Renungan tentang Mengekang Orang Lain

30 Agustus 2023

Oleh Saudari Ding Li, Amerika

Beberapa tahun lalu, aku berlatih menulis lagu di gereja. Makin dalam aku memahami pekerjaan tersebut dan prinsipnya, makin baik hasil pekerjaanku. Seiring waktu, anggota lain mulai memandangku. Mereka bertanya kepadaku saat mengalami kesulitan dalam penulisan lagu. Semua anggota setuju dengan pendapatku, jadi aku memberi selamat kepada diri sendiri. Aku merasa lebih baik dari mereka, merasa bahwa aku genius yang sangat dibutuhkan tim. Aku selalu memiliki rasa superioritas. Lalu, Saudari Sheila datang untuk menulis lagu bersama kami. Pengawas menyuruhnya bekerja denganku, dan memintaku untuk membimbing dan membantunya. Awalnya, aku sungguh berusaha mengajarinya. Aku merangkum pengalamanku untuknya dan memberi tahu hal-hal yang perlu diwaspadai, tapi dia tetap melakukan kesalahan yang sudah kuperingatkan sejak awal. Aku kesal dengannya, karena aku telah memberi peringatan, tapi dia tetap melakukan kesalahan. Apa dia sungguh berusaha? Setelah itu, saat menerangkan kesalahannya, aku langsung memarahinya, "Aku sudah memberi tahu soal masalah ini. Kenapa kau masih mengulanginya? Apa kau sudah berusaha?" Suatu kali di pertemuan, Sheila bilang dia takut melakukan kesalahan dalam tugas, dan takut ditangani. Saat mendengarnya, aku merasa gelisah. Baru-baru ini, aku sering menerangkan masalahnya saat melakukan tugas, bahkan menegurnya. Apa aku membuatnya terkekang? Namun, aku berpikir, dia selalu melakukan kesalahan, jadi tak salah jika aku menerangkannya. Jika aku tak bersuara, apa dia akan menyadari kesalahannya dan berubah dalam waktu singkat? Aku bukan bermaksud jahat. Aku hanya ingin dia paham dan tak merugikan pekerjaan. Seiring waktu aku mengamati bahwa saat Sheila memiliki kesulitan dalam tugasnya, atau memiliki pemikiran maupun ide, dia tak lagi memberitahuku. Selain itu, dia bersikap negatif dan tak pernah merasa dirinya mampu menyelesaikan tugas. Sebenarnya, Sheila bukan satu-satunya anggota yang menerima perlakuan seperti itu dariku. Aku pun memperlakukan saudara-saudari lain seperti itu. Aku cenderung mencurahkan seluruh waktu dan tenagaku untuk tugas, dan terkadang aku melembur demi mendapatkan hasil yang baik. Aku merasa memikul beban dan berbakti pada tugasku. Saat melihat orang di sekitarku tidur cepat, aku merasa mereka tak terbebani oleh tugas, dan aku mencaci mereka, "Kalian harus memikul beban dan mampu menerima konsekuensi, bukan malah mendambakan kenyamanan!" Saat para saudari lelah dan berdiri untuk meregangkan kaki atau berbincang sesaat, aku merasa mereka tak fokus menjalankan tugas. Aku menghina dan memarahi mereka, "Saat waktunya menjalankan tugas, seharusnya kalian memfokuskan energi kalian di situ. Bukankah mengobrol seperti ini memperlambat pekerjaan?" Saudara-saudari lain perlahan menjauhiku, dan mereka berhenti bercerita kepadaku saat menghadapi masalah atau kesulitan. Aku merasa terasing dan tak selaras dengan semua orang. Aku mendongkol, tapi aku tak tahu penyebab masalahnya.

Suatu hari, beberapa bulan kemudian, tiba-tiba pemimpin datang untuk berbicara denganku, dan berucap dengan tegas, "Baru-baru ini para anggota berkata bahwa kau menegur dan mengekang mereka. Saudara-saudari merasa tertindas olehmu, dan tak leluasa melakukan tugas. Ini sungguh kemanusiaan yang buruk." Mendengar perkataan tersebut dari pemimpin bagai tamparan di wajahku, dan itu membuatku pusing. Terutama kata "mengekang orang" dan "kemanusiaan yang buruk" terasa bagai pisau yang menghunjam jantungku. Pikiranku kacau. Bagaimana bisa aku menjadi seseorang dengan kemanusiaan yang buruk dan mengekang orang lain? Apa bentuk penindasanku? Aku tak bisa tidur. Aku mengulang semuanya di kepalaku, dan sangat bingung. Aku berpikir, aku orang yang lugas—aku berkata apa adanya. Namun, semua perkataanku benar. Saat melihat seseorang bermasalah, aku berani menyampaikannya langsung; aku tak takut menyinggung orang lain. Aku merasa itu adalah kebenaran. Bagaimana bisa itu dianggap sebagai kekangan dan kemanusiaan yang buruk? Karena pemimpin berkata aku mengekang anggota lain, aku berusaha berubah, dan menunjukkan perubahanku kepada semua orang. Lalu, tak ada lagi yang berkata bahwa aku mengekang mereka atau menunjukkan kemanusiaan yang buruk. Setelah itu, aku mulai fokus pada nada bicaraku dan mengubah cara bicaraku. Aku selalu mencari cara untuk menyampaikan sesuatu dengan lebih bijaksana agar tak melukai harga diri orang lain dan mempermalukan mereka. Terkadang aku diam saat melihat masalah, karena takut orang lain mengataiku pengekang. Sebagai gantinya, aku meminta pengawas bersekutu soal masalah itu. Perlahan, aku berhenti memarahi dan menegur orang, dan anggota lain berkata aku menunjukkan perubahan. Namun, aku tak merasa damai maupun tenang. Aku sangat tertekan dan tak merasakan kebebasan. Aku sangat berhati-hati, berulang kali menimbang dan memikirkan setiap kata yang kuucapkan. Saat itu, aku pun bertanya kepada diriku: "Apa perilaku ini adalah bentuk pertobatan dan perubahan sesungguhnya? Anggota lain tak lagi merasa terkekang saat berinteraksi denganku, tapi kenapa sekarang aku yang merasa terkekang?" Dalam derita dan kebingungan, aku menghadap Tuhan dalam doa dan pencarian, meminta Tuhan mencerahkan dan membimbingku agar dapat benar-benar merenungkan dan memahami keadaanku.

Di salah satu saat teduhku, aku membaca sebuah kutipan firman Tuhan. "Hal pertama yang harus kaulakukan ketika bertobat adalah mengetahui kesalahan apa yang telah kaulakukan: menyadari kesalahanmu, esensi dari masalah tersebut, dan watak rusak yang telah tersingkap dalam dirimu; engkau harus merenungkan hal-hal ini dan menerima kebenaran, lalu lakukan penerapan sesuai dengan kebenaran. Hanya inilah sikap yang bertobat itu. Sebaliknya, jika engkau memikirkan cara-cara licik secara mendalam, engkau menjadi lebih licin dari sebelumnya, taktikmu lebih pintar dan tersembunyi, dan engkau memiliki lebih banyak metode untuk menangani sesuatu, itu berarti masalahnya tidaklah sesederhana sekadar bersikap curang. Engkau sedang menggunakan cara-cara licik dan engkau memiliki rahasia yang tidak dapat kauberitahukan. Ini adalah jahat. Engkau bukan saja tidak bertobat, engkau telah menjadi makin licin dan licik. Tuhan menganggapmu orang yang terlalu keras hati dan jahat, orang yang di luarnya saja mengakui bahwa mereka telah berbuat salah dan menerima untuk ditangani serta dipangkas, padahal sebenarnya, tidak sedikit pun memiliki sikap yang bertobat. Mengapa kita mengatakan ini? Karena ketika peristiwa ini terjadi atau setelahnya, engkau sama sekali tidak mencari kebenaran, engkau tidak merenungkan dan berusaha mengenal dirimu sendiri, dan engkau tidak melakukan penerapan sesuai dengan kebenaran. Sikapmu adalah sikap yang menggunakan falsafah, cara berpikir, dan metode Iblis untuk menyelesaikan masalah. Pada kenyataannya, engkau menghindari masalah, dan membungkusnya dalam paket yang rapi sehingga orang lain tidak dapat melihat jejak masalahnya, tidak membiarkan apa pun terlihat. Pada akhirnya, engkau merasa bahwa engkau cukup pintar. Hal-hal inilah yang Tuhan lihat, Tuhan tidak melihatmu benar-benar merenungkan, mengakui dan bertobat dari dosamu saat menghadapi masalah yang telah menimpamu, kemudian mencari kebenaran dan melakukan penerapan sesuai dengan kebenaran. Sikapmu bukanlah sikap yang mencari kebenaran atau menerapkan kebenaran, juga bukan sikap yang tunduk pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan, tetapi sikap yang menggunakan taktik dan metode Iblis untuk menyelesaikan masalahmu. Engkau membuat orang memiliki kesan yang salah tentang dirimu, dan engkau bersikap defensif dan menentang mengenai keadaan yang telah Tuhan aturkan untukmu. Hatimu lebih tertutup daripada sebelumnya dan terpisah dari Tuhan. Dengan demikian, adakah hasil yang baik dari sikap seperti ini? Dapatkah engkau tetap hidup dalam terang, menikmati damai dan sukacita? Tidak bisa. Jika engkau menjauhi kebenaran dan menjauhi Tuhan, engkau pasti akan jatuh ke dalam kegelapan, meratap dan menggertakkan gigimu" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya dengan Mengejar Kebenaran Orang Bisa Meluruskan Gagasan dan Kesalahpahaman Mereka tentang Tuhan"). Aku belajar dari firman Tuhan bahwa penyesalan dan perubahan yang sesungguhnya membutuhkan renungan diri yang sesungguhnya, dan pemahaman tentang watak rusakmu serta esensi masalahmu. Kau harus mengetahui letak kesalahanmu dan mencari kebenaran untuk menyelesaikan kerusakanmu. Berkaca kepada diriku, saat pemimpin menerangkan masalahku soal pengekangan anggota lain, aku sama sekali tak merenung, atau mencari kebenaran untuk mengetahui bentuk pengekangan yang sesungguhnya, tindakanku yang dianggap mengekang, apa yang disingkapkan firman Tuhan soal masalah ini, sikap Tuhan terhadap orang semacam itu, dan sebagainya. Aku justru mengikuti imajinasiku, yaitu anggota lain merasa terkekang karena aku terlalu berterus terang dan memiliki nada bicara yang tak menyenangkan. Untuk menunjukkan bahwa aku telah berubah, aku mengubah nada bicara dan perilakuku. Aku tak lagi berterus terang saat melihat masalah; aku bersikap lembut, mengatakan apa pun yang tak akan mempermalukan anggota lain. Terkadang aku melihat jelas seseorang melanggar prinsip, tapi aku takut orang lain akan mengataiku pengekang jika aku bersuara, jadi aku berpura-pura tak tahu, atau memberi tahu pengawas agar dia yang menanganinya. Setelah beberapa saat menerapkan hal itu, meski anggota lain berkata aku tak lagi mengekang mereka, sebenarnya aku hanya mengubah perilakuku, bukan watak hidupku. Saat ditangani, aku tak mencari kebenaran atau menyelesaikan watak rusakku. Aku hanya menahan diri, memasang kedok. Itu sebabnya aku sangat tertekan dan tertindas. Aku menghindar dan terlampau berhati-hati saat berucap. Itu cara hidup yang melelahkan. Diriku sengsara karena aku tak mencari kebenaran dan mengikuti peraturan. Jadi, saat itu aku berpikir aku tak bisa meneruskan sikap itu. Aku harus menghadap Tuhan untuk mencari kebenaran, merenungkan masalahku sendiri, dan keluar dari keadaan negatifku.

Setelahnya, aku mencari firman Tuhan tentang mengekang orang lain, dan menerapkan penyingkapan itu saat merenung. Suatu hari aku membaca sesuatu dalam firman Tuhan. "Dapatkah engkau membuat orang memahami kebenaran dan memasuki kenyataannya jika engkau hanya mengulang perkataan doktrin, dan menceramahi orang, dan menangani mereka? Jika kebenaran yang kaupersekutukan tidak nyata, jika itu hanyalah perkataan doktrin, maka sebanyak apa pun engkau menangani dan menceramahi mereka, itu akan sia-sia. Apakah menurutmu jika orang-orang takut kepadamu, dan melakukan apa yang kauperintahkan, serta tidak berani menentangmu, itu sama artinya mereka memahami kebenaran dan bersikap taat? Ini adalah kekeliruan besar; jalan masuk ke dalam kehidupan tidaklah sesederhana itu. Beberapa pemimpin bersikap seperti manajer baru yang berusaha membuat diri mereka terkesan kuat, mereka berusaha memaksakan otoritas baru mereka terhadap umat pilihan Tuhan sehingga semua orang tunduk kepada mereka, berpikir bahwa ini akan membuat pekerjaan mereka lebih mudah. Jika engkau tidak memiliki kenyataan kebenaran, maka tak lama kemudian tingkat pertumbuhanmu yang sebenarnya akan tersingkap, dirimu yang sesungguhnya akan tersingkap, dan engkau akan disingkirkan. Dalam beberapa pekerjaan administratif, sedikit penanganan, pemangkasan, dan pendisiplinan dapat diterima. Namun, jika engkau tak mampu mempersekutukan kebenaran, pada akhirnya, engkau tetap tak akan mampu menyelesaikan masalah, dan akan memengaruhi hasil pekerjaan. Jika, masalah apa pun yang muncul di gereja, engkau terus saja menceramahi dan menyalahkan orang lain—jika yang kaulakukan hanyalah kehilangan kesabaranmu—maka ini adalah watak rusakmu yang tersingkap dengan sendirinya, dan engkau telah memperlihatkan wajah buruk kerusakanmu. Jika engkau selalu menganggap dirimu lebih baik dari orang lain dan menceramahi mereka seperti ini, maka seiring berjalannya waktu, orang tidak akan dapat menerima perbekalan hidup darimu, mereka tidak akan mendapatkan sesuatu yang nyata, melainkan akan muak dan jijik terhadapmu. Selain itu, akan ada orang-orang yang, setelah dipengaruhi olehmu karena tidak memiliki kearifan, akan menceramahi, menangani dan memangkas orang sama seperti yang kaulakukan. Mereka juga akan marah dan kehilangan kesabaran. Engkau bukan saja tak akan mampu menyelesaikan masalah orang—engkau juga akan membuat watak rusak mereka semakin berkembang. Dan bukankah itu berarti engkau menuntun mereka ke jalan menuju kebinasaan? Bukankah itu tindakan yang jahat? Seorang pemimpin harus memimpin terutama dengan cara mempersekutukan kebenaran dan membekali hidup orang. Jika engkau selalu merasa dirimu lebih baik daripada orang lain dan menceramahi mereka, apakah mereka akan mampu memahami kebenaran? Jika engkau bekerja dengan cara seperti ini selama beberapa waktu, lalu orang mulai mengetahui dengan jelas dirimu yang sebenarnya, mereka akan meninggalkanmu. Dapatkah engkau membawa orang ke hadapan Tuhan dengan bekerja seperti ini? Tentu saja tidak; yang bisa kaulakukan hanyalah merusak pekerjaan gereja dan menyebabkan semua umat pilihan Tuhan membencimu dan meninggalkanmu" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Saat memikirkan firman Tuhan, aku pun mendapatkan kejelasan bahwa jika kau melihat orang lain bermasalah, tapi tak bersekutu soal kebenaran untuk membantu mereka atau menerangkan jalan penerapan, dan justru memarahi dan menegur kesalahan mereka dengan angkuh, serta memaksa mereka bertindak sesuai keinginanmu, maka itu adalah perilaku yang mengekang. Saat membandingkan diriku dengan firman Tuhan, aku sadar bahwa itu seperti diriku. Saat Sheila mulai berlatih menulis lagu, dia tak terbiasa dengan proses kerjanya, jadi wajar jika dia melakukan kesalahan. Sebagai partnernya, seharusnya aku membantu dan mendukungnya dengan kasih, bekerja sama untuk merangkum penyebab kesalahannya, lalu memperbaikinya. Namun, aku tak mempertimbangkan tingkat pertumbuhan atau kesulitannya yang sesungguhnya. Aku sama sekali tak memahami atau peka terhadapnya, dan aku tak mencari akar masalahnya. Aku meremehkan dia, dan menganggapnya tak berbakti pada tugas. Aku bahkan selalu langsung menegur dan memarahinya, yang akhirnya membuatnya merasa terkekang, dan keadaannya yang buruk lantas berimbas pada tugasnya. Interaksiku terhadap saudara-saudari lain pun sama. Jika aku melihat seseorang tidur lebih awal dariku, beristirahan dan bergerak, atau mengobrol sesaat, aku menganggap mereka lalai dalam tugas, terlalu memperhatikan daging, dan lantas meremehkan mereka. Aku selalu memarahi orang lain, membuat mereka membenci dan bahkan menghindariku. Berinteraksi dan bekerja dengan cara ini bukan hanya tak mendatangkan manfaat atau keuntungan, tapi juga melukai dan mengekang mereka. Aku tak menunjukkan kasih terhadap orang lain dan tak memiliki kemanusiaan. Sebenarnya, berdiri dan bergerak setelah lama bekerja, atau mengobrol dan bersantai sesaat adalah hal yang sangat normal. Namun, aku bersikeras agar semua orang menjadi sepertiku, tidur larut malam dan tak mengobrol santai. Aku sangat congkak dan benar diri. Aku bertindak berdasarkan kerusakan terhadap semua orang, bukan berdasarkan firman Tuhan atau prinsip kebenaran. Semua itu membuat orang merasa tertindas dan terkekang. Saat merenungkan itu, aku merasa bersalah dan kesal. Aku sadar bahwa aku tak masuk akal, dan sangat tak menunjukkan kemanusiaan.

Setelah itu aku membaca kutipan firman Tuhan lain yang membantuku melihat akar masalah dengan lebih jelas. Firman Tuhan katakan: "Jika, di dalam hatimu, engkau benar-benar memahami kebenaran, engkau akan tahu bagaimana menerapkan kebenaran dan menaati Tuhan, dan secara alami engkau akan mampu memulai jalan mengejar kebenaran. Jika jalan yang kautempuh adalah jalan yang benar dan sesuai dengan kehendak Tuhan, maka pekerjaan Roh Kudus tidak akan meninggalkanmu—dan dengan demikian akan semakin kecil kemungkinan engkau mengkhianati Tuhan. Tanpa kebenaran, akan mudah bagimu untuk melakukan kejahatan, dan engkau akan melakukannya meskipun engkau sendiri tidak mau. Misalnya, jika engkau memiliki watak yang congkak dan sombong, maka diberi tahu untuk tidak menentang Tuhan tidak ada bedanya, engkau tidak mampu menahan diri, itu berada di luar kendalimu. Engkau tidak akan melakukannya dengan sengaja; engkau akan melakukannya di bawah dominasi naturmu yang congkak dan sombong. Kecongkakan dan kesombonganmu akan membuatmu memandang rendah Tuhan dan menganggap-Nya tak berarti; itu akan mengakibatkanmu meninggikan diri sendiri, membuatmu selalu menonjolkan diri; itu akan membuatmu memandang rendah orang lain dan hanya memikirkan dirimu sendiri; itu akan merebut posisi Tuhan di hatimu, dan akhirnya menyebabkanmu mengambil posisi Tuhan dan menuntut agar orang tunduk kepadamu, dan membuatmu memuja pemikiran, ide, dan gagasanmu sendiri sebagai kebenaran. Begitu banyak kejahatan yang dilakukan manusia di bawah dominasi natur mereka yang congkak dan sombong!" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya dengan Mengejar Kebenaran Orang Dapat Mencapai Perubahan dalam Wataknya"). Aku sadar berkat firman Tuhan tersebut bahwa alasanku bersikap angkuh dan menindas orang lain adalah karena natur congkakku yang jahat. Aku sudah lama menulis lagu, jadi aku terbiasa dengan segala prinsip dan keterampilannya, dan pengawas sering memintaku membantu dan membimbing anggota lain. Aku menganggap ini sebagai modal pribadiku, berpikir bahwa aku luar biasa dan lebih baik daripada orang lain. Tanpa disadari, aku meninggikan diri dan meremehkan semua orang. Saat Sheila terus mengulangi kesalahan dalam menulis lagu, aku naik pitam dan memarahinya, tapi sebenarnya aku meremehkan dia dan meninggikan diriku, membuat semua orang menganggapku lebih baik dairnya. Sheila melakukan kesalahan dan membuat masalah yang tak akan kulakukan; dia tak memperhatikan dan tak bertanggung jawab, sedangkan aku serius dan bertanggung jawab dalam tugas. Namun, setelah kupikirkan lagi, Sheila juga memiliki banyak kebaikan. Dia memiliki kualitas yang baik, menunjukkan kemajuan pesat dalam menulis lagu, dan memberikan banyak saran baik. Namun, aku hanya terpaku pada kekurangannya dan tak melihat keunggulannya. Aku menerapkan standar tinggi dan persyaratan ketat untuknya. Aku tak membiarkannya mengulangi kesalahan yang telah kukoreksi. Terkadang saat melihat anggota lain mengobrol atau tidur cepat, aku juga mencerca mereka. Aku menjadikan tuntutan dan standar pribadiku sebagai prinsip kebenaran, dan membuat orang lain mengikutinya, lalu menegur jika mereka tak sanggup. Aku bertindak seolah-olah aku tak punya kekurangan dan orang sempurna yang tak tertandingi. Aku bersikap sangat congkak dan tak masuk akal. Faktanya aku sering melakukan kesalahan dalam tugas. Beberapa kali, karena aku kurang memperhatikan dan ceroboh, pekerjaan kami terimbas negatif. Aku juga bersikap pasif dan menarik diri saat menemui tantangan dalam tugas; aku tak ingin menerima konsekuensi. Aku tak lebih baik dari anggota lain, tapi aku tak bisa menyadari masalah dan kekuranganku pribadi. Aku selalu merasa lebih baik dari yang lain. Aku sama sekali tak memiliki kesadaran diri. Saat menyadari hal ini, aku merasa sangat malu. Aku juga benci dengan diriku yang sangat congkak dan tak mewujudkan kemanusiaan.

Dalam pencarianku setelah itu, aku sadar bahwa diriku selalu merasa mampu menerangkan masalah yang kulihat dan hanya mengatakan hal-hal yang benar, dan itu berarti aku berani bersuara dan tak takut menyinggung orang lain, dan itu menunjukkan rasa kebenaran. Namun faktanya, aku tak bisa membedakan antara kebenaran dan kecongkakan. Dengan memikirkan masalah ini aku menghadap Tuhan dalam doa dan pencarian. Suatu saat di satu pertemuan, pemimpin gereja bersekutu tentang pemahaman pribadinya mengenai hal ini. Pada dasarnya, dia berkata bahwa kebenaran berarti menjunjung kebenaran dan melindungi pekerjaan Tuhan. Jika kau benar-benar memahami kebenaran, dan tahu hal yang sejalan dengan kebenaran dan firman Tuhan, maka kau harus menjunjungnya. Namun, jika tak berani menjunjung firman Tuhan atau kebenaran, maka kau tak memiliki rasa kebenaran. Bersikap congkak dan angkuh mengacu pada watak jahat dalam pemberontakan melawan Tuhan dan menentang-Nya. Mengabaikan firman, pekerjaan, dan persyaratan Tuhan, terlalu sering memikirkan diri sendiri, mempertahankan pandangan dan gagasan pribadimu, berpikir kau tahu segalanya—adalah bentuk sikap congkak dan angkuh. Kecongkakan berlawanan dengan kebenaran dan ketaatan pada prinsip. Mereka sama sekali tak berkaitan. Mendengar persekutuan pemimpin membantuku memahami perbedaan antara kecongkakan dan kebenaran. Seseorang dengan kebenaran dapat menjunjung prinsip kebenaran dan melindungi pekerjaan gereja. Saat melihat seseorang merugikan kepentingan gereja, mereka dapat membela, bersekutu, dan menghentikannya, serta mengungkapkan masalah orang lain. Terkadang mereka bicara kasar, tapi perkataan mereka objektif dan nyata, dan menguntungkan pekerjaan gereja. Perkataan mereka menguntungkan jalan masuk kehidupan orang lain, dan tak memiliki maksud pribadi. Itulah wujud kebenaran. Aku ingat, saat pemimpin melihat orang-orang yang tak bertanggung jawab dalam tugas dan merusak pekerjaan, terkadang dia akan memangkas dan menangani mereka. Meski nada bicaranya kasar dan terus terang, dia menyoroti natur dan konsekuensi masalah, jadi orang-orang dapat segera merenung dan bertobat, dan hal itu mencegah pekerjaan mengalami kerugian, dan membantu orang-orang merenungkan dan mempelajari diri mereka. Semua memberikan hasil positif. Namun, mengekang orang lain adalah wujud kecongkakan. Hal itu memaksa orang-orang bertindak sesuai standar dan idemu. Niatmu adalah memamerkan kelebihan dirimu. Akibatnya, kau memaksakan banyak peraturan kepada orang-orang, membuat mereka takut dan merasa terkekang, terpenjara, atau negatif. Saat bekerja dengan Sheila, saat aku melihatnya melakukan banyak kesalahan, aku tak mencari tahu penyebabnya atau menawarkan persekutuan positif dan bantuan. Aku justru memanfaatkan kesalahannya dama memarahinya, yang membuatnya merasa sangat terkekang. Aku dengan jelas menunjukkan watak congkak, bukan menjunjung pekerjaan gereja dengan selayaknya. Jika seseorang memiliki niat yang baik, berprinsip, berusaha menjunjung pekerjaan gereja, dan dapat menerangkan masalah yang mereka lihat secara objektif, meski mereka berbicara kasar, mereka tak bersikap congkak. Penerapan ini mendatangkan manfaat bagi orang lain dan menguntungkan pekerjaan. Itu adalah penerapan kebenaran dan perwujudan kebenaran. Jadi, jika kau ingin menyelesaikan masalah kecongkakan dan pengekanganmu terhadap orang lain, kau tak bisa hanya fokus untuk berbicara dengan lembut, atau tak bersuara saat melihat masalah. Kau harus fokus pada renungan diri dan menyelesaikan watak congkakmu, mengamati niat di balik perkataanmu, dan bertahan di tempat yang tepat, dan berhenti menuntut orang lain serta menghakimi mereka berdasarkan preferensi dan gagasanmu.

Aku membaca kutipan firman Tuhan lain yang memberi kejelasan soal jalan penerapan. Firman Tuhan katakan: "Umat pilihan Tuhan, setidaknya harus memiliki hati nurani dan akal sehat, dan harus berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain—serta menangani segala sesuatu—sesuai standar kemanusiaan yang normal. Tentu saja, yang terbaik adalah melakukan penerapan sesuai dengan prinsip kebenaran yang dituntut oleh Tuhan, inilah yang memuaskan Tuhan. Jadi, apa sajakah prinsip-prinsip kebenaran yang dituntut oleh Tuhan ini? Orang harus memahami kelemahan dan kenegatifan orang lain ketika mereka sendiri lemah dan negatif, orang haruslah memperhatikan penderitaan dan kesulitan orang lain, dan kemudian menanyakan tentang hal-hal ini, memberikan bantuan dan dukungan, serta membacakan firman Tuhan untuk membantu mereka menyelesaikan masalah sehingga mereka tidak lagi lemah dan dibawa ke hadapan Tuhan. Apakah ini cara menerapkan yang sesuai dengan prinsip? Menerapkan seperti ini sesuai dengan prinsip kebenaran. Tentu saja, hubungan semacam ini juga sesuai dengan prinsip. Ketika orang-orang dengan sengaja ikut campur dan mengganggu, atau dengan sengaja bersikap ceroboh dan asal-asalan ketika melaksanakan tugas mereka, jika engkau melihat hal ini dan mampu menangani masalah sesuai dengan prinsip, dan dapat menunjukkan hal-hal ini kepada mereka, menegur mereka, dan membantu mereka, maka ini sesuai dengan prinsip kebenaran. Jika engkau berpura-pura tidak melihat, atau bersikap toleran terhadap mereka dan menutupi mereka, dan bahkan bertindak terlalu jauh sampai mengatakan hal-hal baik untuk memuji dan mengelu-elukan mereka, menyanjung mereka dengan kata-kata palsu, maka perilaku seperti itu, cara berinteraksi dengan orang dan cara menangani masalah seperti itu, jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip kebenaran dan tidak memiliki dasar dalam firman Tuhan—dalam hal ini, perilaku dan cara berinteraksi dengan orang dan cara menangani masalah ini jelas tidak dapat dibenarkan" (Firman, Vol. 5, Tanggung Jawab Para Pemimpin dan Pekerja). Aku memikirkan perkataan Tuhan dan menyadari bahwa saat berinteraksi dan bekerja dengan saudara-saudari, kita harus belajar untuk memperlakukan mereka secara adil dan melihat kebaikan mereka. Kita tak boleh meremehkan orang hanya karena mereka memiliki kekurangan dan masalah. Itu tak masuk akal. Tingkat pertumbuhan, kualitas, dan kapasitas pemahaman semua orang berbeda. Kita tak bisa membuat tuntutan dan penilaian berdasarkan preferensi pribadi, satu untuk semua. Saat kita menyadari masalah orang lain, kita harus membantu mereka dengan penuh kasih dan bersekutu tentang kebenaran untuk mendukung mereka agar mereka dapat memahami prinsip kebenaran dan menemukan jalan penerapan. Itu jalan terbaik untuk menyelesaikan masalah. Sedangkan unutk orang-orang yang sering bertindak asal-asalan dan mengganggu saat melakukan tugas, mereka dapat ditangani dan disingkapkan. Itulah bentuk tanggung jawab terhadap pekerjaan gereja, bukan bersikap mengekang. Setelah memahami semuanya, aku mulai menerapkan firman Tuhan. Setelahnya, setiap kali melihat masalah dalam tugas orang lain, pertama aku akan mengobrol dengan mereka dan mencari tahu penyebabnya, apakah karena kurang teliti atau tak memahami prinsip. Lalu, aku akan mencari firman Tuhan yang relevan untuk bersekutu, dan mencari jalan penyelesaian. Jika mereka tak berubah setelah aku beberapa kali bersekutu tentang hal yang sama, dan mereka menunda serta memengaruhi pekerjaan gereja, aku akan memangkas dan menangani mereka dengan sepantasnya. Aku tak merasa terkekang lagi.

Aku ingat anggota tim kita, Saudari Clara, yang tak merasa terbebani dengan tugasnya atau berusaha keras. Itu membuat penulisan lagu tak efisien dan memberikan hasil yang buruk. Aku menerangkan masalahnya kepadanya, tapi dia tak mau menerima, dan memiliki segudang alasan untuk membenarkan tindakannya. Aku sadar bahwa keadaannya berbahaya, dan jika dia tak berubah dan masuk ke kehidupan, maka pekerjaan akan terimbas. Jika masalahnya cukup serius, dia mungkin akan diberhentikan. Jadi, setelah itu aku berterus terang kepadanya tentang semua masalahnya, menyingkapkan natur dari perilakunya, dan konsekuensi jika dia tetap seperti itu. Kemudian dia akhirnya sadar kegawatan masalahnya dan siap untuk bertobat dan berubah. Sikap Clara terhadap tugasnya berubah drastis sejak saat itu, dan menjadi makin produktif. Sekarang, saat melihat orang lain melanggar prinsip dan melakukan tindakan yang membahayakan pekerjaan gereja, aku masih terdorong untuk menunjukkan kecongkakanku. Namun, aku segera berdoa pada Tuhan dan mengingatkan diriku untuk memperlakukan orang lain secara adil, dan mencari jalan terbaik untuk membantu dan menguntungkan mereka. Setelah beberapa saat menerapkan hal itu, hubunganku dengan anggota lain perlahan kembali normal. Suatu hari aku mendengar seorang saudari berkata bahwa persekutuanku membantunya, dan sedikit mengubah keadaannya. Aku merasa sangat bahagia.

Aku mengingat pengalamanku beberapa tahun belakangan, memiliki pengalaman ditangani membantuku merenungkan dan memahami perilakuku yang mengekang, dan memberiku beberapa jalan penerapan untuk berinteraksi dengan saudara-saudari serta hidup dalam kemanusiaan yang normal. Secercah pemahaman dan perubahan ini adalah berkat penyelamatan Tuhan untukku!

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait