Kebangkitan di tengah Penderitaan dan Kesulitan

27 November 2019

—Sebuah Pengalaman Nyata Penganiayaan Seorang Kristen 17 Tahun

Oleh Saudara Wang Tao, Provinsi Shandong

Aku seorang Kristen di Gereja Tuhan Yang Mahakuasa. Aku yang paling beruntung di antara anak-anak seusiaku, karena mengikuti orang tuaku dalam menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa pada akhir zaman di usia delapan tahun. Meskipun masih muda pada waktu itu, aku cukup senang untuk percaya kepada Tuhan dan membaca firman Tuhan. Dengan terus membaca firman Tuhan dan bersekutu dengan anggota gereja yang lebih tua, setelah beberapa tahun, aku memahami beberapa kebenaran. Terutama ketika aku melihat saudara-saudariku semuanya mengejar kebenaran dan berusaha untuk menjadi orang yang jujur. Melihat semua orang bergaul dengan damai, aku merasa bahwa inilah saat-saat yang paling membahagiakan dan paling penuh sukacita. Kemudian aku mendengar dalam sebuah khotbah, "Di daratan Tiongkok, percaya kepada Tuhan, mengejar kebenaran, dan mengikuti Tuhan benar-benar menempatkan hidupmu dalam risiko besar. Ini hampir tidak melebih-lebihkan" ("Pertanyaan & Jawaban" dalam "Khotbah dan Persekutuan tentang Jalan Masuk ke Dalam Kehidupan III"). Pada waktu itu aku tidak mengerti apa artinya ini, tetapi melalui persekutuan dengan saudara-saudariku, aku mengetahui bahwa orang-orang yang beriman kepada Tuhan ditangkap oleh polisi, dan bahwa karena Tiongkok adalah negara ateis, tidak ada kebebasan beragama. Namun, pada saat itu aku tidak percaya kata-kata ini. Aku pikir karena aku masih anak-anak, meskipun aku ditangkap, polisi tidak akan melakukan apa pun kepadaku. Itu berubah pada hari ketika aku secara langsung mengalami penangkapan dan kekejaman di tangan polisi; aku akhirnya melihat dengan jelas bahwa polisi, yang telah aku pandang seolah-olah mereka adalah sosok paman, sebenarnya adalah segerombolan iblis jahat!

Saat aku berusia 17 tahun, pada malam hari tanggal 5 Maret 2009, aku dan seorang saudara senior sedang dalam perjalanan pulang dari memberitakan Injil ketika tiba-tiba jalan kami diadang oleh kendaraan polisi. Lima petugas polisi langsung melompat keluar dari dalam mobil dan bahkan tanpa peringatan, merebut skuter listrik kami seperti penjahat, mendorong kami ke tanah, dan memborgol kami dengan paksa. Aku bingung dengan apa yang baru saja terjadi tiba-tiba ini. Aku sering mendengar saudara-saudariku berbicara tentang bagaimana orang-orang yang percaya kepada Tuhan ditangkap, tetapi tidak pernah membayangkan hal itu akan terjadi padaku hari itu. Aku terserang rasa panik; jantungku berdetak kencang sekali hingga rasanya seperti hendak melompat keluar dari dadaku. Aku terus memanggil Tuhan di dalam hatiku, "Tuhan Yang Mahakuasa! Polisi telah menangkapku, dan aku takut sekali. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan atau apa yang mereka rencanakan akan perbuat terhadapku, jadi aku mohon kepada-Mu untuk melindungi hatiku." Aku merasa jauh lebih tenang setelah berdoa. Aku pikir polisi tidak akan melakukan apa pun terhadap anak sepertiku, jadi aku tidak merasa gugup. Namun, situasinya tidak sesederhana yang kuharapkan. Ketika polisi menemukan buku-buku tentang kepercayaan kepada Tuhan pada kami, mereka menggunakannya sebagai bukti untuk membenarkan alasan membawa kami ke kantor polisi.

Saat itu awal musim semi di utara Tiongkok, dan cuacanya masih sangat dingin, turun hingga minus 3-4 Celcius pada malam hari. Kepala kantor polisi itu dengan paksa mengambil mantel dan sepatu kami, bahkan ikat pinggang kami, dan tangan kami diborgol dengan kencang di belakang punggung. Rasanya sangat menyakitkan. Dia memerintahkan beberapa petugas untuk menahan kami di lantai, setelah itu wajah dan kepala kami dicambuk kejam dengan tali kulit, yang segera menimbulkan rasa nyeri bagai membelah kepalaku—rasanya seperti mau meledak dan tanpa sadar air mata mulai mengalir di wajahku. Aku sangat marah pada saat itu, karena semboyan "Bersikaplah Sopan dalam Menangani Kasus" tertulis dengan jelas di dinding, tetapi mereka memperlakukan kami seperti perampok jalanan atau pembunuh biadab! Tidak beradab sama sekali! Dalam kemarahan, aku menuntut, "Kejahatan apa yang telah kami lakukan? Mengapa kalian menangkap dan memukuli kami?" Saat dia terus mencambukku, salah satu dari polisi jahat ini berkata dengan jahat, "Dasar bajingan cilik, jangan gunakan nada itu denganku! Kami di sini untuk menangkap orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa! Kau seorang pemuda yang bisa saja melakukan apa pun, mengapa harus melakukan ini? Siapa pemimpinmu? Dari mana kau mendapatkan buku-buku ini? Jawab aku! Jika kau tidak menjawab, aku akan memukulimu sampai mati!" Aku kemudian memperhatikan bahwa saudara seniorku menggertakkan giginya dan menolak untuk mengatakan sepatah kata pun, jadi aku bersumpah kepada diri sendiri: "Aku juga menolak untuk menjadi Yudas! Meskipun mereka memukuliku sampai mati, aku tidak mau bicara! Hidupku berada di tangan Tuhan, dan Iblis beserta setan-setannya tidak memiliki kuasa atas diriku." Ketika dia melihat bahwa di antara kami tidak ada yang bicara, kepala kantor polisi itu marah, dan berteriak, menunjuk ke arah kami, "Baiklah kalau begitu! Kalian ingin berlagak keras? Kalian tidak mau bicara? Beri mereka pukulan keras! Benar-benar tunjukkan kepada mereka apa yang terjadi dan beri mereka pengertian tentang apa keras itu!" Para polisi jahat ini langsung menerkam kami, meraih dagu kami sambil dengan kejam meninju wajah kami begitu keras sehingga aku pening dan wajahku terbakar dengan rasa sakit menyengat. Aku telah dimanjakan dan dirawat oleh orang tuaku sejak kecil; aku tidak pernah mengalami kekerasan seperti itu. Aku sangat terhina sehingga tidak bisa menahan tangis, dan aku berpikir, "Polisi ini kejam sekali, dan sangat tidak masuk akal! Di sekolah, guru kami selalu menyuruh kami pergi ke polisi jika kami mendapat masalah. Mereka mengatakan polisi 'melayani rakyat' dan merupakan 'pahlawan yang melindungi orang baik dari kekerasan', tetapi sekarang, hanya karena kami percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa dan menempuh jalan yang benar dalam kehidupan, mereka menangkap kami sewenang-wenang dan memukuli kami tanpa ampun. Bagaimana orang-orang ini bisa menjadi 'Polisi Rakyat'? Mereka tidak lain hanyalah segerombolan iblis! Tidak heran dalam sebuah khotbah dikatakan, 'Ada yang mengatakan si naga merah yang sangat besar adalah roh jahat, ada yang mengatakan itu adalah segerombolan orang jahat, tetapi apa natur dan esensi naga merah yang sangat besar itu? Ia adalah setan yang jahat. Mereka adalah segerombolan setan jahat yang menentang dan menyerang Tuhan! Orang-orang ini adalah perwujudan fisik Iblis, Iblis yang menjadi manusia, penjelmaan setan jahat! Orang-orang ini tidak lain adalah Iblis dan setan-setan jahat' ("Arti Penting yang Sebenarnya dari Meninggalkan si Naga Merah yang Sangat Besar untuk Menerima Keselamatan" dalam "Khotbah dan Persekutuan tentang Jalan Masuk ke Dalam Kehidupan III"). Dahulu, aku tertipu oleh kebohongan mereka, percaya bahwa polisi adalah 'orang baik' yang bekerja atas nama orang biasa. Aku tidak menyadari bahwa itu adalah gambaran yang salah, tetapi hari ini aku akhirnya melihat mereka sebenarnya segerombolan iblis jahat yang menentang Tuhan!" Aku tidak bisa menahan diri dan mulai membenci mereka dari lubuk hatiku. Ketika kepala kantor polisi itu melihat bahwa kami tetap tidak mau bicara, dia berteriak, "Beri mereka pukulan keras lagi!" Dua orang anteknya bergegas menghampiri kami. Mereka menyuruh kami untuk duduk di lantai dengan kaki terentang, dan kemudian menendang kaki kami secara kejam dengan ujung sepatu mereka, serta berdiri di atas kaki kami dan menginjaknya sekuat tenaga. Kakiku kesakitan sedemikian rupa sehingga terasa seolah-olah akan patah, dan aku tidak bisa menahan diri untuk tidak menjerit, tetapi semakin aku menjerit, semakin kejam mereka memukuliku. Aku tak punya pilihan selain menahan rasa sakit saat berseru kepada Tuhan Yang Mahakuasa di dalam hatiku, "Tuhan! Iblis-iblis ini terlalu kejam! Aku benar-benar tidak tahan dengan ini. Tolong, berilah aku iman dan lindungi aku agar tidak mengkhianati-Mu." Pada saat itu, bagian dari firman Tuhan berikut ini melintas di benakku: "Engkau tahu bahwa segala sesuatu di lingkungan sekitarmu berada di sana atas seizin-Ku, semuanya diatur oleh-Ku. Lihatlah dengan jelas dan puaskanlah hati-Ku di lingkungan yang telah Kuberikan kepadamu. Jangan takut, Tuhan Yang Mahakuasa atas alam semesta pasti akan menyertaimu; Dia berdiri di belakang engkau semua dan Dia adalah perisaimu" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 26"). Firman Tuhan adalah sumber iman dan kekuatan yang besar bagiku. Aku memahami bahwa keadaan yang aku alami terjadi atas persetujuan dari takhta Tuhan, dan bahwa inilah saatnya aku dituntut untuk berdiri teguh dan bersaksi untuk Tuhan. Meskipun masih muda, aku memiliki Tuhan sebagai dukunganku yang kuat, jadi aku tidak perlu takut apa pun! Aku bertekad untuk berdiri teguh dan bersaksi untuk Tuhan, untuk sama sekali tidak menjadi pengecut, dan tidak tunduk kepada Iblis! Melalui instruksi dan bimbingan dalam firman Tuhan, aku menemukan keyakinan dan tekad untuk menanggung penderitaan dan berdiri teguh serta bersaksi untuk Tuhan.

Malam itu setelah pukul 7:00 malam, kepala kantor polisi itu datang untuk menginterogasiku lagi. Dia menyuruhku duduk di lantai semen sedingin es dalam upaya yang disengaja untuk membuatku beku. Baru ketika aku menjadi sangat dingin sehingga kedua kakiku mati rasa dan sekujur tubuhku menggigil, dia memerintahkan antek-anteknya untuk mengambilku dan menyandarkanku pada dinding, setelah itu dia tanpa ampun menyetrum tangan dan daguku dengan tongkat listrik. Setruman itu memenuhi tanganku dengan lepuh-lepuh dan membuat semua gigiku mati rasa karena kesakitan (bahkan sampai sekarang gigiku masih sakit untuk mengunyah). Namun bahkan pada saat itu, iblis ini, masih marah gila-gilaan, belum merasa cukup; dia baru saja mulai menggunakan tongkat listriknya pada bagian bawah tubuhku. Siksaan itu membuatku merasakan kesakitan yang tak terkatakan, tetapi dia justru tertawa terbahak-bahak. Pada saat itu, aku membenci setan ini, yang benar-benar tidak punya kemanusiaan, sampai ke sumsum tulangku. Namun, seperti apa pun polisi jahat ini menanyai atau menyiksaku, aku menggertakkan gigiku dan menolak untuk mengatakan sepatah kata pun. Itu berlanjut sampai pukul dua atau tiga pagi, ketika itu seluruh tubuhku mati rasa—aku tidak merasakan apa pun. Akhirnya, setelah lelah memukuliku, mereka menyeretku kembali ke sebuah ruangan kecil dan memborgolku pada saudara lebih tua yang telah ditangkap bersamaku. Mereka menyuruh kami duduk di lantai yang dingin, dan kemudian dua dari mereka ditugaskan untuk mengawasi kami untuk memastikan kami tidak tidur. Saat salah satu dari kami memejamkan mata, mereka akan meninju dan menendang kami. Malamnya aku harus pergi ke kamar mandi, tetapi polisi jahat ini berteriak kepadaku, "Dasar bocah sialan, sampai kau memberi tahu kami apa yang ingin kami ketahui, kau tidak boleh ke mana-mana! Kau bisa buang air kecil di celana!" Pada akhirnya, aku benar-benar tidak bisa menahannya lagi dan harus buang air di celana. Dalam cuaca yang sangat dingin itu, celana empukku basah kuyup dengan air kencing, membuatku sangat kedinginan sehingga aku tidak bisa berhenti menggigil.

Setelah mengalami penyiksaan kejam oleh iblis-iblis ini, seluruh tubuhku terasa sangat sakit tak tertahankan, dan aku tidak bisa menahan diri untuk mulai merasa lemah dan negatif, "Aku benar-benar tidak tahu penyiksaan apa yang akan mereka gunakan padaku besok. Apakah aku akan bisa menahannya?" Namun pada saat itu, saudara seniorku, khawatir bahwa aku tidak akan dapat menahan penderitaan dan merasa negatif, berbisik kepadaku dengan khawatir, "Tao, bagaimana perasaanmu tentang iblis-iblis jahat itu yang menyiksa kita seperti ini hari ini? Apakah kau menyesal memercayai Tuhan Yang Mahakuasa dan menjalankan tugasmu?" Aku berkata, "Tidak, aku hanya merasa terhina karena dipukuli oleh iblis-iblis ini. Aku pikir mereka tidak akan melakukan apa pun kepadaku karena aku hanya seorang anak kecil. Aku tidak tahu mereka akan benar-benar mau membunuhku." Saudara seniorku bersekutu dengan sungguh-sungguh, "Kita telah mengambil jalan kepercayaan kepada Tuhan, dan kita menempuh jalan yang benar dalam hidup berkat bimbingan Tuhan, tetapi Iblis tidak mau kita mengikuti Tuhan atau diselamatkan sepenuhnya. Apa pun yang terjadi, kita harus teguh dalam iman kita. Kita jangan pernah tunduk pada Iblis; kita tidak boleh menyakiti hati Tuhan." Kata-kata saudara ini sangat membesarkan hati. Aku merasa terhibur, dan mau tidak mau memikirkan firman Tuhan: "Apakah artinya seorang pemenang? Laskar Kristus yang baik harus berani dan bergantung kepada-Ku agar menjadi kuat secara rohani; mereka harus berjuang untuk menjadi prajurit dan memerangi Iblis sampai mati" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 12"). Pada saat itu, aku memahami kehendak Tuhan dan merasakan kekuatan di dalam hatiku. Aku tidak lagi merasa terhina atau sengsara, tetapi menjadi bersedia untuk menghadapi ujian ini dengan berani. Seperti apa pun Iblis si setan menyiksaku, aku akan mengandalkan Tuhan untuk mengalahkan Iblis; aku akan menunjukkan kepada Iblis bahwa semua orang yang percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa adalah prajurit elite-Nya, para pejuang yang tak terkalahkan hingga saat terakhir.

Pagi berikutnya, para polisi jahat itu membawaku kembali ke ruang interogasi dan kepala kantor polisi iblis itu lagi-lagi berusaha memaksaku mengaku. Dia menggebrak meja saat menunjuk lurus hidungku dan mengutukku, berkata, "Apakah kau mempertimbangkan kembali tadi malam, Nak? Sudah berapa lama kau percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa? Sudah berapa banyak orang yang kau khotbahi? Jawab pertanyaan kami, atau kau akan merasakan lebih banyak rasa sakit!" Aku berpikir, "Aku tidak boleh takut kepada Iblis lagi. Aku harus menjadi laki-laki dan memiliki keberanian!" Jadi, aku berkata tegas, "Aku tidak tahu apa-apa!" Kepala kantor polisi jahat itu mengamuk dan berteriak, "Nak, apa kau mau mati? Karena aku akan membunuhmu sebelum kita selesai, dan kemudian kau akan benar-benar bungkam!" Sambil meneriakkan ini dia menyerbu ke arahku, lalu dengan kasar menjambak rambutku dan membenturkan kepalaku ke dinding. Telingaku seketika mulai berdenging, dan rasa sakitnya begitu kuat hingga mau tidak mau aku menjerit dan air mata mengalir di wajahku. Akhirnya, setelah iblis-iblis itu menyadari bahwa mereka tidak akan mendapatkan apa yang mereka inginkan dariku, mereka tidak punya pilihan selain mengirimku kembali ke ruangan kecil itu. Mereka kemudian membawa saudara senior itu untuk diinterogasi. Tak lama kemudian, aku mendengarnya menjerit kesakitan, dan aku tahu mereka telah melakukan sesuatu yang mengerikan kepadanya. Aku meringkuk di ruangan kecil itu seperti anak domba yang dikelilingi oleh serigala-serigala ganas, merasa sedih dan tak berdaya, dan saat air mata mengalir di wajahku, aku berdoa kepada Tuhan untuk memohon kepada-Nya agar melindungi saudara ini dari iblis-iblis jahat itu saat mereka berusaha memaksanya untuk mengaku melalui penyiksaan. Mereka menginterogasi kami dengan cara ini selama tiga hari tiga malam, bahkan tidak memberi kami segigit makanan atau setetes air pun. Aku kedinginan dan lapar, aku linglung, dan kepalaku bengkak dan sakit sekali. Takut bahwa mereka akan membunuh kami, mereka tidak punya pilihan selain menghentikan siksaan mereka.

Setelah penyiksaan brutal dan tidak manusiawi oleh pemerintah PKT (Partai Komunis Tiongkok), aku benar-benar mengalami apa yang telah aku dengar dalam sebuah khotbah: "Di penjara si naga merah yang sangat besar, tidak peduli apakah kau seorang pria atau wanita, mereka bisa menyiksamu dengan cara apa pun sesuka mereka. Mereka adalah bajingan dan binatang buas. Mereka menyiksa orang-orang dengan tongkat listrik, dan melakukan padamu apa pun yang paling kau takuti. Di bawah kekuasaan naga merah yang sangat besar, manusia tidak lagi menjadi manusia dan bahkan lebih rendah daripada binatang. Naga merah yang sangat besar benar-benar sekejam dan sebiadab ini. Mereka adalah binatang buas, setan, benar-benar tidak berakal. Tidak mungkin berargumen dengan mereka, karena mereka tidak berakal" ("The True Significance of Forsaking the Great Red Dragon to Receiving Salvation" dalam "Khotbah dan Persekutuan tentang Jalan Masuk ke Dalam Kehidupan III"). Pada saat itu, akhirnya aku melihat dengan jelas esensi reaksioner dari pemerintah PKT sebagai musuh Tuhan. Mereka benar-benar merupakan manifestasi Iblis, setan yang membunuh tanpa berkedip! Mereka tidak punya moral atau keraguan, bahkan tidak mengampuniku, seorang anak di bawah umur. Mereka justru lebih siap untuk membunuhku semata-mata karena aku percaya kepada Tuhan dan menempuh jalan yang benar dalam hidup. Mereka hanyalah monster yang kejam tanpa prinsip, etika, atau kemanusiaan. Aku tidak lagi mempunyai harapan palsu bahwa polisi akan memperlakukanku dengan belas kasih karena usiaku; aku hanya memohon agar Tuhan Yang Mahakuasa akan melindungiku dan menuntunku untuk mengatasi penyiksaan kejam oleh Iblis dan setan-setan itu, sehingga aku bisa menanggung semua penderitaan, dan bahwa aku bisa menjadi kesaksian yang bergema bagi Tuhan.

Pada sore hari tanggal 9 Maret, ketika polisi jahat itu melihat bahwa mereka benar-benar tidak akan mendapatkan apa pun dari kami, mereka secara fisik meraih tangan kami dan memaksa kami untuk menandatangani pengakuan palsu, menuntut kami dengan kejahatan "melanggar undang-undang nasional, mengganggu ketertiban sosial, dan merongrong kekuasaan negara," dan kemudian mengirim kami ke rumah tahanan. Tak lama setelah kami tiba di sana, mereka mencukur rambut kami hingga benar-benar botak, menanggalkan pakaian kami, dan kemudian mengembalikannya kepada kami setelah mengguntingnya hampir menjadi pita. Aku tidak punya ikat pinggang lagi, jadi aku harus mengikat kantong plastik menjadi tali untuk menahan celanaku. Bahkan dalam cuaca yang sedingin itu, polisi memerintahkan tahanan lain untuk memandikan kami dengan menuangkan baskom demi baskom air dingin di atas kepala kami. Aku merasa beku sampai menggigil dari ujung kepala sampai ujung kaki, dan darah di nadiku terasa seolah-olah membeku. Aku bahkan tidak bisa berdiri setelah itu. Para tahanan yang ditahan di penjara itu semuanya adalah pemerkosa, pencuri, perampok, dan pembunuh .... Masing-masing tampak lebih jahat daripada yang terakhir, dan pemikiran terjebak di tempat seperti neraka itu bersama mereka membuatku gemetar ketakutan. Pada malam hari, lebih dari 30 orang dari kami tidur bersama di langkan beton yang keras, dan selimutnya berbau busuk yang menyebabkan hampir tidak mungkin tidur. Makanan yang diberikan kepada kami oleh polisi jahat itu tidak lain adalah bakpao kukus kecil dan sedikit bubur jagung encer, jauh dari cukup untuk memberi makan kami secukupnya, dan pada siang hari kami dibebani dengan pekerjaan fisik yang melelahkan. Jika kami tidak menyelesaikan tugas kami untuk hari itu, mereka menghukum kami dengan menyuruh kami berdiri semalaman pada shift malam, yang berarti kami harus berdiri selama empat jam dan hanya tidur dua jam. Terkadang aku sangat lelah hingga tertidur sambil berdiri. Para polisi jahat itu juga memberi tahu kepala tahanan sel untuk menemukan cara untuk menyiksaku, seperti memberiku beban kerja melebihi kuota atau menyuruhku berdiri semalaman. Aku merasa seolah-olah akan pingsan. Berkali-kali aku disiksa dan dilecehkan oleh setan-setan itu, rasanya seolah-olah aku memiliki lebih sedikit kebebasan daripada seekor anjing liar di jalan, dan aku bahkan tidak makan sebaik babi ataupun anjing. Memikirkan hal-hal ini, aku sangat merindukan rumah dan orang tuaku dan merasa bahwa rumah tahanan itu bukan tempat tinggal manusia. Aku tidak ingin tinggal di sana lagi sebentar pun. Aku tidak ingin apa-apa lagi selain meninggalkan tempat mengerikan itu secepatnya. Di puncak kesengsaraan dan kelemahanku, aku hanya bisa berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Tuhan, dan inilah saat firman Tuhan Yang Mahakuasa memberiku pencerahan dan bimbingan: "Jangan berkecil hati, jangan lemah, maka Aku akan menjadikan segalanya jelas bagimu. Jalan menuju kerajaan tidaklah mulus; tidak ada yang sesederhana itu! Engkau ingin berkat datang dengan mudah, bukan? Sekarang, semua orang akan mengalami ujian pahit yang harus dihadapi. Tanpa ujian semacam itu, hati penuh kasih yang engkau miliki bagi-Ku tidak akan tumbuh lebih kuat .... Mereka yang berbagi dalam kepahitan-Ku pasti akan berbagi juga dalam kemanisan-Ku. Itulah janji-Ku dan berkat-Ku untukmu" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 41"). Firman Tuhan adalah sumber penghiburan dan dorongan yang besar. Firman tersebut membantuku memahami bahwa penderitaan dan kesulitan yang aku alami adalah berkat dari Tuhan. Tuhan menggunakan keadaan sulit ini untuk memurnikan dan menyempurnakanku, dan menjadikan aku seseorang yang kasih dan kesetiaannya kepada Tuhan layak mendapatkan janji-Nya. Memikirkan bagaimana aku telah dimanjakan sejak kecil dan tidak pernah sanggup menanggung penderitaan atau bahkan penghinaan sekecil apa pun, aku melihat bahwa jika aku ingin mendapatkan kebenaran dan kehidupan, aku harus memiliki tekad untuk menanggung penderitaan dan aku membutuhkan iman yang teguh. Tanpa mengalami penderitaan ini, kerusakan di dalam diriku tidak akan pernah bisa disucikan. Penderitaanku benar-benar merupakan berkat dari Tuhan, dan karenanya aku harus memiliki iman, bekerja sama dengan Tuhan, dan mengizinkan Dia untuk mengerjakan kebenaran-Nya di dalam diriku. Begitu aku memahami kehendak Tuhan, sebuah doa kepada Tuhan secara spontan muncul dalam diriku, "Tuhan! Aku tidak lagi merasa lemah dan negatif. Aku akan berdiri teguh, mengandalkan-Mu dengan penuh keyakinan, memerangi Iblis sampai akhir, dan berusaha mengasihi dan memuaskan-Mu. Aku memohon agar Engkau memberiku iman dan ketabahan." Selama hari-hari aku menderita pelecehan dan penghinaan di rumah tahanan, aku berdoa dan lebih mengandalkan Tuhan daripada kapan pun karena aku telah mendapatkan imanku kepada Tuhan Yang Mahakuasa, dan itulah saat terdekatku bersama Tuhan. Selama waktu itu, hatiku tidak meninggalkan Tuhan bahkan untuk sesaat, dan aku selalu merasakan Dia bersamaku. Sebanyak apa pun penderitaanku, rasanya tidak seperti penderitaan sama sekali, dan aku jelas memahami bahwa semua ini adalah Tuhan yang merawat dan melindungiku.

Suatu pagi sebulan kemudian, sipir penjara tiba-tiba memanggil aku dan saudara seniorku untuk keluar. Aku merasakan gelombang kegembiraan saat mendengar panggilan itu, berpikir bahwa mereka mungkin akan membebaskan kami dan bahwa aku tidak perlu menderita lagi di neraka itu. Kebenarannya jauh sekali dari harapanku. Kepala kantor polisi menyambut kami dengan senyum jahat dan penilaian tertulis, mengatakan, "Kalian berdua telah dihukum satu tahun pendidikan ulang melalui kerja paksa karena percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Meskipun kalian tidak mau bicara, kami tetap bisa menghukum kalian. Partai Komunis menguasai negara ini, gugatan sekalipun tidak akan membawa kalian ke mana-mana!" Melihat betapa bahagianya dia atas kemalangan kami membuatku marah: Pemerintah PKT tidak mematuhi hukum atau etika, dan selain menyiksa dengan kejam anak di bawah umur sepertiku, ia menjatuhku hukuman tanpa melakukan kejahatan sama sekali! Aku dan saudara yang lain dibawa ke kamp pekerja provinsi hari itu juga. Selama pemeriksaan kesehatan kami, dokter menemukan bahwa saudara itu menderita tekanan darah tinggi, penyakit jantung, dan masalah kesehatan lainnya. Para penjaga di kamp pekerja khawatir harus bertanggung jawab jika dia meninggal dunia di fasilitas mereka, sehingga mereka menolak untuk menerimanya; polisi tidak punya pilihan selain membawanya kembali, yang berarti aku dibiarkan di sana sendirian. Aku mulai menangis saat itu—aku menangis getir. Aku merindukan rumah dan orang tuaku, dan mengingat bahwa aku dibiarkan tanpa saudaraku untuk bersekutu, bagaimana aku bisa melewati tahun yang panjang itu? Pada bulan sebelumnya saat disiksa dan dianiaya oleh iblis-iblis itu, setiap kali aku merasa negatif dan lemah karena tidak tahan terhadap kekejaman mereka, dia akan bersekutu denganku tentang firman Tuhan untuk menyemangati dan menghiburku, membantuku mendapatkan kekuatan melalui pemahaman akan kehendak Tuhan. Selain itu, melihat tekadnya memberiku iman dan kekuatan untuk melawan dan mengalahkan setan-setan itu bersamanya. Namun pada saat itu, aku dibiarkan berperang sendirian. Bisakah aku benar-benar berdiri kuat? ... Semakin aku berpikir, semakin aku merasa sengsara, dan semakin kenegatifan, kesepian, kepahitan, dan rasa terhina berakar di dalam hatiku. Ketika kesengsaraan mendorongku ke jurang keputusasaan, aku bergegas memanggil Tuhan, "Tuhan! Tingkat pertumbuhanku terlalu kecil. Bagaimana aku bisa menahan ujian yang sebegitu besar? Bagaimana aku harus melalui tahun pendidikan ulang yang panjang ini melalui kerja paksa? Tuhan! Aku mohon kepada-Mu agar membimbing dan membantuku, beri aku iman dan kekuatan ...." Air mata mengalir di wajahku saat aku menangis tanpa suara. Saat berdoa, tiba-tiba aku teringat pengalaman Yusuf yang dijual ke Mesir pada usia tujuh belas tahun. Meskipun dia sendirian di Mesir dan mengalami penghinaan dan penderitaan, dia tidak pernah meninggalkan Tuhan yang benar atau menyerah kepada Iblis. Meskipun aku kemudian dibuat menderita oleh setan-setan di penjara, itu terjadi atas izin Tuhan, dan selama aku benar-benar mengandalkan Tuhan dan menolak untuk menyerah kepada Iblis, Tuhan juga akan menuntunku dalam mengalahkan Iblis dan meninggalkan sarang setan itu. Pada saat itu, aku kembali mengingat firman Tuhan, "Jangan meremehkan dirimu sendiri karena masih muda. Engkau harus mempersembahkan dirimu kepada-Ku. Aku tidak memandang manusia berdasarkan penampilan lahiriah atau usianya. Aku hanya memandang apakah mereka mengasihi-Ku dengan tulus atau tidak, dan apakah mereka mengikuti jalan-Ku, dan melakukan kebenaran dengan mengabaikan segala perkara lainnya atau tidak. Jangan khawatirkan tentang bagaimana hari esokmu kelak, atau bagaimana masa depanmu nanti. Selama engkau mengandalkan-Ku untuk kehidupanmu setiap hari, maka Aku pasti akan menuntunmu" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 28"). Firman Tuhan itu menghangatkan hatiku bagai matahari musim panas. Firman itu memungkinkanku untuk melihat bahwa Tuhan tidak memihak siapa pun, dan meskipun aku masih muda, selama aku memiliki hati penuh kasih yang tulus untuk Tuhan dan dapat hidup sesuai firman Tuhan, aku akan selalu menerima bimbingan Tuhan. Aku memikirkan bagaimana, sejak saat penangkapanku, Tuhan selalu bersamaku setiap saat, membantuku melewati setiap kesulitan, dan memungkinkanku untuk berdiri teguh. Tanpa hadirat dan bimbingan Tuhan, bagaimana mungkin aku bisa menanggung pemukulan kejam dan siksaan brutal dari setan-setan itu? Aku telah selamat dari kesulitan sebesar itu dengan mengandalkan Tuhan, dan aku menghadapi satu tahun pendidikan ulang melalui kerja paksa, jadi mengapa aku kurang beriman? Bukankah hanya Tuhan yang perlu aku andalkan? Tuhan ada bersamaku, dan akan memberiku bimbingan setiap saat, jadi mengapa aku harus merasa sendirian atau takut? Keadaan itu adalah kesempatan bagiku untuk berlatih hidup mandiri dan menjadi dewasa dalam hidup. Aku tidak boleh lagi melihat diriku sebagai seorang anak, juga tidak bisa selalu mengandalkan orang lain sementara tidak memandang Tuhan. Aku harus tumbuh dewasa, mengandalkan Tuhan untuk berjalan di jalanku sendiri, dan percaya bahwa aku pasti akan mampu melanjutkan di jalan itu, dengan bersandar kepada Tuhan. Iblis tidak pernah bisa mengalahkan orang yang memiliki tekad untuk mengandalkan Tuhan dan mengasihi-Nya! Sudah waktunya bagiku untuk memiliki keberanian seorang laki-laki, dan untuk memungkinkan Tuhan mendapatkan kemuliaan melalui tindakanku. Setelah memahami kehendak Tuhan, aku merasa seolah-olah ada kekuatan tangguh yang mendukungku, dan jauh di lubuk hatiku aku memiliki tekad untuk menghadapi hidupku di penjara.

Ketika para penjaga di kamp pekerja mengetahui bahwa aku percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa, mereka mulai menyiksaku dengan sengaja. Mereka menugasiku untuk melakukan pekerjaan fisik yang berat, mengangkat karung-karung seberat lebih dari 50 kg dari lantai tiga ke lantai pertama dari pukul lima pagi sampai pukul sebelas malam, dan jika aku tidak menyelesaikan kuota pekerjaanku, aku harus bekerja lembur hingga larut malam. Aku belum pernah melakukan pekerjaan fisik sebelumnya, dan aku tidak pernah bisa makan kenyang di rumah tahanan, jadi aku selalu kelelahan. Pada awalnya, aku tidak bisa mengangkat karung itu sama sekali, tetapi kemudian, dengan sungguh-sungguh mengandalkan Tuhan, aku perlahan-lahan mampu mengangkatnya. Kerja berat itu membuatku sangat kelelahan setiap harinya, dan membuat pinggang dan kakiku kesakitan. Para penjaga sering memerintahkan para tahanan lain untuk memukuliku dengan kejam, sering kali membuatku dipenuhi luka dan memar. Suatu kali, penjaga memerintahkan kepala tahanan untuk memukulku karena aku pulang terlambat dari mengambil air. Selama pemukulan itu, gendang telingaku tertusuk dan pecah, menjadi terinfeksi, dan hampir membuatku tuli. Aku menggertakkan gigiku marah karena harus menanggung intimidasi dan pelecehan semacam ini, tetapi aku tak berdaya untuk melawan. Aku sengsara dan menanggung banyak keluhan, tetapi aku tidak punya tempat untuk mencari penebusanpemulihan. Aku hanya bisa datang ke hadapan Tuhan dan berbagi kesengsaraanku dengan-Nya dalam doa. Dalam penjara yang gelap itu, aku belajar untuk mendekat dengan kepada Tuhan, mengandalkan dan memandang kepada-Nya dalam segala hal—yang membuatku sangat bersukacita dalam hidup adalah berdoa kepada Tuhan untuk membagikan pemikiran terdalamku. Setiap kali aku merasa sedih atau lemah, nyanyian pujian yang paling aku sukai adalah "Aku Bertekad Mengasihi Tuhan ": "Ya Tuhan! Aku telah melihat betapa kebenaran dan kekudusan-Mu begitu indah. Aku bertekad untuk mengejar kebenaran, dan aku bertekad untuk mengasihi-Mu. Kiranya Engkau membuka mata rohaniku dan kiranya Roh-Mu menjamah hatiku. Biarlah saat aku datang ke hadapan-Mu, aku melepaskan semua kenegatifan, tidak dihalangi oleh siapa pun, materi, atau benda apa pun, serta membuka hatiku sepenuhnya di hadapan-Mu, sedemikian rupa sehingga seluruh keberadaanku dapat kuserahkan di hadapan-Mu. Bagaimanapun Engkau ingin mengujiku, aku siap. Sekarang, aku tidak memikirkan prospek masa depanku, dan aku juga tidak terbeban oleh kematian. Dengan hati yang mengasihi-Mu, aku ingin mencari jalan kehidupan. Segala hal, segala sesuatu—semua ada di tangan-Mu; nasibku berada di tangan-Mu, dan Engkau memegang hidupku di tangan-Mu. Sekarang, aku berusaha mengasihi-Mu, dan terlepas dari apakah Engkau mengizinkan aku mengasihi-Mu, terlepas dari bagaimana Iblis mengganggu, aku bertekad untuk mengasihi-Mu" (Ikuti Anak Domba dan Nyanyikan Lagu Baru). Bernyanyi dan terus bernyanyi, aku akan terharu sampai menangis, dan itu membawa penghiburan dan dorongan semangat yang sangat besar bagi hatiku. Tuhan Yang Mahakuasa telah berkali-kali membantu dan mendukungku, memungkinkanku untuk benar-benar mengalami kasih sejati Tuhan bagiku. Seperti seorang ibu yang penuh belas kasihan, Tuhan berdiri berjaga-jaga di sampingku, menghiburku dan mendukungku setiap saat, memberiku iman dan kekuatan, dan membimbingku sepanjang tahun itu yang tidak akan pernah bisa kulupakan.

Setelah mengalami kegelapan masa-masa di penjara, aku menjadi jauh lebih dewasa dalam hidup, dan juga memperoleh banyak pengetahuan tentang kebenaran. Aku bukan lagi anak yang lugu dan polos. Firman Tuhan Yang Mahakuasalah yang membimbingku dalam mengatasi penyiksaan dan aniaya oleh polisi jahat dari waktu ke waktu, dan berkali-kali memungkinkanku untuk keluar dari kelemahan dan kenegatifan, bangkit, dan berdiri kuat. Itu memungkinkanku untuk memahami cara untuk memperhatikan dan menghibur hati Tuhan, serta cara mengandalkan Tuhan dan berdiri teguh, dan cara bersaksi bagi Tuhan untuk membalas kasih Tuhan. Hal itu juga memungkinkanku untuk melihat dengan jelas kebrutalan dan kekejaman Iblis dan setan-setannya serta esensi reaksioner jahat mereka sebagai musuh Tuhan. Hal itu memberiku penegasan atas citra palsu dari "Polisi Rakyat yang mencintai rakyat." Aku tidak pernah lagi tertipu oleh kebohongan Iblis. Penganiayaan dan penderitaan yang aku alami tidak hanya gagal menghancurkanku, tetapi semua itu juga menjadi fondasi tempat aku berjalan di jalan iman. Aku berterima kasih kepada Tuhan Yang Mahakuasa karena membimbingku melalui jalan yang sulit dan berbatu ini dan memungkinkanku untuk belajar menanggung siksaan kejam pada usia yang begitu muda. Melalui ini, aku melihat kemahakuasaan dan kedaulatan Tuhan, dan bahwa inilah keselamatan khusus Tuhan untukku! Aku sangat merasakan bahwa di sebuah dunia jahat yang dikuasai oleh setan, hanya Tuhan yang bisa menyelamatkan manusia, hanya Tuhan yang bisa menjadi pendukung dan membantu kita kapan pun kita membutuhkan-Nya, dan hanya Tuhan yang benar-benar mengasihi manusia. Penganiayaan dan kesulitan yang aku alami menjadi harta berharga pertumbuhan dalam hidup bagiku, dan sangat bermanfaat bagiku untuk mencapai keselamatan penuh. Meskipun aku menderita selama waktu itu, penderitaan itu sangat berharga dan bermakna. Sebagaimana firman Tuhan: "Jika engkau bersedia untuk berada dalam aliran ini, dan menikmati penghakiman dan penyelamatan yang sangat besar ini, menikmati semua berkat ini yang tak dapat ditemukan di mana pun di dunia manusia, dan menikmati kasih ini, maka jadilah baik: tetaplah dalam aliran ini untuk menerima pekerjaan penaklukan sampai engkau dapat disempurnakan. Saat ini, engkau mungkin merasakan sedikit rasa sakit dan pemurnian karena penghakiman Tuhan, tetapi ada nilai dan makna saat menderita rasa sakit ini" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Fakta Sesungguhnya di Balik Pekerjaan Penaklukan (4)").

Sebelumnya: Penderitaan Abadi

Jika Tuhan telah membantu Anda, apakah Anda mau belajar firman Tuhan, mendekat kepada Tuhan dan terima berkat Tuhan?

Konten Terkait

Masa Muda Tanpa Penyesalan

Oleh Saudari Xiaowen, Kota Chongqing "'Kasih' mengacu pada emosi yang murni dan tanpa cela, di mana engkau menggunakan hatimu untuk...

Hari-hari Penyiksaan Brutal

Oleh Saudari Chen Hui, TiongkokAku tumbuh dalam sebuah keluarga biasa di Tiongkok. Ayahku menjalani dinas militer dan karena telah dibentuk...