Disadarkan dari Kecongkakanku

08 Maret 2022

Oleh Saudara Johnny, Italia

Aku mulai bekerja mengabarkan Injil pada tahun 2015, dan mencapai sedikit keberhasilan dengan bimbingan Tuhan. Terkadang orang-orang yang kuinjili memiliki gagasan yang kuat dan tidak mau menyelidiki Injil lebih lanjut. Jadi, aku berdoa dan mengandalkan Tuhan dan dengan sabar mempersekutukan kebenaran kepada mereka, dan mereka selalu dengan segera menerima pekerjaan Tuhan pada akhir zaman. Setelah mencapai sedikit keberhasilan dalam tugasku, aku merasa diriku lebih baik daripada saudara-saudari lainnya, merasa aku adalah semacam orang yang sangat berbakat.

Kemudian, aku dan rekan sekerjaku Liam masing-masing melakukan pekerjaan penyiraman untuk sebuah gereja. Gereja yang kupimpin itu besar dan memiliki jemaat yang cukup banyak, jadi ketika memulai tugasku, aku selalu berdoa dan mengandalkan Tuhan serta mendiskusikan segala sesuatu dengan saudara-saudari. Dalam waktu singkat, segala sesuatunya mulai berjalan dengan baik. Sebagian besar saudara-saudari menghadiri pertemuan secara teratur dan benar-benar proaktif dalam tugas mereka. Aku merasa cukup bangga pada diriku sendiri. Kupikir, meskipun gerejanya begitu besar dan jemaatnya sangat banyak, aku mendapatkan hasil dengan begitu cepat, jadi kelihatannya aku pasti memiliki sedikit kualitas. Aku juga melihat bahwa pekerjaan penyiraman Liam tidak berjalan dengan baik, dan beberapa penyiram di gerejanya tidak sesuai dan tugas mereka harus disesuaikan, dan beberapa pekerja membutuhkan persekutuan karena berada dalam keadaan negatif. Jadi, aku agak memandang rendah dirinya dan berpikir dia hanya mampu menyelesaikan masalah-masalah ini dengan bantuanku. Setelah itu, aku mulai terlibat dengan pekerjaannya, menyimpulkan kekeliruan dan kekurangan dengan semua orang dalam pertemuan, mempersekutukan firman Tuhan untuk membantu menyelesaikan keadaan negatif orang lain, dan menyesuaikan tugas-tugas jemaat yang tidak sesuai. Pekerjaan itu segera membuahkan hasil. Melihat betapa cepatnya aku telah menyelesaikan masalah kami, aku semakin merasa diriku semakin sangat dibutuhkan dan seperti semacam orang yang sangat berbakat. Setelah ini, kecongkakanku semakin bertambah. Aku sering mengeluhkan tentang saudara-saudari tidak melakukan tugas mereka dengan sungguh-sungguh dan menegur mereka, berkata, "Ada banyak penundaan dalam pekerjaan penyiraman. Apakah ada satu orang pun yang memperhatikan kehendak Tuhan dan melakukan tugasnya dengan benar? Kalian semua tidak bertanggung jawab dan ceroboh. Untunglah ada sedikit kemajuan dalam beberapa minggu terakhir ini, kalau tidak, siapa yang dapat bertanggung jawab atas penundaan ini?" Tak seorang pun yang berani menjawab. Aku bertanya-tanya apakah reaksiku tidak pantas, tetapi kemudian kupikir, mereka tidak akan peduli kecuali nada bicaraku keras. Karena aku sering memandang rendah saudara-saudariku dan menegur mereka serta membuat mereka melakukan apa yang kukatakan ketika aku menemukan masalah dan penyimpangan dalam pekerjaan mereka, seiring waktu, mereka menjauh dariku dan biasanya tidak pernah berbicara kepadaku tentang apa pun kecuali hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan. Terkadang mereka berbicara dan tertawa bersama, tetapi begitu aku muncul, mereka bubar, seolah-olah takut kepadaku. Dan karena takut melakukan kesalahan dan ditegur, mereka selalu terlebih dahulu bertanya kepadaku setiap kali sesuatu terjadi, dan menunggu keputusanku. Aku merasa agak tidak nyaman ketika melihat situasi tersebut. Aku bertanya-tanya apakah aku sedang bersikap sewenang-wenang dan menempuh jalan antikristus. Namun kemudian kupikir, aku harus tegas dalam bekerja. Tak seorang pun yang akan mendengarkan jika aku tidak sedikit keras terhadap mereka. Lalu bagaimana kita bisa efektif? Aku merasa sepertinya dengan langsung menunjukkan masalah berarti aku memiliki rasa keadilan. Setelah itu, kecongkakanku jadi semakin intens dan aku harus menjadi penentu keputusan dalam segala hal, besar atau kecil, dan harus menindaklanjuti bagaimana jemaat dialokasikan dan diatur, karena aku merasa tak seorang pun dalam tim yang cakap seperti diriku. Bahkan ketika akhirnya aku mendiskusikan segala sesuatu dengan mereka, kami pada akhirnya selalu melakukan apa yang kuinginkan, jadi jika aku segera memutuskan, menurutku kami bisa menghemat waktu. Terkadang pemimpinku datang ke pertemuan, dan aku tetap tidak memedulikannya, berpikir, "Memangnya kenapa jika kau seorang pemimpin? Mampukah kau memberitakan Injil dan memberi kesaksian? Mampukah kau melakukan pekerjaan dengan baik di satu aspek pun dari pekerjaan ini? Jika engkau hanya bersekutu dalam pertemuan tanpa menyelesaikan pekerjaan nyata, engkau tidak sebanding denganku." Jadi, setiap kali pemimpin bertanya kepadaku bagaimana kemajuan pekerjaan kami, aku akan lebih banyak menjelaskan jika sedang ingin, tetapi ketika aku tidak sedang ingin bicara, aku hanya menjawab seadanya. Kupikir tidak perlu membicarakannya karena pada akhirnya akulah yang akan melakukan pekerjaan itu. Pemimpin menyingkapkan kecongkakanku, mengatakan aku selalu menjadi penentu keputusan dalam segala sesuatu dan aku tidak bekerja secara harmonis dengan saudara-saudari. Dipangkas seperti ini, aku mengakui di hadapannya bahwa aku congkak, tetapi aku sama sekali tidak memedulikannya. Kupikir aku memiliki kualitas yang baik dan cakap—jadi selama aku melakukan pekerjaanku dengan baik, apa masalahnya jika aku sedikit congkak? Selain itu, akulah yang melaksanakan sebagian besar pekerjaan gereja, jadi apa yang akan mereka lakukan—memberhentikanku? Aku sama sekali tidak menerima pemangkasan pemimpin dan terus melakukan tugasku sesuka hatiku, memegang kendali penuh sampai aku disingkapkan oleh Tuhan.

Suatu kali, sebuah gereja yang baru didirikan membutuhkan lebih banyak orang untuk melakukan penyiraman, dan tanpa mendiskusikannya dengan Liam dan yang lainnya, aku langsung mengatur agar seorang saudari pergi membantu mereka. Kupikir biasanya mereka setuju dengan apa yang kusarankan, jadi tidak masalah bagiku jika memutuskannya sendiri. Namun aku terkejut mengetahui bahwa karena pemahaman saudari ini akan kebenaran terlalu dangkal, dia tidak cakap dalam bekerja dan tidak mampu menyelesaikan masalah-masalah nyata. Ini merupakan hambatan serius bagi pekerjaan gereja dan kemudian dia harus dipindahkan ke tugas lain. Namun, aku tetap tidak merenungkan diriku sendiri. Setelah itu, karena kecongkakanku yang terus-menerus dan kegagalanku untuk mencari prinsip-prinsip kebenaran dalam tugasku, atau membimbing orang lain untuk mengikuti prinsip-prinsip dalam tugas mereka, semua orang hanya terlihat sangat sibuk tanpa hasil yang nyata. Ini benar-benar menghambat kemajuan pekerjaan kami. Meskipun demikian, aku sama sekali tetap tidak sadar akan masalahku sendiri—aku hanya menyalahkan orang lain karena tidak memikul beban mereka. Selama beberapa waktu, aku memiliki firasat aneh yang tak terlukiskan, seperti sesuatu yang mengerikan akan terjadi. Aku tidak tahu harus berkata apa dalam pertemuan atau doa, dan aku mulai sering mengantuk dalam rapat kerja dan tidak memiliki wawasan tentang apa pun. Aku merasa otakku kusut dan tidak punya tenaga untuk melakukan apa pun, tetapi hanya ingin beristirahat. Aku tahu bahwa aku telah kehilangan pekerjaan Roh Kudus, tetapi aku tidak tahu penyebabnya. Aku berdoa kepada Tuhan, memohon Dia untuk membantuku mengenal diriku sendiri.

Disadarkan dari Kecongkakanku

Beberapa hari kemudian, pemimpinku datang ke sebuah pertemuan dan memangkasku serta menyingkapkan perilakuku. Dia berkata, "Kau telah bersikap congkak dalam tugasmu. Kau selalu dengan angkuh menegur orang, mengekang mereka, dan sering kali memamerkan senioritasmu. Engkau tidak memikirkan siapa pun dan engkau sulit untuk diajak bekerja sama. Selain itu, engkau melakukan apa pun yang kauinginkan tanpa berdiskusi dengan siapa pun, engkau sewenang-wenang dan bersikap semaunya. Berdasarkan perilakumu, kami telah memutuskan untuk memberhentikanmu." Setiap perkataannya menghunjam langsung ke hatiku. Aku mengingat kembali bagaimana aku telah bertindak. Aku hanya selalu memutuskan sendiri dan bersikap sewenang-wenang. Bukankah itu sama seperti antikristus? Pemikiran itu benar-benar membuatku takut dan aku berpikir dalam hatiku: "Apakah aku sedang disingkapkan dan disingkirkan oleh Tuhan? Seperti inikah tahun-tahun imanku akan berakhir?" Selama beberapa hari, aku merasa seperti mayat hidup. Aku dipenuhi dengan ketakutan sejak bangun tidur, dan tidak tahu bagaimana menjalani hari itu. Aku berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan, aku tahu kehendak-Mu yang baik ada dalam hal ini, tetapi aku tidak tahu bagaimana melewatinya. Ya Tuhan, aku sangat tertekan dan menderita. Kumohon cerahkan aku untuk mengetahui kehendak-Mu." Kemudian, aku membaca bagian firman Tuhan ini: "Tuhan tidak peduli dengan apa yang terjadi padamu setiap hari, atau berapa banyak pekerjaan yang kaulakukan, berapa banyak upaya yang kaulakukan—yang Dia lihat adalah bagaimana sikapmu terhadap hal-hal ini. Berkaitan dengan apakah sikap yang dengannya engkau melakukan hal-hal ini, dan caramu melakukannya? Itu berkaitan dengan apakah engkau mengejar kebenaran atau tidak, dan juga berkaitan dengan jalan masuk kehidupanmu. Tuhan melihat jalan masuk kehidupanmu dan jalan yang kautempuh. Jika engkau menempuh jalan mengejar kebenaran, dan engkau memiliki jalan masuk kehidupan, engkau akan mampu bekerja sama secara harmonis dengan orang lain saat engkau melaksanakan tugasmu, dan engkau akan dengan mudah melaksanakan tugasmu sesuai standar. Namun jika, saat melaksanakan tugasmu, engkau selalu menekankan bahwa engkau memiliki modal, bahwa engkau memahami bidang pekerjaanmu, bahwa engkau berpengalaman, dan memperhatikan maksud Tuhan, dan mengejar kebenaran lebih daripada siapa pun, dan jika kemudian engkau menganggap bahwa karena hal-hal ini, engkau memenuhi syarat untuk menjadi penentu keputusan, dan engkau tidak mendiskusikan apa pun dengan orang lain, dan selalu bertindak sekehendak hatimu sendiri, dan mengurus pekerjaanmu sendiri, serta selalu ingin menjadi pusat perhatian, maka apakah engkau sedang menempuh jalan menuju jalan masuk kehidupan? Tidak—ini adalah mengejar status, ini menempuh jalan Paulus, ini bukan jalan menuju jalan masuk kehidupan" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Apa Arti Pelaksanaan Tugas yang Memadai?"). "Ada seseorang yang telah menyebarkan Injil selama bertahun-tahun dan berpengalaman dalam hal itu. Dia mengalami banyak kesukaran saat menyebarkan Injil, dan bahkan dijebloskan ke dalam penjara dan dijatuhi hukuman selama beberapa tahun. Setelah dibebaskan, dia terus menyebarkan Injil, dan memenangkan lebih dari beberapa ratus orang, beberapa di antaranya ternyata adalah orang-orang berbakat; beberapa di antaranya bahkan terpilih menjadi pemimpin atau pekerja. Akibatnya, orang ini yakin bahwa dirinya pantas mendapatkan penghargaan besar, dan menggunakan hal ini sebagai modal yang dia banggakan ke mana pun dia pergi, memamerkannya dan bersaksi tentang dirinya sendiri: 'Aku pernah dipenjara selama delapan tahun, dan aku tetap teguh dalam kesaksianku. Aku pernah memenangkan banyak orang saat menyebarkan Injil, beberapa dari mereka sekarang menjadi pemimpin atau pekerja. Di rumah Tuhan, aku pantas untuk dipuji, aku telah berkontribusi.' Di mana pun dia menyebarkan Injil, dia pasti akan menyombongkan dirinya kepada para pemimpin dan pekerja setempat. Dia juga selalu berkata, 'Kalian harus mendengar apa yang kukatakan; bahkan pemimpin senior kalian harus sopan ketika berbicara kepadaku. Siapa pun yang tidak melakukannya, akan kuberi pelajaran!' Bukankah orang ini seorang penindas? Jika orang seperti ini belum pernah menyebarkan Injil dan tidak memenangkan orang-orang itu, beranikah dia bersikap sedemikian sombongnya? Dia pasti akan tetap bersikap sombong. Bahwa dia bisa sesombong itu membuktikan bahwa ini sudah menjadi natur dirinya. Ini adalah esensi natur dirinya. Dia menjadi sedemikian congkaknya sampai-sampai telah kehilangan nalarnya. Setelah menyebarkan Injil dan memenangkan beberapa orang, natur congkaknya menjadi makin parah, dan dia menjadi jauh lebih sombong. Orang-orang semacam ini menyombongkan modal mereka ke mana pun mereka pergi, mereka berusaha mendapatkan pujian di mana pun mereka berada, dan bahkan menekan para pemimpin di berbagai tingkatan, berusaha menjadi setara dengan mereka, dan bahkan menganggap mereka sendirilah yang seharusnya menjadi pemimpin senior. Berdasarkan apa yang diwujudkan oleh perilaku orang semacam ini, kita semua harus mengerti natur semacam apa yang mereka miliki sebenarnya, dan akan seperti apa kesudahan mereka. Ketika setan menyusup ke dalam rumah Tuhan, mereka akan sedikit berjerih payah sebelum memperlihatkan diri mereka yang sebenarnya; mereka tidak mau mendengarkan siapa pun yang memangkas mereka, dan mereka bersikeras menentang rumah Tuhan. Apa natur dari tindakan mereka? Di mata Tuhan, mereka sedang mencari mati, dan mereka tidak akan beristirahat sampai akhirnya mereka membunuh diri mereka sendiri. Ini cara yang tepat untuk menggambarkannya" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Menyebarkan Injil adalah Tugas yang Wajib Semua Orang Percaya Laksanakan"). Membaca firman Tuhan ini benar-benar membuatku gemetar ketakutan. Rasanya seperti Tuhan sedang menyingkapkanku, berhadapan muka, menyingkapkan keadaan dan rahasiaku yang terdalam yang tidak pernah kuceritakan kepada seorang pun. Aku telah mencapai hasil yang baik dalam bertahun-tahun memberitakan Injil, jadi kupikir aku telah memberikan kontribusi yang sangat besar, bahwa aku adalah orang yang sangat berbakat, dan aku sering memperhitungkan semua yang telah kulakukan. Aku merasa layak menerima sedikit pujian dan aku adalah sokoguru di dalam gereja. Aku menganggap semua ini sebagai modal pribadi, dengan congkak memandang rendah semua orang. Aku juga suka menegur orang dengan sikap menghina, yang mengekang saudara-saudari. Aku harus menjadi penentu keputusan dalam segala sesuatu dan tidak kooperatif dalam tugasku, melainkan bersikap semaunya dan melakukan apa pun yang kuinginkan, dan sangat menunda dan menghambat pekerjaan gereja. Bahkan ketika pemimpin memangkasku, aku tidak memedulikannya. Aku bahkan memamerkan senioritasku. Aku memandang rendah dia dan berpikir dia tidak lebih baik daripada diriku. Aku tidak mau menerima pengawasan dan bimbingannya. Aku ingin memutuskan semuanya sendiri. Aku menegur saudara-saudari ketika mereka tidak sesuai dengan ekspektasiku, mengatakan hal-hal seperti, "Engkau akan diberhentikan dan disingkirkan jika engkau tidak melakukan tugasmu dengan baik." Itu membuat mereka terobsesi dengan pekerjaan, takut dipangkas atau kehilangan tugas jika mereka melakukan kesalahan, dan mereka hidup dalam keadaan yang tidak benar. Bagaimana itu bisa disebut melakukan tugas? Bukankah itu melakukan kejahatan, menentang Tuhan? Pemikiran itu benar-benar membuatku takut. Aku tidak pernah membayangkan akan melakukan kejahatan seperti itu, bahwa aku selalu sangat mengekang dan merugikan saudara-saudari, bahwa aku akan menghalangi dan mengganggu pekerjaan kami sampai taraf itu. Aku sedang menentang Tuhan, tetapi mengira sedang melakukan tugasku untuk memuaskan-Nya. Aku sangat buta, bodoh, dan bersikap tidak rasional! Aku membaca dalam firman Tuhan bahwa bertindak seperti itu berarti sedang mencari mati. Dalam frasa "mencari mati", aku merasakan betapa mual, jijik, dan muaknya Tuhan dengan orang semacam itu. Ini menyayat hati, seolah-olah Tuhan telah menghukum mati diriku. Kupikir aku mampu mengorbankan segalanya untuk tugasku, bahwa aku selalu berhasil di dalamnya, jadi Tuhan pasti memperkenan diriku dan sedikit kecongkakan tidak masalah. Namun kemudian aku sadar jika aku tidak mengejar kebenaran dan watakku tidak berubah, maka sebanyak apa pun pengorbananku atau sebanyak apa pun pencapaian dalam tugasku, aku hanyalah orang yang berjerih payah. Penghakiman dan penyingkapan firman Tuhan memperlihatkan kepadaku watak benar-Nya yang tidak boleh disinggung. Aku memahami bahwa Tuhan sangat berprinsip dalam tindakan-Nya. Jika seseorang mencapai beberapa hal di dunia ini, dia mungkin memiliki sedikit modal dan pengaruh. Namun di rumah Tuhan, kebenaranlah yang berkuasa. Menggunakan modal dan pengaruh dalam gereja berarti membunuh diri kita sendiri dan itu menyinggung watak Tuhan.

Kemudian, aku merenungkan mengapa aku merasa memiliki sedikit modal dan mulai menjadi sangat sembrono, congkak, dan sewenang-wenang setelah mencapai beberapa hal dalam tugasku. Oleh natur apa aku dikendalikan? Aku membaca bagian ini dalam firman Tuhan: "Jika, di dalam hatimu, engkau benar-benar memahami kebenaran, engkau akan tahu bagaimana menerapkan kebenaran dan tunduk kepada Tuhan, dan secara alami engkau akan mampu memulai jalan mengejar kebenaran. Jika jalan yang kautempuh adalah jalan yang benar dan sesuai dengan maksud Tuhan, maka pekerjaan Roh Kudus tidak akan meninggalkanmu—dan dengan demikian akan semakin kecil kemungkinan engkau mengkhianati Tuhan. Tanpa kebenaran, akan mudah bagimu untuk melakukan kejahatan, dan engkau akan melakukannya meskipun engkau sendiri tidak mau. Misalnya, jika engkau memiliki watak yang congkak dan sombong, maka diberi tahu untuk tidak menentang Tuhan tidak ada bedanya, engkau tidak mampu menahan diri, itu berada di luar kendalimu. Engkau tidak akan melakukannya dengan sengaja; engkau akan melakukannya di bawah dominasi naturmu yang congkak dan sombong. Kecongkakan dan kesombonganmu akan membuatmu memandang rendah Tuhan dan menganggap-Nya tak berarti; itu akan mengakibatkanmu meninggikan diri sendiri, membuatmu selalu menonjolkan diri; itu akan membuatmu memandang rendah orang lain dan hanya memikirkan dirimu sendiri; itu akan merebut posisi Tuhan di hatimu, dan akhirnya menyebabkanmu mengambil posisi Tuhan dan menuntut agar orang tunduk kepadamu, dan membuatmu memuja pemikiran, ide, dan gagasanmu sendiri sebagai kebenaran. Begitu banyak kejahatan yang dilakukan manusia di bawah dominasi natur mereka yang congkak dan sombong!" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya dengan Mengejar Kebenaran Orang Dapat Mencapai Perubahan dalam Wataknya"). "Ada banyak jenis watak rusak yang termasuk watak Iblis, tetapi watak yang paling jelas dan paling menonjol adalah watak congkak. Kecongkakan adalah sumber dari watak manusia yang rusak. Semakin congkak manusia, semakin mereka tidak masuk akal, dan semakin mereka tidak masuk akal, semakin besar kemungkinan mereka untuk menentang Tuhan. Seberapa seriuskah masalah ini? Orang yang memiliki watak congkak tidak hanya menganggap orang lain berada di bawah mereka, tetapi yang terburuk adalah mereka bahkan bersikap merendahkan Tuhan, dan mereka tidak punya hati yang takut akan Tuhan. Meskipun orang mungkin terlihat percaya kepada Tuhan dan mengikuti Dia, mereka sama sekali tidak memperlakukan-Nya sebagai Tuhan. Mereka selalu merasa bahwa mereka memiliki kebenaran dan menganggap diri mereka hebat. Inilah esensi dan akar dari watak yang congkak, dan itu berasal dari Iblis. Karena itu, masalah kecongkakan harus diselesaikan. Menganggap orang lain berada di bawah dirinya—itu adalah masalah sepele. Masalah seriusnya adalah bahwa watak congkak seseorang menghalangi orang tersebut untuk tunduk kepada Tuhan, pada kedaulatan-Nya, dan pengaturan-Nya; orang seperti itu selalu merasa ingin bersaing dengan Tuhan untuk mendapatkan kekuasaan dan pengendalian atas orang lain. Orang seperti ini sama sekali tidak punya hati yang takut akan Tuhan, apalagi mengasihi Tuhan atau tunduk kepada-Nya. Orang-orang yang congkak dan sombong, terutama mereka yang begitu congkak sampai kehilangan nalarnya, tidak mampu tunduk kepada Tuhan dalam kepercayaan mereka kepada-Nya, dan bahkan meninggikan serta memberikan kesaksian tentang diri mereka sendiri. Orang-orang semacam itulah yang paling menentang Tuhan dan sama sekali tidak punya hati yang takut akan Tuhan. Jika orang-orang ingin sampai pada taraf di mana mereka punya hati yang takut akan Tuhan, mereka harus terlebih dahulu membereskan watak congkak mereka. Semakin teliti engkau menyelesaikan watakmu yang congkak, makin engkau akan punya hati yang takut akan Tuhan, dan baru setelah itulah, engkau mampu tunduk kepada-Nya dan memperoleh kebenaran serta mengenal Dia. Hanya mereka yang memperoleh kebenaran yang merupakan manusia sejati" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Firman Tuhan mengajariku bahwa sumber pembangkangan dan penentangan terhadap Tuhan adalah kecongkakan. Ketika seseorang memiliki natur yang congkak, mereka tak berdaya selain menentang Tuhan dan melakukan kejahatan. Merenungkan apa yang kusingkapkan selama periode waktu ini, itu berada di bawah kendali natur yang congkak. Aku sangat senang setelah mencapai beberapa hal, berpikir aku memiliki kualitas yang baik, cakap, dan bahwa aku adalah orang yang sangat berbakat, dan bahwa gereja tidak dapat melakukannya tanpa diriku. Aku memandang rendah saudara-saudari, sering kali menggunakan kedudukanku untuk menegur dan mengekang mereka, tidak menghormati mereka. Aku bertindak semaunya dan sewenang-wenang dalam tugasku, tidak mendiskusikan apa pun dengan orang lain. Aku merasa mampu melakukannya sendiri dan bisa membuat keputusan sepihak. Aku sangat congkak dan sama sekali tak punya hati yang takut akan Tuhan. Ketika pemimpin memangkasku, aku memang mengakui kecongkakanku, tetapi tidak benar-benar peduli akan hal itu. Aku bahkan merasa tidak ada yang salah dengan kecongkakan, berpikir disebut orang congkak berarti aku memiliki beberapa keterampilan. Jika aku tidak memiliki sedikit modal, untuk apa aku bersikap congkak? Aku sangat tidak bernalar dan sama sekali tidak tahu malu. Aku hidup menurut racun Iblis "Di seluruh alam semesta ini, akulah yang berkuasa", bertindak seperti raja di gereja, dan akulah satu-satunya yang harus menjadi penentu keputusan. Apa bedanya aku dengan kediktatoran si naga merah yang sangat besar? Si naga merah yang sangat besar congkak dan jahat, menggunakan cara kekerasan termodern yang menindas siapa pun yang tidak mendengarkan mereka. Aku bertindak semaunya dan keras kepala di gereja, tidak menerima pengawasan siapa pun. Bukankah jenis watak itu sama seperti si naga merah yang sangat besar? Baru setelah itulah aku menyadari betapa congkaknya diriku selama ini, aku tidak peduli terhadap orang lain ataupun Tuhan, dan secara tidak sadar menentang kebenaran, bersaing dengan Tuhan, dan berada di jalan yang menentang Tuhan. Jika aku tidak bertobat, pada akhirnya aku pasti akan dikutuk dan dihukum oleh Tuhan sama seperti si naga merah yang sangat besar. Lalu sangat jelas bagiku untuk menyadari betapa seriusnya konsekuensi dari naturku yang congkak, bahwa masalahku tidak sesederhana memperlihatkan kerusakan kecil, seperti yang kupikirkan sebelumnya. Pemikiran itu mengingatkanku tentang ketika aku selalu menegur dan meremehkan orang lain dan meninggikan diriku sendiri, dan berbicara serta menampilkan diriku seolah-olah aku tidak ada bandingannya di dunia. Aku merasa agak mual dan jijik pada diriku sendiri. Aku bertekad bahwa aku harus mulai mengejar kebenaran dengan benar, mencari prinsip dalam segala sesuatu, memiliki hati yang takut akan Tuhan dan tidak lagi hidup berdasarkan naturku yang congkak dan menentang Tuhan.

Kemudian, ketika aku sedang mencari bagaimana memperlakukan dengan benar kesuksesan yang mungkin kumiliki dalam tugas-tugasku, aku membaca firman Tuhan: "Mampukah engkau semua merasakan tuntunan Tuhan dan pencerahan Roh Kudus selama pelaksanaan tugasmu? (Ya.) Jika engkau mampu merasakan pekerjaan Roh Kudus, tetapi tetap menganggap dirimu terhormat, dan menganggap dirimu memiliki kenyataan, maka apa masalahnya di sini? (Ketika pelaksanaan tugas kami telah membuahkan sedikit hasil, kami berpikir bahwa setengah dari pujian adalah milik Tuhan, dan setengahnya lagi adalah milik kami. Kami membesar-besarkan kerja sama kami sampai sejauh mungkin, dengan berpikir bahwa tidak ada yang lebih penting daripada kerja sama kami, dan bahwa pencerahan Tuhan tidak akan mungkin terjadi tanpa kerja sama kami.) Jadi, mengapa Tuhan mencerahkanmu? Bisakah Tuhan mencerahkan orang lain juga? (Ya.) Ketika Tuhan mencerahkan seseorang, ini adalah karena kasih karunia Tuhan. Dan apa istimewanya bagian kerja sama di pihakmu yang sedikit itu? Apakah kerja samamu yang sedikit itu adalah sesuatu yang membuatmu patut menerima pujian, atau apakah itu merupakan tugas dan tanggung jawabmu? (Tugas dan tanggung jawab kami.) Jika engkau menyadari bahwa itu adalah tugas dan tanggung jawabmu, berarti engkau memiliki pola pikir yang benar, dan tidak akan berpikir untuk menuntut pujian untuk itu. Jika engkau selalu berpikir, 'Ini adalah kontribusiku. Mungkinkah pencerahan Tuhan terjadi tanpa kerja samaku? Tugas ini membutuhkan kerja sama manusia; kerja sama kita menyumbang sebagian besar dari pencapaian ini', maka engkau keliru. Bagaimana mungkin engkau mampu bekerja sama jika Roh Kudus tidak mencerahkanmu, jika tak seorang pun mempersekutukan prinsip-prinsip kebenaran kepadamu? Engkau pasti tidak tahu apa yang Tuhan tuntut, engkau juga pasti tidak mengetahui jalan penerapannya. Sekalipun engkau ingin tunduk kepada Tuhan dan bekerja sama, engkau pasti tidak tahu caranya. Bukankah 'kerja sama'-mu ini hanyalah omong kosong? Tanpa kerja sama yang benar, engkau hanya bertindak menurut gagasanmu sendiri—dalam hal ini, dapatkah tugas yang kaulaksanakan memenuhi standar? Sama sekali tidak, dan ini menunjukkan adanya masalah. Apa masalah tersebut? Apa pun tugas yang orang laksanakan, apakah mereka mencapai hasil, melaksanakan tugas mereka sesuai dengan standar, dan mendapatkan perkenanan Tuhan atau tidak, itu bergantung pada tindakan Tuhan. Meskipun engkau memenuhi tanggung jawab dan tugasmu, jika Tuhan tidak bekerja, jika Tuhan tidak mencerahkan dan membimbingmu, engkau tidak akan mengetahui jalan, arah, atau tujuanmu. Apa yang akhirnya dihasilkan dari semua itu? Setelah bekerja keras selama itu, engkau tidak akan melakukan tugasmu dengan benar, engkau juga tidak akan mendapatkan kebenaran dan hidup—semua itu akan menjadi sia-sia. Oleh karena itu, apakah tugasmu dilaksanakan sesuai dengan standar, mendidik kerohanian saudara-saudari, dan mendapatkan perkenanan Tuhan atau tidak, semuanya bergantung pada Tuhan! Manusia hanya dapat melakukan hal-hal yang secara pribadi mampu mereka lakukan, yang seharusnya mereka lakukan, dan yang sesuai dengan kemampuan hakiki mereka—tidak lebih dari itu. Jadi pada akhirnya, melaksanakan tugasmu dengan cara yang efektif bergantung pada bimbingan firman Tuhan dan pencerahan serta pimpinan Roh Kudus; baru setelah itulah engkau dapat memahami kebenaran, dan menyelesaikan amanat Tuhan sesuai dengan jalan yang telah Tuhan berikan kepadamu dan prinsip-prinsip yang telah Dia tetapkan. Ini adalah kasih karunia dan berkat Tuhan, dan jika orang tidak mampu memahami ini, berarti mereka buta" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Prinsip-Prinsip yang Seharusnya Menuntun Perilaku Orang"). Dari firman Tuhan aku memahami bahwa mencapai sedikit hasil dalam tugasku sepenuhnya adalah karena kasih karunia Tuhan dan pencerahan Roh Kudus. Tuhan menjadi daging dan mengungkapkan kebenaran untuk menyirami dan membekali manusia, bersekutu dengan jelas dan konkret dalam semua aspek prinsip-prinsip kebenaran. Hanya dengan cara demikianlah aku memahami sedikit kebenaran, mendapatkan arahan dalam tugasku, dan memiliki jalan penerapan, dan itu sama sekali bukan karena aku memiliki kualitas yang baik atau mampu melakukan beberapa pekerjaan. Tanpa bimbingan firman Tuhan atau pencerahan Roh Kudus, sebagus apa pun kualitasku atau sefasih apa pun diriku, aku tidak akan pernah mencapai apa pun. Dan sedikit pekerjaan yang telah kulakukan ini adalah aku sedang melakukan tugas sebagai makhluk ciptaan. Ini adalah tanggung jawabku. Apa pun tugasnya, inilah yang harus makhluk ciptaan lakukan. Apa pun yang dicapai adalah sesuatu yang memang seharusnya dilakukan, dan tidak boleh menjadi kontribusi atau modal pribadi kita. Namun, aku tidak mengenal diriku sendiri. Kupikir mencapai beberapa prestasi berarti kualitasku baik dan bahwa aku cakap dalam pekerjaanku dan menganggap itu sebagai sesuatu yang bisa kumanfaatkan. Aku sangat bangga pada diriku sendiri, berusaha mencuri kemuliaan Tuhan. Aku sangat congkak dan tak bernalar! Bahkan, mengingat kembali, aku bukan hanya tidak mencapai apa pun ketika bekerja dengan kecongkakanku, tetapi aku juga sering kali menunda pekerjaan kami. Seperti ketika aku dengan sembarangan menempatkan orang yang salah ke dalam tugas penyiraman, yang membuat banyak pendatang baru tidak dapat memperoleh penyiraman dan pembekalan yang mereka butuhkan tepat waktu, sangat mengganggu pekerjaan gereja. Pada saat yang sama, aku tidak masuk ke dalam prinsip-prinsip kebenaran atau memimpin orang lain untuk mengikuti prinsip-prinsip dalam tugas mereka. Itu berarti kami tidak menyelesaikan segala sesuatu dalam pekerjaan kami dan itu menunda kemajuan kami. Namun, aku tidak pernah merenungkan semua itu. Sebaliknya, aku menghargai diriku sendiri dan menjadi semakin congkak, merasa bahwa gereja tidak bisa berjalan tanpa diriku. Namun, jika Tuhan bisa mencerahkanku, tentu saja Dia bisa mencerahkan orang lain, jadi tidak bisakah pekerjaan gereja berjalan seperti biasa setelah pemberhentianku? Kupikir gereja tidak dapat berjalan tanpa diriku karena aku sangat congkak dan bodoh. Aku teringat tentang Paulus pada Zaman Kasih Karunia. Dia mengira dia memiliki sedikit modal setelah melakukan beberapa pekerjaan sehingga tidak menghormati orang lain. Dia secara langsung mengatakan kualitasnya tidak berada di bawah kualitas rasul terbesar, dan dia sering meremehkan Petrus. Pada akhirnya, dia berusaha menggunakan pekerjaannya untuk meminta upah, yaitu mahkota, kepada Tuhan. Dia congkak sampai kehilangan nalar. Bukankah aku sama seperti Paulus? Aku berada di jalan yang sama dengannya. Tanpa penghakiman dan penyingkapan firman Tuhan, aku pasti tetap tidak menyadari masalahku, mengira aku hebat. Menyadari semua ini, aku benar-benar membenci diriku sendiri. Aku mau mengaku dan bertobat kepada Tuhan.

Kemudian aku membaca satu bagian firman Tuhan: "Adakah orang yang tahu sudah berapa tahun Tuhan melakukan pekerjaan-Nya di tengah manusia dan segala ciptaan? Tak seorang pun tahu sudah berapa tahun tepatnya Tuhan bekerja dan mengelola semua manusia; tak seorang pun mampu mengetahui angka pastinya, dan Tuhan tidak melaporkan hal-hal ini kepada manusia. Sebaliknya, jika Iblis melakukan sesuatu seperti ini, akankah dia melaporkannya? Dia pasti akan melaporkannya. Dia ingin memamerkan dirinya untuk menyesatkan lebih banyak orang dan membuat lebih banyak orang menyadari kontribusi dirinya. Mengapa Tuhan tidak melaporkan hal-hal ini? Karena terdapat aspek kerendahhatian dan ketersembunyian dalam esensi Tuhan. Apa kebalikan sikap rendah hati dan tersembunyi? Kebalikannya adalah sikap yang congkak dan memamerkan diri. ... Dalam membimbing umat manusia, Tuhan melakukan pekerjaan yang begitu besar, dan Dia memimpin seluruh alam semesta. Otoritas dan kuasa-Nya begitu besar, tetapi Dia tidak pernah berkata, 'Kuasa-Ku luar biasa.' Dia tetap tersembunyi di antara segala sesuatu, mengendalikan segalanya, memelihara dan membekali umat manusia, memungkinkan seluruh umat manusia untuk terus berlanjut dari generasi ke generasi. Sebagai contoh, lihatlah udara dan sinar matahari, atau semua hal materiel yang diperlukan untuk keberadaan manusia di bumi—semuanya mengalir tanpa henti. Bahwa Tuhan membekali manusia, itu tidak diragukan lagi. Jika Iblis melakukan sesuatu yang baik, apakah dia akan diam saja, dan membiarkan perbuatannya tersebut tidak dipuji? Tidak akan pernah. Sama seperti beberapa antikristus di gereja yang sebelumnya pernah melakukan pekerjaan berbahaya, yang meninggalkan segala sesuatu dan menanggung penderitaan, yang bahkan mungkin sampai masuk penjara; ada juga beberapa orang yang pernah berkontribusi pada satu aspek pekerjaan rumah Tuhan. Mereka tidak pernah melupakan hal-hal ini, mereka pikir mereka pantas mendapatkan pujian seumur hidup, mereka pikir semua ini adalah modal seumur hidup mereka—yang memperlihatkan betapa kecilnya manusia! Manusia benar-benar kecil, dan Iblis tidak tahu malu" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, "Bab Tujuh: Mereka Jahat, Berbahaya, dan Licik (Bagian Dua)"). "Tuhan mengasihi umat manusia, memedulikan umat manusia, dan menunjukkan perhatian kepada umat manusia, dan secara terus menerus serta tanpa berhenti menyediakan bagi umat manusia. Di dalam hati-Nya, Ia tidak pernah merasa bahwa ini adalah pekerjaan tambahan atau sesuatu yang layak mendapatkan banyak pujian. Dia juga tidak merasa bahwa menyelamatkan manusia, menyediakan bagi mereka, dan menganugerahkan segala sesuatu kepada mereka adalah memberikan kontribusi yang sangat besar untuk umat manusia. Ia hanya menyediakan bagi umat manusia secara diam-diam, dengan cara-Nya sendiri dan melalui esensi-Nya, apa yang dimiliki-Nya dan siapa diri-Nya. Tidak peduli seberapa banyak penyediaan dan seberapa banyak pertolongan yang umat manusia terima dari-Nya, Tuhan tidak pernah berpikir atau berusaha untuk memperoleh pujian. Ini ditentukan oleh esensi Tuhan, dan juga merupakan ungkapan yang sebenarnya dari watak Tuhan" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri I"). Aku merenungkan firman Tuhan dan melihat betapa baiknya watak dan esensi-Nya! Tuhan adalah Sang Pencipta yang memerintah dan menopang segala sesuatu secara mutlak. Dia telah menjadi daging sekali lagi, mengungkapkan kebenaran untuk menyelamatkan umat manusia, membayar harga yang mahal untuk kita. Namun, Dia tidak pernah menganggap hal ini sebagai kontribusi yang sangat besar bagi umat manusia. Dia tidak pernah menyombongkan diri atau membual tentang apa pun. Dia hanya secara diam-diam melakukan semua pekerjaan-Nya sendiri. Esensi kehidupan Tuhan begitu baik dan tanpa kecongkakan atau pamer sedikit pun. Dia layak menerima kasih dan pujian kita selama-lamanya. Aku adalah manusia yang tidak berarti, sama sekali tidak berharga. Tetapi aku tetap sangat congkak, selalu ingin menjadi penentu keputusan. Aku merasa bangga dengan sedikit keberhasilan, seolah-olah itu semacam karya besar, semacam kontribusi besar. Aku memandang rendah semua orang dan bertindak semauku. Aku sangat tak bernalar dan dangkal. Tuhan begitu rendah hati dan tersembunyi, dan memiliki esensi yang begitu baik, yang membuatku semakin merasakan betapa memuakkan dan menjijikkannya watak congkakku dan membuatku benar-benar ingin segera memahami kebenaran untuk segera menyingkirkannya, untuk hidup dalam keserupaan dengan manusia.

Kemudian selama satu pertemuan, aku membaca bagian ini dalam firman Tuhan. Tuhan berfirman: "Hari ini Tuhan menghakimi, menghajar dan menghukum engkau, tetapi ketahuilah bahwa penghukuman atasmu bertujuan supaya engkau dapat mengenal dirimu sendiri. Penghukuman, kutukan, penghakiman, hajaran—semua ini bertujuan agar engkau dapat mengenal dirimu sendiri, sehingga watakmu bisa berubah, dan terlebih lagi, supaya engkau dapat mengetahui nilaimu, dan melihat bahwa semua tindakan Tuhan adalah benar, dan sesuai dengan watak-Nya dan kebutuhan pekerjaan-Nya, bahwa Dia bekerja sesuai dengan rencana-Nya untuk keselamatan manusia, dan bahwa Dia adalah Tuhan yang benar yang mengasihi dan menyelamatkan manusia, yang menghakimi dan menghajar manusia" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Engkau Harus Mengesampingkan Berkat Status dan Memahami Maksud Tuhan untuk Memberikan Keselamatan kepada Manusia"). Membaca bagian ini, aku benar-benar tersentuh oleh firman Tuhan dan memahami kehendak-Nya dengan sedikit lebih baik. Aku sedang melakukan tugasku dengan mengandalkan watak rusakku, menganggu pekerjaan, sehingga diberhentikan oleh gereja berdasarkan prinsip. Kupikir Tuhan sedang menyingkapkan dan menyingkirkanku, dan kupikir Dia sedang menghukumku dan aku tidak bisa diselamatkan. Akhirnya aku sadar bahwa diberhentikan bukanlah berarti disingkapkan atau disingkirkan. Pemberhentian itu menghentikan langkah-langkah jahat yang kuambil tepat pada waktunya. Itu membuatku menyadari watak rusakku dan memperlihatkan kepadaku jalan keliru yang sedang kutempuh. Ini adalah penyelamatan Tuhan dan kasih-Nya yang sangat tulus terhadapku.

Setelah itu, Aku menyingkapkan dan menganalisis diriku sendiri dalam sebuah pertemuan tentang bagaimana aku telah bersikap congkak dalam tugasku sebelumnya, betapa aku telah merugikan saudara-saudari, dan bagaimana aku telah merenung setelah diberhentikan. Awalnya kupikir semua orang akan merasa jijik terhadapku ketika mereka melihat betapa tidak manusiawinya diriku dan tidak mau lagi berhubungan denganku, tetapi di luar dugaan, mereka tidak menyerangku. Aku merasa semakin berutang kepada mereka. Aku telah merugikan semua orang dengan watak congkakku, Aku telah bersikap sangat tidak manusiawi. Kemudian, ketika aku kembali melaksanakan tugas bersama saudara-saudari, aku jauh lebih rendah hati. Aku berhenti memandang rendah saudara-saudari atau meremehkan mereka karena kekurangan mereka dan aku mampu memperlakukan mereka dengan baik. Aku juga berupaya dengan sadar mendengarkan saran orang lain tentang masalah-masalah dan berhenti terlalu percaya diri ataupun bersikap sewenang-wenang. Setelah beberapa waktu, keadaanku semakin membaik dan aku kembali diangkat sebagai pengawas. Aku tahu di lubuk hatiku bahwa Tuhanlah yang mengangkat dan memberkatiku dengan tugas itu. Aku mengingat kembali tentang betapa aku sangat congkak dalam tugasku sebelumnya, dan betapa aku telah menganggu dan menghambat pekerjaan gereja dan jalan masuk kehidupan saudara-saudari, dan bagaimana gereja masih memberiku kesempatan lain untuk melakukan tugas penting seperti itu. Aku benar-benar mengalami kemurahan dan kesabaran Tuhan. Dalam tugasku setelah itu, aku tidak lagi mengandalkan watak congkakku sendiri untuk bertindak sewenang-wenang, tetapi memiliki sedikit hati yang takut akan Tuhan, dan selalu berdoa kepada-Nya dalam tugas-tugasku. Ketika aku menghadapi masalah yang tidak mampu kutangani, aku mendiskusikannya dengan yang lain sehingga kami dapat mencari prinsip kebenaran bersama-sama. Setelah melakukan itu selama beberapa waktu, aku menyadari bahwa kinerja seluruh tim kami telah meningkat sedikit. Ketika aku melakukan semuanya sendiri, dan tidak bekerja sama atau mendiskusikan segala sesuatu dengan orang lain, itu sangat melelahkan bagiku. Ada banyak hal yang tidak kuperhitungkan atau pertimbangkan sepenuhnya sehingga kami tidak mendapatkan hasil yang baik. Namun sekarang, setelah aku mendiskusikan masalah-masalah yang muncul dengan saudara-saudariku dan kami melengkapi kekurangan satu sama lain dengan kelebihan satu sama lain, menjadi jauh lebih mudah untuk menyelesaikan masalah. Dengan bekerja sama dengan orang lain, aku bisa melihat mereka memang memiliki beberapa kelebihan. Beberapa dari mereka berfokus untuk mencari kebenaran dalam tugas mereka dan bertindak sesuai dengan prinsip. Beberapa orang mungkin berkualitas rendah, tetapi mereka rajin dan menjunjung tinggi pekerjaan gereja. Itulah kelebihan yang tidak kumiliki. Sebelumnya, aku selalu berpikir bahwa aku lebih unggul dan lebih kuat daripada orang lain, sering meninggikan diri dan menegur mereka, membuat semua orang merasa terkekang dan terasing dariku, hal mana ini menyakitkan bagiku. Kini aku tahu bahwa aku hanyalah makhluk ciptaan, manusia yang rusak, dan tidak ada yang membuatku menonjol dari orang lain. Aku berinteraksi secara normal dan bekerja sama secara harmonis dengan saudara-saudari. Aku dapat belajar dari kelebihan saudara-saudari untuk melengkapi kekuranganku sendiri. Inilah cara hidup yang jauh lebih bebas dan mudah.

Pada sebuah pertemuan setahun kemudian, setiap orang mempersekutukan apa yang telah mereka pelajari dan alami selama tahun itu. Aku mendengarkan dalam keheningan, merenungkan apa yang telah kudapatkan pada tahun itu. Kemudian, aku menyadari bahwa Tuhan telah menyelamatkanku dengan membuatku digantikan. Jika bukan karena itu, aku pasti tidak melihat betapa seriusnya natur congkakku, bahwa aku congkak dan sewenang-wenang hanya karena memiliki beberapa bakat, dan aku pasti tetap tidak menyadari bahwa aku sedang menentang Tuhan. Pendisiplinan dan penyingkapan firman Tuhan-lah yang memungkinkanku untuk mengetahui natur congkakku. Ini juga mengajariku sedikit tentang watak benar Tuhan dan membuatku sedikit memiliki hati yang takut akan Tuhan. Aku sangat bersyukur atas keselamatan Tuhan!

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait