia keliru menganggap bahwa Kristus setelah kebangkitan-Nya telah menjadi begitu mulia, menjadi berbeda dari manusia, dan menjadi pribadi yang tidak lagi bisa berbagi meja dan bersantap dengan manusia karena manusia berdosa, najis, dan tidak akan pernah bisa mendekat kepada Tuhan. Demi menghapuskan kesalahpahaman manusia ini, Tuhan Yesus melakukan sejumlah hal yang biasanya Dia lakukan saat berada dalam daging, seperti yang dicatat dalam Alkitab: "Ia mengambil roti, memberkatinya, lalu memecah-mecahkannya, dan membagikannya kepada mereka." Dia juga menjelaskan kitab suci kepada mereka, sebagaimana yang biasa Dia lakukan sebelumnya. Semua hal yang Tuhan Yesus lakukan ini membuat setiap orang yang melihat-Nya merasa bahwa Tuhan tidak berubah, bahwa Dia masih tetap Tuhan Yesus yang sama. Meskipun Dia telah disalibkan dan telah mengalami kematian, Dia telah bangkit, dan tidak meninggalkan umat manusia. Dia telah kembali berada di antara manusia, dan segala hal tentang diri-Nya tidak berubah. Anak Manusia yang berdiri di depan orang-orang masih tetap Tuhan Yesus yang sama. Sikap dan cara-Nya berbicara dengan orang-orang terasa begitu akrab. Dia masih begitu penuh kasih setia, kasih karunia, dan toleransi—Dia masih tetap Tuhan Yesus yang sama, yang mengasihi sesama seperti Dia mengasihi diri-Nya sendiri, yang mampu mengampuni manusia tujuh puluh kali tujuh kali. Seperti yang selalu Dia lakukan sebelumnya, Dia makan dengan orang-orang, membahas Kitab Suci dengan mereka, dan yang lebih penting, sama seperti sebelumnya, Dia terbuat dari darah dan daging dan dapat disentuh dan dilihat. Anak Manusia seperti diri-Nya tersebut, memampukan orang untuk merasakan keakraban, merasakan ketenangan, merasakan kesukaan karena mendapatkan kembali sesuatu yang telah hilang. Dengan sangat mudah, mereka dengan berani dan percaya diri mulai mengandalkan dan mengagumi Anak Manusia yang mampu mengampuni manusia dari dosa-dosa mereka. Mereka juga mulai berdoa dalam nama Tuhan Yesus tanpa keraguan, berdoa untuk mendapatkan kasih karunia-Nya, berkat-Nya, dan mendapatkan damai dan sukacita dari-Nya, memperoleh pemeliharaan dan perlindungan dari-Nya, dan mereka mulai menyembuhkan orang sakit dan mengusir roh jahat dalam nama Tuhan Yesus.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri III" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 82

Selama masa Tuhan Yesus bekerja dalam daging, sebagian besar pengikut-Nya tidak bisa sepenuhnya memastikan identitas-Nya dan hal-hal yang Dia katakan. Ketika saat penyaliban-Nya semakin mendekat, sikap para pengikut-Nya adalah sikap yang memperhatikan. Kemudian, dari sejak Dia disalibkan sampai saat Dia dimasukkan ke dalam kubur, sikap orang-orang terhadap-Nya adalah kekecewaan. Selama waktu ini, hati orang-orang mulai berubah dari meragukan hal-hal yang Tuhan Yesus katakan selama waktu diri-Nya berada dalam daging menjadi menyangkal semua itu sama sekali. Kemudian, ketika Dia berjalan keluar dari kubur, dan menampakkan diri kepada orang-orang orang satu per satu, kebanyakan dari mereka yang melihat-Nya dengan mata kepala mereka sendiri atau mendengar berita tentang kebangkitan-Nya secara bertahap mengubah sikapnya dari sikap yang menyangkal menjadi sikap yang menyangsikan. Hanya setelah Tuhan Yesus membiarkan Tomas meletakkan tangannya di lambung-Nya, dan setelah Dia memecah-mecahkan roti dan memakannya di depan orang banyak setelah kebangkitan-Nya, dan setelah Dia makan ikan panggang di depan mereka, baru pada saat itulah mereka benar-benar menerima kenyataan bahwa Tuhan Yesus adalah Kristus dalam daging. Engkau dapat mengatakan bahwa seolah-olah tubuh spiritual yang memiliki darah dan daging yang berdiri di depan orang-orang itu, sedang membangunkan setiap orang dari mimpi: Anak Manusia yang berdiri di depan mereka adalah Dia yang telah ada sejak permulaan zaman. Dia memiliki wujud, serta daging dan tulang, dan Dia telah hidup dan makan bersama umat manusia untuk waktu yang panjang .... Pada saat ini, orang-orang merasa bahwa keberadaan-Nya begitu nyata, begitu luar biasa. Pada saat yang sama, mereka juga begitu bersukacita dan bahagia, dan dipenuhi dengan emosi. Penampakan kembali diri-Nya memungkinkan orang untuk benar-benar melihat kerendahhatian-Nya, merasakan kedekatan dan kasih sayang-Nya kepada umat manusia, dan merasakan betapa dalam Dia memikirkan tentang mereka. Pertemuan kembali yang singkat ini membuat orang-orang yang melihat Tuhan Yesus merasa seakan waktu yang panjang telah berlalu. Hati mereka yang tersesat, bingung, takut, gelisah, mendamba, dan mati rasa akhirnya menemukan penghiburan. Mereka tidak lagi merasa ragu-ragu atau kecewa, karena mereka merasa bahwa kini ada harapan dan sesuatu yang bisa mereka andalkan. Sang Anak Manusia yang berdiri di depan mereka akan mendukung mereka untuk selamanya; Dia akan menjadi menara yang kuat bagi mereka, tempat perlindungan mereka untuk selama-lamanya.

Meskipun Tuhan Yesus telah bangkit, hati-Nya dan pekerjaan-Nya tidak meninggalkan umat manusia. Dengan menampakkan diri kepada orang-orang, Dia memberi tahu mereka bahwa berada dalam bentuk apa pun diri-Nya, Dia akan menemani manusia, berjalan bersama mereka, dan menyertai mereka kapan pun dan di mana pun. Dia mengatakan kepada mereka bahwa kapan pun dan di mana pun, Dia akan membekali dan menggembalakan mereka, membiarkan mereka melihat dan menyentuh-Nya, dan memastikan bahwa mereka tidak akan pernah lagi merasa tak berdaya. Tuhan Yesus juga ingin orang-orang tahu bahwa mereka tidak hidup di dunia ini sendirian. Umat manusia memiliki pemeliharaan Tuhan; Tuhan menyertai mereka. Mereka selalu dapat bersandar kepada Tuhan, dan Dia adalah keluarga bagi setiap pengikut-Nya. Dengan Tuhan sebagai sandaran, umat manusia tidak akan lagi kesepian atau tidak berdaya, dan mereka yang menerima-Nya sebagai korban penghapus dosa, mereka tidak akan lagi dibelenggu dalam dosa. Di mata manusia, bagian-bagian dari pekerjaan Tuhan Yesus yang dilakukan-Nya setelah kebangkitan-Nya adalah hal-hal yang sangat kecil, tetapi di mata-Ku, setiap hal kecil yang Dia lakukan sangatlah berarti, sangat berharga, sangat penting dan sangat sarat dengan makna.

Meskipun masa selama Tuhan Yesus bekerja dalam daging dipenuhi kesukaran dan penderitaan, Dia dengan sepenuhnya dan dengan sempurna menyelesaikan pekerjaan-Nya di dalam daging pada waktu itu untuk menebus umat manusia melalui penampakan diri-Nya dalam tubuh spiritual berupa darah dan daging. Dia memulai pelayanan-Nya dengan menjadi daging, dan Dia menyelesaikan pelayanan-Nya dengan menampakkan diri kepada manusia dalam wujud daging-Nya. Dia mengumumkan Zaman Kasih Karunia, memulai zaman yang baru melalui identitas-Nya sebagai Kristus. Melalui identitas-Nya sebagai Kristus, Dia melakukan pekerjaan di Zaman Kasih Karunia dan Dia menguatkan serta memimpin semua pengikut-Nya di Zaman Kasih Karunia. Mengenai pekerjaan Tuhan, dapat dikatakan bahwa Dia benar-benar menyelesaikan apa yang Dia mulai. Terdapat langkah-langkah dan sebuah rencana, dan pekerjaan itu dipenuhi dengan hikmat-Nya, kemahakuasaan-Nya, dan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib, dan dipenuhi dengan kasih dan belas kasihan-Nya. Tentu saja, benang utama yang merajut seluruh pekerjaan Tuhan adalah kepedulian-Nya terhadap umat manusia; pekerjaan-Nya diresapi oleh perasaan peduli-Nya yang tidak pernah bisa Dia kesampingkan. Di dalam ayat-ayat Alkitab ini, dalam setiap hal yang Tuhan Yesus lakukan setelah kebangkitan-Nya, harapan dan kepedulian Tuhan yang tidak pernah berubah bagi umat manusia diungkapkan, demikian juga pemeliharaan dan kepeduliaan-Nya yang cermat terhadap manusia. Tidak satu pun dari semua ini yang pernah berubah, sampai saat ini—dapatkah engkau semua melihatnya? Ketika engkau semua melihat hal ini, tidakkah hatimu tanpa kausadari semakin mendekat kepada Tuhan? Seandainya engkau semua hidup pada zaman itu dan Tuhan Yesus menampakkan diri kepadamu setelah kebangkitan-Nya, dalam wujud nyata yang dapat engkau semua lihat, dan seandainya Dia duduk di depanmu, makan roti dan ikan dan menjelaskan Kitab Suci kepadamu, berbincang denganmu, bagaimanakah perasaanmu? Akankah engkau merasa bahagia? Atau akankah engkau merasa bersalah? Kesalahpahaman dan penghindaran mereka sebelumnya terhadap Tuhan, pertentangan mereka dengan-Nya dan keraguan terhadap-Nya—tidakkah semuanya itu akan menghilang? Tidakkah hubungan antara Tuhan dan manusia akan menjadi normal dan pantas?

Dengan menafsirkan pasal-pasal terbatas dari Alkitab ini, apakah engkau semua menemukan cela dalam watak Tuhan? Apakah engkau semua menemukan kepalsuan dalam kasih Tuhan? Apakah engkau semua melihat muslihat atau kejahatan dalam kemahakuasaan dan hikmat Tuhan? Tentu saja tidak! Sekarang dapatkah engkau semua mengatakan dengan pasti bahwa Tuhan itu kudus? Dapatkah engkau semua mengatakan dengan pasti bahwa emosi Tuhan seluruhnya merupakan pengungkapan dari esensi dan watak-Nya? Kuharap setelah engkau semua membaca firman ini, pemahaman yang engkau dapatkan darinya akan membantumu dan memberi kepadamu manfaat dalam pengejaranmu akan perubahan watak dan rasa takut akan Tuhan, dan firman ini akan berbuah dalam dirimu, buah yang terus bertumbuh hari demi hari, sehingga dalam proses pengejaran ini, engkau akan semakin dekat dengan Tuhan, semakin dekat dengan standar yang Tuhan inginkan. Engkau semua tidak akan lagi bosan dengan pengejaranmu akan kebenaran dan tidak akan lagi merasa bahwa pengejaran akan kebenaran dan perubahan watak adalah hal yang merepotkan atau hal yang berlebihan. Sebaliknya, karena didorong oleh pengungkapan watak Tuhan yang sejati dan esensi kudus Tuhan, engkau akan merindukan terang, merindukan keadilan, bercita-cita untuk mengejar kebenaran, berusaha untuk memuaskan kehendak Tuhan, dan engkau akan menjadi seseorang yang didapatkan oleh Tuhan, menjadi manusia yang sesungguhnya.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri III" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Sebelumnya: Mengenal Tuhan 1

Selanjutnya: Mengenal Tuhan 3

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Pengaturan

  • Teks
  • Tema

Warna Solid

Tema

Jenis Huruf

Ukuran Huruf

Spasi Baris

Spasi Baris

Lebar laman

Isi

Cari

  • Cari Teks Ini
  • Cari Buku Ini