Perenunganku Sebelum Dikeluarkan

02 Januari 2023

Oleh Saudari Yan Xin, Tiongkok

Pada tahun 2014, aku sedang mengerjakan pembuatan video di gereja. Tak lama kemudian, aku dipromosikan menjadi pemimpin kelompok. Untuk membuat video dengan baik, aku merenungkan prinsip, berdoa dan mencari, dan mengambil setiap gambar dengan serius. Setelah beberapa waktu, sebagian besar video yang kuhasilkan dipilih untuk digunakan dan saudara-saudari memandangku dengan kekaguman. Mau tak mau, aku berpikir bahwa aku termasuk yang terbaik di gereja, kalau tidak, aku pasti tak dipromosikan. Beberapa minggu kemudian, pengawas menyuruhku memimpin pembuatan video kelompok lain dan secara khusus menginstruksikan: "Bimbinglah saudara-saudari untuk mengalami firman Tuhan dan mengikuti prinsip." Mau tak mau aku merasa bangga pada diriku sendiri. Permintaan pengawas untuk aku membimbing orang lain menunjukkan aku memiliki beberapa keterampilan, dan aku cakap. Begitu datang ke kelompok itu, aku mendapati beberapa saudara tak terlalu terampil dalam pembuatan video. Satu saudari lumayan, tapi dia masih muda, jadi kurang berpengalaman dalam semua aspek. Hanya pemimpin kelompok yang agak kuat dalam setiap aspek. Ketika mempersekutukan firman Tuhan dalam pertemuan, pemimpin kelompok tak seringkas atau teratur seperti aku, dan dia tak memiliki perspektif yang luas ketika mendiskusikan ide untuk pembuatan video. Sering kali, saranku disetujui oleh semua orang, jadi aku makin percaya diri. Dalam beberapa diskusi, pemimpin kelompok memberikan ide yang berbeda dari ideku dan aku bersikap sangat merendahkan. Kupikir dalam hatiku, "Dengan semua pengalamanku dalam tugas ini, bukankah aku yang lebih tahu?" Aku bersikeras dengan ideku sendiri dan merasa sangat terganggu dengan pemimpin kelompok itu. Suatu ketika, saat kami sedang mendiskusikan pembuatan video, aku telah memberikan beberapa ide, dan pemimpin kelompok berkata dia tak menyukai semuanya. Rasanya aku mau marah, dan merasa dia telah menolak semua ideku hanya untuk membuatku terlihat buruk. Aku mengeluh di belakangnya, "Aku tak mengerti apa yang dia maksudkan, dia sendiri tak punya ide bagus, tapi dia menolak semua ideku, jadi kita tak menyelesaikan apa pun sepanjang pagi. Bukankah dia hanya menunda pekerjaan kita?" Semua saudara-saudari mengira ada masalah dengan pemimpin kelompok setelah mendengarku mengatakan hal itu. Seorang saudara bersekutu dengannya, mengkritiknya karena congkak dan memengaruhi pekerjaan. Pemimpin kelompok merasa bersalah, dan ingin mengundurkan diri. Aku agak merasa bersalah ketika melihat hal ini dan merasa telah bersikap keterlaluan, jadi aku segera minta maaf kepadanya. Namun, aku tak merenungkan diri setelah itu.

Suatu hari, seorang pemimpin gereja datang ke pertemuan, dan bertanya tentang pembuatan video kami. Aku memberikan beberapa gagasan, yang disetujui oleh pemimpin itu, dan dia menyarankan semua orang mengikuti saranku, dan memperbaikinya saat mengerjakannya. Kupikir dalam hatiku, "Fakta bahwa pemimpin telah menyetujui ide-ideku memperlihatkan aku lebih cakap daripada yang lain, jadi mereka semua harus mendengarkanku." Setelah itu, aku mengatur semua pekerjaan kelompok kami, dan yang lainnya datang kepadaku untuk membicarakan semua masalah yang mereka hadapi. Aku menempatkan diriku sebagai sokoguru kelompok itu. Aku merasa akulah kekuatan pendorong kelompok, dan pemimpin kelompok hanyalah boneka. Aku yang menjadi penentu keputusan dalam segala hal. Ketika video yang mereka buat tak seperti yang kuinginkan, aku akan langsung mengubahnya seperti yang kuinginkan. Suatu kali, Wang Yi saudara melihat aku telah membuat cukup banyak perubahan pada salah satu videonya dan bertanya kepadaku, "Mengapa kau mengubahnya begitu banyak? Jika kau merasa video itu benar-benar bermasalah, kita bisa mendiskusikannya bersama. Mengapa kau tak meminta pendapatku sebelum mengeditnya?" Aku agak malu dengan pertanyaannya, tapi kemudian kupikir "Aku memiliki kualitas yang lebih baik daripadamu dan pemahaman yang lebih baik tentang prinsip, jadi semua perubahanku adalah perbaikan." Aku menjawab dengan tegas, "Bukankah semua perubahanku demi hasil yang lebih baik? Jika kau tidak setuju dengan perubahan ini, lain kali aku akan membicarakannya terlebih dahulu denganmu." Dia tak berdaya. Aku menjadi makin congkak dalam tugasku setelah itu. Ketika kami membahas pekerjaan, aku tak mau mendengarkan saran saudara-saudari lainnya, berpikir mereka pasti tak punya ide bagus, dan kami pasti akhirnya melakukan apa yang kuinginkan. Terkadang, ketika mereka menyatakan keraguan tentang rencanaku, aku selalu membalas dengan percaya diri: "Jika kalian tak menyukai ideku, apakah ada di antara kalian punya rencana yang lebih baik?" Mereka tak berdaya, dan terpaksa harus melakukan apa yang kukatakan. Seiring waktu, tak seorang pun lagi di kelompok yang menentang ideku. Semua orang hanya mengangguk setuju dengan apa pun yang kukatakan.

Selama beberapa waktu, video yang kami buat tak berhasil melewati beberapa kali pemeriksaan dan semuanya mengandung beberapa pelanggaran prinsip yang jelas. Saudara-saudari menyalahkan diri mereka sendiri, merasa tak melaksanakan tugas dengan baik, tapi aku tak merenungkan diri. Aku merasa telah berupaya sebaik mungkin, tapi karena kualitas kami terbatas, tak memenuhi standar adalah hal yang normal. Setelah itu, tugasku mulai terasa makin berat dan makin sering mengantuk. Seorang saudari memperingatkanku, "Kau harus merenungkan diri sendiri. Belakangan ini kau terus memaksa semua orang melakukan apa yang kauinginkan—bukankah itu congkak?" Mengetahui aku congkak, bersikap semaunya, dan tak mau mendengarkan persekutuan orang lain, pemimpin kami menyingkapkan dan menanganiku dengan keras. Kemudian dia memberhentikanku ketika melihatku tak punya kesadaran diri. Aku mati rasa dan tak tahu bagaimana berpaling kepada Tuhan. Aku merasa punya keterampilan, seorang pemikir yang fleksibel, dan merasa gereja pasti segera memberiku tugas lain. Aku terus mempelajari pembuatan video agar tetap terbiasa dengan tugas seiring waktu. Namun, setiap kali akan mengerjakan sebuah video, pikiranku selalu kosong. Aku selalu memeras otakku, tapi tak mampu menemukan ide apa pun—aku kebingungan. Kupikir aku berwawasan luas dan berpikir cepat. Mengapa aku tak mampu menghasilkan apa pun sekarang? Kemudian, aku teringat firman Tuhan ini: "Tuhan menganugerahkan karunia-karunia kepada manusia, memberikan kepada mereka keterampilan khusus serta kecerdasan dan hikmat. Bagaimana seharusnya manusia menggunakan karunia-karunia ini? Engkau harus mendedikasikan keterampilan khususmu, karunia-karuniamu, kecerdasan dan hikmatmu dalam melaksanakan tugasmu. Engkau harus menggunakan hatimu dan menerapkan semua yang kauketahui, semua yang kaupahami, dan semua yang mampu kaucapai dalam tugasmu. Dengan melakukan itu, engkau akan diberkati. Apa arti diberkati Tuhan? Apa yang orang rasakan akan hal ini? Artinya mereka telah dicerahkan dan dibimbing oleh Tuhan, dan artinya ada jalan saat mereka melaksanakan tugas mereka. ... Ketika Tuhan memberkati seseorang, orang itu menjadi cerdas dan bijaksana, berpandangan jernih dalam segala hal, serta tajam, waspada dan terutama terampil; orang itu akan memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan mudah dan baik dan terinspirasi dengan semua yang dilakukannya, dan dia akan menganggap semua yang dilakukannya begitu mudah dan tidak ada kesulitan yang dapat menghalanginya—dia diberkati oleh Tuhan. Jika seseorang mendapati segalanya terasa sangat sulit, dan dia merasa canggung, tak masuk akal, dan tidak mengerti apa pun yang sedang dilakukannya, jika dia tidak memahami apa pun yang dikatakan kepadanya, lalu apa artinya ini? Artinya orang itu tidak memiliki bimbingan Tuhan dan tidak memiliki berkat Tuhan" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya dengan Bersikap Jujur Orang Dapat Hidup sebagai Manusia Sejati"). Firman Tuhan membuatku segera sadar. Saat kita berada di jalan yang benar, Tuhan memberkati kita dan membuat karunia dan keterampilan kita berfungsi. Ketika kita tak berada di jalan yang benar, Roh Kudus tak bekerja di dalam kita, jadi betapapun berbakat atau ahlinya kita, semuanya tak berguna. Tanpa bimbingan Tuhan, karunia dan keahlian manusia sama sekali tak berguna. Ketika pertama kali memulai pembuatan video, aku memiliki sikap yang benar dan berfokus mencari prinsip, jadi Tuhan mencerahkanku. Entah itu melatih keterampilan atau mempelajari prinsip, Dia mencerahkanku. Baru sekarang kusadari semua itu adalah berkat Tuhan. Namun, aku tak mengenali pekerjaan Roh Kudus. Aku mendapatkan beberapa hasil dan kupikir aku istimewa. Aku menggunakan kualitas dan kecerdasanku sebagai modal, memandang rendah orang lain, dan tak mau mendengarkan saran mereka. Itu menyebabkan Roh Kudus akhirnya meninggalkanku—aku jatuh ke dalam kegelapan dan tak menyelesaikan apa pun dalam tugasku. Dahulu, aku merasa berbakat, tapi kemudian aku sadar aku tak lebih baik daripada orang lain. Aku mampu membuat beberapa video berkat pencerahan dan bimbingan Roh Kudus. Kini, tanpa pekerjaan Roh Kudus, aku tak mampu menghasilkan apa pun. Aku bahkan sama sekali tak punya ide. Akhirnya aku sadar betapa malang dan menyedihkannya diriku.

Setelah itu, aku membaca bagian firman Tuhan ini selama perenunganku: "Kecongkakan adalah sumber dari watak manusia yang rusak. Semakin congkak manusia, semakin mereka tidak masuk akal, dan semakin mereka tidak masuk akal, semakin besar kemungkinan mereka untuk menentang Tuhan. Seberapa seriuskah masalah ini? Orang yang memiliki watak congkak tidak hanya menganggap orang lain berada di bawah mereka, tetapi, yang terburuk adalah mereka bahkan bersikap merendahkan Tuhan, dan tidak ada rasa takut akan Tuhan di dalam hati mereka. Meskipun orang mungkin terlihat percaya kepada Tuhan dan mengikuti Dia, mereka sama sekali tidak memperlakukan-Nya sebagai Tuhan. Mereka selalu merasa bahwa mereka memiliki kebenaran dan menganggap diri mereka hebat. Inilah esensi dan akar dari watak yang congkak, dan itu berasal dari Iblis. Karena itu, masalah kecongkakan harus diselesaikan. Merasa bahwa seseorang lebih baik daripada yang lain—itu adalah masalah sepele. Masalah seriusnya adalah bahwa sikap congkak seseorang menghalangi orang tersebut untuk tunduk kepada Tuhan, pada pemerintahan-Nya, dan pengaturan-Nya; orang seperti itu selalu merasa ingin bersaing dengan Tuhan untuk mendapatkan kekuasaan atas orang lain. Orang seperti ini tidak sedikit pun menghormati Tuhan, apalagi mengasihi Tuhan atau tunduk kepada-Nya. Orang-orang yang congkak dan sombong, terutama mereka yang begitu congkak sampai kehilangan akalnya, tidak mampu tunduk kepada Tuhan dalam kepercayaan mereka kepada-Nya, dan bahkan meninggikan serta memberikan kesaksian tentang diri mereka sendiri. Orang-orang semacam itulah yang paling menentang Tuhan dan sama sekali tidak memiliki rasa takut akan Tuhan" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Aku membandingkan perilakuku sendiri dengan firman Tuhan. Aku terhanyut dengan kebanggaan setelah terus dipromosikan. Aku telah menganggap diriku sebagai orang yang sangat berbakat. Ketika pengawas memintaku memimpin pembuatan video saudara-saudari, aku menjadi makin congkak dan merasa lebih baik daripada semua orang. Ketika pemimpin kelompok memberi umpan balik tentang ide-ideku, aku sama sekali tak mau menerimanya. Aku bahkan berpikir ketika dia tak setuju denganku, dia sengaja meremehkanku, membuatku terlihat buruk, jadi aku mengkritiknya di belakangnya, menyebabkan orang lain bersikap kritis terhadapnya dan menanganinya. Kemudian dia merasa terkekang dan tak berani lagi menunjukkan masalahku. Aku bertindak sekehendak hatiku dan tak seorang pun berani tak setuju denganku. Aku sangat congkak sehingga memandang rendah semua orang, Aku bersikap semaunya dan congkak, tak mendengarkan saran orang lain. Itu membuat kami menyimpang dari prinsip dalam video kami dan tak menyelesaikan apa pun selama lebih dari sebulan. Ini penghambat yang serius bagi pekerjaan video gereja. Ini bukanlah kesalahan kecil, tapi melakukan kejahatan dan menentang Tuhan! Pada saat itu aku sadar watak congkakku adalah sumber penentanganku terhadap Tuhan. Antikristus yang diusir dari gereja semuanya congkak sampai tak bernalar, dan tak mau mendengarkan siapa pun. Mereka sangat mengganggu pekerjaan gereja dan sama sekali tak mau bertobat. Akhirnya mereka diusir. Aku tak pernah membayangkan akan hidup dalam watak yang congkak, angkuh secara membabi buta, dan mengganggu pekerjaan penting gereja. Tanpa sadar, aku berada di jalan antikristus. Aku hidup dalam keadaan ketakutan selama beberapa hari, dengan selalu merasa bahwa setelah melakukan kejahatan besar seperti itu, aku pasti akan dikeluarkan. Aku merasa sangat sedih. Ayahku membacakanku satu bagian firman Tuhan yang sangat menyentuhku. Firman Tuhan berkata, "Aku tidak ingin melihat siapa pun merasa seolah-olah Tuhan telah meninggalkan mereka dalam kedinginan, bahwa Tuhan telah meninggalkan mereka atau berpaling dari mereka. Satu-satunya yang ingin Kulihat adalah bahwa semua orang sedang berada di jalan di mana mereka mengejar kebenaran dan berusaha untuk memahami Tuhan, dengan berani bergerak maju dengan tekad tak tergoyahkan, tanpa beban ataupun keraguan. Tidak peduli apa kesalahan yang telah engkau perbuat, tidak peduli seberapa jauh engkau telah menyimpang, atau seberapa serius engkau telah melanggar, jangan biarkan hal-hal ini menjadi beban atau beban berat yang harus kaubawa bersamamu dalam pengejaranmu untuk memahami Tuhan. Teruslah bergerak maju. Setiap saat, Tuhan mengenggam keselamatan manusia di hati-Nya; ini tidak pernah berubah. Inilah bagian paling berharga dari esensi Tuhan" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik VI"). Mendengar kata-kata penghiburan yang tulus dari Tuhan yang melimpah dengan belas kasihan, aku tak mampu lagi menahan air mataku. Aku telah hidup dalam watak yang congkak, dan mengganggu pekerjaan video, tapi orang-orang di sekitarku membacakan firman Tuhan kepadaku, membantuku memahami kehendak-Nya dan menemukan jalan penerapan. Ini karena kasih Tuhan. Namun, aku tak memahami apa yang Tuhan inginkan atau berpaling kepada-Nya. Aku salah paham dan menyalahkan Tuhan. Aku tak punya hati nurani. Aku dipenuhi dengan rasa bersalah dan penyesalan saat mengingat kejahatan yang telah kulakukan, tapi aku tak mau terus dibatasi oleh pelanggaranku dan hidup dalam kenegatifan dan kesalahpahaman, jadi aku berdoa kepada Tuhan, siap untuk mengejar kebenaran, bertobat, dan berubah. Enam bulan kemudian, di luar dugaan, pemimpin berkata aku boleh melanjutkan pembuatan video. Aku sangat bersyukur. Aku bertekad, aku pasti akan melaksanakan tugasku dengan baik untuk menebus pelanggaran masa laluku. Dalam tugasku kali ini, aku tak congkak atau keras kepala seperti sebelumnya. Aku sering berdiskusi dengan orang lain, mencari prinsip kebenaran, dan ketika seseorang memiliki pendapat yang berbeda, aku belajar menyangkali diriku dan mendengarkan saran mereka. Aku menjadi makin berhasil dalam pembuatan videoku.

Namun, hal-hal baik tak bertahan lama. Ketika kulihat kinerjaku makin baik dalam pekerjaan video, tanpa disadari kecongkakanku kembali muncul. Saat itu, aku bekerja sama dengan seorang saudari untuk pembuatan video, tapi menurutku cara berpikirnya terlalu kuno, jadi aku selalu mengabaikan sarannya dan sama sekali tak mengindahkannya. Kemudian, dia berkata bahwa dia merasa aku tak bekerja sama dengannya, jadi akhirnya kuizinkan dia kembali terlibat, tapi ketika kulihat dia tak melakukan pekerjaan dengan baik, aku sangat merendahkannya. Aku memberikan instruksi dengan nada bicara yang sangat kasar, membuatnya merasa sangat terkekang. Lain waktu, ketika pemimpin kelompok memberi saran untuk video yang kubuat, aku berpikir, "Pemahamanmu tentang prinsip tak lebih baik daripadaku, kualitasmu juga tak lebih baik daripadaku. Apakah perlu kau meragukanku?" Jadi kutolak sarannya tanpa mempertimbangkannya. Melihatku sama sekali tak bersikap menerima, pemimpin kelompok menggunakan pengalamannya untuk membimbingku memahami watakku yang rusak, tapi aku sangat menentang dan tak mau menerimanya. Pemimpin kelompok lain bersekutu dan menyingkapkan sikapku belakangan ini yang semaunya dan tak mau menerima saran orang lain. Aku sama sekali tak bisa menerimanya, "Kau hanya ingin memaksaku untuk menerima idemu. Menurutku ideku bagus, jadi mengapa aku harus menyangkali diriku dan menerima saranmu?" Dengan wajah masam, aku diam saja, menciptakan suasana yang sangat canggung, jadi pertemuan itu segera diakhiri. Aku sangat congkak dan kaku, sama sekali tak mau menerima saran orang lain, jadi aku tak menghasilkan apa pun dalam tugasku dan kembali diberhentikan. Aku merasa sangat sedih setelah pulang ke rumah. Aku bertanya-tanya, "Mengapa aku kembali ke cara lamaku? Aku tak mau menjadi begitu congkak, tapi tak berdaya. Tampaknya ini memang naturku, esensiku, dan aku tak mampu mengubahnya." Aku menyerah pada diriku sendiri.

Lalu suatu hari, ibuku, yang sedang keluar kota untuk sebuah tugas, pulang dan bersekutu denganku, dan bertanya tentang perenungan diriku. Dia mendengarkanku, lalu menggelengkan kepalanya dan berkata, "Kau hanya mengakui bahwa naturmu congkak, melakukan kejahatan, dan menentang Tuhan, tapi apakah pengakuanmu berarti kau benar-benar mengenal diri sendiri dan bertobat? Mengapa kau telah mengenal dirimu selama bertahun-tahun, tapi kecongkakanmu sama sekali tak berubah? Itu karena pengenalan dirimu terlalu dangkal sehingga kau tak dapat mencapai perubahan watak apa pun! Kau harus menggabungkan firman Tuhan dan perenungan diri. Sudahkah kau merenungkan jalan iman yang telah kaujalani? Lebih dari sepuluh tahun percaya kepada Tuhan, kepada siapa kau pernah tunduk? Siapa yang telah kauhormati? Kau selalu bersikap menentang, ingin membandingkan dirimu dengan semua orang dan hanya memamerkan diri sendiri. Di samping dua pemberhentianmu, dan ketika kau melayani sebagai pemimpin gereja, kau selalu meninggikan diri sendiri dan membuat orang lain mengagumimu. Dan dua tahun yang lalu, ketika membuat video, kau memandang rendah pemimpin kelompok dan secara terbuka menentangnya. Akibatnya, kelompok itu tak menghasilkan apa pun selama lebih dari dua bulan. Sudahkah kau merenungkan dirimu sendiri? Orang lain memberimu umpan balik berkali-kali—apakah kau pernah menerimanya?" Pertanyaan demi pertanyaan dari ibuku menghunjam hatiku—benar-benar tajam. Aku tahu semua itu benar, tapi aku tak tahu bagaimana menanggapinya saat itu. Lalu dengan kecewa dia berkata, "Kau sudah diberhentikan begitu lama, mengapa kau tak benar-benar merenungkan dirimu? Kau belum menerima kebenaran. Tak ada kedamaian di mana pun kau melaksanakan tugas. Ini masalah serius! Berdasarkan perilakumu selama bertahun-tahun sebagai orang percaya, natur congkakmu, kejahatan yang telah kaulakukan, dan tidak mau menerima kebenaran dan merenungkan diri, kemungkinan besar kau akan dikeluarkan." Saat menyebutkan akan dikeluarkan, aku menangis. Aku merasakan kepedihan yang tak terkatakan: "Apakah aku benar-benar akan dikeluarkan? Apakah jalan imanku benar-benar akan berakhir? Akankah aku sama sekali terputus dari gereja selamanya? Aku telah mengikuti Tuhan selama bertahun-tahun dan banyak menderita, bagaimana aku bisa dikeluarkan begitu saja?" Aku merasa makin diperlakukan tidak adil dan sedih. Ibuku terus bersekutu denganku, tapi aku tak sanggup mendengarnya. Selama beberapa hari, aku hanya terus menangis. Pemikiran tentang gereja akan mengeluarkanku sangat menyakitkan. Aku menghabiskan hari-hariku seperti mayat hidup, tak mampu mengumpulkan tenaga untuk melakukan apa pun.

Suatu kali, ayahku pulang dari pertemuan dan aku bertanya kepadanya, "Apakah aku akan dikeluarkan?" Dia berkata kepadaku dengan tegas, "Yang penting sekarang bagaimana kau menangani hal ini. Jika kau benar-benar dikeluarkan, akankah kau tetap mengikuti Tuhan? Jika kau benar-benar menyesal, mulailah bertobat, dan mengejar kebenaran, maka dikeluarkan akan menjadi keselamatan bagimu. Jika kau menyerah karena kau diberhentikan, kau akan sepenuhnya disingkapkan dan dikeluarkan. Apakah kau berencana untuk menyerah? Tidakkah kau ingin mengejar kebenaran, sungguh-sungguh bertobat, dan menyelamatkan kesudahanmu?" Perkataan ayahku benar-benar menyadarkanku. Dia benar. Meskipun aku dikeluarkan, bukankah aku masih makhluk ciptaan? Tak ada yang bisa merampas hakku untuk membaca firman Tuhan dan mengejar kebenaran. Aku harus bertobat kepada Tuhan. Aku sujud di hadapan Tuhan dan berdoa, "Ya Tuhan! Hari ini aku sampai pada titik ini sepenuhnya karena kesalahanku sendiri dan kegagalanku untuk mengejar kebenaran." Kemudian, aku merenung, "Setelah bertahun-tahun beriman, mengapa aku tak pernah mengejar kebenaran, tapi baru sadar ketika akan dikeluarkan? Jika aku hanya sedikit berupaya untuk mengejar kebenaran, segala sesuatunya tak akan sampai ke titik ini!" Aku dipenuhi dengan penyesalan dan kepedihan. Kemudian, aku teringat orang Niniwe, yang sungguh-sungguh bertobat dan mendapatkan belas kasihan Tuhan. Aku segera membuka buku firman Tuhanku dan membaca bagian ini: "'Jalan yang jahat' ini bukan merujuk kepada sejumlah tindakan jahat, tetapi pada sumber kejahatan yang darinya perilaku orang muncul. 'Berbalik dari jalannya yang jahat' berarti orang yang bersangkutan tidak akan pernah melakukan tindakan-tindakan itu lagi. Dengan kata lain, mereka tidak akan pernah lagi berperilaku di jalan yang jahat ini; metode, sumber, tujuan, niat, dan prinsip-prinsip tindakan mereka semuanya telah berubah; mereka tidak akan pernah lagi menggunakan metode-metode dan prinsip-prinsip tersebut untuk mendatangkan kesenangan dan kebahagiaan ke dalam hati mereka. 'Meninggalkan' dalam 'meninggalkan kejahatan yang ada di tangan mereka' berarti membuang atau menyingkirkan, sepenuhnya putus hubungan dengan masa lalu dan tidak pernah kembali lagi. Ketika penduduk Niniwe meninggalkan kejahatan yang ada di tangan mereka, hal ini membuktikan dan merepresentasikan pertobatan sejati mereka. Tuhan memperhatikan penampakan luar manusia dan juga hati mereka. Ketika Tuhan memperhatikan pertobatan sejati di hati penduduk Niniwe yang tanpa keraguan dan juga memperhatikan bahwa mereka sudah meninggalkan jalan-jalan mereka yang jahat dan meninggalkan kejahatan yang ada di tangan mereka, Dia mengubah hati-Nya" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik II"). Aku juga sangat tersentuh. Orang Niniwe sungguh-sungguh bertobat dan mendapatkan belas kasihan Tuhan. Pertobatan mereka tak hanya mengakui dosa mereka di bibir saja atau berfokus pada perilaku eksternal. Selain itu, ini bukan hanya penyesalan sesaat. Ini perubahan dalam cara mereka melakukan segala sesuatu, titik awal mereka, dan motif mereka. Mereka benar-benar melepaskan pengejaran masa lalu mereka. Mereka tak hanya mengubah perilaku mereka, yang terpenting adalah mereka sungguh-sungguh bertobat. Pertobatan seperti itu adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan belas kasihan dan pengampunan Tuhan. Kemudian, merenungkan diriku sendiri, aku selalu berkata aku congkak, tapi sama sekali tak pernah mengekang watak congkakku. Aku tahu aku melakukan kejahatan dan menentang Tuhan, tapi tak pernah menghentikan perilaku jahatku. Aku telah mencapai titik akan dikeluarkan, bukan karena aku telah melakukan satu atau dua hal buruk, tapi karena tanpa penyesalan telah menempuh jalan kejahatan. Aku tak pernah menerapkan kebenaran atau bertobat kepada Tuhan. Aku tahu watak congkakku serius dan telah melakukan banyak pelanggaran, tapi aku tak pernah berusaha mencari kebenaran untuk menyelesaikannya. Bagaimana aku bisa sungguh-sungguh bertobat jika tak pernah menyelesaikan watak congkakku? Jika aku tak memperlihatkan pertobatan sejati, maka bukankah pengenalan diriku hanyalah khayalan yang menipu? Aku harus menjadi seperti orang Niniwe. Aku harus merenungkan diriku dari sumber, motif, cara, dan niat di balik tindakanku, dan bertobat kepada Tuhan.

Aku teringat ibuku telah menyingkapkanku beberapa hari sebelumnya, dan tentang aku diberhentikan dua kali. Aku merenungkannya secara mendalam. "Mengapa aku bisa sadar memiliki watak yang congkak, tapi begitu sesuatu terjadi, aku tak berdaya selain mengandalkan watak congkakku dan menentang Tuhan?" Dalam perenunganku setelah itu, aku membaca bagian ini dalam firman Tuhan: "Ini karena sebelum orang menerima kebenaran dan keselamatan Tuhan, semua gagasan yang mereka terima adalah berasal dari Iblis. Semua pemikiran, sudut pandang, dan budaya tradisional yang berasal dari Iblis—apa yang dibawa oleh hal-hal ini kepada orang? Semua ini membawa tipu daya, kerusakan, perbudakan, belenggu, menyebabkan pemikiran manusia yang rusak menjadi sempit dan ekstrem, dan pandangan mereka tentang segala sesuatu menjadi sepihak dan penuh prasangka, bahkan absurd dan tidak masuk akal. Inilah tepatnya akibat perusakan Iblis terhadap manusia" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, Bab Sembilan (Bagian Satu)). "Jika, di dalam hatimu, engkau benar-benar memahami kebenaran, engkau akan tahu bagaimana menerapkan kebenaran dan menaati Tuhan, dan secara alami engkau akan mampu memulai jalan mengejar kebenaran. Jika jalan yang kautempuh adalah jalan yang benar dan sesuai dengan kehendak Tuhan, maka pekerjaan Roh Kudus tidak akan meninggalkanmu—dan dengan demikian akan semakin kecil kemungkinan engkau mengkhianati Tuhan. Tanpa kebenaran, akan mudah bagimu untuk melakukan kejahatan, dan engkau akan melakukannya meskipun engkau sendiri tidak mau. Misalnya, jika engkau memiliki watak yang congkak dan sombong, maka diberi tahu untuk tidak menentang Tuhan tidak ada bedanya, engkau tidak mampu menahan diri, itu berada di luar kendalimu. Engkau tidak akan melakukannya dengan sengaja; engkau akan melakukannya di bawah dominasi naturmu yang congkak dan sombong. Kecongkakan dan kesombonganmu akan membuatmu memandang rendah Tuhan dan menganggap-Nya tak berarti; itu akan mengakibatkanmu meninggikan diri sendiri, membuatmu selalu menonjolkan diri; itu akan membuatmu memandang rendah orang lain dan hanya memikirkan dirimu sendiri; itu akan merebut posisi Tuhan di hatimu, dan akhirnya menyebabkanmu mengambil posisi Tuhan dan menuntut agar orang tunduk kepadamu, dan membuatmu memuja pemikiran, ide, dan gagasanmu sendiri sebagai kebenaran. Begitu banyak kejahatan yang dilakukan manusia di bawah dominasi natur mereka yang congkak dan sombong! Untuk bisa mengatasi masalah melakukan kejahatan, mereka harus terlebih dahulu menyelesaikan masalah dalam natur mereka. Tanpa adanya perubahan watak, orang tidak mungkin mampu menyelesaikan masalah ini secara mendasar" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya dengan Mengejar Kebenaran Orang Dapat Mencapai Perubahan dalam Wataknya"). Merenungkan firman Tuhan, aku sadar, sebelum aku memperoleh kebenaran, pemikiran dan perspektif apa pun yang kumiliki semuanya berasal dari Iblis. Sejak kecil, dari apa yang kupelajari di sekolah, yang diajarkan orang tuaku, dan pengaruh sosial, aku merasa harus menjadi pusat segalanya. "Akulah yang berkuasa" dan "Akulah yang menguasai" menjadi pengejaranku, dan perkataan yang kujalani. Aku memperlakukan falsafah Iblis ini sebagai hal yang positif. Di kelompok mana pun aku berada, aku ingin memimpin, menjadi penentu keputusan. Aku tak berdaya selain ingin mengarahkan orang lain, dan membuat semua orang mendengarkanku. Melihat pemimpin kelompok tak mendengarkanku dan terus memberiku saran, aku merasa kesal dan mengkritiknya di depan saudara-saudari. Agar semua orang mendengarkanku, aku menggunakan kualitas dan kualifikasiku yang tinggi untuk menekan mereka. Saudara-saudari semuanya sangat terkekang sehingga tak berani memberikan pendapat, dan hanya menurutiku seperti boneka. Akibatnya, tugasku berantakan. Aku memaksa orang lain melakukan apa yang kuinginkan dan mendengarkanku. Aku bukan saja menyingkapkan sedikit watak congkak; tapi aku juga tak masuk akal congkaknya. Tuhan takkan pernah mau mempertahankan orang jahat sepertiku di rumah-Nya. Jika gereja mengeluarkanku, itu sepenuhnya keadilan Tuhan! Aku bersyukur kepada Tuhan dan tidak ada keluhan. Aku tahu aku telah melakukan banyak pelanggaran yang tak pernah bisa kutebus, dan dipenuhi dengan penyesalan.

Kemudian, aku teringat ibuku yang mengingatkanku agar tidak hanya merenungkan dua pemberhentian ini, tapi juga merenungkan jalan yang telah kutempuh selama bertahun-tahun imanku. Aku menemukan beberapa firman Tuhan yang relevan. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Antikristus dilahirkan tidak suka hidup berdasarkan aturan ataupun menjalani kehidupan orang biasa, atau dengan tenang tetap pada posisi mereka, atau hidup dengan rendah hati sebagai orang biasa. Mereka tidak puas menjadi orang semacam ini. Jadi, apa pun yang mereka ungkapkan di luarnya, jauh di lubuk hatinya, mereka tidak pernah puas; mereka harus melakukan sesuatu. Melakukan apa? Hal-hal yang tak pernah terbayangkan oleh kebanyakan orang. Mereka suka menonjolkan diri seperti ini, dan untuk melakukannya, mereka rela melewati sedikit kesukaran dan membayar harga. Istilahnya, 'Pejabat baru sangat ingin tampil mengesankan': mereka harus melakukan keajaiban kecil atau menciptakan semacam warisan untuk membuktikan bahwa mereka adalah orang yang penting. Apa masalah paling serius mengenai hal ini? Meskipun mereka bekerja di gereja, dan meskipun mereka bekerja dengan berpura-pura melakukan tugas mereka, mereka tidak pernah mencari dari Tuhan untuk mengetahui bagaimana segala sesuatu harus dilakukan, dan tak pernah secara serius menyelidiki apa yang rumah Tuhan tetapkan, apa prinsip kebenarannya, apa yang harus dilakukan untuk menguntungkan pekerjaan rumah Tuhan, apa yang dapat dilakukan untuk memberikan manfaat kepada saudara-saudari dan tidak menghina Tuhan, tetapi bersaksi tentang Dia, dan untuk membawa kemajuan yang lancar dalam pekerjaan gereja sehingga berjalan tanpa masalah dan tanpa kelalaian sedikit pun. Mereka tidak pernah menanyakan hal-hal ini, juga tidak menyelidikinya. Mereka tidak memiliki hal-hal ini di dalam hati mereka; hati mereka tidak tertuju pada hal-hal ini. Jadi, apa yang mereka tanyakan? Apa yang ada dalam hati mereka? Yang ada dalam hati mereka adalah bagaimana memperlihatkan bakat mereka di gereja, memperlihatkan bahwa mereka berbeda dari orang lain, memperlihatkan keterampilan kepemimpinan mereka, memperlihatkan kepada orang-orang bahwa mereka adalah sokoguru gereja, bahwa gereja tidak dapat berhasil tanpa mereka, bahwa hanya karena orang-orang seperti mereka ada di sana, maka setiap proyek pekerjaan gereja dapat berjalan dengan lancar. Melihat ungkapan antikristus, dan dorongan serta motivasi mereka dalam melakukan segala sesuatu, pada posisi apakah mereka menempatkan diri mereka? Pada posisi di atas segalanya. ... Apa tujuan mereka? Bukan untuk melaksanakan tugas mereka dengan baik sebagai makhluk ciptaan, dan juga bukan untuk memikirkan beban Tuhan. Sebaliknya, tujuan mereka adalah untuk mengendalikan segalanya saat melayani di gereja dan melayani saudara-saudari. Mengapa kita menganggap mereka ingin mengendalikan segalanya? Karena ketika mereka bertindak, pertama-tama mereka berusaha menciptakan posisi untuk diri mereka sendiri, membuat diri mereka sangat dihormati, membuat diri mereka memiliki reputasi yang tinggi, dengan kekuasaan untuk menjadi penentu keputusan dan kekuasaan untuk mengambil keputusan. Jika mereka mampu melakukan hal itu, mereka dapat menggantikan Tuhan dan mengubah Dia menjadi boneka. Dalam lingkup pengaruh mereka, mereka berusaha mengubah Tuhan yang berinkarnasi menjadi boneka; inilah yang disebut menempatkan diri di atas segalanya. Bukankah ini yang dilakukan antikristus? Ini adalah perilaku antikristus" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, Bab Sembilan: (Bagian Sepuluh)). Firman Tuhan menyingkapkan keadaanku yang sebenarnya. Aku telah menjadi orang percaya selama lebih dari sepuluh tahun, tapi tak pernah puas dengan menjadi orang biasa. Ke mana pun aku pergi dan tugas apa pun yang kulakukan, aku selalu ingin menjadi yang terbaik dari yang terbaik. Dalam beberapa tahun pertamaku sebagai orang percaya, aku menyirami petobat baru di gereja. Untuk membuktikan diriku, aku bekerja keras membekali diri dengan kebenaran visi untuk menyelesaikan masalah petobat baru. Hujan ataupun cerah, atau sejauh apa pun, aku tak pernah mengeluh tentang kesukaran. Setelah menjadi pemimpin gereja, aku berusaha terlihat paling menonjol. Kemudian, ketika membuat video, dalam upaya untuk unggul, aku bekerja sampai larut malam, mengupayakan prinsip dan keterampilan dan akhirnya dipromosikan dan dipuji oleh para pemimpin dan yang lainnya, karena itu aku makin terlena. Aku merasa sebagai orang yang paling berbakat di gereja, dan bahkan tanpa tahu malu menganggap diriku sebagai sokoguru kelompok. Aku congkak dan bersikap semaunya dalam kelompok. Setelah diberhentikan, aku hanya mengakui aku congkak dan telah melakukan kejahatan, tapi aku tak merenungkan perilakuku atau jalan yang sedang kutempuh. Masalah yang sama muncul ketika aku kembali membuat video. Mengapa aku selalu sangat congkak dan tak tunduk pada siapa pun? Mengapa aku tak mau mendengarkan ide orang lain? Mengapa aku selalu ingin menjadi penentu keputusan dan membuat semua orang mendengarkanku? Itu karena aku terlalu congkak dan tak ingin menjadi orang biasa. Aku ingin berada di atas orang lain, ingin orang-orang mendengarkanku. Apa bedanya watakku dengan watak antikristus yang "menempatkan diri di atas segalanya" yang Tuhan singkapkan? Pada saat itu aku sadar, meskipun aku telah menjadi orang percaya selama bertahun-tahun, watak jahatku belum berubah, dan aku memiliki watak antikristus yang kuat. Ketika mendengar gereja akan mengeluarkanku, aku merasa diperlakukan tidak adil, seolah-olah Tuhan tak seharusnya menolakku karena aku telah menjadi orang percaya selama bertahun-tahun. Namun sebenarnya, aku bukanlah orang yang mencari kebenaran. Yang kucari adalah reputasai dan keuntungan—aku telah memilih jalan yang salah. Itu sebabnya, bahkan setelah lebih dari sepuluh tahun, aku tetap belum memperoleh kebenaran sedikit pun. Itu salah siapa? Itu salahku sendiri, karena tak mengejar kebenaran! Selain itu, mengingat pelanggaran dan perbuatan jahatku selama bertahun-tahun itu, dikeluarkan dari gereja adalah keadilan Tuhan! Aku hidup dengan watakku yang congkak. Aku bukan saja sangat mengganggu pekerjaan kami, tapi juga mengekang dan merugikan orang lain. Aku sama sekali tak punya kemanusiaan! Berdasarkan esensi, watak, dan semua kejahatan yang telah kulakukan, aku seharusnya telah dikeluarkan. Pada saat itu, aku tak memikirkan apakah gereja akan mengeluarkanku atau tidak. Aku harus membuat pilihan, mengejar kebenaran dan menyelesaikan watakku yang rusak.

Kemudian, gereja mengatur agar aku berkumpul dengan beberapa orang lain yang telah diisolasi untuk perenungan. Aku menemukan firman Tuhan untuk menyingkapkan dan menganalisis kerusakan dan perilaku jahatku untuk memperlihatkan kepada mereka aku berada di jalan antikristus, bahwa aku sama seperti Iblis, dan mengeluarkanku adalah keadilan Tuhan. Aku juga mengatakan kepada mereka, "Kita harus sungguh-sungguh bertobat. Apa pun kesudahan kita, kita harus mengikuti Tuhan dan melaksanakan tugas kita." Setelah itu, aku tak congkak seperti sebelumnya. Dalam interaksiku dengan orang lain, aku tak mau lagi menjadi penentu keputusan. Ketika masalah muncul, aku mencari saran orang lain. Aku sering mengingatkan diriku sendiri bahwa aku harus menyangkali diriku sendiri dan lebih banyak melihat kelebihan orang lain, dan bahkan tanpa sadar, aku menjadi jauh lebih rendah hati. Setelah beberapa bulan, gereja menilai perilakuku dan menyakini aku memiliki watak antikristus yang serius, tapi bukan esensi antikristus, jadi aku tak dikeluarkan. Kemudian, melihatku sedikit mengenal diri sendiri dan bertobat, gereja kembali mengatur tugas untukku. Aku sangat gembira ketika mendengar hal itu dan mataku kabur karena air mata. Aku teringat firman dari Tuhan ini: "Watak Tuhan itu penting dan terlihat jelas, dan Dia mengubah pikiran dan sikap-Nya sesuai dengan bagaimana segala sesuatunya berkembang. Perubahan sikap-Nya terhadap penduduk Niniwe memberitahu umat manusia bahwa Dia memiliki pemikiran dan gagasan-Nya sendiri; Dia bukan robot atau boneka tanah liat, melainkan Tuhan yang hidup itu sendiri. Dia bisa marah kepada penduduk Niniwe, sama seperti Dia bisa mengampuni masa lalu mereka karena sikap mereka. Dia bisa memutuskan untuk mendatangkan bencana ke atas penduduk Niniwe, dan Dia juga bisa mengubah keputusan-Nya karena pertobatan mereka. Manusia suka menerapkan aturan secara kaku, dan menggunakan aturan-aturan semacam itu untuk membatasi dan mendefinisikan Tuhan, sama seperti mereka suka menggunakan rumus untuk berusaha memahami watak Tuhan. Karena itulah, jika menyangkut wilayah pikiran manusia, Tuhan tidak berpikir, Dia juga sama sekali tidak memiliki gagasan substansif. Namun, pada kenyataannya, pikiran Tuhan berada dalam keadaan transformasi yang terus-menerus sesuai dengan perubahan-perubahan di dalam berbagai hal dan lingkungan. Sementara pikiran-pikiran ini berubah, berbagai aspek esensi Tuhan disingkapkan. Selama proses perubahan ini, pada saat yang tepat ketika Tuhan mengubah hati-Nya, yang Dia tunjukkan kepada umat manusia adalahkeberadaan yang nyata dari hidup-Nya, dan bahwa watak benar-Nya penuh dengan vitalitas dinamis. Pada saat yang sama, Tuhan menggunakan penyingkapan sejati-Nya sendiri untuk membuktikan kepada umat manusia kenyataan tentang keberadaan murka-Nya, belas kasih-Nya, kasih setia-Nya, dan toleransi-Nya" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik II"). Watak benar Tuhan begitu dinamis dan penuh kekuatan hidup. Entah itu murka, kemegahan, belas kasihan, atau kasih, semua itu nyata. Tuhan mengungkapkan watak-Nya sedikit demi sedikit, berdasarkan sikap manusia terhadap Tuhan dan terhadap kebenaran. Saat aku berada di jalanku sendiri, Tuhan mengatur keadaan berkali-kali untuk menyingkapkanku, memukulku, dan mendisiplinkanku, tapi aku tak pernah bertobat, tak pernah merenungkan diri, dan tetap keras kepala. Hanya ketika aku akan dikeluarkan barulah akhirnya aku sadar dan mulai merenungkan diriku sendiri. Setelah aku memiliki sedikit pengenalan dan rasa jijik terhadap diriku sendiri, bersedia melepaskan pengejaranku yang salah dan kembali kepada Tuhan, Tuhan menunjukkan belas kasihan kepadaku dan memberiku kesempatan lagi untuk bertobat. Entah itu murka, kutukan, belas kasihan, atau toleransi Tuhan, semua itu perwujudan nyata dari watak benar-Nya. Watak Tuhan diungkapkan kepadaku berdasarkan sikapku terhadap Tuhan dan kebenaran. Aku juga benar-benar mengalami bahwa watak Tuhan penuh dengan kekuatan hidup yang dinamis. Tuhan selalu berada di sisiku, mengamati setiap perkataan dan perbuatanku. Apa pun pemikiran yang kumiliki, bagaimanapun aku telah bertindak, Tuhan punya sikap terhadap hal itu. Jika saja tak menghadapi akan dikeluarkan pada waktu itu, hatiku yang mati rasa dan keras pasti tak mau berbalik, dan aku pasti tak sungguh-sungguh merenungkan diriku sendiri. Tanpa teguran dan hajaran keras dari Tuhan, aku pasti akan menjadi makin congkak, dan makin menentang Tuhan, dan akhirnya pasti akan dihukum. Pengalaman ini membawa perubahan dalam hidupku sebagai orang percaya. Aku melihat kesungguhan maksud Tuhan, dan merasakan kasih dan keselamatan Tuhan.

Musim panas lalu, gereja mengatur agar aku kembali membuat video. Suatu kali, aku tak punya ide tentang sebuah video, dan pada saat itu, seorang saudari menemuiku. Ketika mengetahui kesulitanku, dia memberikan pendapatnya. Aku mendengarkannya dan merasa apa yang dia katakan bukanlah yang kuinginkan, dan aku merasa agak merendahkan dia. Kupikir dalam hatiku, "Aku masih belum menemukan ide setelah berpikir begitu lama, kau bahkan belum melakukan tugas ini, jadi bagaimana mungkin kau punya saran yang bagus?" Aku tak mau terus mendengarkan. Pada titik ini, aku sadar watak congkakku kembali muncul, jadi aku segera berdoa kepada Tuhan di dalam hatiku, dan teringat satu bagian firman Tuhan yang kubaca baru-baru ini: "Jalan untuk disempurnakan dicapai melalui ketaatanmu pada pekerjaan Roh Kudus. Engkau tidak tahu melalui orang seperti apa Tuhan akan bekerja menyempurnakanmu, engkau juga tidak tahu melalui orang, kejadian, atau perkara apa yang akan Dia izinkan untuk kauperoleh atau lihat. Jika engkau dapat berjalan di jalur yang benar ini, itu menunjukkan bahwa ada harapan besar bagimu untuk disempurnakan oleh Tuhan. Jika engkau tidak dapat melakukannya, itu menunjukkan bahwa masa depanmu suram dan tanpa terang" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Orang-Orang yang Menaati Tuhan dengan Hati yang Benar Pasti akan Didapatkan oleh Tuhan"). Aku sadar aku tak bernalar. Kupikir saudari itu tak bisa memberikan saran yang baik tanpa pengalaman dalam tugas ini. Itu hanya penilaianku sendiri dan sama sekali tak sesuai dengan firman Tuhan. Kupikir aku cerdas, berbakat, tapi jika Tuhan tak membimbingku, bagaimanapun aku berusaha, aku tak mampu menemukan ide. Aku mengingat kegagalanku sebelumnya dan tak berani lagi menaruh kepercayaan pada diri sendiri. Mungkin Roh Kudus telah memimpin atau mencerahkan saudari ini, agar aku tak bisa congkak atau membatasi dia. Aku mulai menyangkali diriku, mendengarkan saran saudari itu dengan saksama, dan tanpa sadar, aku memperoleh beberapa inspirasi dari percakapan kami. Dan pemikiranku menjadi lebih jernih. Aku benar-benar bersyukur kepada Tuhan! Makin mengalami hal itu, makin aku merasa aku sangat congkak. Aku sadar telah dirusak sedemikian dalam oleh Iblis, dan natur congkakku telah mengakar begitu dalam, dan makin membenci diriku sendiri, tapi aku tahu aku tak mampu menyelesaikan masalah natur yang congkak dalam semalam, dan itu harus diselesaikan dengan berulang kali dihakimi dan dipangkas oleh Tuhan. Aku sering berdoa kepada Tuhan, memohon hajaran dan pendisiplinan-Nya, dan bertekad sebanyak apa pun aku menderita, aku akan terus mengejar kebenaran, melaksanakan tugasku, dan menghibur hati Tuhan.

Jika Tuhan telah membantu Anda, apakah Anda mau belajar firman Tuhan, mendekat kepada Tuhan dan terima berkat Tuhan?

Konten Terkait

Gengsi Adalah Kutukan

Oleh Saudari Xiaoen, Spanyol Beberapa waktu lalu, seorang pengawas yang mengelola gereja dipindahkan karena kebutuhan pekerjaan dan...

Tinggalkan Balasan