Kasih Tuhan Telah Membentengi Hatiku

07 November 2019

Oleh Saudari Zhang Can, Provinsi Liaoning

Di keluargaku, semua orang selalu sangat rukun. Suamiku adalah seorang pria yang sangat perhatian dan peduli, dan putraku sangat bijaksana dan selalu menghormati orang yang lebih tua dari dirinya. Terlebih lagi, kami cukup kaya. Secara teori, aku seharusnya sangat senang, tetapi kenyataan tidak berjalan seperti itu. Tidak peduli seberapa baik suami dan putraku memperlakukan aku dan seberapa kayanya kami, tidak ada yang bisa membuatku bahagia. Aku tidak pernah bisa tidur di malam hari karena aku menderita radang sendi dan juga mengalami insomnia parah, yang menyebabkan berkurangnya sirkulasi darah ke otakku dan kelemahan seluruh anggota tubuhku. Siksaan dari penyakit-penyakit ini ditambah dengan tekanan terus-menerus dalam menjalankan bisnis menyebabkan aku hidup dalam penderitaan yang tak terkatakan. Aku mencoba mengatasinya dengan berbagai cara, tetapi sepertinya tidak ada yang berhasil.

Pada bulan Maret 1999, seorang teman menyebarkan Injil Tuhan Yang Mahakuasa di akhir zaman kepadaku. Dengan membaca firman Tuhan setiap hari, secara konsisten menghadiri pertemuan ibadah, dan bersekutu dengan saudara-saudariku, aku jadi memahami beberapa kebenaran, mengetahui banyak misteri yang sampai sekarang tidak kuketahui, dan aku menjadi teguh pada keyakinanku bahwa Tuhan Yang Mahakuasa adalah Tuhan Yesus yang datang kembali. Aku sangat senang dengan semua ini dan dengan lapar melahap firman Tuhan setiap hari. Aku juga terlibat dalam kehidupan bergereja, sering berkumpul, berdoa, dan menyanyikan lagu-lagu pujian dan menari untuk memuji Tuhan bersama saudara-saudariku. Aku merasakan kedamaian dan kebahagiaan di dalam hatiku dan semangat serta pandanganku meningkat setiap hari. Perlahan tetapi pasti, aku juga mulai pulih dari berbagai penyakitku. Aku sering menaikkan pujian dan syukurku kepada Tuhan atas perkembangan positif dalam hidupku ini dan aku ingin menyebarkan Injil Tuhan Yang Mahakuasa kepada lebih banyak orang sehingga mereka semua bisa mendapatkan keselamatan Tuhan. Tidak lama setelah itu, gereja memberiku tugas untuk menyebarkan Injil. Aku mencurahkan diriku ke dalam pekerjaan ini dengan semangat yang kuat, tetapi sesuatu yang tidak pernah kubayangkan terjadi....

Pada malam hari tanggal 15 Desember 2012, tepat ketika aku selesai bertemu dengan empat saudari dan baru saja akan pergi, kami mendengar suara benturan keras ketika pintu depan ditendang dan tujuh atau delapan polisi berpakaian preman menyerbu masuk ke dalam ruangan, berteriak kepada kami: "Jangan ada yang bergerak, angkat tangan!" Tanpa menunjukkan dokumentasi apa pun, mereka selanjutnya secara paksa menggeledah kami, menyita kartu identitasku dan kuitansi transaksi dana gereja sebesar 70.000 RMB. Mereka menjadi sangat heboh begitu melihat tanda terima itu dan terus mendorong dan menyeret kami ke mobil polisi dan membawa kami ke kantor polisi. Di kantor polisi, mereka menyita ponsel kami, pemutar MP5 dan uang tunai 200 RMB dari tas kami. Pada waktu itu, mereka mencurigai bahwa aku dan salah seorang saudari adalah pemimpin di gereja, sehingga mereka memindahkan kami berdua ke Unit Investigasi Kriminal di Biro Keamanan Umum Kota malam itu.

Ketika kami tiba, polisi memisahkan kami dan menginterogasi kami secara terpisah. Mereka memborgolku ke kursi besi dan kemudian seorang petugas dengan kasar bertanya padaku: "Bagaimana ceritanya uang 70.000 RMB itu? Siapa yang mengirim uang itu? Di mana uang itu sekarang? Siapa pemimpin gerejamu?" Aku terus berdoa kepada Tuhan dalam hatiku: "Ya Tuhan! Polisi ini berusaha memaksaku untuk mengadukan para pemimpin gereja dan menyerahkan uang gereja. Aku benar-benar tidak bisa menjadi Yudas dan mengkhianati-Mu. Ya Tuhan! Aku rela menyerahkan diriku di tangan-Mu. Aku mohon Engkau memberiku iman, keberanian dan hikmat. Tidak peduli bagaimana polisi mencoba mengorek informasi dariku, aku bersedia menjadi kesaksian bagi-Mu." Kemudian aku menyatakan dengan tegas kepada mereka, "Aku tidak tahu!" Ini membuat polisi itu marah; dia mengambil sebuah sandal dari lantai dan mulai dengan kejam memukulkannya ke kepalaku sambil dengan marah mencaci maki aku: "Coba saja apa kau berani tetap diam. Coba saja apa kau tetap percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa! Kita akan lihat berapa lama kau tetap percaya!" Wajahku sakit sekali karena pukulan itu dan seketika mulai membengkak, dan sakit kepalaku berdenyut-denyut. Empat atau lima polisi secara bergantian memukuliku untuk memaksaku memberi tahu mereka di mana uang gereja disimpan. Beberapa dari mereka menendang kakiku, ada yang menjambak rambutku, menariknya dan mengguncangnya bolak-balik, dan yang lain memukul mulutku. Mulutku mulai berdarah, tetapi mereka hanya menghapus darah itu dan terus memukulku. Mereka juga sembarangan menyodokku dengan tongkat kejut listrik dan, sambil memukuliku, mereka berteriak: "Kau mau bicara atau tidak? Ayo mengaku!" Ketika mereka melihat aku tetap menolak untuk berbicara, mereka menyetrumku di bagian pangkal paha dan dada—rasa sakitnya sangat menyiksa. Jantungku berdetak kencang, aku mulai kesulitan bernapas dan meringkuk seperti bola, gemetaran. Rasanya seolah kematian beringsut ke arahku, langkah demi langkah. Meskipun aku menutup mulut dan tidak mengucapkan sepatah kata pun, aku merasa hatiku sangat lemah dan berpikir bahwa aku tidak akan bisa bertahan lebih lama. Di tengah penderitaanku, aku tidak pernah berhenti berdoa kepada Tuhan: "Ya Tuhan! Sekalipun aku telah bertekad untuk memuaskan Engkau, dagingku lemah dan tak berdaya. Aku berdoa kiranya Engkau memberiku kekuatan sehingga aku dapat menjadi kesaksian bagi-Mu." Pada saat itu, aku tiba-tiba memikirkan bagaimana sebelum Tuhan Yesus dipakukan di kayu salib, Dia dihajar habis-habisan oleh tentara Romawi: Dia dipukuli dan diremukkan sampai luluh lantak, seluruh tubuh-Nya dipenuhi luka ..., tetapi Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Tuhan itu kudus dan tak bersalah, tetapi Dia menderita penghinaan dan siksaan yang sangat besar dan rela disalibkan demi menebus umat manusia. Aku merenung dalam hati: "Jika Tuhan dapat mempersembahkan tubuh-Nya demi menyelamatkan umat manusia yang rusak, aku juga harus mengalami penderitaan untuk membalas kasih Tuhan." Didorong oleh kasih Tuhan, kepercayaan diriku pulih dan aku mengucapkan sumpah kepada Tuhan: "Ya Tuhan, apa pun penderitaan yang Engkau alami, aku juga harus minum dari cawan penderitaan yang sama seperti-Mu. Aku akan mempersembahkan hidupku untuk menjadi kesaksian bagi-Mu!"

Setelah penyiksaan ini berlangsung hampir sepanjang malam, aku telah dipukuli hingga tidak ada lagi kekuatan tersisa di tubuhku. Aku sangat lelah sehingga hampir tidak bisa membuka mata, tetapi segera setelah aku mulai menutup mata, mereka menyiramku dengan air. Aku menggigil kedinginan. Ketika kawanan binatang buas ini melihatku dalam keadaan itu, mereka dengan geram menghardik, "Kau tetap tidak mau membuka mulut? Di tempat ini, kami bisa menyiksamu sampai mati dan tidak ada yang akan tahu!" Aku mengabaikan mereka. Salah seorang polisi jahat itu kemudian mengambil kulit biji bunga matahari dan menjejalkannya ke kukuku; rasanya sangat menyakitkan dan aku tidak bisa menghentikan jariku yang gemetar. Mereka kemudian mulai memercikkan air ke wajahku dan menyiramkannya ke leherku. Air dingin yang menusuk tulang membuatku menggigil kedinginan; aku sangat menderita. Malam itu, aku terus berdoa kepada Tuhan, takut kalau aku meninggalkan Dia, aku tidak akan sanggup hidup. Tuhan selalu besertaku dan firman-Nya memberiku dorongan terus-menerus: "Ketika manusia siap mengorbankan nyawa mereka, semuanya menjadi tidak penting" ("Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Penafsiran Rahasia 'Firman Tuhan kepada Seluruh Alam Semesta', Bab 36"). "Iman itu seperti jembatan dari satu gelondong kayu: mereka yang dengan tercela mempertahankan hidup akan mengalami kesulitan menyeberanginya, tetapi mereka yang siap untuk mengorbankan diri dapat menyeberanginya dengan pasti, tanpa rasa khawatir" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 6"). Firman Tuhan memberiku kekuatan yang tidak ada habisnya. Aku merenung dalam hati, "Itu benar, Tuhan berkuasa atas segalanya dan segala sesuatu berada di tangan-Nya. Bahkan jika polisi jahat menyiksa dagingku sampai mati, rohku berada di bawah kendali Tuhan." Dengan Tuhan yang menopangku, aku tidak lagi takut kepada Iblis, apalagi bersedia menjadi pengkhianat dan menjalani kehidupan yang tidak berarti dengan memenuhi hawa nafsu daging. Karena itu, aku mengucapkan sumpah kepada Tuhan dalam doa: "Ya Tuhan! Sekalipun setan-setan itu menyiksa dagingku, aku tetap rela memuaskan Engkau dan menyerahkan diriku sepenuhnya di dalam tangan-Mu. Bahkan jika itu berarti kematianku, aku akan menjadi kesaksian bagi-Mu dan tidak akan pernah berlutut di hadapan Iblis!" Dengan tuntunan firman Tuhan, aku merasa penuh percaya diri dan beriman. Sekalipun polisi menganiaya dan menyiksa dagingku dan aku sudah didesak sampai batas ketahananku, dengan firman Tuhan yang menopangku, sebelum menyadarinya, aku merasa rasa sakitku jauh berkurang.

Keesokan paginya, polisi jahat itu terus menginterogasi dan juga mengancamku dengan berkata: "Jika kau tidak bicara hari ini, kami akan menyerahkanmu ke unit polisi khusus—mereka memiliki 18 alat penyiksaan berbeda yang akan menantimu di sana." Ketika mendengar bahwa mereka akan menyerahkan aku ke unit polisi khusus, aku merasa takut, berpikir dalam hatiku "Polisi khusus itu tentu jauh lebih keras dibanding orang-orang ini; bagaimana aku akan bisa bertahan hidup melalui 18 bentuk penyiksaan yang berbeda?" Persis ketika aku merasa panik, aku memikirkan satu bagian dari firman Tuhan: "Apakah artinya seorang pemenang? Laskar Kristus yang baik harus berani dan bergantung kepada-Ku agar menjadi kuat secara rohani; mereka harus berjuang untuk menjadi prajurit dan memerangi Iblis sampai mati" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 12"). Firman Tuhan dengan cepat menenangkan hatiku yang panik dan kalut. Firman itu membantuku menyadari bahwa ini adalah peperangan rohani dan tibalah saatnya di mana Tuhan ingin aku menjadi kesaksian. Dengan Tuhan yang menopangku, tidak ada yang perlu kutakutkan. Tak peduli jenis taktik gila apa pun yang digunakan polisi jahat itu, aku harus mengandalkan Tuhan untuk menjadi prajurit Kristus yang baik dan memerangi Iblis sampai mati tanpa pernah menyerah.

Sore itu, dua petugas yang bertanggung jawab atas urusan agama dari Biro Keamanan Umum Kota datang untuk menginterogasiku, "Siapa pemimpin gerejamu?" tanya mereka. "Aku tidak tahu," jawabku. Melihatku menolak berbicara, mereka berganti-ganti antara taktik lunak dan keras. Salah seorang dari mereka menghantamkan tinjunya ke pundakku dengan sangat keras sementara yang lain mulai melontarkan teori-teori konyol yang menyangkal keberadaan Tuhan untuk mencoba membujukku, "Segala sesuatu di alam semesta ini muncul dari proses alam. Kau harus lebih praktis: Percaya kepada Tuhan tidak akan membantu menyelesaikan masalah apa pun dalam hidupmu; kau hanya dapat melakukannya dengan mengandalkan diri sendiri dan bekerja keras. Kami dapat membantu mencarikan pekerjaan untukmu dan putramu ...." Aku dengan sungguh-sungguh terus berkomunikasi dengan Tuhan di dalam hatiku, dan kemudian aku memikirkan satu bagian dari firman-Nya, "Engkau semua harus berjaga-jaga dan menanti-nantikan setiap saat, dan engkau harus lebih banyak berdoa di hadapan-Ku. Engkau harus mengenali berbagai tipu muslihat dan rencana licik Iblis, mengenali roh, mengenali orang, dan mampu membedakan semua jenis orang, peristiwa dan hal-hal" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 17"). Firman Tuhan segera mencerahkanku, memungkinkan aku untuk memahami rencana licik Iblis. Aku merenung dalam hati: "Polisi jahat itu mencoba memperdayaku dengan teori konyolnya dan menyuapku dengan sedikit kebaikan—aku tidak boleh tertarik pada tipu daya Iblis, dan, terlebih lagi, aku tidak boleh mengkhianati Tuhan dan menjadi seorang Yudas." Pencerahan Tuhan memungkinkan aku untuk melihat niat licik si polisi jahat itu, jadi apa pun taktik lunak maupun keras yang mereka gunakan terhadapku, aku mengabaikannya begitu saja. Malam itu, aku mendengar bahwa ada orang lain yang datang untuk menginterogasiku dan mereka menyatakan aku memiliki catatan kriminal. Aku tidak tahu apa yang menantiku atau apa yang akan terjadi, jadi yang bisa kulakukan hanyalah berseru kepada Tuhan dalam hatiku untuk meminta petunjuk. Aku tahu bahwa apa pun penganiayaan dan kesulitan yang kuhadapi, aku tidak bisa mengkhianati Tuhan. Beberapa saat kemudian ketika aku sedang menggunakan kamar mandi, tiba-tiba jantungku mulai berdebar-debar; aku menjadi pusing dan jatuh pingsan di lantai. Ketika polisi mendengar sesuatu yang tidak beres, mereka segera bergegas masuk dan mengerumuniku. Aku mendengar seseorang berkata dengan sinis, "Bawa dia ke krematorium, bakar dia dan beres sudah!" Namun, takut kalau aku akan mati dan mereka kemudian akan bertanggung jawab atas kematianku, mereka akhirnya memanggil layanan darurat dan meminta ambulans membawaku ke rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan. Ternyata, sebelumnya aku mengalami serangan jantung dan menderita iskemia miokard residual. Karena interogasi harus dibatalkan, mereka membawaku ke rumah tahanan. Melihat ekspresi kecewa di wajah polisi jahat, aku sangat senang—Tuhan telah membuka jalan keluar bagiku, sehingga, untuk saat ini, aku tidak perlu menjalani interogasi lebih lanjut. Mampu terhindar dari situasi yang sangat sulit tersebut memungkinkanku menyaksikan perbuatan Tuhan; aku bersyukur dan memuji Tuhan dari lubuk hatiku.

Selama sepuluh hari berikutnya, mengetahui bahwa pemerintahan PKT (Partai Komunis Tiongkok) tidak akan menyerah sebelum mereka mendapatkan lokasi uang gereja dariku, aku berdoa kepada Tuhan setiap hari, memohon agar Dia menjaga mulut dan hatiku, sehingga apa pun yang terjadi, aku akan berdiri teguh di pihak Tuhan dan sama sekali tidak akan mengkhianati Dia dan meninggalkan jalan yang benar. Suatu hari setelah berdoa, Tuhan mencerahkan aku, membuatku teringat sebuah nyanyian pujian tentang firman-Nya: "Apa pun yang Tuhan minta darimu, engkau hanya perlu bekerja ke arah itu dengan segenap kekuatanmu, dan Kuharap engkau akan dapat datang ke hadapan Tuhan dan memberikan kepada-Nya pengabdianmu yang sepenuhnya pada akhirnya. Asalkan engkau dapat melihat senyuman puas Tuhan saat Dia duduk di atas takhta-Nya, seandainya saat ini adalah waktu yang ditentukan untuk kematianmu, engkau pasti bisa tertawa dan tersenyum sementara engkau menutup matamu. Engkau harus melakukan tugas terakhirmu bagi Tuhan selama waktumu di bumi. Di masa lalu, Petrus disalibkan terbalik demi Tuhan; tetapi engkau harus memuaskan Tuhan pada akhirnya, dan menghabiskan seluruh tenagamu untuk kepentingan-Nya" ("Makhluk Ciptaan Seharusnya Tunduk pada Pengaturan Tuhan" dalam "Ikuti Anak Domba dan Nyanyikan Lagu Baru"). Aku bernyanyi dan merenungkan nyanyian pujian itu berulang-ulang di dalam hatiku dan, melalui firman Tuhan, aku jadi mengerti tuntutan dan harapan Tuhan akan diriku. Aku memikirkan bagaimana, dari antara segala makhluk di alam semesta yang hidup di bawah kekuasaan Tuhan, dan dari antara semua manusia di bumi yang mengikuti Tuhan, hanya sejumlah kecil yang dapat benar-benar berdiri di hadapan Iblis dan menjadi kesaksian bagi Tuhan. Bahwa aku cukup beruntung untuk menghadapi situasi seperti ini adalah Tuhan yang mengangkatku dengan cara luar biasa, dan itu menunjukkan kemurahan-Nya bagiku. Perkataan dari Tuhan ini secara khusus sangat menguatkan bagiku: "Di masa lalu, Petrus disalibkan terbalik demi Tuhan; tetapi engkau harus memuaskan Tuhan pada akhirnya, dan menghabiskan seluruh tenagamu untuk kepentingan-Nya." Aku tak bisa menahan diriku untuk berdoa kepada Tuhan: "Ya Tuhan Yang Maha Kuasa! Di masa lalu, Petrus mampu dipakukan terbalik pada salib demi Engkau, menjadi kesaksian akan kasihnya kepada-Mu di hadapan Iblis. Dan sekarang, penangkapanku oleh partai yang berkuasa di Tiongkok ini mengandung maksud baik-Mu. Walaupun tingkat pertumbuhanku terlalu kecil dan aku tidak pernah bisa dibandingkan dengan Petrus, sungguh kehormatan besar bagiku karena memiliki kesempatan untuk menjadi kesaksian bagi-Mu. Aku rela menyerahkan hidupku kepada-Mu dan siap mati untuk menjadi saksi bagi-Mu, sehingga Engkau dapat memperoleh kepuasan melaluiku."

Pada pagi hari tanggal 30 Desember, Biro Keamanan Umum Kota mengirim beberapa petugas untuk menginterogasiku. Segera setelah aku memasuki ruang interogasi, seorang polisi jahat menyuruhku melepaskan celana dan jaket berlapis kapas yang kukenakan, dan berkata padaku, "Kami sekarang menahan adik perempuanmu dan putramu. Kami tahu seluruh keluargamu adalah orang percaya. Kami pergi ke tempat kerja suamimu dan mengetahui bahwa kau mulai percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa pada tahun 2008 ...." Kata-katanya memanfaatkan kelemahan terbesarku dan menimbulkan kekacauan pada keadaan pikiranku; aku tidak pernah berpikir bahwa mereka juga akan menahan putra dan adik perempuanku. Tiba-tiba diliputi oleh emosi, aku mulai khawatir akan kesejahteraan mereka dan hatiku tanpa sadar menyimpang dari Tuhan. Aku terus bertanya-tanya, "Apakah mereka dipukuli? Bisakah putraku menanggung perlakuan seperti itu? ...." Tepat pada saat itu, aku mengingat satu bagian dari firman Tuhan: "Bahwa besarnya penderitaan yang harus ditanggung seseorang dan jarak yang harus mereka tempuh di jalan mereka, semua itu ditetapkan oleh Tuhan, dan sesungguhnya tak seorang pun dapat membantu orang lain" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Jalan ... (6)"). Firman Tuhan segera merenggutku dari keadaan emosionalku dan memungkinkan aku untuk menyadari bahwa jalan iman setiap orang telah ditentukan sebelumnya oleh Tuhan. Setiap orang harus menjadi kesaksian bagi Tuhan di hadapan Iblis—bukankah akan menjadi berkat besar bagi mereka untuk menjadi kesaksian bagi Tuhan di hadapan Iblis? Setelah memikirkan hal ini, aku berhenti cemas dan tidak lagi mengkhawatirkan mereka; aku merasa rela menyerahkan mereka kepada Tuhan dan membiarkan Tuhan berkuasa dan membuat pengaturan-Nya. Saat itu, seorang polisi lain menyebutkan beberapa nama saudari lain dan bertanya apakah aku mengenali nama-nama itu. Ketika aku mengatakan tidak mengenali nama-nama itu, dia melompat keluar dari kursinya, dengan marah menyeretku ke bangku besi dekat jendela, memborgolku pada bangku itu, dan buru-buru membuka jendela sehingga udara luar yang dingin mulai menerpaku. Kemudian dia melanjutkan dengan mengguyurkan air dingin ke tubuhku sambil memakiku dengan kata-kata keji sebelum menampar wajahku dengan sandal puluhan kali berturut-turut. Dia memukuliku habis-habisan sehingga mataku mulai berkunang-kunang, telingaku berdenging dan darah menetes dari mulutku.

Malam itu, beberapa polisi memindahkan aku ke ruangan yang paling dingin; jendela-jendela tertutup es seluruhnya. Mereka secara paksa menanggalkan seluruh pakaianku dan menyuruhku duduk, benar-benar telanjang bulat, di atas bangku logam di dekat jendela. Mereka memborgol tanganku di balik punggungku pada sandaran bangku sehingga aku tidak bisa bergerak sedikit pun. Salah seorang polisi jahat itu berkata padaku dengan nada dingin dan sinis: "Kami tidak mengubah taktik investigasi kami berdasarkan jenis kelamin." Dia membuka jendela ketika mengatakan ini dan angin dingin yang menusuk tulang menerpaku; rasanya seperti tubuhku sedang ditoreh oleh seribu pisau. Dengan menggigil kedinginan, aku berkata disela-sela kertak gigiku: "Aku tidak bisa terkena hawa dingin seperti ini, aku menderita rheumatoid arthritis pasca-melahirkan." Dia membalas dengan kejam: "Oh, ini akan merawat radang sendimu dengan baik! Kau juga akan mengidap diabetes dan penyakit ginjal selama proses itu! Dokter sebanyak apa pun yang akan kau kunjungi, kau tidak akan pernah pulih!" Sambil mengatakannya, dia meminta seseorang membawakan ember penuh berisi air dingin dan menyuruhku memasukkan kakiku ke dalamnya. Kemudian dia memerintahkan aku, "Jangan sampai setetes air pun keluar dari ember itu." Dia mengguyurkan lebih banyak air dingin di punggungku dan kemudian mengipasi punggungku dengan selembar karton. Suhu saat itu –4 derajat Fahrenheit; air dingin yang menusuk tulang membekukanku sehingga aku secara naluriah mengangkat kakiku dari ember, tetapi seorang petugas segera memaksakan kakiku masuk kembali dan melarangku menggerakkannya lagi. Aku sangat kedinginan sehingga seluruh tubuhku menegang dan aku tidak bisa berhenti menggigil. Rasanya seolah-olah darah telah membeku di dalam urat nadiku. Mereka senang melihatku seperti itu, dan tertawa terbahak-bahak sembari mengejekku dengan mengatakan: "Kau 'menari-nari' tepat sesuai irama!" Aku sangat membenci gerombolan setan dan makhluk buas ini; tiba-tiba aku teringat pada sebuah video yang menggambarkan setan-setan neraka yang menyiksa manusia untuk bersenang-senang, dan mendapatkan kenikmatan dari penderitaan orang lain. Mereka tidak memiliki perasaan dan kemanusiaan, hanya mengetahui kekerasan dan siksaan. Para polisi jahat ini tidak ada bedanya dari setan-setan neraka—sebenarnya, mereka bahkan lebih buruk. Selama sehari semalam, mereka menampar wajahku berkali-kali, mencoba memaksaku untuk membocorkan informasi tentang uang gereja. Ketika wajahku membengkak karena pukulan itu, mereka mengoleskan es untuk meredakan bengkak itu dan kemudian melanjutkan pukulan mereka. Jika bukan karena perlindungan Tuhan, aku pasti sudah mati jauh sebelum itu. Ketika para petugas jahat itu melihat bahwa aku tetap tidak mau berbicara, mereka mulai menyetrum paha dan pangkal pahaku dengan tongkat kejut listrik. Setiap kali mereka menyetrumku, sekujur tubuhku akan berguncang dan kejang-kejang karena rasa sakit. Karena mereka telah memborgolku pada bangku logam, tidak mungkin untuk menghindar, jadi aku hanya bisa menerima pukulan, injakan dan penghinaan apa pun yang mereka lakukan. Kata-kata tidak dapat menggambarkan penderitaan hebat yang kualami, tetapi, sepanjang semua itu, para polisi hanya tertawa terbahak-bahak. Yang lebih mengerikan lagi, seorang polisi muda menggunakan sepasang sumpit untuk menjepit putingku dan kemudian memutarnya sekeras mungkin. Rasanya sangat menyakitkan sampai-sampai aku berteriak sekeras mungkin. Mereka juga menaruh botol air dingin di antara kedua kakiku pada pangkal pahaku dan kemudian memaksakan air dengan bubuk wasabi yang dilarutkan ke dalam hidungku. Seluruh rongga hidungku terbakar dan rasa panas yang menyengat sepertinya meluncur ke otakku. Aku tidak berani menarik napas. Polisi jahat lainnya mengisap rokoknya dalam-dalam dan mengembuskan asapnya tepat ke hidungku, membuatku batuk-batuk keras. Sebelum aku sempat menarik napas, polisi lain mengangkat bangku kayu dan meletakkan kakiku di atasnya sehingga telapak kakiku terbuka. Kemudian dia mengambil batang baja dan memukul telapak kakiku berkali-kali. Rasanya sangat menyakitkan hingga kupikir kakiku akan remuk; aku menjerit kesakitan berulang kali. Tak lama kemudian, telapak kakiku bengkak dan memerah. Polisi jahat itu menyiksaku tanpa henti. Jantungku berdebar kencang dan kupikir aku berada di ambang kematian. Mereka kemudian memberiku semacam obat jantung Tiongkok tradisional yang bereaksi cepat, dan segera setelah aku mulai pulih, mereka mulai memukuliku lagi dan mengancamku, mengatakan: "Jika kau tidak berbicara, kami akan membekukanmu dan menghajarmu sampai mati! Bagaimanapun juga, tak seorang pun yang akan tahu! Jika kau tidak mengaku hari ini, kami dapat terus bermain-main selama beberapa hari lagi dan lihat siapa yang bisa bertahan lebih lama. Kami akan membawa suami dan putramu untuk melihat seperti apa rupamu sekarang dan jika kau tetap tidak memberi tahu kami, kami akan memastikan bahwa mereka berdua dipecat dari pekerjaan mereka!" Mereka bahkan membuat pukulan sarkastik padaku dengan mengatakan: "Bukankah kau percaya kepada Tuhan? Mengapa Tuhanmu tidak datang dan menyelamatkanmu? Kurasa Tuhanmu tidak sehebat itu!" Aku membenci kawanan binatang buas yang kejam, jahat dan biadab ini dengan sepenuh hati dan jiwaku. Sangat sulit untuk menahan siksaan kejam mereka dan bahkan lebih sulit untuk menanggung fitnah mereka terhadap Tuhan. Karena itu, aku berseru dengan putus asa kepada Tuhan, memohon agar Dia menjagaku, mengaruniakan kepadaku iman, kekuatan dan kemauan untuk menanggung penderitaan, sehingga aku dapat berdiri teguh. Tepat pada saat itu, firman Tuhan muncul di benakku: "Selama akhir zaman ini engkau semua harus menjadi saksi bagi Tuhan. Seberapa besarnya pun penderitaanmu, engkau harus menjalaninya sampai akhir, dan bahkan sampai helaan napasmu yang terakhir, engkau tetap harus setia kepada Tuhan, dan berada dalam pengaturan Tuhan; hanya inilah yang disebut benar-benar mengasihi Tuhan, dan hanya inilah kesaksian yang kuat dan bergema" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Hanya Dengan Mengalami Ujian-Ujian yang Menyakitkan Engkau Semua Bisa Mengenal Keindahan Tuhan"). Aku merenungkan dalam hatiku: "Itu benar! Kehendak Tuhan bagiku adalah untuk menjadi kesaksian bagi Dia di hadapan Iblis, jadi aku harus menanggung semua rasa sakit dan penghinaan ini demi memuaskan Tuhan. Bahkan jika aku hanya memiliki satu tarikan napas yang tersisa, aku harus tetap setia kepada Tuhan, karena dari semua inilah kesaksian yang kuat dan bergema terbentuk, dan inilah yang akan mempermalukan si iblis tua." Dengan tuntunan firman Tuhan, aku merasakan kepercayaan dan iman yang diperbarui dalam hatiku. Aku rela menerobos kekuatan kegelapan; bahkan jika itu berarti kematianku, aku harus memuaskan Tuhan kali ini. Kemudian sebuah nyanyian pujian gereja muncul di benakku: "Aku akan memberikan kasih dan kesetiaanku kepada Tuhan dan menyelesaikan misiku untuk memuliakan Tuhan. Aku bertekad untuk berdiri teguh dalam kesaksian bagi Tuhan, dan tidak pernah menyerah kepada Iblis. Oh, kepalaku mungkin hancur dan darahku tercurah, tetapi keberanian umat Tuhan tidak akan pernah hilang. Nasihat Tuhan ada dalam hati, aku bertekad mempermalukan Iblis. Kesulitan dan penderitaan digariskan oleh Tuhan, aku akan menanggung penghinaan supaya menjadi setia kepada-Nya. Aku tidak akan pernah lagi membuat Tuhan menitikkan air mata atau khawatir" ("Aku Berharap Melihat Hari Kemuliaan Tuhan" dalam "Ikuti Anak Domba dan Nyanyikan Lagu Baru"). "Itu benar!" Aku berpikir dalam hati. "Aku seharusnya tidak memenuhi hawa nafsu dagingku. Selama ada kesempatan bagiku untuk mempermalukan Iblis dan menghibur hati Tuhan, aku rela menyerahkan hidupku kepada-Nya." Setelah niatku menjadi teguh, tak peduli bagaimana setan-setan itu menyiksaku atau mencoba memperdayaku dengan rencana licik mereka, aku mengandalkan Tuhan dalam hatiku dari awal hingga akhir. Firman Tuhan mencerahkan dan membimbingku dari dalam batinku, memberiku iman dan kekuatan, dan memungkinkanku untuk mengatasi kelemahan tubuhku. Polisi jahat itu terus menyiksaku dengan hawa dingin: mereka menggosokkan es batu di sekujur tubuhku, membiarkanku sangat dingin dan menggigil sehingga rasanya seolah-olah aku terkunci di gua es. Gigiku menggeletuk keras dan kulitku berubah biru lebam. Sekitar pukul dua pagi, setelah disiksa sampai-sampai aku menginginkan kematian, aku tidak bisa berbuat apa-apa selain kembali mulai menjadi lemah. Tidak tahu berapa lama lagi aku harus menanggung penderitaan itu, aku hanya bisa memohon kepada Tuhan berulang-ulang di dalam hatiku: "Ya Tuhan, dagingku terlalu lemah dan aku tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Kumohon selamatkanlah aku!" Syukur kepada Tuhan karena menjawab doaku; tepat ketika aku tidak tahan lagi, polisi jahat itu memutuskan untuk menghentikan interogasi mereka karena tidak membuahkan hasil apa pun.

Beberapa saat setelah jam 2 siang pada tanggal 31 Desember, polisi jahat itu menyeretku kembali ke selku. Tubuhku memar dan babak belur dari ujung kepala sampai ujung kaki. Tanganku bengkak seperti balon; semuanya biru lebam. Wajahku bengkak sepertiga lebih besar dari ukuran normal, berwarna hijau kebiruan, kasar bila disentuh, dan benar-benar mati rasa. Beberapa bagian di tubuhku mengalami luka bakar karena disetrum. Ada lebih dari dua puluh tahanan di sel pada saat itu, dan ketika mereka melihat bagaimana aku telah disiksa oleh setan-setan itu, mereka semua menangis. Beberapa dari mereka bahkan tidak berani menatapku, dan seorang anggota Partai Komunis muda berkata: "Saat aku keluar dari sini, aku akan mundur dari keanggotaanku." Seorang kuasa hukum bertanya kepadaku, "Di kantor mana orang-orang yang memukulimu itu bekerja? Siapa nama mereka? Katakan, aku akan mengunggah semuanya di website asing dan membeberkan mereka. Mereka mengatakan Tiongkok adalah tempat yang manusiawi, tetapi di mana perikemanusiaan di sini? Ini benar-benar kebiadaban!" Nasibku memicu kemarahan banyak tahanan, dan mereka dengan geram berseru: "Aku tidak pernah membayangkan Partai Komunis bisa begitu kejam—aku tidak percaya mereka melakukan tindakan berbahaya seperti itu. Percaya kepada Tuhan adalah hal yang baik, itu membuat orang tidak melakukan tindak kejahatan. Bukankah mereka mengatakan bahwa Tiongkok memiliki kebebasan beragama? Ini jelas bukan kebebasan beragama! Di Tiongkok, jika kau memiliki uang dan kekuasaan, kau memiliki segalanya. Para penjahat yang sesungguhnya masih berkeliaran bebas dan tak seorang pun yang berani menangkap mereka. Para narapidana yang dijatuhi hukuman mati dibebaskan segera setelah mereka membayar pejabat pemerintah. Tidak ada keadilan atau kesetaraan yang ditemukan di negara ini! ...." Pada saat itu, aku hanya bisa mengingat kata-kata ini dari firman Tuhan: "Sekaranglah saatnya: manusia sudah lama mengumpulkan seluruh kekuatannya, ia telah mencurahkan segenap upayanya dan membayar harga apa pun untuk ini, untuk menyingkapkan wajah Iblis dan membuat orang-orang, yang selama ini telah dibutakan dan yang telah mengalami segala macam penderitaan dan kesulitan untuk bangkit dari rasa sakit mereka dan berpaling dari si Iblis tua yang jahat ini" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pekerjaan dan Jalan Masuk (8)"). "Apakah engkau semua benar-benar membenci si naga merah yang sangat besar? Apakah engkau benar-benar membencinya? Mengapa Aku harus menanyakannya kepadamu berkali-kali? Kenapa terus menanyakan pertanyaan ini kepadamu? Gambar naga merah yang sangat besar seperti apa yang ada di hatimu? Apakah gambar itu sudah benar-benar disingkirkan? Apakah engkau benar-benar tidak menganggapnya sebagai bapamu? Semua orang harus mengenali tujuan di balik pertanyaan-Ku. Itu bukanlah bertujuan membangkitkan amarah dalam diri manusia, atau memicu pemberontakan di antara manusia, ataupun supaya manusia menemukan jalan keluarnya sendiri, melainkan supaya semua orang bisa melepaskan diri sendiri dari ikatan si naga merah yang sangat besar" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Firman Tuhan kepada Seluruh Alam Semesta, Bab 28"). Firman Tuhan merupakan penghiburan besar bagiku. Aku tidak pernah membayangkan bahwa esensi bengis, jahat, kejam dari pemerintahan PKT dapat terungkap melalui penyiksaan kejam yang kuderita, bahwa ini dapat memungkinkan orang-orang tidak percaya melihat pemerintahan PKT seperti apa adanya, dan bangkit bersama untuk membenci dan meninggalkan iblis tua itu. Ini benar-benar merupakan pekerjaan dari hikmat dan kemahakuasaan Tuhan. Di masa lalu, aku telah memandang PKT sebagai matahari merah yang besar, sebagai penyelamat rakyat, tetapi setelah menjadi korban penganiayaan dan siksaan yang tidak manusiawi dari pemerintahan PKT, pandanganku tentang mereka telah berubah sepenuhnya. Aku benar-benar melihat pengabaiannya terhadap kehidupan manusia, bagaimana PKT dengan biadab menganiaya umat pilihan Tuhan, menentang Surga, dan merupakan roh jahat yang melakukan tindak kejahatan mengerikan—PKT merupakan reinkarnasi iblis dan setan yang melawan Tuhan. Tuhan adalah Tuhan atas ciptaan, dan manusia adalah ciptaan. Hal yang wajar dan benar untuk percaya kepada Tuhan, tetapi pemerintah PKT menciptakan banyak tuduhan palsu untuk secara sewenang-wenang menangkap dan menyiksa para pengikut Tuhan, sangat berharap untuk menyapu bersih semua pengikut Tuhan. Dengan melakukan hal itu, mereka telah benar-benar menyingkapkan natur jahat dari cara-cara mereka yang membenci dan memusuhi Tuhan. Dengan pemerintah PKT yang berfungsi sebagai kontras, esensi dari kebaikan dan kasih Tuhan menjadi semakin jelas bagiku. Tuhan berinkarnasi menjadi manusia dua kali dan, selama dua kali Ia berinkarnasi, Ia telah menderita melalui penganiayaan dan kesukaran yang sangat besar serta pengejaran oleh iblis. Namun, melalui itu semua, Tuhan dalam diam menanggung semua serangan dan penderitaan, melakukan pekerjaan-Nya demi menyelamatkan umat manusia. Kasih Tuhan kepada manusia sungguh besar! Pada saat itu, aku membenci gerombolan setan itu dengan segenap hati dan jiwaku serta merasa sangat menyesal karena di masa lalu, aku tidak sungguh-sungguh mengejar kebenaran atau memenuhi tugasku untuk membalas kasih Tuhan. Aku berpikir dalam hati, jika suatu hari aku berhasil keluar dari tempat itu hidup-hidup, aku akan mengabdikan diriku lebih banyak lagi untuk memenuhi tugas-tugasku dan membiarkan Tuhan mendapatkan hatiku.

Kemudian, polisi jahat menginterogasiku empat kali lagi. Mereka tidak bisa mendapatkan apa pun dariku, jadi mereka hanya mengarang tuduhan "mengganggu ketertiban umum" dan membebaskan aku dengan uang jaminan satu tahun, ditetapkan sebesar 5.000 RMB, sambil menunggu persidangan. Akhirnya aku dibebaskan pada 22 Januari 2013, setelah keluargaku mengirimkan jaminan untukku. Setelah kembali ke rumah, setiap kali melihat es di jendela, jantungku akan mulai berpacu. Penglihatanku berkurang secara signifikan, radang sendiku juga memburuk, dan aku memang mengalami masalah ginjal. Aku terus-menerus merasa kedinginan, rentan terhadap serangan panik, kedua tanganku mati rasa, wajahku telah melepaskan lapisan kulitnya, dan aku sering mengalami rasa sakit yang tak tertahankan di paha bagian dalam sampai-sampai membangunkan aku dari tidurku. Ini semua merupakan bukti penyiksaan iblis-iblis itu.

Setelah mengalami penganiayaan kejam yang tidak manusiawi dari pemerintahan PKT, meskipun aku telah menderita segala macam penyiksaan daging, hubunganku dengan Tuhan semakin dekat, aku mendapatkan pemahaman yang lebih nyata tentang hikmat, kemahakuasaan, kasih dan keselamatan Tuhan, dan aku memperkuat tekadku untuk mengikuti Tuhan Yang Mahakuasa. Aku bertekad untuk mengikuti Tuhan selama sisa hidupku dan berusaha menjadi orang yang mengasihi Tuhan. Melalui penganiayaan kejam pemerintahan PKT, aku secara pribadi mengalami kasih, pemeliharaan, dan perlindungan Tuhan. Jika firman Tuhan tidak menuntun di setiap langkahku, memberiku kekuatan dan iman, aku tidak akan pernah sanggup menanggung semua penyiksaan dan penganiayaan tidak manusiawi yang kualami. Melalui pengalamanku tentang situasi unik ini, aku jadi sepenuhnya menyadari bahwa pemerintah PKT tidak lain adalah Iblis, si setan yang menentang dan memusuhi Tuhan. Dalam upayanya untuk mengubah Tiongkok menjadi negara ateis dan mengambil alih dunia, PKT tidak pernah berhenti dan melakukan segala daya untuk mengusir Tuhan dari dunia ini. Dengan gila-gilaan PKT mengejar, menangkap dan menganiaya orang-orang yang mengikuti Tuhan dengan tujuan memberantas semua pengikut-Nya, menyapu bersih mereka semua dalam jaringnya dan, dengan demikian, menghapuskan pekerjaan Tuhan sepenuhnya. Pemerintahan PKT benar-benar sangat jahat! PKT tidak lebih dari binatang jahat yang menelan manusia seluruhnya—PKT adalah kekuatan kegelapan setan yang mengaktifkan kejahatan, menentang surga, dan merintangi keadilan. Di Tiongkok, pemerintahan PKT membiarkan para pelaku kejahatan yang menindas dan menganiaya orang-orang baik setiap hari untuk berkeliaran dengan bebas, bahkan memberi mereka bagian dalam kekuatan hukum dan politik. PKT bergaul akrab dan berfoya-foya dengan para gangster dan penjahat yang terlibat dalam prostitusi, perjudian, dan penyelundupan narkoba; PKT bahkan membantu melindungi kepentingan para pelaku kejahatan itu. Hanya para pengikut Tuhan yang menempuh jalan yang benar dalam kehidupan ini yang dianggap oleh pemerintahan PKT sebagai musuhnya, secara sewenang-wenang menindas dan menangkap mereka, dan dengan kejam menganiaya mereka sampai-sampai banyak keluarga orang percaya terpecah-belah, orang-orang yang terkasih tercerai-berai, dan mereka tidak dapat kembali ke rumah. Banyak dari mereka tidak bisa menetap, tetapi harus menjalani kehidupan gelandangan jauh dari rumah. Ada pula yang mengalami penyiksaan kejam dan bahkan dipukuli sampai lumpuh atau mati karena kepercayaan mereka kepada Tuhan. ... Sangat jelas bahwa pemerintahan PKT adalah kejam dan tidak manusiawi, penjagal manusia, setan, Iblis. Pada akhirnya, PKT tidak akan luput dari hukuman Tuhan yang adil atas dosa-dosa mengerikan yang telah dilakukannya. Sebab, Tuhan Yang Mahakuasa telah berfirman sejak lama: "Sarang para setan pasti akan dihancurkan berkeping-keping oleh Tuhan, dan engkau semua akan berdiri di sisi Tuhan—engkau adalah milik Tuhan, dan bukan milik kerajaan para budak ini. Tuhan sudah sejak lama sangat membenci masyarakat yang gelap ini. Dia menggertakkan gigi-Nya, ingin sekali kaki-Nya menginjak-injak si ular tua yang jahat dan keji ini, sehingga ia tidak akan pernah bangkit lagi dan tidak akan pernah lagi menyiksa manusia; Dia tidak akan mengampuni tindakannya di masa lalu, Dia tidak akan menoleransi kecurangannya terhadap manusia, dan Dia akan membalaskan semua dosa yang dilakukannya dari zaman ke zaman. Tuhan tidak akan sedikit pun membiarkan biang keladi dari seluruh kejahatan[1] ini lolos dari hukuman, Dia akan menghancurkannya sama sekali" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pekerjaan dan Jalan Masuk (8)"). Kebenaran Tuhan layak menerima pujian dan penghargaan dan Dia akan menghalau dan menghancurkan kerajaan Iblis. Kerajaan Tuhan akan ditegakkan di sini di bumi dan kemuliaan Tuhan pasti akan meliputi seluruh alam semesta!

Catatan kaki:

1. "Biang keladi dari seluruh kejahatan" merujuk pada si iblis tua. Frasa ini mengungkapkan kebencian yang amat sangat.

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Hanya untuk 300.000 Yuan

Oleh Saudara Li Ming, TiongkokSekitar pukul 9 malam pada 9 Oktober 2009, ketika aku, istri, dan putriku sedang mengadakan pertemuan,...

Satu Cobaan Demi Cobaan Lain

Suatu pagi di bulan April 2009, sekitar pukul 9 pagi, saat baru saja melangkah ke luar jalan setelah sebuah pertemuan, aku dan Saudari Ding...