Meloloskan Diri dari Kematian

07 November 2019

Oleh Saudara Wang Cheng, Tiongkok

Tuhan Yang Mahakuasa berkata: "Tuhan selalu hadir dalam hati manusia, dan Dia selalu tinggal di antara manusia. Dia menjadi penggerak hidup manusia, akar keberadaan manusia, dan simpanan berlimpah bagi keberadaan manusia setelah dilahirkan. Dia membuat manusia dilahirkan kembali, dan memampukan manusia untuk hidup dengan gigih dalam setiap perannya. Berkat kuasa-Nya, dan daya hidup-Nya yang tidak terpadamkan, manusia telah hidup dari generasi ke generasi, dan selama itulah kuasa hidup Tuhan telah menjadi landasan bagi keberadaan manusia, dan yang untuknya Tuhan telah membayar harga yang tidak pernah dibayarkan oleh manusia biasa mana pun. Daya hidup Tuhan dapat menang atas kekuatan mana pun; terlebih lagi, daya hidup-Nya melampaui kekuatan apa pun. Hidup-Nya kekal, kuasa-Nya menakjubkan, dan daya hidup-Nya tidak bisa ditundukkan oleh makhluk ciptaan atau kekuatan musuh mana pun. Daya hidup Tuhan sungguh ada dan memancarkan cahaya terangnya kapan pun dan di mana pun. Langit dan bumi mungkin mengalami perubahan dahsyat, tetapi hidup Tuhan tetap sama selama-lamanya. Segala sesuatu mungkin berlalu, tetapi hidup Tuhan akan tetap, karena Tuhan adalah sumber keberadaan dari segala sesuatu, dan akar dari keberadaannya" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Hanya Kristus Akhir Zaman yang Bisa Memberi Manusia Jalan Hidup yang Kekal"). Ketika aku membaca bagian ini sebelumnya, aku hanya memahaminya secara teori, tetapi aku tidak pernah benar-benar memahami atau menghargainya. Kemudian, aku ditangkap, dianiaya, dan disiksa secara kejam oleh PKT, dan firman Tuhan-lah yang membimbingku untuk meloloskan diri dari kematian, berkali-kali, sementara Iblis menghancurkanku. Aku melihat perbuatan Tuhan yang ajaib dan mengalami bahwa otoritas firman-Nya melampaui segalanya. Aku mendapatkan beberapa pemahaman tentang Tuhan dan imanku bertumbuh.

Saat itu tahun 2006, ketika tanggung jawabku di gereja adalah membawa buku-buku firman Tuhan untuk dicetak. Aku ingat sekali, saat pengiriman, beberapa saudara-saudari yang bertanggung jawab atas pengiriman buku-buku itu dan seorang sopir dari tempat percetakan yang kami pekerjakan semuanya ditangkap polisi PKT. Sepuluh ribu eksemplar Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia yang ada di dalam mobil itu semuanya disita. Sopir itu mengkhianati kami, sehingga sekitar puluhan saudara-saudari akhirnya ditangkap. Kasus itu menghebohkan dua provinsi, dan kemudian Komite Sentral mulai mengawasinya. PKT kemudian mengetahui bahwa aku adalah seorang pemimpin gereja, dan sampai menugaskan polisi bersenjata untuk menyelidiki ruang lingkup pekerjaanku. Pada saat itu, mereka menyita dua mobil dan satu truk dari tempat percetakan yang dengannya kami bekerja sama, serta uang tunai sebesar 65.500 yuan dari mereka. Mereka juga menyita 3.000 yuan lebih dari saudara-saudari yang membantu pengiriman. Polisi datang untuk menggeledah rumahku dua kali setelah itu, dengan selalu mendobrak pintu. Mereka merusak dan menghancurkan apa pun yang mereka pegang, meninggalkan rumah dalam keadaan berantakan. PKT akhirnya tidak menangkapku, tetapi mereka menangkap tetanggaku dan orang lain yang berhubungan denganku, dan berusaha untuk memaksa mereka membocorkan keberadaanku.

Aku tak punya pilihan selain melarikan diri ke rumah kerabat yang sangat jauh untuk meloloskan diri dari penangkapan dan penganiayaan PKT. Di luar dugaanku, malam ketigaku di sana, polisi dari kampung halamanku berkoordinasi dengan polisi bersenjata dan polisi kriminal setempat, dan lebih dari 100 orang mengepung rumah kerabatku sehingga tak ada apa pun yang bisa keluar. Polisi kemudian menyerbu masuk ke dalam rumah. Sekitar puluhan polisi mengarahkan senjata mereka ke kepalaku, dan salah seorang dari mereka berteriak, "Bergerak sedikit saja dan kau mati!" Mereka bergegas menyerbu untuk memborgolku, menarik lengan kananku ke belakang di atas bahuku dan menarik lengan kiriku ke atas dari belakang. Mereka tidak bisa memborgolku, jadi mereka menginjakkan satu kaki di punggungku untuk menarik lenganku ke atas, kemudian secara paksa memborgol pergelangan tanganku. Rasa sakitnya tak tertahankan. Mereka merampas 650 yuan yang mereka temukan padaku dan bertanya di mana uang gereja disimpan, menyuruhku menyerahkan semuanya. Ini membuatku sangat marah. "Polisi rakyat" macam apa mereka? Aku menghadiri pertemuan, membaca firman Tuhan, dan melakukan tugasku dalam kepercayaanku, tetapi mereka mengumpulkan kekuatan yang sangat besar dan bersusah-payah hanya untuk menangkapku, dan sekarang mereka ingin merampas dan mencuri uang gereja. Benar-benar menggelikan! Melihatku diam, seorang petugas menghampiri dan memukulku dua kali dengan sangat keras, Menendangku sampai jatuh ke lantai. Mereka kemudian menendangiku seperti bola. Aku pingsan karena kesakitan. Ketika sadar, aku berada di dalam mobil polisi dalam perjalanan kembali ke kampung halamanku. Polisi membelengguku dengan rantai yang berat, dengan leherku dirantai di ujung yang satu, dan kedua kakiku di ujung lainnya. Yang bisa kulakukan adalah meringkuk, menghadap ke bawah, lalu bersandar pada dada dan kepalaku untuk menjaga agar tidak terjatuh. Melihat kesengsaraan yang kualami, polisi hanya menertawakanku dan melontarkan kata-kata kotor kepadaku. Aku tahu betul bahwa mereka memperlakukanku seperti itu karena kepercayaanku kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Ayat yang diucapkan Tuhan pada Zaman Kasih Karunia ini muncul di benakku: "Jika dunia membenci engkau, ketahuilah bahwa ia sudah membenci Aku lebih dahulu sebelum ia membenci engkau" (Yohanes 15:18). Semakin mereka mempermalukanku seperti itu, semakin jelas aku melihat keburukan mereka dan natur setan mereka yang jahat yang membenci Tuhan. Aku jauh lebih membenci mereka. Aku terus-menerus berseru kepada Tuhan dalam doa di dalam hatiku, memohon kepada Tuhan untuk melindungi hatiku, sehingga apa pun penyiksaan yang akan kuhadapi, aku dapat menjadi kesaksian dan mempermalukan Iblis. Setelah berdoa, aku teringat firman Tuhan: Tuhan berkata: "Tenanglah di dalam diri-Ku, karena Akulah Tuhanmu, satu-satunya Penebusmu. Engkau harus selalu menenangkan hatimu dan hidup di dalam-Ku; Akulah batu karangmu, penopangmu" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 26"). Benar. Segala sesuatu tentang manusia berada dalam jangkauan dan pengaturan Tuhan, dan Tuhan-lah yang menentukan apakah kita hidup atau mati. Dengan dukungan Tuhan Yang Mahakuasa, apa yang perlu kutakutkan? Pemikiran ini memperbarui imanku, dan aku menjadi mau bersandar kepada Tuhan untuk menghadapi siksaan kejam yang sedang menantiku.

Aku tidak tahu berapa kali aku pingsan karena kesakitan sekitar lebih dari 18 jam dalam perjalanan. Aku hanya ingat bahwa saat itu sudah lewat pukul 2 pagi ketika aku sampai di rumah tahanan di kampung halamanku. Rasanya seakan semua darah di tubuhku telah membeku. Tangan dan kakiku sangat bengkak sampai kebas dan mati rasa, dan aku sama sekali tak mampu menggerakkannya. Aku mendengar beberapa petugas membicarakanku, berkata, "Apa orang itu sudah mati?" Setelah itu, mereka menarik rantaiku dan menyeretku. Aku merasakan gerigi borgol itu menusuk sampai ke dalam dagingku, dan kemudian mereka menyeretku keluar dari mobil dengan kasar dan melemparkanku ke lantai. Aku pingsan karena kesakitan. Segera setelah itu, seorang petugas menendangku dengan kuat sampai aku tersadar, kemudian menyeretku dengan kasar ke sel hukuman mati. Keesokan harinya, sekitar puluhan polisi, semuanya membawa senjata, menjemputku dari rumah tahanan dan membawaku ke sebuah tempat terpencil di luar pinggiran kota. Ada halaman luas yang dikelilingi tembok tinggi. Itu terlihat dijaga sangat ketat. Ada para polisi bersenjata yang berjaga-jaga, dan "Pangkalan Pelatihan Anjing Polisi" tertulis di pintu. Begitu berada di dalam ruangan, aku melihat segala macam alat penyiksaan di sana. Melihat itu membuatku sangat ketakutan. Polisi pertama-tama membuatku berdiri di tengah halaman dan memerintahkanku untuk tidak bergerak. Mereka membuka sebuah kandang dan melepaskan empat anjing ganas keluar dari sana, kemudian menunjuk ke arahku dan memberi perintah pada anjing-anjing itu, "Pergi, bunuh!" Keempat anjing itu semua berlari ke arahku dengan buas dan aku segera menutup mataku karena takut. Aku terpana dan ada suara mendengung di kepalaku. Aku hanya punya satu pemikiran: "Ya Tuhan! Selamatkan aku! Selamatkan aku!" Aku berseru kepada Tuhan di dalam hatiku berulang kali. Setelah beberapa saat, tiba-tiba aku menyadari bahwa anjing-anjing itu hanya menggigiti pakaianku, dan sama sekali tidak melukaiku. Juga ada seekor anjing yang naik ke pundakku, mengendusku dan menjilati wajahku. Anjing itu juga tidak melukaiku. Tiba-tiba aku teringat akan Nabi Daniel dari Alkitab. Dia dilemparkan ke dalam gua singa karena dia menyembah Tuhan, tetapi Tuhan menyertainya. Dia mengutus para malaikat untuk menutup mulut singa-singa itu, sehingga singa yang lapar tidak melukai Daniel. Pemikiran itu memberiku iman yang lebih besar. Aku benar-benar merasa bahwa semua ada di tangan Tuhan, dan entah aku hidup atau mati terserah kepada-Nya. Kupikir, "Jika aku menjadi martir hari ini, itu akan menjadi suatu kehormatan dan aku tidak akan mengeluh." Aku tidak dibatasi oleh pemikiran akan kematian, dan setelah aku rela menyerahkan nyawaku untuk menjadi kesaksian bagi Tuhan, aku kembali melihat perbuatan Tuhan yang ajaib. Aku bisa mendengar polisi-polisi itu berteriak, "Bunuh! Bunuh!" Namun anjing-anjing hanya menghampiri dan menggigiti pakaianku, mengendusku dan menjilatiku, lalu berbalik dan pergi menjauh. Polisi menghentikan anjing-anjing itu dan berusaha membuatnya kembali dan menyerangku, tetapi anjing-anjing itu tercerai-berai dalam kepanikan dan pergi menjauh, dan mereka tetap tidak menggigitku. Para polisi kebingungan dan berkata, "Aneh sekali, anjing-anjing itu tidak mau menggigitnya!" Mendengar ini membuatku teringat akan firman Tuhan: "Hati dan roh manusia berada di tangan Tuhan, segala sesuatu dalam kehidupannya berada dalam pengamatan mata Tuhan. Entah engkau memercayainya atau tidak, setiap dan segala hal, apakah hidup atau mati, akan berganti, berubah, diperbarui, dan lenyap sesuai dengan pemikiran Tuhan. Begitulah cara Tuhan memimpin segala sesuatu" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Tuhan adalah Sumber Kehidupan Manusia"). Masih hidup dan tak terluka di tengah-tengah sekawanan anjing polisi adalah Tuhan yang melindungiku secara diam-diam, menunjukkan kepadaku kemahakuasaan dan perbuatan-Nya yang ajaib. Imanku kepada Tuhan semakin bertumbuh.

Melihat segalanya tidak berjalan seperti yang mereka harapkan, para polisi membawaku ke dalam ruang penyiksaan dan menggantungku di dinding dengan borgol. Ada rasa sakit yang seketika menusuk di pergelangan tanganku seolah-olah kedua-duanya tersentak. Mereka tetap tidak berhenti, tetapi mulai memukuli dan menendangiku. Ketika yang seorang kehabisan tenaga, yang lainnya akan mengambil alih. Aku dipukuli sampai lebam dan kehilangan banyak darah. Malam tiba dan mereka tetap tidak melepaskanku. Saat aku mengejamkan mata sejenak saja, mereka pasti menyetrumku dengan tongkat kejut listrik mereka, dan seorang polisi berkata saat dia memukuliku, "Jika seseorang membuatmu pingsan, aku akan membangunkanmu dengan cara yang sama persis!" Ketika aku mendengar dia mengatakan ini, aku tahu bahwa Iblis sedang mencoba segala macam siksaan kejam untuk membuatku menyerah, sehingga ketika aku tersiksa sampai tak tahan lagi dan aku tak mampu berpikir jernih, mereka akan mendapatkan informasi tentang gereja dariku. Kemudian mereka dapat menangkap saudara-saudari dan merampas uang gereja. Aku mengertakkan gigiku, menahan rasa sakit, dan memperingatkan diriku sendiri: "Bahkan jika aku digantung, aku tak akan pernah menyerah kepada Iblis!" Mereka terus menyiksaku seperti itu sampai subuh keesokan harinya. Aku merasa seperti sama sekali kehabisan tenaga, bahwa kematian akan menjadi kelegaan, dan aku tidak punya kekuatan untuk bertahan lagi. Aku berseru kepada Tuhan tanpa henti di dalam hatiku: "Ya Tuhan! Dagingku lemah, dan aku benar-benar tak tahan lagi. Sementara aku masih bernapas, sementara pikiranku masih jernih, kumohon ambillah nyawaku. Aku tidak mau menjadi Yudas dan mengkhianati-Mu." Setelah berdoa, aku teringat akan firman Tuhan ini: "Dalam tahap pekerjaan Tuhan ini Tuhan menjadi manusia dan bahkan dilahirkan di tempat kediaman si naga merah yang sangat besar, maka lebih dari sebelumnya, Dia menghadapi bahaya yang ekstrem dengan datang ke bumi kali ini. Yang dihadapi-Nya adalah pisau dan senapan, serta gada dan pentungan; yang dihadapi-Nya adalah pencobaan; yang dihadapi-Nya adalah orang banyak dengan wajah bertampang ingin membunuh. Dia berisiko terbunuh setiap saat" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pekerjaan dan Jalan Masuk (4)"). Tuhan adalah Sang Pencipta. Dia sangat berkuasa, sangat mulia. Dia menjadi daging dua kali, menanggung penghinaan yang sangat besar demi mengungkapkan kebenaran dan menyelamatkan manusia, selalu diburu untuk ditangkap dan dianiaya Iblis, dikutuk dan ditolak oleh dunia keagamaan, dan ditolak oleh dua generasi. Penderitaan Tuhan sangat besar. Merenungkan kasih Tuhan sangat mengharukan bagiku, dan aku bertekad, "Selama aku masih bisa bernapas, aku akan menjadi kesaksian dan mempermalukan Iblis!" Melihatku diam dan tidak minta belas kasihan untuk waktu yang lama, polisi takut mereka akan memukuliku sampai mati dan tidak dapat menyerahkan laporan mereka. Mereka berhenti memukuliku, tetapi meninggalkanku begitu saja tergantung di dinding selama dua hari dua malam lagi.

Cuaca saat itu sangat dingin. Aku mengenakan pakaian yang sangat tipis dan basah kuyup, ditambah lagi, aku belum makan selama berhari-hari. Aku merasa sepertinya tak mampu bertahan lebih lama lagi. Pada saat itulah polisi mencoba tipu daya mereka yang lain, memanggil seorang psikolog untuk mencoba memengaruhi pemikiranku, untuk mencuci otakku. Psikolog itu berkata, "Kau masih muda, punya orang tua dan anak-anak. Sejak penangkapanmu, orang-orang percaya lainnya, termasuk pemimpinmu, belum menunjukkan kepeduliannya kepadamu. Bukankah bodoh jika kau banyak menderita mewakili mereka?" Mendengar kebohongan ini, kupikir, "Jika saudara-saudaraku datang mengunjungiku, bukankah mereka akan masuk ke dalam perangkap? Kau mencoba menipu dan membujukku dengan tipuan ini, untuk menghasutku terhadap saudara-saudari sehingga aku akan salah paham, menyalahkan, dan menolak Tuhan. Aku tak akan membiarkanmu berhasil." Berkat perlindungan Tuhan, aku menyadari tipu daya Iblis dan tidak terjebak. Merasa kalah, psikolog itu kemudian menggelengkan kepalanya dan berkata, "Orang ini tak tertolong. Apa pun yang kita lakukan, kita tidak bisa mendapatkan informasi apa pun darinya. Dia tak mau mengalah." Sambil mengatakan ini, dia menggelengkan kepalanya dan keluar ruangan dalam kekalahan.

Namun melihat bahwa mengambil pendekatan yang lebih lunak tidak berhasil, para polisi segera kembali menunjukkan sifat asli mereka dan menggantungku sehari lagi. Pada malam itu, aku sangat kedinginan sehingga aku menggigil dari kepala hingga kaki dan tanganku terasa seperti akan copot. Itu sangat menyakitkan. Pikiranku menjadi kabur, dan aku merasa aku benar-benar tidak bisa terus bertahan. Saat itu, sekelompok petugas tiba-tiba bergegas masuk, masing-masing memegang tongkat dengan panjang sekitar satu meter. Mereka mulai dengan kejam memukuli lutut dan pergelangan kakiku, dan beberapa petugas lainnya mulai mencubitiku. Aku sangat kesakitan sehingga aku ingin mati. Waktu itu, aku benar-benar tak berdaya. Aku akhirnya tidak tahan lagi, dan aku mulai menangis. Pemikiran mengkhianati Tuhan terlintas di benakku. Kupikir mungkin aku bisa berbicara tentang kepercayaanku sendiri selama aku tidak membawa saudara-saudariku ke dalamnya. Melihatku menangis, polisi menurunkanku ke lantai. Mereka membiarkanku terbaring di sana, memberiku sedikit air, dan membiarkanku beristirahat sejenak. Mereka mengeluarkan pena dan kertas yang telah mereka persiapkan sebelumnya, siap untuk mencatat. Tepat ketika aku tergelincir semakin dalam ke dalam pencobaan Iblis dan baru saja akan mengkhianati Tuhan, firman Tuhan tiba-tiba muncul dengan jelas di benakku: "Terhadap mereka yang tidak menunjukkan kepada-Ku sedikit pun kesetiaan selama masa-masa kesukaran, Aku tidak akan lagi berbelas kasihan, karena belas kasihan-Ku hanya sampai sejauh ini. Lagipula, Aku tidak suka siapa pun yang pernah mengkhianati Aku, terlebih lagi, Aku tidak suka bergaul dengan mereka yang mengkhianati kepentingan teman-temannya. Inilah watak-Ku, ... Siapa pun yang menghancurkan hati-Ku tidak akan menerima pengampunan dari-Ku untuk kedua kalinya" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Persiapkan Perbuatan Baik yang Cukup demi Tempat Tujuanmu"). Ini membuatku sadar bahwa watak Tuhan tidak menoleransi pelanggaran, dan siapa pun yang mengkhianati Tuhan tidak akan pernah mendapatkan belas kasihan-Nya. Pikiranku tiba-tiba menjadi jernih dan aku teringat akan Yudas yang mengkhianati Tuhan Yesus demi 30 keping perak. Apalah aku akan benar-benar mengkhianati Tuhan demi kenyamanan fisik sesaat? Jika bukan karena firman Tuhan yang membimbing dan mencerahkanku tepat pada waktunya, aku mungkin telah mengkhianati Tuhan dan dikutuk untuk selamanya! Saat itu aku teringat dengan lirik sebuah lagu pujian: "Kepalaku mungkin hancur dan darahku tercurah, tetapi keberanian umat Tuhan tidak akan pernah hilang. Nasihat Tuhan ada dalam hati, aku bertekad mempermalukan Iblis" (Ikuti Anak Domba dan Nyanyikan Lagu Baru). Aku bersenandung dengan lagu ini di dalam hatiku dan merasakan imanku bertambah. Hidup dan matiku ada di tangan Tuhan, dan aku tahu aku harus menaati pengaturan-Nya. Selama aku masih bisa bernapas, aku harus menjadi kesaksian dan tidak pernah menyerah kepada setan-setan PKT!

Melihatku hanya berbaring di lantai tanpa bergerak sama sekali, mereka terus membujukku. Seseorang berkata, "Apakah pengorbananmu sepadan dengan penderitaan ini? Kami memberimu kesempatan untuk menebus kesalahanmu, memberi tahu kami apa yang kau ketahui. Kami sudah tahu segalanya, entah kau bicara atau tidak. Kami memiliki banyak saksi dan bukti untuk membuatmu dituntut dan dihukum." Melihat mereka mencoba semua tipu daya yang mereka punya untuk membuatku mengkhianati Tuhan dan mengkhianati orang-orang percaya lainnya, aku tak mampu menahan amarahku, dan aku berteriak kepada mereka, "Karena kalian sudah tahu segalanya, tak perlu lagi bertanya kepadaku. Bahkan jika aku tahu segalanya, aku tidak akan pernah memberitahu kalian!" Merasa jengkel, seorang petugas berkata, "Jika kau tidak bicara hari ini, itu akan menjadi kematianmu. Jangan pernah berpikir untuk keluar dari sini hidup-hidup!" Menanggapi itu, aku berkata, "Karena aku sudah jatuh ke tangan kalian, aku tak berharap bisa keluar hidup-hidup!" Marah, seorang petugas menendang perutku, membuatku merasa seakan isi perutku dikeluarkan Mereka semua kembali mengerumuniku dan mulai menendangi dan memukuliku, dan aku kembali pingsan karena kesakitan. Ketika aku sadar, aku digantung seperti sebelumnya, hanya kali ini lebih tinggi. Aku bisa merasakan seluruh tubuhku mulai membengkak dan aku bahkan tak mampu bicara. Namun berkat perlindungan Tuhan, aku sama sekali tidak merasakan kesakitan. Ketika malam tiba, empat petugas polisi berjaga mengawasiku dan mereka akhirnya tertidur di ruangan itu. Tiba-tiba, borgolku terlepas begitu saja dan aku jatuh ke lantai dengan perlahan seolah ditahan oleh sesuatu di bawahnya. Jika aku tidak mengalaminya sendiri, aku tidak akan pernah memercayainya! Kemudian aku teringat ketika Petrus berada di dalam penjara, dan seorang malaikat dari Tuhan menyelamatkannya. Pada saat itu, rantai Petrus terlepas begitu saja dan pintu penjaranya terbuka dengan sendirinya. Aku tak percaya aku bisa mengalami perbuatan ajaib Tuhan seperti yang dialami Petrus. Pada saat itu aku merasa aku benar-benar telah diangkat dan diberkati Tuhan! Dengan sangat terharu, aku bergegas berlutut di hadapan Tuhan dan menaikkan doa syukur. Aku berkata, "Ya Tuhan! Terima kasih atas belas kasihan dan pemeliharaan-Mu kepadaku. Aku disiksa berkali-kali oleh Iblis sampai hampir mati, dan Engkau secara diam-diam selalu melindungiku, mengizinkanku untuk melihat kemahakuasaan dan perbuatan-Mu yang ajaib." Doa ini membuatku merasa sangat tersentuh dan ada perasaan hangat di dalam hatiku. Aku sebenarnya ingin berdiri dan berjalan keluar, tetapi aku tak mampu menggerakkan tangan atau kakiku, jadi aku tidak pergi. Kemudian aku tertidur di lantai sampai keesokan harinya, aku terbangun saat polisi menendangku. Polisi-polisi jahat itu lalu mulai menyiksaku dengan cara baru. Mereka memindahkanku ke ruangan lain dan menyuruhku duduk di kursi harimau yang terhubung dengan listrik. Mereka mengikat leher dan kepalaku dengan klem besi dan mengunci kedua tanganku di kursi itu sehingga aku tak bisa bergerak sama sekali. Yang bisa kulakukan adalah berdoa dalam hati kepada Tuhan. Pada saat itu seorang petugas menyalakan saklar listrik dan sekitar puluhan polisi lainnya melayangkan pandangan mereka ke arahku, untuk melihat seperti apa rupaku ketika aku disetrum listrik. Mereka terkejut melihatku sama sekali tidak bereaksi. Mereka memeriksa semua kabel, dan setelah beberapa saat, ketika aku masih tidak bereaksi, salah seorang dari mereka berkata, "Apakah kursi harimaunya rusak? Mengapa tidak ada arus listrik?" Tanpa pikir panjang, dia menepukku dengan tangannya dan dengan satu sentakan, sengatan listik membuatnya terpental satu meter ke belakang di mana dia terbaring di lantai, menjerit kesakitan. Semua petugas lainnya sangat ketakutan mereka melarikan diri, dan salah seorang dari mereka tersandung dan jatuh karena terburu-buru ingin pergi. Beberapa saat berlalu sebelum dua petugas masuk kembali untuk melepaskanku, gemetar dengan ketakutan akan tersengat listrik. Aku telah duduk di kursi harimau itu selama setengah jam penuh tetapi sama sekali tidak merasakan aliran listrik. Rasanya seperti duduk di kursi biasa. Ini adalah pekerjaan Tuhan yang ajaib lainnya. Aku sangat tersentuh. Pada saat itu aku merasa sepertinya aku siap kehilangan apa pun, bahkan nyawaku. Asalkan Tuhan menyertaiku, itu sudah cukup.

Kemudian mereka membawaku kembali ke rumah tahanan. Tubuhku dipenuhi luka dan rasa sakit di tangan dan kakiku tak tertahankan. Seluruh tubuhku lemas dan lemah. Aku tidak mampu duduk atau berdiri, atau menelan makanan apa pun. Yang bisa kulakukan adalah berbaring di sana, tak berdaya. Ketika salah seorang dari tahanan yang sekamar denganku mengetahui aku tidak mengkhianati siapa pun, dia sangat mengagumiku. Dia berkata, "Kalian orang-orang percaya adalah para pahlawan sejati!" Dalam hatiku, aku menaikkan doa mempersembahkan pujianku kepada Tuhan. Polisi kemudian mencoba menyuruh tahanan lain memukuli dan menyiksaku, tetapi di luar dugaan, mereka mendukung dan membelaku. Mereka berkata, "Orang ini percaya kepada Tuhan, dan dia tidak melakukan kesalahan apa pun. Kalian akan menyiksanya sampai mati." Takut segala sesuatunya menjadi tak terkendali, polisi tidak berani mengatakan apa pun, tetapi hanya diam-diam pergi, dikalahkan.

Melihat mereka tidak mengalami kemajuan apa pun, polisi beralih ke taktik lain, dan mulai bekerja sama dengan penjaga penjara di rumah tahanan untuk memberiku banyak pekerjaan tambahan untuk dikerjakan. Setiap hari mereka menyuruhku membuat dua bundel kertas hio untuk dibakar bagi orang mati, dan masing-masing bundel terdiri dari 1.600 lembar kertas timah dan kertas bakar. Ini adalah pekerjaan yang dua kali lebih banyak dari apa yang harus dikerjakan para tahanan lain. Tanganku sangat kesakitan dan aku tidak bisa mengangkat apa pun, dan bahkan bekerja sepanjang malam pun, tidak mungkin aku dapat menyelesaikan semua itu. Polisi menggunakan alasan ini untuk menjatuhkan hukuman fisik kepadaku, memaksaku untuk mandi air dingin pada suhu 20 derajat di bawah nol, atau membuatku bekerja pada malam hari, atau berjaga-jaga untuk waktu yang lama. Aku tidur kurang dari tiga jam setiap malam. Aku menderita seperti ini selama satu tahun delapan bulan di rumah tahanan itu. PKT kemudian menindakku dengan tuduhan "menggunakan organisasi xie jiao untuk melemahkan penegakan hukum" tanpa bukti apa pun, dan menghukumku tiga tahun penjara. Ketika dibebaskan, aku masih diawasi dengan ketat oleh kantor polisi setempat. Aku tidak bebas pergi ke tempat yang kuinginkan, dan harus siap untuk datang saat mereka memanggilku. Aku sama sekali tidak memiliki kebebasan pribadi. Aku tidak bisa menghadiri pertemuan gereja atau melakukan tugasku. Ini sangat sulit bagiku, dan kupikir jika aku terus-menerus berada di bawah pengawasan PKT dan tidak dapat melakukan tugasku sebagai makhluk ciptaan, apa bedanya aku hidup atau mati? Jadi, aku kemudian meninggalkan kampung halamanku untuk pergi ke wilayah lain di mana akhinya aku bisa melakukan tugasku.

Pengalaman tentang penganiayaan kejam PKT terpatri dalam ingatanku. Aku telah melihat wajahnya yang kejam, penentangan yang jahat kepada Tuhan dan caranya mencelakai orang, dan aku membencinya dengan segenap hatiku. Aku juga menyaksikan perbuatan Tuhan yang ajaib dan kemahakuasaan serta kedaulatan-Nya. Perbuatan ajaib Tuhan-lah yang melindungiku sehingga aku dapat meloloskan diri dari cengkeraman Iblis dan itulah yang merebutku kembali dari kematian. Di sepanjang penganiayaan kejam PKT, firman Tuhan-lah yang membimbingku, dan kekuatan hidup-Nyalah yang mendukungku sehingga aku dapat terus hidup, dan ini memperkuat kepercayaanku untuk mengikuti Tuhan. Segala kemuliaan bagi Tuhan Yang Mahakuasa!

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Hari-hari Penyiksaan Brutal

Oleh Saudari Chen Hui, TiongkokAku tumbuh dalam sebuah keluarga biasa di Tiongkok. Ayahku menjalani dinas militer dan karena telah dibentuk...

Pertarungan Melawan Cuci Otak

Oleh Saudara Zhao Liang, TiongkokAku ditahan oleh polisi Partai Komunis Tiongkok karena imanku di usia 19 tahun. Mereka membuatku merasakan...

Hidup di Ambang Kematian

Oleh Saudari Wang Fang, TiongkokPada tahun 2008, aku bertanggung jawab untuk mengangkut buku-buku gereja. Ini adalah jenis tugas yang...