Aku Dapat Memperlakukan Kualitasku dengan Benar

17 April 2024

Oleh Saudari Zhixin, Amerika

Pada April 2023, aku terpilih sebagai ketua kelompok penyiraman. Ketika jumlah para petobat baru secara berangsur meningkat, aku juga harus memeriksa pekerjaan kelompok secara menyeluruh. Rasanya tidak ada cukup waktu dalam sehari. Terkadang, ketika aku memeriksa pekerjaan saudara-saudari, waktuku untuk menyirami para petobat baru makin berkurang, dan terkadang, saat aku memprioritaskan penyiraman para petobat baru, aku tidak memeriksa pekerjaan kelompok dengan cukup cermat. Aku tidak pernah mampu menyeimbangkan semua tugasku. Situasi ini membuatku cemas, dan aku takut pemimpin akan berkata bahwa kemampuan kerjaku tidak bagus dan kualitasku buruk. Aku terutama takut tugasku sebagai ketua kelompok akan dialihkan. Di antara saudara-saudari yang kukenal di masa lalu, beberapa dari antara mereka menjadi pemimpin, dan ada beberapa yang menjadi pengawas. Sedangkan aku hanya seorang ketua kelompok, dan aku berpotensi untuk digantikan. Aku merasa agak tidak puas. Apakah aku benar-benar akan menjadi orang yang biasa-biasa saja seperti ini sepanjang hidupku? Apakah aku benar-benar tidak memiliki kualitas seorang pemimpin atau pengawas? Aku ingat saudara-saudari pernah membahas tentang bagaimana merencanakan waktu dengan baik dapat meningkatkan efisiensi dalam tugas mereka, dan secercah harapan menerangi hatiku. Bukankah aku juga bisa meningkatkan kemampuan kerjaku dengan cara ini? Selain itu, ketika aku menanggung penderitaan dan membayar harga dalam tugasku, bukankah Tuhan akan membantuku dan meningkatkan kualitas serta kemampuan kerjaku? Setelah memikirkan ini, aku segera mengambil tindakan. Aku menuliskan jadwalku setiap hari, mencatat pekerjaan apa yang kulakukan setiap jam dan berupaya sebaik mungkin untuk memaksimalkan waktuku. Setelah bekerja keras selama beberapa waktu, aku tidak melihat banyak kemajuan dalam hasil tugasku. Pada waktu itu, aku merasa sangat kesal; mengapa aku tidak bisa berkembang? Mengapa Tuhan membantu saudara-saudari lain dan memberi mereka kualitas yang baik, membuat mereka memenuhi syarat untuk tugas-tugas seperti menjadi pemimpin dan pengawas? Sedangkan aku, aku telah bekerja keras begitu lama, dan menjadi pemimpin kelompok saja sudah sangat berat. Apakah Tuhan benar-benar tidak membantuku? Terutama ketika masalah-masalah muncul atau hasil tugasku buruk, aku makin merasa depresi dan negatif. Aku merasa bahwa tidak lama lagi aku akan diberhentikan. Suatu kali, pengawasku menyadari keadaanku dan berkata kepadaku, "Beban yang memberatkan hatimu terlalu besar. Kualitas dan kemampuan kerjamu tidak sebaik saudara-saudari yang kualitasnya bagus, tapi kau punya kelebihan, misalnya ketika kau menghadapi masalah dan kesulitan dalam tugasmu, kau mampu membuka diri dan mencari. Kau juga dapat membantu semua orang dalam hal jalan masuk kehidupan. Yang harus kaulakukan adalah memanfaatkan kelebihanmu dan melaksanakan tugasmu dengan baik." Ya, aku merasa hidupku sangat melelahkan, dan bahwa aku memberikan banyak tekanan yang tidak perlu pada diriku sendiri.

Suatu hari, aku membaca firman Tuhan. "Engkau mengira makin engkau mampu berubah melampaui, melebihi jangkauan kualitas dan kemampuanmu sendiri, itu makin membuktikan bahwa itu adalah pekerjaan Tuhan, dan bahwa ketulusan dan kemauanmu untuk bekerja sama makin meningkat. Engkau mengira makin Tuhan banyak bekerja dalam dirimu, kualitas dan kemampuanmu menjadi makin meningkat, serta ketulusanmu berbanding lurus dengan besarnya kualitas dan tingkat kemampuanmu—bukankah ini adalah gagasan dan imajinasi yang manusia miliki? (Ya.) Apakah engkau semua cenderung berpikir demikian? (Ya.) Apa yang biasanya ditimbulkan dari pola pikir seperti ini? Bukankah selalu berujung pada kegagalan? Bahkan ada orang-orang yang bersikap negatif dengan berkata, 'Aku telah mempersembahkan segenap ketulusanku kepada Tuhan, mengapa Dia tidak memberiku kualitas yang lebih baik? Mengapa Tuhan tidak memberiku kemampuan supernatural? Mengapa aku terus merasa lemah? Kualitasku belum meningkat, aku kesulitan memahami segala sesuatu dengan jelas dan hal-hal yang rumit membuatku bingung. Dulu seperti ini, mengapa sekarang masih sama? Terlebih lagi, jika menyangkut kemampuanku melaksanakan pekerjaan dan menyelesaikan sesuatu, mengapa aku tidak pernah mampu melampaui dagingku? Aku memahami beberapa doktrin, namun tetap saja, aku tidak mampu memahami segala sesuatunya dengan jelas, dan dalam menangani masalah, aku tetap saja bimbang. Aku tetap tidak sebaik orang-orang yang berkualitas tinggi; kemampuanku dalam bekerja juga buruk, dan pelaksanaan tugasku tidak efisien. Kualitasku belum meningkat sama sekali! Apa yang terjadi? Mungkinkah ini karena ketulusanku terhadap Tuhan kurang? Atau karena Tuhan tidak begitu menyukaiku? Di mana letak kekuranganku?' Ada orang-orang yang mencari berbagai alasan dan telah mencoba berbagai cara untuk berubah, tetapi hasil akhirnya tetap mengecewakan. Kualitas dan kemampuan mereka dalam melakukan pekerjaan tetap sama seperti sebelumnya tanpa peningkatan, bahkan setelah percaya kepada Tuhan selama tiga atau lima tahun" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran II, "Cara Mengejar Kebenaran (2)"). "Jika engkau selalu yakin bahwa tujuan Tuhan bekerja dan berfirman membekali manusia dengan kebenaran adalah untuk mengubah semua kualitas bawaan manusia—dengan demikian, barulah seseorang dapat dianggap benar-benar dilahirkan kembali dan sepenuhnya menjadi manusia baru sebagaimana yang Tuhan ucapkan—engkau salah besar. Ini adalah gagasan dan imajinasi manusia. Setelah memahami hal ini, engkau harus melepaskan gagasan, imajinasi, spekulasi, atau perasaan seperti ini. Artinya, selama proses mengejar kebenaran, engkau tidak boleh selalu mengandalkan perasaan atau dugaan untuk menyimpulkan hal berikut: 'Apakah kualitasku sudah meningkat? Apakah sifat bawaanku sudah berubah? Apakah kepribadianku masih seburuk sebelumnya? Apakah kebiasaan gaya hidupku sudah berubah?' Jangan memikirkan semua ini; perenungan seperti ini sia-sia karena hal itu bukanlah aspek yang ingin Tuhan ubah, juga bukan merupakan tujuan pekerjaan Tuhan. Pekerjaan Tuhan tidak pernah bertujuan untuk mengubah kualitas, sifat bawaan, kepribadianmu, dan sebagainya, dan Tuhan bukan berfirman dengan tujuan untuk mengubah aspek-aspek manusia tersebut. Dengan kata lain, pekerjaan Tuhan membekali manusia dengan kebenaran sesuai dengan keadaan awal mereka, bertujuan untuk membuat manusia memahami kebenaran, kemudian menerima dan tunduk pada kebenaran. Seperti apa pun kualitas, sifat bawaan, atau kepribadianmu, yang Tuhan ingin lakukan adalah mengerjakan kebenaran di dalam dirimu, mengubah gagasan dan watak lamamu, dan bukan untuk mengubah kualitas, kemampuan, dan kepribadian aslimu. Apa yang ingin Tuhan ubah dengan pekerjaan-Nya? (Gagasan dan watak lama dalam diri manusia.) Jadi, karena engkau telah memahami kebenaran ini, engkau harus melepaskan imajinasi dan gagasan yang berlebihan dan tidak realistis tersebut, dan jangan menggunakannya untuk mengukur atau menuntut dirimu sendiri. Sebaliknya, engkau harus mencari dan menerima kebenaran berdasarkan beragam kondisi yang awalnya diberikan Tuhan kepadamu. Apa tujuan utamanya? Tujuannya adalah agar engkau memahami prinsip-prinsip kebenaran berdasarkan keadaan awalmu, memahami setiap prinsip kebenaran yang harus kauterapkan dalam menghadapi berbagai situasi yang kaualami, dan agar engkau mampu memahami orang dan keadaan—serta berperilaku dan menangani masalah—berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran tersebut. Dengan melakukan hal ini, engkau memenuhi tuntutan Tuhan" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran II, "Cara Mengejar Kebenaran (2)"). Setelah membaca firman Tuhan, tiba-tiba aku sadar bahwa aku hidup berdasarkan gagasan dan imajinasiku. Aku mengira jika seseorang dengan sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan, melaksanakan tugasnya dengan penuh perhatian, menanggung penderitaan, dan membayar harga, Tuhan akan membantunya dengan meningkatkan kualitas dan kemampuan kerjanya dan memungkinkan hasil tugasnya melampaui kualitas dan kemampuan kerjanya yang sebelumnya. Meskipun kualitas orang tersebut buruk, dia tetap mampu melaksanakan tugas kepemimpinan dan pengawasan di gereja, menjadi salah seorang pilar di sana. Jadi, meskipun aku melakukan segala sesuatu dengan lambat dan kemampuan kerjaku buruk, kupikir selama aku melaksanakan tugasku dengan penuh perhatian, menanggung penderitaan, dan membayar harga, Tuhan akan membantuku. Jadi, aku ingin menulis jadwal harian, merencanakan waktuku, menanggung penderitaan, dan membayar harga sebagai cara untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan kerjaku. Namun, setelah bekerja keras selama suatu waktu, kualitas dan kemampuan kerjaku belum meningkat seperti yang kubayangkan, dan aku makin negatif dan depresi. Kupikir Tuhan tidak membantuku atau bekerja di dalam diriku. Sekarang setelah membaca firman Tuhan, aku mengerti bahwa pekerjaan Tuhan itu nyata, dan tidak supranatural. Kualitasku adalah sesuatu yang telah ditentukan Tuhan. Tuhan bekerja untuk membantu orang masuk ke dalam kebenaran, membuang watak mereka yang rusak, dan hidup dalam keserupaan dengan manusia sejati. Dia tidak bekerja untuk mengubah kualitas dan kemampuan kerja orang. Ketika orang melaksanakan tugas mereka dengan sungguh-sungguh dan mencari kebenaran, mereka dapat memperoleh pencerahan dan bimbingan Roh Kudus serta melampaui beberapa hambatan dalam tugas mereka. Namun, semua ini didasarkan pada kualitas yang dimiliki orang, dan ini dapat dicapai orang jika mereka mau bekerja keras. Tak ada seorang pun yang awalnya berkualitas buruk akan memiliki kualitas seorang pemimpin karena memperoleh pekerjaan Roh Kudus. Semua ini adalah gagasan dan imajinasiku. Aku menyadari bahwa jika orang-orang yang percaya kepada Tuhan tidak mencari kebenaran dan hanya mengejar berdasarkan gagasan dan imajinasi mereka, mereka bukan saja tidak mampu memahami kebenaran dan melaksanakan tugas mereka dengan baik, tetapi juga bertentangan dengan tuntutan Tuhan.

Beberapa waktu kemudian, karena tuntutan pekerjaan, pengawasku mengatur agar aku pergi ke gereja lain untuk menyirami para petobat baru. Saudari yang bermitra denganku sebelumnya telah menjadi pemimpin gereja, dan sementara itu aku hanyalah seorang pekerja penyiraman. Tiba-tiba aku merasa ada jarak yang sangat jauh antara diriku dan dia. Meskipun aku tahu bahwa kualitas orang dalam pekerjaan Tuhan tidak berubah, aku tidak rela menerima hal ini dan tidak puas dengan kualitasku. Aku menganggap mereka yang memiliki kualitas bagus adalah orang-orang yang akan dipromosikan dan dibina oleh gereja dan juga merupakan pilar gereja. Hanya orang-orang semacam itulah yang memiliki masa depan yang cerah dan dihormati oleh orang lain. Sedangkan, mereka yang kualitasnya buruk hanya mampu melakukan sedikit pekerjaan sampingan dan dipandang rendah oleh orang dan tidak disukai oleh Tuhan. Aku tidak ingin dianggap sebagai seseorang yang memiliki "kualitas yang buruk". Kupikir, begitu aku dianggap sebagai orang semacam itu, itu sama saja dengan mengakui bahwa aku adalah sampah yang tidak berharga. Aku sama sekali tidak punya masa depan! Itu sama sekali tidak dapat diterima; aku harus terus mencoba. Sekalipun aku tidak mampu meningkatkan kualitasku secara signifikan, itu tidak masalah jika, melalui penderitaan dan membayar harga dalam tugasku, aku bisa membuat kualitasku berada pada level yang sama dengan orang lain. Jadi, aku segera mengabdikan diriku ke dalam pekerjaanku dan dengan aktif bekerja sama. Ketika aku mencapai sesuatu, aku sangat bahagia, dan aku ingin sekali menceritakan hal ini kepada saudara-saudari, berharap mendapatkan pujian dari mereka. Namun kemudian, aku mengalami beberapa kesulitan yang tidak dapat kuselesaikan saat menyirami para petobat baru, dan ada juga tugas-tugas yang kuabaikan. Aku merasa kecil hati dan sedih. Sepertinya kualitasku benar-benar tidak bagus. Saat itu, aku sudah bekerja sangat keras, tetapi aku masih belum melakukan pekerjaan dengan baik. Lupakan saja, pikirku; sekeras apa pun aku bekerja, itu tidak akan berubah. Kualitas yang buruk adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Tanpa kusadari, aku sekali lagi menjadi negatif dan pasif ketika melaksanakan tugasku, dan aku tidak ingin memikirkan bagaimana cara menyelesaikan masalah dalam pekerjaanku. Aku bahkan ingin menghindari tanggung jawabku, berpikir bahwa aku melaksanakan tugasku dengan buruk karena kemampuanku yang terbatas, dan tidak ada yang bisa kulakukan. Selama kurun waktu itu, aku merasa agak linglung, dan ketika aku membaca firman Tuhan, aku tidak bisa tenang. Ketika aku berdoa, aku tidak tahu harus berkata apa kepada Tuhan. Aku selalu merasa depresi.

Suatu hari, dalam saat teduhku, aku membaca dua bagian firman Tuhan: "Jangan merasa terdorong untuk menantang diri sendiri, atau berusaha melampaui batas kemampuanmu. Tuhan tahu seberapa besar kemampuanmu dan seberapa tinggi kualitasmu. Kualitas dan kemampuan yang telah Tuhan berikan kepadamu, semua itu telah sejak lama ditentukan oleh-Nya. Keinginan yang terus-menerus untuk melampaui semua ini merupakan kecongkakan dan terlalu melebih-lebihkan diri sendiri, yang berarti mengundang masalah dan pasti akan berakhir dengan kegagalan. Bukankah orang-orang seperti ini sedang mengabaikan tugas mereka yang semestinya? (Ya.) Mereka tidak berperilaku dengan baik, tidak dengan teguh menempati posisi mereka yang seharusnya, yaitu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk ciptaan, tidak mengikuti prinsip-prinsip ini dalam tindakan mereka, justru selalu berusaha pamer. Ada dua bagian pepatah yang berbunyi: 'Seorang wanita tua memakai lipstik—untuk memberimu sesuatu untuk dilihat'. Untuk tujuan apa 'wanita tua' melakukan hal ini? (Untuk memamerkan dirinya.) Wanita tua itu ingin menarik perhatian orang, seolah-olah berkata, 'Sebagai wanita yang sudah tua, aku bukan orang biasa—akan kuperlihatkan kepadamu sesuatu yang istimewa.' Dia tidak ingin dipandang rendah, melainkan ingin dikagumi dan dihormati; dia ingin menuntut dirinya melebihi batas kemampuannya dan melampaui dirinya sendiri. Bukankah ini berarti memiliki natur yang congkak? (Ya.) Jika engkau memiliki natur yang congkak, engkau tidak akan berperilaku dengan baik, engkau tidak ingin berperilaku sesuai dengan posisimu. Engkau selalu berusaha menantang diri sendiri. Apa pun yang mampu orang lain lakukan, engkau juga ingin melakukannya. Ketika orang lain berprestasi, mencapai hasil, atau memberikan kontribusi, dan semua orang memuji mereka, engkau merasa tidak nyaman, iri, dan tidak puas. Akibatnya, engkau ingin meninggalkan tugasmu saat ini untuk melakukan pekerjaan yang memungkinkanmu untuk unggul, engkau juga ingin dihormati. Namun, karena engkau tak mampu melaksanakan tugas-tugas penting semacam itu, bukankah ini hanya akan membuang-buang waktu? Bukankah ini mengabaikan tugasmu yang sebenarnya? (Ya.) Jangan mengabaikan tugasmu yang semestinya karena mengabaikannya tidak akan membawa hasil yang baik. Hal ini tidak hanya membuang-buang waktu dan membuat orang lain meremehkanmu, tetapi juga akan membuat Tuhan muak, dan pada akhirnya, engkau hanya akan membuat dirimu menjadi sangat negatif" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran II, "Cara Mengejar Kebenaran (3)"). "Tuhan mengamati apakah engkau berperilaku sesuai dengan posisimu, apakah engkau orang yang melaksanakan tugasmu sebagai makhluk ciptaan dengan baik, apakah engkau melaksanakan tugasmu dengan sepenuh hati dan dengan segenap kemampuanmu sesuai dengan keadaan yang telah Tuhan berikan kepadamu, dan apakah engkau bertindak berdasarkan prinsip untuk mencapai hasil yang Tuhan inginkan. Jika ya, Tuhan akan memberimu nilai sempurna. Jika tidak, meskipun engkau berusaha dan bekerja keras, jika semua yang kaulakukan adalah untuk pamer, dan engkau tidak melaksanakan tugasmu dengan sepenuh hati dan dengan segenap kemampuanmu, juga tidak melakukannya berdasarkan prinsip, melainkan hanya untuk pamer dan menyombongkan diri, perwujudan, pengungkapan, dan perilakumu itu menjijikkan bagi Tuhan. Mengapa Tuhan membencinya? Tuhan menunjukkan bahwa engkau tidak berfokus pada tugas yang semestinya, engkau belum mengerahkan segenap hati, upaya, atau pikiranmu, dan tidak menempuh jalan yang benar. Kualitas, karunia dan bakat yang telah Tuhan berikan kepadamu sudah memadai. Engkau sendirilah yang merasa tidak puas, tidak setia pada tugasmu, tidak pernah tahu posisimu, selalu ingin melontarkan ide yang muluk-muluk dan pamer, sehingga pada akhirnya mengacaukan tugasmu. Kualitas, karunia dan bakat yang Tuhan berikan kepadamu belum kaugunakan secara maksimal, engkau belum pernah berupaya maksimal, dan belum membuahkan hasil apa pun. Meskipun engkau mungkin cukup sibuk, Tuhan menganggapmu lebih mirip badut yang berjingkrak daripada seseorang yang merasa puas dan berfokus pada tugas yang semestinya. Tuhan tidak menyukai orang-orang seperti ini" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran II, "Cara Mengejar Kebenaran (3)"). Setelah membaca firman Tuhan, aku mengerti bahwa dengan selalu ingin mengubah kualitasku, aku sedang dikendalikan oleh watak yang congkak. Watakku sangat congkak, dan aku selalu tidak mau tertinggal dari orang lain. Aku ingin mendapatkan penghargaan dan pujian dari orang lain dan terlihat paling menonjol. Aku yakin bahwa ini akan membuat hidupku bernilai, jadi aku ingin meningkatkan kualitasku untuk mencapai tujuan ini. Saat bertumbuh dewasa, aku selalu menjadi siswa terbaik di sekolah. Jika seseorang mendapat nilai lebih tinggi dariku dalam suatu ujian, aku tidak mau mengaku kalah, dan aku selalu bertekad untuk mengunggulinya di lain waktu. Ibuku sering berkata bahwa aku sangat kompetitif. Karena nilaiku bagus di sekolah, aku dipuji orang tua dan guruku, dan para guru bahkan meminta teman sekelasku untuk belajar dariku. Aku sangat menikmati pembedaan tersebut dan berpikir bahwa seseorang harus terlihat menonjol dari pesaingnya. Sekarang, aku melaksanakan tugasku dengan tujuan yang sama, selalu ingin menjadi pemimpin atau pengawas. Aku menganggap bahwa orang-orang ini adalah pilar gereja dan semua orang mengagumi serta memuji mereka, dan bahwa mereka yang berkualitas buruk hanya dapat melaksanakan tugas-tugas biasa, bekerja di balik layar, dan hidup sebagai orang-orang yang tidak berguna. Jadi, ketika aku melihat saudari yang menjadi mitraku sebelumnya telah menjadi pemimpin gereja, sedangkan aku hanyalah seorang pekerja penyiraman biasa, aku tidak bisa menerimanya. Aku tidak mau menjadi biasa-biasa saja seperti ini selamanya. Aku tidak mau mengakuinya atau mengakui kegagalan, dan aku tidak mau melaksanakan tugasku dengan jujur dan terbuka. Aku selalu ingin meningkatkan kualitasku dan melaksanakan tugas sebagai pemimpin atau pengawas. Meskipun firman Tuhan dengan jelas menyatakan bahwa pekerjaan Tuhan tidak mengubah kualitas manusia, aku tetap tidak mau mengakui hal ini. Aku selalu ingin terus berusaha dan mengerahkan segenap kemampuanku, untuk meningkatkan kualitasku melalui kerja keras dan harga yang kubayar. Aku benar-benar sangat memberontak dan congkak! Tuhan berfirman: "Kualitas, karunia dan bakat yang telah Tuhan berikan kepadamu sudah memadai. Engkau sendirilah yang merasa tidak puas, tidak setia pada tugasmu, tidak pernah tahu posisimu, selalu ingin melontarkan ide yang muluk-muluk dan pamer, sehingga pada akhirnya mengacaukan tugasmu." Kemampuan kerjaku buruk dan kualitasku tidak terlalu bagus; aku bukan orang yang cocok untuk menjadi pemimpin. Namun, ada bidang-bidang tertentu yang kukuasai. Sebagai contoh, aku bisa berbahasa asing dan suka merenungkan firman Tuhan. Saat aku mempersekutukan pemahamanku akan kebenaran, pemikiranku juga relatif jelas. Sebenarnya, tugas menyirami yang kulakukan sekarang sangat cocok untukku. Namun, aku tidak bisa memiliki kedudukan yang ini-ini saja, selalu ingin meningkatkan kedudukanku dan melaksanakan tugas pengawasan. Ternyata, tak ada satu pun upayaku untuk meningkatkan diri yang mengubah kualitasku, dan sebaliknya, upayaku malah membuat keadaanku sangat buruk, dan aku bahkan tidak mampu melakukan pekerjaanku dengan baik. Menyadari hal ini, aku merasa bersalah dan berutang.

Belakangan, aku kembali berpikir, "Mengapa aku selalu merasa memiliki kualitas yang buruk adalah hal yang buruk? Mengapa aku membiarkan hal ini memengaruhi pelaksanaan tugasku?" Ketika aku membaca firman Tuhan yang relevan dengan aspek ini, keadaanku pun berubah. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Karena kualitas dan kemampuanmu terbatas, dampak pelaksanaan tugasmu selalu biasa-biasa saja, gagal mencapai taraf atau standar yang kaucita-citakan. Dengan demikian, tanpa sadar, engkau terus-menerus menyadari bahwa kau bukanlah orang yang berprestasi, unggul atau luar biasa. Lambat laun, engkau akhirnya memahami bahwa kualitasmu tidaklah sebaik yang kaubayangkan, melainkan hanya biasa-biasa saja. Dalam jangka panjang, proses ini akan sangat membantumu untuk mengenal dirimu sendiri—engkau mengalami beberapa kegagalan dan kemunduran secara nyata, dan setelah merenungkannya di dalam hatimu, engkau menjadi makin akurat dalam menilai tingkat, kemampuan dan kualitasmu. Engkau makin menyadari bahwa dirimu bukankah orang yang berkualitas tinggi. Meskipun engkau mungkin memiliki sedikit kelebihan dan karunia, sedikit kemampuan untuk menilai, atau terkadang memiliki beberapa ide atau rencana, semua itu bukanlah prinsip kebenaran, masih jauh dari Tuhan dan tuntutan kebenaran, dan bahkan belum memenuhi standar memiliki kenyataan kebenaran—tanpa kausadari, engkau memiliki pemahaman dan penilaian ini tentang dirimu sendiri. Selama proses mengenal dan menilai dirimu sendiri ini, watak rusak dan perwujudan kerusakanmu lambat laun akan berkurang, menjadi makin tertahan dan terkendali. Tentu saja, mengendalikan watak yang rusak bukanlah tujuannya. Lalu, apa tujuannya? Tujuannya adalah agar engkau secara bertahap belajar mencari kebenaran selama proses pengendalian tersebut, mampu berperilaku dengan baik, tidak selalu berusaha melontarkan ide yang muluk-muluk, atau pamer, menghindari kecenderungan bersaing untuk menjadi yang terbaik atau yang terkuat, dan menghentikan dorongan untuk terus-menerus membuktikan diri. Saat kesadaran ini terus-menerus tertanam kuat dalam hatimu, engkau akan merenung, 'Aku harus mencari tahu prinsip kebenaran apa yang harus kuterapkan untuk melakukan hal ini, dan apa yang Tuhan katakan mengenai hal ini.' Lambat laun, kesadaran ini akan tertanam kuat di dalam hatimu, dan taraf pencarian, pemahaman, dan penerimaanmu akan firman Tuhan dan kebenaran akan makin meningkat, yang menandakan bahwa ada harapan bagimu untuk diselamatkan. Makin engkau mampu menerima kebenaran, makin berkurang watak rusak yang akan kauperlihatkan; hasil yang jauh lebih baik adalah engkau akan memiliki lebih banyak kesempatan untuk menggunakan firman Tuhan sebagai standar bagi penerapanmu. Bukankah ini berarti engkau secara bertahap mulai menempuh jalan keselamatan? Bukankah ini hal yang baik? (Ya.) Namun, seandainya semua kemampuanmu lebih unggul, sempurna, dan luar biasa dibandingkan orang lain, mungkinkah engkau akan tetap mencari kebenaran saat menangani masalah dan melaksanakan tugasmu? Belum tentu. Bagi seseorang yang memiliki kemampuan luar biasa di segala bidang untuk mendekati Tuhan dengan hati yang tenang atau dengan sikap yang rendah hati untuk mengenal dirinya sendiri, menyadari kekurangannya, mengetahui wataknya yang rusak, dan pada akhirnya berusaha mencari, menerima, dan menerapkan kebenaran—ini hal yang cukup sulit, bukan? (Ya.)" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran II, "Cara Mengejar Kebenaran (7)"). "Kebanyakan dari mereka yang Tuhan selamatkan bukanlah orang-orang yang memiliki kedudukan tinggi di dunia atau di tengah masyarakat. Karena kualitas dan kemampuan mereka biasa-biasa saja atau bahkan buruk, mereka mengalami kesulitan untuk memperoleh popularitas atau keberhasilan di dunia ini, sering merasa hidup ini suram dan tidak adil. Hal ini membuat mereka sadar akan kebutuhan mereka untuk beriman, dan pada akhirnya mereka datang ke hadapan Tuhan dan masuk ke dalam rumah-Nya. Ini adalah persyaratan mendasar yang Tuhan tetapkan bagi manusia ketika memilih mereka: hanya dengan kebutuhan inilah, seseorang bisa memiliki keinginan untuk menerima keselamatan Tuhan. Jika keadaanmu dalam segala aspek menguntungkan dan mendukung untuk berjuang di dunia ini, engkau tidak akan memiliki keinginan untuk menerima keselamatan Tuhan, dan engkau bahkan tidak akan memiliki kesempatan untuk menerima keselamatan-Nya. Semua ini saling berkaitan. Oleh karena itu, memiliki kualitas yang rendah bukanlah kekuranganmu, juga bukan merupakan hambatan bagimu untuk menyingkirkan watak rusakmu dan memperoleh keselamatan. Kesimpulannya, inilah yang telah Tuhan berikan kepadamu. Engkau memiliki sebanyak yang Tuhan berikan kepadamu. Jika Tuhan memberimu kualitas yang baik, berarti engkau memiliki kualitas yang baik. Jika Tuhan memberimu kualitas rata-rata, berarti kualitasmu rata-rata. Jika Tuhan memberimu kualitas yang buruk, berarti kualitasmu buruk. Begitu engkau memahami hal ini, engkau harus menerimanya dari Tuhan dan mampu tunduk pada kedaulatan dan pengaturan-Nya. Kebenaran manakah yang menjadi dasar bagimu untuk tunduk? Ini adalah pemahaman bahwa pengaturan Tuhan tersebut mengandung kehendak baik-Nya; Tuhan memiliki maksud baik yang dipikirkan-Nya dengan penuh kesungguhan, dan orang tidak boleh mengeluh atau salah memahami hati-Nya. Tuhan tidak akan menghargaimu karena kualitasmu yang baik, dan Dia juga tidak akan memandang rendah dirimu karena kualitasmu yang buruk. Apa yang Tuhan pandang rendah? Tuhan memandang rendah dirimu jika engkau mampu memahami kebenaran tetapi tidak menerima ataupun menerapkannya, Dia memandang rendah dirimu jika engkau tidak melakukan apa yang mampu kaulakukan, jika engkau tidak mencurahkan segenap hatimu atau segenap kemampuanmu padahal engkau mampu melakukannya, dan jika engkau selalu memiliki keinginan yang berlebihan, selalu menginginkan status, bersaing untuk mendapatkan kedudukan, dan selalu menginginkan berbagai hal dari-Nya. Inilah yang Tuhan anggap memuakkan dan menjijikkan" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran II, "Cara Mengejar Kebenaran (7)"). Setelah membaca firman Tuhan, hatiku sangat tersentuh. Aku mengerti bahwa kualitasku yang buruk telah ditetapkan oleh Tuhan dan ada maksud baik Tuhan di dalamnya; itu adalah hal yang baik. Sebenarnya, watakku selalu sangat congkak. Dahulu, karena aku memiliki watak seperti ini dan tidak melaksanakan tugasku berdasarkan prinsip, aku merugikan pekerjaanku dan melakukan pelanggaran. Jika aku memiliki kualitas yang baik dan membuahkan hasil dalam tugasku, watakku pasti akan makin congkak, dan aku akan makin sulit untuk mendengarkan pendapat saudara-saudari. Aku tidak akan mampu merendahkan hatiku dan mencari prinsip-prinsip kebenaran. Dengan demikian, akan mudah untuk melakukan kejahatan dan mengganggu serta mengacaukan pekerjaan gereja. Justru karena kualitasku agak buruk dan aku tidak mampu menangani beban kerja yang berat, aku bisa menjadi lebih mantap dan lebih bijaksana dalam tugasku dibandingkan sebelumnya. Terkadang, ketika pendapatku sedikit berbeda dengan pendapat orang lain, aku tidak terlalu keras kepala. Ini adalah bentuk perlindungan diri yang tidak disadari yang mengurangi peluangku melakukan kejahatan. Aku teringat pada seorang saudari yang kujumpai sebelumnya, yang menurut semua orang memiliki kualitas yang baik, yang membuatku iri kepadanya. Belakangan, dia terpilih sebagai pemimpin, dan cakupan pekerjaan yang diawasinya makin luas. Namun, dia tidak mengejar kebenaran atau makan dan minum firman Tuhan dengan baik, dia juga tidak mencari kebenaran untuk mengatasi wataknya yang rusak. Pada akhirnya, saat menghadapi ujian, dia mengkhianati Tuhan dan meninggalkan tugasnya. Ini menunjukkan kepadaku bahwa sebagus apa pun kualitas dan kemampuan kerja seseorang, yang terpenting adalah apakah dia mampu mencari kebenaran dan mengatasi wataknya yang rusak. Kualitas seseorang tidak berhubungan dengan apakah dia dapat diselamatkan atau tidak. Memiliki kualitas yang baik belum tentu hal yang baik. Begitu pula, memiliki kualitas yang buruk belum tentu hal yang buruk. Yang terpenting adalah apakah seseorang mampu tunduk pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan dan memperlakukan kualitasnya dengan benar, mengejar kebenaran dengan jujur dan terbuka, dan melaksanakan tugasnya dengan baik sebagai makhluk ciptaan. Inilah hal yang terpenting.

Kemudian, aku membaca satu bagian firman Tuhan dan menemukan jalan penerapan. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Jangan melakukan segala cara untuk mengubah kualitas atau meningkatkan kemampuanmu dalam semua aspek, sebaliknya engkau harus secara akurat mengenali dan memperlakukan kualitas dan kemampuan bawaanmu dengan benar. Jika engkau menemukan hal yang menjadi kekuranganmu, segeralah pelajari bidang-bidang di mana engkau dapat mencapai kemajuan dalam waktu singkat untuk menutupi kekurangan tersebut. Untuk bidang-bidang yang tidak mampu kaujangkau, jangan memaksakan diri. Lakukan tindakan yang sesuai dengan kualitas dan kemampuanmu sendiri. Prinsip yang utama adalah engkau harus melaksanakan tugasmu berdasarkan firman Tuhan, tuntutan Tuhan terhadap manusia, dan prinsip-prinsip kebenaran. Seberapa pun tingginya kualitasmu, engkau mampu mencapai berbagai tingkat dalam tindakanmu dan melaksanakan tugasmu berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran; engkau mampu memenuhi standar Tuhan. Prinsip-prinsip kebenaran ini sama sekali bukan omong kosong dan sama sekali tidak melampaui kemanusiaan. Semua ini adalah jalan penerapan yang dibuat sesuai bagi watak rusak, sifat bawaan, dan berbagai kemampuan dan kualitas manusia ciptaan. Jadi, seperti apa pun kualitasmu, entah kemampuanmu tidak memadai atau kurang, itu bukan masalah; jika engkau sungguh-sungguh memahami kebenaran dan mau menerapkan kebenaran, pasti ada jalan ke depan. Kekurangan manusia dalam aspek kualitas dan kemampuan tertentu sama sekali bukan hal yang menghalangi mereka untuk menerapkan kebenaran. Jika engkau kurang dalam pemahaman atau dalam kemampuan lainnya, engkau harus banyak bersekutu, serta meminta bimbingan dan saran dari mereka yang memiliki pemahaman. Setelah engkau mengerti dan memahami prinsip dan jalan penerapannya, engkau harus menerapkannya berdasarkan keadaan dan tingkat pertumbuhanmu pada saat itu. Menerima dan menerapkan—inilah yang harus kaulakukan" (Firman, Vol. 6, Tentang Pengejaran akan Kebenaran II, "Cara Mengejar Kebenaran (7)"). Dari firman Tuhan, aku memahami bahwa orang tidak boleh berusaha sebaik mungkin untuk mengubah kualitas mereka, tetapi, berusaha melaksanakan tugas mereka dengan segenap hati, tenaga, dan pikiran sejauh yang bisa mereka capai dengan kualitas bawaan mereka. Mereka harus dengan rajin mempelajari dan melakukan penelitian yang mendalam terhadap pengetahuan profesional yang seharusnya mereka pelajari, dan memanfaatkan potensi maksimal dari kualitas mereka. Mengenai kualitas dan kemampuan kerja, mereka dapat sedikit meningkatkannya jika memungkinkan, tetapi jika mereka tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas, tidak perlu memaksakannya. Setelah memahami hal ini, hatiku menjadi makin terang.

Sejak saat itu, aku berpikir tentang bagaimana melaksanakan tugasku dengan segenap hati dan tenagaku di dalam batas-batas kualitas bawaanku. Aku sadar bahwa aku tidak cakap membina para petobat baru untuk melaksanakan tugas mereka, jadi aku berusaha mencari dan merenungkan prinsip-prinsip seputar hal ini. Aku juga mendengarkan dengan sungguh-sungguh apa yang dipersekutukan dan dibahas oleh saudara-saudari. Terkadang, ketika aku menghadapi beberapa masalah dan tidak tahu bagaimana menyelesaikannya, aku tidak berusaha menghindarinya atau menyalahkan Tuhan karena memberiku kualitas yang buruk. Sebaliknya, aku berdoa dan mengandalkan Tuhan, sembari mencari dan bersekutu dengan saudara-saudari. Selama proses latihan ini, secara tak sadar aku membuat rencana untuk menyelesaikan beberapa masalah. Sekarang, kualitasku sama seperti sebelumnya. Kualitasku belum berubah. Namun, aku mengerti bagaimana memperlakukan diriku sendiri dengan benar, dan hatiku telah dilepaskan dan dibebaskan.

Jika Tuhan telah membantu Anda, apakah Anda mau belajar firman Tuhan, mendekat kepada Tuhan dan terima berkat Tuhan?

Konten Terkait

Melepaskan Topeng

Oleh Saudari Ting Hua, Prancis Juni lalu, ketika baru saja mulai melakukan tugasku sebagai seorang pemimpin. Awalnya, karena aku fasih...