Mengenal Tuhan 1

Firman Tuhan Harian: Kutipan 1

Setiap orang di antaramu harus memeriksa kembali bagaimanakah engkau telah percaya kepada Tuhan sepanjang hidupmu, sehingga engkau bisa melihat apakah, selama proses mengikut Tuhan, engkau telah benar-benar mengerti, benar-benar memahami, dan benar-benar mengenal Tuhan, apakah engkau benar-benar mengetahui bagaimana sikap Tuhan terhadap berbagai jenis manusia, dan apakah engkau benar-benar memahami pekerjaan yang Tuhan sedang lakukan dalam dirimu dan bagaimana Tuhan mendefinisikan setiap tindakanmu. Tuhan ini, yang berada di sampingmu, sedang membimbing arah kemajuanmu, menentukan takdirmu, dan menyediakan kebutuhanmu—seberapa banyakkah engkau memahami Tuhan ini, setelah engkau merenungkan semuanya ini? Seberapa banyak yang benar-benar engkau ketahui tentang Tuhan ini? Tahukah engkau pekerjaan apa yang Dia kerjakan dalam dirimu setiap harinya? Apakah engkau mengetahui prinsip dan tujuan yang mendasari setiap tindakan-Nya? Tahukah engkau bagaimana Dia membimbingmu? Apakah engkau mengetahui sarana yang Dia gunakan untuk menyediakan kebutuhanmu? Tahukah engkau cara-cara yang Dia gunakan untuk memimpinmu? Tahukah engkau apa yang ingin Dia dapatkan darimu dan apa yang ingin dicapai-Nya dalam dirimu? Tahukah engkau bagaimana sikap-Nya terhadap berbagai cara engkau berperilaku? Tahukah engkau apakah dirimu adalah orang yang dikasihi-Nya? Tahukah engkau asal mula sukacita, kemarahan, kesedihan, dan kesenangan-Nya, juga pemikiran dan gagasan di balik semua itu, serta esensi-Nya? Yang terutama, tahukah engkau Tuhan seperti apa yang engkau percayai ini? Apakah pertanyaan-pertanyaan ini dan pertanyaan-pertanyaan senada lainnya merupakan sesuatu yang tak pernah engkau pahami atau pikirkan? Dalam mengejar kepercayaanmu kepada Tuhan, sudahkah engkau, lewat menghargai dan mengalami firman Tuhan secara nyata, menyingkirkan kesalahpahamanmu tentang Dia? Sudahkah engkau, setelah menerima pendisiplinan dan didikan Tuhan, mencapai ketaatan dan kepedulian yang sejati? Sudahkah engkau, di tengah hajaran dan penghakiman Tuhan, mengetahui pemberontakan dan natur Iblis dalam diri manusia dan mendapatkan sedikit pemahaman tentang kekudusan Tuhan? Sudahkah engkau, di bawah bimbingan dan pencerahan firman Tuhan, mulai memiliki pandangan hidup yang baru? Sudahkah engkau, di tengah ujian yang Tuhan kirimkan, merasakan bahwa Dia tidak menoleransi pelanggaran manusia, juga apa yang dituntut-Nya darimu dan bagaimana Dia sedang menyelamatkan dirimu? Jika engkau tidak tahu apa artinya salah paham terhadap Tuhan, atau bagaimana menyingkirkan kesalahpahaman ini, dapat dikatakan bahwa engkau belum pernah masuk ke dalam persekutuan yang benar dengan Tuhan dan belum pernah memahami Tuhan, atau paling tidak, dapat dikatakan bahwa engkau tidak pernah ingin memahami Dia. Jika engkau tidak tahu apa arti pendisiplinan dan didikan Tuhan, sudah pasti engkau tidak tahu apa arti ketaatan dan kepedulian, atau paling tidak, engkau tidak pernah benar-benar menaati atau memedulikan Tuhan. Jika engkau tidak pernah mengalami hajaran dan penghakiman Tuhan, engkau pasti tidak akan mengetahui apa arti kekudusan-Nya, dan engkau bahkan akan kurang mengerti dengan jelas apa arti pemberontakan manusia. Jika engkau tidak pernah benar-benar memiliki pandangan hidup yang benar, atau tujuan hidup yang benar, melainkan masih berada dalam keadaan bingung dan bimbang tentang jalan hidupmu di masa depan, bahkan sampai pada taraf engkau ragu untuk bergerak maju, maka dapat dipastikan bahwa engkau belum pernah menerima pencerahan dan bimbingan Tuhan; dapat juga dikatakan bahwa engkau tidak pernah benar-benar dibekali atau diperbarui oleh firman Tuhan. Jika engkau belum mengalami ujian Tuhan, dapat dipastikan bahwa engkau tentu tidak akan tahu apa artinya Tuhan tidak menoleransi pelanggaran manusia, engkau juga tidak akan mengerti apa yang terutama Tuhan tuntut dari dirimu, dan terlebih lagi, apa arti pekerjaan-Nya mengelola dan menyelamatkan manusia. Tidak peduli berapa tahun lamanya seseorang telah percaya kepada Tuhan, jika mereka tidak pernah mengalami atau memahami apa pun dari firman Tuhan, sudah pasti mereka tidak sedang berjalan di jalan menuju keselamatan, iman mereka kepada Tuhan dapat dipastikan tidak memiliki isi yang nyata, pengenalan mereka akan Tuhan pun sudah pasti kosong, dan jelaslah bahwa mereka tidak tahu sama sekali apa artinya menghormati Tuhan.

Dikutip dari "Mengenal Tuhan adalah Jalan Menuju Takut akan Tuhan dan Menjauhi Kejahatan" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 2

Kepunyaan dan wujud Tuhan, esensi Tuhan, watak Tuhan—semua itu telah diberitahukan kepada manusia di dalam firman-Nya. Pada saat manusia mengalami firman Tuhan, selama proses menerapkannya, manusia akan mulai memahami tujuan di balik firman yang Tuhan ucapkan, dan memahami sumber dan latar belakang firman Tuhan, serta memahami dan menghargai dampak yang dikehendaki dari firman Tuhan. Bagi manusia, inilah semua hal yang harus manusia alami, pahami, dan capai agar memperoleh kebenaran dan hidup, agar memahami maksud Tuhan, wataknya diubahkan, dan menjadi mampu untuk menaati kedaulatan dan pengaturan Tuhan. Pada saat yang sama manusia mengalami, memahami, dan mencapai hal-hal ini, ia akan secara berangsur-angsur mendapatkan pemahaman tentang Tuhan, dan pada saat ini, ia juga akan mendapatkan pengenalan akan Dia dalam tingkat yang berbeda. Pemahaman dan pengenalan ini tidak berasal dari sesuatu yang telah manusia bayangkan atau ciptakan, melainkan dari apa yang ia hargai, alami, rasakan, dan pertegas dalam dirinya sendiri. Hanya setelah menghargai, mengalami, merasakan, dan mengonfirmasi hal-hal inilah, pengetahuan manusia tentang Tuhan memiliki isi; hanya pengenalan yang manusia dapatkan pada saat inilah yang aktual, nyata, dan akurat, dan proses ini—yakni menncapai pemahaman dan pengenalan sejati tentang Tuhan melalui menghargai, mengalami, merasakan, dan mengonfirmasi firman-Nya—tidak lain merupakan persekutuan yang benar antara manusia dengan Tuhan. Di tengah persekutuan seperti ini, manusia menjadi sungguh-sungguh mengerti dan memahami maksud Tuhan, menjadi sungguh-sungguh mengerti dan mengetahui kepunyaan dan wujud Tuhan, menjadi sungguh-sungguh mengerti dan mengetahui esensi Tuhan, secara berangsur-angsur mengerti dan mengetahui watak Tuhan, mencapai kepastian yang nyata, dan definisi yang benar tentang fakta mengenai kekuasaan Tuhan atas segala ciptaan, dan mendapatkan pemahaman substansial dan pengenalan akan identitas dan kedudukan Tuhan. Di tengah persekutuan seperti ini, manusia berangsur-angsur mengubah gagasannya tentang Tuhan, tidak lagi membayangkan-Nya begitu saja, atau berprasangka terhadap-Nya, atau salah paham terhadap-Nya, atau mengutuki-Nya, atau menghakimi-Nya, atau meragukan-Nya. Dengan demikian, manusia akan lebih sedikit berdebat dengan Tuhan, akan lebih sedikit berkonflik dengan Tuhan, dan akan ada lebih sedikit kejadian di mana manusia memberontak terhadap Tuhan. Sebaliknya, kepedulian dan ketaatan manusia kepada Tuhan akan bertumbuh semakin kuat, dan rasa hormat-Nya terhadap Tuhan akan menjadi semakin nyata dan semakin mendalam. Di tengah persekutuan yang seperti ini, manusia tidak hanya akan memperoleh perbekalan kebenaran dan baptisan hidup, tetapi pada saat yang sama, juga akan mendapatkan pengenalan yang benar tentang Tuhan. Di tengah persekutuan yang seperti ini, manusia tidak hanya akan diubahkan wataknya dan menerima keselamatan, tetapi pada saat yang sama, ia juga akan semakin memiliki rasa hormat dan penyembahan yang sejati sebagai makhluk ciptaan terhadap Tuhan. Setelah memiliki persekutuan yang seperti ini, iman manusia kepada Tuhan tidak lagi serupa kertas kosong, atau janji manis belaka, atau berupa pengejaran dan pemberhalaan tanpa pengertian; hanya dengan persekutuan yang seperti inilah hidup manusia akan bertumbuh hari demi hari menuju kedewasaan, dan hanya pada saat itulah wataknya akan berangsur-angsur diubahkan, dan imannya kepada Tuhan selangkah demi selangkah akan berubah dari kepercayaan yang samar dan tidak pasti menjadi ketaatan dan kepedulian sejati, menjadi penghormatan yang nyata, dan selama proses mengikut Tuhan, manusia juga akan berangsur-angsur berubah dari pasif menjadi aktif, dari negatif menjadi positif; hanya dengan persekutuan yang seperti inilah manusia bisa mencapai pengertian dan pemahaman yang benar tentang Tuhan, pengenalan yang benar akan Tuhan. Karena kebanyakan orang tidak pernah masuk ke dalam persekutuan yang benar dengan Tuhan, pengenalan mereka akan Tuhan hanya sampai sebatas teori, sebatas huruf-huruf yang tertulis dan doktrin. Dengan kata lain, seberapapun lamanya mereka telah percaya kepada Tuhan, kebanyakan orang dalam hal mengenal Tuhan masih berada di tempat yang sama di mana mereka dahulu memulai, terjebak dalam tahap dasar bentuk pemujaan tradisional, dengan takhayul feodal dan semburat fantasi yang menyertainya. Bahwa pengenalan manusia akan Tuhan harus terhenti di titik mulainya, itu berarti pengenalan itu pada dasarnya tidak ada. Terlepas dari pengakuan tegas manusia akan kedudukan dan identitas Tuhan, iman manusia kepada Tuhan masih berada dalam keadaan ketidakpastian yang samar. Dengan demikian, seberapa dalamkah manusia dapat memiliki rasa hormat yang sejati kepada Tuhan?

Seteguh apa pun engkau percaya akan keberadaan Tuhan, ini tak bisa menggantikan pengenalanmu akan Tuhan, ataupun penghormatanmu terhadap Tuhan. Sebanyak apa pun engkau telah menikmati berkat dan kasih karunia-Nya, ini tidak dapat menggantikan pengenalanmu akan Tuhan. Sebesar apa pun kerelaanmu untuk menguduskan segenap dirimu dan mengorbankan segenap dirimu demi Dia, ini tak dapat menggantikan pengenalanmu akan Tuhan. Mungkin engkau telah menjadi terlalu terbiasa dengan firman yang pernah Tuhan ucapkan, atau engkau bahkan sudah menghafalkannya dan bisa mengucapkannya dengan cepat, tetapi ini tak dapat menggantikan pengenalanmu akan Tuhan. Seniat apa pun manusia dalam mengikut Tuhan, jika ia tidak pernah memiliki persekutuan yang sejati dengan Tuhan, atau benar-benar mengalami firman Tuhan, pengenalannya akan Tuhan hanyalah berisi kekosongan atau lamunan tak berujung; bagi engkau semua yang pernah bersentuhan bahu dengan Tuhan saat lewat, atau bertemu berhadapan muka dengan-Nya, pengenalanmu akan Tuhan tetaplah nol, dan penghormatanmu terhadap Tuhan tidak lebih dari sekadar slogan kosong atau konsep yang diidealkan.

Dikutip dari "Mengenal Tuhan adalah Jalan Menuju Takut akan Tuhan dan Menjauhi Kejahatan" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 3

Banyak orang bertekun membaca firman Tuhan hari demi hari, bahkan sampai pada tahap berkomitmen untuk menghafalkan dengan saksama semua nas klasik di dalamnya sebagai harta paling berharga, dan bahkan mengkhotbahkan firman Tuhan di mana-mana, membekali dan membantu orang lain dengan firman Tuhan. Mereka berpikir bahwa melakukan ini berarti bersaksi tentang Tuhan, bersaksi tentang firman-Nya, bahwa melakukan ini berarti mengikuti jalan Tuhan; mereka berpikir bahwa dengan melakukan ini berarti mereka hidup berdasarkan firman Tuhan, bahwa melakukan ini berarti menerapkan firman Tuhan dalam kehidupan nyata, bahwa melakukan ini akan memungkinkan mereka untuk menerima pujian dari Tuhan, serta diselamatkan dan disempurnakan. Namun, bahkan pada saat mereka mengkhotbahkan firman Tuhan, mereka tidak pernah menaati firman Tuhan dalam penerapannya, atau mencoba bercermin dengan apa yang disingkapkan dalam firman Tuhan. Sebaliknya, mereka menggunakan firman Tuhan untuk mendapatkan kekaguman dan kepercayaan orang lain lewat tipu daya, untuk masuk ke dalam pengelolaan mereka sendiri, lalu menggelapkan dan mencuri kemuliaan Tuhan. Dengan sia-sia mereka berharap untuk menggunakan kesempatan yang datang melalui penyebaran firman Tuhan agar dianugerahi pekerjaan Tuhan dan pujian dari-Nya. Bertahun-tahun telah lewat, tetapi orang-orang ini bukan saja tak mampu mendapatkan pujian dari Tuhan selama proses mengkhotbahkan firman Tuhan, dan mereka bukan saja tak mampu menemukan jalan yang harus mereka ikuti selama proses memberikan kesaksian tentang firman Tuhan, dan mereka bukan saja tidak menunjang atau membekali diri mereka sendiri selama proses menunjang dan membekali orang lain dengan firman Tuhan, dan mereka bukan saja tak mampu mengenal Tuhan, atau membangkitkan dalam diri mereka penghormatan yang sejati kepada Tuhan, selama proses melakukan semua hal ini; tetapi sebaliknya, kesalahpahaman mereka tentang Tuhan menjadi semakin mendalam, ketidakpercayaan mereka terhadap-Nya menjadi semakin parah, dan imajinasi mereka tentang diri-Nya menjadi semakin dilebih-lebihkan. Dibekali dan dibimbing oleh teori-teori mereka sendiri tentang firman Tuhan, mereka tampak seolah-olah benar-benar piawai, seakan-akan menggunakan kecakapan mereka dengan mudahnya, seakan-akan mereka telah menemukan tujuan hidup mereka, misi mereka, dan seakan-akan mereka telah memenangkan hidup yang baru dan telah diselamatkan, seolah-olah jika firman Tuhan yang mereka hafalkan bisa dilafalkan dengan baik, mereka telah mendapatkan kebenaran, memahami maksud Tuhan, dan menemukan jalan untuk mengenal Tuhan, seolah-olah, selama proses mengkhotbahkan firman Tuhan, mereka telah sering berhadapan muka dengan Tuhan. Selain itu, mereka sering kali merasa "tergerak" untuk meratap, dan sering kali dipimpin oleh "Tuhan" dalam firman Tuhan, mereka tampak tak henti-hentinya mencoba mendapatkan perhatian tulus dan maksud baik Tuhan, dan pada saat yang sama telah memahami tentang penyelamatan manusia oleh Tuhan dan pengelolaan-Nya, dan telah mengetahui esensi-Nya, dan telah memahami watak-Nya yang benar. Berdasarkan landasan ini, mereka tampak semakin teguh percaya akan keberadaan Tuhan, tampak lebih sadar akan keadaan-Nya yang mulia, dan semakin dalam merasakan keagungan dan keluarbiasaan-Nya. Dipenuhi dengan pengetahuan dangkal akan firman Tuhan, iman mereka tampak seperti telah bertumbuh, ketetapan hati mereka untuk menanggung penderitaan tampak telah bertambah kuat, dan pengenalan mereka akan Tuhan tampak semakin mendalam. Mereka tidak tahu bahwa, sebelum mereka benar-benar mengalami firman Tuhan, semua pengenalan mereka akan Tuhan dan gagasan mereka tentang Dia hanya berasal dari angan-angan dan dugaan mereka sendiri. Iman mereka tidak akan bertahan terhadap jenis ujian apa pun dari Tuhan, yang mereka sebut sebagai kerohanian dan tingkat pertumbuhan sama sekali tidak akan bertahan dalam ujian dan pemeriksaan Tuhan, ketetapan hati mereka hanyalah istana yang dibangun di atas pasir, dan yang mereka sebut pengenalan akan Tuhan tak lebih dari isapan jempol dari imajinasi mereka. Sebenarnya, orang-orang ini, yang tampak telah mengerahkan segenap upaya mereka ke dalam firman Tuhan, tidak pernah sungguh-sungguh menyadari apa arti iman yang nyata, apa arti ketaatan yang nyata, apa arti kepedulian yang nyata, atau apa arti pengenalan yang nyata akan Tuhan. Mereka menggunakan teori, imajinasi, pengetahuan, karunia, tradisi, takhayul, dan bahkan nilai moral kemanusiaan, dan menjadikan hal-hal tersebut "modal" dan "persenjataan" dalam kepercayaan mereka kepada Tuhan dan dalam mengikut Dia, bahkan menjadikan hal-hal tersebut landasan kepercayaan mereka kepada Tuhan dan landasan mereka mengikut Dia. Pada saat yang sama, mereka juga menggunakan modal dan persenjataan ini dan menjadikannya jimat ajaib untuk mengenal Tuhan, untuk menghadapi dan berurusan dengan pemeriksaan, ujian, hajaran, dan penghakiman Tuhan. Pada akhirnya, yang mereka kumpulkan tetap tak lebih dari kesimpulan tentang Tuhan yang dipenuhi dengan konotasi keagamaan, takhayul feodal, dan segala hal yang penuh fantasi, yang tidak masuk akal, dan penuh teka-teki. Cara mereka mengenal dan mendefinisikan Tuhan adalah dengan memakai cetakan yang sama dengan yang dipakai orang-orang yang hanya percaya kepada Surga yang di Atas Sana, atau Orang Tua di Langit, sedangkan mengenai kenyataan Tuhan, esensi-Nya, watak-Nya, kepunyaan dan wujud-Nya, dan hal lainnya—semua yang berkaitan dengan Tuhan yang nyata itu sendiri—adalah hal-hal yang gagal dipahami oleh pengetahuan mereka, sama sekali tak ada kaitannya bahkan bertentangan dengan pengetahuan mereka. Dengan demikian, walaupun orang-orang ini hidup dari perbekalan dan pemeliharaan firman Tuhan, mereka tetap tidak mampu benar-benar menapaki jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Alasan sebenarnya di balik ini adalah karena mereka tidak pernah kenal dengan Tuhan, dan mereka juga tidak pernah mempunyai hubungan maupun persekutuan yang sejati dengan-Nya, sehingga mustahil bagi mereka untuk mencapai saling pengertian dengan Tuhan, atau untuk membangkitkan dalam diri mereka kesungguhan untuk percaya kepada Tuhan, untuk mengikut dan menyembah Tuhan. Dalam hal bagaimana mereka seharusnya memandang firman Tuhan, dalam hal bagaimana mereka seharusnya memandang Tuhan—sudut pandang dan sikap ini telah menghancurkan mereka sehingga mereka kembali dengan tangan hampa dari usaha keras mereka, menghancurkan mereka sehingga mereka selamanya tak pernah mampu untuk menapaki jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Tujuan yang mereka capai, arah yang mereka tuju, menunjukkan bahwa mereka adalah musuh Tuhan untuk selamanya, dan bahwa mereka untuk selamanya tidak akan pernah bisa menerima keselamatan.

Dikutip dari "Mengenal Tuhan adalah Jalan Menuju Takut akan Tuhan dan Menjauhi Kejahatan" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 4

Apabila, dalam hal seseorang yang telah mengikut Tuhan selama bertahun-tahun dan telah menikmati perbekalan firman-Nya selama bertahun-tahun, pengenalannya akan Tuhan, pada intinya, sama dengan seseorang yang bersujud menyembah di hadapan berhala, maka ini menunjukkan bahwa orang tersebut belum mencapai kenyataan firman Tuhan. Ini karena mereka sama sekali belum masuk ke dalam kenyataan firman Tuhan, dan untuk alasan ini kenyataan, kebenaran, maksud, dan tuntutan terhadap manusia, semua yang pada dasarnya ada di dalam firman Tuhan, sama sekali tidak ada hubungannya dengan orang tersebut. Dengan kata lain, sekeras apa pun orang seperti itu mengerjakan makna permukaan dari firman Tuhan, semuanya itu sia-sia: karena yang mereka kejar hanyalah kata-kata, yang mereka dapatkan juga pastilah hanya kata-kata. Apakah dari tampilan luarnya firman yang dinyatakan Tuhan itu sederhana atau mendalam, semua ini adalah kebenaran yang sangat diperlukan manusia pada saat ia masuk ke dalam hidup; firman adalah sumber air hidup yang memampukan manusia untuk bertahan hidup baik di dalam roh maupun daging. Firman menyediakan apa yang dibutuhkan manusia untuk bertahan hidup; prinsip dan ketetapan untuk menjalani kehidupannya sehari-hari; jalan yang harus manusia tempuh untuk menerima keselamatan; serta tujuan dan arahnya; setiap kebenaran yang harus manusia miliki sebagai makhluk ciptaan di hadapan Tuhan; dan setiap kebenaran tentang bagaimana manusia menaati dan menyembah Tuhan. Firman adalah jaminan yang memastikan kelangsungan hidup manusia, firman juga merupakan roti untuk makanan sehari-sehari manusia, serta penopang kokoh yang memampukan manusia untuk menjadi kuat dan berdiri teguh. Firman itu kaya akan kebenaran kenyataan yang dengannya manusia ciptaan hidup dalam kemanusiaan yang normal, kaya akan kebenaran yang dapat digunakan manusia untuk membebaskan dirinya dari kerusakan dan terhindar dari jerat Iblis, kaya akan pengajaran, nasihat, dorongan, dan penghiburan tanpa henti yang diberikan Sang Pencipta kepada manusia ciptaan. Firman adalah rambu yang membimbing dan mencerahkan manusia untuk memahami segala hal yang positif, jaminan yang memastikan bahwa manusia akan hidup dalam dan memiliki segala hal yang benar dan baik, tolak ukur yang digunakan untuk mengukur semua orang, peristiwa, dan hal-hal, dan juga penanda navigasi yang memimpin manusia kepada keselamatan dan jalan terang. Hanya dalam pengalaman nyata akan firman Tuhan, manusia dapat dibekali dengan kebenaran dan hidup; hanya dalam pengalaman nyata inilah manusia dapat memahami apa arti kemanusiaan normal, apa arti hidup yang bermakna, apa arti makhluk ciptaan yang sejati, apa arti ketaatan yang nyata kepada Tuhan; hanya dalam pengalaman nyata inilah manusia dapat memahami bagaimana ia seharusnya memedulikan Tuhan; bagaimana memenuhi tugasnya sebagai makhluk ciptaan, dan bagaimana agar memiliki keserupaan dengan manusia sejati; hanya dalam pengalaman nyata inilah manusia dapat memahami apa yang dimaksud dengan iman dan penyembahan yang sejati; hanya dalam pengalaman nyata inilah manusia dapat memahami siapa Penguasa langit dan bumi dan segala sesuatu; hanya dalam pengalaman nyata inilah manusia dapat memahami cara-cara yang digunakan oleh Dia yang adalah Penguasa atas segala ciptaan dalam memerintah, memimpin, dan menyediakan kebutuhan ciptaan-Nya; dan hanya dalam pengalaman nyata inilah manusia dapat mengerti dan memahami bagaimana Dia, yang adalah Penguasa atas segala ciptaan, ada, menjadi terwujud, dan bekerja. Terpisah dari pengalaman nyata firman Tuhan, manusia tidak memiliki pengetahuan atau wawasan mengenai firman Tuhan dan kebenaran. Manusia yang seperti itu adalah mayat hidup, cangkang kosong, dan segala pengetahuan yang berkaitan dengan Sang Pencipta tidak ada kaitannya sama sekali dengan dirinya. Di mata Tuhan, manusia seperti ini tidak pernah percaya kepada-Nya ataupun mengikut-Nya, sehingga Tuhan tidak mengakuinya baik sebagai orang percaya maupun pengikut-Nya, apalagi sebagai makhluk ciptaan yang sejati.

Dikutip dari "Mengenal Tuhan adalah Jalan Menuju Takut akan Tuhan dan Menjauhi Kejahatan" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 5

Makhluk ciptaan yang sejati harus mengetahui siapa Sang Pencipta itu, untuk apa manusia diciptakan, bagaimana melakukan tanggung jawabnya sebagai makhluk ciptaan, dan bagaimana menyembah Tuhan atas segala ciptaan, harus mengerti, memahami, mengetahui, dan memedulikan maksud, keinginan, dan tuntutan Sang Pencipta, dan harus bertindak sesuai dengan jalan Sang Pencipta—takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan.

Apa yang dimaksud dengan takut akan Tuhan? Dan bagaimana orang dapat menjauhi kejahatan?

"Takut akan Tuhan" bukan berarti ketakutan dan perasaan ngeri yang tak terlukiskan, juga bukan menghindari, bukan menjaga jarak, juga bukan penyembahan berhala ataupun takhayul. Takut akan Tuhan adalah kekaguman, rasa hormat, kepercayaan, pemahaman, kepedulian, ketaatan, pengabdian, kasih, juga penyembahan tanpa syarat dan tanpa mengeluh, balasan, dan ketundukan. Tanpa pengenalan sejati akan Tuhan, manusia tidak akan memiliki kekaguman, kepercayaan, pemahaman, kepedulian, dan ketaatan yang sejati, melainkan hanya rasa takut dan gelisah, hanya keraguan, kesalahpahaman, penghindaran, dan pengelakan; tanpa pengenalan yang sejati akan Tuhan, manusia tidak akan memiliki pengabdian dan balasan yang sejati; tanpa pengenalan yang sejati akan Tuhan, manusia tidak akan memiliki penyembahan dan ketundukan yang sejati, hanya pemberhalaan dan takhayul tanpa pengertian; tanpa pengenalan yang sejati akan Tuhan, manusia tidak mungkin bertindak sesuai dengan jalan Tuhan, atau takut akan Tuhan, atau menjauhi kejahatan. Sebaliknya, setiap aktivitas dan perilaku manusia akan dipenuhi dengan pemberontakan dan penentangan, dengan tuduhan penuh fitnah dan penilaian yang memfitnah tentang diri-Nya, dan perilaku jahat yang bertentangan dengan kebenaran dan makna sebenarnya dari firman Tuhan.

Begitu manusia memiliki kepercayaan yang tulus kepada Tuhan, mereka akan tulus dalam mengikut-Nya dan bergantung kepada-Nya; hanya dengan kepercayaan dan ketergantungan yang nyata kepada Tuhan, manusia dapat memiliki pengertian dan pemahaman yang sejati; bersamaan dengan pemahaman nyata akan Tuhan muncul kepedulian yang nyata terhadap-Nya; hanya dengan kepedulian sejati terhadap-Nya, manusia dapat memiliki ketaatan yang sejati; hanya dengan ketaatan sejati, manusia dapat memiliki pengabdian sejati; hanya dengan pengabdian sejati terhadap Tuhan, manusia dapat memberikan balasan tanpa syarat dan tanpa keluhan; hanya dengan kepercayaan dan ketergantungan yang sejati, pengertian dan kepedulian yang sejati, ketaatan yang sejati, serta pengabdian dan balasan yang sejati, manusia dapat benar-benar mengenal watak dan esensi Tuhan, dan mengenal identitas Sang Pencipta; hanya ketika manusia telah benar-benar mengenal Sang Pencipta, barulah mereka dapat membangkitkan di dalam diri mereka penyembahan dan ketundukan yang sejati; hanya setelah mereka memiliki penyembahan dan ketundukan yang nyata terhadap Sang Pencipta, manusia akan benar-benar mampu menyingkirkan cara-cara jahat mereka, atau dengan kata lain, menjauhi kejahatan.

Ini merupakan keseluruhan proses "takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan", dan ini juga merupakan keseluruhan isi dari takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Ini adalah jalan yang harus ditapaki untuk mencapai takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan.

"Takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan" dan mengenal Tuhan terhubung oleh benang-benang yang tak terhitung banyaknya, dan hubungan di antara dua hal ini sudah tidak perlu dibuktikan lagi. Jika orang ingin bisa menjauhi kejahatan, ia harus terlebih dahulu memiliki rasa takut yang nyata akan Tuhan; jika orang ingin mencapai rasa takut yang nyata akan Tuhan, ia harus terlebih dahulu memiliki pengenalan yang nyata akan Tuhan; jika orang ingin memiliki pengenalan akan Tuhan, ia harus terlebih dahulu mengalami firman Tuhan, masuk ke dalam kenyataan firman Tuhan, mengalami didikan dan pendisiplinan Tuhan, hajaran dan penghakiman-Nya; jika orang ingin mengalami firman Tuhan, ia harus terlebih dahulu berhadapan muka dengan firman Tuhan, berhadapan muka dengan Tuhan, dan meminta Tuhan untuk menyediakan kesempatan untuk mengalami firman Tuhan dalam bentuk berbagai macam lingkungan yang melibatkan orang-orang, peristiwa, dan berbagai hal; jika orang ingin berhadapan muka dengan Tuhan dan dengan firman Tuhan, ia harus terlebih dahulu memiliki hati yang sederhana dan jujur, kesiapan untuk menerima kebenaran, kemauan untuk menanggung penderitaan, ketetapan hati dan keberanian untuk menjauhi kejahatan, dan aspirasi untuk menjadi makhluk ciptaan yang sejati .... Karenanya, dengan bergerak maju selangkah demi selangkah, engkau akan semakin mendekat kepada Tuhan, hatimu akan menjadi semakin murni, dan setelah engkau semakin mengenal Tuhan, hidupmu dan nilai hidupmu akan menjadi semakin bermakna dan semakin bersinar. Sampai, suatu hari, engkau akan merasakan bahwa Sang Pencipta bukan lagi suatu teka-teki, bahwa Sang Pencipta tidak pernah bersembunyi darimu, bahwa Sang Pencipta tidak pernah menyembunyikan wajah-Nya darimu, bahwa Sang Pencipta sama sekali tidak jauh darimu, bahwa Sang Pencipta bukan lagi Sosok yang engkau rindukan di dalam pikiranmu, tetapi tak dapat engkau jangkau dengan perasaanmu, bahwa Dia benar-benar dan sungguh-sungguh menjagamu di sisi kanan dan kirimu, membekali hidupmu, mengendalikan takdirmu. Dia tidak berada nun jauh di cakrawala, Dia juga tidak menyembunyikan diri-Nya jauh tinggi di balik awan. Dia berada tepat di sampingmu, mengawasi segenap dirimu, Dia adalah segalanya yang engkau miliki, dan Dia adalah satu-satunya hal yang engkau miliki. Tuhan seperti ini memungkinkanmu untuk mengasihi-Nya dengan hatimu, berpaut kepada-Nya, memeluk-Nya erat, mengagumi-Nya, takut kehilangan Dia, dan tak mau lagi menyangkal-Nya, atau tidak menaati-Nya lagi, tidak mau lagi menghindari-Nya atau menjaga jarak dari-Nya. Satu-satunya yang engkau inginkan adalah memedulikan diri-Nya, menaati-Nya, membalas semua yang telah Dia berikan kepadamu, dan tunduk pada kekuasaan-Nya. Engkau tidak lagi menolak untuk dibimbing, dibekali, diawasi, dan dijaga oleh-Nya, tidak lagi menolak apa yang Dia perintahkan dan tetapkan bagimu. Yang kauinginkan hanyalah mengikut-Nya, berada di dekat-Nya bersama-sama dengan Dia, yang kauinginkan hanyalah menerima-Nya sebagai satu-satunya hidupmu, menerima-Nya sebagai satu-satunya Tuanmu, sebagai satu-satunya Tuhanmu.

Dikutip dari "Mengenal Tuhan adalah Jalan Menuju Takut akan Tuhan dan Menjauhi Kejahatan" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 6

Keyakinan Orang Tidak Bisa Mengambil Alih Posisi Kebenaran

Beberapa orang mampu menanggung kesukaran, bisa membayar harga, secara lahiriah berperilaku sangat sopan, sangat dihormati, dan dikagumi oleh orang lain. Apakah menurutmu perilaku lahiriah seperti ini bisa dianggap melakukan kebenaran? Bisakah orang memastikan bahwa orang-orang semacam itu memuaskan kehendak Tuhan? Mengapa berulang kali orang melihat individu semacam ini dan berpikir bahwa mereka memuaskan hati Tuhan, berjalan di jalan melakukan kebenaran, dan memegang teguh jalan Tuhan? Mengapa beberapa orang berpikir seperti ini? Hanya ada satu penjelasan untuk itu. Penjelasan seperti apakah itu? Itu karena bagi banyak orang, pertanyaan tertentu—misalnya, apa arti melakukan kebenaran, apa arti memuaskan Tuhan, dan apa arti benar-benar memiliki kebenaran kenyataan—tidak begitu jelas. Dengan demikian, ada beberapa orang yang sering tertipu oleh mereka yang secara lahiriah tampak rohani, mulia, luhur, dan hebat. Terkait orang-orang yang mampu dengan fasih membicarakan hukum yang tertulis dan doktrin, dan yang ujaran serta tindakannya sepertinya layak dikagumi, orang-orang yang teperdaya oleh mereka tidak pernah melihat esensi dari tindakan mereka, prinsip yang melatarbelakangi perbuatan mereka, atau apa tujuan mereka. Terlebih lagi, mereka tidak pernah melihat apakah orang-orang ini sungguh tunduk kepada Tuhan, dan mereka juga tidak pernah memastikan apakah orang-orang ini sungguh-sungguh takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Mereka tidak pernah mencerna esensi kemanusiaan orang-orang ini. Sebaliknya, mulai dari langkah pertama berkenalan dengan orang-orang tersebut, mereka sedikit demi sedikit mulai mengagumi dan menghormati orang-orang ini, dan pada akhirnya, orang-orang ini menjadi idola mereka. Lagi pula, dalam pikiran beberapa orang, idola yang mereka puja—dan yang mereka anggap sanggup meninggalkan keluarga serta pekerjaan mereka, dan yang tampaknya mampu membayar harga secara dangkal—adalah orang-orang yang benar-benar memuaskan Tuhan dan dapat memperoleh kesudahan yang baik dan tempat tujuan yang baik. Dalam pikiran mereka, idola-idola ini adalah orang-orang yang dipuji Tuhan. Apa yang membuat mereka meyakini hal semacam ini? Apa esensi dari persoalan ini? Apa konsekuensi yang dapat ditimbulkannya? Pertama, mari kita bahas soal esensinya.

Pada dasarnya, berbagai persoalan ini, yang menyangkut sudut pandang orang, metode pengamalan mereka, prinsip pengamalan yang mereka pilih untuk gunakan, dan apa yang mereka masing-masing cenderung jadikan fokus, tidak ada hubungannya dengan tuntutan Tuhan terhadap umat manusia. Entah orang berfokus pada hal dangkal ataukah masalah mendalam, atau pada hukum yang tertulis dan doktrin, ataukah pada kenyataan, mereka tidak memegang teguh apa yang seharusnya benar-benar mereka pegang teguh, dan mereka juga tidak tahu apa yang paling perlu mereka ketahui. Alasan untuk ini adalah karena orang sama sekali tidak menyukai kebenaran; dengan demikian, mereka tidak bersedia meluangkan waktu dan upaya untuk mencari dan melakukan prinsip pengamalan yang ditemukan dalam perkataan Tuhan. Mereka malah lebih memilih menggunakan jalan pintas, meringkas apa yang mereka pahami dan ketahui sebagai pengamalan yang baik dan perilaku yang baik; ringkasan ini kemudian menjadi tujuan mereka sendiri untuk dikejar, yang mereka anggap sebagai kebenaran untuk dilakukan. Konsekuensi langsung dari ini adalah bahwa orang menggunakan perilaku baik manusia sebagai pengganti untuk melakukan kebenaran, yang juga memuaskan hasrat mereka untuk menjilat kepada Tuhan. Ini memberi mereka modal yang digunakan untuk melawan kebenaran, yang juga mereka manfaatkan untuk berargumen dan bersaing dengan Tuhan. Pada saat yang sama, orang juga dengan licik menyingkirkan Tuhan, menempatkan idola yang mereka kagumi untuk menggantikan tempat-Nya. Hanya ada satu akar penyebab yang membuat orang memiliki tindakan dan sudut pandang sebodoh itu, atau pendapat dan pengamalan sepihak—dan hari ini Aku akan memberitahukannya kepadamu: alasannya adalah bahwa meskipun orang dapat mengikuti Tuhan, berdoa kepada-Nya setiap hari, dan membaca perkataan-Nya setiap hari, mereka sebenarnya tidak memahami kehendak-Nya. Di sinilah letak akar masalahnya. Jika seseorang memahami hati Tuhan dan mengetahui apa yang disukai-Nya, apa yang dibenci-Nya, apa yang diinginkan-Nya, apa yang ditolak-Nya, orang macam apa yang disukai-Nya, orang macam apa yang tidak disukai-Nya, standar seperti apa yang digunakan-Nya saat menyampaikan tuntutan kepada manusia, dan pendekatan seperti apa yang Dia ambil untuk menyempurnakan mereka, lalu mungkinkah orang tersebut tetap memiliki pendapat pribadinya sendiri? Bisakah orang seperti ini pergi begitu saja dan memuja orang lain? Mungkinkah manusia biasa menjadi idola mereka? Orang-orang yang memahami kehendak Tuhan memiliki sudut pandang yang sedikit lebih rasional dari itu. Mereka tidak akan sembarangan mengidolakan manusia yang rusak, dan juga, sambil berjalan di jalan melakukan kebenaran, mereka tidak akan percaya bahwa memegang teguh beberapa aturan atau prinsip sederhana tanpa pengertian sama dengan melakukan kebenaran secara nyata.

Dikutip dari "Bagaimana Mengetahui Watak Tuhan dan Hasil yang Akan Dicapai Pekerjaan-Nya" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 7

Ada Banyak Pendapat Mengenai Standar yang Tuhan Gunakan untuk Menentukan Kesudahan Manusia

Berhubung hal yang dikhawatirkan setiap orang adalah kesudahan mereka sendiri, apakah engkau semua tahu bagaimana Tuhan menentukan kesudahan tersebut? Dengan cara apa Tuhan menentukan kesudahan seseorang? Terlebih lagi, standar seperti apa yang Dia terapkan untuk menentukannya? Ketika kesudahan seseorang masih belum ditentukan, apa yang Tuhan lakukan untuk mengungkapkannya? Adakah yang tahu? Seperti Kukatakan sesaat yang lalu, ada beberapa orang yang telah meluangkan banyak waktu untuk menyelidiki firman Tuhan dalam upaya untuk mencari petunjuk tentang kesudahan manusia, tentang kategori-kategori yang ke dalamnya berbagai kesudahan ini digolongkan, dan tentang bermacam-macam kesudahan yang menanti berbagai jenis orang. Mereka juga berharap menemukan bagaimana firman Tuhan menetapkan kesudahan manusia, jenis standar yang digunakan-Nya, dan bagaimana tepatnya Dia menentukan kesudahan manusia. Akan tetapi, pada akhirnya, orang-orang ini tidak pernah berhasil menemukan jawaban apa pun. Dalam kenyataan sebenarnya, hanya terdapat sedikit sekali yang dikatakan tentang hal ini dalam perkataan Tuhan. Mengapa demikian? Selama kesudahan manusia masih belum diungkapkan, Tuhan tidak ingin memberi tahu siapa pun tentang apa yang akan terjadi di akhir, dan Dia juga tidak ingin memberi tahu siapa pun sebelumnya tentang tempat tujuan mereka, karena melakukan hal ini tidak akan memberi faedah apa pun bagi umat manusia. Di sini, sekarang, Aku hanya ingin memberi tahu engkau semua tentang cara yang digunakan oleh Tuhan untuk menentukan kesudahan manusia, tentang prinsip yang Dia terapkan untuk menentukan dan mewujudkan kesudahan ini, serta tentang standar yang Dia gunakan untuk menentukan apakah seseorang dapat bertahan hidup atau tidak. Bukankah inilah persoalan yang engkau semua paling khawatirkan? Lalu, bagaimana orang meyakini Tuhan menentukan kesudahan manusia? Engkau semua baru saja menyinggung sebagian darinya: beberapa dari antaramu mengatakan ini ada hubungannya dengan menjalankan tugas seseorang dengan setia dan mengorbankan diri bagi Tuhan; beberapa mengatakan ini tentang tunduk kepada Tuhan dan memuaskan Dia; beberapa mengatakan bahwa salah satu faktornya adalah tunduk pada pengaturan Tuhan; dan beberapa mengatakan bahwa kuncinya adalah tetap rendah hati .... Ketika engkau semua melakukan kebenaran ini dan ketika engkau melakukan pengamalan sesuai dengan prinsip-prinsip yang kauyakini benar, tahukah engkau apa yang Tuhan pikirkan? Pernahkah engkau semua mempertimbangkan apakah terus bertindak seperti ini memuaskan kehendak-Nya? Apakah itu memenuhi standar-Nya? Apakah itu memenuhi tuntutan-Nya? Aku yakin bahwa kebanyakan orang tidak memikirkan persoalan ini masak-masak. Mereka hanya menerapkan secara mekanis sebagian dari firman Tuhan, atau sebagian dari khotbah, atau standar tokoh rohani tertentu yang mereka idolakan, memaksa diri mereka untuk melakukan ini dan itu. Mereka yakin bahwa ini adalah cara yang benar, jadi mereka tetap menaatinya dan melakukannya, apa pun yang terjadi pada akhirnya. Beberapa orang berpikir, "Aku sudah beriman selama bertahun-tahun; aku selalu melakukan pengamalan dengan cara ini. Aku merasa bahwa aku benar-benar telah memuaskan Tuhan, dan aku juga merasa sudah mendapat banyak hal dari semua itu. Ini karena aku telah memahami banyak kebenaran selama masa ini, dan juga banyak hal yang sebelumnya tidak aku pahami. Pada khususnya, banyak gagasan dan pandanganku telah berubah, nilai hidupku telah begitu banyak berubah, dan aku sekarang punya pemahaman cukup baik tentang dunia ini." Orang seperti itu percaya bahwa ini adalah tuaian, dan bahwa itu adalah hasil akhir dari pekerjaan Tuhan bagi umat manusia. Menurut pendapatmu, dengan menggabungkan standar ini dan semua pengamalanmu, apakah engkau memuaskan kehendak Tuhan? Beberapa di antaramu akan berkata dengan mantap, "Tentu saja! Kami melakukan penerapan menurut firman Tuhan; kami melakukan penerapan menurut apa yang dikhotbahkan dan disampaikan oleh Yang Di Atas. Kami selalu melakukan tugas kami dan mengikuti Tuhan tanpa henti, dan kami tidak pernah meninggalkan Dia. Itulah sebabnya, kami dapat berkata dengan penuh keyakinan bahwa kami memuaskan Tuhan. Tidak peduli seberapa besar kami memahami maksud-Nya, dan tidak peduli seberapa banyak kami memahami firman-Nya, kami selalu berada di jalan pencarian agar sesuai dengan Tuhan. Selama kami bertindak dengan benar, dan melakukan pengamalan dengan benar, kami pasti akan mencapai hasil yang benar." Bagaimana pendapatmu tentang perspektif ini? Apakah itu benar? Mungkin, ada juga beberapa yang berkata, "Aku tidak pernah memikirkan tentang hal-hal ini sebelumnya. Aku hanya berpikir bahwa selama aku terus memenuhi tugasku dan bertindak selaras dengan tuntutan perkataan Tuhan, maka aku bisa bertahan hidup. Aku tidak pernah memikirkan pertanyaan apakah aku dapat memuaskan hati Tuhan, maupun pernah memikirkan apakah aku memenuhi standar yang ditetapkan oleh-Nya. Karena Tuhan tidak pernah memberitahuku ataupun memberiku instruksi yang jelas, aku percaya bahwa selama aku terus bekerja dan tidak berhenti, maka Tuhan akan merasa puas dan seharusnya tidak menuntutku lebih dari itu." Apakah semua keyakinan ini benar? Menurut pandangan-Ku, cara pengamalan seperti ini, cara berpikir seperti ini, dan sudut pandang ini semuanya melibatkan khayalan, juga sedikit kebutaan. Mungkin, perkataan-Ku ini membuat beberapa orang dari antaramu merasa sedikit berkecil hati, berpikir, "Kebutaan? Jika ini adalah 'kebutaan', maka harapan kami akan keselamatan dan bertahan hidup sangat kecil dan tidak pasti, bukankah begitu? Dengan berkata demikian, bukankah Engkau mematahkan semangat kami?" Apa pun yang engkau semua yakini, hal-hal yang Aku katakan dan lakukan bukan dimaksudkan untuk membuatmu merasa seolah-olah semangatmu sedang dipatahkan. Sebaliknya, hal-hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan pemahamanmu tentang maksud Tuhan, dan meningkatkan pengertianmu tentang apa yang Dia pikirkan, apa yang ingin Dia capai, orang macam apa yang disukai-Nya, apa yang dibenci-Nya, apa yang dipandang jijik oleh-Nya, tipe orang seperti apa yang ingin didapatkan-Nya, dan tipe orang seperti apa yang ditolak-Nya. Hal-hal ini dimaksudkan untuk memberi kejelasan pada pikiranmu dan memberimu pemahaman yang jelas tentang seberapa jauh tindakan dan pikiranmu masing-masing telah menyimpang dari standar yang dituntut oleh Tuhan. Apakah sangat perlu membahas topik-topik ini? Karena Aku tahu engkau semua telah beriman sejak lama sekali, dan telah mendengar begitu banyak khotbah, tetapi ini justru hal-hal yang paling kurang kaumiliki. Sekalipun engkau semua telah mencatat setiap kebenaran dalam buku catatanmu, dan telah menghafalkan dan mengukir dalam hatimu apa yang secara pribadi engkau semua yakini sebagai penting, dan sekalipun engkau semua berencana untuk menggunakan hal-hal ini untuk memuaskan Tuhan dalam pengamalanmu, untuk menggunakannya ketika engkau semua sedang membutuhkannya, menggunakannya untuk melewati masa-masa sulit yang akan datang, atau sekadar untuk membiarkan hal-hal ini menyertaimu saat engkau semua menjalani hidupmu, tetapi menurut pandangan-Ku, terlepas dari caramu melakukannya, jika engkau sekadar melakukannya, ini tidaklah begitu penting. Lalu, apa yang sangat penting? Hal yang sangat penting adalah bahwa ketika engkau melakukan pengamalan, engkau harus tahu dari dalam lubuk hatimu, dengan kepastian mutlak, apakah setiap hal yang engkau lakukan—setiap perbuatanmu—sesuai dengan apa yang Tuhan inginkan atau tidak, dan apakah semua tindakanmu, semua pemikiranmu, dan hasil serta tujuan yang ingin kaucapai benar-benar memuaskan kehendak Tuhan dan memenuhi tuntutan-Nya, dan apakah Dia memperkenan semua itu atau tidak. Inilah hal-hal yang sangat penting.

Dikutip dari "Bagaimana Mengetahui Watak Tuhan dan Hasil yang Akan Dicapai Pekerjaan-Nya" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 8

Berjalan dalam Jalan Tuhan: Takut Akan Tuhan dan Menjauhi Kejahatan

Ada pernyataan yang harus diingat oleh engkau semua. Aku yakin pernyataan ini sangat penting, karena bagi-Ku, hal itu terlintas dalam pikiran berkali-kali setiap hari. Mengapa demikian? Ini karena setiap kali Aku berhadapan dengan seseorang, setiap kali Aku mendengar kisah seseorang, dan setiap kali Aku mendengar pengalaman seseorang atau kesaksian mereka tentang percaya kepada Tuhan, Aku selalu menggunakan pernyataan ini untuk menentukan dalam hati-Ku apakah individu ini tipe orang yang Tuhan inginkan dan tipe orang yang Tuhan sukai, atau bukan. Jika demikian, apakah pernyataan ini? Aku sekarang membuat engkau semua begitu penasaran. Ketika Aku mengungkapkan pernyataan tersebut, engkau semua mungkin akan merasa kecewa karena ada beberapa orang yang mengamininya selama bertahun-tahun di bibir saja. Akan tetapi, Aku tidak pernah satu kali pun mengamininya di bibir saja. Pernyataan ini bersemayam dalam hati-Ku. Jadi, apakah pernyataan ini? Itu adalah ini: "berjalan dalam jalan Tuhan: takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan." Bukankah ini sebuah frasa yang sangat sederhana? Kendati demikian, terlepas dari kesederhanaannya, orang yang benar-benar memiliki pemahaman mendalam tentang kata-kata ini akan merasa bahwa itu memuat bobot yang sangat berat, bahwa pernyataan ini sangat bernilai untuk pengamalan orang, bahwa itu adalah kalimat dari bahasa kehidupan yang mengandung kebenaran kenyataan, bahwa itu mewakili tujuan seumur hidup bagi mereka yang berusaha untuk memuaskan Tuhan, dan bahwa itu adalah jalan seumur hidup yang harus diikuti oleh siapa pun yang peka terhadap maksud Tuhan. Jadi bagaimana menurutmu: bukankah pernyataan ini adalah kebenaran? Apakah pernyataan itu memiliki makna penting semacam ini ataukah tidak? Di samping itu, mungkin ada beberapa orang di antaramu yang memikirkan pernyataan ini dan mencoba untuk memahaminya, dan mungkin ada beberapa orang di antaramu yang bahkan merasa bimbang tentangnya: Apakah pernyataan ini sangat penting? Apakah hal itu sangat penting? Apakah perlu untuk memberinya penekanan sedemikian rupa? Mungkin ada juga beberapa orang di antaramu yang tidak terlalu menyukai pernyataan ini, karena engkau berpikir bahwa mengambil jalan Tuhan dan menyimpulkannya ke dalam satu pernyataan ini merupakan penyederhanaan yang terlalu berlebihan. Menggabungkan semua hal yang Tuhan katakan dan memadatkannya menjadi satu pernyataan—bukankah ini membuat Tuhan menjadi sedikit kurang bermakna? Apakah benar demikian? Bisa jadi sebagian besar dari engkau semua tidak sepenuhnya memahami makna penting yang mendalam di balik kata-kata ini. Meskipun engkau semua sudah mencatatnya, engkau tidak berniat untuk menyimpan pernyataan ini dalam hatimu; engkau sekadar menuliskannya dalam buku catatanmu untuk membacanya kembali serta merenungkannya di waktu luangmu. Beberapa orang di antaramu bahkan tidak akan mau repot-repot menghafalkan pernyataan tersebut, apalagi berusaha memanfaatkannya dengan baik. Namun, mengapa Aku ingin menyebutkan pernyataan ini? Apa pun perspektifmu, atau apa pun yang engkau semua pikirkan, Aku harus menyebutkan pernyataan ini, karena ini sangat relevan dengan cara Tuhan menentukan kesudahan manusia. Apa pun pemahamanmu saat ini tentang pernyataan ini atau bagaimana engkau semua memperlakukannya, Aku tetap akan mengatakan ini kepada engkau semua: seandainya orang dapat menerapkan kata-kata pernyataan ini dan menimba pengalaman darinya, serta mencapai standar takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, maka mereka pastilah penyintas dan pasti memiliki kesudahan yang baik. Akan tetapi, jika engkau tidak dapat memenuhi standar yang ditetapkan melalui pernyataan ini, maka bisa dikatakan bahwa kesudahanmu tidak jelas. Jadi, Aku berbicara kepadamu tentang pernyataan ini untuk persiapan mentalmu sendiri, dan agar engkau semua bisa mengetahui standar seperti apa yang Tuhan gunakan untuk mengukurmu.

Dikutip dari "Bagaimana Mengetahui Watak Tuhan dan Hasil yang Akan Dicapai Pekerjaan-Nya" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 9

Tuhan Memanfaatkan Berbagai Macam Ujian untuk Menguji Apakah Orang Takut Akan Tuhan dan Menjauhi Kejahatan

Di setiap zaman, selagi bekerja di tengah-tengah manusia, Tuhan mengaruniakan beberapa firman kepada mereka dan memberi tahu mereka tentang beberapa kebenaran. Kebenaran ini berfungsi sebagai jalan yang harus dipegang teguh oleh manusia, jalan yang harus mereka tempuh, jalan yang memampukan mereka untuk takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, dan jalan yang harus dilakukan serta dipegang teguh oleh manusia dalam hidup mereka dan sepanjang perjalanan hidup mereka. Karena alasan inilah Tuhan mengungkapkan perkataan ini kepada umat manusia. Firman ini, yang datang dari Tuhan, harus dipegang teguh oleh manusia, dan memegang teguh firman tersebut berarti menerima kehidupan. Jika seseorang tidak memegangnya teguh, tidak melakukannya, dan tidak hidup dalam firman Tuhan dalam kehidupan mereka, maka orang ini tidak melakukan kebenaran. Lagi pula, jika orang tidak melakukan kebenaran, berarti mereka tidak takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, dan juga tidak dapat memuaskan Tuhan. Orang-orang yang tidak dapat memuaskan Tuhan tidak dapat menerima pujian dari-Nya, dan orang semacam ini tidak memiliki kesudahan. Jadi, kalau begitu, di sepanjang pekerjaan Tuhan, bagaimana Tuhan menentukan kesudahan seseorang? Metode apa yang Tuhan pakai untuk menentukan kesudahan seseorang? Mungkin engkau semua masih sedikit bingung mengenai hal ini sekarang, tetapi jika Aku mengatakan prosesnya kepadamu, maka hal ini akan menjadi cukup jelas, karena ada banyak di antaramu yang sudah pernah mengalaminya sendiri.

Di sepanjang pekerjaan-Nya, sejak awal, Tuhan telah menetapkan ujian untuk setiap orang—atau bisa engkau katakan untuk setiap orang yang mengikuti-Nya—dan ujian ini datang dalam bermacam-macam ukuran. Ada orang yang telah mengalami ujian ditolak oleh keluarga mereka, ada yang telah mengalami ujian berada dalam lingkungan berbahaya, ada yang mengalami ujian ditahan dan disiksa, ada yang telah mengalami ujian dihadapkan dengan sebuah pilihan; dan ada yang telah menghadapi ujian dalam bentuk uang dan status. Secara umum, engkau masing-masing telah menghadapi segala jenis ujian. Mengapa Tuhan bekerja seperti ini? Mengapa Dia memperlakukan setiap orang seperti ini? Hasil seperti apa yang dicari-Nya? Inilah poin yang ingin Kusampaikan kepadamu: Tuhan ingin melihat apakah orang ini adalah tipe orang yang takut akan Dia dan menjauhi kejahatan, atau tidak. Maksud dari ini adalah ketika Tuhan memberimu sebuah ujian dan menghadapkanmu pada beberapa keadaan atau yang lain, maksud-Nya adalah untuk menguji apakah engkau adalah orang yang takut akan Dia dan menjauhi kejahatan, atau bukan. Jika seseorang dihadapkan dengan tugas menjaga persembahan, dan tugas ini mengakibatkan dia bersentuhan dengan persembahan Tuhan, apakah menurutmu ini sesuatu yang telah diatur oleh Tuhan? Tidak perlu diragukan lagi! Semua yang engkau hadapi adalah sesuatu yang telah diatur oleh Tuhan. Ketika engkau diperhadapkan dengan perkara ini, Tuhan akan mengamatimu diam-diam, melihat pilihan apa yang kau ambil, bagaimana engkau melakukan pengamalan, dan pikiran apa yang kaumiliki. Hal yang Tuhan paling pedulikan adalah hasil akhirnya, karena hasil inilah yang akan membantu-Nya untuk mengukur apakah engkau telah memenuhi standar-Nya dalam ujian khusus ini atau tidak. Akan tetapi, manakala orang menghadapi suatu masalah, mereka sering kali tidak memikirkan tentang mengapa mereka dihadapkan pada hal tersebut, atau standar apa yang Tuhan harapkan mereka penuhi, apa yang ingin dilihat-Nya dalam diri mereka, atau apa yang ingin Dia dapatkan dari mereka. Ketika diperhadapkan dengan masalah ini, orang semacam itu sekadar berpikir, "Inilah hal yang kuhadapi; aku harus berhati-hati, tidak ceroboh! Bagaimanapun, ini persembahan Tuhan, dan aku tidak dapat menyentuhnya." Diperlengkapi dengan pikiran sederhana semacam itu, orang yakin bahwa mereka telah memenuhi tanggung jawab mereka. Akankah hasil dari ujian ini mendatangkan kepuasan bagi Tuhan atau tidak? Silakan membicarakan tentang ini. (Jika orang takut akan Tuhan dalam hati mereka, maka ketika diperhadapkan dengan suatu tugas yang memungkinkan mereka untuk bersentuhan dengan persembahan Tuhan, mereka akan mempertimbangkan betapa mudahnya menyinggung watak Tuhan, dan itu pasti akan membuat mereka melangkah dengan hati-hati.) Tanggapanmu berada di jalur yang tepat, tetapi belum tepat sasaran. Berjalan di jalan Tuhan bukan tentang menaati aturan yang dangkal; sebaliknya, itu berarti bahwa jika engkau dihadapkan pada suatu masalah, engkau memandangnya pertama-tama dan yang utama sebagai suatu situasi yang telah diatur oleh Tuhan, sebuah tanggung jawab yang Dia telah karuniakan kepadamu, atau suatu tugas yang telah Dia percayakan kepadamu. Ketika menghadapi masalah ini, engkau bahkan harus melihatnya sebagai sebuah ujian yang Tuhan telah berikan kepadamu. Ketika menghadapi masalah ini, engkau harus memiliki sebuah standar dalam hatimu, dan engkau harus berpikir bahwa persoalan ini datang dari Tuhan. Engkau harus berpikir tentang bagaimana menanganinya sedemikian rupa sehingga engkau dapat memenuhi tanggung jawabmu selagi tetap setia kepada Tuhan, dan juga bagaimana cara melakukannya tanpa membangkitkan amarah-Nya atau menyinggung watak-Nya. Sesaat yang lalu, kita berbicara tentang menjaga persembahan. Perkara ini melibatkan persembahan, dan juga bersentuhan dengan tugasmu dan tanggung jawabmu. Engkau memiliki rasa kewajiban atas tanggung jawab ini. Akan tetapi, ketika dihadapkan pada masalah ini, apakah ada pencobaan? Ada! Dari mana pencobaan ini berasal? Pencobaan ini berasal dari Iblis, dan juga berasal dari watak jahat dan rusak manusia. Berhubung ada pencobaan, persoalan ini melibatkan mempertahankan kesaksian yang harus orang pegang teguh, yang juga merupakan tanggung jawab dan tugasmu. Beberapa orang berkata, "Ini hanyalah perkara sepele; apakah memang perlu membesar-besarkan hal tersebut?" Ya, itu perlu! Ini karena agar dapat berpegang pada jalan Tuhan, kita tidak bisa melepaskan apa pun yang terjadi, baik pada diri kita atau di sekeliling kita, bahkan hal-hal kecil; baik kita berpikir harus memberi perhatian pada hal tersebut ataupun tidak, selama perkara apa pun ada di hadapan kita, kita tidak boleh melepaskannya. Semua hal yang terjadi harus dipandang sebagai ujian yang Tuhan berikan kepada kita. Bagaimana pendapatmu tentang cara memandang segala hal semacam ini? Jika engkau memiliki sikap semacam ini, maka itu menegaskan satu fakta: jauh di lubuk hatimu, engkau takut akan Tuhan dan bersedia menjauhi kejahatan. Jika engkau memiliki hasrat ini untuk memuaskan Tuhan, maka apa yang engkau lakukan tidak akan jauh dari memenuhi standar takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan.

Sering kali ada orang yang percaya bahwa hal-hal yang tidak banyak diperhatikan orang dan biasanya tidak dibahas hanyalah hal remeh yang tidak ada kaitannya dengan melakukan kebenaran. Ketika dihadapkan dengan suatu persoalan, orang-orang ini tidak banyak memusingkannya dan mereka kemudian membiarkannya berlalu. Akan tetapi, dalam kenyataan sebenarnya, persoalan ini adalah sebuah pelajaran yang harus engkau pelajari—pelajaran tentang bagaimana takut akan Tuhan dan bagaimana menjauhi kejahatan. Selain itu, apa yang harus lebih engkau pikirkan adalah mengetahui apa yang Tuhan lakukan saat perkara ini muncul untuk dihadapi olehmu. Tuhan berada tepat di sisimu, mengamati setiap kata dan tindakanmu, dan mengamati segala sesuatu yang engkau lakukan serta perubahan apa yang berlangsung dalam pikiranmu—ini adalah pekerjaan Tuhan. Beberapa orang bertanya, "Jika benar demikian adanya, lalu mengapa aku tidak merasakannya?" Engkau belum merasakannya karena engkau belum berpegang pada jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan sebagai jalan utamamu; oleh karena itu, engkau tidak dapat merasakan pekerjaan halus yang Tuhan lakukan dalam dalam diri manusia, yang terwujud menurut pikiran dan tindakan manusia yang beragam. Engkau orang berkepala angin! Apa artinya perkara besar? Apa artinya perkara kecil? Hal-hal yang melibatkan berjalan dalam jalan Tuhan tidak dibagi menjadi hal besar atau hal kecil, tetapi bisakah engkau menerima itu? (Kami bisa menerimanya.) Dalam hal perkara sehari-hari, ada beberapa hal yang orang pandang sangat besar dan signifikan, dan ada hal lain yang dipandang sebagai hal yang remeh. Orang sering melihat hal-hal besar ini sebagai sangat penting, dan mereka menganggapnya telah dikirim oleh Tuhan. Akan tetapi, seiring dengan bergulirnya perkara besar ini, akibat kurang dewasanya tingkat pertumbuhan orang dan karena rendahnya kualitas mereka, orang sering kali tidak cukup mampu untuk memenuhi kehendak Tuhan, tidak dapat memperoleh penyingkapan apa pun, dan tidak bisa memperoleh pengetahuan nyata apa pun yang bernilai. Sehubungan dengan perkara-perkara kecil, hal-hal ini diabaikan begitu saja oleh orang dan dibiarkan menghilang sedikit demi sedikit. Dengan demikian, orang telah kehilangan banyak kesempatan untuk diperiksa di hadapan Tuhan dan diuji oleh-Nya. Apa artinya jika engkau senantiasa mengabaikan orang-orang, peristiwa, objek, dan situasi yang Tuhan telah aturkan untukmu? Ini berarti bahwa setiap hari dan bahkan pada setiap momen, engkau terus-menerus menolak penyempurnaan dirimu oleh Tuhan, dan juga kepemimpinan-Nya. Kapan pun Tuhan mengatur suatu situasi untukmu, Dia diam-diam mengamati, memperhatikan hatimu, mencermati pikiran dan pertimbanganmu, mengawasi bagaimana engkau berpikir, dan menunggu untuk mengetahui bagaimana engkau akan bertindak. Jika engkau orang yang ceroboh—orang yang belum pernah menganggap serius jalan Tuhan, firman-Nya, atau kebenaran—maka engkau tidak akan menyadari atau memperhatikan apa yang ingin Tuhan selesaikan atau tuntutan yang Dia harapkan engkau penuhi saat Dia mengatur lingkungan tertentu untukmu. Engkau juga tidak akan mengetahui bagaimana orang, peristiwa, dan objek yang engkau hadapi berkaitan dengan kebenaran atau kehendak Tuhan. Setelah engkau menghadapi keadaan serta ujian berulang-ulang seperti ini, dengan Tuhan tidak melihat pencapaian apa pun dalam dirimu, bagaimana Dia bisa melanjutkan? Setelah berulang kali menghadapi ujian, engkau belum juga mengagungkan Tuhan dalam hatimu, maupun memahami keadaan yang Tuhan atur untukmu sebagaimana itu adanya: ujian dan tes dari Tuhan. Sebaliknya, engkau telah menolak kesempatan yang Tuhan karuniakan kepadamu, satu demi satu, membiarkannya lewat berkali-kali. Bukankah ini ketidaktaatan ekstrem yang ditunjukkan orang? (Betul.) Akankah Tuhan merasa sakit hati karena ini? (Benar.) Tuhan tidak akan sakit hati! Mendengar-Ku mengatakan hal semacam ini mengejutkanmu sekali lagi. Engkau mungkin berpikir, "Bukankah sebelumnya dikatakan bahwa Tuhan selalu merasa sakit hati? Lalu, tidakkah Tuhan akan merasa sakit hati? Lalu, kapan Tuhan merasa sakit hati?" Singkat kata, Tuhan tidak akan merasa sakit hati dalam situasi ini. Jika demikian, lalu apa sikap Tuhan terhadap tipe perilaku yang diuraikan di atas? Ketika orang menolak ujian dan tes yang Tuhan kirim kepada mereka, dan ketika mereka tidak menyukainya, hanya ada satu sikap yang Tuhan miliki terhadap orang-orang semacam ini. Sikap apakah ini? Tuhan menolak orang semacam ini, dari lubuk hati-Nya. Ada dua lapisan makna untuk kata "menolak." Bagaimana semestinya Aku menjelaskannya dari sudut pandang-Ku? Secara mendalam, kata "menolak" memuat konotasi rasa muak dan kebencian. Bagaimana dengan lapisan maknanya yang lain? Itu adalah bagian yang menyiratkan sikap masa bodoh tentang sesuatu. Engkau semua mengetahui apa arti "masa bodoh", bukan? Secara ringkas, "menolak" adalah kata yang mewakili reaksi dan sikap terakhir Tuhan terhadap orang-orang yang berperilaku dengan cara demikian; itu adalah kebencian yang ekstrem terhadap mereka, dan rasa jijik, dan karenanya, itu menghasilkan keputusan untuk meninggalkan mereka. Ini adalah keputusan final Tuhan terhadap seseorang yang tidak pernah berjalan dalam jalan Tuhan, dan yang tidak pernah takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Bisakah engkau semua sekarang melihat arti penting dari pernyataan yang telah Kusebutkan sebelumnya itu?

Apakah engkau semua sekarang memahami metode yang Tuhan gunakan untuk menentukan kesudahan manusia? (Dia mengatur keadaan yang berbeda setiap hari.) "Dia mengatur keadaan yang berbeda"—ini adalah hal-hal yang orang bisa rasakan dan sentuh. Lalu, apakah motif Tuhan untuk melakukan ini? Niat-Nya adalah untuk memberikan kepada setiap orang berbagai macam ujian pada waktu berbeda-beda, dan di berbagai tempat. Aspek apa sajakah dari manusia yang diuji dalam sebuah ujian? Ujian menentukan apakah engkau tipe orang yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan dalam setiap persoalan yang engkau hadapi, dengar, lihat, dan alami sendiri. Setiap orang akan menghadapi ujian semacam ini, karena Tuhan adil terhadap semua orang. Beberapa di antaramu berkata, "Aku sudah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun; lalu mengapa aku belum menghadapi ujian apa pun?" Engkau merasa bahwa engkau belum pernah menghadapi ujian karena kapan pun Tuhan telah mengatur keadaan untukmu, engkau tidak pernah menganggapnya serius dan belum berkeinginan untuk berjalan dalam jalan Tuhan. Dengan demikian, engkau sama sekali tidak merasakan ujian dari Tuhan. Beberapa orang berkata, "Aku telah menghadapi sejumlah ujian, tetapi aku tidak tahu cara untuk melakukan pengamalan dengan benar. Meskipun aku sudah melakukan pengamalan, aku masih belum tahu apakah aku telah berdiri teguh selama ujian dari Tuhan." Orang dengan kondisi semacam ini jelas tidak sedikit jumlahnya. Jadi, apa standar yang digunakan oleh Tuhan untuk mengukur orang? Seperti yang baru saja Aku katakan: standarnya adalah apakah engkau takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan dalam segala sesuatu yang kaulakukan, pikirkan, dan ungkapkan. Ini adalah cara menentukan apakah engkau orang yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan atau bukan. Apakah konsep ini sederhana, atau tidak? Cukup sederhana untuk mengatakan demikian, tetapi apakah mudah untuk melakukannya? (Itu tidak begitu mudah.) Mengapa tidak begitu mudah? (Karena orang tidak mengenal Tuhan, dan mereka tidak mengetahui bagaimana Tuhan menyempurnakan orang, sehingga ketika mereka dihadapkan pada berbagai perkara, mereka tidak tahu cara untuk mencari kebenaran untuk menyelesaikan masalah mereka. Mereka harus melalui berbagai ujian, pemurnian, hajaran, dan penghakiman, sebelum mereka dapat memiliki kenyataan tentang takut akan Tuhan.) Engkau semua bisa mengatakannya demikian, tetapi menurut pendapatmu, takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan tampaknya sangat mudah dilakukan sekarang. Mengapa Aku mengatakan ini? Itu karena engkau semua telah mendengar banyak khotbah, dan menerima penyiraman dari kebenaran kenyataan dalam jumlah berlimpah; Ini telah memungkinkanmu untuk memahami bagaimana untuk takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan secara teori dan pemikiran. Sedangkan sehubungan dengan cara untuk benar-benar mengamalkan rasa takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan itu, semua pengetahuan ini sudah sangat membantu dan membuatmu merasa bahwa hal tersebut seakan-akan mudah dicapai. Lalu, mengapa orang tidak pernah benar-benar mencapainya? Ini karena natur esensi manusia adalah tidak takut akan Tuhan, dan menyukai kejahatan. Inilah alasan sesungguhnya.

Dikutip dari "Bagaimana Mengetahui Watak Tuhan dan Hasil yang Akan Dicapai Pekerjaan-Nya" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 10

Tidak Takut Akan Tuhan dan Tidak Menjauhi Kejahatan Berarti Menentang Tuhan

Dewasa ini, engkau semua berhadapan langsung dengan Tuhan, dan berhadapan langsung dengan firman Tuhan; engkau memiliki jauh lebih banyak pengetahuan akan Tuhan dibandingkan Ayub. Mengapa Aku mengemukakan hal ini? Apa tujuan-Ku mengatakan hal-hal ini? Aku ingin menjelaskan sebuah fakta kepadamu, tetapi sebelum melakukannya, Aku ingin mengajukan kepadamu sebuah pertanyaan: Ayub hanya tahu sedikit sekali tentang Tuhan, tetapi dia masih mampu untuk takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan; mengapa orang zaman sekarang gagal melakukan yang demikian? (Mereka mengalami kerusakan yang mendalam.) "Kerusakan yang mendalam"—itu adalah fenomena dangkal yang menyebabkan masalah ini, tetapi Aku tidak pernah memandangnya dengan cara demikian. Engkau semua sering menggunakan berbagai doktrin dan istilah yang kerap dipakai, seperti "kerusakan yang mendalam," "memberontak melawan Tuhan," "ketidaksetiaan terhadap Tuhan," "ketidaktaatan," "tidak menyukai kebenaran," dan seterusnya, serta menggunakan semua frasa khas ini untuk menjelaskan esensi dari setiap persoalan. Ini cara pengamalan yang cacat. Menggunakan jawaban yang sama untuk menjelaskan persoalan dengan sifat yang berbeda tak pelak lagi menimbulkan kecurigaan penuh hujat terhadap kebenaran dan Tuhan; Aku tidak suka mendengarkan jawaban semacam ini. Pikirkan itu masak-masak! Tidak seorang pun dari antaramu memikirkan tentang perkara ini sedikit pun, tetapi Aku dapat melihatnya setiap hari, dan setiap hari Aku dapat merasakannya. Jadi, sementara engkau semua bertindak, Aku menyaksikannya. Ketika engkau semua melakukan sesuatu, engkau tidak dapat merasakan esensinya, tetapi ketika Aku mengamati, Aku bisa melihat esensinya, dan Aku bisa merasakan esensinya juga. Jadi apakah esensi ini? Mengapa orang zaman sekarang tidak mampu untuk takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan? Jawaban-jawabanmu masih jauh dari mampu menjelaskan esensi masalah ini maupun sanggup menyelesaikannya. Itu karena hal ini memiliki suatu sumber yang tidak engkau sadari. Apakah sumber ini? Aku tahu engkau semua ingin mendengarnya, jadi Aku akan memberitahukan kepadamu sumber dari masalah ini.

Sejak Tuhan mulai melakukan pekerjaan, bagaimana cara-Nya menganggap umat manusia? Tuhan menyelamatkan mereka; Dia telah memandang manusia sebagai anggota keluarga-Nya, sebagai sasaran pekerjaan-Nya, sebagai orang-orang yang ingin Dia taklukkan dan selamatkan, dan orang-orang yang Dia hendak sempurnakan. Ini adalah sikap Tuhan terhadap umat manusia pada awal pekerjaan-Nya. Akan tetapi, seperti apa sikap umat manusia terhadap Tuhan pada waktu itu? Tuhan tidak akrab bagi manusia, dan mereka menganggap Tuhan sebagai orang asing. Dapat dikatakan bahwa sikap mereka terhadap Tuhan tidak menuai hasil yang benar, dan bahwa mereka tidak memiliki pengertian yang jelas tentang bagaimana mereka seharusnya memperlakukan Tuhan. Dengan demikian, mereka memperlakukan-Nya sesuka mereka, dan melakukan apa pun yang mereka suka. Apakah mereka memiliki pendapat apa pun tentang Tuhan? Pada awalnya, tidak; pendapat mereka sekadar terdiri atas beberapa gagasan dan anggapan mengenai Dia. Mereka menerima hal-hal yang sesuai dengan gagasan mereka, dan ketika sesuatu tidak sesuai dengan gagasan mereka, mereka menaatinya secara lahiriah saja, tetapi dalam lubuk hatinya, mereka merasakan penentangan yang kuat dan mereka melawannya. Beginilah hubungan antara Tuhan dan manusia pada mulanya: Tuhan memandang mereka sebagai anggota keluarga, tetapi mereka memperlakukan-Nya sebagai orang asing. Akan tetapi, setelah suatu periode pekerjaan Tuhan, manusia mulai mengerti apa yang Dia berusaha capai, dan mereka mengetahui bahwa Dialah Tuhan yang sejati; mereka juga mulai mengetahui apa yang dapat mereka peroleh dari Tuhan. Bagaimana cara orang menganggap Tuhan pada waktu ini? Mereka memandang-Nya sebagai penyelamat, serta berharap untuk diberi kasih karunia, berkat, dan janji-janji-Nya. Pada saat ini, bagaimana cara Tuhan menganggap manusia? Dia memandang mereka sebagai target penaklukan-Nya. Tuhan ingin menggunakan firman untuk menghakimi mereka, menguji mereka, dan memasukkan mereka ke dalam ujian. Akan tetapi, menurut anggapan orang pada waktu itu, Tuhan hanyalah objek yang dapat mereka manfaatkan untuk mencapai tujuan mereka sendiri. Orang melihat bahwa kebenaran yang dikeluarkan oleh Tuhan bisa menaklukkan dan menyelamatkan mereka, bahwa mereka memiliki suatu kesempatan untuk memperoleh sejumlah hal yang mereka inginkan dari-Nya, serta mencapai tempat tujuan yang mereka inginkan. Karena hal ini, sedikit kesungguhan terbentuk dalam hati mereka, dan mereka pun bersedia mengikuti Tuhan ini. Waktu berlalu, dan karena telah memiliki pengetahuan akan Tuhan yang bersifat dangkal dan doktrinal, bisa dikatakan bahwa manusia mulai merasa "akrab" dengan Tuhan dan firman yang diucapkan-Nya, khotbah-Nya, kebenaran yang Dia tunjukkan, dan pekerjaan-Nya. Oleh karena itu, mereka memiliki pemahaman yang keliru bahwa Tuhan tidak lagi tak akrab, dan bahwa mereka sudah menempuh jalan untuk menjadi sesuai dengan Tuhan. Pada saat ini, orang telah mendengarkan banyak khotbah tentang kebenaran dan telah mengalami banyak sekali pekerjaan Tuhan. Akan tetapi, karena adanya gangguan dan halangan yang ditimbulkan oleh banyak faktor dan berbagai keadaan, kebanyakan orang tidak mampu untuk berhasil dalam melakukan kebenaran maupun sanggup memuaskan Tuhan. Orang telah menjadi semakin malas, dan semakin kurang kepercayaan diri. Mereka semakin merasakan bahwa kesudahan mereka sendiri tidak diketahui. Mereka tidak berani mengemukakan gagasan muluk-muluk apa pun, dan mereka tidak berusaha untuk membuat kemajuan; mereka hanya terus mengikuti dengan enggan, maju selangkah demi selangkah. Berkenaan dengan keadaan manusia saat ini, seperti apakah sikap Tuhan terhadap mereka? Dia hanya ingin mengaruniakan kebenaran ini kepada mereka, dan menanamkan jalan-Nya dalam diri mereka, dan kemudian mengatur berbagai keadaan untuk menguji mereka dengan berbagai cara. Tujuan-Nya adalah menggunakan firman ini, kebenaran ini, dan pekerjaan-Nya, serta membuahkan hasil akhir yang melaluinya manusia menjadi mampu untuk takut akan Dia dan menjauhi kejahatan. Kebanyakan orang telah Kulihat sekadar menerima firman Tuhan dan menganggapnya sebagai doktrin, huruf-huruf biasa yang tertulis di atas kertas, peraturan yang harus ditaati. Dalam tindakan dan perkataan mereka, atau saat menghadapi ujian, mereka tidak menganggap jalan Tuhan sebagai jalan yang harus mereka pegang teguh. Ini khususnya benar ketika orang dihadapkan pada ujian-ujian besar; Aku belum melihat ada orang semacam itu, yang melakukan pengamalan dengan rasa takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Oleh karena ini, sikap Tuhan terhadap manusia penuh dengan rasa muak dan ketidaksukaan yang ekstrem! Meskipun Dia sudah berulang kali memberi mereka ujian, bahkan ratusan kali, mereka tetap tidak memiliki sikap yang jelas, yang digunakan untuk menunjukkan tekad mereka: "Aku ingin takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan!" Karena orang tidak memiliki tekad ini dan mereka tidak menunjukkan hal seperti ini, sikap Tuhan sekarang terhadap mereka tidak lagi sama seperti sikap-Nya di masa lalu, ketika Dia mengulurkan belas kasih, toleransi, sikap menahan diri, dan kesabaran kepada mereka. Sebaliknya, Dia sangat kecewa terhadap umat manusia. Siapa yang menyebabkan kekecewaan ini? Tergantung pada siapakah sikap Tuhan terhadap manusia? Itu tergantung pada setiap orang yang mengikuti Dia. Selama bertahun-tahun melakukan pekerjaan-Nya, Tuhan telah membuat banyak tuntutan terhadap orang dan mengatur banyak keadaan bagi mereka. Akan tetapi, terlepas dari cara mereka telah bertindak dan bagaimanapun sikap mereka terhadap Tuhan, orang telah gagal melakukan pengamalan yang tepat sesuai dengan tujuan memiliki rasa takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Jadi, Aku akan mengemukakan kata-kata rangkuman, dan menggunakan kata-kata ini untuk menjelaskan semua yang baru saja kita katakan tentang mengapa orang tidak bisa berjalan dalam jalan Tuhan untuk memiliki rasa takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Apakah kata-kata ini? Perkataan ini adalah: Tuhan menganggap manusia sebagai sasaran penyelamatan-Nya dan sasaran pekerjaan-Nya; manusia menganggap Tuhan sebagai musuh mereka dan antitesis mereka. Apakah engkau sudah memiliki pemahaman yang jelas mengenai perkara ini sekarang? Sudah jelas seperti apa sikap manusia, seperti apa sikap Tuhan, dan apa hubungan antara manusia dan Tuhan. Seberapa banyak pun khotbah yang engkau semua sudah dengar, semua hal yang mengenainya engkau sudah membuat kesimpulanmu sendiri, seperti bersikap setia kepada Tuhan, tunduk kepada Tuhan, mencari jalan untuk menjadi sesuai dengan Tuhan, ingin mengorbankan seumur hidup untuk Tuhan, dan ingin hidup untuk Tuhan—bagi-Ku, hal-hal tersebut bukanlah contoh mengenai secara sadar berjalan dalam jalan Tuhan, yaitu takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, melainkan semua itu hanyalah saluran yang melaluinya engkau semua bisa meraih tujuan tertentu. Untuk meraihnya, engkau semua dengan enggan mengikuti beberapa peraturan, dan justru peraturan-peraturan inilah yang membuat orang semakin jauh dari jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, dan yang menempatkan Tuhan berseberangan dengan umat manusia sekali lagi.

Topik hari ini sedikit berat, tetapi bagaimanapun, Aku masih berharap ketika engkau semua melewati pengalaman yang akan datang, dan di waktu yang akan datang, engkau akan mampu melakukan apa yang baru saja Aku katakan kepadamu. Jangan menganggap Tuhan seperti udara hampa, seakan-akan Dia ada ketika Dia berguna bagimu, tetapi tidak ada saat engkau tidak membutuhkan-Nya. Begitu engkau memiliki pemikiran semacam ini dalam bawah sadarmu, engkau telah membuat Tuhan murka. Mungkin ada orang yang berkata, "Aku tidak menganggap Tuhan hanya sebagai udara hampa. Aku selalu berdoa kepada-Nya dan aku selalu berusaha memuaskan-Nya, dan semua yang aku lakukan berada dalam ruang lingkup, standar, serta prinsip yang Tuhan tuntut. Aku jelas tidak melakukan pengamalan menurut gagasanku sendiri." Ya, cara yang engkau pakai saat melakukan pengamalan ini benar! Akan tetapi, apa yang kaupikirkan ketika engkau berhadapan langsung dengan suatu masalah? Bagaimana engkau melakukan pengamalan ketika engkau dihadapkan pada suatu persoalan? Beberapa orang merasa bahwa Tuhan ada ketika mereka berdoa kepada-Nya dan memanjatkan permohonan kepada-Nya, tetapi manakala menghadapi masalah, mereka memunculkan gagasan mereka sendiri dan ingin mengikutinya. Ini berarti bahwa mereka menganggap Tuhan sebagai udara hampa belaka, dan situasi semacam ini membuat Tuhan tidak ada dalam pikiran mereka. Orang yakin bahwa Tuhan harus ada ketika mereka membutuhkan-Nya, tetapi tidak harus ada ketika mereka tidak membutuhkan-Nya. Orang berpikir bahwa melakukan pengamalan berdasarkan gagasan mereka sendiri sudah cukup. Mereka percaya bahwa mereka dapat melakukan apa pun yang mereka sukai; mereka semata-mata tidak percaya bahwa mereka perlu mencari jalan Tuhan. Bagi orang-orang yang saat ini berada dalam situasi seperti ini dan terjebak dalam keadaan semacam ini, bukankah mereka mengundang bahaya? Beberapa orang berkata, "Entah aku mengundang bahaya atau tidak, aku telah beriman selama bertahun-tahun, dan aku percaya bahwa Tuhan tidak akan meninggalkanku karena Dia tidak tega melakukannya." Orang lain berkata, "Aku sudah percaya kepada Tuhan sejak aku berada dalam rahim ibuku, Itu sudah empat puluh atau lima puluh tahun, jadi dalam hal waktu, aku paling memenuhi syarat untuk diselamatkan oleh Tuhan dan aku paling memenuhi syarat untuk bertahan hidup. Selama empat atau lima dekade ini, aku telah meninggalkan keluarga dan pekerjaanku dan aku telah menyerahkan semua yang kumiliki—hal-hal seperti uang, status, kesenangan, dan waktu bersama keluarga. Aku tidak makan banyak makanan lezat, aku tidak menikmati banyak hiburan, aku tidak mengunjungi banyak tempat menarik, dan aku bahkan sudah mengalami penderitaan yang tidak mampu ditanggung orang biasa. Jika Tuhan tidak dapat menyelamatkanku karena semua ini, maka aku diperlakukan dengan tidak adil dan aku tidak bisa percaya kepada Tuhan yang seperti ini." Apakah ada banyak orang dengan pandangan semacam ini? (Ada.) Baiklah, kalau begitu, hari ini Aku akan membantu engkau semua memahami sebuah fakta: orang-orang yang berpandangan semacam ini menimbulkan kesulitan bagi diri mereka sendiri. Ini karena mereka menutupi mata mereka dengan imajinasi mereka sendiri. Justru imajinasi serta kesimpulan mereka sendiri inilah yang mengambil alih standar yang Tuhan tuntut untuk manusia penuhi dan mencegah mereka menerima maksud Tuhan yang sebenarnya. Ini membuat mereka tidak mampu merasakan keberadaan-Nya yang sejati, dan ini juga mengakibatkan mereka kehilangan kesempatan untuk disempurnakan Tuhan, meninggalkan bagian atau porsi dalam janji Tuhan.

Dikutip dari "Bagaimana Mengetahui Watak Tuhan dan Hasil yang Akan Dicapai Pekerjaan-Nya" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 11

Cara Tuhan Menentukan Kesudahan Orang dan Standar yang Digunakan-Nya untuk Melakukannya

Sebelum engkau menetapkan pandangan atau kesimpulan apa pun, pertama-tama engkau harus memahami seperti apa sikap Tuhan terhadapmu, dan apa yang Dia pikirkan, barulah engkau bisa memutuskan apakah pemikiranmu itu benar atau tidak. Tuhan tidak pernah menggunakan waktu sebagai satuan pengukur untuk menentukan kesudahan seseorang maupun mendasarkan penentuan semacam itu atas seberapa banyak orang tersebut sudah menderita. Lalu, apa yang Tuhan gunakan sebagai standar untuk menentukan kesudahan seseorang? Menentukannya berdasarkan waktu adalah yang paling sesuai dengan gagasan manusia. Di samping itu, ada sejumlah orang yang sering engkau semua lihat, yang pada satu titik banyak mengabdi, banyak mengorbankan diri, membayar harga yang mahal, dan sangat banyak menderita. Inilah orang-orang yang dapat diselamatkan oleh Tuhan, menurut cara pandangmu. Segalanya yang orang-orang ini tunjukkan dan hidupi sungguh selaras dengan gagasan manusia tentang standar yang ditetapkan Tuhan untuk menentukan kesudahan orang. Apa pun yang engkau semua yakini, Aku tidak akan menyebutkan contoh-contoh ini satu per satu. Singkat kata, apa pun yang bukan merupakan standar dalam pemikiran Tuhan sendiri, berasal dari imajinasi manusia, dan segala hal semacam itu merupakan gagasan manusia. Jika engkau dengan tak bepengertian memaksakan pemahaman dan imajinasimu sendiri, apa hasilnya? Sangat jelas bahwa satu-satunya konsekuensi dari hal ini adalah Tuhan akan menolakmu. Ini karena engkau selalu memamerkan kualifikasimu di hadapan Tuhan, bersaing dengan-Nya, dan berdebat dengan-Nya, dan engkau tidak benar-benar berusaha memahami pikiran-Nya, dan engkau juga tidak mencoba untuk memahami kehendak-Nya atau sikap-Nya terhadap umat manusia. Bertindak dengan cara seperti ini menghormati dirimu di atas segala hal; ini tidak mengagungkan Tuhan. Engkau percaya kepada dirimu sendiri; engkau tidak percaya kepada Tuhan. Tuhan tidak menginginkan orang-orang semacam ini dan Dia juga tidak akan memberikan keselamatan kepada mereka. Jika engkau dapat melepaskan sudut pandang semacam ini dan terlebih lagi, memperbaiki sudut pandang yang tidak tepat yang dahulu kaumiliki, jika engkau bisa mulai bertindak sesuai dengan tuntutan Tuhan, jika engkau dapat mengamalkan jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan sejak saat ini, jika engkau dapat berusaha menghormati Tuhan sebagai yang agung dalam segala hal, dan berhenti menggunakan khayalan, sudut pandang, atau keyakinanmu sendiri untuk mendefinisikan dirimu dan Tuhan, dan jika sebaliknya, engkau dapat mencari maksud Tuhan dalam segala hal, mencapai realisasi dan pemahaman akan sikap-Nya terhadap umat manusia, dan memuaskan Dia dengan memenuhi standar-Nya, itu akan sangat luar biasa! Ini akan menandakan bahwa engkau mulai mengikuti jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan.

Jika Tuhan tidak menggunakan berbagai pemikiran, gagasan, dan sudut pandang orang sebagai standar untuk menentukan kesudahan mereka, standar macam apakah yang Dia gunakan untuk menentukan kesudahan orang? Dia menggunakan ujian untuk menentukan kesudahan mereka. Ada dua standar dari penggunaan ujian oleh Tuhan untuk menentukan kesudahan orang: pertama adalah jumlah ujian yang orang lalui, dan kedua adalah hasil yang didatangkan ujian-ujian ini atas orang. Kedua indikator inilah yang menentukan kesudahan orang. Sekarang, mari kita jabarkan kedua standar ini.

Terlebih dahulu, ketika seseorang diperhadapkan dengan sebuah ujian dari Tuhan (catatan: mungkin di matamu ujian ini kecil, tidak layak dibahas), Dia akan membuatmu menyadari dengan jelas bahwa ini adalah tangan-Nya atas dirimu, dan bahwa Dialah yang mengatur keadaan ini untukmu. Selagi engkau masih belum dewasa dalam tingkat pertumbuhanmu, Tuhan akan mengaturkan ujian guna mengujimu, dan ujian ini akan sesuai dengan tingkat pertumbuhanmu, apa mampu engkau pahami, dan apa yang mampu engkau tanggung. Bagian apa dari dirimu yang akan diuji? Sikapmu terhadap Tuhan. Apakah sikap ini sangat penting? Tentu saja penting! Sikap ini memiliki kepentingan khusus! Sikap dalam diri manusia ini adalah hasil yang Tuhan inginkan, jadi, menurut-Nya, itulah yang terpenting. Jika tidak, Tuhan tidak akan mencurahkan upaya-Nya atas orang-orang dengan melakukan pekerjaan seperti ini. Melalui semua ujian ini, Tuhan ingin melihat sikapmu terhadap-Nya; Dia ingin melihat apakah engkau berada di jalur yang benar atau tidak. Dia juga ingin melihat apakah engkau takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan atau tidak. Oleh karena itu, entah engkau memahami banyak atau sedikit kebenaran pada suatu waktu tertentu, engkau tetap akan diperhadapkan dengan ujian dari Tuhan, dan setelah jumlah kebenaran yang engkau pahami meningkat, Dia akan terus mengaturkan ujian yang relevan untukmu. Ketika engkau sekali lagi diperhadapkan dengan ujian, Tuhan hendak melihat apakah sudut pandangmu, gagasanmu, dan sikapmu terhadap-Nya mengalami pertumbuhan selama rentang periode waktu itu. Beberapa orang bertanya-tanya, "Mengapa Tuhan selalu ingin melihat sikap manusia? Bukankah Dia sudah melihat bagaimana mereka melakukan kebenaran? Mengapa Dia tetap ingin melihat sikap mereka?" Ini adalah omongan bodoh! Berhubung Tuhan bekerja dengan cara seperti ini, kehendak-Nya pasti terkandung di dalamnya. Tuhan terus-menerus mengamati orang dari tepi, memperhatikan setiap perkataan dan tindakan mereka, setiap perbuatan dan pergerakan mereka; Dia bahkan mengamati setiap pikiran dan gagasan mereka. Tuhan mencatat segala sesuatu yang terjadi pada orang—perbuatan baik mereka, kesalahan mereka, pelanggaran mereka, bahkan pemberontakan serta pengkhianatan mereka—sebagai bukti untuk menetapkan kesudahan mereka. Langkah demi langkah, seiring meningkatnya pekerjaan Tuhan, engkau akan mendengar semakin banyak kebenaran dan bisa menerima lebih banyak hal dan informasi positif, dan engkau akan memperoleh lebih banyak kenyataan kebenaran. Sepanjang proses ini, tuntutan Tuhan terhadapmu pun akan meningkat, dan seiring dengan itu, Dia akan mengaturkan ujian yang lebih serius bagimu. Tujuan-Nya adalah untuk memeriksa apakah sikapmu terhadap-Nya sudah berkembang sementara itu. Tentu saja, saat ini terjadi, sudut pandang yang Tuhan tuntut darimu akan sesuai dengan pemahamanmu akan kebenaran kenyataan.

Ketika tingkat pertumbuhanmu secara bertahap meningkat, demikian juga standar yang Tuhan tuntut darimu. Selagi engkau masih belum matang, Dia akan menetapkan standar yang sangat rendah untuk kaupenuhi; ketika tingkat pertumbuhanmu sedikit lebih besar, Dia akan meningkatkan standarmu sedikit lebih tinggi. Namun, apa yang akan Tuhan lakukan setelah engkau memperoleh pemahaman tentang seluruh kebenaran? Dia akan membuatmu menghadapi ujian yang bahkan lebih besar lagi. Di tengah ujian ini, yang Tuhan ingin peroleh darimu, yang Tuhan ingin lihat darimu, adalah pengetahuan yang lebih mendalam tentang Dia, rasa hormat yang sejati akan Dia. Selama masa ini, tuntutan-Nya terhadapmu akan lebih tinggi dan "lebih keras" daripada ketika tingkat pertumbuhanmu lebih tidak matang (catatan: orang mungkin memandangnya sebagai keras, tetapi Tuhan sebenarnya memandangnya wajar). Ketika Tuhan sedang menguji orang, kenyataan seperti apakah yang ingin diciptakan-Nya? Dia terus-menerus meminta agar orang memberikan hati mereka kepada-Nya. Beberapa orang akan berkata, "Bagaimana aku bisa memberikan itu? Aku sudah memenuhi tugasku; aku meninggalkan rumah dan mata pencaharianku, dan aku sudah mengorbankan diri. Bukankah semua ini adalah peristiwa di mana aku memberikan hatiku kepada Tuhan? Bagaimana lagi aku bisa memberikan hatiku kepada Tuhan? Mungkinkah ini semua bukanlah cara untuk memberikan hatiku kepada-Nya? Apakah persyaratan spesifik Tuhan?" Persyaratannya sangat sederhana. Pada kenyataannya, ada beberapa orang yang sudah memberikan hati mereka kepada Tuhan hingga taraf tertentu selama berbagai tahap ujian mereka, tetapi sebagian besar orang tidak pernah memberikan hati mereka kepada Tuhan. Ketika Tuhan mengujimu, Dia melihat apakah hatimu bersama-Nya, bersama daging, ataukah bersama Iblis. Ketika Tuhan mengujimu, Dia melihat apakah engkau berdiri menentang-Nya atau apakah engkau mengambil posisi yang sesuai dengan-Nya, dan Dia juga melihat apakah hatimu berpihak kepada-Nya. Ketika engkau tidak matang dan engkau menghadapi ujian, engkau memiliki sedikit kepercayaan diri, dan engkau tidak dapat mengetahui dengan jelas apa yang perlu engkau lakukan untuk memenuhi maksud Tuhan, karena pemahamanmu akan kebenaran terbatas. Akan tetapi, jika engkau tetap bisa berdoa secara tulus dan ikhlas kepada Tuhan, dan jika engkau bisa rela memberikan hatimu kepada-Nya, menjadikan Dia berdaulat atasmu, dan bersedia menyerahkan kepada-Nya semua hal yang engkau yakini paling berharga, maka engkau sudah memberikan hatimu kepada Tuhan. Ketika engkau mendengar lebih banyak khotbah dan memahami lebih banyak kebenaran, tingkat pertumbuhanmu juga akan bertumbuh secara bertahap. Pada saat itu, standar tuntutan Tuhan tidak akan sama dengan ketika engkau belum matang; Dia akan menuntut standar lebih tinggi darimu. Ketika manusia secara bertahap memberikan hati mereka kepada Tuhan, hati mereka perlahan-lahan menjadi semakin dekat kepada-Nya; ketika manusia bisa benar-benar menjadi semakin dekat kepada Tuhan, maka hati mereka akan semakin menghormati Dia. Hal yang Tuhan inginkan hanyalah hati semacam ini.

Ketika Tuhan ingin mendapatkan hati seseorang, Dia akan membuat orang tersebut melewati sejumlah besar ujian. Selama ujian-ujian ini, jika Tuhan tidak mendapatkan hati orang tersebut atau melihat bahwa orang ini memiliki sikap apa pun—yang berarti, jika Tuhan tidak melihat bahwa orang ini melakukan pengamalan atau berperilaku dengan cara yang menunjukkan rasa hormat akan Dia, dan jika Dia juga tidak melihat di dalam diri orang ini suatu sikap dan keputusan yang menjauhi kejahatan—maka setelah sejumlah besar ujian, kesabaran Tuhan terhadapnya akan ditarik, dan Dia tidak akan lagi menoleransi orang ini. Dia tidak akan lagi menguji orang ini, dan Dia tidak akan lagi bekerja atas orang tersebut. Jadi, apa yang ditandakan hal ini bagi kesudahan orang ini? Ini berarti orang tersebut tidak mendapatkan kesudahan. Bisa saja orang ini tidak melakukan hal jahat; mungkin saja dia tidak melakukan apa pun yang mengganggu atau mendatangkan kekacauan. Mungkin saja dia tidak menentang Tuhan secara terbuka. Namun, hati orang ini tetap tersembunyi dari Tuhan; dia tidak pernah memiliki sikap dan sudut pandang yang jelas terhadap Tuhan, dan Tuhan tidak bisa melihat dengan jelas bahwa hati orang ini telah diberikan kepada-Nya atau bahwa dia berusaha untuk takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Tuhan kehilangan kesabaran terhadap orang-orang semacam ini, dan tidak akan lagi membayar harga apa pun untuk mereka, mengulurkan sedikit pun belas kasih, atau bekerja atas mereka. Kehidupan iman orang semacam ini kepada Tuhan telah berakhir. Ini dikarenakan dalam semua ujian yang sudah Tuhan berikan kepadanya, Tuhan tidak memperoleh hasil yang Dia inginkan. Jadi, ada sejumlah orang yang di dalam diri mereka Aku belum pernah melihat pencerahan dan penerangan Roh Kudus. Bagaimana hal ini dapat dilihat? Orang-orang ini mungkin telah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun, dan secara lahiriah, mereka bersikap penuh semangat; mereka telah membaca banyak buku, menangani banyak urusan, menulis selusin lebih catatan, dan menguasai banyak sekali firman dan doktrin. Akan tetapi, sama sekali tidak terlihat adanya pertumbuhan dalam diri mereka, pandangan mereka terhadap Tuhan tetap tak terlihat, dan sikap mereka tetap tidak jelas. Dengan kata lain, hati mereka tidak dapat dilihat; hati mereka selalu terbungkus dan termeterai—hati mereka termeterai dari Tuhan. Akibatnya, Dia belum melihat hati mereka yang sesungguhnya, Dia belum melihat dalam diri orang-orang ini adanya rasa hormat yang sejati akan Dia, dan terlebih lagi, Dia belum melihat bagaimana orang-orang ini berjalan dalam jalan-Nya. Jika Tuhan masih belum mendapatkan orang-orang semacam ini sekarang, bisakah Dia mendapatkan mereka di masa depan? Dia tidak bisa! Akankah Dia terus berusaha mendapatkan hal yang tidak bisa didapatkan? Dia tidak akan melakukannya! Lalu, seperti apakah sikap Tuhan saat ini terhadap orang-orang semacam ini? (Dia menolak mereka dan tidak memedulikan mereka.) Dia tidak memedulikan mereka! Tuhan tidak memedulikan orang-orang semacam ini; Dia menolak mereka. Engkau semua telah menghafal kata-kata ini dengan sangat cepat, dan sangat akurat. Sepertinya engkau semua telah memahami apa yang sudah engkau dengar!

Ada beberapa orang yang, saat mulai mengikuti Tuhan, tidak matang dan bodoh; mereka tidak memahami kehendak-Nya dan mereka juga tidak mengetahui apa artinya percaya kepada-Nya. Mereka mengadopsi jalan yang salah dan digagas oleh manusia dalam memercayai dan mengikuti Tuhan. Ketika orang-orang semacam itu diperhadapkan dengan ujian, mereka tidak menyadarinya; mereka tetap mati rasa terhadap petunjuk dan pencerahan dari Tuhan. Mereka tidak mengetahui apa makna memberikan hati mereka kepada Tuhan atau apa makna berdiri teguh selama menghadapi ujian. Tuhan akan memberi orang-orang semacam ini jumlah waktu yang terbatas, dan selama waktu ini, Dia akan membuat mereka memahami apa yang dimaksud dengan ujian-Nya dan apa maksud-Nya. Setelah itu, orang-orang ini harus menunjukkan sudut pandang mereka. Bagi mereka yang berada pada tahap ini, Tuhan masih menunggu. Sedangkan bagi mereka yang memiliki beberapa pandangan tetapi masih bimbang, yang ingin memberikan hati mereka kepada Tuhan tetapi tidak merasa nyaman melakukannya, dan yang, meskipun telah melakukan kebenaran dasar, berusaha bersembunyi dan menyerah ketika diperhadapkan dengan ujian besar—seperti apakah sikap Tuhan terhadap mereka? Dia masih mengharapkan sedikit dari mereka, dan hasilnya tergantung pada sikap dan kinerja mereka. Jika orang tidak aktif dalam membuat kemajuan, apa yang Tuhan lakukan? Dia menyerah terhadap mereka. Ini karena, sebelum Tuhan berhenti berharap kepadamu, engkau sudah berhenti berharap pada dirimu sendiri. Jadi, engkau tidak dapat menyalahkan Tuhan karena bertindak demikian, betul, bukan? Apakah ini adil atau tidak adil? (Itu adil.)

Dikutip dari "Bagaimana Mengetahui Watak Tuhan dan Hasil yang Akan Dicapai Pekerjaan-Nya" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 12

Ketika mengikuti Tuhan, orang jarang memberi perhatian pada kehendak-Nya, dan mereka jarang memperhatikan pikiran serta sikap-Nya terhadap manusia. Orang tidak memahami pikiran Tuhan, jadi ketika diajukan pertanyaan terkait maksud dan watak-Nya, engkau semua jadi bingung; engkau jatuh ke dalam ketidakpastian yang dalam, dan kemudian engkau semua menebak atau berjudi. Jenis pola pikir seperti apakah ini? Itu membuktikan fakta: yaitu bahwa kebanyakan orang yang percaya kepada Tuhan menganggap-Nya sebagai udara hampa semata, dan sebagai sesuatu yang tampaknya ada barang sesaat dan tidak ada sesaat berikutnya. Mengapa Aku berkata seperti itu? Karena kapan pun engkau semua menemukan masalah, engkau tidak mengetahui kehendak Tuhan. Mengapa engkau tidak tahu kehendak-Nya? Engkau bukan saja tidak mengetahuinya saat ini, tetapi sejak awal sampai akhir, engkau tidak tahu sikap Tuhan terhadap masalah ini. Engkau tidak dapat menyelaminya dan tidak tahu apa sikap Tuhan, tetapi pernahkah engkau memikirkannya baik-baik? Pernahkah engkau berusaha mengetahuinya? Pernahkah engkau bersekutu tentang hal itu? Tidak! Ini menegaskan sebuah fakta: Tuhan yang engkau percayai tidak ada hubungannya dengan Tuhan yang nyata. Dalam kepercayaanmu kepada Tuhan, engkau hanya merenungkan niatmu sendiri dan niat pemimpinmu, engkau hanya merenungkan makna firman Tuhan secara dangkal dan sesuai doktrin, tanpa benar-benar mencoba untuk mengetahui atau mencari kehendak Tuhan sedikit pun. Bukankah demikian adanya? Esensi dari perkara ini sungguh mengerikan! Setelah bertahun-tahun, Aku telah melihat banyak orang yang percaya kepada Tuhan. Seperti apakah kepercayaan mereka mengubah Tuhan di dalam pikiran mereka? Beberapa orang percaya kepada Tuhan seolah-olah Dia semata-mata udara hampa. Orang-orang ini tidak punya jawaban atas pertanyaan tentang keberadaan Tuhan karena mereka tidak dapat merasakan maupun menyadari kehadiran atau ketidakhadiran-Nya, apalagi melihatnya dengan jelas atau memahaminya. Secara bawah sadar, orang-orang ini berpikir bahwa Tuhan tidak ada. Orang-orang lain percaya kepada Tuhan seolah-olah Dia adalah seorang manusia. Orang-orang ini berpikir bahwa Dia tidak mampu melakukan semua hal yang mereka juga tidak mampu lakukan, dan bahwa Dia seharusnya berpikir seperti cara mereka berpikir. Mereka mendefinisikan Tuhan sebagai "pribadi yang tidak terlihat dan tidak dapat disentuh." Ada juga sekelompok orang yang percaya kepada Tuhan seolah-olah Dia sebuah boneka; orang-orang ini percaya bahwa Tuhan tidak memiliki emosi. Mereka beranggapan bahwa Tuhan adalah sebuah patung tanah liat, dan ketika diperhadapkan dengan suatu persoalan, Tuhan tidak memiliki sikap, sudut pandang, atau gagasan; mereka percaya bahwa Dia berada dalam manipulasi umat manusia. Orang hanya percaya dengan cara bagaimanapun mereka ingin percaya. Jika mereka menjadikan-Nya besar, maka Dia pun besar; jika mereka menjadikan-Nya kecil, maka Dia pun kecil. Bilamana orang berbuat dosa dan membutuhkan belas kasih, toleransi, dan kasih Tuhan, mereka beranggapan bahwa Tuhan seharusnya mengulurkan belas kasih-Nya. Orang-orang ini merekayasa "Tuhan" dalam benak mereka sendiri, kemudian memaksa "Tuhan" ini untuk memenuhi tuntutan mereka serta memuaskan semua keinginan mereka. Kapan pun dan di mana pun, dan apa pun yang orang-orang semacam ini lakukan, mereka akan menggunakan khayalan ini dalam perlakuan mereka terhadap Tuhan dan dalam iman mereka. Bahkan ada orang-orang yang setelah mengusik watak Tuhan, masih yakin bahwa Dia dapat menyelamatkan mereka, karena mereka percaya bahwa kasih Tuhan tanpa batas dan watak-Nya benar, dan bahwa bagaimanapun seseorang menyinggung Tuhan, Dia tidak akan mengingatnya sedikit pun. Mereka mengira bahwa karena kesalahan manusia, pelanggaran manusia, dan ketidaktaatan manusia adalah ungkapan sementara dari watak seseorang, Tuhan akan memberi kesempatan kepada orang, dan bersikap toleran serta sabar terhadap mereka; mereka yakin bahwa Tuhan akan tetap mengasihi mereka seperti sebelumnya. Dengan demikian, mereka tetap memiliki harapan yang tinggi untuk memperoleh keselamatan. Pada kenyataannya, bagaimanapun orang percaya kepada Tuhan, selama mereka tidak mengejar kebenaran, Dia akan memiliki sikap negatif terhadap mereka. Ini karena selama engkau beriman kepada Tuhan, meskipun engkau telah menerima kitab firman Tuhan dan memandangnya sebagai harta, serta mempelajari dan membacanya setiap hari, tetapi engkau mengesampingkan Tuhan yang sebenarnya. Engkau menganggap-Nya sebagai udara hampa, atau sebagai seorang manusia belaka—dan beberapa dari antaramu menganggap-Nya tak lebih dari sebuah boneka. Mengapa Aku mengatakannya seperti ini? Aku melakukannya karena menurut pendapat-Ku, entah engkau semua diperhadapkan dengan suatu masalah atau menemui keadaan tertentu, hal-hal yang ada di alam bawah sadarmu, semua hal yang engkau kembangkan dalam hati, tidak pernah ada kaitannya dengan firman Tuhan atau dengan mengejar kebenaran. Engkau hanya mengetahui apa yang engkau sendiri pikirkan, seperti apa sudut pandangmu sendiri, lalu engkau memaksakan gagasanmu dan pendapatmu sendiri kepada Tuhan. Dalam benakmu, itu menjadi sudut pandang Tuhan, dan engkau membuat berbagai sudut pandang ini sebagai standar yang engkau junjung tinggi dengan teguh. Seiring waktu, perbuatan seperti ini membuatmu semakin lama semakin menjauh dari Tuhan.

Dikutip dari "Bagaimana Mengetahui Watak Tuhan dan Hasil yang Akan Dicapai Pekerjaan-Nya" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 13

Pahamilah Sikap Tuhan dan Singkirkan Semua Pemahaman yang Salah tentang Tuhan

Sebenarnya, Tuhan macam apakah Tuhan yang engkau semua percayai saat ini? Pernahkah engkau memikirkannya? Ketika Dia melihat orang jahat melakukan perbuatan jahat, apakah Dia membencinya? (Ya, Dia membencinya.) Seperti apa sikap-Nya ketika Dia melihat orang bodoh berbuat kesalahan? (Dukacita.) Ketika Dia melihat orang mencuri persembahan-Nya, seperti apakah sikap-Nya? (Dia membenci mereka.) Semua ini sangat jelas, bukan? Ketika Tuhan melihat seseorang yang bingung dalam kepercayaan mereka kepada-Nya, yang sama sekali tidak mengejar kebenaran, seperti apakah sikap Tuhan? Engkau semua tidak benar-benar yakin, bukan? "Kebingungan", sebagai suatu sikap, bukanlah dosa, dan juga tidak menyinggung Tuhan, dan orang merasa bahwa itu bukanlah sejenis kesalahan besar. Jadi, katakan kepada-Ku—seperti apa sikap Tuhan dalam hal ini? (Dia tidak mau mengakui mereka.) "Tidak mau mengakui"—sikap seperti apakah ini? Itu berarti Tuhan memandang rendah orang-orang ini dan mencemooh mereka! Cara Dia menangani orang-orang semacam ini adalah dengan tidak mengacuhkan mereka. Pendekatan Tuhan adalah menyingkirkan mereka, tidak melakukan pekerjaan apa pun pada diri mereka, dan ini termasuk pekerjaan pencerahan, penerangan, didikan, dan disiplin. Orang-orang semacam ini benar-benar tidak diperhitungkan dalam pekerjaan Tuhan. Seperti apakah sikap Tuhan terhadap mereka yang mengusik watak-Nya dan melanggar ketetapan administratif-Nya? Kebencian yang ekstrem! Tuhan luar biasa marah terhadap orang yang tidak merasa bersalah karena mengusik watak-Nya! "Marah" tidaklah lebih dari sebuah perasaan, suasana hati; itu tidak sama dengan sikap yang jelas. Akan tetapi, perasaan ini—suasana hati ini—akan mendatangkan suatu kesudahan bagi orang-orang semacam itu: ini akan memenuhi Tuhan dengan kebencian yang ekstrem! Apakah konsekuensi dari kebencian yang ekstrem ini? Konsekuensinya adalah Tuhan akan menyingkirkan orang-orang ini dan tidak merespons mereka untuk sementara ini. Dia kemudian akan menunggu waktu untuk menyortir mereka "setelah musim gugur". Apa yang tersirat dari hal ini? Akankah orang-orang ini masih memiliki kesudahan? Tuhan tidak pernah berniat menganugerahkan kesudahan apa pun kepada orang-orang semacam ini! Oleh sebab itu, bukankah sudah sewajarnya jika Tuhan pada saat ini tidak merespons orang-orang seperti ini? (Ya, itu wajar.) Apa yang harus disiapkan orang-orang semacam ini? Mereka harus menyiapkan diri untuk menanggung konsekuensi negatif dari perilaku mereka dan dari tindak kejahatan yang telah mereka perbuat. Inilah respons Tuhan terhadap orang semacam ini. Jadi, Aku sekarang mengatakan dengan jelas kepada orang-orang semacam ini: jangan lagi berpegang pada khayalanmu, dan jangan lagi berangan-angan. Tuhan tidak akan menoleransi orang tanpa ada batasnya; Dia tidak akan menanggung pelanggaran atau ketidaktaatan mereka selamanya. Beberapa orang akan berkata, "Aku juga sudah melihat beberapa orang semacam ini, dan ketika mereka berdoa mereka merasa disentuh secara khusus oleh Tuhan, dan mereka kemudian menangis dengan getir. Biasanya mereka juga sangat bahagia; mereka sepertinya memiliki hadirat Tuhan dan tuntunan Tuhan bersama mereka." Jangan mengutarakan omong kosong seperti itu! Air mata getir bukan berarti bahwa seseorang disentuh oleh Tuhan atau menikmati hadirat Tuhan, apalagi tuntunan Tuhan. Jika orang membuat Tuhan marah, akankah Dia tetap menuntun mereka? Singkatnya, ketika Tuhan telah memutuskan untuk menyingkirkan dan menelantarkan seseorang, kesudahan orang itu pun sudah lenyap. Seberapa baiknya pun perasaan mereka ketika berdoa, atau sebesar apa pun iman mereka terhadap Tuhan dalam hati mereka, itu sudah tidak penting lagi. Hal yang penting adalah Tuhan tidak membutuhkan iman semacam ini; Dia sudah menolak orang-orang ini. Cara untuk menangani mereka di kemudian hari juga tidak penting. Hal yang penting adalah bahwa ketika orang-orang ini membuat Tuhan marah, kesudahan mereka sudah ditetapkan. Jika Tuhan telah menetapkan untuk tidak menyelamatkan orang-orang semacam ini, maka mereka akan ditinggalkan untuk dihukum. Ini adalah sikap Tuhan.

Meskipun esensi Tuhan mengandung unsur kasih, dan Dia penuh belas kasih terhadap tiap-tiap orang, orang telah mengabaikan dan melupakan fakta bahwa esensi-Nya juga mengandung unsur martabat. Memang Dia memiliki kasih, tetapi itu bukan berarti bahwa orang dapat dengan bebas menyinggung-Nya tanpa membangkitkan perasaan atau reaksi dalam diri-Nya, demikian juga fakta bahwa Dia memiliki belas kasih bukan berarti bahwa Dia tidak memiliki prinsip dalam cara Dia memperlakukan orang. Tuhan itu hidup; Dia benar-benar ada. Dia bukanlah boneka imajiner atau suatu hal lain. Berhubung Dia memang ada, kita harus senantiasa mendengarkan suara hati-Nya secara saksama, memperhatikan sikap-Nya baik-baik, dan bisa memahami perasaan-Nya. Kita tidak boleh menggunakan imajinasi manusia untuk mendefinisikan Tuhan, dan kita tidak seharusnya memaksakan pemikiran atau keinginan manusia kepada-Nya, yang membuat Tuhan memperlakukan orang dengan cara manusia berdasarkan imajinasi manusia. Jika engkau melakukan ini, engkau sedang membuat Tuhan marah, menyulut murka-Nya, dan menantang martabat-Nya! Karena itu, begitu engkau semua bisa memahami tingkat keparahan perkara ini, Aku mendorong setiap orang dari antaramu agar berhati-hati dan bijaksana dalam tindakanmu. Berhati-hatilah dan bijaksanalah dalam perkataanmu juga—sehubungan dengan cara engkau memperlakukan Tuhan, semakin engkau berhati-hati dan bijaksana, semakin baik! Ketika engkau tidak memahami seperti apa sikap Tuhan, berhentilah berkata-kata dengan ceroboh, jangan ceroboh dalam tindakanmu, dan jangan sembarangan memberi label. Terlebih penting lagi, jangan membuat sembarang kesimpulan. Sebaliknya, engkau harus menunggu dan mencari; tindakan seperti ini juga merupakan ungkapan rasa takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Di atas segalanya, jika engkau dapat mencapai hal ini dan di atas segalanya, jika engkau memiliki sikap ini, maka Tuhan tidak akan menyalahkanmu karena kebodohanmu, ketidaktahuanmu, dan kurangnya pemahamanmu tentang alasan di balik berbagai hal. Sebaliknya, oleh karena sikapmu yang takut menyinggung Tuhan, rasa hormatmu akan niat-Nya, dan kerelaanmu untuk taat kepada-Nya, Tuhan akan mengingatmu, membimbing dan mencerahkanmu, atau menoleransi ketidakmatangan dan ketidaktahuanmu. Sebaliknya, andaikata sikapmu terhadap-Nya tanpa rasa hormat—menghakimi-Nya sesuka hatimu atau sembarangan menebak dan mendefinisikan gagasan-Nya—Tuhan akan mengutukmu, mendisiplinkanmu, dan bahkan menghukummu; atau, Dia mungkin memberi komentar tentang dirimu. Mungkin, komentar ini akan melibatkan kesudahanmu. Oleh karena itu, Aku ingin menekankan sekali lagi: engkau masing-masing harus berhati-hati dan bijaksana tentang apa pun yang berasal dari Tuhan. Jangan berbicara dengan ceroboh, dan jangan ceroboh dalam tindakanmu. Sebelum engkau mengatakan apa pun, engkau harus berhenti dan berpikir: apakah tindakanku ini membuat Tuhan marah? Dengan melakukannya, apakah aku menghormati Tuhan? Bahkan dalam perkara sederhana, engkau tetap harus berusaha memikirkan pertanyaan ini, dan meluangkan lebih banyak waktu untuk mempertimbangkannya. Jika engkau benar-benar dapat melakukan pengamalan berdasarkan prinsip-prinsip ini dalam segala hal, dalam segala sesuatu, dan setiap saat, serta menerapkan sikap sedemikian rupa, terutama saat engkau tidak memahami sesuatu, Tuhan akan senantiasa membimbingmu, dan memberimu jalan untuk diikuti. Bagaimanapun hebatnya orang memamerkan diri, Tuhan melihat mereka semua secara jelas dan terang, dan Dia akan memberikan evaluasi yang akurat dan pantas untuk penampilanmu ini. Setelah engkau melewati ujian terakhir, Tuhan akan menilai semua perilakumu dan merangkumnya secara lengkap untuk menentukan kesudahanmu. Hasil ini akan meyakinkan tiap-tiap orang tanpa sedikit pun keraguan. Hal yang ingin Aku katakan kepadamu di sini adalah ini: setiap perbuatanmu, setiap tindakanmu, dan setiap pikiranmu akan menentukan nasibmu.

Dikutip dari "Bagaimana Mengetahui Watak Tuhan dan Hasil yang Akan Dicapai Pekerjaan-Nya" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 14

Siapa yang Menentukan Kesudahan Orang?

Ada persoalan lain sangat penting untuk dibahas, dan itu adalah sikapmu terhadap Tuhan. Sikap ini luar biasa penting! Itu menentukan apakah engkau semua pada akhirnya akan berjalan menuju pemusnahan atau menuju tempat tujuan nan indah yang sudah Tuhan siapkan untukmu. Di Zaman Kerajaan, Tuhan telah bekerja lebih dari duapuluh tahun, dan mungkin, sepanjang dua dekade ini, di dalam lubuk hatimu engkau mungkin sedikit tidak yakin tentang bagaimana engkau berkinerja. Akan tetapi, dalam hati Tuhan, Dia telah membuat catatan yang nyata dan benar dari engkau masing-masing. Sejak waktu ketika setiap orang mulai mengikuti-Nya dan mendengarkan khotbah-Nya, perlahan-lahan memahami semakin banyak kebenaran, dan sampai saat ketika tiap-tiap orang mulai memenuhi tugas mereka—Tuhan menyimpan catatan dari segala macam perilaku yang dilakukan oleh setiap orang. Ketika memenuhi tugas mereka dan diperhadapkan dengan semua jenis lingkungan dan ujian, seperti apakah sikap orang? Bagaimana mereka berkinerja? Bagaimana perasaan mereka terhadap Tuhan dalam hati mereka? ... Tuhan memiliki perhitungan mengenai semua ini; Dia memiliki catatan semuanya. Mungkin, dari sudut pandangmu, semua persoalan ini membingungkan. Akan tetapi, dari tempat Tuhan berdiri, semua itu sangat jernih, dan bahkan tidak ada sedikit pun kecerobohan. Ini adalah persoalan yang melibatkan kesudahan setiap orang, dan bersentuhan dengan nasib serta prospek masa depan tiap-tiap orang juga, dan lebih dari itu, di sinilah Tuhan mengerahkan seluruh jerih payah-Nya; oleh karena itu, Tuhan tidak akan pernah mengabaikannya sedikit pun atau menoleransi kecerobohan apa pun. Tuhan sedang mencatat kisah umat manusia ini, membuat sebuah catatan berisi seluruh perjalanan manusia dalam pengikutan mereka kepada Tuhan, dari awal sampai akhir. Sikapmu terhadap-Nya selama periode ini telah menentukan nasibmu. Bukankah ini benar? Sekarang, apakah engkau percaya bahwa Tuhan itu benar? Apakah tindakan-Nya tepat? Apakah engkau semua masih memiliki imajinasi lain tentang Tuhan dalam benakmu? (Tidak.) Lalu menurut pendapatmu, apakah kesudahan orang ditentukan oleh Tuhan atau ditentukan oleh manusia itu sendiri? (Ditentukan oleh Tuhan.) Siapakah yang menentukannya? (Tuhan.) Engkau tidak yakin, betul? Saudara-saudari dari Hong Kong, bicaralah—siapakah yang menentukannya? (Manusia sendirilah yang menentukannya.) Apakah manusia sendiri yang menentukannya? Bukankah jika begitu, berarti kesudahan manusia tidak ada kaitannya dengan Tuhan? Saudara dan saudari dari Korea Selatan, bicaralah. (Tuhan menentukan kesudahan manusia berdasarkan semua tindakan dan perbuatan mereka, dan sesuai dengan jalan yang mereka tempuh.) Ini sebuah respons yang sangat objektif. Ada sebuah fakta yang harus Kuberitahukan kepada engkau semua: sepanjang pekerjaan penyelamatan Tuhan, Dia telah menetapkan sebuah standar untuk manusia. Standar ini adalah bahwa mereka harus mendengarkan firman Tuhan dan berjalan dalam jalan Tuhan. Standar inilah yang digunakan untuk menimbang kesudahan orang. Jika engkau melakukan pengamalan sesuai dengan standar Tuhan ini, maka engkau dapat memperoleh kesudahan yang baik; jika engkau tidak melakukannya, maka engkau tidak dapat memperoleh kesudahan yang baik. Kalau begitu, siapa menurutmu yang menentukan kesudahan ini? Bukan Tuhan sendiri yang menentukannya, melainkan Tuhan dan manusia bersama-sama. Apakah benar demikian? (Ya.) Mengapa demikian? Ini karena Tuhanlah yang secara aktif ingin terlibat dalam pekerjaan penyelamatan umat manusia dan menyiapkan tempat tujuan yang indah untuk umat manusia; manusia adalah sasaran pekerjaan Tuhan, dan kesudahan ini, tempat tujuan ini, adalah apa yang Tuhan siapkan untuk mereka. Jika tidak ada sasaran untuk Dia kerjakan, maka Dia tidak perlu melakukan pekerjaan ini; jika Dia tidak melakukan pekerjaan ini, maka manusia tidak dapat memiliki kesempatan untuk memperoleh keselamatan. Manusia adalah mereka yang harus diselamatkan, dan kendati diselamatkan merupakan peran pasif dalam proses ini, sikap orang-orang yang melakoni peran inilah yang menentukan apakah Tuhan akan berhasil atau tidak dalam pekerjaan-Nya untuk menyelamatkan umat manusia. Jika bukan karena tuntunan yang Tuhan berikan kepadamu, maka engkau tidak mungkin mengetahui standar-Nya, dan engkau juga tidak akan memiliki tujuan. Jika engkau memiliki standar ini, tujuan ini, tetapi engkau tetap tidak bekerja sama, melakukan pengamalan, atau membayar harganya, maka engkau tidak akan memperoleh kesudahan ini. Oleh sebab inilah, Aku mengatakan bahwa kesudahan seseorang tidak dapat dipisahkan dari Tuhan, dan juga tidak dapat dipisahkan dari orang tersebut. Jadi, sekarang, engkau semua mengetahui siapa yang menentukan kesudahan orang.

Dikutip dari "Bagaimana Mengetahui Watak Tuhan dan Hasil yang Akan Dicapai Pekerjaan-Nya" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 15

Orang Cenderung Mendefinisikan Tuhan Berdasarkan Pengalaman

Ketika menyampaikan topik tentang mengenal Tuhan, apakah engkau semua memperhatikan sesuatu? Apakah engkau semua memperhatikan bahwa sikap-Nya hari-hari ini telah mengalami transformasi? Apakah sikap-Nya terhadap manusia tidak bisa berubah? Akankah Dia selalu bertahan seperti ini, mengulurkan segenap kasih dan rahmat-Nya kepada manusia tanpa batas? Perkara ini juga melibatkan esensi Tuhan. ... Saat mengetahui bahwa Tuhan mengasihi umat manusia, mereka mendefinisikan Dia sebagai simbol kasih: mereka yakin bahwa apa pun yang orang lakukan, bagaimanapun mereka berperilaku, bagaimanapun mereka memperlakukan Tuhan, dan betapa tidak taatnya pun mereka, tidak satu pun dari hal ini benar-benar penting, karena Tuhan memiliki kasih, dan kasih-Nya tidak terbatas dan tidak dapat diukur; Tuhan memiliki kasih, jadi Dia bisa bersikap toleran terhadap orang-orang; dan Tuhan memiliki kasih, sehingga Dia bisa bersikap penyayang terhadap orang, berbelas kasih terhadap ketidakmatangan mereka, berbelas kasih terhadap ketidaktahuan mereka, dan berbelas kasih terhadap ketidaktaatan mereka. Apakah benar demikian? Bagi beberapa orang, ketika mereka telah mengalami kesabaran Tuhan sekali atau bahkan beberapa kali, mereka akan memperlakukan pengalaman ini sebagai modal dalam pemahaman mereka sendiri tentang Tuhan, percaya bahwa Dia akan selamanya sabar dan penyayang terhadap mereka, dan kemudian, sepanjang hidup, mereka akan memegang kesabaran Tuhan ini dan menganggapnya sebagai standar yang digunakan-Nya untuk memperlakukan mereka. Ada juga orang yang setelah mengalami toleransi Tuhan satu kali, selamanya mendefinisikan Tuhan penuh toleransi—dan dalam benak mereka, toleransi ini tidak terbatas, tanpa syarat, dan bahkan sama sekali tanpa prinsip. Apakah keyakinan semacam ini benar? Setiap kali hal-hal penting tentang esensi Tuhan atau watak Tuhan dibahas, engkau semua tampak bingung. Melihatmu seperti ini membuat-Ku sangat cemas. Engkau semua telah mendengar banyak kebenaran tentang esensi Tuhan; engkau semua juga telah mendengarkan banyak sekali pembahasan mengenai watak-Nya. Akan tetapi, dalam benakmu, persoalan ini dan kebenaran dari aspek-aspek ini hanyalah ingatan yang didasarkan pada teori dan perkataan tertulis; dalam kehidupanmu sehari-hari, tidak pernah seorang pun dari antara engkau semua mampu mengalami atau melihat watak Tuhan sesungguhnya seperti apa. Demikianlah, engkau semua bodoh dan bingung dalam kepercayaanmu; engkau semua percaya tanpa pengertian, sampai pada titik di mana engkau semua memiliki sikap yang tidak hormat terhadap Tuhan, dan bahkan mengesampingkan diri-Nya. Apakah akibatnya jika engkau semua memiliki sikap semacam ini terhadap Tuhan? Itu membuatmu selalu membuat kesimpulan tentang Tuhan. Begitu engkau semua telah memperoleh sedikit pengetahuan, engkau pun merasa sangat puas, seakan-akan engkau telah memperoleh Tuhan dalam keseluruhan-Nya. Setelah itu, engkau menyimpulkan bahwa seperti inilah Tuhan itu, dan engkau tidak membiarkan-Nya bergerak bebas. Terlebih lagi, setiap kali Tuhan melakukan sesuatu yang baru, engkau dengan mudahnya menolak untuk mengakui bahwa Dia adalah Tuhan. Suatu hari, ketika Tuhan berkata, "Aku tidak lagi mengasihi umat manusia; Aku tidak akan mengulurkan belas kasih lagi kepada manusia; Aku tidak memiliki toleransi atau kesabaran lebih lanjut terhadap mereka; Aku meluap-luap dengan kebencian yang ekstrem dan antipati terhadap mereka," pernyataan semacam ini akan menimbulkan konflik dalam lubuk hati orang. Beberapa dari mereka bahkan akan berkata: "Engkau bukan lagi Tuhanku; Engkau bukan lagi Tuhan yang ingin Aku ikuti. Jika ini apa yang Engkau katakan, maka Engkau tidak lagi memenuhi syarat untuk menjadi Tuhanku, dan Aku tidak perlu terus mengikuti-Mu. Jika Engkau tidak mau lagi memberiku rahmat, kasih, dan toleransi, maka aku akan berhenti mengikuti-Mu. Jika Engkau bersikap toleran terhadapku tanpa batas, senantiasa sabar terhadapku, dan memungkinkanku melihat bahwa Engkau adalah kasih, bahwa Engkau adalah kesabaran, dan bahwa Engkau adalah toleransi, barulah aku bisa mengikuti-Mu, dan barulah aku akan bisa memiliki kepercayaan diri untuk mengikuti-Mu hingga akhir. Karena aku memiliki kesabaran dan belas kasih-Mu, ketidaktaatan dan pelanggaranku bisa dimaafkan dan diampuni tanpa batas, dan aku bisa berdosa kapan pun dan di mana pun, mengakui dosa dan diampuni kapan pun dan di mana pun, dan membuat-Mu marah kapan pun dan di mana pun. Engkau seharusnya tidak memiliki pendapat atau menarik kesimpulan apa pun mengenai diriku." Meski tak seorang pun dari engkau semua memikirkan tentang persoalan semacam ini secara sangat subjektif atau sengaja, kapan pun engkau menganggap Tuhan sebagai alat untuk dimanfaatkan untuk mengampunimu dari dosa-dosamu atau objek yang dimanfaatkan untuk memperoleh tempat tujuan yang indah, engkau secara halus telah menempatkan Tuhan yang hidup dalam posisi berseberangan dengan dirimu, sebagai musuhmu. Inilah yang Kulihat. Engkau mungkin terus mengatakan hal-hal semacam, "Aku percaya kepada Tuhan," "Aku mencari kebenaran," "Aku ingin mengubah watakku," "Aku ingin menghancurkan pengaruh kegelapan," "Aku ingin memuaskan Tuhan," "Aku ingin tunduk kepada Tuhan," "Aku ingin setia kepada Tuhan, dan melaksanakan tugasku dengan baik," dan seterusnya. Akan tetapi, semanis apa pun kedengarannya kata-katamu, sebanyak apa pun teori yang engkau mungkin ketahui, dan semengesankan atau seagung apa pun teori itu, faktanya adalah bahwa sekarang ada banyak orang dari antara engkau semua yang telah belajar cara menggunakan peraturan, doktrin, teori yang telah engkau kuasai untuk menarik kesimpulan tentang Tuhan, dan dengan demikian menempatkan Dia dalam posisi yang tentu saja berseberangan dengan dirimu. Meskipun engkau mungkin telah menguasai hukum yang tertulis dan doktrin, engkau belum benar-benar memasuki kenyataan kebenaran, jadi sangat sulit bagimu untuk dekat dengan Tuhan, untuk mengenal Dia, dan untuk memahami-Nya. Ini sungguh patut disesalkan!

Dikutip dari "Bagaimana Mengetahui Watak Tuhan dan Hasil yang Akan Dicapai Pekerjaan-Nya" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 16

Sikap Tuhan Terhadap Mereka yang Melarikan Diri Selama Pekerjaan-Nya

Ada orang semacam ini di mana-mana: setelah mereka yakin akan jalan Tuhan, karena berbagai alasan, mereka pergi dalam diam, tanpa berpamitan, dan melakukan apa pun sesuka hati mereka. Untuk saat ini, kita tidak akan membahas alasan mengapa orang ini pergi; kita akan terlebih dahulu melihat seperti apa sikap Tuhan terhadap orang semacam ini. Ini sangat jelas! Sejak saat orang-orang ini melangkah pergi, di mata Tuhan, masa hidup iman mereka telah usai. Bukan orang itu sendiri yang mengakhirinya, tetapi Tuhan. Bahwa orang ini meninggalkan Tuhan berarti bahwa mereka sudah menolak Tuhan, bahwa mereka sudah tidak menginginkan-Nya lagi, dan bahwa mereka tidak lagi menerima penyelamatan Tuhan. Karena orang-orang semacam ini tidak menginginkan Tuhan, masih bisakah Dia menginginkan mereka? Selain itu, ketika orang-orang semacam ini memiliki sikap seperti ini, pandangan seperti ini, dan telah bertekad untuk meninggalkan Tuhan, mereka sudah mengusik watak Tuhan. Ini terlepas dari fakta bahwa mereka kemungkinan tidak marah membabi-buta dan mengutuk Tuhan, terlepas dari fakta bahwa mereka mungkin tidak terlibat dalam perilaku yang keji atau berlebih-lebihan, dan terlepas dari fakta bahwa orang-orang ini berpikir, "Jika tiba suatu hari ketika aku sudah puas bersenang-senang secara lahiriah, atau ketika aku masih membutuhkan Tuhan untuk sesuatu, aku akan kembali. Atau jika Tuhan memanggilku, aku akan kembali," atau mereka berkata, "Ketika aku terluka secara lahiriah, atau ketika aku melihat bahwa dunia di luar terlalu gelap serta terlalu jahat, dan aku tidak lagi mau mengikuti arus, aku akan kembali kepada Tuhan." Meskipun orang-orang ini telah memperhitungkan dalam benak mereka kapan tepatnya mereka akan kembali, dan meskipun mereka telah berusaha untuk membiarkan pintu terbuka untuk kembalinya mereka, mereka tidak menyadari bahwa apa pun yang mereka percayai atau bagaimanapun mereka berencana, semua ini hanyalah angan-angan. Kesalahan terbesar mereka adalah tidak mengerti tentang seperti apa perasaan Tuhan terhadap keinginan mereka untuk pergi. Sejak saat ketika mereka memutuskan untuk meninggalkan Tuhan, Dia meninggalkan mereka sepenuhnya; pada saat itu, Dia telah menentukan kesudahan orang semacam itu di dalam hati-Nya. Apakah kesudahan tersebut? Kesudahannya adalah bahwa orang ini akan menjadi salah seekor tikus, dan oleh karena itu, akan binasa bersama dengan mereka. Jadi, orang sering melihat situasi semacam ini: seseorang meninggalkan Tuhan, tetapi selanjutnya tidak menerima hukuman. Tuhan bekerja sesuai dengan prinsip-Nya sendiri; beberapa hal dapat dilihat, sedangkan yang lain hanya disimpulkan dalam hati Tuhan, jadi orang tidak bisa melihat hasilnya. Bagian yang bisa dilihat oleh manusia bukan selalu sisi sebenarnya dari hal tersebut, tetapi sisi lainnya—sisi yang engkau tidak lihat—sungguh-sungguh mengandung pikiran dan kesimpulan sebenarnya dari hati Tuhan.

Orang yang Melarikan Diri Selama Pekerjaan Tuhan adalah Mereka yang Meninggalkan Jalan yang Benar

Jadi, bagaimana Tuhan bisa memberi orang-orang semacam ini hukuman seberat itu? Mengapa Dia begitu marah terhadap mereka? Pertama-tama, kita semua tahu bahwa watak Tuhan adalah kemegahan dan murka; Dia bukan seekor domba untuk disembelih oleh siapa pun; apalagi boneka untuk dikendalikan oleh orang semau mereka. Dia juga bukan sehembus udara hampa untuk diperintah ke sana kemari. Jika engkau sungguh-sungguh percaya bahwa Tuhan ada, engkau seharusnya memiliki hati yang takut akan Tuhan, dan engkau seharusnya tahu bahwa esensi-Nya bukan untuk dibuat marah. Kemarahan ini dapat disebabkan oleh perkataan, atau mungkin pikiran, atau mungkin beberapa macam perilaku keji, atau mungkin bahkan perilaku ringan—perilaku yang dimaklumi di mata dan etika manusia; atau, mungkin diprovokasi oleh sebuah doktrin atau teori. Akan tetapi, begitu engkau telah membuat Tuhan marah, kesempatanmu sirna dan hari akhirmu telah tiba. Ini adalah hal yang sangat menakutkan! Jika engkau tidak memahami bahwa Tuhan tidak boleh disinggung, maka engkau mungkin tidak gentar akan Dia, dan mungkin engkau dengan rutin terus menyinggung-Nya. Jika engkau tidak tahu bagaimana takut akan Tuhan, maka engkau tidak mampu untuk takut akan Tuhan, dan engkau tidak akan mengetahui cara menempatkan dirimu pada jalur berjalan di jalan Tuhan—takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Setelah engkau mulai tahu, dan menyadari bahwa Tuhan tidak boleh disinggung, engkau akan mengetahui seperti apakah takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan itu.

Berjalan di jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan tidak selalu berarti seberapa banyak kebenaran yang engkau ketahui, seberapa banyak ujian yang telah engkau alami, atau seberapa sering engkau telah didisiplinkan. Sebaliknya, itu bergantung pada sikap semacam apa yang kaumiliki dalam hatimu terhadap Tuhan, dan esensi apa yang engkau ungkapkan. Esensi orang dan sikap subjektif mereka—semua ini sangat penting, sangat menentukan. Mengenai mereka yang telah menolak dan meninggalkan Tuhan, sikap mereka yang hina terhadap-Nya dan hati mereka yang membenci kebenaran telah mengusik watak-Nya, jadi, menurut pandangan-Nya, mereka tidak akan pernah diampuni. Mereka sudah mengetahui keberadaan Tuhan, sudah dikabari bahwa Dia sudah datang, dan bahkan sudah mengalami pekerjaan baru Tuhan. Kepergian mereka bukan karena tertipu atau bingung, apalagi karena mereka dipaksa pergi. Sebaliknya, mereka memilih secara sadar, dan dengan pikiran jernih, untuk meninggalkan Tuhan. Kepergian mereka bukan persoalan karena mereka tersesat, ataupun karena mereka tersingkir. Jadi, di mata Tuhan, mereka bukan domba-domba yang tersesat dari kawanan domba, apalagi anak hilang yang tersesat. Mereka pergi tanpa peduli konsekuensinya—dan kondisi demikian, situasi demikian, mengusik watak Tuhan, dan karena perasaan terusik inilah Dia memberi mereka kesudahan tanpa harapan. Bukankah kesudahan semacam ini mengerikan? Oleh sebab itu, jika orang tidak mengenal Tuhan, mereka bisa menyinggung-Nya. Ini bukan perkara kecil! Jika orang tidak menanggapi sikap Tuhan secara serius, dan tetap percaya bahwa Dia sedang menantikan kembalinya mereka—karena mereka adalah beberapa domba milik-Nya yang hilang dan Tuhan masih menunggu hati mereka berubah, maka mereka tidak jauh dari hari penghukuman mereka. Tuhan bukan saja akan menolak menerima mereka—berhubung ini adalah kedua kalinya mereka mengusik watak-Nya, perkara ini bahkan lebih mengerikan! Sikap tanpa hormat orang-orang ini telah melanggar ketetapan administratif Tuhan. Apakah Dia masih akan menerima mereka? Dalam hati-Nya, prinsip Tuhan mengenai perkara ini adalah bahwa ketika seseorang sudah memperoleh kepastian tentang jalan yang benar, tetapi tetap bisa secara sadar dan dengan pikiran yang jernih menolak Tuhan dan meninggalkan Tuhan, maka Dia akan menutup jalan menuju keselamatan bagi orang semacam itu, dan bagi orang ini, gerbang ke dalam kerajaan sejak saat itu akan tertutup. Ketika orang ini datang mengetuk sekali lagi, Tuhan tidak akan membukakan pintu; orang ini akan dibiarkan berada di luar untuk selamanya. Mungkin beberapa dari engkau semua telah membaca kisah Musa dalam Alkitab. Setelah Musa diurapi oleh Tuhan, 250 orang pemimpin mengungkapkan ketidaktaatan mereka terhadap Musa karena tindakannya dan karena berbagai alasan lainnya. Kepada siapa mereka menolak untuk tunduk? Bukan kepada Musa. Mereka menolak untuk tunduk kepada pengaturan Tuhan; mereka menolak untuk tunduk kepada pekerjaan Tuhan dalam persoalan ini. Mereka mengatakan kalimat ini: "Sekarang cukuplah itu! Segenap umat itu kudus, masing-masing dari mereka kudus, dan Yahweh ada di tengah-tengah mereka ...." Apakah kata-kata dan kalimat ini sangat serius dari sudut pandang manusia? Tidak serius! Setidaknya, makna harfiah dari kata-kata ini tidak serius. Dalam arti hukum, kata-kata itu tidak melanggar hukum apa pun, karena secara lahiriah, ini bukan bahasa atau kosakata yang tidak bersahabat, apalagi mengandung konotasi menghujat. Ini hanyalah kalimat umum, tidak lebih. Mengapa kata-kata ini bisa memicu kemarahan Tuhan sampai sedemikian rupa, kalau begitu? Ini karena kata-kata itu tidak diucapkan kepada manusia, tetapi kepada Tuhan. Sikap dan watak yang mereka ungkapkan itulah yang mengusik watak Tuhan, dan mereka menyinggung watak Tuhan yang tidak boleh disinggung. Kita semua tahu seperti apa kesudahan para pemimpin tersebut pada akhirnya. Mengenai orang-orang yang telah meninggalkan Tuhan, apakah sudut pandang mereka? Apakah sikap mereka? Dan mengapa sudut pandang dan sikap mereka menyebabkan Tuhan menangani mereka dengan cara demikian? Alasannya adalah karena walaupun mereka dengan jelas tahu bahwa Dia adalah Tuhan, mereka tetap memilih untuk mengkhianati-Nya, dan inilah alasan mengapa mereka sama sekali tidak diberi kesempatan untuk mendapatkan keselamatan. Sebagaimana tertulis dalam Alkitab: "Karena jika kita dengan sengaja berbuat dosa setelah menerima pengetahuan kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu." Apakah engkau semua sudah memiliki pemahaman yang jelas mengenai perkara ini sekarang?

Dikutip dari "Bagaimana Mengetahui Watak Tuhan dan Hasil yang Akan Dicapai Pekerjaan-Nya" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 17

Nasib Orang Diputuskan oleh Sikap Mereka Terhadap Tuhan

Tuhan adalah Tuhan yang hidup, dan sama seperti orang berkelakuan berbeda dalam situasi berbeda, sikap-Nya terhadap berbagai perilaku ini berbeda karena Dia bukanlah boneka maupun sehembus udara hampa. Mengenal sikap Tuhan adalah pengejaran yang layak dilakukan umat manusia. Orang seharusnya belajar bagaimana, dengan mengenal sikap Tuhan, mereka bisa sedikit demi sedikit memperoleh pengetahuan tentang watak Tuhan dan mulai memahami hati-Nya. Ketika engkau berangsur-angsur mulai memahami hati Tuhan, engkau tidak akan merasakan bahwa sikap takut akan Dia dan menjauhi kejahatan itu hal yang begitu sulit untuk dicapai. Selain itu, ketika engkau memahami Tuhan, engkau kemungkinan besar tidak akan menarik kesimpulan tentang diri-Nya. Begitu engkau sudah berhenti menarik kesimpulan tentang Tuhan, engkau tidak akan menyinggung-Nya, dan tanpa kausadari, Tuhan akan menuntunmu untuk memperoleh pengetahuan tentang diri-Nya; ini akan memenuhi hatimu dengan rasa hormat akan Dia. Engkau kemudian akan berhenti mendefinisikan Tuhan dengan doktrin, huruf-huruf yang tertulis, dan teori yang engkau telah kuasai. Sebaliknya, dengan terus-menerus mencari maksud Tuhan dalam semua hal, tanpa kausadari engkau akan menjadi seseorang yang berkenan di hati Tuhan.

Pekerjaan Tuhan tidak terlihat dan tidak dapat disentuh oleh manusia, tetapi menurut pendapat-Nya, tindakan setiap orang—beserta sikap mereka terhadap-Nya—bukan saja dapat diketahui oleh Tuhan, tetapi juga dapat dilihat-Nya. Ini adalah hal yang seharusnya setiap orang kenali dan pahami dengan sangat jelas. Engkau mungkin selalu bertanya kepada dirimu sendiri, "Apakah Tuhan tahu apa yang aku lakukan di sini? Apakah Dia tahu apa yang aku pikirkan saat ini? Mungkin Dia tahu, dan mungkin Dia tidak tahu." Jika engkau menggunakan sudut pandang seperti ini, yakni mengikuti dan percaya kepada Tuhan tetapi meragukan pekerjaan-Nya dan keberadaan-Nya, maka cepat atau lambat akan tiba hari ketika engkau membangkitkan kemarahan-Nya, karena engkau sudah berdiri di ambang jurang berbahaya. Aku sudah melihat orang yang percaya terhadap Tuhan selama bertahun-tahun, tetapi masih belum memperoleh kebenaran kenyataan, apalagi memahami kehendak Tuhan. Orang-orang ini tidak membuat kemajuan apa pun dalam kehidupan dan tingkat pertumbuhan mereka, hanya menaati doktrin-doktrin yang paling dangkal. Ini karena orang-orang semacam ini tidak pernah menjadikan firman Tuhan sebagai kehidupan itu sendiri, dan mereka tidak pernah menghadapi dan menerima keberadaan-Nya. Apakah engkau berpikir bahwa ketika melihat orang-orang semacam itu, Tuhan dipenuhi dengan kesenangan? Apakah mereka menghibur Dia? Demikianlah, cara orang percaya kepada Tuhanlah yang menentukan nasib mereka. Sehubungan dengan cara orang mencari Tuhan dan cara mereka mendekati-Nya, sikap mereka merupakan hal terpenting. Jangan mengabaikan Tuhan seakan-akan Dia hanyalah udara hampa yang mengambang di belakang kepalamu; selalu pikirkan Tuhan yang engkau percayai sebagai Tuhan yang hidup, Tuhan yang nyata. Dia tidak duduk diam di atas sana di surga tingkat ketiga tanpa melakukan apa pun. Sebaliknya, Dia terus-menerus menyelidiki hati semua orang, mengamati apa yang engkau rencanakan, mengawasi setiap perkataan dan setiap perbuatanmu, sekecil apa pun, mengamati cara engkau berperilaku, dan melihat seperti apa sikapmu terhadap-Nya. Entah engkau bersedia mempersembahkan dirimu kepada Tuhan atau tidak, semua perilaku serta pikiran dan gagasanmu yang terdalam terbuka lebar di hadapan-Nya dan diperhatikan oleh-Nya. Akibat perilakumu, akibat perbuatanmu, dan akibat sikapmu terhadap-Nya, pendapat Tuhan tentang dirimu dan sikap-Nya terhadapmu terus-menerus berubah. Aku hendak menawarkan sedikit nasihat kepada beberapa orang: jangan menempatkan dirimu seperti bayi kecil di tangan Tuhan, seolah-olah Dia seharusnya memberikan kasih sayang kepadamu, seolah-olah Dia tidak pernah bisa meninggalkanmu, dan seolah-olah sikap-Nya terhadapmu tetap dan tidak pernah berubah, dan Kunasihatkan kepadamu untuk berhenti bermimpi! Tuhan itu benar dalam perlakuan-Nya terhadap setiap orang dan Dia sungguh-sungguh dalam pendekatan-Nya terhadap pekerjaan menaklukkan dan menyelamatkan orang. Inilah pengelolaan-Nya. Dia memperlakukan setiap orang dengan serius, dan bukan seperti hewan peliharaan yang diajak bermain. Kasih Tuhan untuk manusia bukanlah kasih yang memberi hati atau memanjakan, demikian juga, belas kasih dan toleransi-Nya terhadap umat manusia tidak memanjakan atau kurang awas. Sebaliknya, kasih Tuhan untuk manusia mencakup menyayangi, mengasihani, dan menghormati kehidupan; belas kasih dan toleransi-Nya menyampaikan apa yang diharapkan-Nya dari mereka, dan itulah yang dibutuhkan umat manusia untuk bertahan hidup. Tuhan itu hidup, dan Tuhan benar-benar ada; sikap-Nya terhadap umat manusia berprinsip, sama sekali bukan serangkaian aturan dogmatis, dan itu bisa berubah. Niat-Nya terhadap umat manusia berubah secara bertahap dan bertransformasi seiring waktu, tergantung pada keadaan yang timbul, dan seiring dengan sikap setiap orang. Oleh karena itu, engkau perlu mengetahui dalam hatimu dengan sejernih-jernihnya bahwa esensi Tuhan tidak dapat berubah, dan bahwa watak-Nya akan muncul di waktu-waktu berbeda, dan dalam konteks berbeda. Engkau mungkin tidak berpikir bahwa ini hal yang serius, dan engkau mungkin menggunakan gagasan pribadimu sendiri untuk membayangkan bagaimana Tuhan seharusnya bertindak. Akan tetapi, ada kalanya ketika kebalikan total dari sudut pandangmu adalah yang benar, dan dengan menggunakan gagasan pribadimu sendiri untuk berusaha mengukur Tuhan, engkau sudah membuat-Nya marah. Ini karena Tuhan tidak bekerja dengan cara seperti yang engkau pikir dilakukan-Nya, maupun memperlakukan perkara ini seperti yang engkau katakan akan Dia lakukan. Dengan begitu, Aku mengingatkanmu agar berhati-hati dan bijaksana dalam pendekatanmu terhadap segala sesuatu di sekitarmu, dan belajar bagaimana mengikuti prinsip berjalan dalam jalan Tuhan dalam segala hal—yaitu takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Engkau harus mengembangkan pemahaman yang mantap sehubungan dengan perkara kehendak Tuhan dan sikap Tuhan, engkau harus mencari orang yang sudah dicerahkan untuk menyampaikan hal-hal ini kepadamu, dan engkau harus mencari dengan sungguh-sungguh. Jangan pandang Tuhan yang engkau percayai sebagai boneka—menghakimi-Nya sesuka hati, mencapai kesimpulan tentang Dia secara sembarangan, dan tidak memperlakukan-Nya dengan rasa hormat yang layak Dia dapatkan. Selagi Tuhan memberikan keselamatan kepada-Mu dan menentukan kesudahanmu, Dia dapat menganugerahkan kepadamu belas kasih, atau toleransi, atau penghakiman dan hajaran, tetapi bagaimanapun juga, sikap-Nya terhadapmu tidak tetap. Itu tergantung pada sikapmu sendiri terhadap-Nya, dan juga pemahamanmu akan Dia. Jangan biarkan satu pun aspek sepintas lalu dari pengetahuan atau pemahamanmu tentang Tuhan mendefinisikan diri-Nya untuk selama-lamanya. Jangan percaya kepada Tuhan yang mati; percayalah kepada Tuhan yang hidup. Ingatlah ini! Meski Aku sudah membahas beberapa kebenaran di sini—kebenaran yang engkau perlu dengar—dengan mempertimbangkan keadaan dan tingkat pertumbuhanmu saat ini, Aku tidak akan membuat tuntutan lebih besar darimu saat ini, supaya tidak menyurutkan semangatmu. Bertindak demikian bisa memenuhi hatimu dengan terlalu banyak kemuraman, dan membuat engkau semua merasakan terlalu banyak kekecewaan terhadap Tuhan. Sebaliknya, Aku berharap engkau semua bisa menggunakan kasih kepada Tuhan yang kaumuliki di dalam hatimu, dan menerapkan sikap yang penuh rasa hormat terhadap Tuhan saat menapaki jalan yang membentang di depan. Jangan asal memahami persoalan tentang bagaimana percaya kepada Tuhan; perlakukanlah hal ini sebagai salah satu persoalan terbesar yang ada. Tempatkan itu dalam hatimu, terapkanlah itu, dan hubungkan itu dengan kehidupan nyata; jangan mengatakannya di bibir saja—karena ini adalah persoalan hidup dan mati, dan inilah yang akan menentukan nasibmu. Jangan memperlakukannya seperti lelucon atau mainan anak kecil! Setelah berbagi firman ini dengan engkau semua hari ini, Aku bertanya-tanya seberapa banyak pemahaman yang telah dipetik oleh pikiranmu. Apakah ada pertanyaan yang ingin engkau semua ajukan tentang apa yang baru saja Aku katakan hari ini?

Meskipun topik-topik ini sedikit baru, dan sedikit berbeda dari pandanganmu, dari pengejaranmu biasanya, dan apa yang cenderung engkau perhatikan, Kurasa begitu semua itu engkau persekutukan selama jangka waktu tertentu, engkau semua akan mengembangkan pemahaman umum tentang segala sesuatu yang sudah Aku katakan di sini. Semua topik ini sangat baru, dan belum pernah engkau semua pertimbangkan sebelumnya, jadi Aku berharap bahwa semua itu tidak menambah bebanmu dengan cara apa pun. Aku bukan mengatakan firman ini sekarang untuk menakut-nakuti engkau semua, maupun menggunakannya sebagai cara untuk menanganimu; sebaliknya, tujuan-Ku adalah membantumu memahami fakta yang sesungguhnya tentang apa yang benar. Berhubung ada kesenjangan antara umat manusia dan Tuhan, meskipun orang percaya kepada Tuhan, mereka tidak pernah memahami-Nya atau mengetahui sikap-Nya. Manusia juga tidak pernah sangat antusias dalam kekhawatiran mereka terhadap sikap Tuhan. Sebaliknya, mereka telah percaya dan melangkah tanpa pengertian, dan ceroboh dalam pengetahuan dan pemahaman mereka akan Tuhan. Oleh karena itu, Aku merasa harus membereskan persoalan ini untukmu, dan membantumu memahami seperti apakah Tuhan yang engkau semua percayai ini, dan juga apa yang Dia pikirkan, apa sikap-Nya dalam perlakuan-Nya terhadap bermacam-macam orang, seberapa jauh engkau semua dari memenuhi persyaratan-Nya, dan betapa besarnya perbedaan antara tindakanmu dan standar yang Dia tuntut. Tujuan memberitahumu mengenai hal-hal ini adalah memberimu patokan untuk mengukur dirimu sendiri, dan agar engkau akan mengetahui hasil seperti apa yang dihasilkan oleh jalan yang telah engkau semua lalui, apa yang belum engkau semua peroleh di sepanjang jalan ini, dan dalam bidang apa saja engkau semua belum melibatkan diri. Selagi berkomunikasi dengan satu sama lain, engkau semua biasanya membicarakan sejumlah topik bahasan umum yang berlingkup sempit dan bermuatan dangkal. Ada jarak, suatu jurang pemisah, antara yang engkau semua bahas dan maksud Tuhan, dan juga antara pembahasanmu dan lingkup serta standar tuntutan Tuhan. Menjalani hidup seperti ini dari waktu ke waktu akan mengakibatkanmu menyimpang semakin jauh dari jalan Tuhan. Engkau semua hanya memegang perkataan Tuhan saat ini dan mengubahnya menjadi objek penyembahan, dan memandangnya sebagai ritual dan peraturan. Hanya itulah yang kauperbuat! Pada kenyataan sebenarnya, Tuhan sama sekali tidak memiliki tempat di hatimu, dan Dia tidak pernah benar-benar mendapatkan hatimu. Beberapa orang berpikir bahwa mengenal Tuhan itu sangat sulit, dan memang benar demikian. Itu memang sulit! Jika orang disuruh melakukan tugas mereka dan menyelesaikan urusan secara lahiriah, dan bekerja keras, maka mereka akan berpikir bahwa percaya kepada Tuhan sangat mudah, karena semua hal tersebut tercakup dalam lingkup kemampuan manusia. Akan tetapi, begitu topik beralih ke maksud Tuhan dan sikap-Nya terhadap umat manusia, maka dari sudut pandang semua orang, hal-hal benar-benar menjadi lebih sulit. Itu karena ini melibatkan pemahaman orang akan kebenaran dan jalan masuk mereka ke dalam kenyataan; jadi, tentu saja akan ada tingkat kesulitan! Kendati demikian, begitu engkau melewati pintu pertama dan mulai memperoleh jalan masuk, hal-hal secara bertahap menjadi lebih mudah.

Dikutip dari "Bagaimana Mengetahui Watak Tuhan dan Hasil yang Akan Dicapai Pekerjaan-Nya" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 18

Titik Awal Takut akan Tuhan adalah Memperlakukan Dia Sebagai Tuhan

Baru-baru ini, seseorang mengajukan pertanyaan: Bagaimana mungkin bahwa sekalipun kami mengenal Tuhan lebih dari Ayub mengenal-Nya, kami masih tidak bisa menghormati Dia? Kita sempat sedikit menyinggung tentang perkara ini, bukan? Kita sebenarnya juga telah membahas esensi dari pertanyaan ini sebelumnya, yaitu kenyataan bahwa meskipun Ayub tidak mengenal Tuhan pada saat itu, dia tetap memperlakukan-Nya sebagai Tuhan, dan menganggap-Nya sebagai Tuan atas surga dan bumi dan segala sesuatu. Ayub tidak menganggap Tuhan sebagai musuh; sebaliknya, dia menyembah-Nya sebagai Pencipta segala sesuatu. Mengapa orang zaman sekarang sangat menentang Tuhan? Mengapa mereka tidak mampu menghormati Dia? Salah satu alasannya adalah mereka telah dirusak sedemikian dalam oleh Iblis, dan dengan natur iblis mereka yang tertanam begitu dalam, mereka telah menjadi musuh Tuhan. Jadi, meskipun mereka percaya kepada Tuhan dan mengakui Tuhan, mereka masih mampu menentang Dia dan menempatkan diri mereka sebagai penentang-Nya. Ini ditentukan oleh natur manusia. Alasan lainnya adalah, terlepas dari kepercayaan mereka kepada Tuhan, orang sama sekali tidak memperlakukan-Nya sebagai Tuhan. Mereka malah menganggap Dia sebagai lawan umat manusia, menganggap-Nya sebagai musuh mereka, dan merasa bahwa mereka tidak dapat didamaikan dengan Tuhan. Sesederhana itu saja. Bukankah perkara ini telah disinggung dalam sesi kita sebelumnya? Pikirkan: bukankah itu alasannya? Engkau mungkin memiliki sedikit pengetahuan tentang Tuhan, tetapi apa yang terkandung dalam pengetahuan ini? Bukankah ini yang dibicarakan oleh setiap orang? Bukankah itulah yang Tuhan katakan kepadamu? Engkau hanya mengenal aspek teoretis dan doktrin darinya—tetapi pernahkah engkau menghargai wajah sejati Tuhan? Apakah engkau memiliki pengetahuan yang subjektif? Apakah engkau memiliki pengetahuan dan pengalaman praktis? Seandainya Tuhan tidak memberitahumu, bisakah engkau tahu? Pengetahuan teoretismu tidak merepresentasikan pengetahuan yang nyata. Singkatnya, seberapa banyak pun yang engkau ketahui atau bagaimana engkau dapat mengetahuinya, sebelum engkau memperoleh pemahaman yang nyata tentang Tuhan, Dia akan menjadi musuhmu, dan sebelum engkau benar-benar mulai memperlakukan Tuhan sebagai Tuhan, Dia akan melawanmu, karena engkau merupakan perwujudan Iblis.

Jika engkau bersama dengan Kristus, mungkin engkau bisa menyajikan bagi-Nya makanan tiga kali sehari, atau mungkin menyajikan teh bagi-Nya dan memperhatikan kebutuhan hidup-Nya; engkau akan tampaknya telah memperlakukan Kristus sebagai Tuhan. Kapan pun sesuatu terjadi, sudut pandang orang selalu bertentangan dengan sudut pandang Tuhan; orang selalu gagal memahami dan menerima sudut pandang Tuhan. Meskipun orang mungkin bersahabat dengan Tuhan secara lahiriah, bukan berarti bahwa mereka sesuai dengan Tuhan. Segera setelah sesuatu terjadi, kebenaran tentang ketidaktaatan umat manusia pun muncul, sehingga menegaskan permusuhan yang ada di antara manusia dan Tuhan. Permusuhan ini bukan dikarenakan Tuhan menentang manusia atau karena Tuhan ingin bermusuhan dengan mereka, dan bukan karena Dia menempatkan manusia berseberangan dengan-Nya dan selanjutnya memperlakukan mereka sedemikian rupa. Sebaliknya, ini adalah masalah esensi yang bertentangan terhadap Tuhan, yang tersembunyi dalam kehendak subjektif manusia dan dalam pikiran bawah sadar mereka. Karena orang beranggapan bahwa semua yang berasal dari Tuhan sebagai objek penelitian mereka, tanggapan mereka terhadap hal yang berasal dari Tuhan dan terhadap segala sesuatu yang melibatkan Tuhan, di atas segalanya, adalah menebak, meragukan, dan kemudian dengan cepat mengambil suatu sikap yang berkonflik dan menentang Tuhan. Segera setelah itu, membawa suasana hati yang negatif ke dalam perselisihan atau persaingan dengan Tuhan, bahkan sampai pada titik meragukan apakah Tuhan semacam ini layak untuk diikuti. Terlepas dari kenyataan bahwa rasionalitas mereka mengatakan kepada mereka bahwa mereka tidak boleh terus bertindak dengan cara seperti ini, mereka akan tetap memilih untuk melakukannya sekalipun tidak berniat begitu, sedemikian rupa, sehingga mereka akan tetap melanjutkan tanpa ragu sampai akhir. Sebagai contoh, seperti apakah reaksi pertama dari beberapa orang ketika mereka mendengar desas-desus atau percakapan fitnah tentang Tuhan? Reaksi pertama mereka adalah bertanya-tanya apakah desas-desus ini benar atau tidak dan apakah desas-desus ini ada atau tidak, dan kemudian mengambil sikap tunggu dahulu. Mereka pun mulai berpikir, "Tidak ada cara lain untuk memastikan hal ini. Benarkah itu terjadi? Apakah desas-desus ini benar atau tidak?" Meskipun orang-orang seperti ini tidak menunjukkannya secara lahiriah, di dalam hati, mereka sudah mulai ragu, dan sudah mulai menyangkal Tuhan. Apa esensi dari sikap semacam ini dan sudut pandang sedemikian? Bukankah ini pengkhianatan? Sebelum mereka diperhadapkan dengan perkara ini, engkau tidak bisa melihat seperti apa sudut pandang orang-orang ini; tampaknya mereka tidak berkonflik dengan Tuhan, dan seolah-olah mereka tidak menganggap-Nya sebagai musuh. Akan tetapi, segera setelah mereka diperhadapkan dengan masalah, mereka segera memihak Iblis dan menentang Tuhan. Apakah artinya ini? Ini berarti bahwa manusia dan Tuhan bertentangan! Itu bukan berarti Tuhan menganggap umat manusia sebagai musuh, tetapi menandakan bahwa esensi utama umat manusia itu sendiri bermusuhan terhadap Tuhan. Seberapa lama pun seseorang telah mengikuti Dia atau seberapa besar harga yang telah mereka bayar, dan bagaimanapun mereka memuji Tuhan, bagaimana mereka mungkin menahan diri untuk tidak menentang Dia, dan bahkan sekuat apa pun mereka mendesak diri mereka untuk mengasihi Tuhan, mereka tidak pernah bisa berhasil memperlakukan Tuhan sebagai Tuhan. Bukankah ini ditentukan oleh esensi orang? Jika engkau memperlakukan Dia sebagai Tuhan, dan benar-benar percaya bahwa Dia adalah Tuhan, masih bisakah engkau memiliki keraguan apa pun terhadap-Nya? Mungkinkah hatimu masih menyimpan tanda tanya apa pun mengenai diri-Nya? Tidak mungkin ada, bukan? Kecenderungan dunia ini begitu jahat, demikian juga ras manusia ini; jadi, bagaimana mungkin engkau tidak memiliki pemahaman apa pun tentang mereka? Engkau sendiri begitu jahat, jadi bagaimana mungkin engkau tidak memiliki pemahaman apa pun tentang itu? Namun, cukup beberapa desas-desus, dan beberapa fitnah, dapat membangkitkan kecurigaan sebesar itu tentang Tuhan, dan membuatmu mengimajinasikan begitu banyak hal, yang menunjukkan betapa belum dewasanya tingkat pertumbuhanmu! Hanya "dengungan" beberapa nyamuk dan beberapa lalat menjijikkan—itu saja sudah cukup untuk menipumu? Orang macam apakah ini? Apakah engkau mengetahui apa yang Tuhan pikirkan tentang orang-orang semacam ini? Sikap Tuhan sebenarnya sangat jelas sehubungan dengan cara Dia memperlakukan mereka. Perlakuan Tuhan terhadap semua orang ini hanyalah tidak mengacuhkan mereka—sikap-Nya adalah tidak memberi mereka perhatian apa pun, dan tidak menanggap serius orang-orang bodoh ini. Mengapa demikian? Ini karena dalam hati Tuhan, Dia tidak pernah berencana untuk mendapatkan orang-orang yang telah bersumpah memusuhi-Nya sampai akhir dan yang tidak pernah berencana mencari jalan agar menjadi sesuai dengan-Nya. Mungkin, semua firman yang sudah Aku ucapkan ini dapat menyakiti sejumlah orang. Jadi, apakah engkau semua bersedia untuk selalu membiarkan-Ku menyakitimu seperti ini? Entah engkau bersedia atau tidak, semua yang Aku katakan adalah yang sebenarnya! Jika Aku selalu menyakitimu dan menyingkapkan lukamu seperti ini, apakah itu akan memengaruhi citra Tuhan yang luhur, yang kausimpan di dalam hatimu? (Tidak akan.) Aku setuju bahwa itu tidak akan terjadi, karena sesungguhnya tidak ada Tuhan di dalam hatimu. Tuhan yang luhur yang mendiami hatimu—yang engkau semua bela dan lindungi mati-matian—sama sekali bukanlah Tuhan. Sebaliknya, itu hanyalah hasil imajinasi manusia; itu sama sekali tidak ada. Oleh karena itu, jauh lebih baik jika Aku membeberkan jawaban atas teka-teki ini; bukankah ini membukakan seluruh kebenaran? Tuhan yang sesungguhnya bukanlah seperti yang dikhayalkan manusia. Aku berharap engkau semua dapat menghadapi kenyataan ini, dan hal ini akan membantu dalam pengetahuanmu tentang Tuhan.

Dikutip dari "Bagaimana Mengetahui Watak Tuhan dan Hasil yang Akan Dicapai Pekerjaan-Nya" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 19

Orang-Orang yang Tidak Diakui oleh Tuhan

Ada beberapa orang yang imannya tidak pernah diakui dalam hati Tuhan. Dengan kata lain, Tuhan tidak mengakui bahwa mereka adalah pengikut-Nya, karena Dia tidak memuji kepercayaan mereka. Karena orang-orang ini, terlepas dari berapa tahun pun mereka telah mengikuti Tuhan, gagasan dan pandangan mereka tidak pernah berubah; mereka seperti orang-orang tidak percaya, menaati prinsip dan cara orang-orang tidak percaya dalam melakukan banyak hal, serta hukum bertahan hidup dan kepercayaan orang-orang tidak percaya. Mereka tidak pernah menerima firman Tuhan sebagai hidup mereka, tidak pernah percaya bahwa firman Tuhan adalah kebenaran, tidak pernah berniat menerima keselamatan dari Tuhan, dan tidak pernah mengakui Tuhan sebagai Tuhan mereka. Mereka memandang percaya kepada Tuhan sebagai semacam hobi amatir, memperlakukan-Nya sebagai makanan rohani belaka; dengan demikian, mereka merasa bahwa mencoba memahami watak Tuhan atau esensi Tuhan tidaklah cukup berharga. Bisa dikatakan bahwa semua yang berkaitan dengan Tuhan yang sejati tidak ada kaitannya dengan orang-orang ini; mereka tidak tertarik, dan mereka tidak bisa diminta menanggapi. Ini karena dalam lubuk hati mereka, ada suara intens yang selalu mengatakan kepada mereka, "Tuhan tidak terlihat, dan tidak tersentuh, dan tidak ada." Mereka percaya bahwa mencoba memahami Tuhan semacam ini tidak sepadan dengan upaya mereka, dan dengan melakukannya, mereka akan membodohi diri mereka sendiri. Mereka yakin bahwa dengan sekadar mengakui Tuhan dengan perkataan, tanpa mengambil sikap yang nyata atau menginvestasikan diri mereka dalam tindakan nyata, mereka bersikap cukup pintar. Bagaimana Tuhan memandang orang-orang semacam ini? Dia memandang mereka sebagai orang-orang tidak percaya. Beberapa orang bertanya, "Bisakah orang-orang tidak percaya membaca firman Tuhan? Bisakah mereka memenuhi tugas mereka? Bisakah mereka mengatakan ucapan, 'Aku akan hidup untuk Tuhan'?" Apa yang sering dilihat manusia adalah tampilan yang dipamerkan orang secara lahiriah; mereka tidak melihat esensi orang. Akan tetapi, Tuhan tidak melihat tampilan yang dangkal; Dia hanya melihat esensi batiniah mereka. Karena itu, inilah jenis sikap dan definisi yang Tuhan miliki terhadap orang-orang ini. Orang-orang ini mengatakan, "Mengapa Tuhan melakukan ini? Mengapa Tuhan melakukan itu? Aku tidak bisa memahami ini; aku tidak bisa memahami itu; ini tidak sesuai dengan gagasan manusia; Engkau harus menjelaskannya kepadaku ..." Untuk menjawab ini, Aku bertanya, Apakah betul-betul perlu menjelaskan perkara-perkara ini kepadamu? Apakah perkara-perkara ini sesungguhnya ada kaitannya denganmu? Kau pikir siapa dirimu? Dari mana asalmu? Apa engkau betul-betul memenuhi syarat untuk memberi Tuhan petunjuk? Apa engkau percaya kepada-Nya? Apakah Dia mengakui imanmu? Karena imanmu tidak ada kaitannya dengan Tuhan, apa urusanmu dengan tindakan-Nya? Engkau tidak mengetahui di mana engkau berada dalam hati Tuhan, jadi bagaimana mungkin engkau memenuhi syarat untuk berdialog dengan-Nya?

Firman Peringatan

Bukankah engkau semua merasa tidak nyaman setelah mendengar berbagai pernyataan ini? Meskipun engkau semua mungkin tidak mau mendengarkannya atau tidak mau menerimanya, semua ini adalah fakta. Karena tahap pekerjaan ini akan dilakukan oleh Tuhan, jika engkau tidak peduli dengan niat-Nya, tidak mau tahu tentang sikap-Nya, dan tidak memahami esensi dan watak-Nya, maka pada akhirnya engkau akan menjadi orang yang gagal. Jangan salahkan firman-Ku karena sulit untuk didengarkan, dan jangan salahkan semua itu karena melemahkan antusiasmemu. Aku mengatakan yang sebenarnya; bukan niat-Ku untuk mengecilkan hatimu. Tidak peduli apa yang Aku minta darimu, dan tidak peduli bagaimana engkau semua dituntut untuk melakukannya, Aku berharap engkau semua berjalan di jalan yang benar, dan mengikuti jalan Tuhan, dan bahwa engkau tidak akan pernah menyimpang dari jalan yang benar. Jika engkau tidak bertindak sesuai dengan firman Tuhan atau mengikuti jalan-Nya, maka tidak ada keraguan bahwa engkau memberontak melawan Tuhan dan telah menyimpang dari jalan yang benar. Jadi, Aku merasa ada beberapa hal yang harus Aku klarifikasi untukmu, dan bahwa Aku harus membuatmu percaya dengan tegas, jelas, dan tanpa sedikit pun ketidakpastian, dan membantumu untuk memiliki pemahaman yang jelas tentang sikap Tuhan, niat-Nya, cara Dia menyempurnakan manusia, dan dengan cara seperti apa Dia menentukan kesudahan manusia. Jika tiba suatu hari ketika engkau tidak dapat menempuh jalan ini, maka Aku tidak bertanggung jawab, karena firman ini telah diucapkan kepadamu dengan sangat jelas. Terkait bagaimana engkau menangani kesudahanmu sendiri, perkara ini sepenuhnya tergantung padamu. Sehubungan dengan kesudahan berbagai macam orang, Tuhan memiliki sikap-sikap yang berbeda, Dia memiliki cara-Nya sendiri untuk menimbang mereka, dan juga standar persyaratan-Nya sendiri atas mereka. Standar-Nya dalam menimbang kesudahan orang adalah standar yang adil bagi setiap orang—tidak ada keraguan mengenai itu! Oleh karena itu, rasa takut beberapa orang tidaklah perlu. Apakah engkau semua merasa lega sekarang?

Dikutip dari "Bagaimana Mengetahui Watak Tuhan dan Hasil yang Akan Dicapai Pekerjaan-Nya" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 20

Sesungguhnya, watak Tuhan terbuka bagi semua orang dan tidak tersembunyi, karena Tuhan tidak pernah secara sadar menghindari siapa pun dan tidak pernah secara sadar berusaha menyembunyikan diri-Nya untuk mencegah orang-orang dari mengenal-Nya atau memahami-Nya. Watak Tuhan selalu terbuka dan menghadapi setiap orang dengan terus terang. Dalam pengelolaan-Nya, Tuhan melakukan pekerjaan-Nya, menghadapi semua orang, dan pekerjaan-Nya dilakukan dalam diri setiap orang. Saat Ia melakukan pekerjaan ini, Ia terus-menerus mengungkapkan watak-Nya dan terus-menerus menggunakan esensi-Nya, apa yang dimiliki-Nya dan siapa diri-Nya, untuk membimbing dan menyediakan bagi setiap orang. Di setiap zaman dan setiap tahap, terlepas dari apakah keadaannya baik atau buruk, watak Tuhan selalu terbuka bagi setiap individu, dan milik serta wujud-Nya selalu terbuka bagi setiap individu, sama seperti kehidupan-Nya secara terus-menerus dan tanpa henti menyediakan kebutuhan umat manusia dan mendukung umat manusia. Sekalipun demikian, watak Tuhan tetap tersembunyi bagi sebagian orang. Mengapa demikian? Karena meskipun orang-orang ini hidup dalam pekerjaan Tuhan dan mengikuti Tuhan, mereka tidak pernah berusaha untuk memahami Tuhan atau ingin mengenal Tuhan, apalagi mendekatkan diri kepada Tuhan. Bagi orang-orang ini, memahami watak Tuhan menandakan bahwa kesudahan mereka sudah dekat; itu berarti mereka akan dihakimi dan dihukum oleh watak Tuhan. Oleh karena itu, mereka tidak pernah berkeinginan untuk memahami Tuhan atau watak-Nya, dan tidak pernah mendambakan pemahaman atau pengetahuan yang lebih dalam akan kehendak Tuhan. Mereka tidak berusaha untuk memahami kehendak Tuhan melalui kerja sama secara sadar—mereka hanya selamanya menikmati dan tidak pernah bosan melakukan hal-hal yang ingin mereka lakukan; percaya kepada Tuhan yang mereka ingin percayai; percaya kepada Tuhan yang hanya ada dalam imajinasi mereka, Tuhan yang hanya ada dalam gagasan mereka; dan percaya kepada Tuhan yang tidak dapat dipisahkan dari mereka dalam kehidupan mereka sehari-hari. Mengenai Tuhan yang benar itu sendiri, mereka sepenuhnya meremehkan dan tidak berkeinginan untuk memahami Dia atau mengindahkan Dia, apalagi untuk semakin dekat dengan Dia. Mereka hanya menggunakan firman yang Tuhan ungkapkan untuk mendandani diri mereka sendiri, untuk mengemas diri mereka sendiri. Bagi mereka, itu sudah menjadikan mereka orang percaya yang berhasil dan orang-orang yang beriman kepada Tuhan di dalam hati mereka. Dalam hatinya, mereka dibimbing oleh imajinasi mereka, oleh gagasan mereka, dan bahkan oleh definisi mereka sendiri tentang Tuhan. Di sisi lain, Tuhan yang benar itu sendiri, sama sekali tidak ada hubungannya dengan mereka. Karena jika mereka memahami Tuhan yang benar itu sendiri, memahami watak Tuhan yang sebenarnya, dan memahami apa yang Tuhan miliki dan siapa diri-Nya, ini berarti tindakan mereka, iman mereka, dan pengejaran mereka akan dipersalahkan. Itulah sebabnya mereka tidak mau memahami esensi Tuhan dan tidak mau serta tidak bersedia untuk secara aktif mencari atau berdoa supaya memahami Tuhan dengan lebih baik, mengetahui kehendak Tuhan dengan lebih baik, dan memahami watak Tuhan dengan lebih baik lagi. Mereka lebih suka jika Tuhan adalah sesuatu yang dibuat-buat, sesuatu yang hampa dan samar. Mereka lebih suka jika Tuhan adalah seseorang yang persis seperti yang mereka bayangkan, seseorang yang dapat mematuhi perintah mereka, tidak habis-habisnya memenuhi kebutuhan mereka dan selalu ada bagi mereka. Ketika mereka ingin menikmati kasih karunia Tuhan, mereka meminta Tuhan menjadi kasih karunia itu. Ketika mereka membutuhkan berkat Tuhan, mereka meminta Tuhan untuk menjadi berkat itu. Ketika diperhadapkan dengan kesulitan, mereka meminta Tuhan untuk memberikan kekuatan kepada mereka, untuk menjadi perisai mereka. Pengenalan orang-orang ini akan Tuhan terhenti dalam lingkup kasih karunia dan berkat. Pemahaman mereka akan pekerjaan Tuhan, watak Tuhan, dan Tuhan itu sendiri juga hanya terbatas pada imajinasi mereka dan hukum yang tertulis serta doktrin. Namun, ada beberapa orang yang rindu untuk memahami watak Tuhan, ingin sungguh-sungguh melihat Tuhan itu sendiri, ingin sungguh-sungguh memahami watak Tuhan dan apa yang Ia miliki dan siapa diri-Nya. Orang-orang ini sedang dalam pengejaran akan kenyataan kebenaran dan keselamatan dari Tuhan, dan berusaha untuk menerima penaklukan, keselamatan, dan penyempurnaan dari Tuhan. Mereka menggunakan hati mereka untuk membaca firman Tuhan, menggunakan hati mereka untuk menghargai setiap keadaan dan setiap orang, kejadian, atau suatu hal yang telah Tuhan atur bagi mereka, dan mereka berdoa serta mencari dengan ketulusan. Yang paling ingin mereka ketahui adalah kehendak Tuhan, dan yang paling ingin mereka pahami adalah watak dan esensi Tuhan yang sebenarnya, agar mereka tidak lagi menyinggung Tuhan, dan melalui pengalaman mereka, mereka dapat melihat lebih banyak keindahan Tuhan dan sisi sebenarnya dari diri-Nya. Ini juga agar Tuhan yang benar-benar nyata itu akan ada dalam hati mereka, dan agar Tuhan akan memiliki tempat di hati mereka, sehingga mereka tidak akan lagi hidup di tengah imajinasi, gagasan, atau kesamaran. Bagi orang-orang ini, alasan mereka memiliki kerinduan yang mendesak untuk memahami watak Tuhan dan esensi-Nya adalah karena watak dan esensi Tuhan dibutuhkan manusia dari waktu ke waktu dalam pengalamanmereka; watak dan esensi-Nyalah yang menyediakan kehidupan di sepanjang hidup orang. Begitu mereka memahami watak Tuhan, mereka akan mampu lebih menghormati Tuhan, lebih baik dalam bekerja sama dengan pekerjaan Tuhan, dan lebih memperhatikan kehendak Tuhan, dan melakukan tugas mereka sebaik mungkin. Begitulah sikap terhadap watak Tuhan yang dimiliki oleh dua jenis orang. Jenis pertama tidak ingin memahami watak Tuhan. Meskipun mereka berkata bahwa mereka ingin memahami watak Tuhan, mengenal Tuhan itu sendiri, melihat apa yang Tuhan miliki dan siapa diri-Nya, dan benar-benar menghargai kehendak Tuhan, tetapi jauh di lubuk hatinya, mereka lebih suka jika Tuhan tidak ada. Ini karena jenis orang ini secara konsisten tidak taat dan menentang Tuhan; mereka bersaing melawan Tuhan untuk posisi dalam hati mereka dan seringkali meragukan atau bahkan menyangkal keberadaan Tuhan. Mereka tidak ingin membiarkan watak Tuhan atau Tuhan yang nyata itu sendiri menempati hati mereka. Mereka hanya ingin memuaskan keinginan, imajinasi, dan ambisi mereka sendiri. Jadi, orang-orang ini mungkin percaya kepada Tuhan, mengikuti Tuhan, dan mungkin juga dapat meninggalkan keluarga dan pekerjaan mereka bagi Dia, tetapi mereka tidak menghentikan jalan-jalan jahat mereka. Sebagian orang bahkan mencuri atau menghambur-hamburkan uang persembahan, atau mengutuk Tuhan dalam hatinya, sementara yang lain mungkin menggunakan kedudukan mereka untuk berulang kali bersaksi tentang diri mereka sendiri, meninggikan diri mereka, dan bersaing dengan Tuhan untuk mendapatkan orang dan status. Mereka menggunakan berbagai metode dan cara untuk membuat orang-orang memuja mereka, terus-menerus mencoba memenangkan hati orang dan mengendalikan mereka. Beberapa orang bahkan dengan sengaja menyesatkan orang agar berpikir bahwa mereka adalah Tuhan, sehingga mereka dapat diperlakukan seperti Tuhan. Mereka tidak akan pernah memberitahu seseorang bahwa mereka telah rusak—bahwa mereka juga rusak dan sombong, dan orang-orang tidak perlu memuja mereka, dan sebaik apa pun mereka melakukan sesuatu, semuanya itu karena peninggian dari Tuhan dan toh mereka melakukan apa yang memang harus mereka lakukan. Mengapa mereka tidak mengatakan hal-hal ini? Karena mereka sangat takut kehilangan tempat mereka di hati orang-orang. Itulah sebabnya orang-orang semacam ini tidak pernah meninggikan Tuhan dan tidak pernah menjadi saksi bagi Tuhan, karena mereka tidak pernah mencoba untuk memahami Tuhan. Dapatkah mereka mengenal Tuhan tanpa memahami Dia? Mustahil! Jadi, meskipun kata-kata dalam topik "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri" mungkin sederhana, tetapi memiliki makna yang berbeda bagi setiap orang. Bagi seseorang yang seringkali tidak menaati Tuhan, menentang Tuhan, dan bersikap memusuhi Tuhan, kata-kata itu menandakan kutukan; sementara seseorang yang mengejar kebenaran kenyataan dan sering datang ke hadapan Tuhan untuk mencari kehendak-Nya, akan menanggapi kata-kata semacam itu seperti ikan yang masuk ke air. Jadi, ada orang-orang di antaramu, ketika mendengarkan pembicaraan tentang watak Tuhan dan pekerjaan Tuhan, mereka mulai merasa sakit kepala, hati mereka semakin penuh dengan penentangan, dan mereka menjadi sangat tidak nyaman. Namun, ada orang-orang di antaramu yang berpikir: topik ini persis yang aku butuhkan, karena topik ini sangat bermanfaat untukku. Ini sesuatu yang tidak dapat hilang dari pengalaman hidupku; ini inti dari semua inti, dasar iman kepada Tuhan, dan sesuatu yang tidak boleh diabaikan oleh umat manusia. Bagi engkau semua, topik ini mungkin tampak dekat, tetapi juga tampak jauh, tidak dikenal, tetapi terasa akrab. Namun, tidak peduli apa pun, ini adalah topik yang harus didengarkan, harus diketahui, dan harus dipahami oleh semua orang. Tidak peduli bagaimana engkau menanganinya, tidak peduli bagaimana engkau memandangnya, atau bagaimana engkau memahaminya, pentingnya topik ini tidak dapat diabaikan.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri I" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 21

Tuhan telah melakukan pekerjaan-Nya sejak Dia menciptakan umat manusia. Pada awalnya, itu adalah pekerjaan yang sangat sederhana, tetapi sekalipun sederhana, pekerjaan itu mengandung ungkapan esensi dan watak Tuhan. Sementara pekerjaan Tuhan sekarang telah ditingkatkan, dan pekerjaan pada setiap orang yang mengikuti-Nya ini telah menjadi begitu besar dan nyata, dengan mengungkapkan sejumlah besar firman-Nya, selama ini pribadi Tuhan tersembunyi dari umat manusia. Meskipun Ia telah dua kali berinkarnasi, dari zaman catatan Alkitab hingga zaman modern, siapakah yang pernah melihat pribadi nyata Tuhan? Berdasarkan pemahamanmu, adakah orang yang pernah melihat pribadi nyata Tuhan? Tidak. Tidak seorang pun pernah melihat pribadi nyata Tuhan, yang artinya tidak seorang pun pernah melihat diri Tuhan yang sebenarnya. Ini adalah sesuatu yang disepakati semua orang. Artinya, pribadi nyata Tuhan atau Roh Tuhan, tersembunyi dari seluruh umat manusia, termasuk Adam dan Hawa, yang Ia ciptakan, dan termasuk Ayub yang benar, yang telah Ia terima. Tidak seorang pun dari mereka yang melihat pribadi nyata Tuhan. Namun, mengapa Tuhan secara sengaja menutupi pribadi-Nya yang nyata? Beberapa orang berkata: "Tuhan takut membuat manusia ketakutan." Yang lain berkata: "Tuhan menyembunyikan pribadi-Nya yang nyata karena manusia terlalu kecil dan Tuhan terlalu besar; manusia tidak diperbolehkan melihat Dia, atau mereka akan mati." Ada juga yang mengatakan: "Tuhan sibuk mengelola pekerjaan-Nya setiap hari, dan Ia mungkin tidak punya waktu untuk menampakkan diri agar orang lain dapat melihat-Nya." Tidak peduli apa yang engkau semua percayai, Aku memiliki kesimpulannya di sini. Apa kesimpulannya? Kesimpulannya adalah Tuhan semata-mata tidak ingin orang melihat pribadi-Nya yang nyata. Tetap tersembunyi dari manusia adalah sesuatu yang Tuhan lakukan dengan sengaja. Dengan kata lain, adalah maksud Tuhan agar orang tidak melihat pribadi-Nya yang nyata. Ini seharusnya sudah jelas bagi semuanya sekarang. Jika Tuhan tidak pernah menunjukkan pribadi-Nya kepada siapa pun, lalu menurutmu, apakah pribadi Tuhan itu ada? (Ia ada.) Tentu saja Ia ada. Keberadaan pribadi Tuhan tidak diragukan. Namun, mengenai sebesar apakah pribadi Tuhan itu atau seperti apakah rupa-Nya, apakah pertanyaan-pertanyaan ini harus diselidiki umat manusia? Tidak. Jawabannya negatif. Jika pribadi Tuhan bukan topik yang harus kita selidiki, lalu pertanyaan apa yang harus kita selidiki? (Watak Tuhan.) (Pekerjaan Tuhan.) Namun, sebelum kita bersekutu tentang topik yang resmi, mari kita kembali ke topik yang baru saja kita bahas: mengapa Tuhan tidak pernah menunjukkan pribadi-Nya kepada umat manusia? Mengapa Tuhan dengan sengaja menyembunyikan pribadi-Nya dari umat manusia? Hanya ada satu alasan, dan itu adalah: meskipun manusia, yang Tuhan ciptakan, telah mengalami ribuan tahun pekerjaan Tuhan, tidak ada satu orang pun yang mengenal pekerjaan Tuhan, watak Tuhan, dan esensi Tuhan. Orang-orang seperti ini, di mata Tuhan, menentang Dia, dan Tuhan tidak akan menunjukkan diri-Nya kepada orang-orang yang memusuhi-Nya. Inilah satu-satunya alasan mengapa Tuhan tidak pernah menunjukkan pribadi-Nya kepada umat manusia dan mengapa Ia dengan sengaja menutupi pribadi-Nya dari manusia. Apakah pentingnya mengenal watak Tuhan sudah jelas bagimu sekarang?

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri I" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 22

Sejak keberadaan pengelolaan Tuhan, Ia selalu sepenuhnya berdedikasi untuk melakukan pekerjaan-Nya. Sekalipun menyelubungi pribadi-Nya dari manusia, Ia selalu berada di sisi manusia, melakukan pekerjaan dalam diri manusia, mengungkapkan watak-Nya, membimbing semua manusia dengan esensi-Nya, dan melakukan pekerjaan-Nya dalam diri setiap orang melalui kekuatan-Nya, hikmat-Nya, dan otoritas-Nya, sehingga membuat Zaman Hukum Taurat, Zaman Kasih Karunia, dan sekarang Zaman Kerajaan terwujud. Meskipun Tuhan menyembunyikan pribadi-Nya dari manusia, watak-Nya, wujud-Nya, milik-Nya, dan kehendak-Nya terhadap umat manusia secara terang-terangan diungkapkan kepada manusia agar dilihat dan dialami manusia. Dengan kata lain, meskipun manusia tidak dapat melihat atau menyentuh Tuhan, watak dan esensi Tuhan yang telah dijumpai manusia adalah mutlak pengungkapan Tuhan itu sendiri. Bukankah ini adalah faktanya? Terlepas dari metode atau sudut pendekatan yang Tuhan pilih untuk pekerjaan-Nya, Ia selalu memperlakukan orang melalui identitas-Nya yang sebenarnya, melakukan pekerjaan yang menjadi kewajiban-Nya, dan mengatakan apa yang harus Ia katakan. Tidak peduli dari posisi apa Tuhan berbicara—Ia bisa saja berdiri di surga tingkat ketiga, atau berdiri dalam daging, atau bahkan sebagai manusia biasa—Ia selalu berbicara kepada manusia dengan segenap hati-Nya dan dengan segenap pikiran-Nya, tanpa ada tipu daya ataupun sesuatu yang disembunyikan. Ketika Ia melakukan pekerjaan-Nya, Tuhan mengungkapkan firman-Nya dan watak-Nya, dan mengungkapkan apa yang Ia miliki dan siapa diri-Nya, tanpa menahan apa pun. Ia membimbing umat manusia dengan hidup-Nya, wujud-Nya, dan milik-Nya. Inilah bagaimana manusia hidup di sepanjang Zaman Hukum Taurat—era buaian umat manusia—di bawah bimbingan Tuhan "yang tidak dapat dilihat dan tidak dapat disentuh".

Tuhan menjadi daging untuk pertama kalinya setelah Zaman Hukum Taurat—inkarnasi yang berlangsung selama tiga puluh tiga setengah tahun. Bagi manusia, apakah tiga puluh tiga setengah tahun waktu yang lama? (Tidak lama.) Karena umur manusia biasanya jauh lebih panjang dari tiga puluh-sekian tahun, ini bukan waktu yang terlalu lama bagi manusia. Namun, bagi Tuhan yang berinkarnasi, tiga puluh tiga setengah tahun ini benar-benar waktu yang sangat lama. Ia menjadi manusia—seorang manusia biasa yang menanggung pekerjaan dan amanat Tuhan. Ini artinya Ia harus memikul pekerjaan yang tidak bisa ditangani oleh manusia biasa, sementara Ia juga harus menanggung penderitaan yang tidak dapat ditanggung oleh manusia biasa. Jumlah penderitaan yang ditanggung oleh Tuhan Yesus selama Zaman Kasih Karunia, dari sejak memulai pekerjaan-Nya hingga ketika Ia dipaku di kayu salib, mungkin bukan sesuatu yang bisa disaksikan secara langsung oleh orang-orang pada zaman sekarang, tetapi dapatkah engkau semua setidaknya mengerti semua itu melalui kisah-kisah di dalam Alkitab? Terlepas dari seberapa banyak detail yang ada dalam fakta-fakta yang tercatat ini, secara keseluruhan, pekerjaan Tuhan selama periode ini penuh dengan kesukaran dan penderitaan. Bagi seorang manusia yang rusak, tiga puluh tiga setengah tahun bukanlah waktu yang lama; sedikit penderitaan adalah masalah kecil. Namun, bagi Tuhan yang kudus, yang tidak bercela, yang harus menanggung dosa seluruh umat manusia, danmakan, tidur, serta hidup bersama dengan orang berdosa, rasa sakit ini terlalu besar. Dia adalah Sang Pencipta, Penguasa atas segala sesuatu, dan Penguasa atas segalanya, tetapi ketika Ia datang ke dunia, Ia harus menanggung penindasan dan kekejaman manusia yang rusak. Untuk menyelesaikan pekerjaan-Nya dan menyelamatkan manusia dari lautan kesengsaraan, Ia harus dihukum oleh manusia dan menanggung dosa seluruh umat manusia. Tingkat penderitaan yang Ia lalui tidak mungkin dapat dipahami atau dihargai oleh manusia biasa. Apa yang direpresentasikan oleh penderitaan ini? Penderitaan ini merepresentasikan pengabdian Tuhan kepada umat manusia. Ini merepresentasikan penghinaan yang diderita-Nya dan harga yang Ia bayarkan untuk keselamatan manusia, untuk menebus dosa-dosa mereka, dan menyelesaikan tahap pekerjaan-Nya ini. Ini juga berarti bahwa manusia telah ditebus oleh Tuhan dari kayu salib. Ini adalah harga yang dibayar dengan darah, dengan hidup, dan sebuah harga yang tidak dapat dibayar oleh makhluk ciptaan mana pun. Ini karena Ia memiliki esensi Tuhan dan memiliki apa yang Tuhan miliki dan siapa diri-Nya, sehingga Ia dapat menanggung penderitaan semacam ini dan melakukan jenis pekerjaan seperti ini. Ini adalah sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh makhluk ciptaan untuk menggantikan-Nya. Ini adalah pekerjaan Tuhan selama Zaman Kasih Karunia dan merupakan penyingkapan watak-Nya. Apakah ini menyingkapkan sesuatu tentang apa yang Tuhan miliki dan siapa diri-Nya? Apakah hal ini layak untuk diketahui oleh umat manusia?

Pada zaman itu, meskipun manusia tidak melihat pribadi Tuhan, mereka menerima korban penghapus dosa dari Tuhan dan mereka ditebus oleh Tuhan dari kayu salib. Umat manusia mungkin merasa cukup akrab dengan pekerjaan yang Tuhan lakukan selama Zaman Kasih Karunia, tetapi adakah orang yang merasa akrab dengan watak dan kehendak yang diungkapkan oleh Tuhan selama periode ini? Manusia hanya mengetahui tentang detail pekerjaan Tuhan selama zaman yang berbeda dan melalui beragam saluran, atau mengetahui kisah-kisah yang berkaitan dengan Tuhan yang terjadi pada saat yang sama Tuhan sedang melakukan pekerjaan-Nya. Detail-detail dan kisah-kisah ini paling-paling hanya beberapa informasi atau legenda tentang Tuhan, dan tidak ada kaitannya dengan watak dan esensi Tuhan. Jadi, tidak peduli berapa banyak kisah yang orang ketahui tentang Tuhan, bukan berarti mereka memiliki pemahaman dan pengetahuan yang mendalam tentang watak Tuhan atau esensi-Nya. Seperti di Zaman Hukum Taurat, meskipun orang-orang di Zaman Kasih Karunia telah mengalami perjumpaan langsung dan intim dengan Tuhan dalam daging, pengetahuan mereka akan watak Tuhan dan esensi Tuhan hampir tidak ada.

Di Zaman Kerajaan, Tuhan kembali menjadi daging, dengan cara yang sama seperti yang pertama kali Ia lakukan. Selama periode pekerjaan ini, Tuhan tetap terang-terangan mengungkapkan firman-Nya, melakukan pekerjaan yang harus Ia lakukan, dan mengungkapkan apa yang Ia miliki dan siapa diri-Nya. Pada saat yang sama, Ia terus menanggung dan menoleransi ketidaktaatan dan ketidaktahuan manusia. Bukankah Tuhan secara terus-menerus menyingkapkan watak-Nya dan mengungkapkan kehendak-Nya selama periode pekerjaan ini juga? Oleh karena itu, sejak penciptaan manusia sampai sekarang, watak Tuhan, wujud-Nya, milik-Nya, dan kehendak-Nya akan selalu terbuka bagi semua orang. Tuhan tidak pernah secara sengaja menyembunyikan esensi-Nya, watak-Nya, atau kehendak-Nya. Hanya saja umat manusia tidak peduli dengan apa yang Tuhan lakukan, apa kehendak-Nya—itulah sebabnya manusia memiliki pemahaman yang sangat menyedihkan akan Tuhan. Dengan kata lain, sementara Tuhan menyembunyikan pribadi-Nya, Ia juga berdiri di samping umat manusia setiap saat, secara terbuka memproyeksikan kehendak, watak, dan esensi-Nya setiap saat. Dalam hal tertentu, pribadi Tuhan juga terbuka bagi manusia, tetapi karena kebutaan dan ketidaktaatan manusia, mereka tidak pernah mampu untuk melihat penampakan Tuhan. Jadi, jika demikian, bukankah pemahaman akan watak Tuhan dan akan Tuhan itu sendiri seharusnya menjadi mudah bagi semua orang? Itu adalah pertanyaan yang sangat sulit untuk dijawab, bukan? Engkau bisa mengatakan itu mudah, tetapi sementara beberapa orang berusaha untuk mengenal Tuhan, mereka tidak bisa benar-benar mengenal Dia atau mendapatkan pemahaman yang jelas akan Dia—pemahamannya selalu kabur dan samar-samar. Namun, jika engkau mengatakan itu tidak mudah, itu juga tidak benar. Setelah menjadi subjek pekerjaan Tuhan sedemikian lamanya, semua orang seharusnya, melalui pengalaman mereka, memiliki hubungan yang murni dengan Tuhan. Mereka setidaknya eharus merasakan Tuhan sampai batas tertentu dalam hati mereka atau pernah bersentuhan dengan Tuhan secara rohani, dan mereka setidaknya pernah memiliki sedikit kesadaran perseptif akan watak Tuhan atau memperoleh sedikit pemahaman akan Dia. Dari saat manusia mulai mengikuti Tuhan sampai sekarang, umat manusia telah menerima terlalu banyak, tetapi karena berbagai sebab—buruknya kualitas manusia, ketidaktahuan, pemberontakan, dan berbagai niat—manusia juga telah kehilangan terlalu banyak dari apa yang telah mereka terima. Apakah Tuhan belum cukup memberi umat manusia? Meskipun Tuhan menyembunyikan pribadi-Nya dari manusia, Ia menyuplai manusia dengan apa yang Ia miliki dan siapa diri-Nya, serta hidup-Nya; pengenalan umat manusia akan Tuhan seharusnya tidak hanya seperti pengenalan mereka sekarang. Itulah sebabnya Aku berpikir sangatlah perlu untuk bersekutu lebih jauh denganmu mengenai topik pekerjaan Tuhan, watak Tuhan, dan Tuhan itu sendiri. Tujuannya agar ribuan tahun pemeliharaan dan perhatian yang telah Tuhan curahkan ke dalam diri manusia tidak akan berakhir sia-sia, dan agar umat manusia dapat benar-benar memahami dan menghargai kehendak Tuhan terhadap mereka. Ini agar orang-orang dapat maju ke tahap yang baru dalam pengenalan mereka akang Tuhan. Ini juga mengembalikan Tuhan ke tempat-Nya yang sebenarnya di hati orang-orang, yaitu tempat yang memang layak untuk Dia.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri I" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 23

Perintah Tuhan kepada Adam

Kejadian 2:15-17 Dan Tuhan Yahweh mengambil manusia dan menempatkannya di taman Eden untuk mengusahakan dan memeliharanya. Lalu Tuhan Yahweh memerintahkan manusia, demikian: "Dari semua pohon di taman ini engkau boleh makan dengan bebas. Tetapi dari pohon pengetahuan yang baik dan jahat, engkau tidak boleh memakannya, karena pada hari engkau memakannya, engkau pasti mati."

Apakah yang engkau semua dapatkan dari ayat-ayat ini? Bagaimana perasaanmu setelah membaca bagian dari Kitab Suci ini? Mengapa Aku telah memutuskan untuk membicarakan tentang Perintah Tuhan kepada Adam? Apakah masing-masing engkau memiliki gambaran Tuhan dan Adam dalam benakmu sekarang? Engkau bisa mencoba membayangkan: seandainya engkau semua adalah orang yang berada dalam adegan itu, jauh di lubuk hati, menurutmu seperti apakah Tuhan itu? Apa yang engkau semua rasakan saat memikirkan tentang hal ini? Ini adalah gambaran yang sangat menyentuh dan mengharukan. Meskipun hanya ada Tuhan dan manusia di dalamnya, keintiman di antara mereka membuatmu dipenuhi rasa kagum: kasih Tuhan yang berlimpah dengan bebas dianugerahkan kepada manusia dan mengelilingi manusia; manusia tidak berdosa dan murni, tanpa beban dan riang gembira, hidup dengan bahagia di bawah pengawasan Tuhan; Tuhan menunjukkan kepedulian-Nya untuk manusia, sementara manusia hidup di bawah perlindungan dan berkat Tuhan; setiap hal yang manusia lakukan dan katakan terkait erat dan tidak terpisahkan dari Tuhan.

Ini bisa disebut perintah pertama Tuhan kepada manusia setelah menciptakannya. Apa yang disampaikan perintah ini? Perintah ini menyampaikan kehendak Tuhan, tetapi juga kekhawatiran-Nya bagi umat manusia. Ini adalah perintah pertama Tuhan, dan ini juga pertama kalinya Tuhan mengungkapkan kekhawatiran-Nya bagi manusia. Artinya, Tuhan telah merasakan tanggung jawab terhadap manusia sejak saat Ia menciptakannya. Apa tanggung jawab-Nya? Ia harus melindungi manusia, menjaga manusia. Ia berharap manusia dapat memercayai dan menaati firman-Nya. Ini juga harapan pertama Tuhan terhadap manusia. Dengan harapan inilah Tuhan berkata: "Dari semua pohon di taman ini engkau boleh makan dengan bebas. Tetapi dari pohon pengetahuan yang baik dan jahat, engkau tidak boleh memakannya, karena pada hari engkau memakannya, engkau pasti mati." Kata-kata sederhana ini mewakili kehendak Tuhan. Kata-kata ini juga menyingkapkan bahwa, di hati-Nya, Tuhan telah mulai menunjukkan kepedulian-Nya kepada manusia. Di antara segala sesuatu, hanya Adam yang diciptakan menurut gambar Tuhan; Adam adalah satu-satunya makhluk hidup dengan napas hidup dari Tuhan; ia bisa berjalan dengan Tuhan, bercakap-cakap dengan Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan memberinya perintah itu. Dalam perintah ini, Tuhan menyatakan dengan sangat jelas apa yang bisa dilakukan manusia dan apa yang tidak bisa dilakukannya.

Di dalam beberapa kata yang sederhana ini, kita melihat hati Tuhan. Namun, hati Tuhan seperti apa yang kita lihat? Adakah kasih di hati Tuhan? Adakah perhatian? Dalam ayat-ayat ini, kasih dan perhatian Tuhan tidak hanya dapat dihargai, tetapi juga dapat dirasakan dari dekat. Tidakkah engkau setuju? Setelah mendengar-Ku mengatakan ini, apakah engkau semua tetap menganggapnya hanya sebagai beberapa kata yang sederhana? Kata-kata itu tidak sesederhana itu, bukan? Apakah engkau semua menyadari hal ini sebelumnya? Jika Tuhan mengucapkan beberapa kata ini kepadamu secara pribadi, apa yang akan engkau rasakan dalam hatimu? Jika engkau bukan seseorang yang manusiawi, jika hatimu dingin, engkau tidak akan merasakan apa-apa, engkau tidak akan menghargai kasih Tuhan, dan engkau tidak akan mencoba untuk memahami hati Tuhan. Namun, sebagai seseorang yang memiliki hati nurani dan rasa kemanusiaan, engkau akan merasakan yang berbeda. Engkau akan merasakan kehangatan, engkau akan merasa diperhatikan dan dikasihi, dan engkau akan merasakan kebahagiaan. Bukankah benar demikian? Ketika engkau merasakan perasaan-perasaan ini, bagaimana engkau akan bertindak terhadap Tuhan? Akankah engkau merasa melekat kepada Tuhan? Apakah engkau akan mengasihi dan menghormati Tuhan dari lubuk hatimu? Apakah hatimu akan semakin mendekat kepada Tuhan? Dari hal ini, engkau bisa melihat betapa pentingnya kasih Tuhan kepada manusia. Namun, yang terlebih penting lagi adalah penghargaan dan pemahaman manusia akan kasih Tuhan. Sebenarnya, bukankah Tuhan mengucapkan banyak hal serupa selama tahap pekerjaan-Nya ini? Apakah ada manusia pada zaman sekarang yang menghargai hati Tuhan? Dapatkah engkau semua memahami kehendak Tuhan yang baru saja Aku bicarakan? Engkau semua tidak dapat benar-benar menghargai kehendak Tuhan, padahal hal ini begitu konkret, berwujud, dan nyata. Itulah mengapa Aku katakan engkau semua tidak memiliki pengetahuan dan pemahaman yang nyata tentang Tuhan. Bukankah benar demikian?

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri I" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 24

Tuhan Menciptakan Hawa

Kejadian 2:18-20 Lalu Tuhan Yahweh berfirman: "Tidak baik manusia sendirian, Aku akan menjadikan seorang penolong yang sepadan dengannya." Dari tanah, Tuhan Yahweh membentuk segala binatang di padang, dan segala burung di udara. Dia membawanya kepada Adam untuk melihat bagaimana ia akan menamai mereka: dan setiap nama yang Adam berikan kepada setiap makhluk yang hidup, demikianlah nama mereka kemudian. Adam menamai semua ternak, dan burung di udara, dan setiap binatang di padang; tetapi bagi Adam tidak ditemukan penolong yang sepadan baginya.

Kejadian 2:22-23 Dan dari tulang rusuk yang diambil Tuhan Yahweh dari manusia itu, Dia menjadikan seorang wanita, lalu dibawanya kepada manusia itu. Lalu Adam berkata, "Inilah tulang dari tulangku dan daging dari dagingku: ia akan disebut perempuan, karena ia diambil dari laki-laki."

Ada satu baris kunci dalam bagian Kitab Suci ini: "setiap nama yang Adam berikan kepada setiap makhluk yang hidup, demikianlah nama mereka kemudian." Jadi, siapa yang memberi nama semua makhluk hidup? Adam, bukan Tuhan. Baris ini memberitahukan sebuah fakta kepada umat manusia: Tuhan memberikan kecerdasan kepada manusia ketika Ia menciptakannya. Artinya, kecerdasan manusia berasal dari Tuhan. Ini adalah hal yang pasti. Namun, kenapa? Setelah Tuhan menciptakan Adam, apakah Adam pergi ke sekolah? Apakah ia tahu cara membaca? Setelah Tuhan menciptakan berbagai makhluk hidup, apakah Adam mengenali semua makhluk hidup ini? Apakah Tuhan memberitahukan kepadanya apa nama-nama semua makhluk hidup itu? Tentu saja, Tuhan juga tidak mengajarinya bagaimana menemukan nama untuk makhluk-makhluk ini. Itulah fakta yang sebenarnya! Lalu, bagaimana Adam tahu bagaimana memberi nama makhluk-makhluk hidup ini dan nama seperti apakah yang harus diberikan kepada makhluk-makhluk hidup ini? Ini berkaitan dengan pertanyaan mengenai apa yang Tuhan tambahkan kepada Adam ketika Ia menciptakannya. Fakta membuktikan bahwa ketika Tuhan menciptakan manusia, Ia menambahkan kecerdasan-Nya kepada manusia. Ini adalah poin kunci, jadi, dengarkanlah dengan saksama. Ada poin kunci lain yang harus engkau semua pahami: setelah Adam memberi nama makhluk-makhluk hidup itu, nama-nama ini ditetapkan dalam kosakata Tuhan. Mengapa Aku menyinggung hal ini? Karena ini juga melibatkan watak Tuhan, dan ini adalah poin yang harus Aku jelaskan lebih lanjut.

Tuhan menciptakan manusia, menghembuskan napas hidup ke dalam dirinya, dan juga memberi kepadanya sebagian dari kecerdasan-Nya, kemampuan-Nya, dan apa yang dimiliki-Nya serta siapa diri-Nya. Setelah Tuhan memberikan kepada manusia semua ini, manusia mampu melakukan beberapa hal secara mandiri dan berpikir sendiri. Jika apa yang manusia kemukakan dan lakukan itu baik di mata Tuhan, maka Tuhan akan menerimanya dan tidak akan mencampuri. Jika apa yang manusia lakukan itu benar, Tuhan akan membiarkannya. Jadi, menunjukkan apakah frasa "setiap nama yang Adam berikan kepada setiap makhluk yang hidup, demikianlah nama mereka kemudian"? Itu menunjukkan bahwa Tuhan merasa tidak perlu untuk melakukan perubahan apa pun pada nama-nama yang diberikan kepada berbagai makhluk hidup. Apa pun nama yang Adam berikan kepada suatu makhluk, Tuhan akan berkata "Jadilah seperti itu," menegaskan nama makhluk tersebut. Apakah Tuhan mengungkapkan pendapat-Nya dalam masalah ini? Tidak, sudah pasti tidak. Jadi, apa yang engkau semua dapatkan dari sini? Tuhan memberi kecerdasan kepada manusia dan manusia menggunakan kecerdasan yang Tuhan berikan untuk melakukan sesuatu. Jika apa yang manusia lakukan itu positif di mata Tuhan, perbuatan itu ditegaskan, diakui, dan diterima oleh Tuhan tanpa dievaluasi atau dikritik. Ini adalah sesuatu tidak dapat dilakukan oleh seseorang atau oleh roh jahat, atau Iblis. Apakah engkau semua melihat penyingkapan watak Tuhan di sini? Akankah seorang manusia, seorang manusia yang telah rusak, atau Iblis mengizinkan orang lain mewakili mereka melakukan sesuatu tepat di depan mata mereka? Tentu saja tidak! Apakah mereka akan memperebutkan kedudukan ini mereka dengan orang lain tersebut atau kekuatan lain yang berbeda dengan mereka? Tentu saja mereka akan melakukannya! Jika yang bersama Adam pada saat itu adalah seorang manusia yang rusak atau Iblis, mereka pasti akan menolak apa yang sedang Adam lakukan. Demi membuktikan bahwa mereka punya kemampuan untuk berpikir secara mandiri dan memiliki wawasan unik mereka sendiri, mereka pasti akan menolak semua yang Adam lakukan: "Engkau mau menamainya ini? Aku tidak akan menyebutnya ini, aku akan menyebutnya itu; engkau memanggilnya Tom, tetapi aku akan memanggilnya Harry. Aku harus menunjukkan betapa pintarnya aku." Natur macam apakah ini? Bukankah ini terlalu congkak? Dan bagaimana dengan Tuhan? Apakah Ia memiliki watak semacam itu? Apakah Tuhan memiliki keberatan yang tidak wajar terhadap apa yang Adam lakukan? Jawabannya tegas, sama sekali tidak! Dari watak yang Tuhan singkapkan, tidak terkandung sedikit pun argumentasi, kecongkakan, maupun kebenaran diri sendiri. Di sini, hal ini sangat jelas. Ini mungkin tampak seperti poin yang tidak berarti, tetapi jika engkau tidak memahami esensi Tuhan, jika hatimu tidak mencoba mencari tahu bagaimana Tuhan bertindak dan apa sikap Tuhan, engkau tidak akan mengetahui watak Tuhan atau melihat pengungkapan dan penyingkapan watak Tuhan. Bukankah demikian? Setujukah engkau semua dengan apa yang baru saja Aku jelaskan kepadamu? Sebagai respons terhadap tindakan Adam, Tuhan tidak menyatakan dengan muluk-muluk: "Engkau telah melakukannya dengan baik, engkau telah melakukannya dengan benar, dan Aku setuju!" Namun, di dalam hati-Nya, Tuhan menyetujui, menghargai, dan memuji apa yang Adam lakukan. Sejak penciptaan, inilah hal pertama yang manusia lakukan bagi Tuhan sesuai arahan-Nya. Ini adalah sesuatu yang manusia lakukan mewakili Tuhan dan atas nama Tuhan. Di mata Tuhan, ini memunculkan kecerdasan yang telah Dia anugerahkan kepada manusia. Tuhan melihatnya sebagai hal yang baik, hal yang positif. Apa yang Adam lakukan pada saat itu merupakan manifestasi pertama dari kecerdasan Tuhan dalam diri manusia. Itu adalah manisfestasi yang baik dari sudut pandang Tuhan. Yang ingin Aku katakan kepadamu di sini adalah bahwa tujuan Tuhanmemberikan sesuatu dari apa yang dimiliki-Nya dan siapa diri-Nya serta kecerdasan-Nya kepada manusia adalah agar umat manusia dapat menjadi makhluk hidup yang memanifestasikan Dia. Melihat makhluk hidup seperti itu bertindak atas nama-Nya adalah sesuatu yang sangat Tuhan rindukan.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri I" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 25

Tuhan Membuat Pakaian dari Kulit Binatang untuk Adam dan Hawa

Kejadian 3:20-21 Maka Adam memberi nama istrinya Hawa, karena ia adalah ibu dari semua yang hidup. Bagi Adam dan juga istrinya, Tuhan Yahweh membuatkan pakaian dari kulit binatang dan mengenakannya kepada mereka.

"Bagi Adam dan juga istrinya, Tuhan Yahweh membuatkan pakaian dari kulit binatang dan mengenakannya kepada mereka." Dalam adegan ini, kita melihat peran apakah yang Tuhan mainkan ketika Ia bersama dengan Adam dan Hawa? Dengan cara apakah Tuhan memanifestasikan diri-Nya, di dunia dengan hanya dua orang manusia di dalamnya? Apakah Dia memanifestasikan diri-Nya dalam peran sebagai Tuhan? Saudara dan saudari dari Hong Kong, tolong jawab. (Dalam peran sebagai orang tua.) Saudara dan saudari dari Korea Selatan, menurutmu, Tuhan menampakkan diri dalam peran sebagai apa? (Kepala keluarga.) Saudara dan saudari dari Taiwan, bagaimana menurutmu? (Peran sebagai seseorang dalam keluarga Adam dan Hawa, peran sebagai anggota keluarga.) Beberapa dari antaramu mengira Tuhan menampakkan diri sebagai anggota keluarga Adam dan Hawa, sementara yang lain berkata Tuhan menampakkan diri sebagai kepala keluarga dan yang lain berkata sebagai orang tua. Semuanya ini tepat sekali. Namun, apakah engkau tahu apa yang Aku maksudkan? Tuhan menciptakan kedua orang ini dan memperlakukan mereka sebagai rekan-rekan-Nya. Sebagai satu-satunya keluarga mereka, Tuhan memelihara hidup mereka dan juga mengurus kebutuhan makanan, pakaian, dan tempat tinggal mereka. Di sini, Tuhan menampakkan diri sebagai orang tua Adam dan Hawa. Sementara Tuhan melakukan hal ini, manusia tidak melihat betapa agungnya Tuhan itu; manusia tidak melihat supremasi Tuhan, misteri-Nya, dan terutama kemurkaan ataupun kemegahan-Nya. Yang manusia lihat hanyalah kerendahan hati Tuhan, kasih sayang-Nya, kepedulian-Nya terhadap manusia, tanggung jawab dan perhatian-Nya terhadap manusia. Sikap dan cara Tuhan memperlakukan Adam dan Hawa sama seperti bagaimana orang tua menunjukkan kepeduliannya kepada anak-anak mereka. Juga seperti cara orang tua mengasihi, menjaga, dan memelihara putra putri mereka—begitu riil, terlihat, dan nyata. Alih-alih meninggikan diri-Nya sendiri ke posisi yang tinggi dan berkuasa, Tuhan secara pribadi menggunakan kulit binatang untuk membuat pakaian bagi manusia. Tidak masalah apakah mantel bulu ini digunakan untuk menutupi rasa malu mereka atau untuk melindungi mereka dari udara dingin. Yang penting adalah pakaian yang digunakan untuk menutupi tubuh manusia ini dibuat secara pribadi oleh Tuhan dengan tangan-Nya sendiri. Daripada menciptakannya dengan menggunakan pikiran atau metode ajaib lainnya seperti yang mungkin orang-orang bayangkan akan Tuhan lakukan, Tuhan secara sah melakukan sesuatu yang manusia pikir tidak akan dan tidak seharusnya dilakukan oleh Tuhan. Ini mungkin terlihat seperti hal sepele—beberapa orang mungkin bahkan menganggap hal ini tidak layak untuk disebut-sebut—tetapi hal ini memungkinkan semua orang yang mengikuti Tuhan yang sebelumnya dipenuhi dengan gagasan yang samar tentang Dia untuk memperoleh wawasan tentang keaslian dan keindahan-Nya, dan melihat kesetiaan dan kerendahan hati-Nya. Hal ini membuat orang-orang yang sangat congkak, yang berpikir mereka tinggi dan perkasa menundukkan kepala mereka yang sombong karena malu di hadapan keaslian dan kerendahan hati Tuhan. Di sini, keaslian dan kerendahan hati Tuhan lebih jauh lagi memungkinkan orang untuk melihat betapa Dia patut dikasihi. Sebaliknya, Tuhan yang "begitu besar", Tuhan yang "begitu patut dikasihi", dan Tuhan yang "mahakuasa" di dalam hati manusia telah menjadi tidak penting dan jelek, dan menjadi sangat rentan. Ketika engkau melihat ayat ini dan mendengar kisah ini, apakah engkau memandang rendah Tuhan karena Ia melakukan hal semacam ini? Sebagian orang mungkin memandang rendah, tetapi yang lainnya akan memiliki reaksi yang sebaliknya. Mereka akan berpikir bahwa Tuhan itu asli dan patut dikasihi, dan justru keaslian dan keindahan Tuhan itulah yang menggerakkan hati mereka. Semakin mereka melihat sisi yang nyata dari Tuhan, semakin mereka dapat menghargai keberadaan sejati dari kasih Tuhan, pentingnya Tuhan di hati mereka, dan bagaimana Ia berdiri di samping mereka setiap saat.

Sekarang, mari kita menghubungkan pembahasan kita kembali ke masa sekarang. Jika Tuhan dapat melakukan berbagai hal kecil seperti ini bagi manusia yang Ia ciptakan di awal, bahkan hal-hal yang orang-orang tidak pernah berani pikirkan atau harapkan, dapatkah Tuhan melakukan hal-hal semacam itu bagi orang-orang di zaman sekarang? Sebagian orang berkata: "Ya!" Mengapa demikian? Karena esensi Tuhan tidak palsu, dan keindahan-Nya tidak palsu. Esensi Tuhan benar-benar ada dan bukan sesuatu yang ditambahkan oleh orang lain, dan yang pasti bukan sesuatu yang berubah sesuai dengan waktu, tempat, dan zaman. Keaslian dan keindahan Tuhan dapat sungguh-sungguh dinyatakan dengan melakukan sesuatu yang orang anggap biasa-biasa saja dan tidak penting—sesuatu yang begitu remeh yang orang bahkan tidak berpikir Ia akan pernah melakukannya. Tuhan tidak memegahkan diri. Tidak membesar-besarkan, tidak ada samaran, kesombongan, atau kecongkakan dalam watak dan esensi-Nya. Ia tidak pernah membual, sebaliknya Ia mengasihi, menunjukkan kepedulian, menjaga, dan memimpin manusia yang Ia ciptakan dengan kesetiaan dan ketulusan. Tidak peduli berapa banyak orang yang dapat menghargai, merasakan, atau melihat apa yang Tuhan lakukan, Tuhan pasti melakukannya. Akankah mengetahui bahwa Tuhan memiliki esensi semacam ini memengaruhi kasih manusia terhadap-Nya? Akankah itu memengaruhi takut mereka akan Tuhan? Aku berharap ketika engkau memahami sisi yang nyata dari Tuhan, engkau akan semakin mendekat lagi kepada-Nya dan dapat lebih bersungguh-sungguh lagi menghargai kasih dan pemeliharaan-Nya bagi umat manusia, juga mampu memberikan hatimu kepada Tuhan dan dilepaskan dari kecurigaan ataupun keraguan terhadap-Nya. Tuhan secara diam-diam melakukan segalanya bagi manusia, diam-diam melakukan semuanya melalui ketulusan, kesetiaan, dan kasih-Nya. Namun, Ia tidak pernah memiliki ketakutan atau penyesalan atas semua yang Ia lakukan, Ia juga tidak pernah membutuhkan siapa pun untuk membalas-Nya dengan cara apa pun atau memiliki niat untuk memperoleh sesuatu dari umat manusia. Satu-satunya tujuan dari semua yang telah Ia lakukan adalah agar Ia dapat menerima iman dan kasih sejati umat manusia.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri I" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 26

Tuhan Bermaksud Menghancurkan Dunia dengan Air Bah dan Memerintahkan Nuh untuk Membangun Bahtera

Kejadian 6:9-14 Inilah kisah Nuh. Nuh adalah orang yang benar dan tidak bercela di dalam generasinya, dan Nuh berjalan bersama Tuhan. Nuh memiliki tiga anak, Sem, Ham, dan Yafet. Namun bumi sudah rusak di hadapan Tuhan dan penuh dengan kekerasan. Tuhan memandang bumi itu dan melihat bumi memang sudah rusak, karena semua manusia sudah berdosa dalam cara hidupnya di bumi. Lalu Tuhan berfirman kepada Nuh: "Akhir semua makhluk hidup sudah ada di hadapan-Ku; karena bumi penuh dengan kekerasan oleh mereka, maka Aku akan menghancurkan mereka bersama-sama dengan bumi. Buatlah sebuah bahtera dari kayu gofir; petak-petak ruang haruslah engkau buat di dalamnya dan engkau harus melapisinya dari luar dan dari dalam dengan pakal."

Kejadian 6:18-22 Tetapi dengan engkau Aku akan menetapkan perjanjian-Ku, dan engkau akan masuk ke dalam bahtera itu, yaitu engkau bersama-sama dengan anak-anakmu dan istrimu, dan istri anak-anakmu. Dan dari segala makhluk yang hidup, satu pasang dari tiap jenis haruslah engkau bawa ke dalam bahtera itu, supaya hidup mereka tetap terpelihara bersama engkau; mereka haruslah jantan dan betina. Dari segala jenis burung, dan segala jenis ternak, dari segala jenis binatang melata di bumi, masing-masing satu pasang harus datang kepadamu, supaya hidup mereka tetap terpelihara. Dan bawalah bersamamu segala yang bisa engkau makan, dan engkau harus mengumpulkannya untuk menjadi makanan bagimu dan makanan mereka. Itulah yang dilakukan Nuh, tepat seperti yang Tuhan perintahkan, demikianlah dilakukannya.

Apakah engkau semua sekarang memiliki pemahaman umum tentang siapa Nuh setelah membaca perikop-perikop ini? Orang macam apakah Nuh itu? Teks asli mengatakan: "Nuh adalah orang yang benar dan tidak bercela di dalam generasinya." Menurut pemahaman orang modern, orang macam apakah yang dianggap "orang yang benar" pada zaman itu? Orang yang benar seharusnya orang yang sempurna. Tahukah engkau semua apakah orang yang sempurna ini sempurna di mata manusia atau sempurna di mata Tuhan? Tidak diragukan lagi, orang yang sempurna ini adalah orang yang sempurna di mata Tuhan, tetapi tidak sempurna di mata manusia. Ini pasti! Hal ini karena manusia buta dan tidak dapat melihat, dan hanya Tuhan yang memandang ke seluruh bumi dan ke setiap manusia, dan hanya Tuhan yang tahu bahwa Nuh adalah orang yang sempurna. Oleh karena itu, rencana Tuhan untuk menghancurkan dunia dengan air bah dimulai dari saat Ia memanggil Nuh.

............

Bahwa Nuh dipanggil adalah fakta yang sederhana, tetapi poin utama dari apa yang kita bicarakan—watak Tuhan, kehendak-Nya, dan esensi-Nya dalam catatan ini—tidaklah sederhana. Untuk memahami beberapa aspek tentang Tuhan ini, pertama-tama kita harus memahami orang seperti apa yang ingin Tuhan panggil, dan melalui ini, kita memahami watak, kehendak, dan esensi-Nya. Ini sangat penting. Jadi, di mata Tuhan, orang seperti apakah yang Ia panggil? Orang ini haruslah seseorang yang dapat mendengarkan firman-Nya dan yang dapat mengikuti perintah-perintah-Nya. Pada saat yang sama, orang ini juga haruslah seseorang yang memiliki rasa tanggung jawab, seseorang yang akan melaksanakan firman Tuhan dengan memperlakukannya sebagai tanggung jawab dan tugas yang harus mereka penuhi. Lalu, apakah orang ini harus seseorang yang mengenal Tuhan? Tidak. Pada waktu itu, Nuh belum mendengar terlalu banyak tentang pengajaran Tuhan atau mengalami pekerjaan Tuhan apa pun. Oleh karena itu, pengetahuan Nuh akan Tuhan sangat sedikit. Walaupun dicatat di sini bahwa Nuh berjalan bersama Tuhan, apakah ia pernah melihat pribadi Tuhan? Jawabannya adalah pasti tidak! Karena pada waktu itu, hanya utusan Tuhan yang datang ke antara manusia. Meskipun mereka dapat mewakili Tuhan dalam mengatakan dan melakukan berbagai hal, mereka hanya menyampaikan kehendak dan maksud Tuhan. Pribadi Tuhan tidak disingkapkan kepada manusia secara berhadapan muka. Di bagian kitab suci ini, pada dasarnya yang kita lihat hanyalah apa yang Nuh harus lakukan dan apa yang diperintahkan Tuhan kepadanya. Jadi, apakah esensi yang Tuhan ungkapkan di sini? Segala sesuatu yang Tuhan lakukan direncanakan dengan ketepatan. Ketika Ia melihat sesuatu atau situasi yang terjadi, di mata-Nya ada standar untuk mengukurnya, dan standar ini menentukan apakah Ia melaksanakan sebuah rencana untuk berurusan dengan hal itu atau pendekatan apa yang harus diambil dalam berurusan dengan hal dan situasi tersebut. Ia tidak bersikap acuh tak acuh atau tidak berperasaan terhadap segala sesuatu. Sebenarnya, justru sebaliknya. Ada ayat di sini yang menyatakan apa yang Tuhan katakan kepada Nuh: "Akhir semua makhluk hidup sudah ada di hadapan-Ku; karena bumi penuh dengan kekerasan oleh mereka, maka Aku akan menghancurkan mereka bersama-sama dengan bumi." Ketika Tuhan mengatakan ini, apakah yang Ia maksudkan Ia menghancurkan hanya manusia? Tidak! Tuhan berkata Ia akan menghancurkan semua makhluk hidup dari daging. Mengapa Tuhan menginginkan kehancuran? Ada penyingkapan lain dari watak Tuhan di sini; di mata Tuhan, ada batas untuk kesabaran-Nya terhadap kerusakan manusia, terhadap kenajisan, kekerasan, dan ketidaktaatan semua yang berdaging. Apakah batas-Nya? Batas-Nya seperti yang Tuhan katakan: "Tuhan memandang bumi itu dan melihat bumi memang sudah rusak, karena semua manusia sudah berdosa dalam cara hidupnya di bumi." Apa yang dimaksud dengan frasa "karena semua manusia sudah berdosa dalam cara hidupnya di bumi"? Artinya semua makhluk hidup, termasuk mereka yang mengikuti Tuhan, mereka yang memanggil nama Tuhan, mereka yang pernah mempersembahkan korban bakaran kepada Tuhan, mereka yang secara lisan mengakui Tuhan dan bahkan memuji Tuhan—begitu perilaku mereka penuh dengan kerusakan dan terlihat oleh Tuhan, Ia harus menghancurkan mereka. Itulah batas Tuhan. Jadi, sampai sejauh mana Tuhan tetap bersabar terhadap manusia dan kerusakan semua yang berdaging? Sampai satu titik di mana semua orang, baik pengikut Tuhan maupun orang tidak percaya, tidak lagi berjalan di jalan yang benar. Sampai satu titik di mana manusia tidak hanya rusak secara moral dan penuh dengan kejahatan, tetapi juga tak seorang pun yang percaya akan keberadaan Tuhan, apalagi orang yang percaya bahwa dunia ini dikuasai oleh Tuhan dan bahwa Tuhan dapat memberi terang dan jalan yang benar bagi manusia. Sampai satu titik di mana manusia meremehkan keberadaan Tuhan dan tidak mengizinkan Tuhan ada. Begitu kerusakan manusia mencapai titik ini, Tuhan tidak akan bersabar lagi. Apa yang akan menggantikan kesabaran-Nya? Datangnya murka Tuhan dan hukuman Tuhan. Bukankah ini adalah sebagian penyingkapan dari watak Tuhan? Di zaman sekarang ini, tidak adakah orang yang benar di mata Tuhan? Tidak adakah manusia yang sempurna di mata Tuhan? Apakah zaman ini adalah zaman di mana perilaku semua yang berdaging di bumi rusak di mata Tuhan? Di zaman sekarang ini, selain mereka yang Tuhan ingin sempurnakan dan mereka yang dapat mengikuti Tuhan dan menerima penyelamatan-Nya, bukankah semua manusia yang terbuat dari daging sedang menguji batas kesabaran Tuhan? Bukankah segala sesuatu yang terjadi di sampingmu—yang engkau lihat dengan matamu dan dengar dengan telingamu, dan yang secara pribadi engkau alami setiap hari di dunia ini—penuh dengan kekerasan? Di mata Tuhan, bukankah dunia seperti ini, zaman seperti ini, seharusnya diakhiri? Meskipun latar belakang zaman sekarang sepenuhnya berbeda dengan latar belakang di zaman Nuh, perasaan dan murka yang Tuhan miliki terhadap kerusakan manusia tetap sama persis seperti pada waktu itu. Tuhan sanggup bersabar oleh karena pekerjaan-Nya, tetapi dengan mempertimbangkan segala macam keadaan dan kondisi, di mata Tuhan, dunia ini seharusnya sudah dihancurkan sejak lama. Situasi sekarang jauh melampaui situasi di masa lalu ketika dunia dihancurkan oleh air bah. Namun, apa perbedaannya? Ini juga merupakan hal yang paling menyedihkan hati Tuhan, dan mungkin merupakan sesuatu yang tak dapat dihargai oleh seorang pun di antaramu.

Ketika Ia menghancurkan dunia dengan air bah, Tuhan dapat memanggil Nuh untuk membangun bahtera dan melakukan beberapa pekerjaan persiapan. Tuhan dapat memanggil seorang manusia—Nuh—untuk melakukan serangkaian hal bagi Dia. Namun, di zaman sekarang, Tuhan tidak memiliki siapa pun untuk dipanggil. Mengapa demikian? Setiap orang yang duduk di sini mungkin mengerti dan mengetahui alasannya dengan sangat baik. Perlukah Aku menjabarkannya? Mengatakannya dengan lantang mungkin akan membuatmu kehilangan muka dan membuat semua orang kesal. Sebagian orang mungkin berkata: "Meskipun kami bukan orang benar dan kami bukan orang yang sempurna di mata Tuhan, jika Tuhan memerintahkan kami untuk melakukan sesuatu, kami akan masih mampu untuk melakukannya. Sebelumnya, ketika Ia berkata bahwa malapetaka akan datang, kami mulai mempersiapkan makanan dan barang-barang yang akan diperlukan dalam bencana. Bukankah semua ini dilakukan sesuai dengan tuntutan Tuhan? Bukankah kami benar-benar bekerja sama dengan pekerjaan Tuhan? Tidak dapatkah hal-hal yang kami lakukan ini dibandingkan dengan apa yang Nuh lakukan? Bukankah melakukan apa yang kami lakukan adalah ketaatan sejati? Bukankah kami mengikuti perintah Tuhan? Bukankah kami melakukan apa yang Tuhan katakan karena kami percaya kepada firman Tuhan? Lalu, mengapa Tuhan tetap sedih? Mengapa Tuhan berkata bahwa Ia tidak memiliki siapa pun untuk dipanggil?" Apakah ada perbedaan antara tindakanmu dan tindakan Nuh? Apa perbedaannya? (Mempersiapkan makanan pada hari ini untuk bencana adalah niat kami sendiri.) (Tindakan kami tidak dapat mencapai standar "benar", sementara Nuh adalah orang yang benar di mata Tuhan.) Apa yang engkau katakan tidak terlalu jauh. Apa yang Nuh lakukan sangat berbeda dengan apa yang orang lakukan sekarang. Ketika Nuh melakukan seperti yang Tuhan perintahkan, ia tidak tahu apa maksud Tuhan. Ia tidak tahu apa yang ingin Tuhan capai. Tuhan hanya memberinya perintah dan memerintahkannya untuk melakukan sesuatu, dan tanpa banyak penjelasan, Nuh langsung melakukannya. Ia tidak mencoba untuk diam-diam mencari tahu maksud Tuhan, ia juga tidak menentang Tuhan ataupun menunjukkan ketidaktulusan. Ia hanya pergi dan melakukannya sesuai perintah dengan hati yang murni dan sederhana. Apa pun yang Tuhan suruh ia lakukan, ia melakukannya, dan menaati serta mendengarkan firman Tuhan mendukung kepercayaannya dalam apa yang ia lakukan. Tanpa banyak berpikir dan sesederhana itulah ia menangani apa yang Tuhan percayakan. Esensinya—esensi tindakannya adalah ketaatan, tidak menebak-nebak, tidak menentang, dan terlebih lagi tidak memikirkan kepentingan pribadinya sendiri dan untung ruginya. Lebih jauh lagi, ketika Tuhan berkata Ia akan menghancurkan dunia dengan air bah, Nuh tidak bertanya kapan atau bertanya apa yang akan terjadi dengan segalanya, dan yang pasti ia tidak menanyakan kepada Tuhan bagaimana Ia akan menghancurkan dunia. Ia hanya melakukan seperti yang Tuhan perintahkan. Bagaimanapun Tuhan ingin itu dibuat dan dibuat dengan apa, ia melakukan persis seperti yang Tuhan minta dan juga mulai bertindak segera setelah diperintahkan. Ia bertindak sesuai dengan intruksi Tuhan dengan sikap yang ingin memuaskan hati Tuhan. Apakah ia melakukannya untuk membantunya menghindarkan diri dari bencana? Tidak. Apakah ia bertanya kepada Tuhan berapa lama lagi dunia akan dihancurkan? Tidak. Apakah ia bertanya kepada Tuhan atau apakah ia tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membangun bahtera? Ia juga tidak mengetahuinya. Ia hanya taat, mendengarkan, dan melakukan sesuai perintah. Orang pada zaman sekarang tidak sama: segera setelah mendengar sedikit informasi yang dibocorkan lewat firman Tuhan, segera setelah orang merasakan hanya kabar angin, mereka segera beraksi, tidak peduli apa dan terlepas dari berapa harganya, mereka mempersiapkan apa yang akan mereka makan, minum, dan gunakan setelahnya, bahkan merencanakan rute pelarian mereka saat bencana melanda. Yang lebih menarik lagi adalah bahwa pada momen kunci ini, otak manusia menjadi sangat "berguna". Dalam keadaan di mana Tuhan belum memberikan instruksi apa pun, manusia dapat merencanakan segalanya dengan sangat tepat. Engkau dapat menggunakan kata "sempurna" untuk menggambarkan rencana semacam itu. Sedangkan mengenai apa yang Tuhan katakan, apa maksud Tuhan, atau apa yang Tuhan inginkan, tidak seorang pun peduli dan tidak seorang pun berusaha untuk menghargainya. Bukankah itu adalah perbedaan terbesar antara orang-orang pada zaman sekarang dan Nuh?

Dalam catatan tentang kisah Nuh ini, apakah engkau semua melihat sebagian dari watak Tuhan? Ada batas untuk kesabaran Tuhan terhadap kerusakan, kenajisan, dan kekerasan manusia. Ketika Ia mencapai batas tersebut, Ia tidak akan lagi bersabar, dan sebaliknya Ia akan memulai pengelolaan baru dan rencana baru-Nya, mulai melakukan apa yang harus Ia lakukan, menyingkapkan perbuatan-Nya dan sisi lain dari watak-Nya. Tindakan-Nya ini bukan untuk menunjukkan bahwa Ia tidak pernah boleh disinggung oleh manusia atau bahwa Ia penuh dengan otoritas dan murka, dan bukan untuk menunjukkan bahwa Ia dapat menghancurkan umat manusia. Hanya saja watak-Nya dan esensi-Nya yang kudus tidak dapat lagi membiarkan atau tidak lagi memiliki kesabaran terhadap umat manusia yang semacam ini untuk hidup di hadapan-Nya, untuk hidup di bawah kekuasaan-Nya. Artinya, ketika seluruh umat manusia menentang Dia, ketika tidak ada seorang pun yang dapat Ia selamatkan di seluruh bumi, Ia tidak akan lagi bersabar terhadap umat manusia semacam itu, dan tanpa ragu, akan melaksanakan rencana-Nya—untuk menghancurkan umat manusia yang semacam ini. Tindakan Tuhan yang seperti ini ditentukan oleh watak-Nya. Ini adalah konsekuensi yang perlu, dan konsekuensi yang harus ditanggung oleh semua makhluk ciptaan di bawah kekuasaan Tuhan. Bukankah ini menunjukkan bahwa di zaman sekarang ini, Tuhan tidak sabar untuk menyelesaikan rencana-Nya dan menyelamatkan orang-orang yang ingin Ia selamatkan? Dalam keadaan seperti ini, apa yang paling Tuhan pedulikan? Bukan bagaimana mereka yang tidak mengikuti Dia sama sekali atau mereka yang melawan Dia memperlakukan-Nya atau menentang-Nya, atau bagaimana umat manusia memfitnah-Nya. Ia hanya peduli tentang apakah mereka yang mengikuti-Nya, objek penyelamatan-Nya dalam rencana pengelolaan-Nya, telah disempurnakan oleh-Nya, apakah mereka telah layak akan kepuasan hati-Nya. Sedangkan mengenai orang-orang selain mereka yang mengikuti Dia, Ia hanya sesekali saja memberi mereka sedikit hukuman untuk mengungkapkan murka-Nya. Misalnya: tsunami, gempa bumi, dan letusan gunung berapi. Pada saat yang sama, Ia juga sangat melindungi dan menjaga mereka yang mengikuti Dia dan yang akan diselamatkan oleh-Nya. Watak Tuhan adalah ini: di satu sisi, Ia dapat memiliki kesabaran dan toleransi yang luar biasa terhadap orang-orang yang ingin Ia sempurnakan, dan Ia dapat menunggu mereka selama mungkin; di sisi lain, Tuhan teramat sangat benci dan muak terhadap orang-orang tipe Iblis yang tidak mengikuti Dia dan yang melawan Dia. Meskipun Dia tidak peduli apakah orang-orang tipe Iblis ini mengikuti-Nya dan menyembah-Nya atau tidak, Ia tetap membenci mereka sementara bersabar terhadap mereka di dalam hati-Nya, dan ketika Ia menentukan kesudahan dari orang-orang tipe Iblis ini, Ia juga menantikan tibanya langkah-langkah rencana pengelolaan-Nya.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri I" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 27

Berkat Tuhan bagi Nuh Setelah Air bah

Kejadian 9:1-6 Lalu Tuhan memberkati Nuh dan anak-anaknya dan berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah, bertambah banyak, dan penuhilah bumi. Segala binatang di bumi dan segala burung di udara, dan segala yang bergerak di bumi dan segala ikan di laut akan takut dan gentar terhadapmu; ke dalam tanganmulah semuanya itu diserahkan. Segala yang bergerak yang hidup akan menjadi makanan bagimu; dan juga tumbuhan hijau Aku berikan kepadamu. Tetapi daging yang masih ada nyawanya, yaitu darahnya, jangan engkau makan. Namun mengenai darahmu, yaitu nyawamu, Aku akan menuntutnya; dari segala binatang Aku akan menuntutnya, dan dari tangan manusia, Aku akan menuntutnya, dari setiap tangan saudaranya, Aku akan menuntut nyawa sesama manusia. Siapa yang menumpahkan darah manusia, ia harus membayar dengan menumpahkan darahnya sendiri; karena manusia diciptakan menurut gambar Tuhan."

Setelah Nuh menerima perintah Tuhan dan membangun bahtera dan menjalani hari-hari di mana Tuhan menggunakan air bah untuk menghancurkan dunia, seluruh keluarganya yang terdiri dari delapan orang selamat. Selain keluarga Nuh yang terdiri dari delapan orang, seluruh umat manusia dihancurkan, dan semua makhluk hidup di bumi dihancurkan. Kepada Nuh, Tuhan memberikan berkat, dan mengatakan beberapa hal kepadanya dan anak-anaknya. Hal-hal inilah yang Tuhan anugerahkan kepadanya dan juga merupakan berkat Tuhan baginya. Ini adalah berkat dan janji yang Tuhan berikan kepada seseorang yang bisa mendengarkan Dia dan menerima perintah-Nya, dan juga cara Tuhan memberi upah kepada manusia. Artinya, terlepas dari apakah Nuh adalah seorang yang sempurna atau seorang yang benar di mata Tuhan atau tidak, dan terlepas dari seberapa banyak ia mengetahui tentang Tuhan, singkatnya, Nuh dan ketiga anaknya, semuanya mendengarkan firman Tuhan, bekerja sama dengan pekerjaan Tuhan, dan melakukan apa yang harus mereka lakukan sesuai dengan perintah Tuhan. Sebagai hasilnya, mereka mempertahankan manusia dan berbagai jenis makhluk hidup bagi Tuhan setelah kehancuran dunia oleh air bah, memberi kontribusi yang sangat besar bagi langkah selanjutnya dari rencana pengelolaan Tuhan. Karena segala sesuatu yang sudah dilakukan Nuh, Tuhan memberkatinya. Mungkin bagi orang-orang zaman sekarang, apa yang Nuh lakukan tidak layak bahkan untuk disebut-sebut. Bahkan sebagian orang mungkin berpikir: Nuh tidak melakukan apa-apa; Tuhan telah memutuskan untuk mempertahankan hidupnya, jadi ia pasti akan dibiarkan hidup. Kelangsungan hidupnya bukan karena pencapaiannya sendiri. Inilah yang Tuhan inginkan wujudkan, karena manusia itu pasif. Namun, bukan itu yang Tuhan pikirkan. Bagi Tuhan, tidak masalah apakah seseorang itu hebat atau tidak penting, selama mereka dapat mendengarkan Dia, menaati perintah-Nya, melakukan apa yang Ia percayakan, dan dapat bekerja sama dengan pekerjaan, kehendak, dan rencana-Nya, sehingga kehendak dan rencana-Nya dapat diselesaikan dengan lancar, maka perilaku tersebut layak untuk diingat oleh-Nya dan layak untuk menerima berkat-Nya. Tuhan menghargai orang-orang semacam itu, dan Ia menghargai tindakan, kasih, dan kasih sayang mereka kepada-Nya. Inilah sikap Tuhan. Jadi, mengapa Tuhan memberkati Nuh? Karena inilah cara Tuhan memperlakukan tindakan semacam itu dan ketaatan manusia.

Berkenaan dengan berkat Tuhan kepada Nuh, sebagian orang akan berkata: "Jika manusia mendengarkan dan memuaskan hati Tuhan, Tuhan akan memberkati manusia. Bukankah itu jelas?" Dapatkah kita berkata seperti itu? Sebagian orang berkata: "Tidak." Mengapa kita tidak dapat berkata seperti itu? Sebagian orang berkata: "Manusia tidak layak untuk menikmati berkat Tuhan." Itu tidak sepenuhnya benar. Karena ketika seseorang menerima apa yang Tuhan percayakan kepadanya, Tuhan punya standar untuk menilai apakah tindakan orang itu baik atau buruk, apakah orang itu sudah menaati atau belum, apakah orang itu sudah memenuhi kehendak Tuhan atau belum, dan apakah yang mereka kerjakan itu memenuhi standar atau tidak. Yang Tuhan pedulikan adalah hati manusia, bukan tindakan mereka di permukaan. Tidaklah benar bahwa Tuhan harus memberkati seseorang selama mereka melakukan sesuatu, terlepas dari bagaimana mereka melakukannya. Ini adalah kesalahpahaman yang orang miliki tentang Tuhan. Tuhan tidak hanya memandang hasil akhir dari sesuatu, tetapi lebih menekankan pada bagaimana hati orang tersebut dan bagaimana sikap orang tersebut selama perkembangan dari sesuatu tersebut, dan Ia memandang apakah ada ketaatan, pertimbangan, dan keinginan untuk memuaskan Tuhan di hati mereka atau tidak. Seberapa banyak Nuh mengenal Tuhan pada waktu itu? Apakah sebanyak doktrin yang engkau semua ketahui sekarang? Mengenai aspek kebenaran seperti konsep-konsep dan pengenalan akan Tuhan, apakah ia menerima penyiraman dan penggembalaan sebanyak yang engkau semua terima? Tidak! Namun, ada satu fakta yang tidak dapat disangkal: dalam kesadaran, pikiran, dan bahkan kedalaman hati orang-orang zaman sekarang, konsep dan sikap mereka terhadap Tuhan samar dan ambigu. Engkau bahkan bisa mengatakan bahwa sebagian orang memiliki sikap negatif terhadap keberadaan Tuhan. Namun, di dalam hati dan kesadaran Nuh, keberadaan Tuhan adalah mutlak dan tidak diragukan, dan dengan demikian, ketaatannya kepada Tuhan pun murni dan bisa bertahan dalam ujian. Hatinya murni dan terbuka kepada Tuhan. Ia tidak perlu terlalu banyak pengetahuan tentang doktrin untuk meyakinkan dirinya untuk mengikuti setiap firman Tuhan, juga tidak membutuhkan banyak fakta untuk membuktikan keberadaan Tuhan untuk dapat menerima apa yang Tuhan percayakan kepadanya dan mampu melakukan apa pun yang Tuhan perintahkan kepadanya. Inilah perbedaan mendasar antara Nuh dan orang-orang zaman sekarang. Ini juga merupakan definisi yang tepat tentang seperti apakah manusia yang sempurna di mata Tuhan itu. Yang Tuhan inginkan adalah orang-orang seperti Nuh. Ia adalah tipe orang yang Tuhan puji, dan juga jenis orang yang Tuhan berkati. Sudahkah engkau semua menerima pencerahan dari semua ini? Orang melihat orang dari luarnya, sementara yang Tuhan lihat adalah hati manusia dan esensi mereka. Tuhan tidak mengizinkan seorang pun bersikap setengah hati atau meragukan Dia, juga tidak mengizinkan orang untuk mencurigai atau menguji Dia dengan cara apa pun. Oleh karena itu, meskipun orang zaman sekarang berhadapan muka dengan firman Tuhan—engkau bahkan bisa katakan berhadapan muka dengan Tuhan—oleh karena sesuatu di lubuk hati mereka, keberadaan hakikat mereka yang rusak, dan sikap bermusuhan mereka terhadap Dia, orang-orang telah dihambat dari memiliki kepercayaan yang sejati kepada Tuhan dan telah dihalangi dari menjadi taat kepada-Nya. Karena hal ini, sangatlah sulit bagi mereka untuk memperoleh berkat yang sama seperti yang Tuhan anugerahkan kepada Nuh.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri I" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 28

Tuhan Menggunakan Pelangi Sebagai Lambang Perjanjian-Nya dengan Manusia

Kejadian 9:11-13 Aku akan menetapkan perjanjian-Ku dengan engkau, tidak akan ada makhluk hidup yang dimusnahkan karena air bah lagi; dan tidak akan ada air bah lagi yang akan menghancurkan bumi. Dan Tuhan berfirman: "Inilah tanda perjanjian yang Kutetapkan antara Aku dan engkau dan setiap makhluk hidup yang ada bersama-sama denganmu, turun-temurun: Aku akan menaruh busur-Ku di awan, dan itu akan menjadi tanda perjanjian antara Aku dan bumi."

Selanjutnya, mari kita melihat bagian dari kitab suci tentang bagaimana Tuhan menggunakan pelangi sebagai lambang perjanjian-Nya dengan manusia.

Kebanyakan orang tahu apa pelangi itu dan telah mendengar beberapa kisah yang berkaitan dengan pelangi. Adapun kisah tentang pelangi di dalam Alkitab, sebagian orang memercayainya dan sebagian orang menganggapnya legenda, sementara yang lain tidak memercayainya sama sekali. Apa pun itu, segala peristiwa yang terjadi dalam kaitannya dengan pelangi adalah pekerjaan Tuhan dan terjadi selama proses pengelolaan manusia oleh Tuhan. Peristiwa-peristiwa ini telah dicatat dengan tepat di dalam Alkitab. Catatan-catatan ini tidak memberitahukan kepada kita bagaimana suasana hati Tuhan pada saat itu atau maksud Tuhan di balik kata-kata yang Tuhan ucapkan. Selain itu, tidak ada seorang pun yang dapat menghargai apa yang Tuhan rasakan ketika Ia mengucapkannya. Namun, keadaan pikiran Tuhan tentang semua peristiwa ini terungkap di antara baris-baris dalam teks tersebut. Seolah-olah pikiran-Nya pada saat itu tampak sangat jelas lewat setiap kata dan frasa firman Tuhan.

Pikiran Tuhan adalah apa yang harus diperhatikan oleh manusia, dan apa yang paling harus diusahakan untuk diketahui oleh mereka. Ini karena pikiran Tuhan terkait erat dengan pemahaman manusia akan Tuhan, dan pemahaman manusia akan Tuhan adalah penghubung yang harus ada untuk jalan masuk manusia ke dalam kehidupan. Jadi, apa yang dipikirkan Tuhan pada saat peristiwa-peristiwa ini terjadi?

Pada mulanya, Tuhan menciptakan umat manusia yang di mata-Nya sangat baik dan dekat dengan-Nya, tetapi mereka dihancurkan oleh air bah setelah memberontak terhadap-Nya. Apakah hati Tuhan sakit karena umat manusia langsung lenyap begitu saja? Tentu saja sakit! Jadi, apa ungkapan-Nya akan rasa sakit ini? Bagaimana hal ini dicatat dalam Alkitab? Hal ini dicatat dalam Alkitab sebagai berikut: "Aku akan menetapkan perjanjian-Ku dengan engkau, tidak akan ada makhluk hidup yang dimusnahkan karena air bah lagi; dan tidak akan ada air bah lagi yang akan menghancurkan bumi." Kalimat sederhana ini menyingkapkan pikiran Tuhan. Penghancuran dunia ini sangat menyakitkan hati-Nya. Dalam kata-kata manusia, Ia sangat sedih. Kita bisa membayangkan: bagaimana rupa bumi yang tadinya penuh daya hidup setelah dihancurkan oleh air bah? Bagaimana rupa bumi yang tadinya penuh manusia pada saat itu? Tidak ada tempat tinggal manusia, tidak ada makhluk hidup, air di mana-mana, dan kerusakan parah di permukaan air. Apakah pemandangan seperti itu merupakan maksud Tuhan yang semula ketika Ia menciptakan dunia? Tentu saja tidak! Maksud Tuhan yang semula adalah untuk menyaksikan daya hidup di seluruh negeri, untuk menyaksikan manusia yang diciptakan-Nya menyembah Dia, bukan hanya agar Nuh menjadi satu-satunya manusia yang menyembah-Nya atau satu-satunya manusia yang bisa menjawab panggilan-Nya untuk menyelesaikan apa yang Ia percayakan kepadanya. Ketika umat manusia lenyap, Tuhan tidak melihat apa yang semula Ia inginkan, tetapi justru kebalikannya. Bagaimana mungkin hati-Nya tidak sakit? Jadi, ketika Ia menyingkapkan watak-Nya dan mengungkapkan emosi-Nya, Tuhan mengambil sebuah keputusan. Keputusan apa yang Ia ambil? Membuat busur di awan (yaitu pelangi yang kita lihat) sebagai perjanjian dengan manusia, sebuah janji bahwa Tuhan tidak akan lagi menghancurkan umat manusia dengan air bah. Pada saat yang sama, pelangi juga memberitahukan kepada manusia bahwa Tuhan pernah menghancurkan dunia dengan air bah, agar umat manusia akan selamanya ingat mengapa Tuhan melakukan hal semacam itu.

Apakah penghancuran dunia pada waktu itu adalah sesuatu yang Tuhan inginkan? Itu sama sekali bukan yang Tuhan inginkan. Kita mungkin bisa membayangkan sebagian kecil dari pemandangan bumi yang menyedihkan setelah penghancuran dunia, tetapi bayangan kita tidak bisa mendekati pemandangan yang tampak pada waktu itu di mata Tuhan. Kita bisa mengatakan bahwa, baik orang-orang zaman sekarang maupun zaman dahulu, tidak seorang pun mampu membayangkan atau menghargai apa yang Tuhan rasakan ketika Ia melihat pemandangan itu, rupa dunia setelah penghancurannya oleh air bah. Tuhan terpaksa melakukan ini karena ketidaktaatan manusia, tetapi rasa sakit yang dirasakan hati Tuhan akibat kehancuran dunia oleh air bah ini adalah sebuah kenyataan yang tidak dapat dipahami atau dihargai oleh siapa pun. Itulah sebabnya Tuhan membuat perjanjian dengan umat manusia, yang melaluinya, Ia bertujuan untuk memberitahukan kepada manusia untuk mengingat bahwa Tuhan pernah melakukan sesuatu seperti ini, dan bersumpah kepada mereka bahwa Tuhan tidak akan pernah menghancurkan dunia dengan cara seperti itu lagi. Dalam perjanjian ini, kita melihat hati Tuhan—kita melihat bahwa hati Tuhan sakit ketika Ia menghancurkan umat manusia ini. Dalam bahasa manusia, ketika Tuhan menghancurkan umat manusia dan menyaksikan umat manusia lenyap, hati-Nya meratap dan berdarah. Bukankah ini cara terbaik untuk menggambarkannya? Kata-kata ini digunakan oleh manusia untuk melukiskan emosi manusia, tetapi karena bahasa manusia terlalu kurang, menggunakan kata-kata tersebut untuk menggambarkan perasaan dan emosi Tuhan tidaklah terlalu buruk bagi-Ku, dan juga tidak terlalu berlebihan. Setidaknya, itu memberimu pemahaman yang sangat jelas dan sangat tepat tentang bagaimana suasana hati Tuhan pada waktu itu. Apa yang akan engkau pikirkan sekarang ketika engkau semua melihat pelangi lagi? Setidaknya, engkau akan mengingat betapa Tuhan pernah begitu berduka karena menghancurkan dunia dengan air bah. Engkau akan ingat bahwa meskipun Tuhan membenci dunia ini dan memandang hina umat manusia ini, ketika Ia menghancurkan umat manusia yang Ia ciptakan dengan tangan-Nya sendiri, hati-Nya sangat terluka, bergumul untuk melepaskan, merasa enggan, dan merasa begitu berat untuk menanggungnya. Satu-satunya penghiburan bagi-Nya adalah keluarga Nuh yang terdiri dari delapan orang. Kerja sama Nuh-lah yang membuat upaya-Nya yang sungguh-sungguh dalam menciptakan segala sesuatu tidak sia-sia. Pada saat Tuhan menderita, inilah satu-satunya hal yang dapat mengobati penderitaan-Nya. Sejak saat itu, Tuhan menempatkan semua pengharapan-Nya akan umat manusia pada keluarga Nuh, berharap mereka dapat hidup di bawah berkat-Nya dan bukan kutuk-Nya, berharap mereka tidak akan pernah lagi melihat Tuhan menghancurkan dunia dengan air bah, dan juga berharap mereka tidak akan dihancurkan.

Bagian watak Tuhan mana yang harus kita pelajari dari sini? Tuhan memandang hina manusia karena manusia memusuhi-Nya, tetapi di dalam hati-Nya, kepedulian, perhatian dan belas kasih-Nya bagi umat manusia tetap tidak berubah. Bahkan ketika Ia menghancurkan umat manusia, hati-Nya tetap tidak berubah. Ketika umat manusia penuh dengan kerusakan dan ketidaktaatan terhadap Tuhan hingga tingkat yang sangat parah, Tuhan harus menghancurkan umat manusia ini, oleh karena watak dan esensi-Nya, dan sesuai dengan prinsip-prinsip-Nya. Namun, karena esensi Tuhan, Ia tetap mengasihani umat manusia, dan bahkan mau menggunakan berbagai cara untuk menebus umat manusia sehingga mereka bisa terus hidup. Sebaliknya, manusia melawan Tuhan, terus tidak menaati Tuhan, dan menolak untuk menerima keselamatan dari Tuhan; artinya, menolak untuk menerima niat baik-Nya. Tidak peduli bagaimana Tuhan memanggil mereka, mengingatkan mereka, memenuhi kebutuhan mereka, menolong mereka, atau menoleransi mereka, manusia tidak memahami atau menghargainya, mereka juga tidak memperhatikannya. Dalam kepedihan hati-Nya, Tuhan tetap tidak lupa memberikan toleransi-Nya yang maksimalkepada manusia, menunggu manusia untuk berbalik. Setelah Ia mencapai batas-Nya, Ia melakukan apa yang harus dilakukan-Nya tanpa ragu-ragu. Dengan kata lain, ada jangka waktu dan proses tertentu dari saat Tuhan berencana menghancurkan umat manusia sampai dimulainya pekerjaan-Nya untuk menghancurkan umat manusia. Proses ini ada dengan tujuan untuk memungkinkan manusia untuk berbalik, dan ini merupakan kesempatan terakhir yang Tuhan berikan kepada manusia. Jadi, apa yang Tuhan lakukan selama jangka waktu ini sebelum menghancurkan umat manusia? Tuhan melakukan banyak sekali pekerjaan mengingatkan dan menasihati. Betapa pun sakitnya dan berdukanya hati Tuhan, Ia terus memberikan pemeliharaan, perhatian, dan belas kasih-Nya yang melimpah kepada umat manusia. Apa yang kita lihat dari semua ini? Tidak diragukan lagi, kita melihat bahwa kasih Tuhan bagi umat manusia itu nyata dan bukan sekadar ucapan di bibir. Kasih Tuhan itu aktual, nyata, dan bisa dirasakan, tidak palsu, murni, tidak curang atau memegahkan diri. Tuhan tidak pernah menggunakan tipuan atau menciptakan gambaran yang palsu untuk membuat orang melihat bahwa Ia layak dikasihi. Ia tidak pernah menggunakan kesaksian palsu agar orang melihat keindahan-Nya, atau memamerkan keindahan dan kekudusan-Nya. Bukankah aspek-aspek dari watak Tuhan ini layak mendapatkan kasih manusia? Bukankah semua itu layak mendapatkan penyembahan manusia? Bukankah semua itu layak dihargai? Pada titik ini, Aku ingin bertanya kepada engkau semua: setelah mendengar perkataan-perkataan ini, apakah menurutmu kebesaran Tuhan hanya kata-kata kosong di atas selembar kertas? Apakah keindahan Tuhan hanya kata-kata yang kosong? Tidak! Tentu saja tidak! Supremasi, kebesaran, kekudusan, toleransi, kasih Tuhan, dan lain sebagainya—setiap detail dari masing-masing aspek watak dan esensi Tuhan diungkapkan secara nyata setiap kali Ia melakukan pekerjaan-Nya, diwujudkan dalam kehendak-Nya bagi manusia, dan juga digenapi serta tecermin pada diri setiap orang. Terlepas dari apakah engkau pernah merasakannya sebelumnya, Tuhan memelihara setiap orang dengan segala cara yang memungkinkan, menggunakan hati-Nya yang tulus, hikmat-Nya, dan berbagai metode untuk menghangatkan hati setiap orang dan membangunkan roh setiap orang. Ini fakta yang tidak terbantahkan.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri I" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 29

Tuhan menciptakan umat manusia; terlepas dari apakah mereka telah rusak atau apakah mereka mengikuti-Nya, Tuhan memperlakukan manusia sebagai orang-orang terkasih yang paling disayangi-Nya—atau sebagaimana manusia katakan, sebagai orang-orang kesayangan-Nya—dan bukan sebagai mainan-Nya. Meskipun Tuhan berkata bahwa Ia adalah Pencipta dan manusia adalah ciptaan-Nya, yang mungkin terdengar seperti ada sedikit perbedaan dalam peringkat, kenyataannya adalah segala sesuatu yang telah Tuhan lakukan bagi umat manusia jauh melebihi hubungan semacam ini. Tuhan mengasihi umat manusia, memedulikan umat manusia, dan menunjukkan perhatian kepada umat manusia, dan secara terus menerus serta tanpa berhenti menyediakan bagi umat manusia. Di dalam hati-Nya, Ia tidak pernah merasa bahwa ini adalah pekerjaan tambahan atau sesuatu yang layak mendapatkan banyak pujian. Dia juga tidak merasa bahwa menyelamatkan manusia, menyediakan bagi mereka, dan menganugerahkan segala sesuatu kepada mereka adalah memberikan kontribusi yang sangat besar untuk umat manusia. Ia hanya menyediakan bagi umat manusia secara diam-diam, dengan cara-Nya sendiri dan melalui esensi-Nya, apa yang dimiliki-Nya dan siapa diri-Nya. Tidak peduli seberapa banyak penyediaan dan seberapa banyak pertolongan yang umat manusia terima dari-Nya, Tuhan tidak pernah berpikir atau berusaha untuk memperoleh pujian. Ini ditentukan oleh esensi Tuhan, dan juga merupakan ungkapan yang sebenarnya dari watak Tuhan. Inilah sebabnya, baik di dalam Alkitab atau buku apa pun, kita tidak akan pernah menemukan Tuhan mengungkapkan pikiran-Nya, dan kita tidak akan pernah menemukan Tuhan menggambarkan atau menyatakan kepada manusia mengapa Ia melakukan hal-hal ini atau mengapa Ia sangat memedulikan umat manusia, demi membuat mereka bersyukur kepada-Nya atau memuji Dia. Bahkan ketika Ia terluka, ketika hati-Nya dalam kesakitan yang luar biasa, Ia tidak pernah melupakan tanggung jawab-Nya terhadap umat manusia atau perhatian-Nya untuk umat manusia; sementara itu Ia menanggung luka dan kesakitan ini sendirian di dalam keheningan. Sebaliknya, Tuhan terus menyediakan kebutuhan umat manusia seperti yang selalu Ia lakukan. Meskipun umat manusia sering memuji Tuhan atau menjadi saksi bagi-Nya, tidak satu pun dari perilaku ini yang disuruh oleh Tuhan. Ini karena Tuhan tidak pernah bermaksud agar hal-hal baik yang Ia lakukan bagi umat manusia ditukar dengan ucapan syukur atau dibayar kembali. Di sisi lain, mereka yang dapat takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, mereka yang dapat benar-benar mengikuti Tuhan, mendengarkan Dia, dan setia kepada-Nya, dan mereka yang dapat menaati-Nya—ini adalah orang-orang yang akan sering menerima berkat Tuhan, dan Tuhan akan menganugerahkan berkat-berkat itu tanpa batas. Lebih dari itu, berkat-berkat yang manusia terima dari Tuhan sering kali melampaui bayangan mereka, dan juga melampaui apa pun yang manusia berhak terima melalui apa pun yang telah mereka lakukan atau harga yang telah mereka bayar. Ketika umat manusia menikmati berkat Tuhan, apakah ada yang peduli dengan apa yang Tuhan sedang lakukan? Apakah ada yang menunjukkan perhatian pada apa yang sedang Tuhan rasakan? Apakah ada yang mencoba untuk menghargai rasa sakit Tuhan? Jawaban adalah tidak ada! Bisakah manusia, termasuk Nuh, menghargai rasa sakit yang Tuhan rasakan pada saat itu? Apakah ada yang bisa memahami mengapa Tuhan membuat perjanjian seperti itu? Mereka tidak bisa! Umat manusia tidak menghargai rasa sakit Tuhan bukan karena mereka tidak bisa memahami rasa sakit Tuhan, dan bukan karena kesenjangan yang ada di antara Tuhan dan manusia atau perbedaan dalam status mereka; melainkan, itu karena umat manusia sama sekali tidak peduli tentang perasaan Tuhan. Umat manusia berpikir bahwa Tuhan itu mandiri—Tuhan tidak membutuhkan manusia untuk memedulikan-Nya, memahami-Nya, atau menunjukkan perhatian mereka kepada-Nya. Tuhan adalah Tuhan, jadi, Ia tidak memiliki rasa sakit, tidak memiliki emosi; Ia tidak akan bersedih, Ia tidak merasakan duka, Ia bahkan tidak menangis. Tuhan adalah Tuhan, jadi, Ia tidak membutuhkan ungkapan emosional apa pun dan Ia tidak membutuhkan penghiburan emosional. Jika Ia memang memerlukan hal-hal ini dalam keadaan tertentu, Ia dapat mengatasinya sendiri dan tidak membutuhkan bantuan dari umat manusia. Sebaliknya, manusia yang lemah dan belum dewasa yang membutuhkan penghiburan, penyediaan, dorongan Tuhan, dan bahkan membutuhkan Ia untuk menghibur keadaan emosi mereka kapan pun dan di mana pun. Hal-hal seperti itu mengintai jauh di lubuk hati manusia: manusia adalah pihak yang lemah; mereka membutuhkan Tuhan untuk menjaga mereka dalam segala hal, mereka layak akan seluruh pemeliharaan yang mereka terima dari Tuhan, dan mereka seharusnya menuntut dari Tuhan apa pun yang mereka rasa seharusnya menjadi milik mereka. Tuhan adalah pihak yang kuat; Ia memiliki segalanya, dan Ia seharusnya menjadi penjaga manusia dan pemberi berkat. Karena Ia adalah Tuhan, Ia mahakuasa dan tidak pernah membutuhkan apa pun dari manusia.

Karena manusia tidak memperhatikan apa pun yang Tuhan singkapkan, ia tidak pernah merasakan kesedihan, rasa sakit, atau sukacita Tuhan. Tetapi sebaliknya, Tuhan mengetahui semua ungkapan manusia seperti telapak tangan-Nya sendiri. Tuhan menyediakan kebutuhan semua manusia kapan pun dan di mana pun, mengamati pikiran setiap orang yang berubah-ubah dan dengan demikian, menghibur dan menasihati mereka, serta membimbing dan menyinari mereka. Dalam hal segala sesuatu yang telah Tuhan lakukan dalam diri manusia dan semua harga yang telah Ia bayar karena mereka, dapatkah manusia menemukan sebuah perikop di Alkitab atau dari apa pun yang telah Tuhan katakan sampai sekarang yang menyatakan dengan jelas bahwa Tuhan akan menuntut sesuatu dari manusia? Tidak! Sebaliknya, tidak peduli bagaimana orang mengabaikan pemikiran Tuhan, Ia tetap berulang kali memimpin umat manusia, berulang kali menyediakan kebutuhan manusia, dan menolong mereka, untuk membuat mereka mengikuti jalan Tuhan sehingga mereka bisa menerima tempat tujuan yang indah yang telah Ia siapkan bagi mereka. Mengenai Tuhan, apa yang Ia miliki dan siapa diri-Nya, kasih karunia-Nya, belas kasih-Nya, dan semua upah yang daripada-Nya akan dianugerahkan tanpa batas kepada mereka yang mengasihi dan mengikuti Dia. Namun, Ia tidak pernah menyingkapkan kepada siapa pun rasa sakit yang telah Ia derita atau keadaan pikiran-Nya, dan Ia tidak pernah mengeluh tentang siapa pun tidak peduli kepada-Nya atau tidak mengetahui kehendak-Nya. Ia hanya menanggung semua ini dalam keheningan, menunggu hari ketika manusia akan mampu memahami.

Mengapa Aku mengatakan hal-hal ini di sini? Apa yang engkau semua lihat dari hal-hal yang telah Aku katakan? Ada sesuatu dalam esensi dan watak Tuhan yang paling mudah untuk diabaikan, sesuatu yang hanya dimiliki oleh Tuhan dan tidak oleh siapa pun, termasuk oleh mereka yang dianggap orang lain sebagai orang yang hebat, orang yang baik, atau Tuhan menurut imajinasi mereka. Apakah sesuatu ini? Itu adalah ketidakegoisan Tuhan. Ketika berbicara tentang ketidakegoisan, engkau mungkin menganggap engkau juga sangat tidak egois, karena jika berkenaan dengan anak-anakmu, engkau tidak pernah tawar-menawar atau bernegosiasi dengan mereka, atau engkau mengganggap dirimu juga sangat tidak egois jika berkenaan dengan orang tuamu. Apa pun yang engkau pikirkan, setidaknya engkau memiliki sebuah konsep tentang kata "ketidakegoisan" dan menganggapnya sebagai sebuah kata yang positif, dan bahwa menjadi orang yang tidak egois itu sangat mulia. Ketika engkau tidak egois, engkau menganggap dirimu hebat. Namun, tidak ada seorang pun yang dapat melihat ketidakegoisan Tuhan di dalam segala sesuatu, di antara manusia, peristiwa, dan objek, dan dalam pekerjaan-Nya. Mengapa demikian? Karena manusia terlalu egois! Mengapa Aku berkata demikian? Manusia hidup dalam dunia materi. Engkau mungkin mengikuti Tuhan, tetapi engkau tidak pernah melihat atau menghargai bagaimana Tuhan menyediakan bagimu, mengasihimu, dan memperhatikanmu. Jadi, apa yang engkau lihat? Engkau melihat saudara sedarahmu yang mengasihi atau menyayangimu. Engkau melihat hal-hal yang bermanfaat bagi dagingmu, engkau memedulikan orang-orang dan hal-hal yang engkau kasihi. Inilah yang disebut "ketidakegoisan" manusia. Namun, orang-orang yang "tidak egois" semacam itu, tidak pernah peduli tentang Tuhan yang memberi kehidupan kepada mereka. Berbeda dengan Tuhan, ketidakegoisan manusia menjadi egois dan tercela. Ketidakegoisan yang manusia percayai adalah kosong dan tidak realistis, tercemar, tidak sesuai dengan Tuhan, dan tidak berhubungan dengan Tuhan. Ketidakegoisan manusia adalah untuk dirinya sendiri, sementara ketidakegoisan Tuhan adalah penyingkapan sejati dari esensi-Nya. Justru karena ketidakegoisan Tuhan-lah manusia terus menerima penyediaan tetap dari-Nya. Engkau semua mungkin tidak terlalu terpengaruh oleh topik yang Aku bahas pada hari ini dan sekadar mengangguk setuju, tetapi ketika engkau mencoba untuk menghargai hati Tuhan dalam hatimu, tanpa disadari engkau akan menemukan bahwa di antara semua orang, semua masalah, dan semua hal yang dapat engkau rasakan di dunia ini, hanya ketidakegoisan Tuhan-lah yang nyata dan konkret, karena hanya kasih Tuhan kepadamu yang tidak bersyarat dan tidak bercacat cela. Selain Tuhan, ketidakegoisan orang lain, semuanya palsu, dangkal, dan tidak asli, memiliki tujuan, niat tertentu, mengandung kompromi, dan tidak dapat bertahan dalam ujian. Engkau bahkan bisa mengatakan bahwa keditakegoisan itu kotor dan hina. Apakah engkau semua setuju dengan perkataan-perkataan ini?

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri I" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Firman Tuhan Harian: Kutipan 30

Kejadian 9:11-13 Dan Aku akan menetapkan perjanjian-Ku dengan engkau, tidak akan ada lagi makhluk hidup yang akan dimusnahkan oleh air bah; dan tidak akan ada lagi air bah yang akan menghancurkan bumi. Dan Tuhan berfirman: "Inilah tanda perjanjian yang Kutetapkan antara Aku dan engkau dan setiap makhluk hidup yang ada bersama-sama denganmu, turun-temurun: Aku akan menaruh busur-Ku di awan, dan itu akan menjadi tanda perjanjian antara Aku dan bumi."

Di akhir kisah Nuh, kita melihat bahwa Tuhan menggunakan metode yang tidak biasa untuk mengungkapkan perasaan-Nya pada waktu itu. Itu adalah metode yang sangat istimewa: membuat sebuah perjanjian dengan manusia yang menyatakan akhir dari penghancuran dunia oleh Tuhan menggunakan air bah. Di permukaan, membuat sebuah perjanjian mungkin tampak seperti hal yang sangat biasa. Itu tidak lebih dari menggunakan kata-kata untuk mengikat kedua belah pihak dan mencegah mereka dari melanggar kesepakatan mereka, untuk melindungi kepentingan kedua belah pihak. Dari bentuknya, itu merupakan hal yang sangat biasa, tetapi dari motivasi di baliknya serta maksud Tuhan melakukan hal ini, itu merupakan penyingkapan sejati dari watak dan keadaan pikiran Tuhan. Jika engkau hanya mengesampingkan dan mengabaikan perkataan-perkataan ini, jika Aku tidak pernah memberitahukan kepadamu kebenaran dari hal-hal ini, umat manusia benar-benar tidak akan pernah tahu pemikiran Tuhan. Mungkin di dalam imajinasimu, Tuhan tersenyum ketika Ia membuat perjanjian ini, atau mungkin air muka-Nya serius, tetapi terlepas dari air muka paling biasa seperti apa yang manusia bayangkan dimilliki oleh Tuhan, tidak seorang pun dapat melihat hati Tuhan atau rasa sakit-Nya, apalagi kesepian-Nya. Tidak seorang pun dapat membuat Tuhan memercayai mereka atau layak Tuhan percayai, atau menjadi seseorang yang kepadanya Tuhan dapat mengungkapkan pikiran-Nya atau menceritakan rasa sakit-Nya. Itulah sebabnya Tuhan tidak punya pilihan selain melakukan hal semacam ini. Di permukaan, Tuhan melakukan hal yang mudah dalam berpisah dengan umat manusia seperti sebelumnya, menyelesaikan masalah masa lalu dan mengakhiri dengan sempurna penghancuran dunia oleh-Nya dengan menggunakan air bah. Namun, Tuhan mengubur rasa sakit dari saat ini jauh di lubuk hati-Nya. Pada saat Tuhan tidak memiliki siapa pun untuk mencurahkan isi hati-Nya, Ia membuat perjanjian dengan umat manusia, memberitahukan kepada mereka bahwa Ia tidak akan menghancurkan dunia dengan air bah lagi. Ketika pelangi muncul, itu untuk mengingatkan manusia bahwa hal semacam itu pernah terjadi dan untuk memperingatkan mereka agar tidak melakukan kejahatan. Bahkan dalam keadaan yang menyakitkan seperti itu, Tuhan tidak melupakan umat manusia dan tetap menunjukkan begitu banyak perhatian kepada mereka. Bukankah ini adalah kasih dan ketidakegoisan Tuhan? Namun, apa yang manusia pikirkan ketika mereka sedang menderita? Bukankah pada saat seperti inilah mereka paling membutuhkan Tuhan? Pada saat seperti ini, orang selalu menyeret Tuhan agar Ia dapat menghibur mereka. Tidak peduli kapan pun, Tuhan tidak akan pernah mengecewakan manusia, dan Ia akan selalu menolong mereka untuk keluar dari kesulitan dan hidup di dalam terang. Meskipun Tuhan begitu banyak menyediakan kebutuhan manusia, di hati manusia, Tuhan tidak lebih dari sekadar pil penenang, tonik penenang. Ketika Tuhan sedang menderita, ketika hati-Nya terluka, memiliki makhluk ciptaan atau seseorang untuk menemani atau menghibur-Nya, tidak diragukan lagi, hanyalah keinginan yang terlalu berlebihan bagi Tuhan. Manusia tidak pernah memperhatikan perasaan Tuhan, sehingga Tuhan tidak pernah meminta atau mengharapkan ada seseorang yang dapat menghibur-Nya. Ia hanya menggunakan metode-Nya sendiri untuk mengungkapkan perasaan-Nya. Orang berpikir bukan masalah besar bagi Tuhan untuk mengalami penderitaan, tetapi hanya ketika engkau sungguh-sungguh mencoba untuk memahami Tuhan, ketika engkau bisa dengan tulus menghargai niat Tuhan yang sungguh-sungguh dalam segala sesuatu yang Ia lakukan, barulah engkau dapat merasakan kebesaran Tuhan dan ketidakegoisan-Nya. Meskipun Tuhan membuat perjanjian dengan umat manusia dengan menggunakan pelangi, Ia tidak pernah mengatakan kepada siapa pun mengapa Ia melakukan hal ini—mengapa Ia menetapkan perjanjian ini—yang artinya Ia tidak pernah mengatakan kepada siapa pun pikiran-Nya yang sebenarnya. Ini karena tidak ada seorang pun yang dapat memahami kedalaman kasih Tuhan bagi umat manusia yang Ia ciptakan dengan tangan-Nya sendiri, dan juga tidak ada seorang pun yang dapat menghargai betapa besar rasa sakit yang diderita hati-Nya ketika Ia menghancurkan umat manusia. Oleh karena itu, bahkan jika Ia mengatakan kepada manusia bagaimana perasaan-Nya, mereka tidak akan dapat menerima kepercayaan ini. Sekalipun dalam kesakitan, Ia tetap melanjutkan langkah selanjutnya dari pekerjaan-Nya. Tuhan selalu memberikan sisi terbaik-Nya dan hal-hal terbaik untuk umat manusia sambil diam-diammenanggung semua penderitaan sendiri. Tuhan tidak pernah secara terbuka mengungkapkan penderitaan-penderitaan ini. Sebaliknya, Ia menanggungnya dan menunggu dalam keheningan. Ketahanan Tuhan tidaklah dingin, mati rasa, atau tidak berdaya, juga bukan tanda kelemahan. Melainkan, kasih dan esensi Tuhan selalu tidak mementingkan diri sendiri. Ini adalah penyingkapan alami dari esensi dan watak-Nya, serta perwujudan sejati dari identitas Tuhan sebagai Sang Pencipta sejati.

Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri I" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"

Sebelumnya: Tempat Tujuan dan Kesudahan

Selanjutnya: Mengenal Tuhan 2

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Pengaturan

  • Teks
  • Tema

Warna Solid

Tema

Jenis Huruf

Ukuran Huruf

Spasi Baris

Spasi Baris

Lebar laman

Isi

Cari

  • Cari Teks Ini
  • Cari Buku Ini