62. Bangkit Dalam Menghadapi Kegagalan

Oleh Saudari Fen Qi, Korea

Sebelum aku percaya kepada Tuhan, aku dididik oleh PKT, dan aku tidak memikirkan apa pun selain bagaimana membuat diriku sukses dan membawa kehormatan bagi keluargaku. Lalu, aku masuk pendidikan pascasarjana, dan kemudian menjadi pengacara. Aku selalu merasa bahwa aku lebih unggul dari orang lain. Jadi, ke mana pun aku pergi, aku selalu berusaha untuk pamer, mengharapkan orang lain melihat segala sesuatu dengan caraku dan melakukan segala sesuatu sesuai dengan apa yang kukatakan. Waktu itu, aku tidak menyadari ini adalah sejenis watak yang congkak. Aku merasa bahwa aku sebenarnya adalah orang yang cukup hebat. Setelah aku mulai percaya kepada Tuhan, dengan membaca firman Tuhan Yang Mahakuasa, akhirnya aku mengenali watak congkakku sendiri dan melihat bahwa aku bukan saja memiliki ambisi dan keinginan, tetapi juga sangat merasa diri penting dan merasa diri benar. Terkadang, ketika aku berbicara atau melakukan sesuatu, aku tidak mendiskusikannya dengan orang lain, dan bersikeras memakai caraku sendiri. Meskipun aku mendapatkan beberapa pemahaman tentang diriku sendiri, aku merasa ini bukanlah masalah besar. Aku ingat, pernah dalam firman Tuhan aku membaca, "Memiliki watak yang tidak berubah berarti memusuhi Tuhan," dan "Mereka yang Tidak Sesuai dengan Kristus Pasti Merupakan Lawan Tuhan." Aku merenungkan kalimat ini, "Memiliki watak yang tidak berubah berarti memusuhi Tuhan." Jadi, bagaimana dengan orang-orang yang baik? Atau orang-orang yang taat kepada Tuhan? Apakah watak mereka masih perlu diubah? Apa yang dimaksud dengan watak yang berubah? Kupikir, kita percaya kepada Kristus, dan Kristus adalah Tuhan yang praktis, jadi bukankah seharusnya percaya kepada Kristus berarti menaati Kristus? Jadi, menaati Kristus berarti sesuai dengan Kristus. Khususnya ketika aku mengingat bagaimana aku telah melepaskan karierku dan meninggalkan keluargaku, di mana akulah yang memutuskan untuk mengorbankan diri bagi Tuhan. Kupikir, bukankah ini pertanda aku percaya kepada Kristus dan sesuai dengan Kristus? Namun pada saat itu, aku tidak tahu, dan aku tidak mengerti bahwa aku harus mencapai perubahan dalam watak hidupku agar sesuai dengan Kristus, jadi aku melaksanakan tugasku murni karena antusiasme. Aku juga tidak tahu apa itu jalan masuk kehidupan, dan tidak tahu apa itu perubahan watak. Dapat dikatakan aku sama sekali tidak memiliki pengalaman hidup. Kapan akhirnya aku bisa mendapatkan pemahaman yang sejati? Itu setelah aku mengalami pemangkasan dan penanganan yang sangat keras sehingga aku merenungi diriku sendiri dan melihat bahwa naturku sendiri sebenarnya sangat congkak. Aku tidak tahu cara mencari kebenaran atau berfokus mengamalkan firman Tuhan ketika segala sesuatu terjadi padaku, dan aku sama sekali tidak memiliki ketaatan kepada Tuhan. Kalian dapat mengatakan bahwa, pada dasarnya, aku bukan orang yang sesuai dengan Kristus. Setelah mengalami pemangkasan dan penanganan ini, akhirnya aku mendapatkan kesadaran yang nyata tentang apa yang Tuhan maksud ketika Dia berkata, "Memiliki watak yang tidak berubah berarti memusuhi Tuhan."

Pada tahun 2014, karena aku percaya kepada Tuhan, aku dianiaya oleh pemerintah PKT dan terpaksa melarikan diri ke luar negeri. Setelah aku tiba di luar negeri, saudara-saudariku melihat bahwa aku mengorbankan diriku dengan antusias dan memiliki kualitas yang baik, jadi mereka memilihku sebagai pemimpin gereja, dan sering merekomendasikanku untuk berpartisipasi dalam acara-acara tertentu dan memberikan wawancara media. Namun hal-hal ini menjadi modalku. Aku sebelumnya telah congkak, dan dengan modal ini, aku menjadi sangat congkak. Aku merasa bahwa gereja tidak dapat berfungsi tanpa diriku, dan bahwa aku sedang melakukan pekerjaan penting. Ketika saudara-saudariku ingin membahas masalah denganku yang kuanggap terlalu remeh, aku tidak ingin direpotkan dengan itu dan menganggap mereka sedang mempersoalkan sesuatu yang tidak penting. Jika mereka terus bertanya kepadaku tentang hal itu, aku pasti merasa kesal. "Mengapa kalian bertanya kepadaku tentang hal-hal kecil seperti itu? Apakah ini layak menghabiskan waktuku? Tangani saja sendiri." Dan jika mereka bertanya lebih lanjut, lalu, nada suaraku segera berubah menjadi bertanya dan kritis, dan aku bahkan menguliahi mereka seolah-olah aku lebih unggul. Sebenarnya, ketika aku memperlakukan saudara-saudariku seperti ini, bahkan aku sendiri merasa itu tidak pantas. Aku merasa itu menyakiti mereka dengan cara tertentu. Namun kalian harus menyadari bahwa saat hidup di dalam watak congkak itu, aku telah kehilangan seluruh kemanusiaan. Bahkan sikap mencela diri sendiri pun lenyap. Inilah caraku bersikap di tempat kerja dan dalam kehidupan. Dalam semua yang kulakukan dalam tugasku, aku ingin memegang keputusan akhir. Ketika aku membahas segala sesuatu dengan saudara-saudariku dan aku mendengar pendapat atau saran yang tidak kusukai, aku segera menegur mereka tanpa pikir panjang dan meremehkan pendapat mereka seolah-olah itu tidak berharga. Aku ingin semuanya berjalan persis seperti yang kuinginkan. Aku juga jarang mengemukakan masalah pekerjaan dengan rekan sekerjaku untuk diskusi dan menyelidiki karena kupikir setelah melaksanakan tugasku selama jangka waktu tertentu, aku telah mendapatkan pengalaman yang cukup untuk dapat menyelesaikan masalah dengan menganalisis dan mempelajarinya, dan bahwa rekan sekerjaku tidak terbiasa dengan pekerjaan itu, jadi mereka tidak begitu mengerti. Kupikir, jika aku berbicara kepada mereka, mereka tidak akan bisa menambahkan apa pun, atau memahami segala sesuatu lebih baik daripadaku. Menurutku, melakukan proses diskusi hanyalah membuang-buang waktu dan tidak ada gunanya. Jadi perlahan-lahan aku ingin berhenti bekerja dengan mereka. Ketika atasanku datang untuk memeriksa pekerjaanku, aku juga merasa sangat terganggu, dan aku tidak ingin menerima pengawasan atau dorongan orang lain. Pada saat itu, sebenarnya aku merasa bahwa keadaanku tidak benar. Saudara-saudariku juga memperingatkanku, berkata, "Kau terlalu congkak dan merasa diri benar, dan kau tidak mau bekerja dengan siapa pun. Kau menolak untuk menerima pengawasan dan dorongan orang lain dalam tugas dan pekerjaanmu, dan kau tidak mau seorang pun ikut campur dalam pekerjaanmu." Peringatan dan pertolongan dari rekan sekerjaku ini sebenarnya semacam pemangkasan dan penanganan, tetapi aku mengabaikannya. Yang kurasakan adalah, meskipun aku congkak, belum mencapai banyak jalan masuk kehidupan, dan belum mencapai perubahan apa pun, aku tetap melaksanakan tugasku, jadi ini bukanlah masalah besar. Aku tidak menganggap serius pertolongan dan peringatan saudara-saudariku. Aku tidak terlalu memikirkannya. Aku menganggap watakku yang congkak, atau naturku yang jahat, bukanlah sesuatu yang bisa kuubah dalam semalam. Jadi, menurutku, ini adalah proses jangka panjang, dan untuk saat ini aku harus menangani pekerjaanku dan melaksanakan tugasku dengan baik.

Namun, ketika kita hidup dalam watak yang congkak, bukan berarti kita tidak merasakan apa pun. Hatiku terasa sangat kosong pada saat itu. Terkadang, setelah aku menyelesaikan sebuah tugas, aku akan merenung dan bertanya kepada diri sendiri, "Selagi aku mengerjakan tugas atau setelah itu selesai, kebenaran apa yang telah kudapatkan? Prinsip-prinsip apa yang telah kuperoleh? Sudahkah watak hidupku berubah dalam beberapa hal?" Namun aku tidak pernah mencapai apa pun. Mengapa demikian? Karena setiap hari aku berjuang dan melelahkan diriku untuk menyelesaikan pekerjaanku, dan setiap kali ada terlalu banyak pekerjaan, aku menjadi frustrasi dan marah. Seolah-olah satu masalah dapat membuatku menjadi sama sekali tidak mampu mengendalikan diri. Ketika aku berdoa kepada Tuhan, aku hanya melakukannya tanpa antusiasme. Aku tidak memiliki apa pun untuk dikatakan kepada Tuhan dari hatiku. Aku juga tidak mendapatkan penerangan atau pencerahan dari makan dan minum firman Tuhan. Pada saat itu aku merasa sangat kosong dan sangat gelisah. Aku merasa bahwa semakin aku melaksanakan tugasku, semakin aku jauh dari Tuhan, dan aku tidak dapat merasakan Tuhan di hatiku. Aku takut ditinggalkan oleh Tuhan. Jadi, aku segera datang ke hadapan Tuhan dan berdoa: "Ya Tuhan! Aku tidak mampu menyelamatkan diriku sendiri, dan aku tidak mampu mengendalikan diri, jadi aku mohon kepada-Mu untuk menyelamatkanku." Tak lama kemudian, pemangkasan dan penanganan tiba-tiba mendatangiku.

Pernah, ketika salah satu pemimpinku bertanya tentang pekerjaanku, dia menemukan sebuah masalah dalam caraku menangani pengeluaran uang gereja. Dia mendapati bahwa ketika aku telah memutuskan bagaimana menggunakan uang ini, aku tidak membahasnya dengan yang lain atau para pemimpin. Dia berkata kepadaku, "Ini adalah masalah pengeluaran gereja, mengapa engkau tidak membahasnya dengan para pemimpin? Apakah ini jenis keputusan yang bisa kau buat sendiri?" Aku merasa tidak ada yang bisa kukatakan untuk menjawab pertanyaannya. Pada saat itu, aku benar-benar tidak tahu bagaimana menjawab dia. Mengapa? Aku sama sekali tidak tahu alasannya, karena aku benar-benar tidak pernah memikirkannya. Setelah itu, aku mulai mengingat kembali. Selama masa itu, karena aku hidup dalam naturku yang congkak, aku sama sekali tidak memiliki akal sehat. Aku tidak tahu bahwa tugasku adalah amanat Tuhan untukku, dan bahwa aku seharusnya melaksanakannya sesuai dengan prinsip dan mencari kebenaran. Aku tidak tahu bahwa aku seharusnya mendiskusikan dan memutuskan segala sesuatu bersama para rekan sekerja dan para pemimpin. Aku kurang memiliki akal sehat karena aku hidup di dalam watakku yang congkak. Dan aku bahkan sama sekali tidak menyadarinya. Aku bahkan menganggap ini adalah sesuatu yang kumengerti, dan bahwa aku tidak perlu mencari atau menyelidikinya. Pemimpinku menanganiku dengan berkata, "Kau congkak dan merasa diri benar, dan kau tidak punya akal sehat. Persembahan ini diberikan kepada Tuhan oleh umat pilihan-Nya, dan itu seharusnya digunakan secara wajar sesuai prinsip. Sekarang persembahan itu telah dihambur-hamburkan, jadi kami harus meminta pertanggungjawaban sesuai prinsip." Aku sama sekali tidak menjawabnya, tetapi di dalam hati, aku tetap merasa benar. Aku tidak mencuri persembahan, aku telah menggunakannya dalam hal melakukan pekerjaan gereja, jadi mengapa aku harus menanggung tanggung jawab apa pun?

Setelah itu, pemimpinku datang ke gereja untuk bertemu dengan kami, dan mereka bersekutu dan menganalisis masalahku menggunakan firman Tuhan. Pada saat itu, aku juga menggunakan firman Tuhan untuk menjelaskan pemahamanku tentang diriku sendiri, tetapi dalam hatiku, aku tahu bahwa aku sedang menggunakan persekutuan dengan firman Tuhan ini hanya untuk mengeluarkan bantahan, ketidakpuasan, dan kurangnya pemahaman yang telah menumpuk di hatiku. Aku merasa bahwa aku telah bekerja keras walaupun tidak menerima pengakuan apa pun. Para pemimpinku melihat bahwa aku tidak memiliki pemahaman yang sejati tentang naturku sendiri, jadi setelah mencari persetujuan dari saudara-saudariku, mereka segera memecatku dari posisi sebagai pemimpin gereja. Aku sebenarnya tidak merasakan banyak penyesalan pada saat itu. Namun setelah itu, para pemimpin mulai membahas rincian setiap pengeluaran, dan selama proses itu, akhirnya aku menyadari bahwa memang ada beberapa masalah. Saat kerugian itu menumpuk dan jumlahnya terus bertambah, nilainya melampaui kemampuanku untuk menggantinya, dan aku mulai merasa takut. Aku mulai memikirkan kembali keputusanku untuk membelanjakan uang itu dan sikapku yang meremehkan dan mengabaikan, dan aku mulai merasa menyesal, dan membenci diriku sendiri. Aku tidak pernah membayangkan bahwa mengandalkan natur jahatku sendiri dalam tugasku dapat menimbulkan kerugian besar bagi gereja. Diperhadapkan dengan fakta-fakta itu, aku hanya bisa menundukkan kepalaku, yang telah kutegakkan dengan bangga, aku hanya ingin menampar wajahku sendiri. Aku tidak percaya bahwa inilah sebenarnya hal-hal yang telah kulakukan.

Setelah itu, aku mendengarkan suatu kotbah: "Hari ini, ada beberapa pemimpin dan pekerja yang telah percaya kepada Tuhan selama 10 atau 20 tahun, tetapi mengapa mereka tidak mengamalkan kebenaran sedikit pun, dan sebaliknya melakukan segala sesuatu sesuai dengan kehendak mereka sendiri? Tidakkah mereka menyadari bahwa gagasan dan imajinasi mereka bukanlah kebenaran? Mengapa mereka tidak bisa mencari kebenaran? Mereka tanpa lelah mengorbankan diri mereka, melaksanakan tugas-tugas mereka dari pagi hingga petang tanpa takut bekerja keras atau kelelahan, tetapi mengapa mereka tetap tidak memiliki prinsip setelah bertahun-tahun percaya kepada Tuhan? Mereka melaksanakan tugas mereka sesuai dengan ide-ide mereka sendiri, melakukan apa pun yang mereka inginkan. Terkadang aku terkejut ketika melihat apa yang mereka lakukan. Mereka biasanya kelihatan sangat baik. Mereka bukan pelaku kejahatan, dan mereka berbicara dengan baik. Sulit membayangkan mereka mampu melakukan hal-hal konyol seperti itu. Dalam hal-hal penting seperti itu, mengapa mereka tidak mencari atau meminta nasihat? Mengapa mereka bersikeras mencari jalan mereka sendiri dan mengambil keputusan akhir dalam segala sesuatu? Apa lagi ini kalau bukan watak jahat? Ketika aku menangani hal-hal penting, aku sering berbicara dengan Tuhan, serta mencari dan meminta bantuan-Nya. Terkadang Tuhan mengatakan hal-hal yang bertentangan dengan imajinasiku, tetapi aku harus taat dan melakukan segala sesuatu dengan cara Tuhan. Dalam hal-hal penting, aku tidak berani bertindak berdasarkan ideku sendiri. Apa yang akan terjadi jika aku membuat kesalahan? Lebih baik biarkan Tuhan yang menentukan segala sesuatu. Tingkat dasar penghormatan terhadap Tuhan ini adalah sesuatu yang harus dimiliki oleh semua pemimpin dan pekerja. Namun aku telah mendapati bahwa beberapa pemimpin dan pekerja sangat tidak sopan. Mereka memaksakan cara mereka dalam segala sesuatu. Apa masalahnya di sini? Sungguh berbahaya ketika watak kita belum berubah. ... Mengapa rumah Tuhan membentuk kelompok pembuat keputusan? Kelompok pembuat keputusan adalah beberapa orang yang mendiskusikan, menyelidiki, dan memutuskan suatu masalah bersama-sama untuk menghindari kesalahan atau kerugian besar. Namun beberapa orang menghindari kelompok pembuat keputusan dan melakukan sesuatu dengan cara mereka sendiri. Bukankah mereka itu adalah Iblis si setan? Siapa pun yang menghindari kelompok pembuat keputusan dan melakukan sesuatu dengan caranya sendiri adalah Iblis si setan. Di tingkat mana pun kepemimpinan mereka, jika mereka menghindari kelompok pembuat keputusan, tidak menyerahkan rencana untuk meminta persetujuan, dan bertindak sendiri, maka mereka adalah Iblis si setan, dan harus disingkirkan dan dikeluarkan" (Khotbah dan Persekutuan tentang Jalan Masuk ke Dalam Kehidupan). Setiap kata dari kotbah tersebut menusuk hatiku. Kotbah tersebut benar-benar menunjukkan kondisiku secara terbuka. Terutama ketika aku mendengar dalam kotbah bahwa orang-orang seperti ini adalah Iblis si setan yang harus disingkirkan dan dikeluarkan, tiba-tiba aku merasa tertegun. Aku merasa seolah-olah aku baru saja dihukum mati. Aku berpikir, "Tamatlah riwayatku. Sekarang aku tidak akan pernah diselamatkan sepenuhnya, ini adalah akhir dari hidupku dalam hal percaya kepada Tuhan—kepercayaanku kepada Tuhan sudah berakhir." Pada saat itu, aku sangat takut. Aku selalu merasa bahwa Tuhan telah memeliharaku dengan sangat baik. Aku memiliki pendidikan dan pekerjaan yang baik, tugas yang kulaksanakan di rumah Tuhan sangatlah penting, dan saudara-saudariku mengagumiku, jadi aku selalu memandang diriku sebagai seseorang yang sangat istimewa bagi Tuhan. Kupikir aku adalah orang kunci untuk dilatih di rumah Tuhan. Aku tidak pernah membayangkan akan dibenci dan disingkirkan oleh Tuhan karena aku telah menyinggung watak Tuhan. Sejak saat itu, aku mulai merasa bahwa watak Tuhan adalah benar dan tidak menoleransi pelanggaran, bahwa rumah Tuhan diperintah oleh kebenaran dan keadilan, dan tidak pernah mengizinkan siapa pun untuk terlibat dalam perbuatan jahat. Di gereja, kita harus melaksanakan tugas kita sesuai dengan prinsip dan mencari kebenaran, bukan melakukan apa pun yang kita inginkan atau bertindak sesuka kita. Kupikir, karena aku telah menyebabkan bencana dan dengan sembarangan menghabiskan persembahan gereja, aku telah menyinggung watak Tuhan, dan tak seorang pun yang mampu menyelamatkanku. Aku hanya tinggal menunggu untuk disingkirkan oleh rumah Tuhan.

Pada hari-hari selanjutnya, setiap pagi ketika aku membuka mata, aku merasakan ketakutan yang intens, dan aku menjadi sangat putus asa. Aku bahkan tidak punya kekuatan untuk turun dari tempat tidur. Aku merasa tidak tahu di mana aku akan berada selanjutnya, bahwa kesalahan yang telah kubuat terlalu besar, dan tak seorang pun yang mampu menyelamatkanku. Aku hanya bisa datang ke hadapan Tuhan, berdoa kepada Tuhan, dan memberi tahu Dia apa yang ada di hatiku. Aku berkata kepada Tuhan, "Ya Tuhan, aku salah. Aku tidak pernah mengira segala sesuatunya akan berakhir seperti ini. Di masa lalu aku tidak mengenal-Mu, dan aku tidak menghormati-Mu di hatiku. Di hadapan-Mu aku congkak dan merasa diri benar, aku terlibat dalam perbuatan jahat, dan sama sekali tidak memiliki akal sehat, sehingga sekarang aku menjalani pemangkasan, penanganan, hajaran, dan penghakiman ini. Aku melihat watak-Mu yang benar. Aku ingin taat dan belajar dari situasi ini. Aku mohon kepada-Mu, Tuhan, untuk tidak meninggalkanku, karena aku tidak bisa hidup tanpa-Mu." Pada hari-hari selanjutnya, aku terus berdoa seperti ini. Suatu pagi, aku mendengar lagu pujian firman Tuhan. "Engkau harus memiliki pemahaman semacam ini setiap kali sesuatu terjadi: 'Apa pun yang terjadi, itu semua adalah bagian dari pencapaian tujuanku, dan itu adalah pekerjaan Tuhan. Ada kelemahan dalam diriku, tetapi aku tidak akan bersikap negatif. Aku bersyukur kepada Tuhan untuk kasih yang dianugerahkan-Nya kepadaku dan karena mengatur lingkungan seperti itu untukku. Aku tidak boleh meninggalkan keinginan dan tekadku; menyerah sama saja dengan berkompromi dengan Iblis, sama saja dengan menghancurkan diri sendiri, dan sama saja dengan mengkhianati Tuhan.' Ini adalah jenis pola pikir yang harus engkau miliki. Apa pun yang orang lain katakan atau bagaimanapun mereka bertindak, dan bagaimanapun Tuhan memperlakukanmu, tekadmu tidak boleh goyah" ("Tekad yang Dibutuhkan untuk Mengejar Kebenaran" dalam "Ikuti Anak Domba dan Nyanyikan Lagu Baru"). Ketika aku mendengar lagu pujian firman Tuhan ini, aku merasa telah menemukan harapan untuk menyelamatkan diriku. Aku menyanyikannya berulang-ulang, dan semakin aku bernyanyi, semakin banyak kekuatan yang kurasakan di hatiku. Aku menyadari bahwa aku disingkapkan, dipangkas, dan ditangani dengan cara ini karena Tuhan ingin aku mengenal diri sendiri sehingga aku bisa bertobat dan berubah, bukan karena Tuhan ingin mengusir dan menyingkirkanku. Namun aku tidak mengenal Tuhan, aku salah memahami Tuhan, dan menutup diriku terhadap Tuhan, sehingga aku hidup dalam kondisi negatif dari keputusasaan total karena kupikir Tuhan tidak menginginkanku. Namun hari itu aku melihat firman Tuhan dan menyadari kehendak Tuhan tidak seperti yang kubayangkan sama sekali. Tuhan tahu tingkat pertumbuhan rohaniku terlalu mentah, dan Dia tahu aku akan menjadi negatif dan lemah dalam situasi ini, dan bahkan melepaskan tekadku untuk mencari kebenaran. Dan Tuhan memakai firman-Nya untuk menghibur dan menyemangatiku dan membuatku sadar bahwa orang selalu perlu mengejar kebenaran, apa pun kondisinya. Ketika orang gagal dan jatuh, atau ketika kita dipangkas dan ditangani, ini semua adalah langkah yang perlu dalam proses diselamatkan sepenuhnya. Asalkan kita dapat merenung dan mengenal diri kita sendiri, dan dapat bertobat dan berubah, maka setelah kita mengalami langkah-langkah ini, kita mengalami pertumbuhan dalam kehidupan. Setelah aku mengerti ini, aku merasa bahwa kesalahpahamanku terhadap Tuhan dan sikap menutup diri terhadap Tuhan semakin berkurang. Aku merasa bahwa apa pun yang Tuhan rencanakan dan atur, pasti semuanya bermanfaat bagiku, dan bahwa Tuhan bertanggung jawab atas hidupku. Jadi, aku mengumpulkan keberanianku dan bersiap menghadapi apa pun yang akan terjadi selanjutnya.

Tentu saja, aku juga menenangkan diri dan merenung kembali. Mengapa aku gagal dan jatuh begitu parah? Apa akar dari kegagalanku? Hanya setelah aku membaca firman Tuhan akhirnya aku mengerti. Firman Tuhan berkata: "Jika engkau benar-benar memiliki kebenaran di dalam dirimu, jalan yang engkau tempuh akan secara alami menjadi jalan yang benar. Tanpa kebenaran, akan mudah bagimu untuk melakukan kejahatan, dan engkau akan melakukannya meskipun engkau sendiri tidak mau. Misalnya, jika kecongkakan dan kesombongan ada dalam dirimu, engkau akan merasa mustahil untuk berhenti menentang Tuhan; engkau akan merasa terdorong untuk menentang Dia. Engkau tidak akan melakukannya dengan sengaja; engkau akan melakukannya di bawah dominasi naturmu yang congkak dan sombong. Kecongkakan dan kesombonganmu akan membuatmu memandang rendah Tuhan dan menganggap-Nya tak berarti; itu akan mengakibatkanmu untuk meninggikan diri sendiri, membuatmu selalu menonjolkan diri, dan pada akhirnya duduk di tempat Tuhan dan memberi kesaksian bagi dirimu sendiri. Pada akhirnya engkau akan mengubah ide, pemikiran, dan gagasanmu sendiri menjadi kebenaran yang harus disembah. Lihatlah betapa banyak kejahatan yang dilakukan manusia di bawah dominasi natur mereka yang congkak dan sombong! Untuk bisa mengatasi tindakan jahatnya, mereka harus terlebih dahulu mengatasi masalah dalam natur mereka. Tanpa perubahan dalam watak, tidaklah mungkin untuk mendatangkan penyelesaian fundamental atas masalah ini" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya dengan Mengejar Kebenaran Orang Dapat Mencapai Perubahan dalam Wataknya"). Di masa lalu, aku mengakui kecongkakanku sendiri secara teori, tetapi aku tidak memiliki pemahaman yang sejati tentang naturku sendiri, jadi aku masih mengagumi diriku sendiri, hidup dalam gagasan dan imajinasiku sendiri. Aku merasa bahwa aku congkak karena aku memenuhi syarat, itulah sebabnya, ketika saudara-saudariku berusaha memangkas, menangani, dan menolongku, aku mengabaikannya. Aku sama sekali mengabaikannya. Namun ketika aku membaca firman Tuhan, akhirnya aku mengerti bahwa naturku yang congkak dan sombong adalah akar dari pemberontakan dan penentanganku kepada Tuhan. Itu adalah watak jahat yang khas. Ketika orang hidup dalam natur yang congkak dan sombong, melakukan kejahatan dan menentang Tuhan dilakukan secara otomatis. Aku mengingat kembali tentang bagaimana aku selalu menganggap diriku hebat sejak aku mulai melaksanakan tugas sebagai pemimpin gereja. Kukira aku bisa melakukan apa saja, bahwa aku lebih baik daripada semua orang, dan aku ingin memakai caraku dalam segala hal. Bukan itu saja, tetapi aku ingin mengambil alih dan memimpin pekerjaan seluruh kelompokku dan membuat saudara-saudariku melakukan apa yang kuinginkan. Aku tidak pernah memikirkan tentang apakah pikiran dan keputusanku benar, atau apakah itu bias, atau apakah itu akan menimbulkan kerugian bagi pekerjaan gereja sampai aku mendengar saudara dari Yang di Atas mengatakan dalam kotbahnya bahwa ketika sesuatu terjadi kepadanya, dia akan bertanya kepada Tuhan, karena dia takut melakukan hal yang salah, dan bahwa dia hanya akan bertindak setelah menerima jawaban yang jelas dari Tuhan. Saudara yang diutus dari Atas adalah orang yang memiliki kebenaran, yang memiliki hati yang takut akan Tuhan dan melakukan segala sesuatu sesuai prinsip. Namun, dia masih belum berani sepenuhnya memercayai dirinya sendiri. Ketika sesuatu terjadi kepadanya, dia bertanya kepada Tuhan dan membiarkan Tuhan yang memutuskan. Seorang pemimpin gereja, lebih dari siapa pun, perlu mencari kebenaran dalam segala hal. Namun aku sama sekali tidak mencari Tuhan atau memiliki hati yang takut akan Tuhan. Setiap kali sesuatu terjadi kepadaku, aku mengandalkan gagasan dan imajinasiku untuk mengarahkanku dan memperlakukan ide-ideku sendiri sebagai kebenaran. Aku menganggap diriku hebat dan penting. Bukankah itu watak jahat yang khas? Aku seperti penghulu malaikat yang ingin duduk sejajar dengan Tuhan. Dan itu adalah sesuatu yang sangat menyinggung watak Tuhan! Setelah aku akhirnya mengerti hal-hal ini, aku merasa naturku yang congkak dan sombong sangat menakutkan. Itu membuatku hidup tanpa akal, membuatku melakukan banyak hal yang mencelakakan orang dan menyinggung Tuhan, dan itu membuatku hidup seperti monster. Namun Tuhan itu benar. Bagaimana mungkin Tuhan mengizinkan seseorang sepertiku, yang begitu penuh dengan watak jahat, melakukan hal yang salah dan mengganggu pekerjaan rumah Tuhan? Jadi, aku pantas diberhentikan dari tugas kepemimpinanku, aku telah melakukan ini kepada diriku sendiri. Aku menyadari bahwa selama bertahun-tahun aku percaya kepada Tuhan, aku mengandalkan bakatku, dan gagasan serta imajinasiku untuk melakukan pekerjaanku, dan jarang mencari kebenaran. Jadi setelah sekian lama, aku sekarang hampir tidak memiliki realitas kebenaran, dan sebenarnya aku miskin secara rohani dan patut dikasihani. Aku berpikir, mengapa aku tidak bisa mencari kebenaran? Mengapa aku selalu menganggap ide dan penilaianku sendiri benar? Ini sebenarnya membuktikan bahwa aku sama sekali tidak punya tempat untuk Tuhan di hatiku, apalagi memiliki hati yang takut akan Tuhan. Bahwa aku disingkapkan oleh Tuhan dalam tugasku hari ini sebenarnya adalah pengingat dan peringatan Tuhan bagiku, dan jika aku tidak berbalik, akhir hidupku adalah disingkirkan dan dikirim ke neraka. Setelah aku mengerti hal-hal ini, aku merasa bahwa penghakiman, hajaran, pemangkasan, dan penanganan Tuhan sebenarnya adalah kasih dan perlindungan Tuhan bagi manusia dan ada maksud baik Tuhan di balik itu semua. Tuhan menghakimi dan menghajar manusia bukan karena Dia membenci mereka, tetapi untuk menyelamatkan mereka dari pengaruh Iblis dan watak jahat mereka. Dan begitu aku mengerti ini, aku merasa bahwa kesalahpahamanku terhadap Tuhan dan sikap menutup diri terhadap Tuhan semakin berkurang. Aku juga merasa bahwa apa pun keadaan yang Tuhan atur bagiku di masa yang akan datang, kedaulatan dan pengaturan Tuhan akan berada di balik itu semua, dan aku ingin menaatinya.

Tugasku memiliki beberapa pekerjaan lanjutan yang harus kuselesaikan, dan aku merasa bahwa Tuhanlah yang memberiku kesempatan untuk bertobat, jadi aku merasa harus melaksanakan tugas terakhir ini dengan baik. Setelah itu, di tengah tugasku, ketika aku membahas pekerjaanku dengan saudara-saudariku, aku tidak lagi berani mengandalkan watakku yang congkak menganggap diriku benar dan memaksa orang lain untuk mendengarkanku. Sebaliknya, aku mengizinkan saudara-saudariku mengungkapkan pendapat mereka dan akhirnya memutuskan apa yang harus dilakukan dengan mempertimbangkan ide semua orang. Tentu saja, ketika pandangan kami berbeda, aku masih bisa bersikap congkak dan merasa diri benar, berpegang pada pandanganku sendiri, dan tidak mau menerima pendapat dan saran orang lain. Namun aku selalu ingat bagaimana aku telah gagal, jatuh, serta telah dipangkas dan ditangani, dan aku biasanya merasa takut, dan kemudian aku pasti datang ke hadapan Tuhan untuk berdoa. Aku akan secara sadar menyangkali diriku sendiri, setelah itu aku mencari kebenaran dan prinsip dengan hati yang takut akan Tuhan bersama dengan saudara-saudaraku. Aku merasa sangat aman melaksanakan tugasku dengan cara ini, dan keputusanku dapat dipertanggungjawabkan ketika diperiksa dengan saksama. Dan ketika aku bermitra dengan saudara-saudariku, aku menyadari bahwa beberapa ideku sebenarnya hanya sepihak. Bersekutu dengan saudara-saudariku, dan kemudian membahas segala sesuatu, setidaknya bagiku, dalam hal kebenaran, prinsip, dan wawasan, sangatlah membantu. Khususnya ketika aku melihat bagaimana ketika sesuatu terjadi kepada saudara-saudariku, mereka selalu berdoa kepada Tuhan, mencari, dan bersekutu, dan mereka tidak memercayai diri mereka begitu saja, aku heran mengapa aku tidak mencari kebenaran dan begitu mudahnya memercayai diriku sendiri. Aku melihat bahwa kecongkakan dan kesombongan membuatku mampu melakukan apa saja. Aku telah sangat dirusak oleh Iblis dan tidak lebih baik daripada saudara-saudariku. Baru setelah itu aku sadar aku mungkin memiliki pengetahuan sedikit lebih banyak daripada saudara-saudariku, tetapi jauh di dalam rohku, aku bahkan tidak bisa dibandingkan dengan mereka. Aku kurang memiliki hati yang takut akan Tuhan dibanding mereka. Dalam hal ini, saudara-saudariku jauh melampauiku. Dan ketika aku melihat itu, aku menyadari bahwa setiap saudara-saudariku memiliki kekuatan tertentu yang berbeda dari bagaimana aku melihat saudara-saudariku di masa lalu. Aku merasa bahwa saudara-saudariku sebenarnya lebih baik daripadaku, dan tidak ada alasan aku perlu bersikap congkak, jadi aku mulai bersikap rendah hati, dan aku bisa rukun dengan saudara-saudariku dan bekerja dengan baik bersama mereka. Ketika aku selesai dengan pekerjaan lanjutan itu, aku menunggu keputusan gereja dengan tenang tentang cara menanganiku. Aku tidak pernah menyangka pemimpin itu akan memberitahuku bahwa aku dapat melanjutkan tugasku karena aku masih mampu melanjutkan segala sesuatunya dan melaksanakan tugasku setelah dipangkas dan ditangani, dan telah mendapatkan pemahaman tentang diriku sendiri, sehingga dia berkata aku akan diizinkan untuk melanjutkan tugasku. Dia juga menunjukkan beberapa masalah dalam kinerja tugasku. Ketika aku mendengar dia mengatakan aku akan diizinkan untuk melanjutkan tugasku, pada saat itu, tidak ada yang bisa kukatakan selain bersyukur kepada Tuhan. Aku merasa bahwa setelah mengalami ini, setelah aku disingkapkan, setelah mengalami pemangkasan dan penanganan yang langsung ke pusat masalahnya, akhirnya aku memiliki pemahaman tentang natur jahatku. Namun harganya sangat mahal. Karena aku mengandalkan watak jahatku yang rusak dalam tugasku, aku telah menyebabkan kerugian bagi gereja, dan menurut prinsip, aku seharusnya dihukum. Namun, Tuhan tidak memperlakukanku sesuai dengan pelanggaranku, melainkan memberiku kesempatan untuk melanjutkan tugasku. Aku secara pribadi mengalami anugerah dan kesabaran Tuhan yang luar biasa!

Setiap kali aku mengingat kembali pengalaman ini, aku merasa menyesal atas kerugian yang kutimbulkan pada gereja karena mengandalkan naturku yang jahat dalam tugasku. Aku juga sepenuhnya setuju dengan firman Tuhan, "Memiliki watak yang tidak berubah berarti memusuhi Tuhan." Namun, terlebih lagi, aku merasa bahwa hajaran, penghakiman, pemangkasan, dan penanganan Tuhan adalah perlindungan terbesar Tuhan dan kasih paling tulus bagi umat manusia yang rusak!

Sebelumnya: 61. Kebenaran Telah Menunjukkanku Jalan yang Benar

Selanjutnya: 63. Siapa Bilang Watak yang Congkak Tidak Dapat Diubahkan

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

31. Tetap Melakukan Tugasku

Oleh Saudari Yang Mu, KoreaDahulu aku merasa sangat iri ketika melihat saudara-saudari tampil, bernyanyi dan menari memuji Tuhan. Aku...

Pengaturan

  • Teks
  • Tema

Warna Solid

Tema

Jenis Huruf

Ukuran Huruf

Spasi Baris

Spasi Baris

Lebar laman

Isi

Cari

  • Cari Teks Ini
  • Cari Buku Ini